Senin, 30 Desember 2013

PERBEDAAN NIAT ANTARA IMAM DAN MAKMUM

Oleh: Syaikh Abdullah Al-Fauzan

Alhamdulillah wash sholatu wassalamu 'ala Rosulillah, wa ba'du;

Termasuk hukum Fikhiyah yang wajib untuk diilmui diantaranya perbedaan niat dalam sholat antara imam dan makmum, bahwasanya ini bukan menjadi syarat, beda niat antara imam dan makmum dibolehkan, tidak melanggar aturan, bisa saja seorang yang mengerjakan sholat fardhu berimam/ mengikuti kepada yang mengerjakan nafilah/ sunnah, atau orang yang sedang mengerjakan sunnah berimam kepada yang sedang melakukan sholat fardhu, dan juga dibolehkan seseorang yang mengerjakan sholat fardhu berimam/ mengikuti orang yang melakukan sholat fardhu yang berbeda niat. Maka disini ada tiga bentuk:

» Sebagai contoh yang pertama adalah seseorang memasuki Masjid sedangkan imam sholat Tarawih, sedangkan ia belum melakukan sholat Isya' , maka dibolehkan baginya bermakmum dengan imam tersebut dua reka'at, dan ia berdiri menyempurnakan dua rekaat kekurangannya. Ini merupakan pendapat imam Syafi'i dan para sahabatnya, juga merupakan riwayat dari imam Ahmad, yang dipegang erat oleh Ibnu Qudamah, dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.

Diriwayatkan dari sahabat Jabir radhiyallahu'anhu, bahwasanya sahabat Mu'adz radhiyallahu'anhu mengerjakan sholat isya' bersama Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam kemudian pulang ke kaumnya, kemudian mengimami sholat Isya' dihadapan kaumnya tersebut". (HR Bukhory dan Muslim).

Demikian pula salah satu bentuk riwayat sholat Khouf/ perang bekecamuk maka Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam sholat dengan kelompok pertama sholat fardhu kemudian salam, dan sholat dengan kelompok kedua yang ini adalah sholat Nafilah dan salam. (HR Muslim, Abu Dawud, dan Nasa'i).

Adapun hadist yg menyatakan, "Sesungguhnya dijadikan imam agar diikuti, maka jangan berbeda dengannya". Hadist ini pemahamannya adalah berbeda dalam gerakan-gerakan yang nampak, sebagaimana ditafsirkan oleh Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam dimana Nabi mengkhususkan seperti hadist Jabir di atas, maka tidak ada pertentangan antara dua hadist di atas antara hadist umum dan hadist khusus. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, "Adapun yang menolak perbedaan niat mereka tidak memiliki hujjah yang kuat". (Majmu fatawa 23/ 385).

>> Contoh kedua seperti seseorang memasuki masjid sedang imam mengerjakan sholat Fardlu sedangkan ia sudah mengerjakan sholat Fardhu tersebut, maka ia melakukan sholat bersama imam yang ia adalah sholat Nafilah.

» Contoh ketiga adalah seperti seseorang menjumpai imam sholat 'Asar sedang dirinya belum melaksanakan kewajiban dhuhur, maka ia melakukan sholat bersama imam dengan ia niatkan sholat dhuhur, bila telah usai maka ia mengerjakan sholat 'Asar, maka disini dituntut agar berurutan.

Minggu, 29 Desember 2013

PERAYAAN TAHUN BARU

Alhamdulillah robbil A'lamin, washolatu wassalamu 'ala asyrofil anbiyaa' wal mursalin, wa ba'du,

Sesungguhnya di dalam ajaran islam tidak ada istilah perayaan tahun baru, baik dalam masalah fikih atau akidah, akan tetapi ini adalah suatu perkara yang butuh akan pendalilan dan hukum melalui isyarat dalil. Sebagaimana diketahui bahwa setiap amal yang ditujukan untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala hendaknya memenuhi prasyarat yaitu sesuai syariat dan mencontoh amalan Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, baik berkaitan dengan bentuk, tatacara, bilangan, waktu dan tempat tertentu yang telah disyariatkan.

Jika hal ini tidak terpenuhi maka terjerumus dalam perkara baru yang menyesatkan yang dilarang agama, sebagaimana sabda Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, "Jauhi oleh kalian perkara baru, karena perkara baru (dalam agama) adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah sesat, dan setiap kesesatan di dalam neraka". (HR.Abu Dawud dan Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Allah Ta'ala berfirman, "Dan apa yang datang dari Nabi (Muhammad) maka kerjakanlah, dan apa yang telah dilarang maka tinggalkanlah". (QS.Al-Hasyr: 7).

Allah Ta'ala berfirman, "Maka hendaknya mereka orang-orang yang senantiasa menyelisihi perintah (Nabi Muhammad) takut dan kawatir jika tertimpa fitnah atau adzab yang pedih". (QS. An-Nur: 63).

Hukum memperingati lahirnya Al-Masih tidaklah berbeda dengan memperingati lahirnya Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam, kebiasaan ini tidaklah ada di masa Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, juga tidak ada pada masa sahabat maupun generasi yang utama dahulu. Jika hal ini diketahui bahwa perayaan ini tidak dikenal sejak zaman dahulu, maka dimasa sekarangpun tidak perlu untuk diamalkan yang diyakini sebagai bagian ritual agama maupun kebiasaan.

Bahkan ada ungkapan imam Malik yang pantas diabadikan, yaitu ucapan beliau, "Barang siapa yang merekayasa di dalam ajaran islam suatu bid'ah (perkara agama yang baru) yang ia pandang sebagai suatu kebaikan, sungguh ia tidak secara langsung telah menuduh bahwa Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam telah berkhianat terhadap risalah dari Allah, karena Allah Ta'ala telah firmankan, "Pada hari ini Aku telah sempurnakan agamamu untukmu, dan Aku telah cukupkan nikmat-Ku bagimu dan telah Aku ridhoi islam sebagai agamamu". (QS.Al-Ma'idah: 3).

Terlebih bila kita lihat bahwa perayaan awal tahun adalah budaya warisan nasrani yang kita diperintah dalam syariat agar tidak mengikuti mereka, tidak menyerupai mereka. Maka kewajiban kita agar berpegang terhadap Al-Kitab dan As-Sunnah baik dalam keyakinan, ilmu dan amalan, karena inilah yang akan menyelamatkan kita dari jurang perkara bid'ah dan amalan buruk. Fatawa : Syaikh Abi Abdul Mu'iz Muhammad.

Kamis, 26 Desember 2013

ETIKA PERDEBATAN

Oleh : Asy Syaikh Abdul Malik Al-Juhany.

Alhamdulillah, washolatu was salamu ala' Rosulillah, wa ba'du.

Banyak dijumpai dalam perdebatan baik secara langsung maupun di dunia maya, aku melihat telah melupakan adab munakosyah, maka disini dengan memohon pertolongan Allah Azza wa Jalla aku rangkum ushul adab nikhosy dan perdebatan hingga menjadi dasar serta etika yang akhirnya membuahkan apa yang diharapkan.

» Tujuan debat adalah untuk menggapai Al-Hak, bukan untuk mencari menang, jika ini dilanggar maka akan timbul kesombongan terhadap kebenaran, dan menolaknya sehingga menjadi debat yang sengit tidak berujung. Berkata Imam Syafi'i, "Tidaklah aku bermunadhoroh/ debat kecuali aku tidak peduli, Allah berikan Al-Hak/ kebenaran pada lisanku atau lisan dia". Kebenaran adalah tujuan utama bagi mereka para ulama, bukan untuk mencari kemenangan pribadi.

» Perhatian pada ilmu dan cara meraihnya, serta tata cara pemaparan hujjah, dan menjauh dari perkara keji & bodoh, banyak dijumpai dalam perdebatan, jika ia merasa lemah dari argumen maka ia mencela lawan bicara, bahkan tidak segan untuk mencerca dan melakukan tuduhan yang buruk atau memfitnah sesuatu yang tidak nyata dalam rangka lari dari dalil dan hujjah.

 » Hendaknya tidak melakukan debat kecuali dengan seorang yang Alim atau penuntut ilmu, adapun orang jahil maka ia tidak pantas untuk melakukan debat, karena ia tidak mengetahui kaidah-kaidah ilmiyah, tidak meiliki keahlian di bidang-bidang ilmu. Seperti halnya ahli kesehatan ia tidak pantas bicara tentang syariah, demikian wartawan, seniman, tidak memiliki hak berbicara dalam masalah fikhiyah.

» Disepakatinya kaidah dan ushul yang umum, yang dijadikan sebagai rujukan tatkala khilaf dan perbedaan, hingga memudahkan menuju jalan yang shohih dan menyampaikan ke jalan Al-Hak. Dari sini diketahui berjidal dan debat dengan ahli bid'ah adalah debat kusir, karena tidak pernah ada kesepakatan dengan ushul Ahlissunnah, seperti halnya kelompok Rafidhoh, yang ingkar terhadap Al-Qur'an dan tidak pernah beriman terhadap As-Sunnah, demikian pula hadist-hadist kecuali yang hanya diriwayatkan oleh Ahli Bait, menurut keyakinan mereka, maka yang demikian adanya, bagaimana mungkin akan diajak berdiskusi? Mereka tidak menerima usul ahlissunnah, tidak pula iman kepadanya, oleh karenanya para salaf memberikan peringatan dan larangan berdebat dengan ahli bid'ah, karena mereka akan memberikan dampak buruk lantaran syubhatnya, dan Ahlussunnah tidak pernah akan mendapat manfaat apapun dari ahli bid'ah dan ilmunya.

» Tidak keluar dari pembicaraan tatkala debat terjadi, karena keluar dari pokok masalah adalah bentuk lari dari debat dan lemah dalam menghadapi.

 » Menegakkan dalil saja tidak dirasa cukup, karena disana dibutuhkan pula menjawab dalil lawan, dengan jawaban yang memuaskan, tidak hanya sekedar jawaban yang tidak mengena.

» Kritikan hendaknya ditujukan kepada ucapan dan pendapat, bukan pada individunya, hingga tidak layak untuk mencela lawannya atau cacian dan cercaan yang tidak ada kaitannya dengan materi pembicaraan, karena ini tidak akan mampu menggiring kepada jalan Al-Hak sedikitpun.

 » Iltizam dengan adab hiwar dan nikosh, jika melalui lisan maka tidak mengangkat suara berlebihan, memutus pembicaraan, tatapan mata yang tajam, tidak ada celaan dan pelecehan. Oleh karenanya orang yang mudah emosi, bersempit dada, hendaknya tidak melakukan diskusi, karena dengan buruknya akhlak dia akan menjadikannya tidak mampu berpikir jernih, bukan karena lemah hujah-hujahnya, melainkan akan kehilangan kesetabilan pada dirinya.

» Rujuk dan kembali kepada Al-Hak adalah suatu keutamaan, dan tidak terus-menerus bergelimang dengan kebathilan, maka kapanpun Al-Hak dijumpai baik dari lawan bicaranya maka wajib utk tunduk kepada kebenaran tersebut dan wajib diterima, serta mengakui lawan bicara tersebut, bahkan hendaknya ia bersyukur atas penjelasan kebenaran tersebut.

Minggu, 08 Desember 2013

PERSAMAAN AGAMA

Banyak berkembang di saat ini seruan tentang wihdatul-Adyan atau yang sering diartikan dengan perbandingan/ persamaan agama-agama yang ada di belahan penjuru dunia, mereka meminta agar semua agama dianggap benar dan sah, tiada perbedaan antara Islam dengan yang lainnya.

- Bahwa agama yang hak di sisi Allah adalah ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, yang merupakan keyakinan para nabi dan Rasul seluruhnya.

- Bahwa Allah tidak akan menerima ajaran/ keyakinan selain Islam.

 - Ajaran Islam yaitu ajaran yang diutus padanya Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam sebagai penutup nabi dan rusul.

 - Tidak diperkenankan keluar dari syariat Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam, jika keluar dari syariatnya maka ia kafir.

 - Yahudi dan nasrani adalah ajaran kufur yang wajib didakwahi untuk masuk islam dan wajib diperangi bila mana terpenuhi sebab-sebabnya, sebagamana wajib mendakwahi kaum musyrik agar masuk islam, hingga kalimat Allah tegak di muka bumi.

 - Bahwa penganut ajaran yahudi dan nasrani setelah datangnya syariat islam maka ia tergolong kafir di luar agama islam.

- Jika penganut yahudi dan nasrani mati sedang ia telah sampai padanya seruan Islam maka ia mati masuk neraka yang kekal abadi sebagaimana termaktubkan dalam Al-Qur'an Surat Al-bayinah: 7.

- Wajibnya orang Islam untuk berlepas diri dan baro'ah dari orang-orang kafir dan agama mereka, hingga mereka masuk ajaran Islam.

- Bathilnya seruan perbandingan dan persamaan agama, dan ini tergolong seruan kekufuran.

 - Haramnya menyelenggarakan dialog antar umat beragama, kecuali dalam rangka menyingkap kebathilan mereka dan mengajak untuk menganut ajaran Islam, sebagaimana termaktubkan dalam Al-Qur'an Surat Al-Imron: 64.

 - Tidak ada persaudaraan antara islam dan agama selainnya, sampai2 mengucapkan, "Saudara kita dari nasrani " , karena hakikat persaudaraan adalah hanya diantara islam saja, sebagaimana termaktubkan dalam Al-Qur'an Surat Al-Hujrot: 10 , At-Taubah: 71.

 - Bahwa Taurot dan Injil setelah terjadi perubahan dan penghapusan maka tidak boleh bersandar pada keduanya.

Maka kita memohon kepada Allah agar kita senantiasa diberikan hidayah As-Shirotul Mustaqim, dan dijauhkan dari jalan orang-orang yang dimurkai dan jalan orang-orang yang sesat.

~ disadur dari tulisan Fadhilatus-Syaikh Abdurrohman Ibnu Na'shir Al-Baro'k ~

Jumat, 06 Desember 2013

KETIKA TURUN HUJAN

Merupakan nikmat Allah Ta'ala kepada para hamba adalah diturunkannya hujan, setelah terjadi musim kekeringan yang berkepanjangan, dan ini menunjukkan akan rahmat dan kasih sayang Allah kepada hambanya.

Allah Ta'ala berfirman: "Allah-lah yang mengirimkan angin lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang Dia kehendaki, dan menjadikannya bergumpal-gumpal, lalu engkau lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila Dia menurunkannya kepada hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki tiba-tiba mereka gembira. Padahal sebelum hujan diturunkan kepada mereka, mereka benar-benar putus asa. Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi setelah matinya, sungguh Dia berkuasa menghidupkan sesuatu yang mati. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu". (QS.Ar-Rum: 48-50).

Nikmat ini ada dikarenakan turunnya barokah padanya, yaitu berupa hidupnya kembali setelah gersang yang berkepanjangan, dan menghasilkan buah-buahan dengan aneka ragamnya, yang kemudian nikmat tersebut digunakan dalam ketaatan kepada Allah Ta'ala, maka inilah hakikat barokah.

Adapun hujan yang tidak menumbuhkan tumbuhan, membuahkan buah-buahan, maka ini hakikatnya adalah kekeringan dan kegersangan, walaupun sedang dilanda hujan, karena ia kehilangan faidah dari turunnya hujan. Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Bukanlah kekeringan adalah tidak diturunkannya hujan, akan tetapi kekeringan yang hakiki adalah diturunkannya hujan akan tetapi tidak menumbuhkan di muka bumi sesuatu apapun". (HR.Muslim). Oleh karenanya disyariatkan agar mengucapkan do'a disaat hujan turun, sebagaimana diriwayatkan oleh 'Aisyah radhiyallahu'anha, bahwasanya Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam apabila melihat hujan turun maka mengucapkan "Allahumma shoyyiban naa'fian". (HR Ahmad, Bukhory dan An-Nasa'i).

Hujan bilamana hilang barokahnya maka tidak akan membawa manfaat, bahkan akan membawa pada kebinasaan dan kerusakan dan adzab. Betapa banyak umat-umat manusia terkena adzab lantaran hujan, hingga tenggelam, maka kita memohon perlindungan kepada Allah agar diselamatkan dari yang semisal ini.

Diantara perbuatan yang disyariatkan tatkala hujan turun adalah apa yang diriwayatkan dari sahabat Anas ibnu Malik radhiyallahu'anhu, bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam tatkala turun hujan, maka Nabi membuka penutup kepala Beliau dan membasahinya. Maka dikatakan kepada beliau, kenapa melakukan ini? Maka Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Karena air ini baru saja datang dari Allah". (HR.Ahmad dan Muslim). Maka bisa disimpulkan disaat hujan turun hendaknya membuka penutup kepalanya hingga terbasahi oleh air hujan tersebut, hal ini dikarenakan baru saja diturunkan dari langit yang Allah Ta'ala turunkan. Dan perkara ini tidak bisa diqiyaskan kepada perbuatan atau perkara lainnya karena tidak ada dalil untuk selain air hujan.

Perlu diperhatikan disini, bahwasanya tidak boleh menisbatkan datangnya hujan lantaran sebab bintang-bintang tertentu di langit, atau yang semisalnya, karena hal ini akan menjadikan murkanya Allah Ta'ala karena telah mengkufuri nikmat Allah dan tergolong pada perbuatan syirik kecil yang dilarang dalam agama, bahkan bisa mengantarkan pada syirik besar jika diyakini yang menurunkannya adalah selain Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Diriwayatkan dari Ubaidillah ibnu Abdullah ibnu Utbah dari Zaid ibnu Kholid Al Juhany, bersabda Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam tatkala selesai sholat subuh yang pada malamnya telah turun hujan, "Apakah kalian mengetahui apa yang dikatakan Allah?" Maka dijawab, "Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui. "Allah berfirman, "Dipagi ini sebagian hamba-Ku beriman kepada-Ku, dan sebagian lain telah kafir". Adapun yang telah mengatakan 'Telah turun hujan kepada kami karena kemuliaan Allah dan karunia-Nya', maka ia telah beriman kepada-Ku dan kafir terhadap bintang-bintang di langit. Adapun yg telah mengatakan 'Turun hujan dikarenakan bintang ini dan itu....' maka ia telah kafir kepada-Ku dan ia beriman pada bintang-bintang di langit". (HR Bukhary dan Muslim).

Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda, "Taukah kalian apa yang dikatakan Allah? Tidaklah Allah memberikan suatu karunia dan nikmat kepada para hamba kecuali di sana ada dua golongan, sebagian beriman dan sebagian kafir. Mereka mengatakan, 'Bintang ini, bintang itu ...' ". (HR Muslim)

Berkata Ibnu Abbas radhiyallahu'anhu, dahulu turun hujan di masa Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam maka Beliau bersabda, "Sebagian para hamba bersyukur, dan lainnya kufur. Sebagian berkata, "Ini adalah rahmat dan karunia Allah, sebagian mengatakan, "Ini turun karena bintang ini dan itu...," maka turun firman Allah Ta'ala: "Lalu Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang. Dan sesungguhnya itu benar-benar sumpah yang besar sekiranya kamu mengetahui. Dan ini sesungguhnya Al Qur'an yang sangat mulia. Dalam kitab yang terpelihara. Tidak ada yang menyentuhnya selain hamba-hamba yang disucikan. Diturunkan dari Tuhan seluruh alam. Apa kamu menganggap remeh berita Al Qur'an ini? Dan kamu menjadikan rizki yang kamu terima dari Allah justru untuk mendustakan-Nya?". (QS.Al Waqi'ah: 75-82). Maksud ayat di atas adalah, jika sekiranya Allah yang memberikan karunia nikmat kepada kalian akan tetapi engkau membalasinya dengan mendustakannya, mengkafirinya dan menyandarkan nikmat tersebut kepada selain Allah.

Maka sepantasnya kita mensyukuri nikmat-nikmat Allah dengan menggunakan di dalam ketaatan, senantiasa menjaga iman, tauhid serta akidah kita sesuai petunjuk Al-Kitab dan As-Sunnah.

~ disadur dari tulisan Syaikh Ali Yahya Al Hadady ~

Kamis, 05 Desember 2013

IMAN

Sesungguhnya nikmat yang paling besar dan agung adalah nikmat iman, karena iman adalah tujuan yang paling mulia, dengannya tergapai kebahagiaan dunia dan akhirat hingga meraih surga yang kekal abadi, dan selamat dari neraka dan murka Allah Ta'ala. Dan faidah dari iman sangatlah banyak sekali tiada batas, betapa banyaknya buah dari iman yang sangat elok, terus menerus, kebaikan yang mengalir baik di dunia dan akhirat dan ini adalah limpahan karunia Allah Ta'ala yang diberikan kepada para hamba dikehendaki-Nya.

Allah Ta'ala berfirman: "Mereka merasa berjasa kepadamu dengan keislaman mereka, katakanlah, "Janganlah kamu merasa berjasa kepada-Ku dengan keislamanmu, akan tetapi Allah yang memberikan limpahan nikmat kepadamu dengan menunjukkan kamu kepada keimanan, jika kalian tergolong orang yang benar". (QS.Al Hujurot: 17).

Allah Ta'ala berfirman: "Akan tetapi Allah menjadikan kamu cinta keimanan, dan menjadikan iman itu indah di dalam hatimu, dan menjadikan kamu benci kekufuran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus. Itu semua sebagai karunia dan nikmat dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana". (QS.Al Hujurot: 7-8).

Allah Ta'ala berfirman: "Kalau bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, niscaya tidak seorangpun diantara kamu bersih dari perbuatan keji dan mungkar itu selama-lamanya, akan tetapi Allah membersihkan siapa yang Dia kehendaki". (QS.An-Nur: 21).

Iman adalah suatu tujuan yang kita diciptakan karenanya, dan kita diperintah untuk merealisasikannya, dengannya pula kita akan menggapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Maka ahlul iman adalah orang yang paling bahagia, dan barang siapa meninggalkannya maka ia tergolong orang yang celaka, Allah Ta'ala berfirman: "Barang siapa yang mengerjakan kebaikan, baik laki-laki maupun perempuan dan ia dalam keadaan iman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan". (QS.An-Nahl: 97).

Seluruh kebaikan di dunia dan akhirat merupakan hasil dan buah dari iman. Bahkan iman diibaratkan sebagi pohon yang penuh barokah, memiliki akar yang kokoh, dahannya menjulang tinggi dan buahnya beraneka ragam. Allah Ta'ala berfirman: "Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik, seperti pohon yang baik, akarnya kokoh dan cabangnya menjulang ke langit. Menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seijin Tuhannya. Dan Allah membuat perumpamaan itu untuk manusia agar mereka selalu ingat". (QS.Ibrahim: 24-25).

Alangkah agungnya pohon iman ini! Alangkah muliyanya! Alangkah baiknya! Alangkah banyak keberkahannya! Pohon keimanan akarnya menancap di dalam hati seorang mukmin melalui akidah yang lurus. Keimanan tersebut diraih melalui Kitab Allah dan Sunnah Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam.

Allah Ta'ala berfirman: "Kebaikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat, tetapi kebaikan itu ialah orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab, Nabi-Nabi". (QS.Al Baqoroh: 177).

Allah Ta'ala berfirman: "Rasul Muhammad beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya (Al-Qur'an) dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman, semua beriman kepada Allah, Malaikat, Kitab, Rasul-Nya. Mereka berkata, 'Kami tidak membeda-bedakan seorangpun dari rasul-rasul-Nya, dan kami mendengar dan kami taat, ampunilah kami ya Tuhan kami, dan kepada-Mu kami kembali". (QS.Al Baqoroh: 285).

Allah Ta'ala berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kepada Al Kitab yang diturunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Dan barang siapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya , Kitab-Kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari akhir, maka sungguh orang itu telah sesat sejauh jauhnya". (QS.An-Nisaa': 136).

Ini adalah pondasi iman serta kaidah-kaidahnya yang agung, maka tidak akan tegak agama dan tergapai kebahagiyaan kecuali apabila amal manusia dan ketaatannya dibangun diatas pondasi ini, dan hal itu telah terangkum dalam hadist Jibril dalam sabda Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam: "Hendaknya kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir serta beriman terhadap takdir yang baik dan yang buruk".

Ketahuilah bahwa iman memiliki cabang yang banyak, amalan amalan yang beragam, sebagaimana diriwayatkan dari Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, "Iman memiliki tujuhpuluh lebih atau enampuluh lebih cabang, maka yang paling utama ucapan Laa Illaaha illallahu, dan yang paling ringan adalah menghilangkan gangguan di jalanan, dan rasa malu adalah bagian dari iman". Hadist diatas menunjukkan bahwa iman terdiri dari amalan hati, lisan, dan anggota badan, ketiganya menyatu dalam ikatan iman.

Adapun keimanan hati yaitu meyakini di dalam hati akan amalan-amalan yang shalih berupa rasa malu, rasa khosyah, 'inabah, tawakkal, berharap kepada Allah, dan lain sebagainya dari amal hati. Adapun keimanan lisan, berbentuk aneka ibadah seperti berdzikir kepada Allah, tilawah Al-Qur'an, memuja-memuji Allah, bertasbih, berdakwah, nahi mungkar dan sebagainya yang mana semua itu tergolong dari bagian iman yang ada dalam amal manusia. Keimanan anggota badan meliputi segala ketaatan, dan upaya untuk menegakkan perintah, dan upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah dari amalan-amalan yang suci.

Sebagaimana keimanan adalah menjalankan ketaatan, maka dalam satu waktu ia dituntut agar menjauh dari larangan yang diharamkan. Sebagaimana sholat adalah iman, zakat adalah iman, haji adalah iman, maka menjauhi muharomat dan meninggalkan perkara haram juga termasuk ketaatan kepada Allah yang merupakan bagian iman.

Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda," Tidaklah berzina orang yang berzina sedangkan ia dalam keadaan beriman, dan tidaklah seseorang pencuri yang melakukan pencurian sedang ia dalam keadaan beriman, dan tidaklah peminum arak meminum arak sedang ia dalam keadaan beriman". Dalam hadist ini menjadi dalil yg terang bahwa maksyiat dan dosa akan mengurangi keimanan dan melemahkan agama.

Dan iman akan bertambah dengan ketaatan kepada Allah, dan mendekat kepada-Nya. Dan menjadi keharusan untuk istiqomah dan menjaga keimanan hingga akhir hayat. Allah Ta'ala berfirman: "Wahai orang orang yang beriman bertaqwalah kalian kepada Allah dengan sebenar taqwa, dan janganlah kalian meninggal kecuali kalian dalam keadaan berserah diri kepada Allah". (QS.Ali Imran: 102).

Di dalam hadist bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam berpesan kepada sufyan ibnu Abdillah Ats-Tsaqofy tatkala bertanya kepada Nabi maka dijawab, "Katakanlah, aku beriman kepada Allah kemudian beristiqomah diatasnya ". Maka barang siapa yang menghendaki keberuntungan dan menyusuri jalan keimanan, hendaknya ia memohon pertolongan Allah Ta'ala agar diberikan kekuatan dan istiqomah, dan senantiasa bermujahadah, hingga ia wafat dan ia dalam keadaan diridhoi, dunia akan segera sirna, dan akhirat akan segera datang, dan hendaknya menjadi penghuni akhirat yang berbekal dengan iman, dan tidaklah sebuah jiwa yang dapat memasuki surga kecuali jiwa yang beriman, maka seyogyanya kita bersiap-siap untuk menujunya, dan Allah Yang Maha kuasa untk memberi taufiq dan petunjuk kepada para hamba yang dikehendaki-Nya menuju jalan yang lurus.

~ disadur dari tulisan Asy Syaikh Abdurrozaq hafidzahullah ~