Senin, 30 Desember 2013

PERBEDAAN NIAT ANTARA IMAM DAN MAKMUM

Oleh: Syaikh Abdullah Al-Fauzan

Alhamdulillah wash sholatu wassalamu 'ala Rosulillah, wa ba'du;

Termasuk hukum Fikhiyah yang wajib untuk diilmui diantaranya perbedaan niat dalam sholat antara imam dan makmum, bahwasanya ini bukan menjadi syarat, beda niat antara imam dan makmum dibolehkan, tidak melanggar aturan, bisa saja seorang yang mengerjakan sholat fardhu berimam/ mengikuti kepada yang mengerjakan nafilah/ sunnah, atau orang yang sedang mengerjakan sunnah berimam kepada yang sedang melakukan sholat fardhu, dan juga dibolehkan seseorang yang mengerjakan sholat fardhu berimam/ mengikuti orang yang melakukan sholat fardhu yang berbeda niat. Maka disini ada tiga bentuk:

» Sebagai contoh yang pertama adalah seseorang memasuki Masjid sedangkan imam sholat Tarawih, sedangkan ia belum melakukan sholat Isya' , maka dibolehkan baginya bermakmum dengan imam tersebut dua reka'at, dan ia berdiri menyempurnakan dua rekaat kekurangannya. Ini merupakan pendapat imam Syafi'i dan para sahabatnya, juga merupakan riwayat dari imam Ahmad, yang dipegang erat oleh Ibnu Qudamah, dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.

Diriwayatkan dari sahabat Jabir radhiyallahu'anhu, bahwasanya sahabat Mu'adz radhiyallahu'anhu mengerjakan sholat isya' bersama Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam kemudian pulang ke kaumnya, kemudian mengimami sholat Isya' dihadapan kaumnya tersebut". (HR Bukhory dan Muslim).

Demikian pula salah satu bentuk riwayat sholat Khouf/ perang bekecamuk maka Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam sholat dengan kelompok pertama sholat fardhu kemudian salam, dan sholat dengan kelompok kedua yang ini adalah sholat Nafilah dan salam. (HR Muslim, Abu Dawud, dan Nasa'i).

Adapun hadist yg menyatakan, "Sesungguhnya dijadikan imam agar diikuti, maka jangan berbeda dengannya". Hadist ini pemahamannya adalah berbeda dalam gerakan-gerakan yang nampak, sebagaimana ditafsirkan oleh Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam dimana Nabi mengkhususkan seperti hadist Jabir di atas, maka tidak ada pertentangan antara dua hadist di atas antara hadist umum dan hadist khusus. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, "Adapun yang menolak perbedaan niat mereka tidak memiliki hujjah yang kuat". (Majmu fatawa 23/ 385).

>> Contoh kedua seperti seseorang memasuki masjid sedang imam mengerjakan sholat Fardlu sedangkan ia sudah mengerjakan sholat Fardhu tersebut, maka ia melakukan sholat bersama imam yang ia adalah sholat Nafilah.

» Contoh ketiga adalah seperti seseorang menjumpai imam sholat 'Asar sedang dirinya belum melaksanakan kewajiban dhuhur, maka ia melakukan sholat bersama imam dengan ia niatkan sholat dhuhur, bila telah usai maka ia mengerjakan sholat 'Asar, maka disini dituntut agar berurutan.

Minggu, 29 Desember 2013

PERAYAAN TAHUN BARU

Alhamdulillah robbil A'lamin, washolatu wassalamu 'ala asyrofil anbiyaa' wal mursalin, wa ba'du,

Sesungguhnya di dalam ajaran islam tidak ada istilah perayaan tahun baru, baik dalam masalah fikih atau akidah, akan tetapi ini adalah suatu perkara yang butuh akan pendalilan dan hukum melalui isyarat dalil. Sebagaimana diketahui bahwa setiap amal yang ditujukan untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala hendaknya memenuhi prasyarat yaitu sesuai syariat dan mencontoh amalan Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, baik berkaitan dengan bentuk, tatacara, bilangan, waktu dan tempat tertentu yang telah disyariatkan.

Jika hal ini tidak terpenuhi maka terjerumus dalam perkara baru yang menyesatkan yang dilarang agama, sebagaimana sabda Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, "Jauhi oleh kalian perkara baru, karena perkara baru (dalam agama) adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah sesat, dan setiap kesesatan di dalam neraka". (HR.Abu Dawud dan Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Allah Ta'ala berfirman, "Dan apa yang datang dari Nabi (Muhammad) maka kerjakanlah, dan apa yang telah dilarang maka tinggalkanlah". (QS.Al-Hasyr: 7).

Allah Ta'ala berfirman, "Maka hendaknya mereka orang-orang yang senantiasa menyelisihi perintah (Nabi Muhammad) takut dan kawatir jika tertimpa fitnah atau adzab yang pedih". (QS. An-Nur: 63).

Hukum memperingati lahirnya Al-Masih tidaklah berbeda dengan memperingati lahirnya Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam, kebiasaan ini tidaklah ada di masa Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, juga tidak ada pada masa sahabat maupun generasi yang utama dahulu. Jika hal ini diketahui bahwa perayaan ini tidak dikenal sejak zaman dahulu, maka dimasa sekarangpun tidak perlu untuk diamalkan yang diyakini sebagai bagian ritual agama maupun kebiasaan.

Bahkan ada ungkapan imam Malik yang pantas diabadikan, yaitu ucapan beliau, "Barang siapa yang merekayasa di dalam ajaran islam suatu bid'ah (perkara agama yang baru) yang ia pandang sebagai suatu kebaikan, sungguh ia tidak secara langsung telah menuduh bahwa Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam telah berkhianat terhadap risalah dari Allah, karena Allah Ta'ala telah firmankan, "Pada hari ini Aku telah sempurnakan agamamu untukmu, dan Aku telah cukupkan nikmat-Ku bagimu dan telah Aku ridhoi islam sebagai agamamu". (QS.Al-Ma'idah: 3).

Terlebih bila kita lihat bahwa perayaan awal tahun adalah budaya warisan nasrani yang kita diperintah dalam syariat agar tidak mengikuti mereka, tidak menyerupai mereka. Maka kewajiban kita agar berpegang terhadap Al-Kitab dan As-Sunnah baik dalam keyakinan, ilmu dan amalan, karena inilah yang akan menyelamatkan kita dari jurang perkara bid'ah dan amalan buruk. Fatawa : Syaikh Abi Abdul Mu'iz Muhammad.

Kamis, 26 Desember 2013

ETIKA PERDEBATAN

Oleh : Asy Syaikh Abdul Malik Al-Juhany.

Alhamdulillah, washolatu was salamu ala' Rosulillah, wa ba'du.

Banyak dijumpai dalam perdebatan baik secara langsung maupun di dunia maya, aku melihat telah melupakan adab munakosyah, maka disini dengan memohon pertolongan Allah Azza wa Jalla aku rangkum ushul adab nikhosy dan perdebatan hingga menjadi dasar serta etika yang akhirnya membuahkan apa yang diharapkan.

» Tujuan debat adalah untuk menggapai Al-Hak, bukan untuk mencari menang, jika ini dilanggar maka akan timbul kesombongan terhadap kebenaran, dan menolaknya sehingga menjadi debat yang sengit tidak berujung. Berkata Imam Syafi'i, "Tidaklah aku bermunadhoroh/ debat kecuali aku tidak peduli, Allah berikan Al-Hak/ kebenaran pada lisanku atau lisan dia". Kebenaran adalah tujuan utama bagi mereka para ulama, bukan untuk mencari kemenangan pribadi.

» Perhatian pada ilmu dan cara meraihnya, serta tata cara pemaparan hujjah, dan menjauh dari perkara keji & bodoh, banyak dijumpai dalam perdebatan, jika ia merasa lemah dari argumen maka ia mencela lawan bicara, bahkan tidak segan untuk mencerca dan melakukan tuduhan yang buruk atau memfitnah sesuatu yang tidak nyata dalam rangka lari dari dalil dan hujjah.

 » Hendaknya tidak melakukan debat kecuali dengan seorang yang Alim atau penuntut ilmu, adapun orang jahil maka ia tidak pantas untuk melakukan debat, karena ia tidak mengetahui kaidah-kaidah ilmiyah, tidak meiliki keahlian di bidang-bidang ilmu. Seperti halnya ahli kesehatan ia tidak pantas bicara tentang syariah, demikian wartawan, seniman, tidak memiliki hak berbicara dalam masalah fikhiyah.

» Disepakatinya kaidah dan ushul yang umum, yang dijadikan sebagai rujukan tatkala khilaf dan perbedaan, hingga memudahkan menuju jalan yang shohih dan menyampaikan ke jalan Al-Hak. Dari sini diketahui berjidal dan debat dengan ahli bid'ah adalah debat kusir, karena tidak pernah ada kesepakatan dengan ushul Ahlissunnah, seperti halnya kelompok Rafidhoh, yang ingkar terhadap Al-Qur'an dan tidak pernah beriman terhadap As-Sunnah, demikian pula hadist-hadist kecuali yang hanya diriwayatkan oleh Ahli Bait, menurut keyakinan mereka, maka yang demikian adanya, bagaimana mungkin akan diajak berdiskusi? Mereka tidak menerima usul ahlissunnah, tidak pula iman kepadanya, oleh karenanya para salaf memberikan peringatan dan larangan berdebat dengan ahli bid'ah, karena mereka akan memberikan dampak buruk lantaran syubhatnya, dan Ahlussunnah tidak pernah akan mendapat manfaat apapun dari ahli bid'ah dan ilmunya.

» Tidak keluar dari pembicaraan tatkala debat terjadi, karena keluar dari pokok masalah adalah bentuk lari dari debat dan lemah dalam menghadapi.

 » Menegakkan dalil saja tidak dirasa cukup, karena disana dibutuhkan pula menjawab dalil lawan, dengan jawaban yang memuaskan, tidak hanya sekedar jawaban yang tidak mengena.

» Kritikan hendaknya ditujukan kepada ucapan dan pendapat, bukan pada individunya, hingga tidak layak untuk mencela lawannya atau cacian dan cercaan yang tidak ada kaitannya dengan materi pembicaraan, karena ini tidak akan mampu menggiring kepada jalan Al-Hak sedikitpun.

 » Iltizam dengan adab hiwar dan nikosh, jika melalui lisan maka tidak mengangkat suara berlebihan, memutus pembicaraan, tatapan mata yang tajam, tidak ada celaan dan pelecehan. Oleh karenanya orang yang mudah emosi, bersempit dada, hendaknya tidak melakukan diskusi, karena dengan buruknya akhlak dia akan menjadikannya tidak mampu berpikir jernih, bukan karena lemah hujah-hujahnya, melainkan akan kehilangan kesetabilan pada dirinya.

» Rujuk dan kembali kepada Al-Hak adalah suatu keutamaan, dan tidak terus-menerus bergelimang dengan kebathilan, maka kapanpun Al-Hak dijumpai baik dari lawan bicaranya maka wajib utk tunduk kepada kebenaran tersebut dan wajib diterima, serta mengakui lawan bicara tersebut, bahkan hendaknya ia bersyukur atas penjelasan kebenaran tersebut.

Minggu, 08 Desember 2013

PERSAMAAN AGAMA

Banyak berkembang di saat ini seruan tentang wihdatul-Adyan atau yang sering diartikan dengan perbandingan/ persamaan agama-agama yang ada di belahan penjuru dunia, mereka meminta agar semua agama dianggap benar dan sah, tiada perbedaan antara Islam dengan yang lainnya.

- Bahwa agama yang hak di sisi Allah adalah ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, yang merupakan keyakinan para nabi dan Rasul seluruhnya.

- Bahwa Allah tidak akan menerima ajaran/ keyakinan selain Islam.

 - Ajaran Islam yaitu ajaran yang diutus padanya Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam sebagai penutup nabi dan rusul.

 - Tidak diperkenankan keluar dari syariat Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam, jika keluar dari syariatnya maka ia kafir.

 - Yahudi dan nasrani adalah ajaran kufur yang wajib didakwahi untuk masuk islam dan wajib diperangi bila mana terpenuhi sebab-sebabnya, sebagamana wajib mendakwahi kaum musyrik agar masuk islam, hingga kalimat Allah tegak di muka bumi.

 - Bahwa penganut ajaran yahudi dan nasrani setelah datangnya syariat islam maka ia tergolong kafir di luar agama islam.

- Jika penganut yahudi dan nasrani mati sedang ia telah sampai padanya seruan Islam maka ia mati masuk neraka yang kekal abadi sebagaimana termaktubkan dalam Al-Qur'an Surat Al-bayinah: 7.

- Wajibnya orang Islam untuk berlepas diri dan baro'ah dari orang-orang kafir dan agama mereka, hingga mereka masuk ajaran Islam.

- Bathilnya seruan perbandingan dan persamaan agama, dan ini tergolong seruan kekufuran.

 - Haramnya menyelenggarakan dialog antar umat beragama, kecuali dalam rangka menyingkap kebathilan mereka dan mengajak untuk menganut ajaran Islam, sebagaimana termaktubkan dalam Al-Qur'an Surat Al-Imron: 64.

 - Tidak ada persaudaraan antara islam dan agama selainnya, sampai2 mengucapkan, "Saudara kita dari nasrani " , karena hakikat persaudaraan adalah hanya diantara islam saja, sebagaimana termaktubkan dalam Al-Qur'an Surat Al-Hujrot: 10 , At-Taubah: 71.

 - Bahwa Taurot dan Injil setelah terjadi perubahan dan penghapusan maka tidak boleh bersandar pada keduanya.

Maka kita memohon kepada Allah agar kita senantiasa diberikan hidayah As-Shirotul Mustaqim, dan dijauhkan dari jalan orang-orang yang dimurkai dan jalan orang-orang yang sesat.

~ disadur dari tulisan Fadhilatus-Syaikh Abdurrohman Ibnu Na'shir Al-Baro'k ~

Jumat, 06 Desember 2013

KETIKA TURUN HUJAN

Merupakan nikmat Allah Ta'ala kepada para hamba adalah diturunkannya hujan, setelah terjadi musim kekeringan yang berkepanjangan, dan ini menunjukkan akan rahmat dan kasih sayang Allah kepada hambanya.

Allah Ta'ala berfirman: "Allah-lah yang mengirimkan angin lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang Dia kehendaki, dan menjadikannya bergumpal-gumpal, lalu engkau lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila Dia menurunkannya kepada hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki tiba-tiba mereka gembira. Padahal sebelum hujan diturunkan kepada mereka, mereka benar-benar putus asa. Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi setelah matinya, sungguh Dia berkuasa menghidupkan sesuatu yang mati. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu". (QS.Ar-Rum: 48-50).

Nikmat ini ada dikarenakan turunnya barokah padanya, yaitu berupa hidupnya kembali setelah gersang yang berkepanjangan, dan menghasilkan buah-buahan dengan aneka ragamnya, yang kemudian nikmat tersebut digunakan dalam ketaatan kepada Allah Ta'ala, maka inilah hakikat barokah.

Adapun hujan yang tidak menumbuhkan tumbuhan, membuahkan buah-buahan, maka ini hakikatnya adalah kekeringan dan kegersangan, walaupun sedang dilanda hujan, karena ia kehilangan faidah dari turunnya hujan. Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Bukanlah kekeringan adalah tidak diturunkannya hujan, akan tetapi kekeringan yang hakiki adalah diturunkannya hujan akan tetapi tidak menumbuhkan di muka bumi sesuatu apapun". (HR.Muslim). Oleh karenanya disyariatkan agar mengucapkan do'a disaat hujan turun, sebagaimana diriwayatkan oleh 'Aisyah radhiyallahu'anha, bahwasanya Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam apabila melihat hujan turun maka mengucapkan "Allahumma shoyyiban naa'fian". (HR Ahmad, Bukhory dan An-Nasa'i).

Hujan bilamana hilang barokahnya maka tidak akan membawa manfaat, bahkan akan membawa pada kebinasaan dan kerusakan dan adzab. Betapa banyak umat-umat manusia terkena adzab lantaran hujan, hingga tenggelam, maka kita memohon perlindungan kepada Allah agar diselamatkan dari yang semisal ini.

Diantara perbuatan yang disyariatkan tatkala hujan turun adalah apa yang diriwayatkan dari sahabat Anas ibnu Malik radhiyallahu'anhu, bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam tatkala turun hujan, maka Nabi membuka penutup kepala Beliau dan membasahinya. Maka dikatakan kepada beliau, kenapa melakukan ini? Maka Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Karena air ini baru saja datang dari Allah". (HR.Ahmad dan Muslim). Maka bisa disimpulkan disaat hujan turun hendaknya membuka penutup kepalanya hingga terbasahi oleh air hujan tersebut, hal ini dikarenakan baru saja diturunkan dari langit yang Allah Ta'ala turunkan. Dan perkara ini tidak bisa diqiyaskan kepada perbuatan atau perkara lainnya karena tidak ada dalil untuk selain air hujan.

Perlu diperhatikan disini, bahwasanya tidak boleh menisbatkan datangnya hujan lantaran sebab bintang-bintang tertentu di langit, atau yang semisalnya, karena hal ini akan menjadikan murkanya Allah Ta'ala karena telah mengkufuri nikmat Allah dan tergolong pada perbuatan syirik kecil yang dilarang dalam agama, bahkan bisa mengantarkan pada syirik besar jika diyakini yang menurunkannya adalah selain Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Diriwayatkan dari Ubaidillah ibnu Abdullah ibnu Utbah dari Zaid ibnu Kholid Al Juhany, bersabda Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam tatkala selesai sholat subuh yang pada malamnya telah turun hujan, "Apakah kalian mengetahui apa yang dikatakan Allah?" Maka dijawab, "Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui. "Allah berfirman, "Dipagi ini sebagian hamba-Ku beriman kepada-Ku, dan sebagian lain telah kafir". Adapun yang telah mengatakan 'Telah turun hujan kepada kami karena kemuliaan Allah dan karunia-Nya', maka ia telah beriman kepada-Ku dan kafir terhadap bintang-bintang di langit. Adapun yg telah mengatakan 'Turun hujan dikarenakan bintang ini dan itu....' maka ia telah kafir kepada-Ku dan ia beriman pada bintang-bintang di langit". (HR Bukhary dan Muslim).

Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda, "Taukah kalian apa yang dikatakan Allah? Tidaklah Allah memberikan suatu karunia dan nikmat kepada para hamba kecuali di sana ada dua golongan, sebagian beriman dan sebagian kafir. Mereka mengatakan, 'Bintang ini, bintang itu ...' ". (HR Muslim)

Berkata Ibnu Abbas radhiyallahu'anhu, dahulu turun hujan di masa Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam maka Beliau bersabda, "Sebagian para hamba bersyukur, dan lainnya kufur. Sebagian berkata, "Ini adalah rahmat dan karunia Allah, sebagian mengatakan, "Ini turun karena bintang ini dan itu...," maka turun firman Allah Ta'ala: "Lalu Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang. Dan sesungguhnya itu benar-benar sumpah yang besar sekiranya kamu mengetahui. Dan ini sesungguhnya Al Qur'an yang sangat mulia. Dalam kitab yang terpelihara. Tidak ada yang menyentuhnya selain hamba-hamba yang disucikan. Diturunkan dari Tuhan seluruh alam. Apa kamu menganggap remeh berita Al Qur'an ini? Dan kamu menjadikan rizki yang kamu terima dari Allah justru untuk mendustakan-Nya?". (QS.Al Waqi'ah: 75-82). Maksud ayat di atas adalah, jika sekiranya Allah yang memberikan karunia nikmat kepada kalian akan tetapi engkau membalasinya dengan mendustakannya, mengkafirinya dan menyandarkan nikmat tersebut kepada selain Allah.

Maka sepantasnya kita mensyukuri nikmat-nikmat Allah dengan menggunakan di dalam ketaatan, senantiasa menjaga iman, tauhid serta akidah kita sesuai petunjuk Al-Kitab dan As-Sunnah.

~ disadur dari tulisan Syaikh Ali Yahya Al Hadady ~

Kamis, 05 Desember 2013

IMAN

Sesungguhnya nikmat yang paling besar dan agung adalah nikmat iman, karena iman adalah tujuan yang paling mulia, dengannya tergapai kebahagiaan dunia dan akhirat hingga meraih surga yang kekal abadi, dan selamat dari neraka dan murka Allah Ta'ala. Dan faidah dari iman sangatlah banyak sekali tiada batas, betapa banyaknya buah dari iman yang sangat elok, terus menerus, kebaikan yang mengalir baik di dunia dan akhirat dan ini adalah limpahan karunia Allah Ta'ala yang diberikan kepada para hamba dikehendaki-Nya.

Allah Ta'ala berfirman: "Mereka merasa berjasa kepadamu dengan keislaman mereka, katakanlah, "Janganlah kamu merasa berjasa kepada-Ku dengan keislamanmu, akan tetapi Allah yang memberikan limpahan nikmat kepadamu dengan menunjukkan kamu kepada keimanan, jika kalian tergolong orang yang benar". (QS.Al Hujurot: 17).

Allah Ta'ala berfirman: "Akan tetapi Allah menjadikan kamu cinta keimanan, dan menjadikan iman itu indah di dalam hatimu, dan menjadikan kamu benci kekufuran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus. Itu semua sebagai karunia dan nikmat dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana". (QS.Al Hujurot: 7-8).

Allah Ta'ala berfirman: "Kalau bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, niscaya tidak seorangpun diantara kamu bersih dari perbuatan keji dan mungkar itu selama-lamanya, akan tetapi Allah membersihkan siapa yang Dia kehendaki". (QS.An-Nur: 21).

Iman adalah suatu tujuan yang kita diciptakan karenanya, dan kita diperintah untuk merealisasikannya, dengannya pula kita akan menggapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Maka ahlul iman adalah orang yang paling bahagia, dan barang siapa meninggalkannya maka ia tergolong orang yang celaka, Allah Ta'ala berfirman: "Barang siapa yang mengerjakan kebaikan, baik laki-laki maupun perempuan dan ia dalam keadaan iman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan". (QS.An-Nahl: 97).

Seluruh kebaikan di dunia dan akhirat merupakan hasil dan buah dari iman. Bahkan iman diibaratkan sebagi pohon yang penuh barokah, memiliki akar yang kokoh, dahannya menjulang tinggi dan buahnya beraneka ragam. Allah Ta'ala berfirman: "Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik, seperti pohon yang baik, akarnya kokoh dan cabangnya menjulang ke langit. Menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seijin Tuhannya. Dan Allah membuat perumpamaan itu untuk manusia agar mereka selalu ingat". (QS.Ibrahim: 24-25).

Alangkah agungnya pohon iman ini! Alangkah muliyanya! Alangkah baiknya! Alangkah banyak keberkahannya! Pohon keimanan akarnya menancap di dalam hati seorang mukmin melalui akidah yang lurus. Keimanan tersebut diraih melalui Kitab Allah dan Sunnah Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam.

Allah Ta'ala berfirman: "Kebaikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat, tetapi kebaikan itu ialah orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab, Nabi-Nabi". (QS.Al Baqoroh: 177).

Allah Ta'ala berfirman: "Rasul Muhammad beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya (Al-Qur'an) dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman, semua beriman kepada Allah, Malaikat, Kitab, Rasul-Nya. Mereka berkata, 'Kami tidak membeda-bedakan seorangpun dari rasul-rasul-Nya, dan kami mendengar dan kami taat, ampunilah kami ya Tuhan kami, dan kepada-Mu kami kembali". (QS.Al Baqoroh: 285).

Allah Ta'ala berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kepada Al Kitab yang diturunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Dan barang siapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya , Kitab-Kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari akhir, maka sungguh orang itu telah sesat sejauh jauhnya". (QS.An-Nisaa': 136).

Ini adalah pondasi iman serta kaidah-kaidahnya yang agung, maka tidak akan tegak agama dan tergapai kebahagiyaan kecuali apabila amal manusia dan ketaatannya dibangun diatas pondasi ini, dan hal itu telah terangkum dalam hadist Jibril dalam sabda Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam: "Hendaknya kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir serta beriman terhadap takdir yang baik dan yang buruk".

Ketahuilah bahwa iman memiliki cabang yang banyak, amalan amalan yang beragam, sebagaimana diriwayatkan dari Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, "Iman memiliki tujuhpuluh lebih atau enampuluh lebih cabang, maka yang paling utama ucapan Laa Illaaha illallahu, dan yang paling ringan adalah menghilangkan gangguan di jalanan, dan rasa malu adalah bagian dari iman". Hadist diatas menunjukkan bahwa iman terdiri dari amalan hati, lisan, dan anggota badan, ketiganya menyatu dalam ikatan iman.

Adapun keimanan hati yaitu meyakini di dalam hati akan amalan-amalan yang shalih berupa rasa malu, rasa khosyah, 'inabah, tawakkal, berharap kepada Allah, dan lain sebagainya dari amal hati. Adapun keimanan lisan, berbentuk aneka ibadah seperti berdzikir kepada Allah, tilawah Al-Qur'an, memuja-memuji Allah, bertasbih, berdakwah, nahi mungkar dan sebagainya yang mana semua itu tergolong dari bagian iman yang ada dalam amal manusia. Keimanan anggota badan meliputi segala ketaatan, dan upaya untuk menegakkan perintah, dan upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah dari amalan-amalan yang suci.

Sebagaimana keimanan adalah menjalankan ketaatan, maka dalam satu waktu ia dituntut agar menjauh dari larangan yang diharamkan. Sebagaimana sholat adalah iman, zakat adalah iman, haji adalah iman, maka menjauhi muharomat dan meninggalkan perkara haram juga termasuk ketaatan kepada Allah yang merupakan bagian iman.

Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda," Tidaklah berzina orang yang berzina sedangkan ia dalam keadaan beriman, dan tidaklah seseorang pencuri yang melakukan pencurian sedang ia dalam keadaan beriman, dan tidaklah peminum arak meminum arak sedang ia dalam keadaan beriman". Dalam hadist ini menjadi dalil yg terang bahwa maksyiat dan dosa akan mengurangi keimanan dan melemahkan agama.

Dan iman akan bertambah dengan ketaatan kepada Allah, dan mendekat kepada-Nya. Dan menjadi keharusan untuk istiqomah dan menjaga keimanan hingga akhir hayat. Allah Ta'ala berfirman: "Wahai orang orang yang beriman bertaqwalah kalian kepada Allah dengan sebenar taqwa, dan janganlah kalian meninggal kecuali kalian dalam keadaan berserah diri kepada Allah". (QS.Ali Imran: 102).

Di dalam hadist bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam berpesan kepada sufyan ibnu Abdillah Ats-Tsaqofy tatkala bertanya kepada Nabi maka dijawab, "Katakanlah, aku beriman kepada Allah kemudian beristiqomah diatasnya ". Maka barang siapa yang menghendaki keberuntungan dan menyusuri jalan keimanan, hendaknya ia memohon pertolongan Allah Ta'ala agar diberikan kekuatan dan istiqomah, dan senantiasa bermujahadah, hingga ia wafat dan ia dalam keadaan diridhoi, dunia akan segera sirna, dan akhirat akan segera datang, dan hendaknya menjadi penghuni akhirat yang berbekal dengan iman, dan tidaklah sebuah jiwa yang dapat memasuki surga kecuali jiwa yang beriman, maka seyogyanya kita bersiap-siap untuk menujunya, dan Allah Yang Maha kuasa untk memberi taufiq dan petunjuk kepada para hamba yang dikehendaki-Nya menuju jalan yang lurus.

~ disadur dari tulisan Asy Syaikh Abdurrozaq hafidzahullah ~


Sabtu, 23 November 2013

MENGHINDARI FITNAH

Dari sahabat Miqdad ibnul Aswad radhiyallahu 'anhu, dari Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya orang yang beruntung adalah orang yang terhindarkan dari fitnah-fitnah". (HR.Abu Dawud no 4263).

Banyak orang yang baik dan orang yang memiliki ghiroh menghendaki untuk dirinya dan untuk umat agar meraih kebahagiaan. Bagaimana caranya? Dan bagaimana seseorang dapat terhindar dari fitnah? Bagaimana jalan selamat dari keburukan?

Seorang muslim yang memiliki ghiroh dan semangat nasihat niscaya akan berpegang dengan sabda Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, "Agama adalah nasihat". Dikatakan, "Untuk siapa?" Maka dijawab, "Untuk Allah, untuk kitab-Nya, untuk Rosul-Nya, dan para pemimpin kaum muslimin dan untuk kaum muslimin seluruhnya". (HR Muslim). Dan dari nasihat untuk kaum muslimin adalah mengajak umat agar terhindar dari fitnah, berjuang agar menjauhinya dan berlindung kepada Allah dari keburukan fitnah yang nampak dan yang tidak nampak.

Disini akan kita sebutkan beberapa kunci agar terhindar dari fitnah, diantaranya;

- Bertakwa kepada Allah secara sir dan 'alaniyah, baik sendiri maupun bersama orang banyak. Allah Ta'ala berfirman, "Dan barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya diberikan padanya jalan keluar. Dan dikaruniai rizki dari jalan yang ia tidak sangka". (QS At-Tholaq: 2-3).

Maksud ayat di atas adalah diberikan jalan keluar dari setiap fitnah dan cobaan dan keburukan baik di dunia dan di akhirat. Allah Ta'ala berfirman: "Dan barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya akan dimudahkan segala perkaranya". (QS.AtTholaq: 4). Yaitu segala akibat kebaikan hanya ada bagi orang yang bertakwa.

Tatkala terjadi fitnah dimasa tabiin, datang beberapa orang kepada Tholk ibnu habib rohimahullah dan berkata, "Telah terjadi fitnah, bagaimana mengatasinya?" Maka dijawab, "Atasilah dengan bertakwa, yaitu beramal dengan ketaatan Allah, berdasarkan cahaya Allah, mengharap rahmat Allah dan menjauhi maksyiat kepada Allah atas dasar cahaya dari Allah, karena kawatir siksa Allah". Dari sini kalimat takwa bukan hanya sekedar ucapan semata, atau hanya sekedar seruan saja, akan tetapi takwa adalah usaha untuk meraih ketaatan yang mampu mendekatkan dirinya kepada Allah, dengan mengerjakan faridhoh dan menjauhi maksyiat dan munkarot.

- Berpegang teguh terhadap Al-Kitab dan As-Sunnah, dikarenakan hal ini akan menjadikan jalan kemuliyaan dan keberuntungan. Berkata Imam Malik rohimahullah, "As-Sunnah adalah ibarat bahtera Nabi Nuh, barang siapa menaikinya niscaya akan selamat dan siapa yang meninggalkannya akan tengelam". Maka barang siapa memakmurkan sunnah-sunnnah niscaya ia akan banyak mendapat hikmah serta selamat dari fitnah dan meraih keberuntungan dunia dan akhirat. Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya barang siapa diantara kalian yang hidup sepeninggalku maka ia akan menjumpai banyak perselisihan, maka berpeganglah dengan Sunnahku dan sunnah para kholifah yang mendapat petunjuk sepeninggalku, peganglah dengan erat dan hindari dari perkara yang diada-adakan, karena itu adalah bid'ah, dan dan setiap bid'ah adalah sesat". (HR Ibnu Majah, Abu Dawud dan Tirmidzy).

Maka cara selamat dari pertikaian dan fitnah dengan berpegang erat dengan Sunnah Nabi dan menjauhi bid'ah dan hawa. Adapun bila terjerumus dengan hawa nafsu dan mengikutinya maka akan mendatangkan keburukan dan fitnah untuk dirinya pribadi dan orang lain.

- Bersikap hati-hati dan tidak terburu-buru, melihat akan akibat dan dampak di masa yang akan datang. Dikarenakan keterburuan tidaklah mendatangkan kebaikan dan keberuntungan, bahkan ia akan terjerumus dan menyeleweng hingga ia menyesal. Sebaliknya, hati-hati adalah modal kebaikan dan keberkahan. Berkata Abdullah ibnu Mas'ud rodhiyallahu 'anhu, "Sesungguhnya akan datang kepada kalian perkara yang samar, maka hendaknya kalian hati-hati dan waspada, kalian menjadi seorang pengikut kebenaran itu lebih muliya daripada menjadi seorang pemimpin keburukan".

Sesungguhnya keterburuan, sikap ceroboh, tidak berhati-hati akan membawa pintu keburukan, sebagaimana diterangkan dalam sabda Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, "Diantara manusia ada yang menjadi pintu keburukan dan menutup pintu kebaikan, maka celaka bagi mereka yang menjadi pintu keburukan ada pada dirinya". (HR Ibnu Majah).

Maka orang yang berakal hendaknya melihat akibat dari suatu perkara, berhati hati dalam bersikap, jauh dari terpancing semangat emosi dan hawa, karena hal itu akan membawa kepada dampak yg buruk.

- Berpegang dengan Jamaah Kaum muslimin, dan menjaui perpecahan dan perselisihan, karena dengan berjamaah akan menjalin kesatuan dan kekuatan diantara mereka, saling bekerjasama diatas birr dan takwa, sebaliknya, tatkala bercerai berai, akan menimbulkan kegagalan dan keburukan serta fitnah, yang akan menghasilkan kesengsaraan. Oleh karenanya Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Jama'ah adalah rahmat dan kasih sayang, dan perpecahan adalah adzab". (HR Ahmad).
Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Hendaknya kalian berjama'ah, dan hindari dari perpecahan". (HR Tirmidzy).
Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Janganlah kaliyan berselisih, sesungguhnya umat sebelum kaliyan berselisih, maka mereka binasa". (HR Bukhary).

- Mengambil ilmu dan pengalaman dari para ulama dan aimah yang kokoh ilmunya, dan menghindari dari mengambil ilmu dari ashoghir (dangkal ilmunya). Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam berpesan, "Barokah ada bersama mereka yang tua (ilmunya)". (HR Ibnu Hibban no 559). Yaitu keberkahan senantiasa turun menyertai mereka para ulama sepuh (senior) yang mana kaki mereka kokoh tegak diatas ilmu, lama menggeluti bidang-bidang ilmu, hingga mereka memiliki kedudukan dihadapan umat, dikarenakan ilmu, hikmah dan kehati-hatian mereka dalam melihat suatu permasalahan dan perkara, hingga memandang suatu perkara menatap jauh ke depan akan dampak yang akan terjadi.

Kepada mereka kita diperintah untuk berpegang dan bersandar, sebagaimana Allah Ta'ala berfirman, "Dan apabila sampai kepada mereka suatu berita tentang keamanan atau ketakutan, mereka secara langsung menyiarkannya. Padahal apabila mereka menyerahkan urusan tersebut kepada Rasul dan Ulil Amri diantara mereka, tentulah orang orang yang ingin mengetahui kebenarannya akan dapat mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri ), sekiranya bukan karena karunia dan rahmat Allah kepadamu, tentulah kalian akan mengikuti syaiton kecuali sebagian kecil saja". (QS.An-Nisaa': 83).

- Banyak memanjatkan doa, karena doa adalah pintu kebaikan, terlebih bila memohon agar dihindarkan dari segala fitnah yang tampak dan yang tidak tampak, dan berlindung dari ketergelinciran fitnah, maka barang siapa berlindung kepada Allah niscaya akan diberikan perlindungan dan pertolongan, sebagaimana janji Allah Ta'ala, "Jika para hamba-Ku betanya tentang-Ku, katakan Aku dekat, Aku akan mengabulkan seruan orang-orang yang menyeru-Ku". (QS Al Baqoroh: 186).

Marilah kita memohon kepada Allah Ta'ala dengan Nama dan Sifat-Nya, agar kita dihindarkan dari segala fitnah yang nampak dan yang tidak nampak, agar kita diberikan penjagaan iman kita, dan dijauhkan dari seluruh keburukan, dan diberikan pungkasan yang baik, Sesungghnya Allah Ta'ala adalah Dzat Yang Maha Mendengar do'a , Hasbunallah wa nikmal Wakil.

PINTU KEBAIKAN

Dari sahabat Anas ibnu Malik radhiyallahu 'anhu, Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya diantara para manusia ada yang menjadi pintu kebaikan dan penutup pintu keburukan, dan sebaliknya diantara para manusia ada yang menjadi pintu keburukan dan menutup pintu-pintu kebaikan, maka beruntunglah bagi orang yang berperangai sebagai pintu kebaikan di tangannya, dan celaka bagi mereka yang menjadi pintu keburukan ada pada dirinya". (HR.Ibnu Majah no 237).

Barangsiapa yang berkehendak pada dirinya agar menjadi pintu-pintu dan sarana kebaikan dan penutup keburukan, maka hendaknya menjalankan berbagai usaha diantaranya sebagai berikut;
- Berikhlas kepada Allah Ta'ala dalam ucapan dan perbuatan, karena hal ini merupakan kunci dan pondasi segala kebaikan dan kemuliyaan.
- Berdoa memohon kepada Allah dan senantiasa terus menerus melantunkan panjatan doa, dikarenakan Allah Ta'ala tidak akan menolak doa dari para hambanya dan menyia-nyiakannya.
- Bersemangat mencari ilmu, dikarenakan ilmu akan menyeru kepada kebaikan dan meninggalkan keburukan.
- Menghadap Allah Ta'ala sepenuh hati dalam beribadah, terlebih dalam urusan faridhoh, dan terkhusus sholat, karena ia akan menahan dari fahsya' dan mungkar.
- Berhias dengan akhlak yang terpuji dan menjauh dari perkara yang rendah dan buruk.
- Bergaul dengan orang yang baik dan sholih, karena para malaikat menurunkan rahmat dan kasih sayang kepada mereka, dan menjauh dari pergaulan orang-orang buruk, dikarenakan banya syetan yang mengitari mereka.
- Saling memberikan masukan dan nasihat dalam bergaul satu sama lain hingga terpalingkan dari perkara-perkara yang buruk.
- Mengingat dan saling mengingatkan akan hari kiamat tatkala berhadapan di hadapan Allah Ta'ala, dimana pada hari itu segala kebaikan akan dibalasi dan segala keburukan akan dimintai pertanggungjawabannya. Allah Ta'ala berfirman: "Barang siapa beramal kebaikan setitik dzaroh maka ia akan melihat (balasannya) dan barang siapa berbuat keburukan pasti ia akan melihat (balasan) nya". (QS.Al-Zalzalah: 7-8).
- Gemar akan menebar kebaikan dan membawa manfaat bagi manusia. Kapan saja seseorang memiliki semangat dalam kebaikan dan dilandasi niat yang tulus serta memohon pertolongan kepada Allah Ta'ala dan menjalankan segala perkara sesuai jalurnya, niscaya bi idznillah akan menjadi orang yang menjadi pembuka kebaikan sekaligus sebagai penutup keburukan.

Jumat, 22 November 2013

ANTARA DUA SYIRIK

Alhamdulillah, Washolatu was salamu 'ala Rasulillah, wa'ba'du;

Perbuatan syirik besar biasa terjadi di dalam perbuatan, ucapan dan keyakinan hati seorang manusia, seperti menyamakan kekhususan hak Allah kepada para makhluk, atau menjadikan para makhluk sebagai tandingan bagi Allah, menyembah makhluk sebagaimana menyembah Allah Ta'ala.

Allah Ta'ala berfirman, "Dan mereka beribadah kepada selain Allah yang tidak memiliki mudhorot dan tidak pula mendatangkan manfaat, dan mereka mengatakan bahwa apa yang mereka sembah akan memberikan syafaat di sisi Allah". (QS.Yunus: 18).

Demikian pula syirik kecil biasa terjadi pada perbuatan, ucapan dan kehendak yang terselubung, seperti perbuatan tathoyyur, menyimpan tamimah, melakukan ruqyah, dan aneka jampi-jampi, termasuk berkeyakinan ramalan pada bintang-bintang langit. Demikian pula bersumpah dengan selain nama Allah, ucapan kehendak Allah serta kehendakmu, demikian pula aneka perbuatan riya'. Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Aku kawatir pada kalian sesuatu yang paling aku takuti yaitu perbuatan riya". (HR Ahmad dan Baihaqi dan Thobrony).

Syirik kecil ini mampu mengurangi kesempurnaan tauhid, bahkan mampu berubah menjadi syirik besar yang mampu mengeluarkan pelakunya dari islam, membatalkan seluruh amal, jika mati tanpa bertaubat maka ia tidak akan masuk Surga. Oleh karenanya sepantasnya berhati-hati akan syirik kecil ini sebagamana yang dikawatirkan Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam.

Allah Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan memberikan apunan selain dosa syirik bagi orang-orang yang dikehendaki". (QS.An-Nisaa': 48).

Sebagaimana perbuatan syirik, disana pula ada perbuatan kufur, yaitu jenis kufur besar seperti mendustakan, ragu, enggan, sombong, bodoh, nifaq, kufur perbuatan dan kufur ucapan dan sebagainya. Adapula kufur kecil (ringan) seperti kufur akan nikmat Allah, mencela nasab, ataupun bangga atas nasab dan sebagainya.

Semoga Allah memberikan kepada kita ikhlas dan tauhid, dan terhindar dari syirik, kufur, dan segala keburukan.

PERAYAAN HARI ASYURO

Alhamdulillah, was sholatu was salamu ala Rosulillah, wa ba`du; 

Tidak diragukan lagi bahwa hari Asyuro' adalah barokah dari Syahrullah Muharrom, yaitu hari yang kesepuluh darinya. Dan penyandaran bulan tersebut kepada Allah menunjukkan akan muliya dan agungnya bulan tersebut, karena Allah tidaklah diberikan sandaran melainkan dari makhluk yang memiliki keistimewaan.

 Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Seutama-utama puasa setelah bulan Ramadhon adalah puasa bulan muharrom". (HR Muslim, Abu Dawud, Tirmidzy, An-Nasa'i, Ibnu Majah dan Ahmad).

Kehususan hari kesepuluh bulan Muharrom memiliki sejarah yang agung, dimana Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya, sedangkan fira'un serta bala tentaranya ditengelamkan ke laut, hingga Nabi Musa 'alaihis sallam berpuasa pada hari tersebut dalam rangka bersyukur kepada Allah Ta'ala. Dan kaum Quraisy jahiliyah juga turut serta berpuasa, demikian umat yahudi. Maka Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Kami lebih berhak dan lebih utama untuk Musa dari pada mereka para yahudi". (HR Bukhary dan Muslim).

Maka Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam berpuasa dan memerintahkan umatnya agar berpuasa dan dahulu hukumnya wajib, kemudian menjadi sunnah setelah difardhukan puasa Ramadhon. Dan dianjurkan pula berpuasa di hari ke sembilannya dalam rangka menyelisihi kaum yahudi. Diantara keutamaan puasa hari itu adalah dapat menghapus dosa setahun yang telah lampau.

Adapun perkara bid'ah yang diada-adakan kelompok rofidhoh (kelompok syiah) adalah menampakkan kesedihan dan duka yang mendalam, hingga dijadikan hari berkabung. Adapun kelompok an-nashibah (orang-orang yang benci dan memusuhi Ali -radhiyallahu 'anhu- lihat Majmu fatawa 25/301 ) mereka menjadikan hari tersebut hari perayaan dan gembira serta berpesta. Maka kedua kelompok ini tidak memiliki dasar kecuali hadist palsu.

Berkata Ibnu Taimiyah, "Seperti apa yang dilakukan kelompok ahli ahwa' pada hari Asyuro' dari bersedih, berduka, berkabung, merupakan perkara yang diada-adakan yang tidak ada syariatnya dari Allah dan Rasul-Nya, juga tidak ada dari contoh Salaf juga Ahli Bait Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, juga dari lainnya. Akan tetapi di hari terbunuhnya Husain radhiyallahu 'anhu hendaknya disikapi sebagaimana mestinya yang dicontohkan syari'at seperti istir'ja. Adapun yang diada-adakan ahlu bid'ah dari lawan rafidhoh yang memalsukan hadist seperti, "Keutamaan mandi pada hari tersebut, bercelak, bersalam-salaman, ini semua adalah perkara bid'ah".

Dari sini diketahui bahwa yang disyariatkan pada hari Asyuro' adalah berpuasa, bukan menjadikan sebagai hari perayaan kesedihan maupun kegembiraan. 

( Iktido'ushirotul mustaqim ibnu taimiyah 133-2 / 129)

Minggu, 10 November 2013

SYAHRULLAH AL-MUHARROM

  berkesempatan memperbanyak berpuasa di bulan ini maka itu adalah keberuntungan, jika sekiranya berhalangan maka hendaknya ia menyempatkan agar berpuasa pada tanggal kesepuluhnya, sebagaimana Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam ditanya tentang puasa Asyuro' maka menjawab," Menghapus dosa setahun yang lalu ". Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata, "Aku tidak melihat Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersemangat melakukan puasa hari Asyuro' melebihi puasa yang lainnya". (HR Bukhari dan Muslim).

Yang utama bagi yang melakukan puasahendaknya agar berpuasa sehari sebelumnya dan jika berkenan sehari setelah nya. Sebagaimana Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam memiliki kehendak jika diberikan umur panjang, akan melakukan puasa di hari yang kesembilan". (HR Muslim).

Hikmah dari kehendak Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam melakukan puasa di hari kesembilan adalah untuk menyelisihi orang-orang yahudi dan nasrani, karena mereka hanya berpuasa dihari yang kesepuluh saja. Berkata Ibnu Abbas," Tatkala Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam berpuasa hari Asyuro' maka para sahabat berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya hari ini hari kemuliyaan yahudi dan nasrani, maka Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam berkata, "Jika sekiranya datang tahun depan niscaya Aku akan berpuasa di hari kesembilan insyaa Allah. Berkata ibnu Abbas, "Sebelum datang bulan Muharom di tahun depannya melainkan Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam telah wafat". (HR.Muslim)

Hikmah dianjurkannya puasa di hari Asyuro' ini adalah dalam rangka bersyukur kepada Allah Ta'ala, dikarenakan pada bulan tersebut merupakan bulan yang bersejarah, dimana Nabi Musa 'alaihis sallam dan pengikutnya dari orang-orang mukmin diselamatkan Allah sedangkan fir'aun serta bala tentaranya Allah tengelamkan di dalam lautan.

Jika orang yahudi mengenang bulan ini maka kita sebagai umat islam lebih utama dan berhak atas Nabi Musa 'alaihis sallam dari pada mereka orang yahudi, dikarenakan mereka kafir terhadap ajaran Nabi Musa 'alaihis sallam dan merubah ajarannya, terlebih mereka kafir dengan agama islam ini dan dengan Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam, yang mana mereka diwajibkan mengikuti ajaran islam yang muliya ini.

Sekiranya Nabi Musa hidup dimasa Nabi Muhammad, niscaya ia akan mengikuti ajaran Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam. Adapun kita orang muslim berada diatas fitrah tauhid di atas ajaran Nabi Musa dan seluruh para Rasul.

Diantara keyakinan yang salah pada bulan mulia ini adalah keyakinan sebagian mereka bahwa di bulan Muharom ini dimulai lembaran amal baru bagi para hamba, setelah sebelumnya meyakini lembaran cataan amal telah dilipat pada bulan Dzul-Hijjah, hingga dijadikan akhir tahun sebagai kesempatan untuk muhasabah dan taubat. Ini adalah keyakinan yang tidak memiliki dasar. Dikarenakan dimulainya pengkalenderan hijriyah dilakukan pada masa kholifah Umar dalam rangka maslahat penanggalan dan pembeda antara waktu ke waktu lain hingga tidak timbul sengketa dalam melakukan akad dan transaksi dalam jualbeli.

Termasuk kesalahan adalah melakukan doa jama'i yang dilakukan di awal tahun. Ini tidak lain dikarenakan bersandar pada hadist palsu yang tidak ada asal muasalnya. Diantara kesalahan yg dilakukan pada bulan Muharom adalah mengadakan perayaan kesedihan sebagaimana yang dilakukan penganut rofidhoh, dalam mengenang kejadian tentang terbunuhnya Husain ibnu Ali rodhiyallahu anhuma.

Kamis, 07 November 2013

MEMAKMURKAN MASJID

Alhamdulillah, washolatu wassalamu 'ala Rasulillah, waba'du.

Sesungguhnya amal salih sangat beraneka ragam bentuk, dan keutamaannya di sisi Allah Ta'ala, dan diantaranya yang paling berharga dan mulia adalah membangun Masjid dengan penuh keimanan dan mengharap pahala di sisi Allah Ta'ala, dikarenakan Masjid merupakan Baitullah yaitu rumah Allah yang ada dimuka bumi yang diwasiatkan agar dibangun, disucikan dan diagungkan, serta diperintahkan agar dimakmurkan.

Allah Ta'ala berfirman: "Di rumah-rumah yang disana telah diperintahkan Allah untuk memuliakan dan menyebut nama-Nya, dengan bertasbih menyebut nama-Nya pada waktu pagi dan petang. Orang yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan perniagaan dari mengingat Allah, melaksanakan sholat, menunaikan zakat, mereka takut kepada hari ketika hati dan penglihatan menjadi guncang (hari kiamat)". (QS.An-Nur 36-37).

Allah Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya yang memakmurkan masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, serta mendirikan sholat, menunaikan zakat dan tidak merasa takut kepada apapun kecuali kepada Allah. Mudah-mudahan mereka tergolong orang-orang yang mendapat petunjuk". (QS At-Taubah: 18).

Maka barang siapa yang memakmurkan masjid baik secara lahir dan maknawi dengan aneka ibadah, maka ia tergolong orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, dan ia tergolong orang yang mendapat petunjuk kebaikan baik di dunia dan akhirat.

Dari sahabat Utsman ibnu Affan radiyallahu anhu, ia mendengar Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barang siapa yang membangun masjid dalam rangka mencari wajah Allah, niscaya Allah bangunkan baginya rumah di Surga". (HR.BukharI dan Muslim). Dalam riwayat Tirmidzy, Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barang siapa yang membangun masjid, besar atau kecil, niscaya Allah bangunkan rumah baginya di Surga". (HR Tirmidzy). Di dalam kedua hadist ini dan semisalnya terdapat anjuran agar mendirikan masjid, baik besar atau kecil sederhana, walau dengan ikut serta dengan harta yang terbatas, jika dilakukan dalam rangka mencari wajah Allah, maka niscaya Allah membangunkan rumah di Surga.

Jika sekiranya kita sadar bahwa sesuatu di dalam surga tidak ternilai harganya bila dibandingkan dengan dunia, bagaimana dengan rumah yang megah di dalam Surga? Disisi Allah Ta'ala? Membangun masjid termasuk amal jariyah yang senantiasa tidak akan terputus walau setelah mati, disaat itulah seorang hamba butuh akan amal hasanah hingga dilipatgandakan sehingga menjadi bekal amal timbangan kebajikan di hari penimbangan amal. Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya dari amal seorang mukmin setelah wafatnya diantaranya adalah ilmu yang pernah diajarkan, anak saleh yang ia didik, mushaf yang ia wariskan, masjid yang ia bangun, rumah bagi ibnu sabil, sungai yang ia alirkan, sedekah yang ia keluarkan di saat ia masih hidup sehat, maka perkara itu akan mendatangkan pahala setelah wafatnya". (HR.Ibnu Majah).

Sesungguhnya memakmurkan masjid, memuliyakannya, memberikan perhatian padanya, telah diperintahkan Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, sebagaimana Beliau shalallahu 'alaihi wa sallam tatkala melihat kotoran di dinding Masjid, maka Nabi membersihkannya. Sebagaimana pula para kholifah turut memberikan perhatian pada Masjid. Dikisahkan bahwa Umar tatkala menjadi kholifah datang ke Masjid Quba, kemudian sholat dua rekaat, dan meminta diambilkan pelepah kurma lantas menyapu masjid. Demikian pula yang dilakukan para 'aimah seperti Sya'bi, Bukhori, dan selainnya, dikarenakan mengagungkan rumah Allah sama halnya mengagungkan Allah Ta'ala.

Dahulu ada seorang wanita budak berkulit hitam yang senantiasa merawat masjid di masa Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, kemudian suatu hari ia wafat dan tidak dikabarkan kepada Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, maka Nabi pun menanyakannya karena tidak terlihat, maka diceritakan bahwa ia telah wafat. Maka Nabi pun menegur kenapa tidak diberi tahu atas kejadian tersebut. Maka diberitakan bahwa ia wafat pada malam hari dan para sahabat tidak ingin menganggu Nabi pada malam tersebut. Maka Nabi pun menuju kuburnya dan melakukan sholat diatas kuburnya dalam rangka memberikan penghormatan dan pemuliyaan atas amal kesehariannya. Dari kisah ini memberikan pelajaran bagi kita agar memperhatikan dan merawat masjid, dan termasuk di dalamnya memakmurkannya dengan mengerjakan sholat baik faridhoh maupun sholat sunnah, melakukan i'tikaf di dalamnya, membaca Al Qur'an , mengajarkan ilmu agama di dalamnya.

Sebagaimana yang dilakukan di masa Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bahwa masjid merupakan pusat kegiatan, para sahabat duduk bersama Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam mendengarkan mauidhoh, nasihat bahkan lantunan tilawah Al-Qur'an hingga para malaikat turun memberikan penghormatan kepada orang-orang yang di dalamnya.

Diantara memakmurkan masjid adalah menjaganya dari aneka bentuk perbuatan yang mendatangkan murka Allah Ta'ala, seperti halnya menjaga dari perbuatan kesyirikan dengan menguburkan orang mati di dalam masjid. Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Allah melaknat orang-orang yahudi dan nasrani yang menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid tempat ibadah mereka". (HR.Muslim). Hal ini dikarenakan akan menjadi perantara kesyirikan, orang-orang akan melakukan tawaf di sekelilingnya, meminta doa di sampingnya, menyembelih di atasnya dan sebagainya.

Termasuk perkara yang seyogyanya dihindari adalah menghias masjid secara berlebihan, sebagaimana berkata Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, "Sungguh kalian akan menghias masjid sebagaimana yang dilakukan oleh orang yahudi dan nasrani". Dan sesungguhnya perkara ini dilarang dikarenakan akan timbul dampak yang tidak baik, diantaranya akan menyibukkan hati orang yang sholat di dalamnya hingga menghilangkan rasa khusuk dan rasa menghadap kepada Allah Ta'ala, serta menjadikan pandangan mata takjub akan hiasan tersebut dan lalai dari berdzikir kepada Allah Ta'ala.

Sebagaimana pula dicegah dari melakukan perniagaan dan perdagangan di dalam masjid, karena masjid dibangun bukan untuk tujuan ini, akan tetapi agar digunakan untuk berdzikir, menginggat Allah dan untuk ibadah.

Senin, 04 November 2013

KEWAJIBAN SUAMI KEPADA ISTRI

Alhamdulillah, wassholatu wassalamu 'ala Rosulillah, wa ba'du;

Allah Ta'ala telah menetapkan hak-hak bagi suami dan istri, hak yang imbang dengan kewajiban masing-masing, Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Ketahuilah sesungguhnya kalian wahai para suami memiliki kewajiban yang harus kalian tunaikan kepada para istri, dan para istri memiliki kewajiban yang harus ditunaikan kepada para suami". (HR.Tirmidzi).

Allah Ta'ala berfirman: "Dan para istri memiliki hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut(ma'ruf), dan para suami memiliki kelebihan di atas mereka". (QS.Al-Baqoroh: 228).

Adapun hak yang berkaitan antara suami-istri terdiri dari tiga bentuk, yang pertama hak yang bersekutu antara istri dan suami, yang kedua apa yang menjadi hak khusus dari istri, yang ketiga apa yang menjadi hak khusus untuk suami. Hak-hak tersebut nantinya akan dimintai pertanggung-jawaban di hadapan Allah, hendaknya pasutri menjaga hak ini, jangan sampai meremehkannya.

Adapun hak yang berkaitan dengan harta, diantaranya sebagai berikut:
- Memberi mahar atau maskawin tatkala diadakannya akad nikah yang menjadi tanda keseriusan dalam menikah. Allah Ta'ala berfirman: "Dan berikanlah para wanita calon istri kalian mahar/mas kawin mereka sebagai pemberiyan yang penuh kerelaan". (QS.An-Nisaa': 4).

Allah Ta'ala berfirman: "Dan berilah mereka maskawin yang pantas". (QS.An-Nisaa': 25).

Berkata Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam kepada sahabat Abdurrahman ibnu Auf radhiyallahu'anhu, "Apa yang kamu berikan sebagai maskawin?" (HR.Bukhory Muslim)

Mahar merupakan hak istri, maka tdk dibolihkan bagi suami atau para wali istri untuk mengambil hak mahar ini. Allah Ta'ala berfirman: "Jika kalian telah memberikan kepada para istri harta yang banyak (mahar) maka janganlah kaliyan mengambil kembali sedikitpun darinya". (QS.An-Nisaa': 20).

Memberi nafkah kepada istri yang dirasa cukup menurut timbangan syar'i, dari aneka makanan, pakaian, tempat tinggal, sesuai kemampuan suami tidak berlebihan dan tidak kurang. Allah Ta'ala berfirman: "Dan para suami berkewajiban memberi nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut". (QS.Al-Baqoroh: 233).

Allah Ta'ala berfirman: "Hendaknya orang yang mempunyai keluasan memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang terbatas rizkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak membebani hamba melainkan sesuai dengan apa yang diberikan Allah kepadanya". (QS.At-Tholak: 7).

Allah Ta'ala berfirman: "Berilah tempat tinggal mereka (para istri) dimana kalian bertempat tinggal menurut kemampuan kalian". (QS.At-Tholaq: 6)

Di dalam ayat muliya ini perintah agar memberikan tempat tinggal yang bermakna agar memberi nafkah, dikarenakan tempat tinggal bagian dari nafkah. Berkata Ibnu Kudamah, "Jika di dalam ayat terdapat perintah agar memberikan tempat tinggal bagi istri yang ditalak, maka istri yang dalam tidak ditalak lebih utama". Secara akal, wanita tidak diwajibkan untuk menafkahi dirinya dengan keluar rumah untuk bekerja mencari penghasilan, akan tetapi diperintahkan agar berdiam di rumah dalam rangka mengabdikan diri kepada suami, jika ia dilarang untuk mencari penghasilan maka hendaknya kebutuhannya dicukupi dengan cara dinafkahi.

Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Hendaknya kalian para suami bertakwa kepada Allah terhadap para istri, kalian mengambil wanita untuk menjadi istri sebagai amanah Allah, kaliyan menghalalkan hubungan dengan kalimat Allah". (HR. Muslim).

Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Hendaknya kalian memberi makan para istri dari apa yang kalian makan, hendaknya kalian memberi pakaiyan dari apa yang kaliyan pakai". (HR. Abu Dawud).

Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kepada hindun bintu utbah radhiyallahu'anha, tatkala suaminya Abu Sufyan tidak memberikan nafkah, maka beliau bersabda, "Ambillah dari harta Abu Sufyan yang sekiranya mencukupi dirimu dan anak mu". (HR. Bukhari).

- Bermuasyaroh (memperlakukan) istri dengan sesuatu yang ma'ruf, yaitu dengan perilaku yang mendatangkan cinta kasih, saling sayang, sesuai tabiat yang tidak melawan arus syariat. Allah Ta'ala berfirman: "Dan pergaulilah mereka para istri dengan perilaku yang makruf". (QS.An-Nisaa': 19).

Perintah di dalam ayat diatas merupakan perkara yang wajib, sebagaimana dipertegas dalam sabda Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, "Dan aku wasiatkan hendaknya kalian bersikap baik pada para wanita". (HR.Muslim).

Agama islam menganjurkan umatnya agar bermuamalah kepada para wanita dengan cara yang ma'ruf, perilaku yang baik, bahkan menjadikan tolak ukur kebaikan adalah sebaik-baik suami adalah baik kepada istrinya, karena istri adalah manusia yang paling berhak untuk diperlakukan dengan ma'ruf, dengan santun, lembut, kasih sayang, nafkah, dan seterusnya. Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sebaik-baik kalian -wahai para lelaki- adalah yang paling baik bersikap kepada keluarganya". (HR.Tirmidzy).

Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Paling sempurna dari kalian keimanannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada istri-istri kalian". (HR Tirmidzy).

Maksud dari dalil-dalil di atas adalah agar berbuat baik dan mendatangkan cinta kasih serta lemah lembut dalam bermuasyaroh antara keduanya, hingga mendatangkan kelanggengan hubungan rumah tangga.

Diantara bentuk muasyaroh yang ma'ruf antara lain:
- Berhati lembut kepada pasangan dan menjaga penampilan di hadapannya. Sebagaimana yang dilakukan Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam terhadap para istrinya Umahatul Mukminin, yang mana akhlak Nabi indah dalam memperlakukan para istrinya, bercanda, berlembut hati, memberikan kelonggaran dalam nafkah, bahkan Nabi berlomba bersama 'Aisyah hingga terlihat senang akan hal itu. Dan tidak diragukan lagi bahwa menyakiti istri dengan perkataan dan perbuatan, bermuka masam, berpaling darinya merupakan bertentangan dengan bermuasyaroh yang baik.

Berkata imam Al-Qurtuby menafsirkan QS An-Nisaa': 19, "Yaitu bermuasyaroh dengan baik sebagaimana yang diperintahkan Allah, yaitu dengan memberikan mahar dan nafkah, tidak bermuka masam, tidak berkata-kata kasar, sedangkan Allah memerintahkan kita agar bersikap baik jika menjadikannya sebagai pasangan hidup, hingga mendapatkan ketenangan dan kelembutan dalam mengarungi kehidupan ini.

Diantara perbuatan yang bertentangan dengan muasyaroh yang baik adalah tidak berhias dan berpenampilan indah di hadapan para istri, berkata Ibnu Abbas radhiyallahu'anhu, "Sungguh aku sangat senang berhias dan berdandan dihadapan para istri-istriku, sebagaimana aku sangat senang jika mereka para istri berhias dan bersolek untukku, hal ini sebagaimana firman Allah Ta'ala, "Dan mereka (para istri) memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut(ma'ruf)". (QS.Al-Baqoroh: 228).

Berhias untuk istri beragam bentuknya sesuai keadaan masing-masing seperti memakai wangian, bersiwak, berminyak rambut dan menyemirnya jika telah berubah, dan aneka ragam hingga mendatangkan kegembiraan para istri.

Diantara bentuk muasyaroh yang baik adalah bersikap lembut, dan bercengkrama sesuai kadar usia mereka. Berkata 'Aisyah radhiyallahu'anha hari aku pergi bersama Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam sedangkan aku adalah masih sangat belia, belum berbadan besar dan gemuk, maka Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan para sahabat, "Berjalanlah di depan", maka para sahabat berjalan mendahului di depan, maka Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam berkata kepadaku, "Kemarilah aku berlomba denganmu", maka aku mengalahkan beliau dan aku memenangkannya, maka Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam mendiamkanku. Hingga aku berbadan berat dan berisi, dan ketika safar bersama Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam di waktu yang lain, mengajakku berlomba lagi, maka aku mendahului Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam akan tetapi beliau kemudian mendahuluiku dan mengalahkanku, dan Nabi tertawa seraya berkata, "Ini balasan yang dahulu". (HR.Ahmad dan Abu Dawud). 'Aisyah radhiyallahu'anha berkata, "Dahulu orang-orang dari bangsa Habsyi mempertunjukkan keahlian bermain tombak mereka di masjid, maka Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam berdiri untuk menutupiku agar aku dapat melihat pertunjukan tersebut, hingga aku merasa puas melihat nya". (HR. Bukhary dan Muslim).

'Aisyah radhiyallahu'anha juga berkata, "Aku bermain boneka di rumah Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, dan aku memiliki teman-teman bermain, maka tatkala Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam masuk maka teman-temanku menutup wajah dan bersembunyi di belakangku dari Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam dan kemudian melanjutkan bermain denganku". (HR.Bukhari dan Muslim)

- Bercengkrama dan berbincang-bincang bersama pasangannya, sebagaimana perangai Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersama para istri nya, Beliau senantiasa berkumpul dengan para istri-istrinya disetiap malam dan makan malam bersama, kemudian bermalam bersama istrinya, berbincang-bincang sebentar sebelum tidur.

- Memberikan kelonggaran dalam nafkah, sebagaimana firman Allah Ta'ala: "Hendaknya memberikan nafkah bagi yang diberikan kelonggaran dengan kelongarannya". (QS.At-Tholaq: 7).

Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya engkau tidak memberikan suatu nafkah kecuali engkau akan diberi pahala atasnya, termasuk makanan yang engkau berikan kepada istrimu". (HR Bukhary dan Muslim).

- Menutup mata atas kekurangan yang ada pada sang istri selagi masih dianggap wajar dalam batasan syara'. Terlebih bila ia seorang wanita yang baik, memiliki akhlak terpuji. Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Janganlah seorang mukmin laki-laki menceraikan wanita mukminah, jika ia tidak menyukai dalam satu sisi bisa jadi ia suka pada perangai yang lainnya". (HR.Muslim).

Berkata imam An-Nawawy memberikan keterangan hadist di atas, "Seorang suami seyogyanya tidak membenci pasangannya disebabkan ia mendapati sesuatu yang ia kurang suka, dikarenakan disana masih banyak perangai yang niscaya ia sukai".

Oleh karenanya seorang suami hendaknya mencari pahala disisi Allah yang mana Allah telah berikan banyak kelebihan pada pasangannya, jika ada kurangnya maka itu sesuatu diatas kewajaran, dikarenakan tiada manusia yg sempurna dalam berbagai sisi. Allah Ta'ala berfirman: "Dan bermuasyarohlah istri-istri kalian dengan cara yang ma'ruf, jika sekiranya kalian membenci dalam hal sesuatu, maka bisa jadi engkau membenci sesuatu akan tetapi Allah menjadikan sesuatu padanya kebaikan yang banyak". (QS.An-Nisaa': 19).

Berkata Ibnu Kastir, "Bisa jadi kesabaran kalian tatkala bersamanya walau engkau tidak menyukainya, akan mendatangkan kebaikan yang banyak baik di dunia dan di akhirat, sebagaimana perkataan sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu'anhu dalam ayat ini, "Yaitu engkau bersabar dengannya, maka engkau dikaruniai keturunan, dari keturunan tersebut akan muncul banyak kebaikan". -Tafsir ibnu katsir 1/ 466-

- Tidak menyebarluaskan aib dan rahasianya dengan banyak bercerita kepada para manusia. Karena ia adalah orang yang memegang rahasia, yang seyogyanya ia pegang dengan erat. Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam memberikan ancaman dalam sabdanya, "Sesungguhnya seburuk-buruk manusia pada hari kiamat adalah seorang lelaki yang berhubungan dengan istrinya kemudian ia menceritakan dengan menyebarluaskan hubungannya kepada manusia". (HR.Bukhari dan Muslim).

Berkata Imam As-Shon'any, "Di dalam hadist terdapat dalil haramnya seseorang menyebarluaskan hubungannya dengan istrinya, dan dari sifat-sifat rahasia wanita dan semisalnya".

- Membantu para istri dalam menyelesaikan pekerjaan rumahnya, terlebih disaat ia sakit atau lemah seperti mengandung, melahirkan, menyusui. Hal ini sebagaimana yg dilakukan Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam kepada para istrinya. Suatu hari 'Aisyah radhiyallahu'anha ditanya tentang kehidupan Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam dirumahnya maka dijawab, "Dahulu Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam membantu pekerjaan rumah para istrinya, jika datang waktu sholat maka Nabi keluar rumah menunaikan sholat". (HR.Bukhary dan Muslim).

Rabu, 09 Oktober 2013

KEUTAMAAN 10 HARI BULAN DZULHIJJAH

Diriwayatkan imam Al-Bukhary dari sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu'anhu, bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tidaklah satu hari seorang beramal shalih di dalamnya melainkan akan lebih dicintai Allah dari pada hari-hari lainnya, ( Yaitu 10 hari dibulan dzul-Hijjah)". Para sahabat bertanya, "Apakah lebih baik dari berjihad fi sabilillah?". Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Ya lebih dari berjihad fi sabilillah, kecuali bila ia berjihad dengan harta dan nyawanya kemudian ia tidak kembali lagi selamanya".

Diriwayatkan Imam Ahmad, dari sahabat Ibnu Umar radhiyallahu'anhu, dari Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda," Tidaklah suatu hari beramal di dalamnya lebih utama dan lebih dicintai Allah dari 10 hari ini (Dzul-Hijjah), maka perbanyaklah bertahlil, bertakbir, dan bertahmid".

Dibawakan oleh Ibnu Hibban, dari sahabat Jabir radhiyallahu'anhu, dari Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Seutama-utama hari adalah hari Arofah". Jika kita merenungi akan keutamaan 10 hari ini maka seyogyanya kita banyak melakukan amal shalih yang sesuai dengan sunnah Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam diantaranya sebagai berikut:

1. Menunaikan ibadah haji dan umroh bagi yang mampu dan diberi kesempatan, ibadah ini adalah yang paling utama, Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Ibadah umroh sampai umroh berikutnya adalah penghapus dosa antara keduanya, ibadah Haji yang mabrur tiada balasan baginya kecuali surga".

2. Melakukan ibadah Puasa di hari-hari ini, terlebih khusus pada puasa hari Arofah. Ibadah puasa banyak memiliki keutamaan secara khusus, sebagaimana di dalam hadist Qudsy, Allah Ta'ala berfirman: "Ibadah puasa hanyalah untuk-Ku, dan Aku yang akan membalasi nya secara langsung, ia meninggalkan syahwatnya dan makan minumnya karena-Ku".

Dari sahabat Abu Said Al-khudriy radhiyallahu'anhu berkata, bersabda Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, "Tidaklah seorang hamba berpuasa sehari karena Allah kecuali ia akan dijauhkan wajahnya dari api neraka di hari Kiamat kelak sejauh tujuh puluh khorif (perjalanan sejauh 70 th)". (HR Bukhary dan Muslim).

Diriwayatkan oleh imam Muslim dalam Shohihnya, dari Sahabat Abu Qotadah radhiyallahu'anhu, dari Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Berpuasa di hari Arofah aku berharap kepada Allah agar diampuni dosa satu tahun yang lalu dan satu tahun yang akan datang".

3. Banyak mengucap Takbir dan berdzikir pada hari-hari yang muliya ini, Allah Ta'ala berfirman, "Dan agar mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan". (QS.Al-Hajj: 28). Ditafsirkan maksud hari-hari tersebut adalah 10 hari bulan Dzul Hijjah, disunnahkan agar banyak berdzikir sebagaimana hadist Ibnu Umar radhiyallahu'anhu dalam riwayat Imam Ahmad, "Maka perbanyaklah pada hari tersebut untuk bertahlil, bertakbir, dan bertahmid".

Imam Bukhory membawakan riwayat dari sahabat Ibnu Umar dan Abu Hurairah radhiyallahu'anhuma, bahwa beliau berdua pergi menuju pasar pada hari yang 10 dan bertakbir, maka para manusia bertakbir bersama beliau berdua. Dan disunnahkan mengeraskan suara tatkala bertakbir, baik di pasar, di rumah, di jalanan, dan selainnya. Allah Ta'ala berfirman: "Agar kalian mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepada kalian". (QS.Al-Hajj: 37). Dan tidak dibolehkan bertakbir jama'ah yang bersifat satu lafadz dan satu suara, karena hal ini tidak pernah dilakukan para salaf terdahulu, akan tetapi hendaknya masing-masing bertakbir sendiri.

4. Memperbanyak taubat dan melepas segala kemaksyiatan dan dosa, hingga memperoleh magfiroh dan rohmah, dikarenakan dalam hadist Abu Hurairah dinyatakan, "Sesungguhnya Allah memiliki kecemburuan, dan kecemburuan Allah adalah tatkala seorang hamba melakukan maksyiat kepada Allah". (HR.Bukhary dan Muslim).

5. Memperbanyak amal-amal sunnah dari berbagai jenis ibadah seperti sholat-sholat sunnah, sedekah, tilawah, menjalankan amar ma'ruf, nahi munkar, dan yang lainnya niscaya akan dilipat gandakan amal tsb.

6. Disyariatkan untuk berqurban dan menyembelih pada hari 'ied dan hari tasyrik, dan ini adalah sunnah dari semenjak Nabi Ibrahim-alaihissalam- tatkala Allah berikan ganti sembelihan yang besar untuk putranya Ismail, dan sebagaimana Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam menyembelih dua ekor domba besar bertanduk. (HR Bukhary dan Muslim).

7. Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ummu Salamah, bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam apabila telah melihat bulan Dzul Hijjah, dan telah berniat untuk berqurban maka menahan diri dari memotong rambut, kuku, hingga menyembelih hewan qurban, hal ini bisa jadi Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam mengqiyaskan dengan para jamaah haji yang membawa sembelihan yang diniatkan untuk disembelih.

Allah Ta'ala berfirman, "Dan janganlah kalian mencukur kepala kalian sebelum sembelihan sampai di tempat penyembelihannya". (QS.Al-Baqoroh: 196). Larangan mencukur ini hanya khusus bagi yang berkendak menyembelih, adapun keluarga, anak, tidak masuk dalam larangan, kecuali ia menyembelih juga secara khusus untuk sang anak atau istri.

8. Sepantasnya seorang muslim berusaha untuk mengerjakan sholat 'Ied dan hadir dalam khutbah hingga bisa mengambil faidah, dan menemukan hikmah dari disyariatkan 'Ied ini, yaitu hari bersyukur, hari beramal kebaikan. Hendaknya setiap muslim dapat mengambil manfaat pada hari-hari ini untuk bertaat kepada Allah, banyak berdzikir, menunaikan kewajiban-kewajiban, menghindari perkara yang diharamkan, hingga meraih ridho Allah Subhanahu wa Ta'ala, Dia-lah Dzat Yang memberi hidayah menuju jalan yang lurus.

Selasa, 08 Oktober 2013

KAIDAH DALAM MEMPERBAIKI HUBUNGAN KELUARGA

Hidup adalah suatu tantangan, yang banyak dijumpai aral yang melintang yang dapat menganggu keberlangsungan pasangan suami istri dan kebahagiyaannya. Dalam hal ini ada beberapa nasehat yang ditulis oleh fadhilatus Syaikh Abul Aziz Ar-Royyis, diantaranya sebagai berikut:

** Hendaknya pasangan suami-istri mengingat akan kenikmatan dalam menjalin rumah tangga antara keduanya, dan selalu menginggat bahwa syetan sangatlah gencar untuk merusak nikmat ini, sebagaimana firman Allah Ta'ala: "Maka mereka mempelajari dari keduanya (harut-marut) apa yang dapat memisahkan antara seorang suami dengan istrinya". (QS.Al-Baqoroh: 102).

Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya iblis memiliki singasana di atas air dan mengutus para pasukannya, dan pasukan tersebut kembali memberikan laporan, yang paling ringan diantara mereka datang dengan membawa fitnah yang amat besar seraya mengatakan, 'Aku melakukan keburukan ini dan itu', maka iblis menjawab, 'Engkau tidak melakukan sesuatu yang berarti bagiku'. Kemudian datang salah satu dari mereka mengatakan, 'Aku tidaklah meninggalkan mereka -manusia- hingga aku telah memisahkan antara laki-laki dengan para istri mereka'. Maka iblis mendekatinya seraya berkata, 'Kamu hebat, kamu hebat'." (HR.Muslim).

**Jika menjumpai tipu daya syetan untuk merusak hubungan pasutri, terkadang berupa tidak timbulnya kasih sayang kecuali setelah satu tahun, maka jangan terburu-buru, karena sifat terburu-buru datang dari syetan, dan Allah mencela sifat ini dalam firman-Nya: "Dan manusia memiliki sifat terburu-buru". (QS.Al-Isro': 11).

**Jika seseorang membenci pasangannya dalam sifat tertentu, maka ingatlah bahwa disana pula ada banyak perangai yang disukai, Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam memberikan nasihat dalam sabda beliau, "Janganlah seseorang mukmin menceraikan pasangannya mukminah, jika ia benci dalam satu sisi, niscaya ia pasti menjumpai hal yang ia sukai dari sisi yang lain". (HR.Muslim).

**Jika benar-benar benci antara satu dengan yang lain, maka hendaknya keduanya tetap bersabar, bisa jadi Allah berkendak kebaikan yang tidak ia ketahui, bisa jadi kebaikan kepada sang anak atau lainnya, Allah Ta'ala berfirman: "Maka bisa jadi engkau membenci sesuatu dan Allah menjadikan hal itu sesuatu kebaikan yang melimpah". (QS.An-Nisaa': 19).

**Memahami secara nyata bahwa kehidupan rumah-tangga bukanlah hanya sekedar bersenang-senang, sendau-gurau antara pasutri, masih saja beranggapan bahwa ia adalah permaisuri yang tinggal di kamar sang raja, atau pangeran yang sediakala memerintah, akan tetapi hendaknya ia memandang jauh ke depan bahwa ini adalah amanah yang harus dijalankan dan beban serta tanggung jawab yang nantinya akan ditanyakan di padang mahsyar.

**Seorang istri hendaknya memahami bahwa qowam (pemimpin) dan penegak serta pemegang kendali berada di tangan suami yang harus ditaati. Allah Ta'ala berfirman: "Para lelaki(suami) adalah pemimpin bagi wanita(istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain, dan karena mereka memberikan nafkah dari hartanya". (QS.An-Nisaa': 34).

Demikian pula hendaknya para suami memahami akan kasih sayang kepada para istri, Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam berpesan kepada para lelaki dalam sabdanya, "Aku wasiatkan kalian agar berbuat baik kepada para wanita". (HR.Bukhary-Muslim).

**Para suami tatkala memimpin istri hendaknya mengunakan cara yg lembut dalam meluruskan kekurangan yang dijumpai, Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam menerangkan dalam sabdanya, "Sesungguhnya wanita diciptakan dari tulang rusuk, rusuk yang paling bengkok adalah bagian yang paling atas, jika engkau terlalu keras dalam meluruskannya niscaya akan patah, dan jika engkau biarkan maka niscaya ia dalam kondisinya yang bengkok". (HR.Bukhary dan Muslim).

**Seorang istri hendaknya menyadari bahwa dirinya adalah pusat kecintaan dan kebahagiaan sang suami, maka hendaknya ia berdandan dan berhias kepada suaminya. Demikian pula suami hendaknya berpenampilan menawan, sebagaimana firman Allah Ta'ala: "Dan para istri memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut (ma'ruf)". (QS.Al-Baqoroh: 228).

**Diantara perkara yang membawa keabadian rumah tangga serta kebahagiaannya adalah karakter yang kuat bagi suami, hingga mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang menghampirinya, walau tidak menghilangkan rasa romantis antara keduanya, akan tetapi ia berjiwa kokoh, kuat, tanpa kasar dan lapuk.

**Memperbaharui rasa cinta kasih antar pasutri, dengan saling memberi hidayah dan kenangan. Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Hendaknya kalian saling memberi hadiah, niscaya akan timbul cinta-kasih". (HR.Bukhary dalam Adab Mufrodnya).

**Hendaknya para istri banyak menyibukkan diri untuk berkhidmat untuk suami di dalam rumah, bukan meniti karir di luar rumah hingga urusan dapur dan sumur tidak terkondisi dengan baik.

**Hendaknya pasangan pasutri tatkala memanggil pasangannya dengan panggilan yang paling disukai dan mengandung pujian antara keduanya. Allah Ta'ala berfirman: "Katakanlah kepada para hamba-Ku, hendaknya mereka berkata-kata dengan ucapan yang paling baik, sesungguhnya syetan menggoda(menggelincirkan) mereka". (QS.Al-Isro': 53).

**Tidak saling melupakan kebaikan yang telah dilakukan antara pasutri, banyak jasa dan kenangan indah dan manis yang telah mereka lalui, oleh karenanya tidak mengkufuri dan melalaikan ukiran sejarah, terlebih bila telah memasuki usia udzur dan lamanya hubungan antar keduanya. Karena kufur nikmat akan mengantarkan wanita ke ancaman jurang neraka.

**Hendaknya pasangan pasutri saling menampakkan kebahagiaan dan kecintaannya, sebagaimana anjuran Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, "Jika salah seorang diantara kalian mencintai lainnya maka hendaknya ia memberitahukan kencintaan tersebut padanya". (HR.Ahmad).

**Hendaknya para istri mencurahkan perhatian kepada sang anak dengan perhatian yang besar, agar menimbulkan cinta kasih antara pasutri, dikatakan, "Wanita suku Quraisy adalah wanita yang paling baik, lihai mengendarai onta, sayang kepada anak, taat kepada suami".

**Merupakan faktor yang amat berperan dalam merusak hubungan pasutri adalah melihat apa yang ada pada rekan-rekannya, kerabatnya, tetangganya dari kenikmatan apa yang tidak ada pada pasangannya. Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Lihatlah kepada orang-orang yang berada dibawah kalian, dan jangan melihat kepada yang ada diatas kalian, agar kalian lebih bisa merasa cukup hingga tidak ingkar nikmat Allah".

**Jika terjadi permasalahan antara pasutri maka hendaknya keduanya saling bertaqwa kepada Allah dan berusaha untuk meredamnya dan mencari solusi, Allah Ta'ala berfirman: "Jika keduanya menghendaki islah (memperbaiki keadaan) niscaya Allah beri taufiq keduanya". (QS.An-Nisa': 35).

**Do'a merupakan sebab langgengnya hubungan pasutri dan kebahagiaan keduanya, Allah Ta'ala berfirman: "Dan jika para hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) maka katakan Aku Maha Dekat, Aku niscaya mengabulkan permintaan jika mereka memohon kepada-Ku". (QS.Al-Baqoroh: 186).

Aku memohon kepada Allah agar menjadikan risalah ini bermanfaat bagi para pasutri hingga membawa keabadiyan dalam cinta-kasih diantara mereka dan saling bekerja sama dalam ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.

http : // islamancient.com/ Dr. Abdul Aziz ar-Rayyis.

Senin, 07 Oktober 2013

RIBA

Dahulu zaman jahiliyah riba berkembang dan bertumbuh subur, hingga mereka menganggap sebagai mesin pencetak laba yang amat besar, bahkan tatkala salah seorang diantara mereka berkehendak melunasi hutangnya maka dikatakan, "Engkau hendak melunasi atau menambah riba?". Sekiranya tidak dilunasi maka akan ditambahkan biaya tambahan sekaligus diperpanjang masa pelunasan. Berkata Al-Imam At-Thobary dengan sanad di dalam tafsirnya meriwayatkan dari Mujahid berkata, "Dahulu di masa jahiliyah seseorang berkata kepada yang dimintai hutang, 'Engkau akan aku tambai sekian dan sekian tambahan jika engkau memberi perpanjangan pelunasan kepadaku' " - Ja'miul Bayan 3/67-

Telah dijumpai banyak dalil Al Kitab dan As-Sunnah yang memperingatkan dari riba, bahkan perkara tersebut telah diharamkan di setiap Al-Kitab yang diturunkan kepada para Nabi dan Rasul. Allah Ta'ala berfirman: "Dan Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan perbuatan riba". (QS.Al-Baqoroh: 275).

Allah Ta'ala berfirman, "Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kalian kepada Allah dan tingalkan apa yang masih tersisa dari perbuatan riba, jika kalian benar-benar beriman. Jika sekiranya kalian tidak meninggalkannya, maka kumandangkan peperangan dari Allah dan Rasul-Nya". (QS.Al-Baqoroh: 278-279).

Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Allah melaknati pemakan riba, pemberi riba, pencatat riba, kedua saksi transaksi riba, mereka semua sama". (HR.Muslim dan Tirmidzy). Kalimat laknat dalam segala aktifitas riba di atas menunjukkan bahwa riba termasuk dari dosa besar.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu'anhu, "Bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam melarang menjual buah-buahan hingga telah matang", dan berkata, "Apabila muncul perbuatan zina dan riba pada suatu kampung, sungguh penduduk tersebut telah menghalalkan Adzab atas diri mereka". (HR.Al-Hakim).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu'anhu, dari Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, "Jauhilah oleh kalian tujuh perkara yg akan membawa kebinasaan". "Apa itu wahai Rosulullah?" Beliau bersabda, "Berbuat syirik, sihir, membunuh suatu jiwa dengan tanpa hak, memakan hasil riba, memakan harta anak yatim, berpaling dari peperangan, menuduh wanita baik berbuat zina". (HR.Bukhary dan Muslim).

Dari Samuroh ibnu Jundub radhiyallahu'anhu, bersabda Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, "Sesungguhnya tadi malam aku didatangi dua malaikat, berkata kepadaku, pergilah bersamaku, maka sampailah pada suatu sungai yang airnya merah darah, di tepi sungai terdapat seseorang yang telah menumpuk bebatuan besar disampingnya, tiba-tiba muncul seseorang yang tengah berenang di sungai tersebut dan dilempari batu pada mulutnya, maka ia kembali ketempat semula, dan jika ia berenang maka dilempari kembali dan menyumpal mulutnya dan begitu seterusnya. Maka Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bertanya kepada kedua Malaikat tersebut, "Siapa dia?" Maka dijawab, "Ia pemakan riba". (HR.Bukhary).

Dari sahabat Ibnu Mas'ud radhiyallahu'anhu bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda," Tidaklah seseorang berbanyak harta dari riba kecuali dipenghujung urusannya menjadi lenyap ". (HR.Ibnu Majah).

Tatkala seseorang terhimpit riba maka hendaknya ia mencari solusi yang terbaik, yaitu kembali ke jalan Allah, dimana Allah Ta'ala telah berfirman: "Siapakah yang mampu mengabulkan panjatan doa tatkala dalam keadaan terjepit dan menyingkap kesusahan ???". (QS An-Naml: 62)

Allah Ta'ala berfirman: "Dan barang siapa bertaqwa kepada Allah niscaya diberikan padanya jalan keluar, dan dikaruniai rizki dari jalan yang tidak ia sangka-sangka, dan barang siapa bertawakal kepada Allah maka Dia-lah pencukup segala urusannya". (QS.At-Tholaq: 2-3).

Seorang muslim hendaknya terus-menerus berusaha berpegang dengan syari'at dalam segala urusannya, melaksanakan kewajiban dan menghindari perkara haram dan makruh, melakukan perbuatan mustahab dan mubah sesuai kebutuhan dan tidak berlebihan, dan berhati-hati dalam perkara syubhat yang dikhawatirkan terjerumus dalam perkara terlarang.

Dari sahabat Nu'man ibnu Basyir radhiyallahu'anhu, ia mendengar Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya halal sangat jelas, dan haram sangat jelas, dan diantara keduanya terdapat perkara samar yang tidak diketahui kebanyakan manusia, dan barang siapa menjauhi syubhat maka ia telah menjaga diri dan agamanya. Dan barang siapa terperangkap dalam perkara syubhat maka ia terjerumus dalam perkara haram, seperti penggembala ternak disekitar tapal batas, dikawatirkan terjerumus dalam larangan. Ketahuilah setiap Raja memiliki batasan, ketahuilah batasan Allah adalah apa yang telah diharamkan, ketahuilah di setiap jasad terdapat segumpal daging, jika baik maka baik seluruh badannya, dan jika buruk maka buruklah seluruh anggaota tubuhnya, gumpalan daging tersebut adalah hati". (HR Bukhary dan Muslim).

Berkata Imam An-Nawawy, "Para ulama' sepakat akan agungnya hadist ini, memiliki banyak faidah dan tergolong dalam hadist yang menjadi pondasi ajaran islam, bahkan berkata sekumpulan Ahli Ilmi, hadist ini sepertiga ajaran agama islam, yaitu hadist di atas,  hadist tentang amal bertumpu pada niat dan hadist tentang termasuk baiknya seseorang adalah menjauhi perkara yang tidak berguna". (HR Malik dalam kitab Al-Muwatho').

Sabtu, 05 Oktober 2013

QURBAN

Berqurban atau yang dikenal dengan 'udhiyah adalah sesuatu yang disembelih di waktu dhuha atau sesuatu yang disembelih dari hewan onta, sapi atau domba dalam rangka ibadah mendekatkan diri kepada Allah di hari Ied Qurban. Hukum melakukan ibadah ini paling tidak sunnah muakkadah, bahkan sebagian ahli ilmu berpendapat wajib bagi yang mampu.

Allah Ta'ala berfirman: "Dan setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban) agar mereka menyebut nama Allah atas rezeki yang dikaruniakan Allah kepada mereka yang berupa hewan ternak. Maka Tuhan-mu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan sampaikan (wahai Muhammad) kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk dan patuh (kepada Allah)". (QS Al-Hajj: 34).

Di dalam melaksanakan ibadah ini tentu kita tidak sembarangan berqurban, tentu memilih dan memilah mana yang layak dipersembahkan kepada Allah dan mana yang tidak pantas. Paling tidak harus cukup umur dan selamat dari cacat dan tidak terlalu kurus yang mana bertolak belakang dari makna berqurban.

Allah Ta'ala berfirman: "Demikianlah, Dan barang siapa yang mengagungkan Syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya hal itu timbul dari ketaqwaan hati".(QS. Al-Hajj: 32).

 Berkata Ibnu Katsir dlm tafsirnya, "Termasuk dalam ayat ini mengagungkan hewan qurban yang mana memilih yang paling baik paling gemuk paling mahal. Berkata Abu Umamah ibn Sahl, "Kami dahulu di Madinah memilih yang paling berharga(mahal) dan kaum muslimin di hari itu memilih yang paling tinggi harganya". (HR Bukhary).

Dan Allah Ta'ala menegaskan di dalam ayat yang muliya yang sepantasnya kita memperhatikannya, "Tidak akan sampai daging (hewan kurban) dan darahnya kepada Allah, akan tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketaqwaan kamu. Demikianlah Dia mengaruniakannya untukmu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik".(QS.Al-Hajj: 37).

Berkata Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya 10/70, "Allah Ta'ala mengatakan, "Sesungguhnya disyariatkan bagi kalian berkurban dan menyembelih sembelihan, agar kalian ingat kepada-Nya tatkala menyembelih, karena Dia adalah Sang Pencipta dan Pemberi Rizki, dan tidak akan butuh pada daging dan darahnya sedikitpun, dikarenakan Ia adalah Dzat Yang Maha Kaya atas selainnya.

 Dahulu di zaman jahiliyah, bilamana mereka menyembelih untuk tuhan-tuhan mereka, mereka menaruh daging dan darah di hadapan berhala mereka dan memerciki darah padanya. Maka dalam syariat islam Allah tegaskan, "Tidak akan sampai daging dan darah tersebut kepada Allah sedikitpun".

AMALAN SUNNAH DI BULAN DZULHIJJAH

Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sebaik-baik hari di dunia adalah sepuluh hari di bulan Dzulhijjah".(HR.Al-Bazzar dan Ibnu Hibban dan disahkan Imam Al-Albany).

Bilamana kita mengetahui keutamaan bulan ini, bahwasanya ini adalah suatu kesempatan emas yang Allah berikan kepada kita, maka sepantasnya kita mengisi hari-hari ini dengan penuh semangat dan mengkhususkan perhatian padanya dan berlomba di dalam kebaikan, sebagaimana pernyataan orang-orang salaf, diantaranya Abu Utsman An-Nahdy bercerita, "Dahulu para Salaf, senantiasa mengagungkan sepuluh hari yang tiga, yang pertama: Sepuluh hari akhir Ramadhon, yang kedua: Sepuluh hari awal Dzulhijjah, yang ketiga: Sepuluh hari di awal Muharrom.

Diantara Amal-amal salih sebagai berikut:

1. Menunaikan manasik Haji dan Umroh bagi yang Allah berikan kemampuan. Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Umroh ke umroh berikutnya akan menghapus antara keduanya, dan haji mabrur tidak ada balasannya kecuali surga".(HR Bukhary dan Muslim)

2. Berpuasa, dimana Allah berfirman dalam hadist Qudsy, "Setiap amal anak Adam untuknya pribadi, kecuali puasa sesungguhnya ini untuk-Ku, dan Aku akan balasi dengannya". (HR.Bukhari-Muslim).

Dan Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam telah mengkhususkan puasa di hari Arofah di sepuluh hari tersebut, dan bersabda, "Puasa hari Arofah aku berharap kepada Allah agar diampuni setahun sebelumnya dan setahun sesudahnya". (HR.Muslim).

Diantara amal-amal yang dianjurkan untuk memperbanyak di bulan nan suci ini adalah:

3. Sholat, dikarenakan sholat merupakan amal yang paling mulia, dan banyak dalil yang menganjurkannya, oleh karenanya diwajibkan agar menjaga sholat pada waktunya dengan berjamaah, Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, meriwayatkan dari Allah Ta'ala: "Senantiasa seseorang hamba mendekatkan diri dengan mengerjakan nafilah (sholat sunnat) hingga aku mencintainya". (HR Bukhari)

 4. Memperbanyak Takbir-Tahmid-Tahlil-Dzikir
Diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu'anhu dari Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tidak ada hari yang lebih muliya di sisi Allah dan tidak ada amal yang paling dicintai Allah dari hari-hari yg sepuluh ini, maka perbanyaklah dari Tahlil,Takbir,Tahmid". (HR Ahmad)

Berkata Imam Bukhari, "Dahulu Ibnu Umar dan Abu Hurairah pergi menuju pasar di hari yang sepuluh dengan bertakbir dan manusia ikut bertakbir pula".

5. Sedekah Diantara amal shalih yang dianjurkan adalah sedekah, dan memperbanyak di hari tersebut, Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tidaklah harta berkurang dengan bersedekah".(HR Muslim)

6. Diantara amal-amal yang lain adalah Membaca Al-Qur'an dan mempelajari arti-arti dan tafsirnya, memperbanyak istighfar dan berbuat bakti kepada orang tua, menyambung silaturrohmi, Amar ma'ruf dan Nahi munkar, mendamaikan seseorang yang berselisih, menjaga lisan, berbuat baik kepada tetangga, memuliakan tamu, berinfak di jalan Allah, memberi nafkah keluarga-anak yatim-para janda, menjenguk orang sakit, meringankan beban saudaranya, mendo'akan saudara dengan kebaikan, longgar dada kepada kaum muslimin, berusaha membuat senang orang lain dan tidak menyusahkannya, menjalin ta'awun antara kaum muslimin dalam kebajikan, dll.