Jumat, 28 Maret 2014

MEMPELAJARI SEJARAH NABI صلى الله عليه وسلم

Sesungguhnya mempelajari siroh Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam yang suci merupakan santapan bagi hati, menentramkan, membahagiakan, serta melapangkannya, bahkan mempelajarinya merupakan bagiyan dari agama dan ibadah kepada Allah, dikarenakan kehidupan Nabi kita adalah perjuangan, pembelaan terhadap agama dan sabar di atasnya yang merupakan perealisasian ubudiyah kepada Allah dan dakwah di jalan-Nya, sehingga ketika kita mempelajari siroh dan sejarah Nabi terdapat banyak faidah dan manfaat yang sangat besar. Dan akan kita bahas sebagiannya dalam rangka menarik semangat sehingga kita bisa sabar dan melanjutkan perjuangan serta istiqomah mempelajari siroh Nabawiyah ini.

Diantara fawaidnya sebagai berikut:         

1.  Nabi kita muhammad adalah uswah dan teladan bagi seluruh alam semesta, baik dalam akidah, ibadah, akhlak, sebagaimana firman Allah Ta’ala, QS Al Ahzab: 21,                                 
  لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيراً

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”.

Merealisasikan ayat di atas dengan meneladani dan menyusuri petunjuk Nabi bersandar sejauh mana ia mengetahui siroh dan hadyu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

2.  Bahwasanya siroh dan petunjuk Nabi merupakan timbangan bagi amal amal para manusia, sekiranya sesuai dan serasi dengan siroh dan petunjuk Nabi, niscaya amalnya akan diterima, dan sekiranya bertentangan dan berlawanan maka akan tertolak.
Berkata Sufyan At tsaury yang diriwayatkan Al Khotib Al Bagdady di dalam mukodimah kitab Al Ja’mi’ li akhlak ar ro’wi wa adab as sa’mi’, ”Sesungguhnya Nabi adalah timbangan yang paling besar, dengannya ditimbang segala sesuatu dengan akhlaknya, sirohnya, petunjuknya, selagi  sesuai maka itu kebenaran, dan jika berseberangan maka itu adalah kebathilan“.    

3.    Di dalam mempelajari siroh Nabi merupakan sarana untuk memudahkan memahami kitab Allah, dikarenakan perangai Nabi merupakan praktik terhadap isi Al Qur’an Al Karim, sebagaimana dikatakan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ”Akhlak dan perangai Nabi adalah Al Qur’an“.  Allah berfirman dalam QS. Al Qolam: 4,

 وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ

Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”.

Dan yang dimaksud khuluqin disini adalah perangai agama, yaitu dalam keadaan sempurna agamanya, dikarenakan Nabi telah menjalankan seluruh perintah agama dan menjauhi seluruh larangannya, serta mengamalkan adab-adab dan perangai di dalam Al Qur’an, oleh karenanya kehidupan Nabi dan perjalanannya merupakan praktek sempurna terhadap kitab Allah, sehingga tatkala seorang muslim mempelajari shiroh ini secara otomatis akan memudahkan baginya memahami kitab Allah. Tatkala engkau membaca buku buku tafsir terlebih berkaitan dengan asbabun nuzul, maka niscaya engkau akan jumpai hubungan yang sangat erat antara sebab turunnya ayat dengan shiroh dan perjalanan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, yang ini merupakan bukti kuat bahwa dibutuhkannya mempelajari siroh dalam rangka tafakuh fid-din dan memahami kitab Allah.         

4.   Mempelajari siroh Nabi merupakan bentuk mahabah dan kecintaan kepada Nabi ini, sebagaimana tertuang dalam sabdanya, ”Tidak akan kalian beriman hingga Aku dicintai melebihi cintanya kepada orangtuanya, anaknya dan manusia seluruhnya“. (mutafaqun alaihi)

Diriwayatkan oleh Imam Bukhary, bahwa Umar ibnu Khattab radhiyallahu ‘anhu berkata kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, ”Wahai Nabi, engkau paling aku cintai dari selainnya kecuali kepada diriku sendiri“. Maka berkata Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, ”Tidak wahai umar, demi yang jiwaku ada ditangan-Nya, hingga aku engkau cintai melebihi cintamu kepada dirimu”. Maka Umar berkata, “Sekarang engkau aku cintai melebihi cintaku kepada diriku”. Maka berkata Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, ”Sekarang wahai umar engkau sempurna keimananmu”.

Maka memperdalam dan menyempurnakan  kecintaan kepada Nabi di dalam hati, membutuhkan akan mempelajari siroh,  perjalanan, serta kehidupan Nabi Sallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dahulu di masa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, dijumpai seseorang yang tidak ada di muka bumi ini yang paling ia  benci  melebihi bencinya kepada Nabi, akan tetapi tatkala ia melihat siroh dan perangai serta akhlaq  Nabi, maka disaat itu pula ia berbalik arah tidak ada yang di muka bumi ini yang paling ia cintai melebihi cintanya kepada Nabi, sebagainama yang dikatakan oleh Tsumamah ibnu Atsal pemimpin penduduk Yamamah tatkala ia masuk Islam, “Wahai Muhammad, demi Allah, dahulu tidak ada dimuka bumi ini sesuatu yang aku benci melebihi benciku kepada dirimu, maka sekarang engkau adalah yang paling aku cintai di muka bumi ini, melebihi cintaku kepada diriku sendiri“. (HR.Ahmad) 

Kita dapat menyimpulkan bahwa di dalam perjalanan dan siroh Nabi terdapat banyak kasih dan sayang saerta rahmat, kelembutan, muamalah yang indah, serta adab dan perangai yang baik.  Allah telah berfirman dalam QS. Al Imran: 159,

 فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظّاً غَلِيظَ الْقَلْبِ لاَنفَضُّواْ مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّهِ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ       

159. “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”

Tatkala Allah memuliyakan seorang hamba dengan diberikan taufiq untuk mencintai Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam dengan kecintaan yang jujur, maka hal ini akan membawa hamba tersebut kepada keberuntungan, dan akan dapat membantunya  merealisasikan dalam menyusuri jejak dan manhaj Nabi yang muliya ini sholawatullah wa salamuhu ‘alaihi, sebagai halnya keadaan para sahabatnya, dan para ta’biin yang Allah senantiasa meridhoi mereka.

5. Dari manfaat mempelajari siroh Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam adalah dapat menambah keimanan bagi seorang hamba, sebagaimana Allah berfirman dalam QS Al Mukminun: 69,

أَمْ لَمْ يَعْرِفُوا رَسُولَهُمْ فَهُمْ لَهُ مُنكِرُونَ   

69. “Ataukah mereka tidak Mengenal Rasul mereka, karena itu mereka memungkirinya?

Mengetahui sejarah dan siroh Nabi serta mengikuti petunjuk, adab, akhlaqnya akan menghasilkan keimanan bagi seorang kafir yang belum beriman, dan akan menambah kesempurnaan iman bagi orang yang mukmin. Betapa banyak orang yang telah masuk agama Islam lantaran ia mempelajari sejarah Nabi yang muliya, mengetahui akhlak, muamalah dan  perangainya, sholawatullahu wa salamuhu wa barokatuhu ‘alaihi.

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari sahabat Anas radhiyallahu’anhu, mengkisahkan seseorang yang datang dan meminta sesuatu kepada Nabi sallallahu alaihi wa sallam, maka diberikan kambing yang sangat banyak yang sedang digembala diantara dua bukit, maka ia kembali kepada kaumnya seraya berkata, ”Wahai kaumku masuklah kalian ke dalam ajaran islam, sesungguhnya Muhammad memberikan pemberian yang ia tidak khawatir terhadap kefakiran”.

Jika kita mencermati, kedatangan orang tersebut hanyalah menginginkan perkara dunia, akan tetapi dalam sesaat, ia berubah mengutamakan akhirat daripada perkara dunia.

6.  Mempelajari siroh Nabi sallallahu alaihi wa sallam adalah sarana yang membantu dalam memahami agama secara keseluruhan, baik akidah, ibadah, akhlaq, karena kehidupan Nabi adalah hidup di atas agama, mengamalkan, mendakwahkan, dan berjuang untuk kemenangan akidah yang menjadi pondasi agama ini, sebagaimana kita ketahui, bahwa perkara pertama yang diperjuangkan dalam dakwah Nabi sallallahu ailaihi wa sallam adalah perkara akidah dan tauhid sebagaimana yang telah Allah perintahkan, kemudian datanglah syariat perintah dan larangan sedikit demi sedikit, maka terkandung dalam palajaran siroh ini pembelajaran akidah, pembelajaran tahapan pensyariatan, pembelajaran turunnya kewajiban dan faridhoh, pembelajaran ibadah, serta pembelajaran praktek amaliyah terhadap perkara akidah, ibadah dan akhlaq.

Berkata Syaikh Muhammad ibnu Abdul Wahab rahimahullah dalam kitabnya Mukhtashor As-Siroh  hal 21, “Ketahuilah bahwa apa yang disebutkan oleh para ahli ilmu dari sejarah Nabi sallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam beserta kaumnya dan apa-apa yang terjadi di Makkah dan Madinah, serta sejarah para sahabat adalah agar kaliyan dapat membedakan antara islam dan kekafiran, dikarenakan ajaran Islam dimasa sekarang sangatlah terasa asing, dan kebanyakan manusia tidak dapat membedakan antara perangai Islam dan perangai kekufuran, dan inilah yang menjadikan kehancuran yang tidak ada kemungkinan selamat”.

7.    Di dalam siroh Nabawiyah terdapat pembelajaran terhadap manhaj yang hak di dalam dakwah kepada jalan Allah di atas bashiroh, dan juru dakwah yang lurus adalah mereka yang menyusuri petunjuk, perangai, manhaj Nabi salallahu ‘alaihi wa sallam, Allah telah berfirman dalam QS. Yusuf: 108,

قُلْ هَـذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَاْ وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللّهِ وَمَا أَنَاْ مِنَ الْمُشْرِكِينَ     

108. “Katakanlah: ‘Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha suci Allah, dan aku tiada Termasuk orang-orang yang musyrik’.”

Maka dakwah di jalan Allah dengan bashiroh diharuskan mengetahui petunjuk, perangai, manhaj Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, dan di dalam siroh Nabi terdapat penjelasan petunjuk dan perangainya, seperti halnya diterangkan dengan perkara Nabi berdakwah tatkala pertama kali, bagaimana metode dalam berdakwah,  bagaimana hendaknya berperangai, barmuamalah dan berakhlaq, bagaimanakah menjaga diri, berlemah lembut, bersopan santun, dan perkara-perkara lain yang hendaknya ada tatkala memulai dalam berdakwah di jalan Allah Ta’ala.

8.   Sejarah dan siroh Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam merupakan ayat, tanda dan bukti kenabian serta alamat akan kebenaran apa yang dibawa Nabi tersebut yang merupakan penguat terbesar sehingga diterima dan diimani, semoga Allah melimpahkan sholawat dan salam kepadanya.

Diantara cara membuktikan kebenaran ajaran yang dibawanya adalah dengan mengenal sejarah dan sirohnya, serta apa yang didakwahkan, dan bagaimana ia bermuamalah dengan para manusia, bagaimana ia berakhlak dan perangainya.

Jika kita kembali kepada sejarah Nabi, maka kita jumpai bahwa sejarah beliau sangatlah harum, kehidupan yang penuh cahaya, kemuliyaan, kedermawanan,  kesantunan, dan adab-adab lain  yang sempurna, yang menjadikan bukti nyata akan kebenaran ajarannya, bahkan telah diakui oleh para musuh-musuhnya akan kesempurnaan sirohnya, semenjak  sebelum diangkat menjadi Nabi, sholawatullahu wa salamuhu wa barokatuhu ‘alaihi.

9. Mempelajari sejarah Nabi shalallahu ‘alaihi was sallam adalah pintu besar yang mendatangkan kebahagiaan dan ketentraman hati, bahkan kebahagiaan yang hakiki terletak pada sejauh mana ia mendalami sejarah Nabi, dikarenakan tiada kebahagiaan tanpa mengikuti dan istiqomah dengan  petunjuk Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam.

Berkata Ibnul Qoyyim rahimahullahu dalam kitab Zaadul Ma’ad, ”Dan dari sini diketahui bahwa  sangat butuhnya seorang hamba untuk mempelajari siroh dan apa yang dibawa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, serta membenarkan khobar-khobar yang dibawa dan mentaati perintah-perintahnya, dikarenakan tiada jalan keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat kecuali melalui jalannya, -hingga beliau berkata- ”Jika jalan kebahagiyaan hamba baik di dunia dan akhirat bergantung dengan petunjuk Nabi sallallahu alaihi wa sallam, maka wajib bagi seseorang yang mengkehendaki keselamatan hendaknya ia mempelajari sejarah, siroh, petunjuk, perangai Nabi, hingga ia terjauhkan dari perangai jahiliyah dan masuk pada golongan pengikut setia Nabi dan kelompoknya, dan para manusia dalam hal ini antara bersemangat dan kurang bersemangat, bahkan ada pula yang menyia-nyiakan, dan keutamaan hanyalah berada di tangan Allah, yang diberikan kepada para hamba-Nya yang dikehendaki, dan keutamaan Allah sangatlah amat besar”. 

10.  Kehidupan dan perjalanan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam yang harum, merupakan garis kehidupan bagi setiap muslim, yang diharapkan dari sana muncul suatu kebaikan dan kemuliyaan di dunia dan akhirat, dan dengan itu hendaknya ia mendidik anak-anak muslim hingga muncul suatu generasi pilihan, akan tetapi jika ia melenceng dari garis di atas, niscaya mucul kerusakan, sebagaimana dijumpai banyak pemuda-pemudi yang terlena dengan sejarah orang orang bodoh, cerita-cerita tidak bermanfaat hingga terjerumus dalam akidah yang rusak dan kurofat, terpengaruh terhadap akhlaq dan perilaku menyimpang, jauh dari keluhuran dan kemuliyaan, maka alangkah butuhnya para pemuda ini untuk dikembalikan pada sejarah Nabi yang harum dan cemerlang, hingga mampu menyusuri jalan dan jejak orang-orang yang medapat petunjuk, yang telah maraih kebahagiyaan dan kemuliyaan, yang semua itu adalah atas kuasa Allah, dan sebagaimana Allah telah kabarkan bahwa kebahagiaan hanyalah digapai dengan mengikuti petunjuk Nabi-Nya, dan kesesatan dikarenakan menyeleweng dari petunjuk Nabi dan mengikuti hawa, maka bagi mereka yang patuh, tunduk, menyusuri petunjuk Nabinya akan mendapat keberuntungan, kemuliyaan, pertolongan, kecintaan, kehidupan yang membahagiakan di dunia dan akhirat, adapun yang menyimpang maka baginya kesesatan, kehinaan, kebinasaan, kesengsaraan di dunia dan akhirat.

Jika kita melihat para manusia dalam menyusuri siroh Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, keadaan mereka persis seperti yang digambarkan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah, antara berlomba-lomba dan bersemangat untuk mempelajari siroh Nabi, ada yang kurang bersemangat dan kurang tertarik, bahkan ada yang meninggalkannya.

Ringkas kata mereka dalam hal ini, ada yang tidak kenal akan shiroh manusia pilihan yang paling muliya sejagad ini, waktu, umur, dan kehidupannya lewat dengan begitu saja, tidak pernah meluangkan untuk mempelajari sejarah Nabi muliya ini, yang dengan menyusuri jalannya akan mengantarkan kepada ridho Allah, dan dengan ini pula Ibnul Qoyyim memberikan isyarat pada judul bukunya yang bernama Za’dul Ma’aad fi Makrifati Hadyi Khoirul Ibad, yang artinya bekal untuk kehidupan akhirat dalam mengetahui petunjuk manusia yang terbaik yaitu Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, karena pengetahuan terhadap siroh dan sejarah Nabi akan menghasilkan dan membuahkan amal yang menjadi bekal di kehidupan akhirat.

Ada pula golongan manusia yang bersikap berlebih lebihan dan melampaui batas, hingga menjadikan sejarah Nabi sarana pengkultusan, dan bersikap berlebihan yang dilarang agama, serta mengadakan ritual-ritual bid’ah yang tidak ada dalilnya, mengadakan musim-musim tertentu yang dijadikan peringatan dan perayaan untuk membaca qosidah dan pujian dan mengkhususkan membaca siroh pada malam tertentu, bahkan dijumpai mereka menyia-nyiakan dari ibadah sholat lima waktu, sedang ia tidak tertinggal untuk melakukan kegiatan ini.

Dan kelompok ketiga diantara mereka yang terbaik yang tengah tidak berlebih-lebihan juga tidak kaku dan meremehkan, sebagaimana diketahui bersama sebaik-baik perkara adalah yang tengah.

Sepantasnya diketahui, bahwa mempelajari sejarah dan shiroh Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, tidak hanya sebatas membaca buku yang berjudul Sejarah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, akan tetapi buku semisal ini yang ditulis para ahli ilmi merupakan kumpulan dan ringkasan yang disusun agar mempermudah bagi pembacanya, jika sekiranya kita menelaah kitab Shohih Bukhary, Shohih Muslim, Kutubus Sittah dan kitab-kitab hadist secara umum misalnya, ini hakikatnya kita juga mempelajari sejarah dan perangai Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. Demikian juga tatkala kita menelaah buku-buku tafsir seluruhnya, merupakan referensi bagi pembelajaran siroh Nabawiyah, seperti halnya jika seseorang memiliki kompeten dalam Al Qur’an dan Al Hadist secara ilmu, amal dan pengamalan maka sungguh ia dalam suatu kebaikan yang besar dalam pembelajaran shiroh Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. Dan buku-buku tersebut beragam bentuknya, ada yang mengupas secara panjang lebar dan adapula yang singkat yang mengantarkan dalam banyak faidah, yang buku tersebut disusun dimulai dari masa kelahiran Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, masa tumbuhnya, masa diutus, hingga perjalanan hijrah dan semisalnya yang penuh pendidikan dan keberkahan.

Dan hanya kepada Allah Yang Maha Muliya kita memohon taufiq agar diberikan pemahaman dalam siroh Nabi-Nya, dan sunnah-sunnahnya, Ya Allah kami memohon keimanan yang tidak sirna, kemuliyaan yang tidak lenyap, serta memohon agar kami dapat mendampingi Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam di surga yang tinggi kekal abadi.

www.albadr.net   

Jumat, 14 Maret 2014

AQIQOH

Kalimat Aqiqoh biasa dimaknai rambut yang tumbuh pada seorang bayi yang baru lahir, sedang makna syar'i yang dimaKsudkan adalah: "Sesuatu yang disembelih untuk bayi lahir pada hari yang ketuju ketika rambutnya dicukur".

Hukum melakukan ibadah aqiqoh ini adalah sunnah muakkadah, sebagaimana hadist Salman ibnu Amir Ad-Dhobby, ia mendengar Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda, "Seorang bayi bersama aqiqohnya, maka alirkan darah untuknya, hilangkan gangguan baginya". (HR Bukhary).

Hadist Samuroh radhiyallahu 'anhu dari Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda, "Setiap bayi lahir tergadaikan dengan aqiqohnya, disembelihkan untuknya pada hari ketujuh, diberi nama, dan dicukur rambutnya".(HR Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzy, dan An Nasa'i).

Hadist Abdullah ibnu Amrin radhiyallahu 'anhu dari Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda, "Barang siapa yang dikaruniai anak, dan berkehendak untuk menyembelih sembelihan, maka lakukanlah". (HR Abu Dawud, Ahmad dan An Nasa'i).

Waktu melaksanakan ibadah aqiqoh adalah pada hari ketujuh dari hari lahirnya, sebagaimana tercantumkan dalam hadist samuroh, "Disembelihkan untuknya sembelihan pada hari ketujuh, diberi nama dan dicukur rambutnya".

Adapun jumlah sembelihan, maka bagi anak laki-laki disunnahkan menyembelih dua ekor domba, dan bagi anak perempuan seekor domba, sebagaimana diterangkan dalam hadist Ummu Kirzin Al Ka'biyah radhiyallahu 'anha ia mendengar Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda, "Bagi anak lelaki untuknya dua ekor domba yang dirasa cukup, dan bagi anak perempuan seekor domba".(HR Ahmad, Abu Dawud, An Nasa'i).

Perkara sunnah pada hari ketujuh:
¤ Memberikan nama yang baik, Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda, "Sesungguhnya nama yang paling dicintai disisi Allah adalah Abdullah dan Abdurrohman".(HR Muslim).
¤ Mencukur rambut kepala bayi, baik laki laki maupun perempuan, dan bersedekah perak seberat timbangan rambutnya, Nabi صلى الله عليه وسلم berkata kepada Fatimah tatkala melakukan aqiqoh untuk Al Hasan, "Wahai Fatimah, cukurlah rambutnya dan bersedekahlah dengan perak seberat rambutnya". (HR Ahmad, Malik, Tirmidzi dan Al Hakim).
¤ Mentahnik bayi, yaitu melembutkan kurma dengan kunyahan dan dioleskan kebibir bayi agar tertelan bayi tersebut, sebagaimana hadist Abu Musa radhiyallahu 'anhu, "Telah lahir bayi laki-laki milikku, maka aku datang kehadapan Nabi صلى الله عليه وسلم maka diberi nama Ibrohim, dan ditahnik dengan kurma". (HR Bukhary dan Muslim).
Dan hadist 'Aisyah radhiyallahu 'anha, bahwa seorang bayi didatangkan dihadapan Nabi صلى الله عليه وسلم maka ditahnik bayi tersebut".(HR Muslim).
¤ Mengumandangkan adzan sholat ditelingga bayi , sebagaimana hadist Abu Rofi', "Aku melihat Nabi صلى الله عليه وسلم melakukan adzan di telinga Al Hasan ibnu Aly, tatkala dilahirkan Fatimah".(HR Tirmidzy).

DOA TONGGAK KEBAIKAN

Berkata Muthorif ibnu Abdullah ibnus-Syikhir, "Aku mengingat-ingat tentang tonggak dan pondasi segala amal kebaikan, puasa, sholat, dan ada sesuatu yang berada di tangan kuasa Allah سبحانه وتعالى , dan engkau tidak akan sanggup dengan sesuatu yg di tangan Allah kecuali engkau memohonnya dan akan dikabulkan, maka tonggak kebaikan adalah berdo'a".

Doa merupakan asas segala kebaikan, kunci kemuliyaan dan kesuksesan, karena segala sesuatu berada di genggaman Allah سبحانه وتعالى , baik diberikan maupun ditahan, kemuliyaan maupun kehinaan, atau ditinggikan maupun direndahkan. Maka barang siapa diberi taufiq untuk berdoa maka sungguh ia meraih kunci kebaikan.

Berkata Imam Ibnul Qoyyim -rohimahullah- dalam kitab Al-Fawa'id, "Asas dari segala adalah engkau mengetahui bahwa apa yang dikehendaki Allah pasti terjadi, dan apa yang tidak dikehendaki tidak akan pernah terjadi, sehingga engkau merasa yakin bahwa suatu kebaikan adalah karunia dari Allah yang sepantasnya untuk disyukuri dan memohon agar tidak terputus darimu, dan segala keburukan adalah bencana dan hukuman, hingga engkau memohon agar engkau terhindar dan dijauhkan darinya, dan engkau berdoa agar tidak disandarkan kepada kekuatan pribadimu semata dalam mengerjakan kebaikan dan menghindar keburukan, sebagaimana orang yang mengenal Allah telah sepakat bahwa segala sesuatu kebaikan adalah datang dari  taufiq Allah. 

Dan segala keburukan adalah kelemahan yang Allah timpakan kepada hambanya, dan bentuk taufiq adalah tidak disandarkanya amal kepada hamba semata, sedangkan kelemahan adalah apabila Allah lepaskan (tidak diberikan perlindungan) antara dirimu dan jiwamu. Jika engkau sadar bahwa segala kebaikan adalah taufiq, dan ini ada ditangan Allah semata, bukan pada kekuatan fisikmu. 

Maka ketahuilah kunci dari itu semua adalah engkau memanjatkan doa, memohon secara jujur, berharap, kapan saja kunci tersebut diberikan kepada hamba, maka ia berpeluang agar dibukakan untuknya, dan kapan saja ia diharamkan untuk meraih kunci, niscaya pintu-pintu kebaikan niscaya akan tertutup. Hal itu terjadi lantaran ia tidak pandai bersyukur, meremehkan doa dan permohonan, sedang beruntungnya orang yang beruntung adalah semata kehendak Allah dan pertolongan-Nya, dan dikarenakan pandai bersyukur dan rajin meminta dan berdoa."

- Syaik Abdurrozak Al-Badr-

MANHAJ SALAF

Segala puji bagi Allah, kita memuji, memohon perlindungan, memohon ampun, dan  bertaubat kepada-Nya, dan kita berlindung kepada Allah dari segala keburukan jiwa kita dan keburukan amal-amal kita. Sesungguhnya barang siapa yang diberi hidayah Allah, maka tak seorang pun mampu menggelincirkannya, dan barang siapa yang Allah sesatkan maka tak seorangpun mampu memberi hidayah kepadanya. Dan aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang hak melainkan  Allah saja, tiada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah.  Allah berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam.” (QS Al Imron: 102)

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu” (QS An Nisaa: 1)

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan Katakanlah Perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. dan Barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, Maka Sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (QS Al Ahzab: 70-71)

Wa ba’du, sungguh Allah mengutus Nabi-Nya Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam sebagai rahmat bagi semesta alam,  Allah berfirman:                                                                                                                                                              
Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS Al Anbiyaa': 107)

“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu”. (QS Al Baqarah: 143)

Umat Wasathon yaitu pertengahan tidak condong dan melenceng dari kebenaran, tidak ghuluw dan tidak pula kasar, akan tetapi pertengahan dan adil, karena ajaran Islam melarang umatnya dari bersikap Ghuluw dan kasar atau meremehkan, akan tetapi memerintahkan agar bersikap adil dan tengah dalam segala perkara, karena ciri khas dan karateristik agama ini adalah adil, tengah-tengah, tidak dzalim, dan berhukum dengan timbangan yang lurus.

Sesungguhnya sebaik-baik agama yang mampu menerapkan keadilan di muka bumi ini dalam segala bentuk ucapan, amalan, keyakinan, hanyalah agama Islam, dan manhaj Ahlussunnah adalah jalan dan metoda yang menerapkan ajaran Islam secara Kafah yang meneladani Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dan para Kholifah yang mendapat petunjuk. Dikarenakan berpegang erat dengan Kitab dan Sunnah sesuai pemahaman para Salaf, maka merekalah orang-orang yang mendapat peringkat adil dan pertengahan dalam urutan pertama. Walaupun secara umum disandang keseluruhan umat ini, akan tetapi Ahlussunnah berada pada urutan terdepan, hal itu dikarenakan mereka adalah generasi teladan, yang Allah kabarkan mereka adalah sebaik-baik generesi yang dikeluarkan untuk manusia, karena merekalah satu-satunya generasi yang merealisasikan mutabaah terhadap Al Kitab dan As Sunnah. Berbeda dengan selainnya dari firkoh, kelompok dan golongan dari umat ini, tidaklah dari setiap mereka memiliki pelanggaran dan penyelewengan terhadap Al Kitab dan As Sunnah, oleh karenanya Ahlussunnah merupakan umat Wasathon, Tho’ifah Mansyuroh, generasi yang mendapat pertolongan, dan dialah Al Firqotun Najiyah, dan merekalah yang sebagaimana diungkapkan oleh Syaikh Islam Ibnu Taimiyah, ”Mereka adalah umat yang paling baik dan adil diantara manusia, sebagaimana ajaran islam merupakan ajaran yang paling baik diantara ajaran-ajaran yang ada”.

Sebagaimana diketahui bahwa Ahlus Sunnah wal Jama’ah mereka adalah para sahabat Nabi dan orang-orang yang mengikutinya dengan baik serta orang-orang yang senantiasa meniti jalan mereka dengan setia hingga Hari Kiamat, dan mereka tidak dikenal dengan nama ini kecuali setelah muncul perkara-perkara bid’ah dan beragamnya firqoh dan golongan sesat yang masing-masing menyeru kepada kesesatan dan hawa, walaupun secara nyata kelompok sesat tersebut menyandarkan diri kepada ajaran islam. Dari sini sepantasnya ahli haq menampakkan dan membedakan diri dari selainnya diantara kalangan ahli bid’ah dan kelompok menyeleweng dalam aqidah mereka, sehingga penamaan Ahlus Sunnah, Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Al Firqotun Najiyah, At Tho’ifatul Mansyuroh, Ahlul Hadist wal Atsar, adalah penamaan yang syar’i karena diambil dari Nusush Syari’ah.

Akan tetapi tatkala ahlul bid’ah dan kelompok yang menyeleweng menggunakan nama ahlus sunnah, pada kenyataannya mereka bukan berada dalam keyakinan ahlus sunnah, maka dari sini ahlus sunnah diberikan nama Salafiyin, dan dakwah mereka dibangun meniti para salaf, yang hanya membatasi diri dengan mengikuti apa-apa yang ada di dalam Al Kitab dan As Sunnah dengan pemahaman para Salaf Sholih dari kalangan para sahabat dan Tabi’in dan para pengikut Salaf yang konsisten di atas sunnah dan menjauhi segala bentuk bid’ah dan mencegahnya. Sebagaimana kita telah diperintah agar mengikuti para sahabat dan meniti petunjuk mereka sebagaimana telah Allah difirmankan: Dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku.” (QS Luqman: 15)

Berkata Ibnul Qoyyim rahimahullah, ”Dan setiap sahabat(Rasulullah) adalah munib (orang yang kembali kepada Allah) maka wajib untuk diikuti jalannya, sedangkan ucapannya, keyakinannya, merupakan jalan yang terbesar, dan dalil yang menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang yang munib atau kembali kepada Allah adalah bahwa Allah telah memberi hidayah dan petunjuk kepada mereka, Allah berfirman:

“Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya)”. (QS Asy Syuraa: 13)

Allah telah memberikan ridho kepada para sahabat dan kepada orang-orang yang senantiasa mengikuti petunjuk mereka dengan baik, sebagaimana firman-Nya:

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar." (QS At Taubah: 100)

Maka tidak termasuk perkara bid’ah dan baru, jika memberikan nama bagi ahlussunnah wal jama’ah dengan nama Salafiyin, karena kalimat Salafiyin sama dengan kalimat ahlussunnah wal jama’ah, karena keduanya kembali kepada para sahabat, mereka adalah Salafus Sholih bagi umat ini, dan merekalah Ahlussunnah wal Jama’ah, sebagaimana boleh bagi kita mengatakan sunni dalam rangka penisbatan kepada ahlussunnah, maka boleh juga kita katakan Salafiy, dalam rangka penisbatan dan penyandaran kepada para salaf, dan keduanya tidak berbeda.

Tatkala munculnya perpecahan dan perselisihan maka kalimat salaf hanya disandang bagi mereka yang selamat aqidah dan manhajnya sesuai dengan pemahaman Salaf Sholih dari sahabat dan generasi utama, maka penamaan ini yaitu Salaf, sesuai dengan nama syar’i Ahlussunnah wal Jama’ah, dan dakwah kepada ajaran salaf, atau dakwah Salafiyah sesungguhnya adalah dakwah kepada islam yang murni, kepada kebenaran, kepada sunnah yang sempurna, kepada ajaran islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam, yang diajarkan kepada para sahabat yang muliya.

Tidak diragukan lagi bahwa dakwah ini adalah dakwah yang haq, dan penisbatan  ataupun penyandaran kepada dakwah ini adalah hak, sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahullah, ”Dan tidak tercela bagi yang menampakkan madzhab salaf dan bersandar kepadanya, atau menginduk kepadanya, bahkan wajib untuk menerimanya, karena manhaj salaf adalah haq“.

Dan dahulu para imam-imam islam dari ahlussunnah memiliki pengaruh yang besar dalam berdakwah di atas sunnah dan dakwah kembali kepada jalan salaf sesuai manhaj mereka, diantaranya adalam Malik, Syafi’i, Ahmad, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Abi ‘Ashim, Al Ashbah’any, Al ‘Ajurry, dan selainnya, kemudian Ibnu Taimiyah dan muridnya Ibnul Qoyyim, Ibnu Abdul Hadi, Ibnu Katsir, Ad Dhahabi, kemudian Muhammad ibnu Abdul Wahab, dan para imam dakwah setelahnya yang memberikan andil untuk menampakkan dakwah salaf sepanjang masa, yang dibangun akidah dan agamanya diatas kitab Allah dan sunnah Nabinya dan siroh para Salaf Sholih yang senantiasa memadamkan gerakan bid’ah yang menyeleweng dari pondasi ini. Kami berbicara panjang lebar masalah ini dikarenakan  sering mendengar dan melihat adanya orang-orang yang mencela dakwah Salafiyah atau mencela penegak dakwah Salaf dan melontarkan tuduhan hizbiyah atau kelompok sempalan yang tak ubahnya sama dengan kelompok sesat yang muncul di masa kini  dan menyatakan bahwa pimpinan kelompok baru salafiyah adalah Imam Muhammad ibnu Abdul Wahab.

Pada hakikatnya bahwa Imam Muhammad ibnu Abdul Wahab ia adalah seorang da’i dari juru dakwah Salafiyah dan seorang pembaharunya, yang menghidupkan kembali setelah yang sebelumnya nampak redup, dikarenakan banyak dijumpai bid’ah dan kurofat, sehingga mengokohkan kembali menjadi bersih dan murni di jazirah tersebut.

Bahkan sesungguhnya negara yang penuh barokah ini, yaitu daulah Arab Saudi -semoga Allah menjaga para penduduknya- merupakan daulah salafiyah dan dakwahnya adalah dakwah salafiyah, sebagaimana diungkapkan oleh pendirinya malik Abdul Aziz ibnu Abdurrohman Al Su’ud rohimahullah, tatkala dalam pidatonya di musim Haji th 1365 H, ”Sesungguhnya aku adalah seorang salafi dan aqidahku adalah aqidah  salafiyah yang berdiri tegak di atas Al Kitab dan As Sunnah“.

Berkata pula di dalam pidatonya, ”Orang-orang mengatakan kita adalah kelompok Wahabiyah, dan sebenarnya kami adalah Salafiyun yang senantiasa menjaga agama kita secara murni mengikuti kitab Allah dan sunnah Nabi, dan tiada perbedaan antara kita dan kaum muslimin melainkan kita sama sama berpegang dengan Al Kitab dan As Sunnah“. 

Maka daulah Saudi Arabia tegak diatas ajaran Islam yang murni di atas kitab Allah dan sunnah Nabi-Nya, sesuai pemahaman para salaf umat ini, oleh karenanya tergambar dalam kepemimpinannya di atas hikmah dan keadilan, memberikan kelonggaran kepada madzhab-madzhab fiqih yang populer, sebagai halnya para pelajar di negeri ini pada jenjang strata satunya mempelajari fiqih empat mazhab, Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, Ahmad, terlebih pada fakultas syari’ah di Islamic Univercity Madinah, diajarkannya  perbedaan madzab, dan yang diajarkan disana bukanlah perbedaan aqidah, akan tetapi perbedaan di dalam perkara cabang fiqih.

Berkata Malik Abdul Aziz, ”Jalan yang kita tempuh adalah jalannya para salaf sholih, kita tidak mengkafirkan seseorangun kecuali apabila telah divonis kafir oleh Allah dan Rosul-Nya, dan tidak ada madzhab kecuali madzhab salafus-sholih, dan kita tidak fanatik pada salah satu madzhab, dari madzhab-madzhab Abu Hanifah, Malik, Syafi’i dan Ahmad mereka semua adalah imam kami“. Ungkapan raja ini adalah ungkapan yang sangat berharga yang menjabarkan pemahaman yang benar terhadap salafiyah yang mana ini merupakan ajaran islam yang murni.

Di masa sekarang ini banyak dijumpai orang-orang dari kalangan penulis yang condong pada pemikiran barat, politikus yang memusuhi islam, dari pendukung yahudi yang mendunia, mereka  mencela islam secara umum, dan mencela mamlakah Saudi Arabia dan dakwah Salaf secara khusus, melakukan kebohongan, kedustaan dan kedzaliman serta mencoreng nama baik Islam dan Salaf, memutar balikkan kenyataan yang ada.

Walaupun secara nyata bahwa dakwah Salaf merupakan dakwah yang lembut tidak mengkafirkan, membid’ahkan memfasikkan seseorang dengan tanpa dalil, jauh dari perbuatan ghuluw dan keji, akan tetapi dakwah ini dituduh dengan tuduhan yang tidak berdasar, melekatkan sesuatu yang tidak nyata, yang mencoreng keindahannya, merubah hakikat yang ada, membikin lari para pendengarnya, hingga manusia mengambil jarak dengannya, hal ini disebabkan adanya beberapa faktor yang utama diantaranya munculnya jamaah Islamiyah Hizbiyah yang terpengaruh dengan cara fikir kelompok sesat khowarij, yang mungkin sebagian tokoh dan pembesar mereka memiliki kemiripan dan kesamaan dalam sebagian sudut pandangan tertentu dengan manhaj Salaf, bahkan dengan sengaja menamai kelompok mereka dengan nama Salafiyah, walau secara nyata mereka bukanlah Salafiyah, sehingga menjadikannya rancau di mata kebanyakan manusia yang tidak paham betul tentang dakwah Salafiyah, sehingga orang mengira ini adalah kelompok Salafiyah, ataun berpemahaman Wahabi, sebagaimana sering terdengar penamaan ini.

Menghebohkan lagi tatkala terdengar suatu kelompok Hizbiyah dengan menggunakan nama Jama’ah Salafiyah Jihadiyah, bagaimana mungkin mereka menyandang gelar Salafiyah, sedangkan mereka menyelisihinya dalam perkara Aqidah dan Manhaj??  Bagaimana mungkin dikatakan kelompok Jihadi, sedangkan syariat Jihad yang benar dan shohih beserta prasyaratnya tidak terpenuhi dalam kelompok ini??

Sesungguhnya yang menjadi tolak ukur dan neraca adalah kenyataan bukan sekedar lafadz dan penamaan belaka, oleh karenanya marilah kita berhati-hati, agar tidak salah dan tersesat disaat di medan dakwah sekarang ini. Dan wajib bagi kita agar beramal berdasar Tasfiyah (pemurniaan) sehingga membersihkan tuduhan yang sengaja dilontarkan, dan wajib pula kita mentarbiyah (mendidik) generasi ini di atas ajaran islam yang murni yang diambil dari wahyu yang suci dari Al Kitab dan As Sunnah sesuai pemahaman Salaful Ummah, serta menjaga ajaran ini, mengagungkannya sesuai pada porsinya.

Dan sungguh Allah telah memberikan karunia kepada umat ini dengan diutusnya Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyempurnakan agama-Nya, nikmat-nikmat-Nya, dan meridhoi agama Islam sebagai keyakinan dan tidak akan menerima keyakinan lainnya.

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu.” (QS Al Maidah: 3)

Berkata Ibnul-Qoyyim, ”Dan ini dikarenakan jalan yang mengantarkan kepada Allah hanyalah satu, yaitu apa yang dibawa oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam yang telah diutus dan apa yang diwahyukan di dalam Al Kitab, dan tidak akan mengantarkannya kecuali dengan jalan ini, jika sekiranya para manusia datang dengan berbagai jalan yang ditempuh dan aneka ragam pintu niscaya jalan-jalan dan pintu  tersebut tertutup dan terkunci, kecuali hanya satu jalan yang telah Allah gariskan untuk samapai kepada-Nya“. (At Tafsirul Qayyim, hal 14-15)

Dan Allah telah perintahkan tatkala terjadi perselisihan dan perbedaan agar merujuk dan kembali kapada Allah dan Rasul-Nya, yaitu dengan kembali kepada  Kitabullah dan Sunnah Nabi. Allah berfirman:

Kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS An Nisaa: 59)

Dalam firman Allah di atas dinyatakan kalimat, ”tentang sesuatu“ adalah kalimat umum yang mencakup segala perkara baik dalam perkara ushul maupun perkara cabang. Berkata ibnul Qoyyim, ”Jika tidak dijumpai di dalam Al Kitab dan As Sunnah penjelasan hukum tentang apa yang diperselisihkan maka niscaya tidak diperintah untuk merujuk kepada keduanya, dikarenakan sangatlah tidak logis jika Allah memerintahkan agar merujuk kepada keduanya ternyata tidak dijumpai pada keduanya“. Allah berfirman:

“Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama-Nya dan mereka menjadi bergolongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu kepada mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah terserah kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat." (QS Al An'am: 159)

“Dan Barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS  An Nisaa: 115)

Di dalam ayat di atas Allah memberikan ancaman bagi siapa saja yang mengikuti selain jalan kaum mukminin  dengan ancaman kesesatan dan diwajibkan agar mengikuti jalan kaum mukminin dalam memahami syariat Allah, sekiranya keluar dari jalur ini maka ia tersesat. Allah memberikan pujian bagi kaum salaf dari muhajirin dan anshor dalam firman-Nya:

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS At Taubah: 100)

Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam juga menjelaskan bahwa sebaik-baik generasi adalah generasinya, Nabi bersabda, ”Sebaik baik generasi adalah generasiku, kemudian setelahnya, kemudian setelahnya “.

Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan umatnya agar mengikuti sunnahnya dan sunnah para kholifah sepeninggalnya, serta memperingatkan dari menyeleweng darinya, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Hendaknya kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah khulafa’ setelahku, genggam dan berpeganglah dengan erat dan jauhilah perkara baru dalam agama, karena segala pekara baru dalam agama adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat“. (HR Bukhori)

Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam memberikan sifat terhadap kelompok yang akan selamat dalam sabdanya, ”Mereka adalah apa apa yang aku dan para sahabatku hari ini ada padanya. Maka dalil dalil di atas menunjukkan tentang wajibnya mengikuti Al Kitab dan As Sunnah serta mengikuti jalannya kaum mukminin“. Kaum mukminin yang dimana kita diwajibkan agar mengikutinya adalah mereka para sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana telah diterangkan oleh Ibnu Qoyyim, ”Dan setiap sahabat mereka kembali kepada Allah Ta’ala, maka wajib untuk mengikuti jalan mereka, dan perkataan serta keyakinan para sahabat merupakan jalan yang teragung agar diikuti“.

Berkata Ibnu Mas’ud, ” Ikutilah dan jangan membuat jalan baru yang bid’ah, sungguh kalian telah tercukupi“.

Berkata Imam Ahmad, ”Pondasi sunnah yang ada pada kami adalah berpegang teguh serta mengikuti dengan apa yang ada pada para sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan menjahui perkara bid’ah “. Maka wajib bagi seorang muslim agar mengikuti Al kitab dan Assunnah dengan pemahaman salaf sholih . 

Disadur dari:  “Kun Salafiyan ‘alal Jaddah”, DR. Abdussalam As Suhaimi hafidzahullah.

Sabtu, 01 Maret 2014

KUBUR MERUPAKAN AWAL DARI KEHIDUPAN AKHIRAT

Allah Ta'ala berfirman: "Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh (kalimat Toyyibah) di dunia dan di akhirat, dan Allah menyesatkan orang-orang yang dzalim dan Allah berbuat apa yang Dia kehendaki". (QS Ibrohim: 27).

Berkata sahabat muliya Baro' ibnu A'zib radhiyallahu'anhu, "Ayat di atas turun menerangkan tentang Adzab Kubur".

Diriwayatkan dari sahabat Abi Sai'd Al-Hudri'y, bersabda Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, "Orang kafir di dalam kuburnya akan disiksa dengan sembilan puluh sembilan ular, yang akan menggigit dan melilitnya hingga tegak hari kiamat".

Dikisahkan bahwa Sahabat Utsman ibnu Affan radhiyallahu'anhu tatkala disebutkan Surga dan Neraka ia sanggub menahan air mata yang keluar, akan tetapi bilamana disebutkan Alam Kubur, ia terisak menangis tidak sanggup menahan cucuran air matanya, seraya berkata, "Alam Kubur adalah kehidupan akhirat yang pertama, jika ia selamat dari adzab kubur, maka niscaya untuk selanjutnya akan lebih ringan, jika ia tidak selamat di alam kubur, maka setelahnya akan lebih berat lagi".

Berkata Umar ibnu Abdil Aziz, "Wahai fulan, jika sekiranya engkau merenung sebagaimana aku merenung semalam...Renungkanlah alam kubur dan bagaimana keadaan penduduknya...Jika engkau melihat seseorang telah mati dan dikubur, di kuburnya setelah tiga hari kemudian dibongkar kembali niscaya engkau merasa takut untuk berdampingan kembali dengan nya...walau dulunya engkau dekat dengannya...Engkau melihat belatung menempel ditubuhnya, nanah membasahi kafannya, bau bangkai tak sedap mengitari aromanya, kafan telah lusuh menutupi badannya...".

Sesungguhnya orang muliya adalah orang muliya di dalam kuburnya dengan banyak mendulang pahala, dan orang hina adalah yang hina didalam kuburnya lantaran dosa atas perbuatannya.

Berkata sya'ir: "Jika sekiranya kita mati tanpa ada hari perhitungan, maka kematian bisa dikata hari peristirahatan. Akan tetapi tatkala kita mati, kita akan dibangkitkan untuk ditanya dari segala sesuatu yang kita lakukan ".