Selasa, 28 Februari 2017

MENYERU KEPADA AQIDAH ISLAM



Ma'aliy As-Saikh DR. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafidhohullah Ta'ala. 

Alhamdulillah, wassholatu wassalamu ala Rosulillah, wa ba'du : 

Seorang muslim yang telah dikaruniai Allah Ta'ala aqidah yang lurus berkewajiban untuk menyerukan nya kepada umat manusia, dalam rangka berupaya mengentaskan mereka dari kegelapan menuju cahaya dan jalan yang benar. 

Allah Ta'ala berfirman : 

لَآ إِكْرَاهَ فِى ٱلدِّينِ ۖ قَد تَّبَيَّنَ ٱلرُّشْدُ مِنَ ٱلْغَىِّ ۚ فَمَن يَكْفُرْ بِٱلطَّٰغُوتِ وَيُؤْمِنۢ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱسْتَمْسَكَ بِٱلْعُرْوَةِ ٱلْوُثْقَىٰ لَا ٱنفِصَامَ لَهَا ۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ ﴿٢٥٦﴾  ٱللَّهُ وَلِىُّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ يُخْرِجُهُم مِّنَ ٱلظُّلُمَٰتِ إِلَى ٱلنُّورِ ۖ وَٱلَّذِينَ كَفَرُوٓا۟ أَوْلِيَآؤُهُمُ ٱلطَّٰغُوتُ يُخْرِجُونَهُم مِّنَ ٱلنُّورِ إِلَى ٱلظُّلُمَٰتِ ۗ أُو۟لَٰٓئِكَ أَصْحَٰبُ ٱلنَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَٰلِدُونَ ﴿٢٥٧﴾

" Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."

" Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya." (Q.S. Al-Baqorah :256-257)

Berdakwah kepada Aqidah islam merupakan jalan pertama yang ditempuh dalam dakwah para Rasul semuanya. Mereka tidak memulai dengan sesuatu yang lainnya. 

Allah Ta'ala berfirman : 

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِى كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولًا أَنِ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ وَٱجْتَنِبُوا۟ ٱلطَّٰغُوتَ ۖ فَمِنْهُم مَّنْ هَدَى ٱللَّهُ وَمِنْهُم مَّنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ ٱلضَّلَٰلَةُ ۚ فَسِيرُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ فَٱنظُرُوا۟ كَيْفَ كَانَ عَٰقِبَةُ ٱلْمُكَذِّبِينَ ﴿٣٦﴾

" Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)." (Q.S. An-Nahl :36)

Dan setiap Rosul berdakwah kepada umatnya yang pertama disampaikan adalah agar beribadah kepada Allah Ta'ala saja dan meninggalkan sesembahan yang lain. 

Sebagai mana Nabi Nuh, Huud, Sholeh, Syu’aib, Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad Sholawatullah wa salaamuhu alaihim. 

Allah Ta'ala berfirman : 

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَىٰ قَوْمِهِۦٓ إِنِّى لَكُمْ نَذِيرٌ مُّبِينٌ ﴿٢٥﴾  أَن لَّا تَعْبُدُوٓا۟ إِلَّا ٱللَّهَ ۖ إِنِّىٓ أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ أَلِيمٍ ﴿٢٦﴾

" Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, (dia berkata): "Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang nyata bagi kamu".
"agar kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa azab (pada) hari yang sangat menyedihkan ". (Q.S. Huud :25-26)

Maka sudah menjadi kewajiban bagi mereka yang mengetahui dan mengamalkan aqidah ini agar menyeru kepada manusia dengan cara yang hikmah dan nasihat yang baik sebagai mana hal ini merupakan jalan para Rasul dan pengikutnya. 

Sesungguhnya berdakwah kepada Aqidah ini merupakan asas dan pondasi, sehingga tidak mendahului dengan sesuatu sebelumnya dari perintah menjalankan kewajiban atau meninggalkan larangan, hingga aqidah ini telah menancap dalam sanubari, karena dengan aqidah yang lurus akan menghasilkan sesuatu amalan menjadi benar dan diterima dan sebaliknya tanpa aqidah yang lurus amalan tidak diterima dan tidak ber pahala. 

Sebagai mana diketahui bersama, bahwa suatu bangunan tidak mungkin kokoh dan tegak tanpa melalui pondasi, sehingga para Rasul senantiasa memulai dakwah mereka dengan ini, demikian juga yang ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ketika mengutus para sahabat agar memulai dakwah dengan membenahi aqidah. 

Diriwayatkan dari sahabat Ibnu Abbas radhiyallohu anhuma, bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam tatkala mengutus sahabat Mu'adz ibnu Yaman radhiyallahu anhu kepada penduduk Yaman :

إنك تأتي قوماً من أهل الكتاب فليكن أول ما تدعوهم إليه شهادة أن لا إله إلا الله ـ وفي رواية: إلى أن يوحدوا الله ـ فإن هم أطاعوك لذلك، فأعلمهم أن الله افترض عليهم خمس صلوات في كل يوم وليلة، فإن هم أطاعوك لذلك: فأعلمهم أن الله افترض عليهم صدقة تؤخذ من أغنيائهم فترد على فقرائهم، فإن هم أطاعوك لذلك فإياك وكرائم أموالهم، واتق دعوة المظلوم، فإنه ليس بينها وبين الله حجاب

“Sesungguhnya kamu akan mendatangi suatu kaum dari Ahli Kitab, maka ajaklah mereka kepada persaksian bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah Ta'ala,  dalam riwayat lain, agar meng Esakan Allah Ta'ala. Jika mereka mentaatimu untuk hal tersebut, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah Ta'ala telah mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu setiap siang dan malam. Jika mereka mentaatimu untuk hal tersebut maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah Ta'ala telah mewajibkan kepada mereka zakat yang diambil dari orang kaya mereka lalu dibagikan kepada orang-orang fakir di antara mereka. Jika mereka mentaatimu untuk hal tersebut maka kamu jauhilah harta mulia mereka. Takutlah kamu terhadap doa orang yang terzhalimi, karena tidak ada penghalang antara dia dan Allah Ta'ala”.  (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Dari hadist yang mulia ini, dan dari telaah dakwah para Rasul yang dicantumkan dalam Al-Qur'an dan telaah perjalanan dakwah Nabi Sallallahu alaihi wa sallam, diambil kesimpulan bahwa manhaj dakwah kepada Allah Ta'ala adalah menyeru kepada manusia kepada Aqidah adalah urutan yang pertama, aqidah yang merealisasikan ibadah hanya kepada Allah Ta'ala semata tiada sekutu bagi-Nya, dan menjauhi peribadatan selain Dia, sebagaimana ini merupakan kandungan makna Lha ilaha illallah. 

Dan Nabi Sallallahu alaihi wa sallam tinggal di Makkah selama tiga belas tahun setelah di angkat menjadi Nabi menyeru kepada manusia berkaitan dengan pembenahan aqidah, yaitu ibadah kepada Allah Ta'ala semata, dan meninggalkan beribadah kepada berhala, hal ini dilakukan sebelum mengajak kepada ibadah sholat, zakat, puasa, haji, jihad atau meninggalkan perkara haram seperti riba, zina, khomer dan judi. 

Dari sini dapat diketahui kesalahan sebahagian kelompok yang mengatasnamakan dakwah, yang mereka tidak memberikan perhatian dalam masalah Aqidah, namun hanya fokus dalam perkara sampingan seperti pembinaan akhlak atau perangai. 

Mereka melihat dan menyaksikan para manusia terbiasa terjerumus dalam syirik besar di sekitar kuburan yang di bangun megah di wilayah sebagian negeri Islam, namun mereka tidak mengingkari dan tidak melarang nya, tidak dalam ucapan atau pengajian atau tulisan kecuali sangat sedikit, bahkan tidak jarang diantara mereka yang ikut terjerumus dalam lembah kesyirikan dan kesufian yang menyimpang namun tidak ada teguran atau larangan.

Dengan demikian, mendakwahi mereka dengan memulai memperbaiki aqidah, lebih utama daripada mendakwahi orang-orang kafir dan ingkar yang secara jelas terlihat yang mereka terang-terangan menyelisihi para Rasul, adapun mereka pengagung kubur dan sufi menyeleweng, mereka mengira diri mereka muslimin dan apa yang mereka kerjakan merupakan bagian dari islam, sehingga mereka tertipu dan menipu orang lain. 

Allah Ta'ala telah memerintahkan kepada kita agar memulai mendakwahi dan berjihad kepada orang-orang kafir yang terdekat sekitar kita.

Allah Ta'ala berfirman : 

وَأَنذِرْ عَشِيرَتَكَ ٱلْأَقْرَبِينَ ﴿٢١٤﴾

"Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat". (Q.S. Asy-Syûrâ :214)

Allah Ta'ala berfirman : 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قَٰاتِلُوا۟ ٱلَّذِينَ يَلُونَكُم مِّنَ ٱلْكُفَّارِ وَلْيَجِدُوا۟ فِيكُمْ غِلْظَةً ۚ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلْمُتَّقِينَ ﴿١٢٣﴾

"Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan ketahuilah, bahwasanya Allah bersama orang-orang yang bertakwa." (Q.S. At-Taubah :123)

Selama kita tidak memperkuat keadaan dari dalam tubuh kaum muslimin, maka kita tidak akan pernah dapat mengalahkan benteng musuh.

Dikisahkan bahwa seseorang pengagung kubur melihat orang yang sedang menyembah berhala dihadapan nya, maka pengagung kubur pun mengingkari nya, namun di jawab oleh penyembah berhala : " Engkau beribadah kepada makhluk yang tidak engkau lihat dihadapan mu, sedangkan aku beribadah kepada makhluk yang jelas terukir dihadapan ku; mana yang lebih mengherankan. ...?"  Maka pengagung kubur pun terbantahkan. 

Semacam ini, walaupun keduanya terjerumus dalam lembah kesyirikan dan kesesatan, dikarenakan mereka menyeru kepada sesuatu yang tidak memiliki manfaat atau mudhorot, namun penyembah kuburan lebih tenggelam dalam kesesatan dan lebih tergelincir dalam mencari kemustahilan. 

Maka sepantasnya pada da'i di jalan Allah Ta'ala hendaknya memfokuskan dakwah dalam sisi Aqidah untuk lebih banyak lagi dari sisi yang lain, dan dituntut agar mereka memahami dan mempelajari masalah Aqidah secara benar terlebih dahulu, kemudian mengajarkan kepada lainnya dan memperbaiki dan membenahi kepada siapa saja yang menyeleweng atau menyelisihi. 

Allah Ta'ala berfirman : 

قُلْ هَٰذِهِۦ سَبِيلِىٓ أَدْعُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا۠ وَمَنِ ٱتَّبَعَنِى ۖ وَسُبْحَٰنَ ٱللَّهِ وَمَآ أَنَا۠ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ ﴿١٠٨﴾

"Katakanlah: "Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik". (Q.S. Yûsuf :108)

Al-Imam Ibnu Jarir rahimahullah berkata : " Allah Ta'ala berfirman kepada Nabi Nya, katakanlah wahai Muhammad, ini adalah dakwah yang aku sandang dan jalan yang aku tempuh, yaitu menyeru kepada tauhid ikhlas beribadah kepada Allah Ta'ala semata, dan meninggalkan sesembahan selain-Nya dari berhala-berhala, dan hanya taat kepada Nya serta menjauhi dari bermaksiat kepada Nya. Dan jalan yang aku tempuh ini berada di atas ilmu yakin, demikian pula orang-orang yang senantiasa mengikuti ku dan beriman kepada ku, dan Maha Suci Allah dari segala tandingan, dan aku senantiasa berlepas diri dari orang-orang yang berbuat kesyirikan, aku bukan golongan merekadan mereka bukan golongan ku".

Sesungguhnya ayat yang mulia diatas, menunjukkan kepada kita tentang pentingnya mengetahui masalah Aqidah islam dan menyerukan nya, dan para pengikut Rosul alaihimus sallam, adalah orang-orang yang senantiasa mengikuti jejak mereka, yang memiliki dua tanda yaitu : mengetahui aqidah dan mendakwahkan nya, dan barangsiapa yang tidak mempelajari Aqidah atau tidak perhatian masalah ini dan meninggalkan nya, maka mereka bukanlah pengikut para Nabi secara hakiki.

Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata dalam menafsirkan firman Allah Ta'ala : 

ٱدْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلْحِكْمَةِ وَٱلْمَوْعِظَةِ ٱلْحَسَنَةِ ۖ وَجَٰدِلْهُم بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِٱلْمُهْتَدِينَ ﴿١٢٥﴾

"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk." (Q.S. An-Nahl :125)

Beliau berkata : " Allah Ta'ala menyebutkan tentang martabat berdakwah, dan disebutkan tiga langkah sesuai keadaan orang-orang yang diseru, jika orang tersebut berusaha untuk mencari kebenaran dan menerima kebenaran jika ditunjukkan kepada nya, maka orang semacam ini hendaknya di dakwahi dengan cara yang hikmah dan tidak dibutuhkan untuk berdebat atau berjidal.

Namun Jika orang tersebut banyak berkecamuk dengan lawan kebenaran, dan diketahui bila diberitahu ia akan menerima dan mengikuti, maka semacam ini dibutuhkan kepada mauidhzoh hasanah dengan targib dan tarhib. 

Dan jika orang tersebut diketahui menentang dan berpaling dari kebenaran, maka ini membutuhkan kepada jidal namun dengan cara yang terbaik. Jika ia sadar dan menerima, namun jika tidak, maka berganti cara dengan selain jidal bila memungkinkan. .....".

Dengan demikian nampak jelas manhaj dakwah dan apa saja yang sepantasnya dilakukan dalam urusan ini, dan menjadi jelas pula kesalahan sebahagian kelompok yang condong dalam dakwah, namun menyelisihi manhaj yang lurus yang telah dijelaskan oleh Allah Ta'ala dan Rasul-Nya sallallahu alaihi wa sallam. 

          ●●●●●☆☆☆☆☆●●●●●

Selasa, 21 Februari 2017

KEWAJIBAN MEMPELAJARI AKIDAH ISLAM

Ma'aliy As-Saikh DR. Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafidhohullah Ta'ala. 

Alhamdulillah, wassholatu wassalamu ala Rosulillah, wa ba'du : 

Sesungguhnya telah menjadi kewajiban setiap muslim untuk mempelajari Aqidah Islam, agar dapat mengetahui makna dan kandungan nya, demikian pula mengetahui lawan dan perkara yang dapat merusak dan membatalkan nya dari unsur syirik besar dan syirik kecil. 

Allah Ta'ala berfirman : 

فَٱعْلَمْ أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ وَٱسْتَغْفِرْ لِذَنۢبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتِ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَىٰكُمْ ﴿١٩﴾

" Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan) yang hak selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal ".(Q.S. Muhammad :19)

Al-Imam Al-Bukhary rahimahullah berkata : " Bab (pembahasan tentang) Ilmu (didahulukan) sebelum berkata dan beramal ". Dan membawakan dalil ayat ini. 

Al-Imam Al-Hafiz Ibnu Hajar rahimahullah berkata, berkata Ibnu Munayyiir rahimahullah : " Yang dimaksud disini bahwasanya Ilmu merupakan syarat dalam sah nya suatu ucapan dan amalan, maka tidak akan memiliki arti kecuali dengan Ilmu tersebut, sehingga didahulukan dari kedua nya, karena Ilmu yang menjadikan pengesah suatu niat dan amal. .....".

Bertolak dari sini, para Ahli Ilmu mengedepankan untuk mempelajari Ilmu Aqidah dan mengajarkannya dan menjadikan nya sebagai bagian terdepan dari Ilmu pengetahuan, dan para Ulama banyak yang menulis secara khusus dan mendetail tentang hukum hukumnya serta apa yang menjadi wajib didalam nya, dan tidak terlewatkan penjelasan tentang hal-hal yang dapat merusak atau berlawanan dari perkara kesyirikan, khurafat serta perkara bid’ah. 

Demikian maka dari kalimat Syahadat Lha Ilaha illallah, bukan semata mengucapkan secara lisan, namun memiliki konsekuensi makna dan tuntutan yang wajib diketahui dan diamalkan secara lahiriah dan batin dan kalimat Syahadat ini memiliki pembatal dan perusak yang tidak dapat dihindarkan kecuali dengan mempelajari nya, sehingga sudah menjadi kewajiban jika Ilmu Aqidah dijadikan rujukan dalam materi pembelajaran sekolah dalam setiap jenjang, dan diberikan setiap harinya beberapa jam yang secukupnya, dan memilih para pengajar yang memiliki kemampuan dan tidak hanya fokus dalam penilaian naik dan tidak nya, dan semacam ini tentu berbeda dengan apa yang terjadi pada pendidikan zaman sekarang secara umum, dimana tidak diberikan perhatian yang cukup dalam materi-materi pembelajaran, yang akan menimbulkan dampak munculnya generasi yang bodoh dalam perkara Aqidah yang lurus dan mempercayai kesyirikan-kesyirikan , bid'ah dan khurafat, dan menganggap nya sebagai aqidah, dikarenakan menjumpai para manusia menganut nya dan tidak mengetahui tentang kebathilan nya.

Amirul Mukminin Umar bin Khaththab radhiyallahu anhu berkata : " Tali Islam niscaya akan terlepas sehelai demi sehelai jika tumbuh (dalam masyarakat) Islam orang-orang yang tidak mengetahui (perkara-perkara) jahiliah ".

Dan menjadi kewajiban untuk memilih buku-buku yang benar dan lurus yang ditulis sesuai dengan mazhab Salaf Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang sejalan dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah untuk dijadikan buku pembelajaran para penuntut ilmu dan hendaknya dijauhkan dari buku-buku yang menyimpang dari Aqidah Salaf seperti buku-buku asy-ariyah, mu'tazilah, jahmiyah dan kelompok yang sesat yang menyimpang dari ajaran manhaj Salaf. 

Selain pembelajaran rutin sekolah, hendaknya diadakan pembelajaran di masjid-masjid dengan dibacakan buku buku Aqidah beserta matan dan syarah keterangan nya, sehingga orang-orang yang hadir dalam masjid dapat mengambil manfaat dari pelajaran tersebut, dan sesekali memberikan ringkasan secara gamblang bagi jamaah yang masih awam, dan dengan demikian tersebarlah aqidah islam dan tidak melupakan penyampaian melalui media-media seperti radio yang diperdengarkan secara kontinuitas. 

Demikian pula hendaknya setiap individu memiliki kecenderungan untuk mendalami ilmu Aqidah, dimana dituntut bagi seorang muslim agar memperbanyak menelaah buku-buku Aqidah dan mengenal karangan yang ditulis berdasarkan manhaj salaf dan yang berada dalam manhaj yang menyelisihinya, sehingga seorang muslim diatas bashiroh dalam setiap urusan nya, dan dapat memberikan jawaban syubhat yang dilontarkan kepada Aqidah Ahlus Sunnah. 

Jika kita merenungkan kandungan Al-Qur'an Al-Karim maka niscaya kita menjumpai banyak ayat dan surat yang menekankan pada sisi Aqidah, bahkan hampir seluruh surat Makkiyah identik dengan penjelasan Aqidah Islam dan memberikan bantahan terhadap syubhat yang berkenaan dengan masalah Aqidah. 

Sebagai contoh, kita ambil perumpamaan dalam Surat Al-Fatihah :

Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata : "  Ketahuilah bahwasanya surat ini mencakup induk dari tuntutan yang sangat agung dengan cakupan yang sempurna, yaitu mengenal Dzat Yang Di Ibadahi Taba'roka wa Ta'ala dengan tiga Asma' , yang menjadi induk dari Asma'ul Husna dan Sifatul Ulya, yaitu lafadz : Allah dan Ar-Robb dan Ar-Rohmaan. 

Dimana surat ini memiliki kandungan Al-Ilahiyah dan Ar-Rububiyah dan Ar-Rohmah. 

Kalimat " IYYA KA NA'BUDU ", dibangun atas Al-Ilahiyah, dan kalimat " IYYA KA NASTAIIN ", dibangun atas Ar-Rububiyah, sedangkan memohon hidayah menuju jalan yang lurus, dibangun atas sifat Ar-Rohmah. 

Sedangkan kalimat " AL-HAMDU ", mengandung tiga komponen, yaitu bahwasannya Allah Ta'ala Dzat Yang Maha Terpuji dalam Uluhiyah Nya, Rububiyah Nya dan Rohmat Nya, yang mencakup segala pujian dan sanjungan yang sempurna. 

Kalimat " MA'LIKI YAUMID-DIIN ", mengandung penetapan hari kebangkitan dan hari pembalasan bagi seluruh hamba atas perbuatan mereka yang baik dan yang buruk. 

Dan Allah Ta'ala Maha Esa Yang Maha Ha'kim dihadapan para makhluk dan hukum Nya penuh keadilan.......

Hingga beliau berkata : " Dan Al-Qur'an semuanya berisi tentang Tauhid, hak-hak ahli Tauhid dan balasan nya, serta mengupas tentang syirik, pemeluknya dan balasan kepada mereka. 

Dan kalimat "Alhamdulillah " adalah tauhid, "Robbil A'lamiin " adalah tauhid, " Arrohmaan Arrohiim " adalah tauhid, " Ma'liki yaumid diin " adalah tauhid , " Iyyaaka na'budu " adalah tauhid, " Iyyaaka nas'taiin " adalah tauhid, " Ihdinas shirootol mustaqiim " "Shirootol ladzina an'amta alaihim " adalah tauhid dan terkandung permohonan hidayah menuju jalan ahli tauhid yang telah diberikan karunia oleh Allah Ta'ala, " Ghoiril magdhubi alaihim wa lad dhooliin " adalah mereka yang menentang tauhid".

Beliau berkata : "  Dan kebanyakan surat-surat dalam Al-Qur'an, bahkan seluruh surat Al-Qur'an mengandung Tauhid, bahkan kita katakan setiap ayat dalam Al-Qur'an mengandung Tauhid, menguatkan dan mengajak kepada tauhid, dikarenakan Al-Qur'an kandungan isi nya adalah berita tentang Allah Ta'ala, atau Asma' dan Sifat-sifat-Nya, atau perbuatan Nya, dan inilah Tauhid Ilmi Khobari, atau kandungan isi nya adalah seruan untuk beribadah kepada Allah Ta'ala dan berlepas diri dari segala ibadah selain Nya, maka ini adalah Tauhid Iro'di Tholabi, atau isi kandungan nya adalah perintah dan larangan dan kewajiban taat dalam segala perintah dan larangan, maka ini adalah hak-hak tauhid dan pelengkapnya, atau juga kandungan isi nya adalah berita tentang pemuliaan Allah Ta'ala kepada ahli tauhid di dunia dan akhirat, maka ini adalah balasan terhadap ahli tauhid, dan juga kandungan isi nya adalah berita tentang pelaku syirik dan balasan mereka di dunia dan akhirat, maka ini adalah balasan bagi mereka yang meninggalkan tauhid........".

Sebagai mana telah kita ketahui bagaimana perhatian Al-Qur'an tentang perkara Akidah Islam, namun alangkah banyaknya orang-orang yang membaca Al-Qur'an yang tidak memahami tentang akidah dengan pemahaman yang benar, sehingga mereka terjatuh dalam kesalahan dan kekhilafan, dikarenakan mereka hanya mengikuti apa yang mereka jumpai dari pendahulunya, dan tidak membaca Al-Qur'an dengan penuh tadabur, fala haula wa la Quwwata illa billahi. 

  

                  ●●●《■■■》●●●

Selasa, 14 Februari 2017

AQIDAH ISLAM



Ma'aliy As-Saikh DR. Shalih ibnu Fauzan Al-Fauzan hafidhohullah Ta'ala. 

Alhamdulillah, wassholatu wassalamu ala Rosulillah, wa ba'du : 

Aqidah islam adalah aqidah yang karenanya Allah Ta'ala mengutus para Rasul Nya dan menurunkan Kitab-kitab Nya dan para makhluk diwajibkan atasnya serta dengannya di jadikan tujuan diciptakannya jin dan manusia.

Allah Ta'ala berfirman : 

وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ ﴿٥٦﴾ مَآ أُرِيدُ مِنْهُم مِّن رِّزْقٍ وَمَآ أُرِيدُ أَن يُطْعِمُونِ ﴿٥٧﴾

"56. Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku."
57. Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan." (Q.S. Adz-Dza'riyaat :56-57)

Allah Ta'ala berfirman : 

 وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوٓا۟ إِلَّآ إِيَّاهُ 

"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia ". (Q.S. Al-Israa :23)

Allah Ta'ala berfirman : 

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِى كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولًا أَنِ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ وَٱجْتَنِبُوا۟ ٱلطَّٰغُوتَ ۖ 

"Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut ". (Q.S. An-Nahl:36)

Setiap Rosul senantiasa datang untuk menyerukan dakwah kepada akidah ini, dan setiap kitab wahyu diturunkan untuk menjelaskan akidah ini pula dan menerangkan kebathilan dari yang berlawanan dengan akidah ini, dan setiap hamba diperintahkan untuk memegang dengan erat, karena begitu sangat agung dan pentingnya pembahasan ini, maka didahulukan sebelum mengenal sesuatu lainnya, karena kebahagiaan manusia didunia dan akhirat tergantung pada nya. 

Allah Ta'ala berfirman : 

فَمَن يَكْفُرْ بِٱلطَّٰغُوتِ وَيُؤْمِنۢ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱسْتَمْسَكَ بِٱلْعُرْوَةِ ٱلْوُثْقَىٰ لَا ٱنفِصَامَ لَهَا ۗ 

"  Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus ". (Q.S. Al-Baqorah :256)

Kandungan makna ayat diatas, bahwasannya barangsiapa yang menyia-nyiakan akidah ini maka sungguh ia telah berpegang dengan angan-angan yang kosong dan kebatilan, dikarenakan tatkala jalan kebenaran diterjang, maka niscaya ia terjerumus ke jalan kesesatan. 

Allah Ta'ala berfirman :

 

ذَٰلِكَ بِأَنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِن دُونِهِۦ هُوَ ٱلْبَٰطِلُ وَأَنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلْعَلِىُّ ٱلْكَبِيرُ ﴿٦٢﴾

"(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar." (Q.S. Al-Hajj :62)

 Jika telah diketahui apa yang mereka sembah adalah bathil, maka tempat nya adalah neraka dan itu merupakan seburuk-buruk tempat kembali. 

Aqidah maknanya adalah apa yang diyakini oleh seorang hamba dan dijadikan sebagai agama nya. 

Sekiranya aqidah tersebut sesuai dengan tujuan diutusnya  para Rasul dan diturunkan nya kitab kitab, maka itu merupakan aqidah yang benar dan lurus, niscaya akan menghantarkan keselamatan dari siksa Allah dan membawa kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. 

Namun jika aqidah tersebut menyelisihi apa yang dibawa oleh para Rasul dan kitab yang Allah Ta'ala turunkan, maka aqidah ini akan membawa dampak kehancuran dan adzab dunia dan akhirat. 

Aqidah yang shohih dan benar membawa dampak terpelihara nya darah, harta, harga diri dan dilarang bagi orang lain untuk bertindak aniaya dengan tanpa hak. 

Nabi Sallallahu alaihi wa sallam bersabda : 

أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَيُقِيمُوا الصَّلاَةَ ، وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ، فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّى دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ الإِسْلاَمِ ، وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ

“Aku diperintah untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tiada ilah (sesembahan) yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, serta mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Jika mereka telah melakukan yang demikian, terpeliharalah dariku darah serta harta mereka, kecuali dengan hak nya, sedangkan perhitungan mereka diserahkan pada Allah Ta’ala.” (HR.Al-Bukhari dan Muslim)

Rosulullah Sallallahu alaihi wa sallam bersabda : 

من قال لا إله إلا الله وكفر بما يعبد من دون الله  حرم ماله ودمه  وحسابه علي الله عزَّ وجلَّ 

" Barangsiapa yang bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah semata dan ia mengingkari apa yang disembah selain Allah, maka haram harta dan darahnya dan perhitungan hisab nya di kembalikan kepada Allah Azza wa Jalla". (HR. Muslim)

Dakwah pada aqidah islam akan membawa kepada keselamatan dari siksa hari kiamat. 

Diriwayatkan oleh Sahabat Jabir radhiyallahu anhu, bahwasanya Rosulillah Sallallahu alaihiwa sallam bersabda : 

من لقي الله لا يشرك به شيئا دخل الجنة،  ومن لقيه يشرك به دخل النار 

" Barangsiapa yang berjumpa dengan Allah Ta'ala tidak menyekutukan Nya sedikitpun, ia akan masuk surga, dan barangsiapa yang berjumpa dengan menyekutukan Nya, maka ia masuk neraka ". (HR. Muslim)

Diriwayatkan dari Sahabat Utbaan ibnu Ma'lik radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda : 

 أن الله قد حرم علي النار من قال : لا اله إلا الله،  يبتغي بذالك وجه الله 

 " Sesungguhnya Allah Ta'ala telah mengharamkan bagi neraka orang-orang yang mengucapkan : lha ilaha illallah, yang mengharapkan wajah Allah semata ". ( HR. Al-Bukhari dan Muslim) 

Aqidah yang benar dan lurus dapat menghapus dosa-dosa dan kesalahan, sebagaimana diriwayatkan oleh Sahabat Anas radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Allah Ta'ala berfirman :

…يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ اْلأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيْتَنِي لاَ تُشْرِكُ بِي شَيْئاً لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً.

"…Wahai anak cucu Adam, seandainya engkau datang kepada-Ku dengan dosa sepenuh bumi, sedangkan engkau ketika mati tidak menyekutukan Aku sedikit pun juga, pasti Aku akan berikan kepadamu ampunan sepenuh bumi pula ". (HR At-Tirmidzi)

Didalam hadist qudsi diatas, diberitahukan bahwasanya syarat dari mendapatkan ampunan Allah Ta'ala adalah aqidah yang lurus bebas dari syirik, baik syirik besar atau syirik kecil, sedikit atau banyak, dan barangsiapa yang demikian keadaannya, maka ia adalah pemilik hati yang bersih. 

Allah Ta'ala berfirman : 

يَوْمَ لَا يَنفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ ﴿٨٨﴾ 
إِلَّا مَنْ أَتَى ٱللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ ﴿٨٩﴾

"88. (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna,"
"89. kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih ". (Q.S. Asy-Syûrâ: 88-89)

Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata dalam hadist Utbaan ibnu Ma'lik radhiyallahu anhu : " Dan para ahli Tauhid yang murni yang tidak bercampur dengan syirik diberikan ampunan tidak seperti orang-orang yang lainnya, jika sekiranya seorang ahli Tauhid tidak melakukan dosa syirik sedikitpun, namun melakukan dosa-dosa sepenuh bumi, maka Allah Ta'ala akan memberikan ampunan dosa-dosa nya sepenuh bumi semisalnya. Dan hal ini tidak didapatkan oleh orang-orang yang Tauhid nya kurang dan menerjang dosa syirik, dikarenakan hanya orang yang bertauhid secara sempurna dan murni saja meraih keutamaan tersebut, dengan rasa cinta dan pengagungan kepada Allah Ta'ala serta rasa khouf, roja' akan menghapuskan dosa-dosa, walaupun sepenuh bumi, dikarenakan dosa tersebut datang tidak sebanding dengan keutamaan Tauhid tersebut. ...".

Aqidah yang lurus akan menghasilkan amalan amalan dan memberikan manfaat kepada pelaku nya. 

Allah Ta'ala berfirman : 

مَنْ عَمِلَ صَٰلِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ ﴿٩٧﴾

" Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (Q.S An-Nahl : 97)

Dan lawan dari itu, bahwasannya aqidah yang rusak akan menghapuskan amalan. 

Allah Ta'ala berfirman :

 

وَلَقَدْ أُوحِىَ إِلَيْكَ وَإِلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ ٱلْخَٰسِرِينَ ﴿٦٥﴾

" Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi." (Q.S. Az-Zumar :65)

Allah Ta'ala berfirman : 

ذَٰلِكَ هُدَى ٱللَّهِ يَهْدِى بِهِۦ مَن يَشَآءُ مِنْ عِبَادِهِۦ ۚ وَلَوْ أَشْرَكُوا۟ لَحَبِطَ عَنْهُم مَّا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ ﴿٨٨﴾

" Itulah petunjuk Allah, yang dengannya Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan." (Q.S. Al - An ' am :88)

Aqidah menjadi rusak dengan perbuatan syirik dan mengakibatkan terharamkan dari surga dan ampunan, bahkan akan mendapatkan siksa yang kekal abadi dalam neraka. 

Allah Ta'ala berfirman : 

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِۦ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُ ۚ وَمَن يُشْرِكْ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱفْتَرَىٰٓ إِثْمًا عَظِيمًا ﴿٤٨﴾

" Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar." (Q.S. An-Nisaa :48)

Allah Ta'ala berfirman : 

لَقَدْ كَفَرَ ٱلَّذِينَ قَالُوٓا۟ إِنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلْمَسِيحُ ٱبْنُ مَرْيَمَ ۖ وَقَالَ ٱلْمَسِيحُ يَٰبَنِىٓ إِسْرَٰٓءِيلَ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ رَبِّى وَرَبَّكُمْ ۖ إِنَّهُۥ مَن يُشْرِكْ بِٱللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ ٱللَّهُ عَلَيْهِ ٱلْجَنَّةَ وَمَأْوَىٰهُ ٱلنَّارُ ۖ وَمَا لِلظَّٰلِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ ﴿٧٢﴾

" Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam", padahal Al Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu". Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun." (Q.S. Al-Maidah :72)

Aqidah yang rusak mengakibatkan halal darah dan harta seseorang.

Allah Ta'ala berfirman : 

 وَقَٰتِلُوهُمْ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ ٱلدِّينُ كُلُّهُۥ لِلَّهِ ۚ فَإِنِ ٱنتَهَوْا۟ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ بَصِيرٌ ﴿٣٩﴾

" Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan." (Q.S. Al-Anfaal :39)

Allah Ta'ala berfirman : 

فَإِذَا ٱنسَلَخَ ٱلْأَشْهُرُ ٱلْحُرُمُ فَٱقْتُلُوا۟ ٱلْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدتُّمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ وَٱحْصُرُوهُمْ وَٱقْعُدُوا۟ لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ ۚ فَإِن تَابُوا۟ وَأَقَامُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَوُا۟ ٱلزَّكَوٰةَ فَخَلُّوا۟ سَبِيلَهُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ ﴿٥﴾

" Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi maha Penyayang."
(Q.S. At-Taubah :5)

Dengan demikian, bahwasanya aqidah yang sohih dan lurus memiliki dampak yang baik dalam hati dan tingkah laku baik pribadi, masyarakat dan pembangunan suatu negeri. 

Sebagai contoh disana terdapat dua kelompok yang membangun masjid, yang satu memiliki niat yang baik serta aqidah yang murni kepada Allah Ta'ala. 

Dan kelompok satunya memiliki tujuan yang buruk dan dilandasi aqidah yang menyimpang. 

Maka Allah Ta'ala memerintahkan kepada Nabi Sallallahu alaihi wa sallam untuk mengerjakan sholat di masjid yang dibangun di atas ketakwaan dan dilarang untuk mendatangi masjid yang dibangun di atas landasan kekufuran dan niat yang tidak baik. 

Allah Ta'ala berfirman : 

وَٱلَّذِينَ ٱتَّخَذُوا۟ مَسْجِدًا ضِرَارًا وَكُفْرًا وَتَفْرِيقًۢا بَيْنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ وَإِرْصَادًا لِّمَنْ حَارَبَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ مِن قَبْلُ ۚ وَلَيَحْلِفُنَّ إِنْ أَرَدْنَآ إِلَّا ٱلْحُسْنَىٰ ۖ وَٱللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَٰذِبُونَ ﴿١٠٧﴾ لَا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا ۚ لَّمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى ٱلتَّقْوَىٰ مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَن تَقُومَ فِيهِ ۚ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَن يَتَطَهَّرُوا۟ ۚ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلْمُطَّهِّرِينَ ﴿١٠٨﴾ أَفَمَنْ أَسَّسَ بُنْيَٰنَهُۥ عَلَىٰ تَقْوَىٰ مِنَ ٱللَّهِ وَرِضْوَٰنٍ خَيْرٌ أَم مَّنْ أَسَّسَ بُنْيَٰنَهُۥ عَلَىٰ شَفَا جُرُفٍ هَارٍ فَٱنْهَارَ بِهِۦ فِى نَارِ جَهَنَّمَ ۗ وَٱللَّهُ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلظَّٰلِمِينَ ﴿١٠٩﴾ لَا يَزَالُ بُنْيَٰنُهُمُ ٱلَّذِى بَنَوْا۟ رِيبَةً فِى قُلُوبِهِمْ إِلَّآ أَن تَقَطَّعَ قُلُوبُهُمْ ۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ ﴿١١٠﴾

"107. Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka Sesungguhnya bersumpah: "Kami tidak menghendaki selain kebaikan". Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya)."
108. Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar takwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. Di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih."

109. Maka apakah orang-orang yang mendirikan mesjidnya di atas dasar takwa kepada Allah dan keridhaan-(Nya) itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan dia ke dalam neraka Jahannam. Dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang zalim."

110. Bangunan-bangunan yang mereka dirikan itu senantiasa menjadi pangkal keraguan dalam hati mereka, kecuali bila hati mereka itu telah hancur. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (Q.S. At-Taubah : 107-110)

                 ●●● ☆☆☆☆●●●

Selasa, 07 Februari 2017

KEMBALI KEPADA ULAMA DALAM MASALAH NAWAZIL

Asy-Syaikh Prof. DR. Abdurrozak Al-Badr hafidhohullahu Ta'ala. 

Alhamdulillah, wassholatu wassalamu ala Rosulillah, wa ba'du : 

Tidak samar bagi setiap muslim tentang kedudukan, keagungan, kemuliaan dan kehormatan yang tinggi para Ahli Ilmu dan para Pemuka Agama, dikarenakan sesungguhnya mereka merupakan pemimpin dalam kebajikan dan pemuka agama yang diteladani serta didengar pendapat nya, mereka adalah pelita sepanjang masa, tonggak kebaikan dan pemimpin yang diikuti. Dengan ilmu yang mereka miliki menyampaikan kepada derajat orang-orang yang bertakwa yang penuh kebajikan, sungguh telah agung dan mulia kedudukan dan derajat mereka. 

Allah Ta'ala berfirman : 

 قُلْ هَلْ يَسْتَوِى ٱلَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَٱلَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ ۗ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُو۟لُوا۟ ٱلْأَلْبَٰبِ 

" Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran."
(Q.S. Az-Zumar :9)

Allah Ta'ala berfirman : 

 يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ ۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ 

" Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Q.S. Al-Mujadilah :11)

Diantara keutamaan para ahli ilmu, bahwasannya para malaikat meletakkan sayapnya dalam rangka menghormati mereka, dan para makhluk memintakan ampunan kepada Allah Ta'ala terhadap mereka, termasuk ikan-ikan kecil didasar laut, karena mereka adalah pewaris para Nabi dan sesungguhnya para Nabi tidak memberikan peninggalan harta yang berupa lempengan logam emas atau perak, namun meninggalkan ilmu, dan para pewaris menggantikan kedudukan yang mewarisi, menyandang kedudukan para Nabi. 

ففي حديث أبي الدرداء رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه و سلم  قال : ((مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَطْلُبُ فِيهِ عِلْمًا سَلَكَ اللَّهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ ، وَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَإِنَّهُ لَيَسْتَغْفِرُ لِلْعَالِمِ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ حَتَّى الْحِيتَانُ فِي الْمَاءِ وَفَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ إِنَّ الْعُلَمَاءَ هُمْ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ لَمْ يَرِثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا وَإِنَّمَا وَرِثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ ))

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Sahabat Abu Darda' radhiyallahu anhu, bahwasanya Rosulillah Sallallahu alaihiwa sallam bersabda : " Barangsiapa yang menempuh perjalanan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah Ta'ala langkahkan bagi nya jalan menuju surga, dan para malaikat meredupkan sayapnya dalam rangka ridho terhadap penuntut ilmu, dan sesungguhnya segala sesuatu yang berada di langit dan di bumi dan termasuk ikan-ikan di lautan memintakan ampunan bagi para orang-orang yang berilmu dan keutamaan orang yang alim atas ahli ibadah seperti ibarat bulan purnama jika dibandingkan dengan bintang-bintang di langit, dan sesungguhnya para ulama mereka adalah pewaris para Nabi yang tidak meninggalkan warisan harta yang berupa dinar atau dirham, namun mewarisi ilmu, barangsiapa yang mengambilnya, sungguh ia mendapatkan keberuntungan yang besar ". 

Jelas dalam hadist diatas, bahwa para ulama mewarisi apa yang dibawa oleh para Nabi, yaitu ilmu, mereka adalah pengganti Nabi pada umatnya dengan berdakwah kepada Allah Ta'ala dan taat kepada Allah Ta'ala serta mencegah manusia dari berbuat maksiat dan dosa, maka mereka memiliki kedudukan sebagaimana para Rasul antara Allah Ta'ala dan makhluk Nya, dengan memberikan penjelasan, petunjuk, penerangan, memberikan nasihat, menegakkan hujjah, menghilangkan udzur, menjelaskan jalan kebenaran. 

قال محمد بن المنكدر : " إن العالم بين الله وبين خلقه ، فلينظر كيف يدخل عليهم " .

Berkata Muhammad ibnul Mungkadir rahimahullah : " Sesungguhnya orang Alim merupakan penengah antara Allah dan para makhluk Nya, maka hendaknya melihat, bagaimana (cara) masuk (mendakwahi) mereka ".

 وقال سفيان بن عيينة : "أعظم الناس منزلةً من كان بين الله وبين خلقه : الأنبياء والعلماء " .

Berkata Sufyan ibnu Uyainah rahimahullah : " Sesungguhnya manusia yang paling agung kedudukan nya diantara Allah dan para makhluk Nya adalah : Para Nabi dan Ulama ".

وقال سهل بن عبد الله : " من أراد أن ينظر إلى مجالس الأنبياء فلينظر إلى مجالس العلماء ، يجيء الرجل فيقول : يا فلان ما تقول في رجل حلف على امرأته كذا وكذا ؟ فيقول : طلقت امرأته ، ويجيء آخر فيقول : ما تقول في رجل حلف على امرأته بكذا وكذا ؟ فيقول : يحنثُ بهذا القول ، وليس 
هذا إلا لنبي أو عالم فاعرفوا لهم  ذلك " .

Berkata Sahl ibnu Abdillah rahimahullah : " Barangsiapa yang hendak melihat majalis para Nabi, hendaknya melihat kepada majlis nya para Ulama, seseorang datang dan bertanya : bagaimana jika seseorang bersumpah demikian demikian kepada istrinya...? Maka dijawab : dia telah menceraikan istrinya. Ada yang lainnya datang dan bertanya : Bagaimana jika seseorang dihadapan istrinya bersumpah demikian dan demikian....? Maka dijawab : hendaknya ia membatalkan sumpah nya ". 

Semua ini tidak dilakukan kecuali oleh seorang Nabi atau orang yang Alim , maka ketahuilah ini adalah hak mereka". 

وقال ميمون بن مهران : " إن مثل العالم في البلد كمثل عين عذبة في البلد " .

Berkata Maimun ibnu Mihran rahimahullah : " Sesungguhnya perumpamaan seorang yang alim dalam suatu negeri, seperti perumpamaan mata air yang mengalir dalam satu negara ". 

Jika kedudukan ahli ilmu sedemikian mulia dan agung, maka sesungguhnya kewajiban bagi setiap manusia agar menjaga kehormatan mereka dan mengetahui kedudukan mereka.

عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ رضي الله عنه : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : (( لَيْسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ لَمْ يُجِلَّ كَبِيرَنَا ، وَيَرْحَمْ صَغِيرَنَا ، وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا حَقَّهُ)) 

Diriwayatkan dari sahabat Ubaadah ibnus Shomith radhiyallahu anhu, bahwasanya Rosulillah Sallallahu alaihi wa sallam bersabda : " Bukankah termasuk umatku orang-orang yang tidak menghormati orang tua kita dan memberikan kasih sayang kepada anak-anak yang muda dan menunaikan bagi orang-orang yang alim hak-hak mereka ".

Dan diantara hak-hak para ulama yang seyogyanya tidak boleh dilupakan senantiasa dikenang, yaitu bahwasanya mereka adalah orang-orang yang menyampaikan agama Allah Ta'ala dan menjelaskan hukum hukum syariat, sehingga tidak sepantasnya bagi para manusia untuk meremehkan atau menghinakan atau melecehkan atau memalingkan manusia dari mereka dan semisalnya, yang merupakan jalan orang-orang jahil yang tidak mengenal keutamaan dan keagungan para ulama. 

Sebagaimana telah diketahui bersama, bahwasanya setiap cabang ilmu hendaknya dikembalikan kepada orang-orang yang ahli dalam bidang nya, sehingga tidak merujuk dalam urusan kesehatan kepada insinyur atau tukang bangunan, akan tetapi hendaknya merujuk kepada ahli medis,  dan demikian dalam urusan lainnya. 

Maka bagaimana dengan urusan yang berkaitan dengan ilmu syariat dan mengetahui hukum hukum dan mempelajari fikih serta keadaan nawazil atau keadaan darurat, bagaimana kemudian seseorang merujuk kepada yang bukan ahli nya yaitu para ulama dan ahli fikih yang mumpuni....?  

Allah Ta'ala berfirman : 

وَإِذَا جَآءَهُمْ أَمْرٌ مِّنَ ٱلْأَمْنِ أَوِ ٱلْخَوْفِ أَذَاعُوا۟ بِهِۦ ۖ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى ٱلرَّسُولِ وَإِلَىٰٓ أُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ ٱلَّذِينَ يَسْتَنۢبِطُونَهُۥ مِنْهُمْ ۗ وَلَوْلَا فَضْلُ ٱللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُۥ لَٱتَّبَعْتُمُ ٱلشَّيْطَٰنَ إِلَّا قَلِيلًا ﴿٨٣﴾

" Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, sungguh niscaya dapat mengetahuinya orang-orang (yang fakih) diantara mereka untuk memberikan penjelasan hukum (perkara tersebut). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu)." (Q.S. An-Nisaa :83)

Maksud dari Ulil Amri dalam ayat ini adalah para ulama yang mumpuni yang sanggup menjelaskan hukum hukum syariat yang diambil dari Al-Qur'an dan As-Sunnah, dikarenakan dalil-dalil syar'i yang shorih (jelas) tidak mencakup penjelasan secara mendetail tentang hukum dan kejadian yang genting dalam suatu masa mendatang, dan tidak ada yang mampu ber istinbath (mengambil dalil) dan mengupas perkara tersebut kecuali para ulama yang mumpuni. 

Berkata Abul A'liyah rahimahullah, menafsirkan makna : - Ulil Amri  - dalam ayat diatas : "Mereka adalah Ahlu Ilmi ", berdasarkan ayat setelah nya yang berbunyi : "  Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, sungguh niscaya dapat mengetahuinya orang-orang (yang fakih) diantara mereka untuk memberikan penjelasan hukum (perkara tersebut) ".

Berkata Qotadah rahimahullah : " Maksud ayat ini adalah perintah untuk mengembalikan perkara tersebut kepada ulama mereka, karena mereka yang dapat memahami dan mengetahui". 

Berkata Ibnu Juraij rahimahullah : " Mengembalikan kepada Ulil Amri, yaitu kepada ulama ahli fikih dan agama yang cerdik ".

Al-Imam Al-Hafiz Ibnu Hajar rahimahullah berkata dalam kitab - Fathul Ba'riy - menukil ungkapan Ibnu Tiin dari Ad-Da'wudy rahimahullah tatkala menyebutkan firman Allah Ta'ala : 

وَأَنزَلْنَآ إِلَيْكَ ٱلذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ ﴿٤٤﴾

"Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan ". (Q.S. An-Nahl :44)

Yaitu : " Ketika Allah Ta'ala menurunkan dalam kitab Nya hukum dan perkara yang terjadi waktu tersebut maupun kejadian masa mendatang secara global maka Nabi Sallallahu alaihi wa sallam memberikan keterangan secara terperinci, dan telah diwariskan kepada para ulama, sebagaimana dijelaskan oleh Allah Ta'ala dalam firman Nya : 

 { وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ } 

Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, sungguh niscaya dapat mengetahuinya orang-orang (yang fakih) diantara mereka untuk memberikan penjelasan hukum (perkara tersebut) ".

وقال العلامة عبد الرحمن بن سعدي رحمه الله في معنى الآية : " هذا تأديب من الله لعباده عن فعلهم هذا غير اللائق ، وأنه ينبغي لهم إذا جاءهم أمر من الأمور المهمة والمصالح العامة ما يتعلق بالأمن وسرور المؤمنين أو بالخوف الذي فيه مصيبة ؛ عليهم أن يتثبتوا ولا يستعجلوا بإشاعة ذلك الخبر ، بل يردونه إلى الرسول وإلى أولي الأمر منهم ، أهل الرأي والعلم والنصح والعقل والرزانة ، الذين يعرفون الأمور ويعرفون المصالح وضدها . فإن رأوا في إذاعته مصلحة ونشاطا للمؤمنين وسروراً لهم وتحرزا من أعدائهم فعلوا ذلك ، وإن رأوا أنه ليس فيه مصلحة  أو فيه مصلحة ولكن مضرته تزيد على مصلحته، لم يذيعوه ، ولهذا قال: { لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ } أي: يستخرجونه بفكرهم وآرائهم السديدة وعلومهم الرشيدة.

Berkata Al-Allamah Abdurrahman ibnu Nashir As-Sa'diy rahimahullah dalam makna ayat : " Ini merupakan pelajaran dari Allah Ta'ala kepada para hamba yang melakukan perbuatan yang tidak sepatutnya, dan sesungguhnya jika datang suatu perkara yang penting yang berdampak kepada maslahat umum, yang berkaitan dengan rasa aman atau kegembiraan kaum mukminin atau berkaitan dengan rasa takut atau kegelisahan seperti suatu musibah, maka hendaknya mereka agar  mencari kabar tentang kebenaran nya dan tidak bersikap terburu-buru menyebar luaskan berita tersebut dan diperintahkan agar mengembalikan urusan tersebut kepada Rasul dan Ulil Amri mereka yaitu ahli ro'yi yang memiliki ilmu yang berjiwa menasehati yang memahami situasi yang memiliki pendirian yang kokoh, yang benar benar mengetahui pemasalahan serta dampak maslahat dan lawannya yaitu mudhorot.

Jika mereka memandang sekiranya menyebarkan berita tersebut membawa dampak maslahat bagi umat dan kegembiraan serta menimbulkan semangat dan menjadikan kaum muslimin kokoh dihadapan musuh-musuh nya, maka hal itu dilakukan. 

Namun jika sekiranya hal tersebut tidak membawa maslahat atau membawa dampak maslahat akan tetapi mudhorot yang muncul lebih besar, maka tidak menyebarluaskan berita tersebut. 

Oleh karena nya, Allah Ta'ala berfirman: " sungguh niscaya dapat mengetahuinya orang-orang (yang fakih) diantara mereka untuk memberikan penjelasan hukum (perkara tersebut) ".

Yaitu : mereka mengeluarkan (mengolah dalil-dalil untuk menjelaskan suatu perkara) dengan pemikiran, pendapat yang lurus dan ilmu mereka yang jernih ".

وفي هذا دليل لقاعدة أدبية ؛ وهي أنه إذا حصل بحث في أمر من الأمور ينبغي أن يولَّى مَنْ هو أهل لذلك ويجعل إلى أهله، ولا يتقدم بين أيديهم ، فإنه أقرب إلى الصواب وأحرى للسلامة من الخطأ . وفيه النهي عن العجلة والتسرع لنشر الأمور من حين سماعها ، والأمر بالتأمل قبل الكلام والنظر فيه ؛ هل هو مصلحة فيُقْدِم عليه الإنسان ، أم لا فيحجم عنه "  انتهى كلامه رحمه الله .

Dan didalam hadist ini terdapat kaidah yang sangat mendidik, yaitu : apabila mengupas suatu perkara yang dijumpai hendaknya dikembalikan kepada orang yang membidangi nya dan yang menjadi spesialis nya, dan tidak diperbolehkan mendahului mereka, karena merekalah yang lebih dekat kepada kebenaran dan cenderung kepada keselamatan daripada kesalahan. 

Dan didalam nya terdapat larangan bersifat terburu buru untuk menyebarkan apa yang ia dengar dan anjuran untuk bersikap berhati-hati sebelum berbicara dan memandang suatu permasalahan, apakah disana terdapat maslahat kebaikan sehingga ia  suguhkan kepada manusia, namun jika tidak terdapat maslahat maka ia sembunyikan dari mereka ". -selesai ungkapan beliau rahimahullah-

Dengan demikian dapat diketahui bahwasanya perkara ini sangatlah penting, dalam urusan nawazil (perkara yang baru muncul) dan kejadian yang sedang hangat diperbincangkan, dan memberikan penjelasan hukum syar'i pada nya, dan tidak diperkenankan setiap orang untuk berbicara mengupas nya, kecuali hanya khusus para ulama dan ahli bashiroh terhadap agama. 

قال شيخ الإسلام ابن تيمية رحمه الله : " والمنصب والولاية لا يجعل من ليس عالماً مجتهدًا عالماً مجتهدًا ، ولو كان الكلام في العلم والدين بالولايات والمنصب لكان الخليفة والسلطان أحق بالكلام في العلم والدين، وبأن يستفتيه الناس ويرجعوا إليه فيما أشكل عليهم في العلم والدين . فإذا كان الخليفة والسلطان لا يدَّعي ذلك لنفسه ، ولا يلزم الرعية حكمه في ذلك بقول دون قول إلا بكتاب الله وسنة رسوله صلى الله عليه وسلم ، فمن هو دون السلطان في الولاية أولى بأن لا يتعدى طوره ) 

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata : " Kedudukan dan kepemimpinan tidaklah dapat merubah  seseorang yang bukan golongan alim mujtahid menjadi seorang yang alim lagi mujtahid, sekiranya diperbolehkan berbicara tentang ilmu dan agama bagi mereka yang memiliki level kepemimpinan dan kedudukan, niscaya para Kholifah dan penguasa lebih berhak untuk berbicara tentang masalah ilmu dan agama, dengan cara menebarkan fatwa kepada para manusia dan orang-orang merujuk kepada mereka para penguasa jika terdapat permasalahan yang membingungkan tentang ilmu dan agama.

Jika para Kholifah dan pemimpin tidak menyerukan hal ini untuk dirinya dan di lain sisi para rakyat tidak dituntut berhukum kepada ucapan ucapan mereka, kecuali jika berdasarkan dengan kitab Allah Ta'ala dan sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam,  maka selain penguasa yang jabatannya lebih rendah dari nya tentu lebih utama untuk tidak melangkahi batas mereka ". 

وإنا لنسأل الله جل وعلا أن يبارك لنا في علمائنا وأن ينفعنا بعلومهم ، وأن يجزيهم عنا خير الجزاء وأوفره إنه سميع مجيب.

Dan kita memohon kepada Allah Jalla wa Ala' agar memberikan keberkahan kepada para Ulama kita dan kita mendapatkan manfaat dari ilmu ilmu mereka, dan semoga Allah memberikan balasan dengan sebaik baik balasan yang melimpah untuk mereka dan kita semua,  sesungguhnya Dia Dzat yang Maha Mendengar lagi Mengijabahi. 

                         ********