Sabtu, 20 Agustus 2016

KEAGUNGAN DIBALIK PENCIPTAAN MALAIKAT

khutbah jum'at , oleh : DR. KHOLID BIN ALI AL-GHOMIDY 

Makkah, 09 Dzul Qa’dah 1437 H.
12 Agustus 2016 M.

Dalam kesempatan Jum’at kali ini, Syaikh Khalid bin Ali Al Ghamidi menyampaikan khutbah dengan judul “Keagungan di Balik Penciptaan Malaikat”. Dalam khutbahnya, Syaikh Khalid bin Ali Al Ghamidi membahas tentang para malaikat yang mulia lagi baik dan hikmat di balik penciptaan mereka dan peran yang dilakukan mereka, seperti menjaga sistem alam semesta, sistem tata surya, dan langit, mencatat amal perbuatan manusia, dan peran lainnya. Selain itu, khathib juga menjelaskan bahwa beriman kepada malaikat dan tugas yang dilakukannya merupakan salah satu dasar akidah muslim. 

Khutbah Pertama :

إِنَّ الْحَمْدَ ِللهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَيْهِ، وَعَلَى آلِهِ الطَّيِّبِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ، وَصَحَابَتِهِ الْغُرِّ الْمَيَامِيْنِ، وَالتَّابِعِيْنَ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ:

فَاتَّقُوْا اللهَ -عِبَادَ اللهِ-، وَاعْلَمُوْا أَنَّ هَذِهِ الدُّنْيَا فِي حَقِيْقَتِهَا سَفَرٌ إِلَى اللهِ، وَمَرَاحِلُ تُطْوَى إِلَى يَوْمِ الْقَرَارِ وَالْمَعَادِ، وَالسَّعِيْدُ الْمُوَفَّقُ هُوَ الَّذِي جَعَلَ الدُّنْيَا جِسْرًا إِلَى الآخِرَةِ، وَلَمْ يَتَّخِذْهَا وَطَنًا وَقَرَارًا؛ بَلْ هُوَ فِيْهَا كَأَنَّهُ غَرِيْبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ، أَوْ كَأَنَّهُ نَامَ تَحْتَ ظِلِّ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَركَهَا، ﴿يَا قَوْمِ إِنَّمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَإِنَّ الْآخِرَةَ هِيَ دَارُ الْقَرَارِ﴾  [غافر: 39]. 

Sesungguhnya segala puji hanya bagi Allah. Kepada-Nya, kami memuji, meminta pertolongan, dan memohon ampun. Kami berlindung kepada Allah dari keburukan diri dan amal perbuatan kami. Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata tiada sekutu bagi-Nya. Aku juga bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Semoga Allah senantiasa melimpahkan shalawat, salam, dan keberkahan kepada beliau, keluarga beliau, para sahabat, tabiin, dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam kebaikan hingga Hari Kiamat. _Amma ba'd_: 

Para hamba Allah! 
Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa dunia ini pada hakikatnya adalah perjalanan menuju Allah dan fase hidup yang berakhir pada Hari Kiamat. Hamba yang bahagia dan memperoleh taufik adalah yang menjadikan dunia sebagai jembatan menuju akhirat dan tidak menjadikannya sebagai tempat tinggal abadi, bahkan dia hidup dunia ini tak ubahnya orang asing atau pengembara atau pengelana yang sedang tidur di bawah rindangnya pohon lalu berangkat meninggalkannya. _“Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.”_ (Qs. Ghaafir [40]: 39) 

Saudara-saudaraku kaum muslimin!  
Allah  Yang Maha Agung lagi Maha Mulia memiliki tanda kebesaran di semua ciptaan-Nya yang mengindikasikan bahwa Dia Maha Tunggal, Maha Memaksa, Maha Kuasa, Maha Agung, yang sangat baik dalam menciptakan segala sesuatu, dan mengkreasikan ciptaan-Nya. Dengan kemampuan-Nya yang menakjubkan itu, akal manusia tak mampu menalarnya dan imajinasi tak mampu mencapainya.  

Salah satu alam dan makhluk yang memperlihatkan secara gamblang kekuasaan dan keagungan Allah adalah malaiy. Oleh sebab itu, beriman kepada malaikat, mengenali serta mempercayai keberadaan dan tugasnya dijadikan sebagai rukun iman, yang jika seseorang tidak memenuhi hal tersebut, maka Allah  tidak akan menerima amal perbuatannya, baik yang wajib maupun yang sunah. Hal ini sebagaimana ditegaskan Allah  dalam firman-Nya, 

﴿وَمَن يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا﴾ [النساء: ١٣٦]  

_“Barangsiapa kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan Hari Kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.”_ (Qs. An-Nisaa` [4]: 136) 

Membahas tentang malaikat lewat pemaparan dalil-dalil syar’i yang _shahih_ akan meningkatkan dan menguatkan keimanan serta mengokohkan keyakinan dalam hati, hingga seorang hamba merasa senang dengan Tuhannya, dipenuhi dengan pengagungan dan pemuliaan terhadap-Nya, mengetahui batas kelemahan dan ketidakberdayaan dirinya, dan menyadari bahwa ada makhluk Allah  yang lebih agung, lebih mampu, dan kuat. 

Malaikat adalah makhluk mulia yang mengisi alam semesta yang luas ini. Inilah makhluk yang bersih, tulus, dan suci, yang diciptakan Allah  dari cahaya, sebagaimana ditegaskan dalam hadits _shahih_ yang diriwayatkan dalam _Shahih Muslim_. Para malaikat adalah ciptaan Allah yang paling pertama dan paling agung. Allah  memberikan mereka kemampuan yang sangat besar untuk merubah wujudnya dalam berbagai macam bentuk. Allah  juga menciptakan sayap untuk mereka, yang jumlahnya dua, tiga, empat, dan lebih dari itu. Mereka pun tidak makan, tidak minum, dan tidak berkembang biak. Allah  menganugerahkan kekuatan, kemampuan, dan kecepatan menakjubkan kepada mereka agar bisa menunaikan perintah-Nya dengan baik. 

Gambaran tentang para malaikat dalam menjalankan perintah Allah  ditegaskan dalam firman-Nya, 

﴿لَّا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ﴾ [التحريم: ٦]  

_“Mereka tidak mendurhakai Allah atas apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”_ (Qs. At-Tahriim [66]: 6) 

Allah  menciptakan malaikat dengan bentuk yang mengagumkan dan indah. Bahkan, hal ini diakui sendiri oleh fithrah manusia, seperti yang pernah terjadi pada wanita-wanita yang menggambarkan ketampanan Yusuf , mereka berkata, 

﴿مَا هَذَا بَشَرًا إِنْ هَذَا إِلَّا مَلَكٌ كَرِيمٌ﴾ [يوسف: ٣١]  

_“Ini bukanlah manusia. Sesungguhnya ini tak lain adalah malaikat yang mulia.”_ (Qs. Yuusuf [12]: 31)  

Malaikat Jibril  pernah dilihat Nabi  dua kali dalam wujudnya yang asli. Satu kali beliau melihatnya saat menutupi ufuk, dan kali lainnya beliau melihat Jibril  dengan 600 sayap yang menjatuhkan serpihan berlian dan yaqut. 

Allah  mengizinkan Nabi  untuk menceritakan perihal malaikat pembawa Arasy kepada manusia, bahwa kedua kakinya berada di atas permukaan bumi yang paling rendah, sedangkan Arasy berada di atas kepalanya, jarak antara kedua daun telinganya dengan pundaknya sejauh perjalanan selama 700 tahun. Selama membawa Arasy, malaikat tersebut berucap, “Maha Suci Engkau dimana pun Engkau berada. Maha Suci Engkau dimana pun Engkau berada.” 

_Laa ilaaha illallaah!_ Sungguh agung dan besar ciptaan Allah . 

Saudara-saudaraku kaum muslimin! 
Malaikat adalah hamba yang dimuliakan dan juru tulis yang baik. Mereka sangat tekun beribadah kepada Allah , tidak pernah bosan bertasbih serta memuji-Nya, baik siang maupun malam, tidak pernah mendahului Allah dengan ucapan apa pun, serta mereka selalu berhati-hati dan khawatir lantaran takut dan sangat memuliakan Allah . Malaikat yang paling agung dan paling tinggi kedudukannya di sisi Allah adalah: Jibril , yang bertugas menyampaikan wahyu yang menjadi sumber kehidupan hati; Mikail  yang bertugas mengurusi hujan yang menjadi sumber kehidupan bagi bumi dan tubuh; dan Israfil  yang bertugas meniup sangkakala untuk menghidupkan manusia dan membangkitkan mereka dari kubur. 

Sejak diciptakan, malaikat Israfil  menempelkan mulutnya pada sangkakala, membungkukkan tubuhnya, dan membuka pendengarannya sambil menunggu kapan diperintahkan  untuk meniup sangkakala, sebagaimana informasi yang disebutkan dalam hadits. 

Malaikat senantiasa berbaris di hadapan Allah ,  serta merapatkan barisan dengan sempurna dan teratur. Tak sejengkal tempat pun di langit yang tidak diisi oleh malaikat yang bersujud atau berdiri. Tentunya, ini menunjukkan betapa banyak jumlah mereka dan yang mengetahui banyaknya jumlah mereka hanya Allah . Selain itu, malaikat yang memasuki Baitul Ma’mur ketujuh setiap hari berjumlah 70 ribu malaikat, kemudian mereka tidak pernah kembali lagi. Ketika dihadirkan pada Hari Kiamat, neraka Jahannam memiliki 70 ribu kendali dan di setiap kendali tersebut ada malaikat yang menariknya. Jadi, bisa dibayangkan betapa banyak jumlah malaikat?! 

_Laa ilaah illallaah._ Allah Maha Agung!

Saudara-saudaraku kaum muslimin! 
Malaikat-malaikat tersebut dibebani Allah  pekerjaan dan tugas yang beragam di alam semesta yang luas ini. Ada malaikat yang bertugas membawa Arasy Allah, yang lebih besar dari makhluk manapun; ada malaikat yang menjaga dan mengatur sistem alam dan rotasi planet-planet, serta menjaga langit dari syetan yang mencuri informasi; ada malaikat yang bertugas mengatur dan membagikan urusan; ada malaikat yang bertugas mengedarkan awan, menurunkan hujan, dan meniupkan angin; serta ada malaikat rahmat dan malaikat adzab. Itu semua telah dijelaskan Allah  di awal surah Ash-Shaaffaat, Adz-Dzaariyaat, Al Mursalaat, An-Naazi’aat, dan surah-surah lainnya. 

Ada juga malaikat yang dibebani tugas yang berkaitan dengan semua manusia secara umum, dan juga tugas lainnya yang berkaitan dengan orang-orang beriman secara khusus. Merekalah malaikat-malaikat yang telah memandikan jenazah Nabi Adam  dengan air, mengafani dan mengebumikan jasadnya dalam kubur sebagai pelajaran bagi anak keturunannya. Mereka juga malaikat yang melaksanakan tugas pembentukan manusia sesuai perintah Allah . Ketika bayi dalam rahim melewati fase pembentukan dari setetes mani, kemudian segumpal darah, lalu menjadi segumpal daging dalam rentang waktu yang telah ditentukan, Allah  mengirim seorang malaikat kemudian menetapkan bentuk bayi tersebut, memunculkan pendengaran dan penglihatannya, lalu malaikat tersebut bertanya kepada Allah  perihal jenis kelaminnya laki-laki atau perempuan, tentang kehidupannya bahagia atau sengsara, serta tentang rezeki dan ajalnya? Setelah itu malaikat tersebut menulis ketetapan Allah, kemudian ruh pun ditiupkan ke dalam tubuh bayi tersebut, lalu malaikat itu mencatat  semua amal perbuatan manusia itu semasa hidupnya dan mengawasi setiap kata yang terlontar dari mulutnya. 

Allah  berfirman,  

﴿مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ﴾  [ق: ١٨]  

_“Tiada satu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada malaikat pengawas di dekatnya yang selalu hadir.”_ (Qs. Qaaf [50]: 18) 

Allah  juga berfirman, 

﴿وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَافِظِينَ (10) كِرَامًا كَاتِبِينَ (11) يَعْلَمُونَ مَا تَفْعَلُونَ﴾  [الانفطار: ١٠ – ١٢]  

_“Dan sesungguhnya ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu). Mereka juga mengetahui apa yang kamu kerjakan.”_ (Qs. Al Infithaar [82]: 10-12)  

Ada juga malaikat yang bertugas menjaga manusia, muslim maupun kafir, dari takdir yang tidak sepatutnya mengenai dirinya, sebagaimana ditegaskan Allah  dalam firman-Nya,  

﴿لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِّن بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ﴾ [الرعد: ١١]  

_“Manusia memiliki malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya secara bergiliran, di muka dan di belakangnya, untuk menjaganya atas perintah Allah.”_ (Qs. Ar-Ra’d [13]: 11) 

Mujahid  berkata, “Setiap manusia memiliki malaikat yang bertugas menjaga dirinya, saat tidur maupun terjaga, dari gangguan bangsa jin, manusia, dan binatang buas.” 

Saudara-saudaraku kaum muslimin!
Malaikat memiliki hubungan khusus dengan orang-orang beriman dan tidak semua manusia memiliki hubungan ini. Malaikat tersebut senantiasa memohon ampun kepada Allah bagi orang-orang beriman, meminta pertolongan dari-Nya untuk mereka, meminta ampunan dosa bagi penuntut ilmu dan meletakkan sayap-sayapnya untuk menaungi mereka lantaran ridha terhadap kegiatan menuntut ilmu, mendoakan orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia, serta orang-orang yang berada di barisan terdepan. Apabila seorang mukmin berdoa maka malaikat pun mengaminkan dosanya dan berkata, “Engkau pun memperoleh hal yang sama.” 

Apabila Allah  mencintai seorang hamba, maka malaikat Jibril  pun mencintainya, kemudian diikuti oleh semua malaikat, lalu penerimaan dan cinta pun ditebarkan di muka bumi untuk hamba tersebut. Allah  mengirim malaikat-malaikat-Nya kepada hamba yang beriman, untuk menggerakkan hatinya melakukan kebaikan, menemaninya dalam semua keadaannya, membelanya, menguatkan dirinya dengan kebenaran, meluruskan ucapan dan perbuatannya, memunculkan hikmah dalam hatinya, serta mendorongnya melakukan kebaikan dan teguh melaksanakannya. 

Jika hamba tersebut adalah orang munafik dan suka berbuat dosa, maka Allah  mengirim syetan kepadanya untuk menggiringnya berbuat maksiat, memunculkan keraguan dan akidah menyimpang dalam hatinya, menggerakkan hatinya untuk melakukan kejahatan, sebagaimana dijelaskan Nabi , bahwa malaikat membisikkan pikiran baik dalam hati manusia dan syetan membisikkan pikiran buruk dalam hati manusia.  

Ali radhiyallahu anhu berkata, “Dulu, kami pernah membicarakan bahwa malaikat pernah berbicara lewat lisan dan hati Umar .” 

Malaikat juga hadir saat menjelang orang beriman meninggal dunia, untuk menyampaikan kabar gembira berupa surga dan keridhaan yang diperolehnya, serta menguatkan keteguhan dirinya, kemudian mengambil ruhnya dengan mudah dan penuh kasih sayang, lalu dibawa oleh malaikat maut ke langit. Bau yang terpancar dari ruh tersebut adalah bauh harum dan semerbak, lalu pintu-pintu langit pun dibuka untuk ruh tersebut. 

Malaikat pun ikut menyaksikan jenazah orang-orang shalih, seperti yang terjadi pada jenazah Sa’d bin Muadz  yang disaksikan oleh 70 ribu malaikat. Diriwayatkan secara _shahih_ bahwa jenazah Hanzhalah bin Amir  yang meninggal dunia dalam perang Uhud dalam kondisi junub dimandikan oleh malaikat. 

Allah  memiliki malaikat yang ikut menghadiri majelis dzikir dan ilmu di masjid dan di tempat lainnya, menaungi orang-orang yang hadir dalam majelis dzikir dan ilmu dengan sayapnya, sambil mendoakan dan memohon ampun bagi orang yang shalat selama masih berada di tempat shalatnya dan belum berhadats. Ada juga malaikat yang berdiri di pintu-pintu masjid pada Hari Jum’at untuk mencatat nama orang-orang yang datang ke masjid sesuai urutannya, dan ketika khathib telah naik di atas mimbar malaikat pun menutup buku catatannya lalu duduk menyimak khutbah. 

Malaikat juga senang mendengar lantunan ayat Al Qur`an. Ketika mereka mendengar seorang hamba membaca Al Qur`an dengan suara indah, mereka pun turun ke bumi untuk mendengarnya, seperti yang pernah terjadi pada Usaid bin Hudhair . 

Allah  menempatkan seorang malaikat di sisi kepala Nabi  di dalam kubur beliau untuk menyampaikan shalawat dan salam yang dibacakan umatnya dengan berkata, “Fulan bin fulan menyampaikan salam penghormatan kepada Anda.” 

Allah  juga memiliki malaikat yang hilir-mudik setiap shalat Shubuh dan Ashar secara bergantian untuk melaporkan amal perbuatan kepada Allah . 

Ada pula malaikat yang menjaga kota Makkah dan Madinah dari wabah penyakit dan dari Dajjal. Malaikat-malaikat tersebut membentangkan sayapnya di Syam dan mendukung serta meneguhkan hati orang-orang beriman saat berperang melawan musuh-musuh mereka. Terkadang malaikat ikut berperang bersama mereka, seperti yang pernah terjadi di perang Badar, Uhud, Hunain, dan lainnya. Mereka menebarkan rasa takut dan tak berdaya dalam hati orang-orang yang suka berbuat jahat, durhaka, dan zhalim; membinasakan mereka; serta menurunkan hukuman bagi mereka, seperti yang pernah dilakukan malaikat Jibril  kepada mata kaum Luth, kemudian mengangkat tempat tinggal mereka dengan sayapnya, lalu menghantamkannya ke bumi. Tak cukup itu saja, mereka pun dilaknat dan dimurkai Allah , serta _“dihujani batu dari tanah yang terbakar secara bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu. Siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang zhalim.”_ (Qs. Huud [11]: 82-83)  

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنَا بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ الْجَلِيْلَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ؛ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ. 

Semoga Allah memberkahi aku dan Anda dengan Al Qur`an yang agung. Semoga kita semuamemperoleh manfaat dari lantunan ayat dan nasihat yang bijak yang terkandung di dalamnya. Aku cukupkan khutbahku sampai di sini. Aku memohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung lagi Maha Mulia untuk diriku, Anda, dan seluruh kaum muslimin dari semua dosa, maka minta ampunlah kepada-Nya sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

ANTARA AHLI SEDEKAH DAN RENTERNIR

As-Saikh Prof.DR Abdurrozak Al-Badr hafidhohullah Ta'ala. 

Alhamdulillah, was sholaatu was salaamu ala Rosulillah, wa ba'du; 

Dua jenis golongan manusia, yang satu adalah dipenuhi dengan keberkahan bersama masyarakatnya, membawa kebaikan untuk bangsa dan negri nya, dan sedangkan satunya adalah suatu penyakit masyarakat, kejelekan dan kejahatan yang terselubung, mereka yaitu orang-orang ahli sedekah dan  renternir. 

Adapun ahli sedekah, mereka memberikan hartanya dan tidak mengambil ganti dari pemberian nya, dan diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan uluran tangan dari kalangan orang-orang fakir miskin dan lemah, semata-mata mencari pahala disisi Allah Ta'ala.

Allah Ta'ala berfirman : 

إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ ٱللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنكُمْ جَزَآءً وَلَا شُكُورًا ﴿٩﴾

"Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih."
(Q.S. Al - insan :9)

Adapun renternir, maka mereka lawan dari yang pertama, mengambil harta dari orang-orang yang lemah dan membutuhkan, menggunakan kesempatan dibalik kesempitan dan kefakiran, merampas harta mereka tanpa timbal-balik, penuh kezaliman, keserakahan dan melampaui batas. 

Allah Ta'ala didalam Al-Kitab Al-Adhim, telah menerangkan keadaan mereka masing-masing, dan serta balasan dari perbuatan masing-masing, sehingga orang-orang yang dianugerahi taufik dan hidayah dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari nya. 

Allah Ta'ala berfirman : 

يَمْحَقُ ٱللَّهُ ٱلرِّبَوٰا۟ وَيُرْبِى ٱلصَّدَقَٰتِ ۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ ﴿٢٧٦﴾

"Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa." (Q.S. Al-Baqorah :276)

Sesungguhnya harta yang diambil dari riba, sedikit atau banyak merupakan harta yang jauh dari barokah dan ujungnya adalah kemusnahan. 

Dan telah sah riwayat hadist dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, bahwasanya beliau bersabda : 

 مَا أَحَدٌ أَكْثَرَ مِنْ الرِّبَا إِلَّا كَانَ عَاقِبَةُ أَمْرِهِ إِلَى قِلَّةٍ

" Sesungguhnya tidak seorangpun yang memperbanyak harta dari hasil riba, kecuali akibat dari urusan nya adalah kemusnahan ". (HR. Ibnu Majah)

Adapun orang yang bersedekah, maka sesungguhnya ia akan mendapatkan barokah sedekah nya harta yang melimpah dan berlipat ketika didunia dan akhirat, walaupun harta yang disedekahkan tersebut hanya sedikit. 

Allah Ta'ala berfirman : 

مَّثَلُ ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَٰلَهُمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِى كُلِّ سُنۢبُلَةٍ مِّا۟ئَةُ حَبَّةٍ ۗ وَٱللَّهُ يُضَٰعِفُ لِمَن يَشَآءُ ۗ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ ﴿٢٦١﴾

" Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui."
(Q.S. Al-Baqorah :261)

Walaupun harta yang disedekahkan tersebut hanya sebutir kurma, maka sesungguhnya Allah Ta'ala akan memberikan lipatan ganda pada hari kiamat sehingga menjadi sebesar gunung. 

Dan diantara penjelasan yang terdapat dalam Al-Qur'an Al-Karim mengenai keadaan golongan pertama dan golongan kedua adalah firman Allah Ta'ala : 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوا۟ ٱلرِّبَوٰٓا۟ أَضْعَٰفًا مُّضَٰعَفَةً ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ﴿١٣٠﴾  وَٱتَّقُوا۟ ٱلنَّارَ ٱلَّتِىٓ أُعِدَّتْ لِلْكَٰفِرِينَ ﴿١٣١﴾  وَأَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ ﴿١٣٢﴾  ۞ وَسَارِعُوٓا۟ إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا ٱلسَّمَٰوَٰتُ وَٱلْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ ﴿١٣٣﴾  ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلْكَٰظِمِينَ ٱلْغَيْظَ وَٱلْعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِ ۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ ﴿١٣٤﴾

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda] dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan."

"Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir."

"Dan taatilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat."

"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,"

"(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan."

(Q.S Al - Imran : 130-134)

Dalam ayat yang mulia ini, Allah Ta'ala menyebutkan bahwasanya riba lawan dari sedekah, dan orang-orang yang bersedekah berlawanan dengan para renternir, dan diberikan ancaman dengan siksa neraka, dan kemudian disebutkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi sebagai balasan yang disediakan bagi orang-orang senantiasa berinfak baik dalam keadaan lapang atau terbatas, yaitu orang-orang yang rajin berbagi, bersedekah, berinfak, dan berderma. Dan ayat ini menyebutkan balasan masing-masing dari orang-orang yang menjalankan bisnis riba dan balasan orang yang bersedekah. 

Diantara balasan orang-orang yang menjalankan praktik riba, dijelaskan dalam firman Allah Ta'ala : 

ٱلَّذِينَ يَأْكُلُونَ ٱلرِّبَوٰا۟ لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ ٱلَّذِى يَتَخَبَّطُهُ ٱلشَّيْطَٰنُ مِنَ ٱلْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوٓا۟ إِنَّمَا ٱلْبَيْعُ مِثْلُ ٱلرِّبَوٰا۟ ۗ وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلْبَيْعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰا۟ ۚ فَمَن جَآءَهُۥ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِۦ فَٱنتَهَىٰ فَلَهُۥ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُۥٓ إِلَى ٱللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُو۟لَٰٓئِكَ أَصْحَٰبُ ٱلنَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَٰلِدُونَ ﴿٢٧٥﴾

" Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya."
(Q.S. Al-Baqorah :275)

Para Ahli tafsir berkata : " Ini merupakan penjelasan tentang keadaan orang-orang yang menjalankan usaha riba, tatkala mereka bangkit dari kubur mereka, dalam kondisi seperti apa yang digambarkan dalam ayat ini, seperti orang yang mabuk karena kerasukan setan, sehingga ia berdiri sempoyongan terbebani dengan harta-harta riba yang telah memenuhi mulut dan perutnya, sehingga menjadikan dirinya seperti ini. 

Maka sangat berbeda sekali antara keadaan seperti ini dengan orang yang digambarkan oleh Nabi Sallallahu alaihi wa sallam dalam sabdanya : 

 (كُلُّ امْرِئٍ فِي ظِلِّ صَدَقَتِهِ حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ النَّاسِ)

" Setiap manusia berada dalam naungan sedekah nya sehingga urusan kepada para manusia telah diselesaikan nya ". ( HR. Ahmad ) 

Golongan pertama mereka bangkit dalam keadaan sempoyongan seakan kerasukan setan, dan golongan kedua orang yang bersedekah bangkit dalam keadaan diberikan naungan sedekah nya hingga urusan para manusia diputuskan dihadapan Allah Ta'ala. 

 Diantara keadaan orang-orang yang yang melakukan transaksi riba, sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Shahabat Samurah bin Jundub radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : 

رَأَيْتُ اللَّيْلَةَ رَجُلَيْنِ أَتَيَانِي فَأَخْرَجَانِي إِلَى أَرْضٍ مُقَدَّسَةٍ فَانْطَلَقْنَا حَتَّى أَتَيْنَا عَلَى نَهَرٍ مِنْ دَمٍ فِيهِ رَجُلٌ قَائِمٌ وَعَلَى وَسَطِ النَّهَرِ رَجُلٌ بَيْنَ يَدَيْهِ حِجَارَةٌ فَأَقْبَلَ الرَّجُلُ الَّذِي فِي النَّهَرِ فَإِذَا أَرَادَ الرَّجُلُ أَنْ يَخْرُجَ رَمَى الرَّجُلُ بِحَجَرٍ فِي فِيهِ فَرَدَّهُ حَيْثُ كَانَ فَجَعَلَ كُلَّمَا جَاءَ لِيَخْرُجَ رَمَى فِي فِيهِ بِحَجَرٍ فَيَرْجِعُ كَمَا كَانَ فَقُلْتُ مَا هَذَا ؟ فَقَالَ: الَّذِي رَأَيْتَهُ فِي النَّهَرِ آكِلُ الرِّبَا

“Tadi malam aku melihat (bermimpi) ada dua orang laki-laki mendatangiku. Lalu keduanya mengajakku keluar menuju tanah yang disucikan. Kemudian kami berangkat hingga tiba di sungai darah. Di dalamnya ada seorang lelaki yang sedang berdiri, dan di bagian tengah sungai tersebut ada seorang lelaki yang di tangannya terdapat batu-batuan. Kemudian beranjaklah lelaki yang berada di dalam sungai tersebut. Setiap kali lelaki itu hendak keluar dari dalam sungai, lelaki yang berada di bagian tengah sungai tersebut melemparnya dengan batu pada bagian mulutnya sehingga si lelaki itu pun tertolak kembali ke tempatnya semula. Setiap kali ia hendak keluar, ia dilempari dengan batu pada mulutnya hingga kembali pada posisi semula. Aku (Rasulullah) pun bertanya: ‘Siapa orang ini (ada apa dengannya)?’ Dikatakan kepada beliau: ‘Orang yang engkau lihat di sungai darah tersebut adalah pemakan riba’.” ( HR. Al-Bukhari ) 

Dan ini merupakan hukuman yang diberikan kepada orang yang melakukan riba setelah kematiannya, dan sungguh sangat berbeda dengan orang-orang yang bersedekah, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Ta'ala, yang mereka mendapatkan pahala besar dan ganjaran yang melimpah didunia dan akhirat. 

Orang-orang yang ber transaksi riba memiliki kesamaan dengan orang-orang Yahudi, sebagaimana firman Allah Ta'ala : 

وَأَخْذِهِمُ ٱلرِّبَوٰا۟ وَقَدْ نُهُوا۟ عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَٰلَ ٱلنَّاسِ بِٱلْبَٰطِلِ ۚ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَٰفِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا ﴿١٦١﴾

"Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih." (Q.S. An-Nisaa :161)

Demikian juga dalam masalah ini memiliki penyerupaan dengan orang-orang musyrik, sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi Sallallahu alaihi wa sallam dalam haji wada' yang telah membatalkan riba jahiliah : 

(إِنَّ كُلَّ رِبًا مِنْ رِبَا الْجَاهِلِيَّةِ مَوْضُوعٌ)

" Sesungguhnya segala bentuk riba jahiliah tercampakkan ". ( HR. Al-Bukhari ) 

Agama islam datang untuk membatalkan riba dan memberikan ancaman dari nya, maka barangsiapa yang diberikan taufik untuk menghindari dan meninggalkan nya, sungguh Allah Ta'ala telah menganugrahkan keselamatan baginya, dan adapun orang-orang yang terjerumus dalam praktik riba dan tergelincir, sungguh ia telah menyerupai dengan orang-orang Yahudi dan musyrikin, padahal Nabi Sallallahu alaihi wa sallam telah memberikan peringatan dan ancaman dalam sabda beliau : 

 (لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَدَخَلْتُمُوهُ)

" Sungguh, kalian akan mengikuti jalan-jalan orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, sehingga sekalipun mereka masuk lobang dhob, niscaya kalian akan mengikuti nya ". 

Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah, hakikat nya Allah Ta'ala memakmurkan hati orang tersebut sehingga hati nya penuh dengan rasa kasih sayang terhadap orang yang lemah dan fakir, ketika menjumpai suatu hajat atau kebutuhan atau keadaan genting atau membutuhkan santunan, hatinya tergerak untuk menyalurkan hartanya di jalan Allah Ta'ala, demi mengharapkan pahala dan ganjaran Allah Ta'ala.

Berbeda dengan para renternir, tatkala melihat saudara mendapatkan kesusahan, maka dengan rasa tamak nya ia meminjamkan sekelumit harta, dengan niat dan syarat untuk mendapatkan imbalan yang berlipat ganda, terlebih lagi ketika semakin panjang jangka waktu nya, maka semakin menjerat, tanpa melihat belas kasihan, karena rasa iba telah tercabut dari dalam hati nya. 

Nabi Sallallahu alaihi wa sallam bersabda : 

 (لاَ يَرْحَمُ اللَّهُ مَنْ لاَ يَرْحَمُ النَّاسَ)

" Allah Ta'ala tidak akan belas kasih terhadap orang-orang yang tidak berbelas kasih terhadap sesama nya ".

Dan disebutkan pula dalam hadist, bahwasannya orang yang sengsara mereka adalah orang-orang yang tercabut didalam hatinya rasa belas kasih, dan hal ini berbeda dengan orang-orang yang bersedekah, dalam kondisi seperti ini, mereka memiliki rasa kasih sayang terhadap sesama, sehingga tertarik untuk saling berbagi dan mengulurkan tangan. 

Adapun harta yang dihasilkan dari riba, merupakan harta yang tidak memiliki barokah dan kebaikan sama sekali, adapun harta sedekah, walaupun sedikit, akan tetapi menjadi berlipat ganda, ber pahala, langgeng, penuh barokah, di dunia dan akhirat. 

Jika kita merenungkan, para renternir didalam masyarakatnya, niscaya ia akan dibenci dan tidak disukai oleh para masyarakatnya, dikarenakan sifat yang tidak terpuji, tamak, dan rakus yang dimiliki nya, sehingga di Cibir, dibenci, dipojokkan oleh banyak manusia, dan hal ini berbeda keadaannya dengan orang-orang yang ringan tangan dan berbagai dengan sesama, sesungguhnya orang yang demikian di cintai oleh Allah Ta'ala dan disenangi oleh para manusia. 

  

Adapun orang yang menjalankan riba, ia mendapatkan doa yang tidak baik, lantaran kezaliman yang ia lakukan dan menggunakan kesempatan dari seseorang dikala mendapatkan kesusahan dan kesempitan, adapun orang yang bersedekah, ia senantiasa mendapatkan sanjungan dan doa kebaikan dan keberkahan atas perbuatan baiknya dan kedermawanan nya. 

Dan telah sah riwayat dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, bahwasanya seorang hamba tatkala dibangkitkan pada hari kiamat dihadapan Allah Ta'ala, akan ditanya tentang hartanya, dari mana ia dapatkan ? dan untuk apa ia pergunakan ? 

Nabi Sallallahu alaihi wa sallam bersabda : 

(لا تَزُولُ قَدِمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أَرْبَعِ) وذكر منها «عَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ؟» .

" Tidaklah bergeser kaki seorang hamba ketika hari kiamat hingga ia akan ditanya tentang empat perkara. ....

Dan disebutkan diantara : " Dan hartanya, dari mana ia memperoleh dan untuk apa ia gunakan. .....? ".

Ketahuilah, alangkah baik dan mulianya keadaan seseorang, ketika bangkit dihadapan Allah Ta'ala Yang Maha Agung, dan ia ditanya tentang hartanya, kemudian ia menjawab, bahwasanya hartanya diperoleh dari cara yang mubah dan halal, dan digunakan untuk perkara yang halal dan kebaikan serta berbuat ihsan kepada sesama. 

Dan alangkah buruknya keadaan seseorang yang bergelimang dengan harta riba, tatkala dibangkitkan dihadapan Allah Ta'ala, dan ditanyakan tentang hartanya, padahal ia memperoleh dari hasil riba dan berbagi cara yang haram, dan digunakan untuk perkara yang haram dan yang mendatangkan murka Allah Ta'ala. 

والمقام لا يسع ذكر أكثر من هذا ، وفيما ذُكر عظة وعبرة لمن وفقه الله تبارك وتعالى للاتعاظ والاعتبار ، والله وحده الموفق لا شريك له.

Dan kesempatan kita di sini terbatas, tidak dapat membahas dengan panjang dan lebar, dan apa yang telah kita sampaikan disana terdapat pelajaran dan peringatan bagi orang-orang yang diberikan taufiq oleh Allah Ta'ala, dan hanya milik Allah Ta'ala petunjuk jalan yang lurus dan tiada sekutu bagi-Nya. 





Jumat, 12 Agustus 2016

IBADAH

Alhamdulillah, wassholatu wassalamu ala Rosulillah, wa ba'du :

Allah Ta'ala berfirman :

وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ ﴿٥٦﴾

" Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku." (Q.S. Ad-Dzaariyaat :56)

Ibadah adalah segala sesuatu yang mencakup semua aktivitas yang dicintai dan diridhoi oleh Allah Ta'ala baik berupa perkataan, perbuatan yang nampak secara dzahir dan batin yang tersembunyi.

Amalan dzahir seperti mengucapkan dua kalimat syahadat, menegakkan shalat, menunaikan zakat, berpuasa, berhaji, berjihad di jalan Allah Ta'ala, menegakkan amar makruf nahi mungkar, bersedekah, berdoa, berdzikir, membaca Al-Qur'an, berdakwah dan sebagainya.

Adapun amalan batin seperti iman kepada Allah Ta'ala, malaikat-malaikat, kitab-kitab, para rasul, iman kepada hari akhir, kepada takdir, rasa khosyah, khouf, inabah, mahabah, roja ' atau berharap, yakin, tawakal, ridho dan sebagainya.

Beribadah kepada Allah merupakan puncak tujuan yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, yang merupakan tujuan penciptaan alam semesta.

Dakwah ini diserukan oleh seluruh rasul yang diutus, sebagaimana ucapan Nabi Nuh, Nabi Huud, Nabi Sholeh, Nabi Syu’aib  alaihimussalam kepada kaum mereka.

Allah Ta'ala berfirman :

لَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَىٰ قَوْمِهِۦ فَقَالَ يَٰقَوْمِ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُۥٓ إِنِّىٓ أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ ﴿٥٩﴾

" Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata: "Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya". Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat)." (Q.S. Al-A'raaf :59)

Allah Ta'ala berfirman :

۞ وَإِلَىٰ عَادٍ أَخَاهُمْ هُودًا ۗ قَالَ يَٰقَوْمِ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُۥٓ ۚ أَفَلَا تَتَّقُونَ ﴿٦٥﴾

" Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum 'Aad saudara mereka, Hud. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain dari-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?" (Q.S. Al-A'raaf :65)

Allah Ta'ala berfirman :

وَإِلَىٰ ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَٰلِحًا ۗ قَالَ يَٰقَوْمِ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُۥ ۖ قَدْ جَآءَتْكُم بَيِّنَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ ۖ هَٰذِهِۦ نَاقَةُ ٱللَّهِ لَكُمْ ءَايَةً ۖ فَذَرُوهَا تَأْكُلْ فِىٓ أَرْضِ ٱللَّهِ ۖ وَلَا تَمَسُّوهَا بِسُوٓءٍ فَيَأْخُذَكُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ ﴿٧٣﴾

" Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka Sholeh. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang bukti yang nyata kepadamu dari Tuhanmu. Unta betina Allah ini menjadi tanda bagimu, maka biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya dengan gangguan apapun, (yang karenanya) kamu akan ditimpa siksaan yang pedih". (Q.S. Al-A'raaf :73)

Allah Ta'ala berfirman :

وَإِلَىٰ مَدْيَنَ أَخَاهُمْ شُعَيْبًا ۗ قَالَ يَٰقَوْمِ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُۥ ۖ قَدْ جَآءَتْكُم بَيِّنَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ ۖ فَأَوْفُوا۟ ٱلْكَيْلَ وَٱلْمِيزَانَ وَلَا تَبْخَسُوا۟ ٱلنَّاسَ أَشْيَآءَهُمْ وَلَا تُفْسِدُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَٰحِهَا ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ ﴿٨٥﴾

" Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan saudara mereka, Syu'aib. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman". (Q.S. Al-A'raaf : 85)

Allah Ta'ala berfirman :

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِى كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولًا أَنِ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ وَٱجْتَنِبُوا۟ ٱلطَّٰغُوتَ ۖ فَمِنْهُم مَّنْ هَدَى ٱللَّهُ وَمِنْهُم مَّنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ ٱلضَّلَٰلَةُ ۚ فَسِيرُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ فَٱنظُرُوا۟ كَيْفَ كَانَ عَٰقِبَةُ ٱلْمُكَذِّبِينَ ﴿٣٦﴾

" Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)." (Q.S. An-Nahl :36)

Allah Ta'ala berfirman :

وَمَآ أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِىٓ إِلَيْهِ أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنَا۠ فَٱعْبُدُونِ ﴿٢٥﴾

" Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku". (Q.S. Al-Anbiya :25)

Ibadah terdiri dari ibadah yang wajib dan ibadah yang sunnah.

عَنْ أَبِـيْ عَبْدِِ اللهِ جَابِِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ اْلأ َنْصَارِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَـا أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : أَرَأَيْتَ إِذَا صَلَّيْتُ الصَّلَوَاتِ الْـمُكْتُوْبَاتِ ، وَصُمْتُ رَمَضَانَ ، وَأَحْلَلْتُ الْـحَلاَلَ ، وَحَرَّمْتُ الْـحَرَامَ ، وَلَـمْ أَزِدْ عَلَـى ذَلِكَ شَيْئًا ، أَأَدْخُلُ الْـجَنَّةَ ؟ قَالَ : « نَعَمْ». قَالَ : وَاللهِ ، لاَ أَزِيْدُ عَلَى ذَلِكَ شَيْئًا

Dari Abu ‘Abdillâh Jâbir bin ‘Abdillâh al-Anshâri Radhiyallahu anhuma bahwa ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu ia berkata, “Bagaimana pendapat Anda jika aku melakukan shalat fardhu, berpuasa Ramadhan, menghalalkan yang halal, mengharamkan yang haram, dan aku tidak menambah sedikit pun akan hal itu, apakah aku akan masuk surga?” Beliau menjawab, “Ya.” Laki-laki itu berkata, “Demi Allah Azza wa Jalla , aku tidak akan menambah sedikit pun atas yang demikian itu.” ( HR. Muslim )

Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata :

أَتَى أَعْرَابِيٌّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم، فَقَالَ: دُلَّني عَلَى عَمَلٍ إِذَا عَمِلْتُهُ دَخَلْتُ الْجَنَّةَ. قَالَ: تَعْبُدُ اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا، وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ الْمَكْتُوبَةَ، وتُؤدِّي الزَّكَاةَ الْمَفْرُوضَةَ، وَتَصُومُ رَمَضَانَ. قَالَ: وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَا أَزِيدُ عَلَى هَذا شَيْئًا وَلَا أنْقُصُ مِنْهُ. فَلَمَّا وَلَّى، قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: مَنْ سَرَّه أَنْ يَنْظُرَ إِلَى رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَلْيَنْظُرْ إِلَى هَذَا

“Seorang Arab badui pernah datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Tunjukkanlah kepadaku amalan yang jika aku kerjakan, maka aku akan masuk surga.” Beliau bersabda, “Kamu beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu, mendirikan shalat yang wajib, menunaikan zakat yang wajib, dan berpuasa di bulan Ramadhan.” Ia (orang Arab badui) berkata, “Demi Allah yang jiwaku di Tangan-Nya, aku tidak menambah sedikit pun dan tidak mengurangi.” Ketika orang itu telah pergi, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang ingin melihat salah seorang penghuni surga, maka lihatlah orang ini ". (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمُ الصَّلاَةُ قَالَ: يَقُوْلُ رَبُّنَا عَزَّ وَجَلَّ لِمَلاَئِكَتِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ: اُنْظُرُوا فِي صَلاَةِ عَبْدِيْ أَتَمَّهَا أَمْ نَقَصَهَا فَإِنْ كَانَتْ تَامَّةً كُتِبَتْ لَهُ تَامَّةً، وَإِنْ كَانْ انْتَقَصَ مِنْهَا شَيْئاً قَالَ: انْظُرُوْا هَلْ لِعَبْدِيْ مِنْ تَطَوُّعٍ، فَإِنْ كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ قَالَ: أَتِمُّوْا لِعَبْدِيْ فَرِيْضَتَهُ مِنْ تَطَوُّعِهِ ثُمَّ تُؤْخَذُ اْلأَعْمَالُ عَلَى ذَلِكُمْ

“Sesungguhnya amalan yang pertama kali dihisab pada hari kiamat adalah shalat. Allah Azza wa Jalla akan berfirman kepada para malaikat-Nya sedangkan Dia lebih mengetahui, “Lihatlah shalat hamba-Ku, apakah dia menyempurnakannya atau menguranginya?” Jika ternyata sempurna, maka dicatat sempurna. Namun jika kurang, Allah berfirman, “Lihatlah! Apakah hamba-Ku memiliki ibadah sunat?” Jika ternyata ada, Allah berfirman, “Sempurnakanlah shalat fardhu hamba-Ku dengan shalat sunatnya,” lalu diambil amalannya seperti itu” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi)

عَنْ أَبِـيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللّـهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : «إِنَّ اللهَ تَعَالَـى قَالَ : مَنْ عَادَى لِـيْ وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْـحَرْبِ ، وَمَا تَقَرَّبَ عَبْدِيْ بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَـيَّ مِمَّـا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِيْ يَتَقَرَّبُ إِلَـيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِيْ يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِيْ يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِيْ يَبْطِشُ بِهَا ، وَرِجْلَهُ الَّتِيْ يَمْشِيْ بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِيْ لَأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِـيْ لَأُعِيْذَنَّهُ».

Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu ia berkata : Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ”Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla berfirman, ’Barangsiapa memusuhi wali-Ku, sungguh Aku mengumumkan perang kepadanya. Tidaklah hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada hal-hal yang Aku wajibkan kepadanya. Hamba-Ku tidak henti-hentinya mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan menjadi kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia meminta kepada-Ku, Aku pasti memberinya. Dan jika ia meminta perlindungan kepadaku, Aku pasti melindunginya ". ( HR. Al-Bukhari )

Sesungguhnya ibadah itu berlandaskan pada tiga poros , yaitu : Al-hubb atau  kecintaan , Al-khauf atau rasa takut, dan Ar-raja’ atau berharap.

Rasa cinta harus dibarengi dengan rasa ketundukan diri kepada Allah Ta'ala, sedangkan khauf harus dibarengi dengan raja’. Dalam setiap ibadah harus terkumpul unsur-unsur ini.

Allah Ta'ala berfirman :

أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَىٰ رَبِّهِمُ ٱلْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُۥ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُۥٓ ۚ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا ﴿٥٧﴾

"Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti." (Q.S. Al-Israa :57)

Allah Ta'ala berfirman :

وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ

“Sedangkan orang-orang yang beriman mereka sangat besar cintanya kepada Allah.” (Q.S. Al-Baqarah: 165)

Allah Ta'ala berfirman :

إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا ۖ وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ

“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan dan mereka berdo’a kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.” (Q.S. Al-Anbiya’: 90)

Seorang hamba apabila beribadah kepada Allah Ta'ala dengan rasa mahabbah atau cinta saja tanpa ketundukan kepada Allah Ta'ala, tanpa rasa khouf dan roja' maka niscaya ia akan terjerumus kedalam kemaksiatan kepada Allah Ta'ala, sementara ia tidak peduli dengan kemaksiatan tersebut.
Anggapan bahwa beribadah kepada Allah cukup dengan rasa cinta saja merupakan sebuah kebohongan, karena hakikat cinta yang sesungguhnya adalah sikap seorang hamba untuk menyesuaikan diri dengan kehendak Tuhan nya, sehingga ia akan mencintai apa yang dicintai oleh Tuhan nya dan membenci apa yang di benci oleh Tuhan nya.

Beribadah kepada Allah Ta'ala dengan roja' atau rasa berharap saja akan menyeret seorang hamba untuk berani melakukan kemaksiatan terhadap AllahTa'ala dan ia akan merasa aman dari siksa dan adzab Allah Ta'ala.

Allah Ta'ala berfirman :

أَفَأَمِنُوا۟ مَكْرَ ٱللَّهِ ۚ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ ٱللَّهِ إِلَّا ٱلْقَوْمُ ٱلْخَٰسِرُونَ ﴿٩٩﴾

"Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-orang yang merugi." (Q.S. Al-A'raaf :99)

Beribadah kepada Allah Ta'ala dengan rasa takut atau khouf saja akan menyeret seorang hamba untuk berburuk sangka kepada Allah Ta'ala dan berputus asa dari rahmat Allah Ta'ala.

Allah Ta'ala berfirman :

إِنَّهُۥ لَا يَا۟يْـَٔسُ مِن رَّوْحِ ٱللَّهِ إِلَّا ٱلْقَوْمُ ٱلْكَٰفِرُونَ ﴿٨٧﴾

" Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir". ( Q.S. Yusuf :87)

Allah Ta'ala berfirman :

قَالَ وَمَن يَقْنَطُ مِن رَّحْمَةِ رَبِّهِۦٓ إِلَّا ٱلضَّآلُّونَ ﴿٥٦﴾

" Ibrahim berkata: "Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhan-nya, kecuali orang-orang yang sesat".
(Q.S. Al-Hijr :56)

Sebagian Salaf berkata : “Barangsiapa yang beribadah kepada Allah Ta'ala hanya dengan rasa cinta, maka ia adalah zindiq, dan barangsiapa yang beribadah kepada Allah Ta'ala hanya dengan raja’, maka ia adalah murji’ , dan barangsiapa yang beribadah kepada Allah Ta'ala hanya dengan khauf, maka ia adalah haruriy, dan barangsiapa yang beribadah kepada Allah Ta'ala dengan hubb, khauf, dan raja’, maka ia adalah mukmin muwahhid.”

Perkara yang masuk dalam kategori ibadah adalah :

● Perbuatan ketaatan baik dari hati, lisan dan anggota badan.

● Adat kebiasaan yang diniatkkan seorang hamba untuk menambah kekuatan dalam melakukan ketaatan kepada Allah Ta'ala, seperti : makan, minum, tidur, mencari rizki, menikah dan sebagainya.

Allah Ta'ala berfirman :

قُلْ إِنَّ صَلَاتِى وَنُسُكِى وَمَحْيَاىَ وَمَمَاتِى لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ ﴿١٦٢﴾

" Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam." (Q.S. Al - An ' am :162)

● Kehendak dan cita-cita yang tersimpan dalam hati.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَـا ، عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْمَـا يَرْوِيْهِ عَنْ رَبِّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى ، قَالَ : «إِنَّ اللهَ كَتَبَ الْـحَسَنَاتِ وَالسَّيِّـئَاتِ ، ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ ، فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا ، كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً ، وَإِنْ هَمَّ بِـهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهُ اللّـهُ عَزَّوَجَلَّ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيْرَةٍ ، وَإِنْ هَمَّ بِسَيِّـئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا ؛ كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً ، وَإِنْ هَمَّ بِهَـا فَعَمِلَهَا ، كَتَبَهَا اللهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً ». رَوَاهُ الْـبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ فِـيْ صَحِيْحَيْهِمَـا بِهَذِهِ الْـحُرُوْفِ

Diriwayatkan dari sahabat Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hadits yang beliau riwayatkan dari Rabb-nya Azza wa Jalla . Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allâh menulis kebaikan-kebaikan dan kesalahan-kesalahan kemudian menjelaskannya. Barangsiapa berniat melakukan kebaikan namun dia tidak jadi melakukannya, Allâh tetap menuliskanya sebagai satu kebaikan sempurna di sisi-Nya. Jika ia berniat berbuat kebaikan kemudian mengerjakannya, maka Allâh menulisnya di sisi-Nya sebagai sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kali lipat sampai kelipatan yang banyak. Barangsiapa berniat berbuat buruk namun dia tidak jadi melakukannya, maka Allâh menulisnya di sisi-Nya sebagai satu kebaikan yang sempurna. Dan barangsiapa berniat berbuat kesalahan kemudian mengerjakannya, maka Allâh menuliskannya sebagai satu kesalahan.” ( HR. Al-Bukhari dan Muslim )

Allâh Azza wa Jalla berfirman kepada para malaikat :

إِذَا أَرَادَ عَبْدِيْ أَنْ يَعْمَلَ سَيِّئَةً ؛ فَلَا تَكْتُبُوْهَا عَلَيْهِ حَتَّى يَعْمَلَهَـا ، فَإِذَا عَمِلَهَا فَاكْتُبُوْهَا بِمِثْلِهَا ، وَإِنْ تَرَكَهَا مِنْ أَجْلِـيْ فَاكْتُبُوْهَا لَهُ حَسَنَةً ، وَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَعْمَلَ حَسَنَةً فَلَمْ يَعْمَلْهَا فَاكْتُبُوْهَا لَهُ حَسَنَةً ؛ فَإِذَا عَمِلَهَا فَاكْتُبُوْهَا لَهُ بِعَشْرِ أَمْثَالِـهَا إِلَى سَبْعِمِائَةٍ

Jika hamba-Ku berniat melakukan kesalahan, maka janganlah kalian menulis kesalahan itu sampai ia benar-benar mengerjakannya. Jika ia sudah mengerjakannya, maka tulislah sesuai dengan perbuatannya. Jika ia meninggalkan kesalahan tersebut karena Aku, maka tulislah untuknya satu kebaikan. Jika ia ingin mengerjakan kebaikan namun tidak mengerjakannya, tulislah sebagai kebaikan untuknya. Jika ia mengerjakan kebaikan tersebut, tulislah baginya sepuluh kali kebaikannya itu hingga tujuh ratus kebaikan ". ( HR. Al-Bukhari )

Dalam riwayat Muslim, disebutkan:

قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ : إِذَا تَـحَدَّثَ عَبْدِيْ بِأَنْ يَعْمَلَ حَسَنَةً ؛ فَأَنَا أَكْتُبُهَا لَهُ حَسَنَةً مَا لَـمْ يَعْمَلْ ، فَإِذَا عَمِلَهَا فَأَنَا أَكْتُبُهَا بِعَشْرِ أَمْثَالِـهَا ، وَإِذَا تَـحَدَّثَ بِأَنْ يَعْمَلَ سَيِّـئَةً ، فَأَنَا أَغْفِرُهَا لَهُ مَا لَـمْ يَعْمَلْهَا ، فَإِذَا عَمِلَهَا فَأَنَا أَكْتُبُهَا لَهُ بِمِثْلِهَا. وَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : قَالَتِ الْـمَلَائِكَةُ : رَبِّ ، ذَاكَ عَبْدُكَ يُرِيْدُ أَنْ يَعْمَلَ سَيِّئَةً (وَهُوَ أَبْصَرُ بِهِ) فقَالَ : اُرْقُبُوْهُ ، فَإِنْ عَمِلَهَا فَاكْتُبُوْهَا لَهُ بِمِثْلِهَا ، وَإِنْ تَرَكَهَا فَاكْتُبُوْهَا لَهُ حَسَنَةً ، إِنَّمَـا تَرَكَهَا مِنْ جَرَّايَ. وَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَا أَحْسَنَ أَحَدُكُمْ إِسْلَامَهُ فَكُلُّ حَسَنَةٍ يَعْمَلُهَا تُكْتَبُ بِعَشْرِ أَمْثَالِـهَا إِلَـى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ ، وَكُلُّ سَيِّـئَةٍ يَعْمَلُهَا تُكْتَبُ بِمِثْلِهَا حَتَّى يَلْقَى اللهَ.

Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman: " Jika hamba-Ku berniat mengerjakan kebaikan, maka Aku menuliskan baginya satu kebaikan selagi ia tidak mengerjakannya. Jika ia sudah mengerjakannya, Aku menuliskan baginya sepuluh kali kebaikannya itu. Jika ia berniat mengerjakan kesalahan, maka Aku mengampuninya selagi ia tidak mengerjakannya. Jika ia sudah mengerjakan kesalahan tersebut, maka Aku menulisnya sebagai satu kesalahan yang sama.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Para malaikat berkata, ’Wahai Rabb-ku, itu hamba-Mu ingin mengerjakan kesalahan –Dia lebih tahu tentang hamba-Nya-.’ Allâh berfirman : "Pantaulah dia. Jika ia mengerjakan kesalahan tersebut, tulislah sebagai satu kesalahan yang sama untuknya. Jika ia meninggalkan kesalahan tersebut, tulislah sebagai kebaikan untuknya, karena ia meninggalkan kesalahan tersebut karena takut kepada-Ku.’” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ”Jika salah seorang dari kalian memperbaiki keislamannya, maka setiap kebaikan yang dikerjakannya ditulis dengan sepuluh kebaikan yang sama hingga tujuh ratus kali lipat dan setiap kesalahan yang dikerjakannya ditulis dengan satu kesalahan yang sama hingga ia bertemu Allâh ". (HR. Muslim )

Ibadah adalah suatu perkara tauqifiyah, yaitu tidak ada suatu bentuk ibadah yang disyari’atkan kecuali berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah.
Segala sesuatu yang tidak disyari’atkan berarti bid’ah mardudah atau perkara baru dalam ibadah yang ditolak.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ.

“Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntutan atau perintah dari kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

« أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ »

“Kemudian daripada itu, sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Al-Qur’an dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad, dan seburuk-buruk perkara adalah perkara-perkara yang baru dan semua bid’ah adalah kesesatan” (HR. Muslim)

Dalam riwayat lain:

وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ ، وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ

“Dan semua perkara yang baru adalah bid’ah dan seluruh bid’ah adalah kesesatan dan seluruh kesesatan di neraka” (HR. An-Nasa'i)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Agar bisa diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Dan ibadah itu tidak bisa benar kecuali dengan adanya dua syarat, yaitu :

1- Ikhlas karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan kecil.

2- Ittiba’, mengikuti tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Syarat yang pertama merupakan konsekuensi dari syahadat lha ilaha illallah, karena ia mengharuskan ikhlas dalam beribadah hanya untuk Allah dan jauh dari syirik kepada-Nya. Sedangkan syarat kedua adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah, karena ia menuntut wajibnya taat kepada Rasul, mengikuti syari’atnya dan meninggalkan bid’ah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan.

Allah Ta'ala berfirman :

وَمَآ أُمِرُوٓا۟ إِلَّا لِيَعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلْقَيِّمَةِ ﴿٥﴾

"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus."
(Q.S. Al-Bayyinah :5)

Allah Ta'ala berfirman :

وَمَنْ أَرَادَ ٱلْءَاخِرَةَ وَسَعَىٰ لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُو۟لَٰٓئِكَ كَانَ سَعْيُهُم مَّشْكُورًا ﴿١٩﴾

"Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik." (Q.S. Al-Israa :19)

Allah Ta'ala berfirman :

بَلَىٰ مَنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَلَهُ أَجْرُهُ عِنْدَ رَبِّهِ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

“(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala di sisi Rabb-nya dan pada diri mereka tidak ada rasa takut dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Q.S. Al-Baqarah: 112)

“… أَسْلَمَ وَجْهَهُ “Menyerahkan diri,” artinya  memurnikan ibadah kepada Allah  وَهُوَ مُحْسِنٌ “Berbuat kebajikan,” artinya mengikuti Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan: “Inti agama ada dua pilar yaitu kita tidak beribadah kecuali hanya kepada Allah, dan kita tidak beribadah kecuali dengan apa yang Dia syari’atkan, tidak dengan bid’ah.”

Allah Ta'ala berfirman :

فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

“… Maka barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya maka hendaknya ia mengerjakan amal shalih dan janganlah ia mempersekutukan sesuatu pun dalam beribadah kepada Rabb-nya.” (Q.S. Al-Kahfi: 110)

Yang demikian adalah manifestasi atau perwujudan dari dua kalimat syahadat Lha ilaha illallah, Muhammad Rasulullah.

Pada yang pertama, kita tidak beribadah kecuali kepada-Nya. Pada yang kedua, bahwasanya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah utusan-Nya yang menyampaikan ajaran-Nya. Maka kita wajib membenarkan dan mempercayai beritanya serta mentaati perintahnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan bagaimana cara kita beribadah kepada Allah, dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita dari hal-hal baru dalam urusan agama atau bid’ah. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan bahwa semua bid’ah itu sesat.

Ibadah di dalam Islam tidak disyari’atkan untuk mempersempit atau mempersulit manusia, dan tidak pula untuk menjatuhkan mereka di dalam kesulitan. Akan tetapi ibadah itu disyari’atkan untuk berbagai hikmah yang agung, kemashlahatan besar yang tidak dapat dihitung jumlahnya. Pelaksanaan ibadah dalam Islam semua adalah mudah.

Ibadah merupakan suatu amalan yang dicintai dan diridhoi Allah Ta'ala, bahkan merupakan tujuan yang darinya diciptakan manusia, diutus nya para rasul dan diturunkannya Al Kitab dan orang-orang yang taat mengerjakan nya niscaya mendapatkan pujian dan sebaliknya orang-orang yang enggan dan sombong untuk beribadah kepada-Nya akan mendapat celaan dan siksa.

Ibadah sangat dibutuhkan sekali oleh ruh dan hati manusia, sebagaimana dibutuhkannya makan dan minum untuk tubuh kita, bahkan kebutuhan ibadah lebih dari sekedar makan dan minum, karena kehidupan dan kebahagiaan hati dan ruh, bahkan keselamatan dari adzab dunia dan akhirat tidak akan tergapai kecuali dengan beribadah dan mengabdikan diri kepada Allah Ta'ala.

Diantara keutamaan ibadah bahwasanya ibadah mensucikan jiwa, membersihkan hati, dan mengangkatnya ke derajat tertinggi menuju kesempurnaan manusia.

Sesungguhnya kebahagiaan dan ketentraman hati dan jiwa diraih dengan melakukan ibadah dan menghambakan diri kepada Allah Ta'ala, oleh karenanya orang-orang yang paling sempurna mendapatkan keberuntungan dan kebahagiaan mereka adalah para Nabi, dan orang-orang sidiqin dan syuhada dan orang-orang yang saleh.

Sesungguhnya ibadah yang dilakukan, akan membawa seseorang untuk mudah berbuat kebajikan dan amal saleh lainnya, dan menjauhkan diri dari perbuatan mungkar dan keji, sekaligus sebagai hiburan dan kekuatan tatkala seseorang mendapatkan ujian dan cobaan.

Ibadah kepada Allah Ta'ala merupakan suatu bentuk kemerdekaan seorang hamba, dimana mengentaskan dari beribadat kepada sesama makhluk menuju beribadat kepada pencipta para makhluk yaitu Allah Ta'ala, sehingga tidak bergantung atau berharap atau takut atau khawatir dan sebagainya, kecuali hanya kepada Allah Ta'ala,  sehingga menjadi manusia yang merdeka, berwibawa, berderajat, memiliki izzah dan kemuliaan.