Jumat, 24 April 2015

ISTIQOMAH

Alhamdulillah, wassholatu wassalamu ala Rosulillah, wa ba'du;  

Telah sah riwayat yang dibawakan oleh sahabat muliya  :

عَنْ أبي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ لَمَّا خَلَقَ اللَّهُ الْجَنَّةَ قَالَ لِجِبْرِيلَ : اذْهَبْ فَانْظُرْ إِلَيْهَا . فَذَهَبَ فَنَظَرَ إِلَيْهَا ثُمَّ جَاءَ فَقَالَ أَيْ رَبِّ وَعِزَّتِكَ لا يَسْمَعُ بِهَا أَحَدٌ إِلا دَخَلَهَا ثُمَّ حَفَّهَا بِالْمَكَارِهِ ثُمَّ قَالَ : يَا جِبْرِيْلُ اذْهَبْ فَانْظُرْ إِلَيْهَا . فَذَهَبَ فَنَظَرَ إِلَيْهَا ثُمَّ جَاءَ فَقَالَ أَيْ رَبِّ وَعِزَّتِكَ لَقَدْ خَشِيتُ أَنْ لا يَدْخُلَهَا أَحَدٌ . قَالَ فَلَمَّا خَلَقَ اللَّهُ النَّارَ قَالَ يَا جِبْرِيْلُ اذْهَبْ فَانْظُرْ إِلَيْهَا فَذَهَبَ فَنَظَرَ إِلَيْهَا ثُمَّ جَاءَ فَقَالَ أَيْ رَبِّ وَعِزَّتِكَ لا يَسْمَعُ بِهَا أَحَدٌ فَيَدْخُلُهَا فَحَفَّهَا بِالشَّهَوَاتِ . ثُمَّ قَالَ يَا جِبْرِيلُ اذْهَبْ فَانْظُرْ إِلَيْهَا . فَذَهَبَ فَنَظَرَ إِلَيْهَا ثُمَّ جَاءَ فَقَالَ أَيْ رَبِّ وَعِزَّتِكَ لَقَدْ خَشِيتُ أَنْ لا يَبْقَى أَحَدٌ إِلا دَخَلَهَا .

Dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah bersabda: "Ketika Allah menciptakan surga, Dia berfirman kepada Jibril: Pergilah, kemudian lihatlah ia. Jibrilpun pergi, lalu melihatnya. Kemudian dia datang lalu berkata: Wahai Tuhan, demi keperkasaan-Mu, tidak satupun mendengarnya, kecuali ingin memasukinya. Namun ia dikelilingi dengan hal-hal yang tidak disukai. Dia berfirman: Wahai Jibril, pergilah lalu lihatlah ia. Jibrilpun pergi, lalu melihatnya. Kemudian dia datang lalu berkata: Wahai Tuhan, demi keperkasaan-Mu, sungguh saya takut tidak akan memasukinya satupun." Beliau bersabda: Ketika Allah menciptakan neraka, Dia berfirman: Wahai Jibril, pergilah lalu lihatlah ia. Jibrilpun pergi, lalu melihatnya. Kemudian dia datang lalu berkata: Wahai Tuhan, demi keperkasaan-Mu, tidak satupun yang mendengar yang akan memasukinya. Namun ia dikelilingi dengan hawa nafsu. Kemudian Dia berfirman: Wahai Jibril, pergilah lalu lihatlah ia. Jibrilpun pergi, lalu melihatnya. Kemudian dia datang lalu berkata: Wahai Tuhan, demi keperkasaan-Mu, sungguh saya takut tidak tersisa satupun kecuali akan memasukinya."(Hadits Qudsy dari kitab Sunan Abu Dawud : 4744)

Sesungguhnya menahan diri dari berbuat keburukan dan kejelekan merupakan suatu amalan yang utama yang menjadi tonggak dan pondasi agama, dan dibawah ini diantara kiat kiat untuk seseorang dapat istiqomah didalam agama, diantaranya : 

1). Mentadaburi Al-Qur'an Al-Karim, sebagaimana firman Allah Ta'ala,  

وَنُنَزِّلُ مِنَ ٱلْقُرْءَانِ مَا هُوَ شِفَآءٌ وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ ۙ وَلَا يَزِيدُ ٱلظَّٰلِمِينَ إِلَّا خَسَارًا 

Artinya : " Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian." (Q.S.17 : Al-Israa : 82)

2). Merasakan kebesaran dan keagungan Allah Ta'ala, dengan mengetahui kandungan nama-nama Allah Ta'ala dan sifat-sifat-Nya, Sebagai firman Allah Ta'ala ,

وَلِلَّهِ ٱلْأَسْمَآءُ ٱلْحُسْنَىٰ فَٱدْعُوهُ بِهَا ۖ وَذَرُوا۟ ٱلَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِىٓ أَسْمَٰٓئِهِۦ ۚ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ 

Artinya : " Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan." (Q.S.7: Al - A'raaf :180)

3). Menuntut ilmu syari’ah, sebagaimana firman Allah Ta'ala,  

وَمِنَ ٱلنَّاسِ وَٱلدَّوَآبِّ وَٱلْأَنْعَٰمِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَٰنُهُۥ كَذَٰلِكَ ۗ إِنَّمَا يَخْشَى ٱللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ ٱلْعُلَمَٰٓؤُا۟ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ 

Artinya : " Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun." (Q.S.35: Fa'thir : 28)

4). Mendatangi majalis dzikir yang mampu untuk meningkatkan iman, sebagaimana dalam hadist sohih, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersbada:

لَا يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُونَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا حَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ 

Tidaklah sekelompok orang duduk berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, kecuali para malaikat mengelilingi mereka, rahmat (Allah) meliputi mereka, ketentraman turun kepada mereka, dan Allah menyebut-nyebut mereka di hadapan (para malaikat) yang ada di sisiNya. ( HR. Muslim ). 

Diriwayatkan dalam hadist sohih, 

أَبِي وَاقِدٍ اللَّيْثِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَمَا هُوَ جَالِسٌ فِي الْمَسْجِدِ وَالنَّاسُ مَعَهُ إِذْ أَقْبَلَ نَفَرٌ ثَلَاثَةٌ فَأَقْبَلَ اثْنَانِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَذَهَبَ وَاحِدٌ قَالَ فَوَقَفَا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَمَّا أَحَدُهُمَا فَرَأَى فُرْجَةً فِي الْحَلْقَةِ فَجَلَسَ فِيهَا وَأَمَّا الْآخَرُ فَجَلَسَ خَلْفَهُمْ وَأَمَّا الثَّالِثُ فَأَدْبَرَ ذَاهِبًا فَلَمَّا فَرَغَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا أُخْبِرُكُمْ عَنِ النَّفَرِ الثَّلَاثَةِ أَمَّا أَحَدُهُمْ فَأَوَى إِلَى اللَّهِ فَآوَاهُ اللَّهُ وَأَمَّا الْآخَرُ فَاسْتَحْيَا فَاسْتَحْيَا اللَّهُ مِنْهُ وَأَمَّا الْآخَرُ فَأَعْرَضَ فَأَعْرَضَ اللَّهُ عَنْهُ 

Dari Abu Waqid Al Laitsi, bahwa ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sedang duduk di dalam masjid, dan orang-orang bersama Beliau; tiba-tiba datanglah tiga orang. Dua orang mendatangi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang satu pergi. Kedua orang tadi berhenti di hadapan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Yang satu melihat celah pada halaqah (lingkaran orang-orang yang duduk), lalu dia duduk padanya. Adapun yang lain, dia duduk di belakang mereka. Adapun yang ketiga, maka dia berpaling pergi. Setelah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam selesai, Beliau bersabda,”Maukah aku beritahukan kepada kamu tentang tiga orang tadi? Adapun salah satu dari mereka, dia mendekat kepada Allah, maka Allah-pun mendekatkannya. Adapun yang lain, dia malu, maka Allah-pun malu kepadanya. Dan Adapun yang lain, dia berpaling, maka Allah-pun berpaling darinya.” (HR Bukhari dan Muslim)

5). Memperbanyak amal sholeh , dan hal ini dilakukan dengan cara bersegera mengerjakan nya, sebagaimana firman Allah Ta'ala,  

۞ وَسَارِعُوٓا۟ إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقين٣

Artinya : " Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa," (Q.S.3: Ali-Imran :133)

Amal-amal saleh juga dapat diraih dengan banyak mengerjakan perkara perkara sunnah, sebagaimana diriwayatkan dalam hadist, dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu,  Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ قَالَ مَنْ عَادَى لِى وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَىَّ عَبْدِى بِشَىْءٍ أَحَبَّ إِلَىَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِى يَتَقَرَّبُ إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِى يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِى يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِى يَبْطُشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِى يَمْشِى بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِى لأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِى لأُعِيذَنَّهُ

“Allah Ta’ala berfirman: Barangsiapa memerangi wali (kekasih)-Ku, maka Aku akan memeranginya. Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan wajib yang Kucintai. Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan memberi petunjuk pada pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, memberi petunjuk pada penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, memberi petunjuk pada tangannya yang ia gunakan untuk memegang, memberi petunjuk pada kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan jika ia memohon perlindungan, pasti Aku akan melindunginya.” ( HR Al-Bukhary )

Amalan saleh tidak mungkin dilaksanakan kecuali dengan perbuatan ijtihad dan bersungguh sungguh, sebagaimana generasi salaf senantiasa berusaha keras dan berjuang untuk mengisi kehidupan mereka, Allah Ta'ala berfirman,  

إِنَّ ٱلْمُتَّقِينَ فِى جَنَّٰتٍ وَعُيُونٍ ﴿١٥﴾
ءَاخِذِينَ مَآ ءَاتَىٰهُمْ رَبُّهُمْ ۚ إِنَّهُمْ كَانُوا۟ قَبْلَ ذَٰلِكَ مُحْسِنِينَ ﴿١٦﴾
كَانُوا۟ قَلِيلًا مِّنَ ٱلَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ ﴿١٧﴾
وَبِٱلْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ ﴿١٨﴾
وَفِىٓ أَمْوَٰلِهِمْ حَقٌّ لِّلسَّآئِلِ وَٱلْمَحْرُومِ ﴿١٩﴾

 Artinya : (15)  Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu berada dalam taman-taman (surga) dan mata air-mata air,"

(16 ) Sambil menerima segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan."
(17 ) Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam."
(18) Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar."
(19) Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian ". (Q.S.51: Adz Dzaariyaat :15 -19)

Diantara kisah para sahabat radhiyallahu anhum ajmaiin yang menunjukkan tentang ijtihad dalam suatu amalan, sebagaimana diriwayatkan dalam hadist shohih bahwa Umar bin Khattab Radhiallahu’anhu berkata:

أمرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم أن نتصدق ، فوافق ذلك مالاً فقلت : اليوم أسبق أبا بكر إن سبقته يوما . قال : فجئت بنصف مالي ، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ما أبقيت لأهلك ؟ قلت : مثله ، وأتى أبو بكر بكل ما عنده فقال : يا أبا بكر ما أبقيت لأهلك ؟ فقال : أبقيت لهم الله ورسوله ! قال عمر قلت : والله لا أسبقه إلى شيء أبدا

“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan kami untuk bersedekah, maka kami pun melaksanakannya. Umar berkata: ‘Semoga hari ini aku bisa mengalahkan Abu Bakar’. Aku pun membawa setengah dari seluruh hartaku. Sampai Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bertanya: ‘Wahai Umar, apa yang kau sisakan untuk keluargamu?’. Kujawab: ‘Semisal dengan ini’. Lalu Abu Bakar datang membawa seluruh hartanya. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam lalu bertanya: ‘Wahai Abu Bakar, apa yang kau sisakan untuk keluargamu?’. Abu Bakar menjawab: ‘Ku tinggalkan bagi mereka, Allah dan Rasul-Nya’. Umar berkata: ‘Demi Allah, aku tidak akan bisa mengalahkan Abu Bakar selamanya’” (HR. Tirmidzi)

6). Melakukan ibadah dengan aneka variasi dan beragam. Imam Muslim meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

: من أصبح منكم اليوم صائما ؟ قال أبو بكر رضي الله عنه : أنا . قال : فمن تبع منكم اليوم جنازة ؟ قال أبو بكر رضي الله عنه : أنا . قال : فمن أطعم منكم اليوم مسكينا ؟ قال أبو بكر رضي الله عنه : أنا . قال : فمن عاد منكم اليوم مريضا ؟ قال أبو بكر رضي الله عنه : أنا . فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ما اجتمعن في امرىء إلا دخل الجنة

“Siapa yang hari ini berpuasa? Abu Bakar menjawab: ‘Saya’”

“Siapa yang hari ini ikut mengantar jenazah? Abu Bakar menjawab: ‘Saya’”

“Siapa yang hari ini memberi makan orang miskin? Abu Bakar menjawab: ‘Saya’”

“Siapa yang hari ini menjenguk orang sakit? Abu Bakar menjawab: ‘Saya’”

“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam lalu bersabda: ‘Tidaklah semua ini dilakukan oleh seseorang kecuali dia akan masuk surga’”

Didalam hadist yang lain diriwayatkan bahwa surga memiliki beberapa pintu dan seseorang akan memasuki pintu tersebut dengan melalui amalan yang istimewa ia kerjakan. 

من أنفق زوجين من شيء من الأشياء في سبيل الله دُعي من أبواب الجنة : يا عبد الله هذا خير ؛ فمن كان من أهل الصلاة دعي من باب الصلاة ، ومن كان من أهل الجهاد دُعي من باب الجهاد ، ومن كان من أهل الصدقة دُعي من باب الصدقة ، ومن كان من أهل الصيام دُعي من باب الصيام وباب الريان . فقال أبو بكر : ما على هذا الذي يدعى من تلك الأبواب من ضرورة ، فهل يُدعى منها كلها أحد يا رسول الله ؟ قال : نعم ، وأرجو أن تكون منهم يا أبا بكر

“Orang memberikan menyumbangkan dua harta di jalan Allah, maka ia akan dipanggil oleh salah satu dari pintu surga: “Wahai hamba Allah, kemarilah untuk menuju kenikmatan”. Jika ia berasal dari golongan orang-orang yang suka mendirikan shalat, ia akan dipanggil dari pintu shalat, yang berasal dari kalangan mujahid, maka akan dipanggil dari pintu jihad, jika ia berasal dari golongan yang gemar bersedekah akan dipanggil dari pintu sedekah” (HR. Al Bukhari – Muslim)

7). Memperbanyak mengingat penghancur kenikmatan. 

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ ». يَعْنِى الْمَوْتَ. فإنه ما ذكره أحد فى ضيق من العيش إلا وسعه عليه ولا فى سَعَةٍ إِلّا ضَيَّقَهُ عَلَيْهِ

“Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Perbanyaklah oleh kalian mengingat pemutus segala kelezatan”, yaitu kematian”. karena tidaklah seseorang mengingatnya saat kehidupannya sempit, maka ia akan membuatnya merasa lapang dan jika seseorang mengingatnya saat kehidupannya lapang, maka ia menyempitkannya (sehingga tidak akan tertipu dengan dunia). (HR. Tirmidzi: 

 8). Bermunajad dan berdoa kepada Allah Ta'ala. Sebagai mana firman Allah Ta'ala,  

وَ قَالَ رَبُّكُمُ ادْعُوْنِيْ اَسْتَجِبْ لَكُمْ، اِنَّ الَّذِيْنَ يَسْتَكْبِرُوْنَ عَنْ عِبَادَتِيْ سَيَدْخُلُوْنَ جَهَنَّمَ دَاخِرِين 

 Artinya : "  Dan Tuhanmu berfirman, "Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombong-kan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". (QS. Al Mukmin : 60)

Allah Ta'ala berfirman, 

اُدْعُوْا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَّ خُفْيَةً، اِنَّه لاَ يُحِبُّ اْلمُعْتَدِيْن  

 Artinya : " Berdo’alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (QS. Al-A’raaf : 55

Allah Ta'ala berfirman, 

وَ اِذَا سَأَلَكَ عِبَادِيْ عَنّيْ فَاِنّيْ قَرِيْبٌ، اُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ اِذَا دَعَانِ، فَلْيَسْتَجِيْبُوْا لِيْ وَ لْيُؤْمِنُوْا بِيْ لَعَلَّهُمْ يَرْصدون 

Artinya : " Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (QS. Al-Baqarah : 186)

Nabi Sallallahu alaihi wa sallam bersabda,  

« ما مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِى الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنُْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا ». قَالُوا إِذاً نُكْثِرُ. قَالَ « اللَّهُ أَكْثَرُ »

 “Tidaklah seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah selama tidak mengandung dosa dan memutuskan silaturahmi (antar kerabat, pen) melainkan Allah akan beri padanya tiga hal: 

[1] Allah akan segera mengabulkan do’anya, 

[2] Allah akan menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan 

[3] Allah akan menghindarkan darinya kejelekan yang semisal.

" Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak berdo’a.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Allah nanti yang memperbanyak mengabulkan do’a-do’a kalian.” (HR. Ahmad )

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

 مَنْ لَمْ يَسْأَلِ اللَّهَ يَغْضَبْ عَلَيْهِ 

Barangsiapa yang tidak meminta pada Allah, maka Allah akan murka padanya.” (HR. Tirmidzi )

Selasa, 14 April 2015

TAFSIR SURAT AL- ASHR

Alhamdulillah, wassholatu wassalamu ala Rosulillah, wa ba'du; 
Imam Asy-Syafii rahimahullah berkata, "   Suatu surat dalam Al-Qur'an sekiranya manusia mentadaburi surat ini (Al-Ashr) niscaya akan mencukupi nya (sebagai nasihat) ".
Disebutkan bahwasanya Amru ibnu Al-Ash tatkala sebelum masuk agama Islam pernah mendatangi musailimah al-Kadzab , maka ia bertanya kepada dirinya, "Apa yang telah diturunkan dari wahyu kepada kawan mu diwaktu sekarang ?, (mengisyaratkan kepada Nabi muhammad Sallallahu alaihi wa sallam, maka dijawab, "  telah diturunkan suatu surat yang amat ringkas",

وَٱلْعَصْرِ ﴿١﴾  إِنَّ ٱلْإِنسَٰنَ لَفِى خُسْرٍ ﴿٢﴾  إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلْحَقِّ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلصَّبْرِ ﴿٣﴾

Artinya: 
1. "Demi masa."
2. "Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,"
3. "kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran." (Q.S.103: Al-Ashr : 3)

Maka musailimah berfikir sejenak, kemudian ia berkata, sungguh baru saja telah diturunkan suatu surat semisalnya kepadaku,
يا وبر يا وبر ، إنما أنت اذنان و صدر ،  و سائرك حفز نقز
Artinya : " Wahai wabar, wahai wabar ( hewan berbulu mirip kucing bertelinga dan dada yang besar) ,
sesungguhnya engkau memiliki dua daun telinga dan dada , dan cara berjalan mu dengan bertolak dan meloncat-loncat ".
Kemudian ia berkata, bagaimana menurutmu wahai Amru ? Maka dijawab, " Demi Allah, sesungguhnya engkau telah mengetahui, bahwa aku tau engkau sedang berdusta ".
Apa yang dilakukan oleh musailimah al-kadzab dari membikin pantun ini dalam rangka menandingi Al-Qur'an Al-Karim dimasa nya, akan tetapi kedustaan nya tidak dapat menarik perhatian para penyembah berhala kecuali hanya melontarkan celaan dan cemoohan bahkan anak kecilpun menertawakan nya.
Diriwayatkan dari Ubaidilah ibnu hisnin berkata, " Dahulu terdapat dua sahabat dari sahabat Nabi Sallallahu alaihi wa sallam apabila berjumpa kemudian hendak berpisah hingga salah satu dari keduanya berwasiat dengan membaca surat Al-Ashr kemudian pergi seraya mengucapkan salam ". ( HR Thobroni )
Surat ini mengandung rangkum ilmu ilmu didalam Al-Qur'an, dimana digambarkan bahwasanya manusia adalah makhluk yang sempurna yang akan menghuni akhirat dengan bekal amalan - amalan yang menghindarkan diri dari kerugian yang nyata.
Penamaan surat ini dengan Al-Ashr yang berarti waktu yaitu waktu asar bagian dari siang hari, merupakan waktu yang Allah Ta'ala menciptakan manusia kemudian dijadikan pertanda waktu ibadah bagi kaum muslimin untuk menunaikan ibadah sholat ashar yang merupakan ibadah sholat yang paling afdal dan utama.
Allah Ta'ala berfirman,
حَٰفِظُوا۟ عَلَى ٱلصَّلَوَٰتِ وَٱلصَّلَوٰةِ ٱلْوُسْطَىٰ وَقُومُوا۟ لِلَّهِ قَٰنِتِينَ
Artinya : " Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa (sholat ashar) , dan berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'." (Q.S.2: Al-Baqarah : 238)
Tatkala kehidupan dunia ini banyak dihiasi dengan kemegahan dan kenikmatan yang membahana dan gemerlap yang menarik perhatian sehingga para manusia terjerumus ke dalam kelalaian, maka menjadi suatu keharusan bahwa manusia akan ditanya dan dimintai pertanggungjawaban kelak diakhirat dan diperlihatkan oleh nya neraka jahim sebagai mana diterangkan dalam surat sebelum nya Al-Taka'tsur , maka tentunya manusia yang hidup di permukaan bumi ini dalam keadaan yang terancam bahaya dan merugi , sehingga Allah Ta'ala bersumpah dengan waktu yang dimana setiap manusia berinteraksi dengan waktu yang menuai perbuatan baik dan buruk, dan kerugian ini mengancam semua jenis manusia laki maupun perempuan, tua maupun muda, besar maupun kecil, dikarenakan kebanyakan mereka lalai, lupa daratan, berlomba lomba menumpuk harta hingga ia masuk liang kubur, ketika diberikan kenikmatan tidak bersyukur, tatkala ditimpakan musibah tidak bersabar, yang kuat menindas yang lemah, yang lemah melakukan kudeta kepada yang kuat, yang sehat tidak menggunakan waktu nya untuk beribadah, yang sakit senantiasa mengumpat dan berkeluh kesah, sebagaimana digambarkan Allah Ta'ala dalam firman Nya ,
إِنَّا عَرَضْنَا ٱلْأَمَانَةَ عَلَى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱلْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا ٱلْإِنسَٰنُ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا
Artinya : " Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh," (Q.S.33: Al - Ahzab : 72)
Tatkala kerugian ini menimpa keumuman manusia, kemudian Allah Ta'ala berikan perkecualian kepada hamba-Nya yang taat yaitu orang orang yang beriman, menegakkan iman didalam hati, lisan dan perbuatan tentang keimanan kepada Allah Ta'ala, yang mencakup peng Esa an Rububiyah, Uluhiyah serta Asma' dan sifat-sifat-Nya , demikian pula keimanan kepada para malaikat - malaikat Nya, kitab-kitab Nya, rasul-rasul-Nya, serta hari akhir yaitu hari kebangkitan dari alam kubur untuk dikumpulkan di padang mashyar yang selanjutnya akan menerima balasan terhadap segala perbuatan nya didunia serta iman kepada takdir dan ketentuan yang telah Allah Ta'ala gariskan kepada setiap makhluk dari takdir baik maupun buruk.
Keimanan yang menancap dalam lubuk hati orang yang beriman ini hendaknya diwujudkan dalam bentuk amalan saleh yang lahir maupun batin, dengan cara menjalankan perintah perintah dan menjauhi larangan Allah dan Rasul-Nya yang telah tercantum didalam Al-Qur'an Al-Karim dan As-Sunnah An-Nabawiyah dengan mengindahkan dua syarat untuk diterima dan terkabulkan amalan tersebut yaitu, ikhlas dan mengikuti tata cara yang telah dicontohkan oleh Nabi Sallallahu alaihi wa sallam.
Dikarenakan suatu amalan jika ia ikhlas dalam berbuat akan tetapi tidak mengindahkan tata cara yang diajarkan oleh Nabi Sallallahu alaihi wa sallam niscaya akan tertolak dan dituliskan sebagai membangkang terhadap ajaran Nabi Sallallahu alaihi wa sallam.
Seorang mukmin yang menghendaki terbebas dari kerugian yang membayangi dirinya hendaknya ia mengisi kehidupan dunia nya dengan amal saleh, mengerjakan sholat berjamaah lima waktu dengan diiringi menunaikan sholat sholat sunnah seperti sholat rowatib yang dilakukan sebelum atau sesudah sholat wajib, mengerjakan sholat malam, melakukan puasa wajib yaitu puasa ramadan yang kemudian diikuti puasa sunnah tujuh hari di bulan syawal, kemudian puasa tiga hari dalam sebulan, puasa hari senin dan kamis, puasa hari A'syuro' , puasa hari Arofah, dan sebagainya.
Demikian pula dalam masalah harta, ia mencari harta dengan cara yang halal, dan menggunakan pula dengan cara yang halal dan diridhoi Allah Ta'ala seperti menunaikan zakat wajib dan sedekah serta menyantuni kaum fakir miskin, anak yatim, para janda, dan semisalnya.
Jika ia memiliki kelebihan harta hendaknya ia menunaikan ibadah wajib haji yang merupakan syiar agama islam dan diiringi ibadah umroh. Demikian pula berbuat baik kepada tetangga, kerabat, menyambung tali silaturrahmi, beramal kebajikan dan menahan segala bentuk keburukan.
Ketika seorang hamba telah sempurna dalam dirinya dan membuahkan kebajikan, hal ini belum dinilai sepenuhnya sempurna hingga ia mengajak orang-orang sekiranya, sebagaimana yang telah dilakukan oleh manusia terbaik yaitu para nabi dan rosul, dikarenakan agama tidak akan tegak kecuali dengan menjalankan amar makruf nahi mungkar.
Dalam menjalankan nasihat menasihati serta amar makruf nahi mungkar diwajibkan untuk mengikuti tata cara Nabi Sallallahu alaihi wa sallam yaitu dengan bijak, santun dan lemah lembut.
Dalam kehidupan sehari-hari, tentu kita menemukan bermacam jenis orang yang memiliki watak berbeda-beda dan tabiat yang beraneka ragam. Ada di antara mereka yang bertabiat kasar, ada yang bertabiat tidak mau tahu, dan ada juga yang bertabiat lemah lembut. Semua ini adalah pemberian Dzat Yang Maha Mengetahui dan Mahabijaksana yang patut kita mengkaji hikmah di dalamnya.
Dengan beragamnya tabiat dan watak itu, kita dituntut oleh agama untuk menjadi yang terbaik dan yang terpuji, menjadi orang yang lemah lembut dalam segala hal. Lemah lembut dalam sikap, tabiat, watak, dalam ucapan, tingkah laku, dan sebagainya.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ رَفِيْقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ وَيُعْطِي عَلَى الرِّفْقِ مَا لاَ يُعْطِي عَلَى الْعُنْفِ وَمَا لاَ يُعْطِي عَلَى مَا سِوَاهُ
Artinya : " Sesungguhnya Allah Maha Lembut serta mencintai kelembutan, dan Allah memberikan kepada sifat lembut yang tidak diberikan pada sifat kasar dan sifat lainnya.” ( HR. Muslim )
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُوْنُ فِيْ شَيْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ نُزِعَ عَنْ شَيْءٍ إِلاَّ شَانَهُ
Artinya : “Sesungguhnya tidaklah kelemahlembutan itu ada pada sesuatu melainkan akan menghiasinya dan tidaklah tercabut dari sesuatu melainkan akan merusaknya.” (HR. Muslim)
Ciri khas pengikut Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah lemah lembut adalah sifat yang terpuji di hadapan Allah Ta'ala dan Rasul-Nya, bahkan di hadapan seluruh manusia.
Fitrah manusia mencintai kelembutan sebagai wujud kasih sayang. Oleh karena itu, Allah Ta'ala mengingatkan Rasul-Nya sallallahu alaihi wa sallam dalam firman Nya,
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلْقَلْبِ لَٱنفَضُّوا۟ مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَٱعْفُ عَنْهُمْ وَٱسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى ٱلْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُتَوَكِّلِينَ
Artinya : " Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya." (Q.S.3: Ali-Imran :159)
Imam As-Sa’di  rahimahullah berkata  dalam tafsirnya , “Dengan rahmat Allah Ta'ala yang diberikan kepadamu dan kepada para sahabatmu, engkau dapat bersikap lemah lembut terhadap mereka, merendah di hadapan mereka, menyayangi mereka, serta lembut akhlakmu terhadap mereka. Sehingga mereka mau berkumpul di sisimu, mencintaimu, dan melaksanakan segala apa yang kamu perintahkan. Jika kamu memiliki akhlak yang jelek dan keras niscaya mereka akan menjauhimu, karena yang demikian itu akan menyebabkan mereka lari dan menjadikan mereka murka terhadap orang yang memiliki akhlak yang jelek tersebut.
Jika akhlak yang baik menyertai seorang pemimpin di dunia maka akan menarik dan memikat orang-orang menuju agama Allah dan akan menjadikan mereka mencintai agama. Bersamaan dengan itu, pemilik akhlak tersebut akan mendapatkan pujian dan pahala yang khusus.
Jika akhlak yang jelek melekat pada seorang pemuka agama, akan menyebabkan orang lain lari dari agama dan akan membenci agama. Bersamaan dengan itu, dia akan mendapatkan cercaan dan dosa yang khusus.
Kalau demikian Allah Ta'ala mengingatkan Rasul-Nya yang ma’shum (terbebas dari dosa-dosa), maka bagaimana lagi dengan selain beliau (dari kalangan manusia)? Bukankah termasuk kewajiban yang paling wajib untuk mengikuti akhlak Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan bergaul bersama manusia sebagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersama mereka dengan kelemahlembutan, akhlak yang baik, kasih sayang, dalam rangka melaksanakan perintah-perintah Allah Ta'ala dan menarik manusia ke dalam agama Allah Ta'ala.
Lemah lembut dalam berdakwah merupakan suatu pondasi dan asas, artinya bahwa dakwah itu dibangun di atas kelemah lembutan meskipun tidak menyisihkan sifat tegas jika memang dibutuhkan. Meletakkan sifat tegas pada tempatnya dan sifat lemah lembut pada tempatnya, inilah yang dimaksud dengan hikmah yang telah difirmankan  Allah Ta'ala,
 
ٱدْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلْحِكْمَةِ وَٱلْمَوْعِظَةِ ٱلْحَسَنَةِ ۖ وَجَٰدِلْهُم بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِٱلْمُهْتَدِينَ
Artinya : " Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk." (Q.S.16: An-Nahl :125)
Tatkala manusia memiliki banyak kekurangan dan keterbatasan ketika menjalankan kebajikan dan melakukan amar makruf nahi mungkar dan  terhalang oleh kendala dan aral melintang yang dilakukan oleh orang bodoh serta musuh-musuh Allah Ta'ala, maka dituntut didalam pungkasan ayat yang pendek ini agar saling wasiat mewasiatkan kepada kesabaran hingga menimbulkan rasa semangat dalam menjalankan kebajikan dan mendakwahkan nya.
Di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, kalimat sabar disebutkan dalam beberapa bentuk lafadz yang mempunyai kandungan makna berbeda-beda, diantaranya adalah :
1. Shabr ( صَبْرٌ ): kesabaran yang dilakukan dengan mudah.
2. Tashabbur ( تَصَبُّرٌ ): kesabaran yang dilakukan dengan upaya dan perjuangan.
3. Ishthibar ( اِصْطِبَارٌ ): puncak dari tashabbur ( تَصَبُّرٌ ). Maksudnya, puncak dari kesabaran yang dilakukan dengan upaya dan perjuangan.
4. Mushabarah ( مُصَابَرَةٌ ): kesabaran yang dilakukan di medan laga saat berhadapan dengan musuh.
Ditinjau dari sisi keterkaitannya dengan Allah Ta'ala, sabar terbagi menjadi tiga :
1. Sabar dengan Allah Ta'ala ( الصبر بالله). Maksudnya, memohon pertolongan kepada Allah Ta'ala dan meyakini bahwa Dia-lah Dzat yang menjadikan seorang hamba bersabar. Betapa pun seseorang mampu bersabar maka semua itu berkat pertolongan dari Allah Ta'ala, bukan kemampuan dirinya semata. Allah Ta'ala berfirman,
وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلَّا بِاللَّهِ
“Bersabarlah (wahai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah.” (QS An-Nahl: 127)
Makna ayat di atas, jika Allah Ta'ala tidak memberikan pertolongan kepadamu untuk bersabar, niscaya engkau tidak akan mampu bersabar.
2. Sabar karena Allah Ta'ala ( الصبر لله). Maksudnya, kesabaran yang dilakukan karena kecintaan kepada Allah Ta'ala, menginginkan wajah-Nya, dan taqarub kepada-Nya. Bukan untuk menonjolkan diri, ingin dipuji orang, dan tujuan buruk lainnya.
3. Sabar bersama Allah Ta'ala ( الصبر مع الله) Artinya, kesabaran seorang hamba bersama syariat Allah Ta'ala dan segala ketentuan hukum-Nya secara berkesinambungan, berteguh diri di atas syariat dan hukum tersebut, berjalan di atasnya, serta menjalankan segala konsekuensinya. Hidupnya selalu dikendalikan oleh syariat dan hukum tersebut, kapan saja dan di mana saja ia berada.
Demikianlah kondisi seseorang yang bersabar bersama Allah Ta'ala. Ia senantiasa menjadikan dirinya berada di atas segala yang diperintahkan oleh Allah Ta'ala dan dicintai-Nya. Kesabaran yang seperti ini adalah jenis kesabaran yang paling berat dan sulit. Itulah kesabaran yang ada pada diri ash-shiddiqin (orangorang yang sangat kuat keyakinannya kepada Allah Ta'ala).
Sabar mencakup tiga perkara :
1) Sabar dalam menjalankan ketaatan terhadap perintah Allah Ta'ala dan Rasul-Nya sallallahu alaihi wa sallam, seperti contohnya tatkala seseorang merasa malas mengerjakan sholat jamaah di masjid, dan ia mengerjakan sholat dirumah nya, maka hendaknya dikatakan kepadanya : wahai saudaraku, sabarkan dirimu untuk mengerjakan sholat berjamaah di masjid, sesungguhnya pahala besar menanti dirimu, setiap langkah akan menghapus dosa-dosamu.
2) Sabar dalam menahan maksiat dan larangan Allah Ta'ala dan Rasul-Nya sallallahu alaihi wa sallam, seperti ketika seseorang mencari penghasilan yang haram misalnya riba, menipu, memalsukan suatu barang, maka dikatakan kepadanya : wahai saudaraku, sabarkan dirimu untuk meninggalkan perbuatan haram tersebut, sesungguhnya tubuhmu tidak pantas untuk diberikan makanan dari hasil yang haram.
3) Sabar dalam menerima takdir dan putusan Allah Ta'ala, seperti seseorang mendapati harta dan rumah nya terkena bencana banjir, atau dirinya terjangkit penyakit yang berbahaya, atau menjumpai salah satu kerabat nya meninggal dunia, maka dikatakan kepadanya : wahai saudaraku, bersabarlah dan jangan menggerutu terhadap takdir Allah Ta'ala, sesungguhnya Allah Ta'ala adalah Dzat Yang Memberi, dan Dzat Yang Maha Mengatur, dan segala sesuatu telah memiliki suratan takdir, maka bagimu hendaknya bersabar dan mengharapkan pahala dari Allah Ta'ala.
Jika dikatakan, manakah dari ketiga bagian ini yang paling terasa berat bagi jiwa manusia?  Maka jawabannya,  bahwa hal itu tidak bisa disamaratakan anta individu dengan individu yang lain, sebagian manusia merasa berat untuk menjalankan ketaatan, dan sebagian lainnya merasa mudah menjalankan ketaatan, akan tetapi ketika dihadapkan kemaksiatan ia akan hanyut bersama arus, dan ada pula orang yang  mampu bersabar menjalankan perintah ketaatan dan bersabar ketika berhadapan dengan maksiat, akan tetapi ia tidak mampu bersabar terhadap ujian dan musibah yang menimpa dirinya, bahkan membawanya kepada kekufuran dan murtad dari agama islam, sebagaimana firman Allah Ta'ala, 
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَعْبُدُ ٱللَّهَ عَلَىٰ حَرْفٍ ۖ فَإِنْ أَصَابَهُۥ خَيْرٌ ٱطْمَأَنَّ بِهِۦ ۖ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ ٱنقَلَبَ عَلَىٰ وَجْهِهِۦ خَسِرَ ٱلدُّنْيَا وَٱلْءَاخِرَةَ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ ٱلْخُسْرَانُ ٱلْمُبِينُ
Artinya : " Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata." (Q.S.22: Al-Hajj : 11)
Khulashoh dari surat ini, bahwa Allah Ta'ala bersumpah dengan masa, dan menyatakan semua manusia akan merugi, dan diberikan perkecualian orang-orang yang memiliki sifat : Iman, beramal saleh, saling memberikan nasihat menuju Jalan kebenaran, dan saling menasihati dalam kesabaran.
Semoga kita tergolong dari hamba-hamba Allah yang beruntung dan dijauhkan dari kerugian dunia dan akhirat, sesungguhnya Allah Ta'ala adalah Dzat Yang Maha Mampu atas segala sesuatu.

Kamis, 09 April 2015

ADIL DAN IHSAN

Alhamdulillah, wassholatu wassalamu ala Rosulillah, wa ba'du;  

Didalam Al-Qur'an Al-Karim banyak dijumpai tentang ayat yang menganjurkan agar seseorang memiliki akhlak yang mulia yang dijadikan sebagai pondasi agama, memerintahkan kebajikan dan melarang melakukan keburukan. 

Allah Ta'ala berfirman, 

۞ إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُ بِٱلْعَدْلِ وَٱلْإِحْسَٰنِ وَإِيتَآئِ ذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ وَٱلْبَغْىِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ ﴿٩٠﴾

 Artinya : " Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran."  (Q.S.16: An-Nahl : 90)

Diriwayatkan dari sahabat Abdullah ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, bahwasanya Utsman ibnu Math'un Al-Jumahy berkata, " Aku masuk dalam ajaran agama islam dikarenakan rasa malu kepada Nabi muhammad Sallallahu alaihi wa sallam, tatkala aku mendengar ayat ini 

۞ إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُ بِٱلْعَدْلِ وَٱلْإِحْسَٰنِ 

Maka menancaplah iman kedalam hatiku, kemudian aku bacakan ayat ini dihadapan Aly ibnu Abi Thalib dan ia terheran-heran, kemudian ia berkata, "Wahai keturunan Alu-Gho'lib, ikuti ayat ini sungguh kalian akan beruntung, Demi Allah, sesungguhnya Allah Ta'ala mengutus Nabi - Nya agar mengajarkan kepada kalian kepada akhlak yang mulia ". ( HR. Ahmad ) 

Diriwayatkan bahwa ayat ini dibacakan dihadapan Al-Walid ibnu Mughiroh, maka ia berkata, " Wahai putera saudara ku, tolong ulangi bacaan tersebut , maka diulangi kembali bacaan ayat tersebut, dan ia berkata kembali, " Demi Allah, sungguh ayat ini terdengar manis, dan ini merupakan bacaan yang indah, memiliki pondasi yang kokoh, membuahkan hasil yang menakjubkan, dan ini bukanlah semata mata ucapan manusia ". ( HR. Al-Hakim) 

Ketika Akstam ibnu Shoify mendengar kemunculan Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam di jazirah arab, maka ia mengutus dua orang utusan untuk menanyakan tentang siapa hakikat dirinya dan apa yang ia lakukan, maka dijawab oleh Nabi Sallallahu alaihi wa sallam, " Aku adalah Muhammad bin Abdullah, dan aku adalah hamba dan utusan Allah, Kemudian membaca ayat  

إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُ بِٱلْعَدْلِ وَٱلْإِحْسَٰان 

dan diulang ulang bacaan ayat ini hingga dihafalkan oleh utusan tersebut, dan dibacakan ayat ini dihadapan Akstam ibnu shoify , maka ia berkata, " Sungguh aku melihat bahwa ia diutus untuk menebarkan akhlak yang mulia dan melarang dari perangai yang tercela, maka dalam perkara ini jadilah kalian pemimpin kebajikan dan jangan menjadi pengekor keburukan ". ( HR. Abi Ya'la Al-Mushily ) 

Didalam ayat yang mulia ini terkumpul perintah fardhu dan nafilah dari akhlak dan adab secara umum dan khusus, tidaklah suatu perangai yang baik kecuali diperintahkan oleh Allah Ta'ala, dan segala akhlak yang tercela kecuali telah dilarang, karena Allah Ta'ala mencintai makarimul Akhlak dan benci terhadap sesuatu yang buruk. 

Sesungguhnya akhlak mulia yang paling utama adalah berbuat adil, yang mencakup adil kepada Allah Ta'ala, adil kepada dirinya pribadi, dan adil kepada para manusia serta makhluk ciptaan Allah Ta'ala. 

Adil adalah lawan dari berbuat melenceng, lawan dari dzalim, lawan dari melampaui batas, dan asal usul kata adil adalah tengah antara berlebih-lebihan dan meremehkan, jika seseorang berlebih-lebihan maka ini adalah perbuatan ghuluw yang tercela dalam agama, dan seseorang yang meremehkan adalah menyia-nyiakan suatu perkara hingga ia meninggalkan nya. 

Berbuat adil antara dirinya dengan Allah Ta'ala adalah mengutamakan hak-hak Allah atas dirinya, mendahulukan ridho Allah atas hawa nafsunya, dengan menjalankan perintah dan meninggalkan segala larangan. 

Berbuat adil kepada diri sendiri adalah menjaga diri dari segala bentuk yang mengakibatkan kebinasaan, mengekang diri dari keserakahan, dan keinginan yang tanpa batas. 

Adil antara dirinya dengan manusia dengan memberikan nasihat dan menjauhi sifat khianat, baik nampak maupun tidak nampak, berbuat inshof kepada mereka, serta menahan dari menimpakan gangguan, keburukan, secara langsung maupun tidak langsung secara terang terangan maupun terselubung. 

Adapun ihsan adalah melakukan suatu tindakan dan perbuatan dengan tekun dan baik, seperti berbuat ihsan dalam ibadah adalah beribadah kepada Allah Ta'ala seakan akan melihat Allah, sekiranya tidak melihat, ia yakin bahwa Allah Ta'ala melihat dirinya dan perbuatannya. 

Maka melakukan suatu ibadah dengan memenuhi segala adab dan tatacara nya dan segala penyempurna nya, dengan merasa diawasi oleh Dzat Yang Maha Agung semenjak memulai ibadah hingga pungkasan ini adalah bentuk dari ihsan. Walaupun Allah Ta'ala Dzat Yang Maha Kaya tidak butuh perbuatan ihsan para makhluk, bahwa perbuatan ihsan semata mata datang dari Allah dengan segala limpahan dan karunia, dimana Allah Ta'ala tidak mendapatkan manfaat dari orang yang taat dan mudhorot dari orang yang maksiat, akan tetapi perbuatan ihsan seorang hamba hanyalah kembali kepada dirinya sendiri. 

Allah Ta'ala berfirman,  

إِنْ أَحْسَنتُمْ أَحْسَنتُمْ لِأَنفُسِكُمْ ۖ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا ۚ  

Artinya : "  Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri ". (Q.S.17: Al-Israa : 7)

Adapun berbuat ihsan kepada makhluk artinya memberikan sesuatu yang terbaik dan yang utama dan mencegah dari berbuat keburukan kepada nya. 

Allah Ta'ala berfirman, 

 وَأَحْسِن كَمَآ أَحْسَنَ ٱللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ ٱلْفَسَادَ فِى ٱلْأَرْضِ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلْمُفْسِدِينَ ﴿٧٧﴾

Artinya : " dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan." (Q.S.28: Al-Qhoshos : 77)

Bahkan kita dituntut untuk berbuat ihsan kepada makhluk hidup lainnya seperti binatang dan sebagainya. 

Nabi Sallallahu alaihi wa sallam bersabda, 

إذا ذبحتم فاحسنوا الذبحة 

Artinya : " Jika kalian menyembelih suatu binatang, maka sembelih lah dengan cara yang baik ". ( HR. Imam Muslim ).

Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda,  

دخلت امرأة النار في هرة 

Artinya : " Seorang wanita masuk ke dalam neraka disebabkan seekor kucing ". ( HR Al-Bukhary )

Nabi Sallallahu alaihi wa sallam bersabda, 

دخلت بغي الجنة في كلب 

Artinya : " Seorang wanita pezina masuk kedalam surga disebabkan seekor anjing ". ( HR Muslim )

Seyogyanya seorang muslim agar senantiasa untuk berbuat ihsan kepada seluruh makhluk ciptaan Allah Ta'ala dan menahan diri dari memberikan gangguan hingga terhindar dari siksa neraka. 

Adapun memberi kepada kaum kerabat yaitu dengan menunaikan hak wajib kepada mereka dengan menyambung tali persaudaraan dan silaturrahmi serta menunaikan dari harta warisan atau nafkah, demikian pula menunaikan hak yang sunnah seperti menjalin hubungan dengan baik, menyambung kekerabatan dengan saling memberikan kelonggaran seperti memberikan hadiah dan semisalnya.  

Allah Ta'ala melarang para hamba dari berbuat fahsya' yaitu sesuatu yang amat dimurkai oleh Allah Ta'ala, seperti halnya seseorang terjerumus kedalam lembah syahwat dan bujukan nafsu semata yang condong kedalam perbuatan hewani. 

Demikian pula melarang dari berbuat mungkar,  yaitu segala perkara yang di ingkari dan dilarang dalam syariat islam atau bahkan sesuatu yang ditolak oleh akal yang fitrah, baik dari ucapan maupun perbuatan .

Serta melarang dari permusuhan yaitu perbuatan aniaya yang melampaui batas yang mengandung kezaliman dengan tanpa hak yang dibenarkan syariat. 

Nabi Sallallahu alaihi wa sallam bersabda, 

ما من ذنب أجدر أن يعجل الله عقوبته في الدنيا مع ما يدخر لصاحبه في الآخرة من البغي و قطيعة الرحم  

Artinya : " Tiada suatu dosa yang pantas Allah Ta'ala percepatan hukuman nya ketika didunia dan tetap akan disiksa kelak hari kiamat dari dosa  permusuhan/aniaya dan memutuskan tali silaturrahmi ". ( HR Abu Dawud )

Semoga Allah Ta'ala memberikan taufiq dan inayah agar dimudahkan dalam menempuh kebajikan dan dihindarkan dari jalan keburukan    انه ولى ذالك قادر عليه. 

Jumat, 03 April 2015

UJIAN

As-Saikh Prof.DR Abdurrozak Al-Badr hafidhohullah Ta'ala. 

Alhamdulillah, wassholatu wassalamu ala ' Rosulillah, wa ba'du;  

Sesungguhnya kehidupan di dunia ini adalah kehidupan yang penuh cobaan dan ujian, tiada manusia yang tinggal di bumi ini kecuali pasti mendapatkan ujian, kemudian ia akan kembali kehadapan Allah Ta'ala , sebagaimana firman Allah Ta'ala, 

وَلِلَّهِ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ لِيَجْزِىَ ٱلَّذِينَ أَسَٰٓـُٔوا۟ بِمَا عَمِلُوا۟ وَيَجْزِىَ ٱلَّذِينَ أَحْسَنُوا۟ بِٱلْحُسْنَى ﴿٣١﴾

Artinya : " hanya kepunyaan Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (surga)."
(Q.S.53 : An-Najm : 31)

Allah Ta'ala berfirman, 

كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ ٱلْمَوْتِ ۗ وَنَبْلُوكُم بِٱلشَّرِّ وَٱلْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ ﴿٣٥﴾

Artinya : " Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan."  (Q.S.21: Al-Anbiya : 35 ) 

Ujian yang Allah Ta'ala turunkan kepada hamba-Nya didunia ini terkadang berupa kesenangan dan kegembiraan dan terkadang dengan keburukan dan petaka, seseorang di uji dengan sehat dan sakit, di uji dengan kekayaan dan kemiskinan, maka setiap mukmin pasti mendapatkan bagian dari cobaan dan ujian, dengan kesenangan dan kesengsaraan, dan semua adalah membawa baik dan kebaikan dalam setiap ujian yang ia terima, sebagaimana telah diriwayatkan dalam musnad Imam Ahmad rahimahullah, dari hadist Anas radhiyallahu anhu, bahwasanya Rosulillah Sallallahu alaihi wa sallam bersabda, "  

 : ((عَجَبًا لِلْمُؤْمِنِ !! لَا يَقْضِي اللَّهُ لَهُ شَيْئًا إِلَّا كَانَ خَيْرًا لَهُ ))؛

Artinya : " Mengherankan perkara orang-orang mukmin, tidaklah Allah Ta'ala memutuskan suatu perkara baginya, kecuali kembali padanya suatu kebajikan ". 

Sabda Nabi Sallallahu alaihi wa sallam, " Suatu perkara baginya " , ini menunjukkan kepada bentuk cobaan yang bisa berbentuk kesenangan dan keburukan, dan apa yang menimpa seorang mukmin semuanya adalah baik bagi dirinya, hal ini dikarenakan bahwasanya seorang mukmin jika ia tertimpa suatu keburukan, musibah, menderita sakit, mengalami kefakiran, dan semisalnya dari sesuatu yang tidak disenangi, ia mampu bersabar, sehingga ia menggapai pahala orang-orang yang sabar, demikian juga tatkala ia diberikan ujian yang berupa sesuatu yang menyenangkan seperti kegembiraan, diberikan kemudahan dalam urusan nya, dilimpahkan kesehatan, kekayaan, ia dapat melalui ujian ini dengan berbuat syukur kepada Allah Ta'ala, sehingga ia tergolong dari para hamba yang mampu bersyukur. 

Sebagaimana telah tetap riwayat dari sahabat Syuhaib ibnu Sinan radhiyallahu anhu, bahwasanya Rosulillah Sallallahu alaihi wa sallam bersabda,  

: (( عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ !! إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ ؛ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ ))

Artinya : " Mengherankan perkara yang menimpa seorang mukmin, sesungguhnya segala urusannya kembali kepada kebaikan, dan hal itu hanya terjadi pada seorang mukmin, sekiranya ia ditimpa suatu kebahagiaan, maka ia bersyukur, maka ini adalah kebaikan untuk nya, dan jika ia ditimpa musibah dan bersabar, maka ini adalah kebaikan untuk nya ". 

 Kandungan dalam hadist ini menunjukkan bahwa orang yang sedang tertimpa musibah dan ia mampu untuk bersabar maka ini merupakan kebaikan untuk dirinya karena ia mendapatkan pahala orang yang bersabar, dan jika ia mendapatkan  ujian yang berupa kesenangan, kelonggaran, keluasan dan bersyukur, maka ia mendapatkan pahala orang yang bersyukur, sehingga ia nenggapai antara pahala sabar dan syukur dalam setiap ujian dan cobaan, sebagaimana dua perkara ini tergabung dalam empat tempat didalam Al-Qur'an Al-Karim, 

  إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍ لِّكُلِّ صَبَّارٍ شَكُورٍ

" Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi semua orang yang sangat sabar lagi banyak bersyukur."
(Q.S.31: Luqman : 31) 

Didalam ayat mulia ini terkumpul dua kemuliaan dan pujian yang keduanya memiliki kedudukan yang tinggi lagi agung, yaitu kedudukan sabar di waktu susah dan kedudukan syukur di waktu gembira. 

Seyogyanya seorang hamba Allah yang mukmin mengetahui bahwa sebagian hamba Allah Ta'ala yang diberikan kenikmatan, kelonggaran, lebih dalam harta, kecukupan dalam rizki, diberikan kesehatan, diberikan karunia keluarga dan keturunan, atau semisalnya dari kenikmatan, hal ini bukanlah pertanda dan dalil bahwasanya Allah Ta'ala ridho kepadanya, dan memberikan kemuliaan pada dirinya, sebagaimana pula ketika Allah Ta'ala menimpakan musibah, mempersempit rizkinya, mengurangi kesehatan dirinya, dan memberikan keterbatasan dalam segala urusannya, bukan pertanda dan dalil bahwa Allah Ta'ala tidak cinta dan meridhai dirinya dan Allah Ta'ala menghinakan dirinya. 

Prasangka buruk yang ada pada sebagian manusia ini telah dijelaskan oleh Allah Ta'ala tentang ketidak benarannya, sebagaimana di firmankan, 

فَأَمَّا ٱلْإِنسَٰنُ إِذَا مَا ٱبْتَلَىٰهُ رَبُّهُۥ فَأَكْرَمَهُۥ وَنَعَّمَهُۥ فَيَقُولُ رَبِّىٓ أَكْرَمَنِ ﴿١٥﴾

وَأَمَّآ إِذَا مَا ٱبْتَلَىٰهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُۥ فَيَقُولُ رَبِّىٓ أَهَٰنَنِ ﴿١٦﴾

Artinya : 15. " Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: "Tuhanku telah memuliakanku".  16. " Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata: "Tuhanku menghinakan ".
(Q.S.89: Al-Fajri :15-16)

Maka Allah Ta'ala sangkal tentang prasangka yang demikian dengan firman Nya,  
كَلَّا ۖ
Artinya : "Sekali-kali tidak (demikian),  yaitu, tidak seperti yang kalian sangkakan, sesungguhnya orang yang Allah Ta'ala berikan kelonggaran harta, kesehatan, keturunan dan semisalnya, bukan merupakan dalil dan pertanda bahwa Allah Ta'ala ridho dan memuliakan orang tersebut, dan sebaliknya, jika Allah Ta'ala memberikan kesempitan harta dan semisalnya bukan menjadi pertanda bahwa Allah Ta'ala menghinakan orang tersebut, keduanya adalah ujian dan cobaan, ini di berikan ujian harta, kesehatan, keturunan, serta aneka karunia dan satunya diberikan ujian fakir, sakit serta beragam keterbatasan. 

Oleh karena itu, para ulama berbeda pendapat tentang kedua kelompok tersebut, mana yang paling afdal dan utama disisi Allah Ta'ala antara orang kaya lagi bersyukur atau orang fakir nan sabar ?

Jawaban yang tepat adalah orang yang paling bertakwa kepada Allah Ta'ala diantara keduanya, sekiranya dalam ketakwaan sama maka keduanya memiliki pahala yang sama, karena salah satunya diberikan ujian kekayaan dan bersyukur, dan satunya di berikan ujian fakir dan sabar, keduanya meraih keberhasilan, keduanya melaksanakan ubudiyah di setiap ujian mereka, keberhasilan pahala syukur dan keberhasilan pahala sabar. 

Kemudian akhir dari semua perjalanan ini adalah :  وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ  ,

Yaitu, semua akan kembali kehadapan Allah Ta'ala. 

Dengan demikian segala bentuk ujian dan cobaan yang ditimpakan kepada para hamba, ia akan menerima balasan dari Allah Ta'ala, balasan baik kepada orang yang berbuat kebajikan, dan siksa kepada orang yang berbuat keburukan, maka sepantasnya kita bertakwa kepada Allah Ta'ala dan kita bermujahadah terhadap diri kita masing-masing dalam mengarungi kehidupan ini, sehingga kita tergolong sebagai hamba-Nya yang beruntung dan selamat dari ujian dan cobaan yang bersifat kesenangan dan kesedihan, dan Allah Ta'ala semata yang memberikan limpahan taufiq dan tiada sekutu bagi-Nya. 




Rabu, 01 April 2015

AKHLAK TERCELA

Alhamdulillah, wassholatu wassalamu ala ' Rosulillah, wa ba'du; 

Al-Qur'an Al-Karim memberikan bimbingan kepada umat islam agar mereka memiliki akhlak yang mulia, membangun masyarakat islami yang berbudi luhur, memberikan tarbiyah sehingga mempunyai adab yang tinggi, memiliki perasan yang peka terhadap sesama, menentramkan hati, menyejukkan pandangan, menjaga lisan, menghormati hak-hak manusia.

Diantara bimbingan islam yang diajarkan dalam Al-Qur'an Al-Karim adalah firman Allah Ta'ala ; 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُونُوا۟ خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَآءٌ مِّن نِّسَآءٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا۟ بِٱلْأَلْقَٰبِ ۖ بِئْسَ ٱلِٱسْمُ ٱلْفُسُوقُ بَعْدَ ٱلْإِيمَٰنِ ۚ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ ﴿١١﴾

Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim."
(Q.S.49: Al-Hujuraat : 11)

Didalam ayat mulia ini terkandung larangan tentang sukhriyah, yaitu memandang rendah orang lain dan mencela, dikarenakan hal ini menunjukkan tentang sifat sombong, sebagaimana yang telah digambarkan oleh Nabi Sallallahu alaihi wa sallam dalam sabdanya,  

 الكبر بطر الحق و غمط الناس 

 Artinya : " Kesombongan adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia ".

Sedangkan arti Al-lamzu atau mencela adalah mengucapkan sesuatu dengan keburukan, dan arti An-Nabzu adalah memanggil dengan gelar-gelar yang mengandung ejekan, dengan menyebutkan sifat sifat yang buruk dan dibenci yang keluar dari batasan syar'i yang berlawanan dengan sifat seorang mukmin. 

Apa yang terjadi diantara adat dan kebiasaan manusia dari sikap dan perbuatan mereka, bukanlah suatu timbangan dan tolak ukur dihadapan Allah Ta'ala, akan tetapi timbangan hakiki adalah takwa serta iman dan amal saleh, Sebagai mana firman Allah Ta'ala, 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ ﴿١٣﴾

Artinya : " Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal."  (Q.S.49: Al-Hujuraat : 1)

Allah Ta'ala berfirman,  

وَمَآ أَمْوَٰلُكُمْ وَلَآ أَوْلَٰدُكُم بِٱلَّتِى تُقَرِّبُكُمْ عِندَنَا زُلْفَىٰٓ إِلَّا مَنْ ءَامَنَ وَعَمِلَ صَٰلِحًا فَأُو۟لَٰٓئِكَ لَهُمْ جَزَآءُ ٱلضِّعْفِ بِمَا عَمِلُوا۟ وَهُمْ فِى ٱلْغُرُفَٰتِ ءَامِنُونَ ﴿٣٧﴾

Artinya : " sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikitpun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal (saleh, mereka itulah yang memperoleh balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang telah mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang tinggi (dalam surga)."  (Q.S.34: Saba' : 37)

Nabi Sallallahu alaihi wa sallam bersabda, 

 لا فضل لعربي على عجمي إلا بالتقوى 

Artinya : " Tiada keutamaan bagi orang arab atas orang ajam (non arab) kecuali  dengan ketakwaan ". 

Nabi Sallallahu alaihi wa sallam bersabda,  

 إ ن الله لا ينظر إلى صوركم و أموالكم ولكن ينظر إلى قلوبكم و أعمالكم   

Artinya : " Sesungguhnya Allah Ta'ala tidak melihat kepada tampilan dan harta kalian, akan tetapi Allah Ta'ala melihat kepada hati dan amal kalian ". 

Disebutkan oleh Imam Al - Qurthuby rahimahullah menerangkan tentang tafsir ayat diatas, " Diriwayatkan dari sahabat Abdullah ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, bahwasanya dahulu dijumpai seseorang yang memiliki telinga yang sakit, dan ia selalu duduk disamping Rosulillah Sallallahu alaihi wa sallam untuk mendengar apa yang disabdakan, maka pada suatu hari ia terlambat datang dan tempat duduk telah dipenuhi oleh para sahabat, maka ia melangkah menuju depan seraya berkata, " berikanlah kelonggaran " , hingga antara ia dan Rosulillah Sallallahu alaihi wa sallam terdapat seseorang yang duduk, dan ia berkata, " berikanlah kelonggaran " , maka orang yang duduk tersebut menjawab, " Jika engkau mendapatkan tempat duduk disitu, maka duduklah " , maka ia marah dan bertanya ," siapa orang ini ? ", maka dikatakan, dia fulan. ...., dia fulan ibnu fulanah ?, kemudian mencela ibunya, maka turun ayat ini

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ ....

Dan diriwayatkan pula bahwa ayat ini turun kepada sekelompok orang yang mencela para sahabat yang miskin seperti Ammar, Khobbab, Bilal, Salman, Salim maula Abi Hudzaifah, dan semisalnya yang terlihat kesederhanaan keadaan mereka.  

Kandungan ayat ini menitikberatkan bagian tarbiyah kepada masyarakat muslim, dan melarang tiga perangai buruk yang diwarisi dari kaum jahiliah, yaitu, merendahkan orang lain, meremehkan, mengurangi harga diri lainnya, baik dengan ucapan, pandangan, dikarenakan kebencian dan perasaan iri. 

Larangan kedua yaitu mencela, baik dengan menyebut kekurangan atau aib, dihadapan secara langsung atau berbicara dibelakang nya. 

Diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwasanya Rosulillah Sallallahu alaihi wa sallam bertanya kepada para sahabat, " Apakah kalian mengetahui perbuatan ghibah ?", para sahabat menjawab, “ Allah dan Rasul-Nya yang lebih tau " . Nabi Sallallahu alaihi wa sallam bersabda, " Menyebutkan kekurangan yang terdapat pada saudaramu ". Sahabat bertanya, bagaimana jika yang disebutkan tersebut benar adanya ? , maka dijawab ," Jika sekiranya yang kalian sebut adalah benar adanya, maka itu adalah ghibah, dan jika yang kalian sebut tidak nyata, maka engkau berdusta atas nama nya ". ( HR. Muslim ). 

Larangan yang ketiga adalah memberikan julukan buruk kepada seorang muslim, seperti memanggil saudaranya muslim dengan ucapan,  Wahai kamu orang fasik,  kamu orang kafir, kamu orang yahudi, perkataan ini adalah haram termasuk dosa besar, terancam dengan sabda Nabi Sallallahu alaihi wa sallam, " Barangsiapa yang mengatakan kepada saudaranya muslim, wahai kamu orang kafir, sungguh ia telah menggantung kekafiran kepada salah satu dari keduanya, jika benar sebagaimana yang ia katakan maka ia selamat, jika tidak, maka akan kembali kepada dirinya sendiri " . ( HR. Al-Bukhary ). 

Diharamkan pula seseorang mencela orang lain yang telah bertaubat dari suatu dosa yang pernah ia lakukan, sebagaimanaterdapat atsar yang berbunyi, " Barangsiapa yang mempermalukan seorang mukmin dari suatu dosa yang ia telah bertaubat dari nya, maka Allah Ta'ala berkuasa untuk menimpakan keburukan tersebut kepada dirinya, dan Allah akan permalukan bagi nya didunia dan akhirat ". ( HR. At-Tirmidzi ). 

  

Sepantasnya setiap muslim hendaknya bertakwa kepada Allah Ta'ala, tidak selayaknya seorang mukmin melakukan perbuatan aniaya, mendzalimi, merendahkan, mencela, menggunjing, mempermalukan, melontarkan julukan yang buruk, bahkan menumpahkan darah terhadap muslim lainnya, dikarenakan seorang muslim dengan muslimin lainnya haram darahnya, hartanya, dan hargadirinya, dikarenakan bisa jadi, orang yang dicela dan dianiaya kedudukannya lebih tinggi dihadapan Allah Ta'ala, dikarenakan ketakwaan, keikhlasan, dan kebersihan hati dan amal nya. 

Semoga kita dijauhkan dari sikap sikap tercela dan diberikan kekuatan dan taufiq untuk melakukan kebaikan, hingga kita selamat dari siksa neraka dan dimasukan kedalam surga yang kekal abadi.