Kamis, 27 November 2014

ZIARAH KUBUR

Alhamdulillah, wassholatu wassalamu ala Rosulillah wa ba ' du;

Ziarah kubur merupakan perkara yang sunnah yang dianjurkan oleh Nabi Sallallahu alaihi wa sallam yang dahulu sebelum nya merupakan perkara yang dilarang agama sebagai mana tercantum dalam kitab kitab sunnah seperti hadist yang berbunyi, " Dahulu aku melarang kalian untuk berziarah kubur, maka sekarang pergilah untuk berziarah kubur, karena sesungguhnya ziarah kubur akan mengingatkan kalian tentang akhirat ". (HR Muslim).

Maka melakukan ziarah kubur untuk mengingatkan kita akan terjadinya hari akhir dan mengambil pelajaran dari suatu kematian adalah perkara yang sunnah dan dianjurkan. Karena seorang manusia jika ia datang untuk ziarah kubur mengenang masa sebelumnya ia bersama nya makan, minum, bersenang senang dengan duniawi sekarang telah berubah dan menerima balasan jika amal perbuatannya baik maka ia mendapatkan kebajikan dan jika ia dahulu beramal buruk maka ia mendapatkan balasan keburukan, dengan demikian itu seseorang akan sadar bahwa hidup adalah sementara dan hendaknya ia dapat mengambil pelajaran dan segera bertaubat dari berbuat maksiat menjadi berbuat taat kepada Allah Ta'ala.

Diantara adab ziarah kubur adalah mengucapkan doa sebagai mana yang diajarkan oleh Nabi Sallallahu alaihi wa sallam yaitu, "  السلام عليكم دار قوم مؤمنين وانا أن شاء الله لاحقون يرحم الله المستقدمين منا ومنكم والمستاخرين نسأل الله لنا ولكم العافية اللهم لاتحرمنا اجرهم ولا تفتنا بعدهم واغفر لنا ولهم  .....".

Dan tidak ada petunjuk dari Nabi Sallallahu alaihi wa sallam untuk membaca Al-Fatihah tatkala datang untuk ziarah kubur, bahkan perbuatan ini adalah bertentangan dengan syariat Nabi Sallallahu alaihi wa sallam.

Adapun ziarah kubur bagi kaum wanita maka hal ini adalah perkara yang dilarang, karena Nabi Sallallahu alaihi wa sallam melaknati wanita wanita yang sering berziarah kubur dan menjadikan kuburan seolah olah dijadikan seperti masjid sebagai tempat ibadah dan menerangi kuburan di malam hari.

Maka wanita tidak halal baginya untuk berziarah kubur dengan niat keluar rumah untuk tujuan ziarah, adapun tatkala ia keluar dari rumah tanpa kesengajaan melalui suatu kuburan maka tidak mengapa baginya untuk berhenti sejenak mengucapkan doa seperti diatas.

Sehingga bisa dibedakan antara seorang wanita yang memiliki niat untuk pergi menuju kuburan dan antara seorang wanita yang keluar rumah untuk suatu tujuan kemudian melewati sebuah kuburan dengan tanpa kesengajaan. Yang pertama dilarang karena memaparkan dirinya untuk mendapatkan laknat, sedangkan yang kedua dibolehkan.
مجموع فتاوى ورسائل الشيخ محمد بن صالح العثيمين 2/244-246

Minggu, 23 November 2014

MENAHAN AMARAH

Alhamdulillah wassholatu wassalamu ala Rosulillah, wa ba'du;

Allah Ta'ala memberikan pujian kepada hamba-Nya yang beriman dikarenakan memiliki sifat mulia yang dikerjakan oleh mereka, diantaranya adalah menahan amarah dan kemurkaan.

Allah Ta'ala berfirman, "Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan ". ( QS. Ali Imran 133-134 ).

Di antara sifat yang terpuji adalah menahan amarah dan memberikan maaf kepada orang yang berbuat kesalahan walaupun sebenarnya ia mampu untuk menuntut balas dan berbuat ihsan dan kebaikan kepada orang yang telah berbuat jahat kepada dirinya.

Diriwayatkan dari sahabat Sahl ibnu Mu'adz ibnu Anas Al-Juhany dari ayahnya radhiyallahu anhum ajmaiin dari Rosulillah Sallallahu alaihi wa sallam bersabda, " Barang siapa yang mampu menahan amarahnya sedangkan dirinya sanggup untuk menuntut balas maka kelak di hari kiamat Allah Ta'ala akan memanggil nama nya dihadapan seluruh para makhluk untuk diberikan kesempatan memilih bidadari sesuai yang ia kehendaki ". (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi ).

Dahulu para Salafus-Sholih memiliki banyak kisah dan cerita tentang menahan amarahnya, diantaranya adalah Ali bin Al-Husain Zainal Abidin yang dahulu ia memiliki seorang budak wanita yang senantiasa bertugas menyimpan air wudhu', maka pada suatu hari budak ini menumpahkan air dengan tanpa sengaja ke kepala dan wajah sang majikan yaitu Ali kemudian seraya budaya membaca ayat dalam surat Ali Imran 134, " Dan orang-orang yang menahan amarahnya ". Maka sang majikan berkata, " Aku telah berusaha menahan amarahku ". Kemudian budak tersebut membaca kembali ayat dalam surat Ali Imran, " Dan memaafkan (kesalahan) orang ". Maka sang majikan berkata, " Aku telah memberikan kepadamu maaf ". Kemudian hamba sahaya tersebut melantunkan ayat lanjutan yang berbunyi, " Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan ". Maka Majikan tersebut berkata, " Perglilah, sesungguhnya engkau mulai saat ini telah aku bebaskan dan menjadi orang yang merdeka ". ( Riwayat Al-Baihaqi dalam Syuabul Iman dan Ibu Asakir dalam Tarikhnya ).

Allah Ta'ala berfirman memerintahkan kepada Nabi agar memberikan maaf dan ampunan sebagai mana difirmankan, " Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh ". (QS. Al-A'rof 199 ).

Allah Ta'ala berfirman, " Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.  Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar ". (QS Fushilat 34-35 ).

Berkata Abdullah ibu Abbas radhiyallahu anhuma, " Yaitu hendaknya dirimu membalasi dengan kebijakan terhadap orang yang berbuat kebodohan yang ditimpakan untukmu ".

Berkata pula dalam riwayat lain, " Yaitu jika seseorang mencela saudaranya yang lain maka ia menjawab, " Sekiranya ucapan anda benar maka semoga Allah Ta'ala mengampuni dosa dosa ku, dan sekiranya ucapan kamu tidak benar, maka semoga Allah Ta'ala memberikan ampunan kepada dirimu ". ( Tafsir Al Qurthuby 15/361 ).

Para Nabi dan Rasul dalam perkara ini mereka adalah uswaun hasanah dan menjadi teladan bagi umat ini, sebagai mana diriwayatkan oleh sahabat Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu anhu berkata, " Nabi kita Muhammad Sallallahu alaihi wa sallam pernah mengisahkan tentang seseorang nabi yang dianiaya oleh para kaumnya sehingga kepala nya mengucurkan darah dan mengusap darah yang mengalir seraya berkata, " Ya Allah, ampunilah kaumku, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang tidak mengetahui ". (HR Bukhary dan Muslim ).

Diriwayatkan dari sahabat Urwah ibnu Zubair bahwa suatu hari A'isyah radhiyallahu anha pernah bertanya kepada Nabi Sallallahu alaihi wa sallam tentang suatu kejadian yang sangat memukul hati beliau melebihi kejadian perang uhud, maka dijawab oleh Nabi Sallallahu alaihi wa sallam, " Sungguh aku pernah suatu hari menimpa diri ku yang jauh lebih parah dari pertempuran uhud yaitu hari Aqobah, tatkala aku berjumpa dengan ibnu Abdul Yalil ibnu Abdul Khulal dan aku mengajak untuk masuk islam beserta kaumnya akan tetapi mereka menolak seraya mengusirku dan melempari batu-batuan kepada ku dan aku meninggalkan mereka dengan kondisi yang mengenaskan dan hatiku dalam keadaan gundah, tiba-tiba muncul gumpalan awan putih menaungi diriku maka aku melihat Jibril seraya berkata, " Sesungguhnya Allah Ta'ala telah mendengar ucapan kaummu dan melihat perlakuan mereka kepadamu, maka Allah Ta'ala telah mengutus malaikat penjaga gunung untuk mengabulkan permintaanmu. Maka malaikat penjaga gunung datang menyalami ku seraya berkata, " Wahai Muhammad, sungguh Allah telah mendengar dan melihat perbuatan keji kaummu dan aku adalah malaikat penjaga gunung telah diperintahkan Tuhanmu agar mengabulkan permintaan sesuai kehendakmu sekiranya engkau perintahkan agar menabrakkan dua gunung ini niscaya aku lakukan ".
Akan tetapi Nabi Sallallahu alaihi wa sallam berkata, " Aku berharap dan memohon kepada Allah Ta'ala agar muncul dari keturunan mereka generasi yang mengesakan dan beribadah kepada Allah Ta'ala semata dan tidak menyekutukan sedikit pun dengan lainnya ". (HR Bukhary dan Muslim ).

Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata, " Didalam hadist ini terdapat penjelasan tentang syafaat Nabi Sallallahu alaihi wa sallam kepada umatnya dan menerangkan tentang besarnya kesabaran dan sikap pemaaf yang beliau miliki dan hal ini sesuai dengan firman Allah Ta'ala dalam surat Ali Imran 159 ,"  Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka....".

Demikian pula dalam firman Nya, "Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam ". (QS. Al-Anbiya' 107 ).

Nabi Yusuf alaihissalam memberikan maaf kepada para saudaranya yang dahulu berbuat jahat dan aniaya terhadap dirinya dan diabadikan dalam surat Yusuf , " Maka ketika mereka masuk ke (tempat) Yusuf, mereka berkata: "Hai Al Aziz, kami dan keluarga kami telah ditimpa kesengsaraan dan kami datang membawa barang-barang yang tak berharga, maka sempurnakanlah sukatan untuk kami, dan bersedekahlah kepada kami, sesungguhnya Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bersedekah".  Yusuf berkata: "Apakah kamu mengetahui (kejelekan) apa yang telah kamu lakukan terhadap Yusuf dan saudaranya ketika kamu tidak mengetahui (akibat) perbuatanmu itu?".  Mereka berkata: "Apakah kamu ini benar-benar Yusuf?". Yusuf menjawab: "Akulah Yusuf dan ini saudaraku. Sesungguhnya Allah telah melimpahkan karunia-Nya kepada kami". Sesungguhnya barang siapa yang bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik ". Mereka berkata: "Demi Allah, sesungguhnya Allah telah melebihkan kamu atas kami, dan sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa)". Dia (Yusuf) berkata: "Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu), dan Dia adalah Maha Penyayang diantara para penyayang". (QS. Yusuf 88-92 ).

Memberikan maaf merupakan sebab untuk meraih ketinggian derajat dan menggapai ketenangan dan ketenteraman serta kemuliaan jiwa yang tidak pernah dirasakan selain orang-orang yang berjiwa mulia.
(  الكوابح  ص : 19-21 لشيخ محمد صالح المنجد حفظه الله تعالى )

 

Minggu, 16 November 2014

KEDUDUKAN AHLI ILMU

As-Syaikh Prof.DR. Abdurrozak Al-Badr hafidhohullah Ta'ala.

Alhamdulillah wassholatu wassalamu ala Rosulillah, wa ba ' du;

Tidak diragukan bagi setiap muslim senantiasa mengetahui kedudukan para Ulama yang mereka memiliki derajat yang tinggi dan agung dikarenakan mereka adalah para pemimpin dalam kebajikan, senantiasa dijadikan kudwah hasanah dalam perbuatan dan akhlak, senantiasa dijadikan rujukan pendapat dan para malaikat meredupkan dan menundukkan sayapnya karena ridho akan perbuatannya,  dan segala makhluk termasuk ikan-ikan di perairan senantiasa memohonkan ampunan kepada Allah Ta'ala, bahkan dengan ilmu yang mereka miliki menyebabkan kedudukan mereka melebihi derajat muttaqin al-abror hingga sangat tinggi kedudukan mereka.

Allah Ta'ala berfirman, " Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan ". (QS Al-Mujadilah 11).

Allah Ta'ala berfirman, " Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran ". (QS. Az-Zumar 9).

Al-Imam Abu Bakar Al-Ajjurry rahimahullah menerangkan tentang kedudukan Ulama berkata, " Mereka diberikan keutamaan diatas seluruh kaum mukminin dan hal ini terjadi sepanjang waktu dan zaman, mereka dilebihkan dikarenakan ilmu dan berhias dengan kelembutan, melalui perantara mereka dapat diketahui halal dan haram, kebenaran dan kebathilan, sesuatu yang manfaat dan mudhorot, baik dan buruk, keutamaan mereka agung, jasa mereka besar, mereka adalah pewaris para Nabi, penyejuk pandangan hati, ikan-ikan di lautan memintakan ampunan kepada Allah Ta'ala, para malaikat meletakkan sayapnya, mereka para ulama berdiri dibelakang para Nabi memberikan syafaat, majalis mereka dipenuhi dengan hikmah, perbuatan mereka mejadikan jera orang yang lalai, mereka lebih utama daripada seseorang yang ahli ibadah dan orang-orang yang zuhud, hidup nya mereka merupakan suatu keberuntungan, dan wafat nya mereka merupakan suatu musibah, senantiasa mengingatkan orang orang yang lalai, mengajari orang orang yang bodoh,...........Mereka adalah pelita bagi para hamba, cahaya bagi bangsa, tonggak bagi umat, mengalirkan mutiara hikmah, mereka dimuka bumi seolah bintang dilanggit, memberikan petunjuk ddi gelap nya malam ditegah lautan, sekiranya bintang tersebut tidak nampak niscaya menjadikan manusia tidak mampu melihat dan jika muncul menerangi kegelapan menjadikan segala sesuatu terlihat dengan jelas ".

Jika kedudukan para Ahli ilmu sedemikian tinggi, mulia dan agung nya, maka sesungguhnya wajib bagi selainnya agar menjaga kedudukan mereka, memporsikan dengan semestinya, sebagaimana telah dijelaskan di dalam hadist bahwasanya Nabi Sallallahu alaihi wa sallam bersabda, " Bukanlah termasuk umatku, orang orang yang tidak memuliakan orang yang lebih tua dan kasih sayang terhadap orang yang lebih muda, dan tidak memporsikan ulama dengan hak hak mereka ". (HR. Ahmad).

Sepantasnya hak-hak para ahli ilmu agar dijaga dan dipelihara baik dalam keadaan hidup maupun setelah wafat nya dengan penuh penghormatan, pengagungan, kecintaan dan bersemangat untuk menimba dan mengambil fawaid dari mereka dengan penuh adab dan akhlak serta menjauhi sifat buruk kepada mereka dengan mencela dan meremehkan dan menjatuhkan kedudukan mereka, karena itu semua merupakan dosa yang terbesar dan keburukan yang sangat tercela.

Sesungguhnya para ulama merupakan pemim nakhoda bahtera keselamatan yang menghantarkan ke daratan yang aman dan sebagai pelita di gelap nya malam.

Allah Ta'ala berfirman, " Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami ". (QS. As-Sajadah 24 ).

Mereka para ulama merupakan hujjah Allah dimuka bumi dan mereka merupakan orang yang paling mengetahui kebaikan dan maslahat bagi kaum muslimin dalam urusan dunia dan akhirat nya karena ilmu  yang mereka miliki.

Para ulama memahami ilmu secara rinci dan memberikan fatwa berdasarkan dengan nya, dan pandangan yang dalam mereka menetapkan segala permasalahan, dan tidak meyampaikan suatu hukum dengan serampangan dan membikin umat berpecah belah sebagai fitnah dan tidak melontarkan fatwa dengan tanpa analisis dan pandangan yang detail karena meremehkan atau berlebihan, dan tidak menyembunyikan kebenaran kepada para manusia, sehingga Allah Ta'ala perintahkan agar merujuk kepada para ulama ketika terjadi suatu permasalahan dan kejadian.

Allah Ta'ala berfirman, " Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui ". (QS. An-Nahl 43).

Allah Ta'ala berfirman, " Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu) ". (QS. An-Nisa' 83).

Di dalam ayat mulia ini terdapat suatu adab bagi kaum mukminin bahwasanya apa bila terjadi suatu perkara yang genting dan urusan yang berkaitan dengan masyarakat secara umum yang bersangkutan dengan keamanan dan segala permasalahan yang mengkhawatirkan hendaknya mengembalikan kepada Rasul Sallallahu alaihi wa sallam ketika hidup dan kepada As-Sunnah tatkala sepeninggal nya dan merujuk kepada Ulil Amri di antara mereka dari kalangan para ulama yang mengetahui ilmunya yang senantiasa memberikan nasihat, berfikir dengan penuh kehati-hatian, membedakan mana maslahat dan mudhorot.

Maka barangsiapa yang merujuk kepada pendapat mereka niscaya akan selamat dan barang siapa yang meninggalkan nya akan mendapat mudhorot dan dosa.

Sahabat Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu anhu berkata, " Sesungguhnya akan muncul di akhir zaman suatu perkara yang samar, maka hendaknya kalian berhati-hati, sesungguhnya jika kalian menjadi pengikut suatu kebajikan niscaya lebih utama daripada menjadi seorang pemimpin didalam keburukan ".

Sesungguhnya termasuk alamat kesengsaraan seorang hamba adalah sikap menjauh dari para ulama dan tidak merujuk kepada fatwanya serta tidak mencurahkan perhatian kepada mereka, dan tatkala umat ini menjaga jarak dengan ulama maka niscaya menjadikan umat ini gersang ibarat berjalan di lembah gurun pasir tanpa petunjuk arah dan juru penyelamat yang dijadikan sebagai pemimpin kafilah bahkan justru akan menggiring kepada jurang kebinasaan dan kehancuran.

Sinkat kata, para ulama merupakan juru penyelamat dalam berdakwah kepada umat ini, memberikan penerangan, pencerahan dalam kehidupan umat manusia, sekiranya para manusia menjadikan orang-orang jahil sebagai pemimpin sehingga bertanya dan diberikan fatwa tanpa ilmu dan pemahaman niscaya bahtera umat ini akan tenggelam.

Sahabat Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu anhu berkata, " Hendaknya kalian menimba ilmu sebelum ilmu ini diangkat, diangkat dengan diwafatkan nya pemilik nya, hendaknya kalian mencari ilmu, sesungguhnya kalian tidak mengetahui kapan ia dibutuhkan disisinya, kalian akan menjumpai suatu kaum yang mereka mengira menyeru kepada kitab Allah Ta'ala padahal sungguh ia telah menyerukan untuk menjauhi kitab Allah di belakang punggung mereka, jauhilah perbuatan bid'ah dan sikap berlebih-lebihan dan kembali lah kepada Al-Kitab yang terdahulu (Al-Qur'an Al-Karim).

Marilah kita memohon kepada Allah Ta'ala dengan Nama-Nama Nya Yang Indah dan Sifat-Sifat Nya Yang Agung agar kita di berikan keberkahan pada Ulama-Ulama kita dan diberikan taufiq agar kita dapat mengambil manfaat serta menyusuri jejak-jejak mereka dan memberikan hidayah kepada kita semua kepada jalan yang lurus.

Sabtu, 08 November 2014

BUAH KEBAJIKAN

Alhamdulillah,  wassholatu wassalamu ala' Rosulillah, wa ba' du ;

Allah Ta'ala berfirman,  " Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh) ". (QS. Ya-Sin 12).

Imam Ibu Qoyyim Al-Jauziyah berkata, " Didalam ayat mulia ini terkumpul dua kitab catatan amal manusia, yaitu kitab catatan amal yang telah ada sebelum diciptakan dan kitab catatan amal yang mengiringi amal perbuatan manusia. Didalam ayat ini dikabarkan bahwa Allah Ta'ala membangkitkan manusia setelah kematian dan membalasi amal perbuatannya sebagai mana telah tercatat dalam kitab catatan amal dan memberikan balasan atas apa yang mereka tinggalkan dari jejak jejak dan bekas-bekas yang baik dan buruk yang diikuti oleh para manusia sepeninggal hidupnya.

Ibu Abbas radhiyallahu anhuma berkata, " Bekas-bekas dan jejak jejak mereka adalah sesuatu yang mereka contohkan dan mereka kerjakan ketika masih hidup sehingga diikuti dan ditiru oleh para manusia setelah sepeninggal nya dari perbuatan baik dan buruk, sebagaimana difirmankan, " Pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya ". (QS. Al-Qiyamah 13).

Di sini terdapat suatu faedah yaitu bahwa Allah Ta'ala telah menulis dan mencatat amal perbuatan hamba dan buah dari amalan tersebut, seakan akan buah dan hasil amalan nya juga telah mereka kerjakan.

Diriwayatkan dari Ikrimah, Ibu Abbas dan Anas berkata, ayat ini turun pada kabilah bani Salimah yang hendak berpindah rumah hingga dekat dengan masjid yang mana rumah mereka jauh darinya,  sehingga tatkala ayat ini turun mereka mengurungkan niat mereka untuk berpindah dan mereka berkata, " Kita tetap tinggal di tempat asal kita ". (HR. Bukhary dan Muslim).

Berkata Masruq, " Tidaklah seorang hamba melangkahkan kaki nya kecuali telah tertulis padanya suatu kebajikan atau keburukan ". (Bada'iut Tafsir 3/475-477).