Rabu, 24 April 2024

PERHIASAN BAGI PENUNTUT ILMU


DaurahSyar_iyyah_Batu_23
Oleh : Ustadz Zaki Rakhmawan hafizhahullah. 
Bagian Pertama

Pendahuluan dari  Penjelasan kitab Hilyah Tholibil Ilmi
Oleh Syaikh Prof. Dr. Ziyad al-‘Abadi hafizhahullah.

Syaikh hafizhahullah  menyebutkan hadits yang mulia:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


{ إِنَّ الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ مَلْعُونٌ مَا فِيهَا إِلَّا ذِكْرُ اللَّهِ وَمَا وَالَاهُ وَعَالِمٌ أَوْ مُتَعَلِّمٌ }

“Dunia itu terlaknat dan segala yang terkandung di dalamnya pun terlaknat, kecuali orang yang berdzikir kepada Allah, yang melakukan ketaatan kepada-Nya, seorang ‘alim atau penuntut ilmu syar’i.” (HR. at-Tirmidzi no. 2322, Ibnu Majah. No. 4112 lihat Shohih at-Targhib no. 3244, hasan)


Syaikh hafizhahullah menjelaskan perkataan Ibnul Qoyyim rahimahullah di dalam kitab Madarijus Salikin:


يقول رحمه الله: العلم إن لم يصحب السالك من أول قدم يضعه في الطريق إلى آخر قدم ينتهي إليه فسلوكه على غير طريق، وهو مقطوع عليه طريق الوصول، مسدود عليه سبل الهدى والفلاح، مغلقة عنه أبوابها. وهذا إجماع من الشيوخ العارفين، ولم ينه عن العلم إلا قطاع الطريق منهم ونواب إبليس وشرطه

Beliau rahimahullah berkata;
Jika ilmu tidak menyertai musafir dari langkah pertama yang dilaluinya hingga langkah terakhir yang dilaluinya, maka jalannya berada di jalur lain, dan jalur kedatangannya terputus, lepas darinya, maka tertutup baginya jalan-jalan petunjuk dan kesuksesan, dan tertutup baginya pintu-pintunya. Ini adalah kesepakatan para ulama yang berilmu, dan tidak ada yang melarang dari ilmu kecuali para perampok di jalan, para wakil iblis dan tentara-nya.

قال الجنيد بن محمّدٍ - رحمه الله -: الطُّرق كلُّها مسدودةٌ على الخلق إلّا على من اقتفى أثر الرّسول - صلى الله عليه وسلم -.
وقال: من لم يحفظ القرآن ويكتب الحديث لا يُقتَدى به في هذا الأمر، لأنّ علْمنا مقيّدٌ بالكتاب والسُّنّة.
وقال: مذهبنا هذا مقيّدٌ بالأصول: الكتاب والسُّنّة.
وقال أبو حفصٍ - رحمه الله -: من لم يَزِنْ أفعالَه وأحوالَه في كلِّ وقتٍ بالكتاب  والسُّنّة، ولم يتّهم خواطِرَه فلا يُعدُّ في ديوان الرِّجال

Al-Junaid bin Muhammad - rahimahullah - berkata: “Semua jalan kebaikan ditutup bagi orang-orang kecuali mereka yang mengikuti jejak Rasulullah ﷺ.
Beliau pun berkata: Barang siapa yang enggan menghafal Al-Qur’an dan menuliskan hadits, maka tidak dapat dijadikan panutan dalam hal tersebut, karena ilmu kita dibatasi oleh Al-Qur’an dan as-Sunnah.
Beliau berkata: Madzhab cara pandang kami  dibatasi oleh prinsip-prinsip: Al-Qur’an dan Sunnah.
Abu Hafs – rahimahullah – berkata: Barangsiapa tidak menimbang perbuatan dan keadaannya setiap saat menurut Kitab  dan as-Sunnah, dan enggan untuk menyalahkan pikirannya maka tidak dianggap sebagai list laki-laki pejantan.


وقال سهل بن عبد الله - رضي الله عنه -: كلُّ فعلٍ يفعله العبد بغير اقتداءٍ ــ طاعةً كان أو معصيةً ــ فهو عيشُ النّفس، وكلُّ فعلٍ يفعله العبد بالاقتداء فهو عذابٌ على النّفس

Sahl bin Abdillah radhiallahu’anhu berkata, “Setiap amalan yang dilakukan hamba tanpa contoh panutan, baik bentuk ketaatan maupun kemaksiatan, adalah kehidupan bagi jiwa, dan setiap perbuatan yang dilakukan hamba dengan contoh panutan keteladanan maka dia adalah siksa bagi jiwa.

وقال أبو عثمان النّيسابوريُّ - رحمه الله -: الصُّحبة مع الله: بحسن الأدب، ودوام الهيبة والمراقبة. والصُّحبة مع الرّسول - صلى الله عليه وسلم -: باتِّباع سنّته، ولزوم ظاهر العلم. ومع أولياء الله: بالاحترام والخدمة. ومع الأهل: بحسن الخلق. ومع الإخوان: بدوام البِشْر ما لم يكن إثمًا. ومع الجهّال: بالدُّعاء لهم والرّحمة. زاد غيره: ومع الحافظَينِ: بإكرامهما واحترامهما وإملائهما ما يحمدانك عليه. ومع النّفس: بالمخالفة. ومع الشّيطان: بالعداوة

Abu Utsman An Naisabury rahimahullah pernah berkata :
✅ Berinteraksi dengan Allah dengan Adab yang baik dan selalu ada rasa pengagungan dan selalu merasa di awasi oleh Allah .
✅ Berinteraksi dengan Rasulullah ﷺ dengan mengikuti Sunnah Rasul ﷺ dan selalu tetap mengambil ilmu yang jelas.
✅ Berinteraksi dengan para Wali wali Allah dengan memuliakan dan berkhidmat dalam kebaikan.
✅ Berinteraksi dengan keluarganya dengan akhlak yang baik .
✅ Berinteraksi dengan ikhwahnya dengan selalu ceria selama tidak ada dosa .
✅ Berinteraksi  dengan orang Bodoh dengan mendoakan kebaikan dan berkasih sayang dan berbelas kasih padanya .

Dan ada tambahan lainnya adalah:
Berinteraksi dengan orang yang senantiasa menjaga syari’at  Allah adalah dengan memuliakannya, menghormatinya, memenuhi sanjungan kebaikan kepada mereka, berinteraksi dengan jiwa adalah dengan menyelisihi (apapun yang menyimpang dari syari’at), Berinteraksi dengan syaitan yaitu dengan memusuhinya.


قال معاذ: طلب العلم عندنا عبادة، ومذاكرة العلم تسبيح، وبذل العلم عندنا صدقة، والسفر والسهر لأجل العلم عندنا جهاد، ومن أراد الدنيا فعليه بالعلم، ومن أراد الآخرة فعليه بالعلم، ومن أراد الدنيا والآخرة فعليه بالعلم

Mu’adz radhiallahu’anhu berkata:  Bagi kami mencari ilmu adalah ibadah, mudzakarah ilmu  (kegiatan mengulang ilmu bersama orang lain (bisa dua orang atau lebih) dengan cara saling mengutarakan ilmu yang telah mereka dapatkan dari guru masing-masing) adalah bentuk penyucian, berkorban untuk mendapatkan ilmu bagi kami adalah shodaqah, safar dan begadang untuk menuntut ilmu bagi kami adalah jihad, dan siapa yang menginginkan dunia ini maka dia harus mencari ilmu, dan siapa yang menginginkan akhirat maka diapun harus mencari ilmu, dan siapa yang menginginkan dunia dan akhirat, maka wajiblah baginya untuk mencari ilmu.






Bagian Kedua
Pembahasan Kitab Hilyah Tholibil Ilmi

Syaikh Prof. Dr. Ziyad al-Abbadiy hafizhahullah mengatakan diawal penjelasan kitab Hilyah Tholibil Ilmi:

وقد شرح الكتاب من شيخنا العلامة الكبير الشيخ ابن عثيمين رحمه الله وقدم معاصر يشرح كتاب معاصر وقيمة الشيخ ابن عثيمين تعلمها يشرح كتاب قرين له 

Kitab tersebut dijelaskan oleh ulama besar kita Syaikh Ibnu Utsaimin radhiyallahu 'anhu, dan beliau memberikan penjelasan kepada kitab sezaman, Kapasitas keilmuan  Syaikh Ibnu Utsaimin  rahimahullah mendahulukan untuk menjelaskan kitab yang kekinian ini adalah indikasi kebaikan padanya. 

 وعادة الشراح ان يشرحوا كتب الاقدمين  لا كتب المعاصرين  وهذا ليس تنزلا من قيمة شيخنا أبي بكر أبي زيد  لا  لكن هي هكذا جرت  العادة أن يشرح العلماء كتب  علماء أقدمين و الكتب المتقدمين.

Dan itu adalah adat kebiasaan dari ulama mensyarah (memberikan keterangan) untuk menjelaskan kitab-kitab zaman dahulu, bukan kitab-kitab yang kekinian (karena kitab Hilyah Tholibil Ilmi adalah kitab yang ditulis pada zaman kekinian bukan zaman dahulu), dan ini bukanlah sebuah penghinaan terhadap nilai kitab Syaikh Abu Bakr Abi Zaid. Tidak, namun demikianlah kebiasaan para ulama dalam menjelaskan kitab-kitab zaman dahulu dari para , ulama terdahulu. 

شرح للشيخ ابن عثيمين كانت اشارة واسعة واضحة بينة بقيمة هذا الكتاب  

Syarah penjelasan dari Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah adalah referensi yang memberikan indikasi yang luas dan jelas tentang nilai buku ini (Hilyah). 

قد وفقت أن أخترت في هذه الدورة هذا الكتاب  لا سيما في هذا الزمان الذي ابتلي به الناس وسائل التواصل الاجتماعي وأصبحت المنابر كثيرة  فأصبح كل يفتي وكل يتكلم في النوازل الكبيرة 

Saya memilih buku ini untuk daurah kali ini, (alasannya adalah) terlebih di zaman yang serba terbebani dengan media sosial, banyak mimbar bebas bertebaran, sehingga setiap orang mengeluarkan fatwa dan semua orang berbicara tentang fenomena kekinian yang besar.
Dimana efeknya adalah sedikitnya ihtiram kepada adab penuntut ilmu. Tidak ada hormat yang kecil kepada yang besar dan yang anak-anak kepada yang sepuh. Semoga Allah menjaga kita dan menolong kita dari adab yang jelek tersebut.



‌‌الفصل الأول
آداب الطالب في نفسه
‌‌العلم عبادة

PASAL  PERTAMA
Ilmu adalah ibadah

Oleh Syaikh Prof. Dr. Ziyad al-‘Abadi hafizhahullah.

Syaikh Bakar Abu Zaid rahimahullah mengatakan:

أصل الأصول في هذه "الحلية" بل ولكل أمر مطلوب علمك بأن العلم عبادة، قال بعض العلماء: "العلم صلاة السر، وعبادة القلب".
وعليه، فإن شرط العبادة إخلاص النية لله سبحانه وتعالى، لقوله:
(وما أمروا إلا ليعبدوا الله مخلصين له الدين حنفاء) الآية

وفي الحديث الفرد المشهور عن أمير المؤمنين عمر بن الخطاب رضى الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: (إنما الأعمال بالنيات) الحديث.
فإن فقد العلم إخلاص النية، انتقل من أفضل الطاعات إلى أحط المخالفات، ولا شئ يحطم العلم مثل: الرياء؛ رياء شرك، أو رياء إخلاص (2) ، ومثل التسميع؛ بأن يقول مسمعاً: علمت وحفظت …


Pokok pangkal adab dalam menuntut ilmu, bahkan dalam semua hal yang diperintahkan  adalah pemahaman bahwa ilmu adalah ibadah. Karena itu, sebagian ulama berkata, “Ilmu adalah sholat secara rahasia dan ibadah hati.”

Dengan demikian, sesungguhnya syarat ibadah yang dite- rima adalah ikhlas, memurnikan niat hanya untuk Allah, seperti dalam firman Allah, "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus." (QS. Al-Bayyinah: 5). Dalam sebuah hadits Ahad yang masyhur dari Amirul Mukminin, Umar bin Khattab Radhiyallahu 'anhu, bahwasannya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "sesungguhnya amal-amalan itu tergantung niat.." HR. Bukhari (1) dan Muslim (1907).

Penjelasan dari Syaikh hafizhahullah:
Asal dari perkataan diatas adalah dari Imam al-Ghozali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin, kemudian dipopulerkan oleh ulama-ulama sepeninggalnya.
Masyhur itu ada dua istilah, masyhur yaitu hadits yang diriwayatkan oleh dua orang disetiap tthobaqatnya, dan masyhur populer secara lisan namun tidak ada asal usulnya.
Seperti hadits masyhur tapi tidak ada asal usul nya dari Nabi ﷺ:
اختلاف امتي رحمة

Perbedaan pendapat umatku adalah Rahmat
Dikatakan oleh Imam as-Suyuthi rahimahullah bahwa ini adalah tidak ada asal usulnya dari Nabi ﷺ.

Hadits Umar tersebut adalah hadits pertama di Shohih al-Bukhari, kemudian Syaikh hafizhahullah bertanya kepada peserta, tentang hadits kedua dari Shohih al-Bukhari.


Syaikh Bakr rahimahullah berkata:

فإن فقد العلم إخلاص النية، انتقل من أفضل الطاعات إلى أحط المخالفات، ولا شئ يحطم العلم مثل: الرياء؛ رياء شرك، أو رياء إخلاص (2) ، ومثل التسميع؛ بأن يقول مسمعاً: علمت وحفظت …

Jika ilmu telah kehilangan keikhlasan niat, niscaya ia akan berubah dari ketaatan yang paling utama menjadi kedurhakaan yang paling hina. Tidak ada hal yang akan menghancurkan ilmu kecuali sifat riya; baik riya syirik maupun riya ikhlas, kemudian sum'ah, yaitu dengan ber- kata agar di dengar orang lain, "aku tahu ini, aku hafal ini..." Seorang penuntut ilmu wajib membersihkan dirinya dari semua hal yang bisa mengotori niatnya dalam pencarian yang sejati.




Bagian Ketiiga
Pembahasan Kitab Hilyah Tholibil Ilmi

Syaikh Prof. Dr. Ziyad al-Abbadiy hafizhahullah mengatakan diawal penjelasan kitab Hilyah Tholibil Ilmi:


فالتزم التخلص من كل ما يشوب نيتك في صدق الطلب؛ كحب الظهور، والتفوق على الأقران، وجعله سلماً لأغراض وأعراض، من جاه، أو مال، أو تعظيم، أو سمعة، أو طلب محمدة، أو صرف وجوه الناس إليك، فإن هذه وأمثالها إذا شابت النية، أفسدتها، وذهبت بركة العلم، ولهذا يتعين عليك أن تحمى نيتك من شوب الإرادة لغير الله تعالى، بل وتحمى الحمى

Wajib atasmu untuk senantiasa menjauhkan diri dari berbagai hal yang mengotori niatmu dalam pencarian yang sejati, seperti keinginan untuk terke- nal, mengungguli rekan, menjadikannya sebagai tangga untuk meraih tujuan-tujuan duniawi seperti harta, kedu- dukan, penghormatan, popularitas, mencari pujian dan menjadi pusat perhatian manusia. Semua itu, jika menem- pel pada niat mencari ilmu, niscaya ia akan menghancur- kannya, menghilangkan keberkahan ilmu. Karena itu, wajib atasmu untuk selalu menjaga niatmu dari tujuan lain selain Allah Subhanahu wa ta'ala serta menjaga hal-hal lain yang berkaitan dengannya.

وللعلماء في هذا أقوال ومواقف بينت طرفاً منها في المبحث الأول من كتاب "التعالم"، ويزاد عليه نهى العلماء عن "الطبوليات"، وهى المسائل التي يراد بها الشهرة.

Banyak sekali pernyataan dan komentar para ulama dalam hal ini. Sebagian telah kami jelaskan dalam bab pertama buku al-Taalim  (yaitu kitab التعالم وأثره على الفكر والكتاب at-Ta’aalum wa Atsaruhu ‘alal Fikri wall Kitaab – tulisan Syaikh Bakr Abu Zaid rahimahullah), ditambah dengan larangan para ulama akan bahaya thubuliyyat, yaitu sebuah permisalan dalam persoalan-persoalan yang berkaitan dengan ketenaran dan popularitas.

وقد قيل: "زلة العالم مضروب لها الطبل" 

Dikatakan: "tergelincirnya orang berilmu karena bunyi gendang."
Dikatakan seperti thobl gendang karena kesalahan sedikit saja bisa menjadi tersebar meledak dan populer viral dikalangan orang awam.

وعن سفيان رحمه الله تعالى أنه قال:
"كنت أوتيت فهم القرآن، فلما قبلت الصرة، سلبته" 

Dari Sufyan ats-Tsaury (wafat 161 H) rahimahullah, ia berkata, "aku telah dianuge rahi pemahaman Al-Quran, akan tetapi, saat aku menerima shurrah (kepopuleran) dari penguasa, hilanglah pamahamanku."" 

فاستمسك رحمك الله تعالى بالعروة الوثقى العاصمة من هذه الشوائب؛ بأن تكون - مع بذل الجهد في الإخلاص - شديد الخوف من نواقضه، عظيم الافتقار والالتجاء إليه سبحانه.
ويؤثر عن سفيان بن سعيد الثوري رحمه الله تعالى قوله: "ما عالجت شيئاً أشد على من نيتي"

Berpegangteguhlah kamu, niscaya kamu akan dirahmati Allah dengan tali yang kuat untuk menghadapi hal ini.
Seiring dengan pengerahan segala kemampuan untuk me- murnikan niat, harus ada pula rasa takut akan terjadinya hal-hal yang menghancurkan niat, rasa ketergantungan yang luar biasa terhadap rahmat Allah Subhanahu wa ta'ala. Diriwayatkan bahwa Sufyan bin Sa’id ats-Tsauriy rahimahullah juga pernah berkata, "Tidak ada sesuatu yang lebih dahsyat untuk aku obati  kecuali niatku sendiri.""

وعن عمر بن ذر أنه قال لوالده "يا أبي! مالك إذا وعظت الناس أخذهم البكاء، وإذا وعظهم غيرك لا يبكون؟ فقال: يا بنى! ليست النائحة الثكلى مثل النائحة المستأجرة 

Dari Umar bin Dzarr, bahwa ia berkata kepada ayahnya, "Wahai Ayah, mengapa jika engkau menasehati manusia, mereka selalu menangis, semantara jika orang lain menasehati mereka, mereka tidak menangis?" Ia menjawab, "Wahai anakku, ratapan orang yang menderita sangat berbeda dengan ratapan perempuan yang diupah."

Syaikh hafizhahullah menjelaskan:

لا نجاح لك في اي امر اذا لم تكن مستحبة رأسه أي شيء ليس رأسه المحبة لا تنتهي

Kamu tidak akan sukses dalam hal apapun jika kamu tidak melandasinya dengan cinta, apapun yang bukan dilandasi karena Cinta tidak akan pernah ada habisnya.

اساس النجاح في كل شيء  ثلاث كلمات ،  حب وخوف ورجاء،  هذا بالطائر قالوا رأسه المحبة وجناحاه الخوف والرجاء
 فلا يطير الطائر الا بهذه الثلاثة

"Asas kesuksesan dalam segala sesuatu bisa diraih dengan tiga hal:
1. Al-Hubbu (cinta), 2. Ar-Khauf (takut), 3. Ar-Raja' (harap)
Ketiga hal ini ibarat burung. Yang pertama cinta ibarat kepalanya, sedangkan yang kedua rasa takut dan ketiga raja’ adalah ibarat sayapnya."

فلا يطير الطائر الا بهذه الثلاثة

Maka tidak akan mungkin burung terbang kecuali dengan Ketiga komponen tersebut.

الخصلة الجامعة لخيري الدنيا والآخرة ومحبة الله تعالى ومحبة رسوله صلى الله عليه وسلم وتحقيقها بتمحض المتابعة وقفوا الأسر للمعصوم. قال الله تعالى: (قل إن كنتم تحبون الله فاتبعوني يحببكم الله ويغفر لكم ذنوبكم)

Sifat yang bisa menyatukan kebahagiaan dunia dan akhirat adalah kecintaan terhadap Allah, kecintaan terhadap Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan merealisasikannya dengan perilaku mutaba'ah dan mengikuti semua jejak langkahnya. Allah berfirman, "Jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian." (QS. Ali Imran: 31)

وبالجملة؛ فهذا أصل هذه "الحلية"، ويقعان منها موقع التاج من الحلة. فيا أيها الطلاب! ها أنتم هؤلاء تربعتم للدرس، وتعلقتم بأنفس علق (طلب العلم) ، فأوصيكم ونفسي بتقوى الله تعالى في السر والعلانية، فهي العدة، وهى مهبط الفضائل، ومتنزل المحامد، وهى مبعث القوة، ومعراج السمو، والرابط الوثيق على القلوب عن الفتن، فلا تفرطوا

Secara umum, inilah dua pokok etika (kecintaan kepada Allah – ikhlas dan kecintaan kepada Rasulullah ﷺ -mutaba’ah), keduanya ibarat mahkota dalam pakaian kemegahan. Wahai para pencari ilmu, inilah kalian yang tumbuh untuk belajar dan ber- hubungan dengan sesuatu yang paling berharga -mencari ilmu-. Aku berwasiat, khusus bagi diriku sendiri, dan bagi kalian semua, agar selalu bertakwa kepada Allah dalam segala keadaan, takwa adalah bekal, ia adalah tempat turunnya semua keutamaan. Ia adalah hal yang mengalirkan segala pujian, ia adalah sumber kekuatan, tangga menuju keluhuran, tali yang mengikat hati agar tidak tersungkur kedalam fitnah. Maka, janganlah kalian meremehkannya.

Allah berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ تَتَّقُوا اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّكُمْ فُرْقَانًا وَّيُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّاٰتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ۗ وَاللّٰهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيْمِ ﴿الأنفال : ۲۹﴾ 

Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan furqan (kemampuan membedakan antara yang hak dan batil) kepadamu dan menghapus segala kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Allah memiliki karunia yang besar. (QS. Al-Anfal: 29)

apa makna memberikan furqan kepadamu? Yaitu kalian akan dapat membedakan antara kebenaran dan kebatilan.
Apakah hanya dengan taqwa saja sudah otomatis bisa masuk kedalam makna furqon? Maka taqwa itu harus disertai dengan ilmu. Hanya taqwa saja tanpa ilmu maka akan bisa mengantarkan kepada kejahilan dan tidak bermanfaat, maka engkau harus mengikat taqwa dengan ilmu. Maka Allah akan menjadikanmu mendapatkan furqon yang akan menghapuskan dan mengampuni berbagai dosa.


فاذا غفر الله للعبد فتح عليه ابواب المعرفة

Maka jika Allah telah mengampuni bagi seorang hamba maka Allah akan membukakan baginya berbagai pintu pengetahuan.


Bagian Kedua dari Pasal Pertama:
‌‌كن على جادة السلف الصالح:
كن سلفياً على الجادة، طريق السلف الصالح من الصحابة رضى الله عنهم، فمن بعدهم ممن قفا أثرهم في جميع أبواب الدين، من التوحيد، والعبادات، ونحوها، متميزاً بالتزام آثار رسول الله - صلى الله عليه وسلم - وتوظيف السنن على نفسك، وترك الجدال، والمراء، والخوض في علم الكلام، وما يجلب الآثام، ويصد عن الشرع.

2. Jadilah seorang yang mengikuti Pemahaman Salafus Sholih

Jadilah seorang bermanhaj salaf sejati. Ikutilah jalan me reka dan orang-orang yang mengikuti jejak mereka dalam seluruh bidang agama; baik tauhid, ibadah, dan sebagainya, yang berciri khas mengikuti jejak-jejak Rasulullah ﷺ, membiasakan diri mengikuti sunnah, meninggalkan perdebatan dan perseteruan kosong, meninggalkan pergelutan dalam ilmu kalam dan Akhlak Pencari Ilmu segala hal yang menarik datangnya dosa dan menyimpang dari syariat.
Inilah hal yang paling penting, yaitu wajibnya menetapi, jalan salafussaleh dalam berbagai bidang agama, seperti tauhid, ibadah, muamalah dan sebagainya. Demikian pula meninggal perdebatan dan perseteruan yang tidak ada gunanya, karena keduanya akan menutupi jalan menuju kebenaran.

قال الذهبي رحمه الله تعالى:
"وصح عن الدارقطني أنه قال: ما شيء أبغض إلي من علم الكلام. قلت: لم يدخل الرجل أبداُ في علم الكلام ولا الجدال، ولا خاض في ذلك، بل كان سلفياً" اهـ

Imam Dzahabi rahimahullah (wafat 748 H) berkata, "diriwayatkan dari Al-Daruquthni secara shahih bahwa ia berkata, "tidak ada sesuatu yang paling aku benci kecuali ilmu kalam. Aku berkata: tidak akan ada orang yang masuk dan mendalami ilmu kalam, berdebat dan berselisih di dalamnya, padahal ia adalah seorang salaf,"
‌‌_________
Syaikh hafizhahullah menjelaskan:
أسمه يدل على معناه

Imam adz-Dzahabi rahimahullah yang wafat tahun 748 H, ketika membicarakan biografi Imam ad-Daruquthni rahimahullah yang wafat tahun 385  H.
Nama lengkap Beliau adalah Abu al-Hasan Ali bin Umar bin Ahmad bin Mahdi bin Mas'ud bin an-Nu'man bin Dinar bin Abdullah al-Baghdadi atau lebih dikenal dengan ad-Daruquthni lahir di Dar al-Quthn, Bagdad, Irak, 

Disebutkan oleh Imam adz-Dzahahi, Imam ad-Daruquthni rahimahullah berkata:
Yang paling aku benci adalah ilmu kalam.
‌مَا ‌شَيْءٌ أَبغضُ إِلَيَّ مِنْ ‌عِلمِ ‌الكَلَامِ

Imam adz-Dzahabi rahimahullah berkata:

. قُلْتُ: لَمْ يَدْخلِ الرَّجُلُ أَبداً فِي ‌علمِ ‌الكَلَامِ وَلَا الجِدَالِ، وَلَا خَاضَ فِي ذَلِكَ، بَلْ كَانَ سلفيّاً، سَمِعَ هَذَا القَوْلَ مِنْهُ أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ السُّلَمِيُّ

Imam ad-Daruquthni tidak pernah masuk kepada ilmu kalam maupun jidal (perdebatan), dan tidak pernah mendalami hal tersebut, bahkan beliau dikategorikan sebagai orang yang meneladani kaum salaf terdahulu, dan perkataan ini pernah didengar oleh Abu Abdirrahman as-Sulami (Nukilan dari Siyar A’lam an-Nubala).

Syaikh hafizhahullah mengambil penjelasan dari Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin karena beliaulah yang telah menjelaskan kitab ini dengan detail dan komprehensif.

وهؤلاء هم (أهل السنة والجماعة) المتبعون آثار رسول الله - صلى الله عليه وسلم -، وهم كما قال شيخ الإسلام ابن تيمية رحمه الله تعالى  : "وأهل السنة: نقاوة المسلمين، وهم خير الناس للناس" اهـ.
فالزم السبيل (ولا تتبعوا السبل فتفرق بكم عن سبيله)

Mereka itulah ahli sunnah wal jamaah yang mengikuti je- jak langkah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Me- reka itulah yang dikatakan Ibnu Taimiyyah rahimahullah, "Ahlussunnah adalah kaum muslimin terpilih, yang paling baik bagi kemaslahatan manusia." Maka, istiqamahlah dalam jalan ini, "dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya." (QS. Al-An'âm: 153)

Syaikh hafizhahullah menjelaskan
Subul disini adalah banyak jalan sebagaimana yang di jelaskan dalam hadits-hadits yang shohih sebagaimana hadits iftiraqul ummah (perpecahan umat).

عَنْ أَبِيْ عَامِرٍ الْهَوْزَنِيِّ عَبْدِ اللهِ بْنِ لُحَيِّ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ أَبِيْ سُفْيَانَ أَنَّهُ قَامَ فِيْنَا فَقَالَ: أَلاَ إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ فِيْنَا فَقَالَ: أََلاَ إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ اِفْتَرَقُوْا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ. ثِنْتَانِ وَسَبْعُوْنَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَهِيَ الْجَمَاعَةُ .

Dari Abu ‘Amir al-Hauzaniy ‘Abdillah bin Luhai, dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan, bahwasanya ia (Mu’awiyah) pernah berdiri di hadapan kami, lalu ia berkata: “Ketahuilah, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berdiri di hadapan kami, kemudian beliau bersabda, “Ketahuilah sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dari Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) terpecah menjadi 72 (tujuh puluh dua) golongan dan sesungguhnya ummat ini akan berpecah belah menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan, (adapun) yang tujuh puluh dua akan masuk Neraka dan yang satu golongan akan masuk Surga, yaitu “al-Jama’ah.”
(HR. Abu Dawud no. 4597 dan Ahmad no. 16937, shohih Abi Dawud no. 4597).

Syaikh hafizhahullah menukilkan penjelasan Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah:
Ada sebagian ulama kontemporer yang berkata bahwa ahlussunnah terbagi ke dalam dua bagian: mufawwidh dan muawwil. Mereka kemudian menjadikan kelompok Asy'ariyah dan Maturidiyah dan sejenisnya termasuk kelompok ahlussunnah muawwil. Sementara kaum Salafus Sholih mereka kategorikan sebagai ahlussunnah mufawwidh. Sungguh mereka telah keliru dalam memahami metode dan jalan kaum salaf, karena kaum salaf tidak menyerahkan makna secara mutlak. 
Bahkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah- berkata, "Perkataan tafwidh (menyerahkan maknanya kepada Allah) termasuk ucapan terburuk ahli bid'ah dan ateis." Ia berargumen bahwa jika kita tidak mengetahui makna-makna khabar yang menjelaskan Allah baik sifat maupun nama-nama-Nya. Jika kita tidak tahu- maka kaum filosof akan datang kepada kita dan berkata, "Kalian bodoh, dan pada kamilah adanya ilmu." Lalu mereka berbicara apa pun yang mereka kehendaki. Mereka berkata, "Yang dimaksud dengan nash ini adalah ini dan itu." Dan sebagaimana diketahui bahwa memberikan makna terhadap nash jauh lebih baik daripada tawaqquf atau mengatakan bahwa nash itu tidak memiliki makna. Hati-hatilah dengan hal ini.

Semoga Allah menganugerahi kita aqidah yang sama dengan aqidah para imam yang empat.
Sebagaimana aqidah Imam Malik (wafat th. 179 H) rahimahullah ditanya tentang istiwa’ Allah, maka beliau menjawab:

 اْلإِسْتِوَاءُ غَيْرُ مَجْهُوْلٍ، وَالْكَيْفُ غَيْرُ مَعْقُوْلٍ، وَاْلإِيْمَانُ بِهِ وَاجِبٌ، وَالسُّؤَالُ عَنْهُ بِدْعَةٌ، وَمَا أَرَاكَ إِلاَّ ضَالاًّ.

“Istiwa’-nya Allah ma’lum (sudah diketahui maknanya), dan kaifiyatnya tidak dapat dicapai nalar (tidak diketahui), dan beriman kepadanya wajib, bertanya tentang hal tersebut adalah perkara bid’ah, dan aku tidak melihatmu kecuali da-lam kesesatan.” 
Karena orang yang bertanya tentang bagaimana istiwa. Maka orang tersebut dikeluarkan dari majlisnya Imam Malik rahimahullah.






TULISAN KEEMPAT
Pembahasan Kitab Hilyah Tholibil Ilmi

Syaikh Prof. Dr. Ziyad al-Abbadiy hafizhahullah mengatakan diawal penjelasan kitab Hilyah Tholibil Ilmi:

‌‌ملازمة خشية الله تعالى:
Bagian Ketiga: KHOSYAH TAKUT KEPADA ALLAH.

Syaikh hafizhahullah menjelaskan:
Orang yang masuk kepada ilmu kalam/mantiq maka tidak menambah taqwa dan ketakutan kepada Allah. Karena mereka hanya menafsirkan dan memaknai dengan perkataan “wala- wala” bukan ini bukan itu yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah.

Dimanakan iltifat – dari dhomir ghoib ke dhomir mutakallim atau sebaliknya. Sering dipakai didalam al-Qur’an.

التحلي بعمارة الظاهر والباطن بخشية الله تعالى؛ محافظاً على شعائر الإسلام، وإظهار السنة ونشرها بالعمل بها والدعوة إليها؛ دالاً على الله بعلمك وسمتك وعلمك، متحلياً بالرجولة، والمساهلة، والسمت الصالح.
وملاك ذلك خشية الله تعالى، ولهذا قال الإمام أحمد رحمه الله تعالى:
"أصل العلم خشية الله تعالى". فالزم خشية الله في السر والعلن، فإن خير البرية من يخشى الله تعالى، وما يخشاه إلا عالم، إذن فخير البرية هو العالم، ولا يغب عن بالك أن العالم لا يعد عالماً إلا إذا كان عاملاً، ولا يعمل العالم بعلمه إلا إذا لزمته خشية الله.

Seorang pencari ilmu wajib menghiasi lahir maupun batinnya dengan mahkota ketakutan kepada Allah, menjaga syiar-syiar Islam, menolong sunnah, menyebarkannya dengan amal, menyeru manusia kepadanya, menjadi petunjuk menuju jalan Allah dengan ilmu, sifat dan amal perbuatanmu. Selain itu, wajib baginya untuk menghiasi diri dengan sifat jantan, toleran dan akhlak-akhlak yang baik. Dan inti dari semua ini adalah rasa takut kepada Allah, karena itulah Imam Ahmad bin Hanbal (wafat 241 H) rahimahullahul kata, "Asal pokok ilmu adalah rasa takut kepada Allah."
Maka, peliharalah rasa takut terhadap Allah, baik dalam keadaan tampak, maupun tersembunyi, karena sesungguhnya manusia terbaik adalah mereka yang takut kepada Allah, dan tidak akan ada orang yang takut kepada-Nya kecuali seorang alim. Dengan demikian, manusia terbaik di sisi Allah adalah seorang alim. Namun janganlah lupa bahwa seorang berilmu tidak layak disebut alim kecuali setelah ia mengamalkan ilmunya. Dan tidaklah seorang alim beramal berdasarkan ilmunya, kecuali akan tumbuh- dalam hatinya perasaan takut kepada Allah.

Apakah ada perbedaan antara khouf dan khosyah?’’
Perbedaan antara khauf dan khosyah bahwa khasyah hanya tumbuh dari keagungan sesuatu yang di- takuti, sementara khauf dari kelemahan dan kekurangan orang yang takut. Karena itu, terkadang ada orang yang takut terhadap sesuatu yang tidak ada, karena ia seorang pengecut yang takut terhadap segala sesuatu. ini terjadi karena ia seorang penakut. khosyah lebih agung daripada khauf. Khouf bisa takut saja, sedangkan khosyah adalah rasa takut yang disertai dengan cinta dan pengaguangan.

وأسند الخطيب البغدادي رحمه الله تعالى بسند فيه لطيفة إسنادية برواية آباء تسعة، فقال (2) : أخبرنا أبو الفرج عبد الوهاب بن عبد العزيز بن الحارث بن أسد بن الليث بن سليمان بن الأسود بن سفيان بن زيد بن أكينة ابن عبد الله التميمي من حفظه؛ قال: سمعت أبي يقول: سمعت أبى يقول: سمعت أبي يقول: سمعت أبي يقول: سمعت أبي يقول: سمعت أبي يقول: سمعت أبي يقول: سمعت علي بن أبي طالب يقول "هتف العلم بالعمل، فإن أجابه، وإلا ارتحل" اهـ. وهذا اللفظ بنحوه مروي عن سفيان الثوري رحمه الله تعالى

Khatib al-Baghdadi meriwayatkan sebuah atsar dengan sanad yang unik dari sembilan keturunan, ia berkata: telah mengabarkan kepada kami Abu al-Faraj Abdul Wahhab ibin Abdul Aziz bin Harits, ibin Asad bin Laits bin Sulaiman ibin Aswad ibin Sufyan ibin Zaid ibin Akinah ibin Abdullah Al-Tamimi, ia berkata: aku mendengar bapakku berkata: aku mendengar bapakku berkata: aku mendengar bapakku berkata: aku mendengar bapakku berkata: aku mendengar bapakku berkata: aku mendengar bapakku berkata: aku mendengar bapakku berkata: aku mendengar bapakku berkata: aku mendengar Ali ibin Abi Thalib berkata, "Ilmu memanggil untuk diamalkan. Jika ia menjawabnya, (maka ilmu itu akan tetap ada), jika tidak, maka ilmu akan pergi meninggalkannya." Redaksi serupa juga diriwatkan dari Sufyan Al-Tsauri- rahimahullah-. (wafat 161 H).

Syaikh hafizhahullah menjelaskan:
Alim rabbani itu bukan hanya alim saja namun juga ada rabbani yang senantiasa mempunyai rasa khosyah kepada Allah. Seperti kamus Munjid – maka itu ditulis oleh seorang nasrani, meskipun ada faidah dan menunjukkan kealimannya dalam masalah bahasa arab namun dia bukan alim rabbani.

Khatib al-Bagdadi wafat 463 H.
Syaikh hafizhahullah mengatakan: dalam sanad tersebut tidak dibaca bin-bin – ini adalah kesalahan,  yang benar dibaca Ibn.
Ini adalah perkataan Ali, dan ini tidak masalah karena bukan hadits, klo ini hadits maka harus diperjelas dengan penjelasan sanad yang detail.


Bagian Keempat:

‌‌دوام المراقبة:

4. Mendawamkan (Membiasakan dengan terus-menerus) Muraqabah

التحلي بدوام المراقبة لله تعالى في السر والعلن، سائراً إلى ربك بين الخوف والرجاء، فإنهما للمسلم كالجناحين للطائر.
فأقبل على الله بكليتك، وليمتلئ قلبك بمحبته، ولسانك بذكره، والاستبشار والفرح والسرور بأحكامه وحكمه سبحانه.

Hiasilah dirimu dengan selalu merasa diawasi Allah, baik dalam keadaan tampak maupun tersembunyi, seraya berjalan menuju Rabbmu diantara rasa khauf (takut) dan raja (harap), karena keduanya ibarat dua sayap burung bagi seorang mukmin. Menghadaplah kepada Allah secara utuh, penuhilah hatimu dengan kecintaan kepada-Nya, basahi lisanmu dengan dzikir kepada-Nya, buatlah hatimu merasa senang, bahagia dan tenteram dengan hukum-hukum dan hikmah Allah Subhanahu.

Syaikh hafizhahullah menjelaskan:
Inilah salah satu hal terpenting, yaitu dawamnya muraqabah, dan ini termasuk salah satu buah dari rasa takut terhadap Allah, yaitu manusia senantiasa beribadah kepada Allah seolah dia melihat- Nya. Saat ia berdiri untuk mengerjakan shalat, dimulai dengan berwudhu, tergambar dalam hatinya bahwa ia tengah menjalan- kan perintah Allah, "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu." Pada saat ia mengambil air wudhu, seolah ia melihat langsung bagaimana Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berwudhu dan berkata, "barangsiapa yang berwudhu, persis seperti wudhuku ini.."(HR. Bukhari (159, 160) dan Muslim (226)) Itulah

Perkataan Syaikh Bakr Abu Zaid rahimahullah, "Seraya berjalan menuju Allah di antara khauf dan roja’, karena keduanya ibarat dua sayap bagi seorang mukmin", ini adalah salah satu pendapat dalam masalah khauf dan roja’, yaitu apakah manusia harus berjalan menuju Allah antara khauf dan roja’ atau sisi khauf harus lebih dominan dari- pada roja’? 

يقول الإمام أحمد - رحمه الله : يَنْبَغِي أَنْ يَكُونَ خَوفُهُ وَرَجَاؤُهُ وَاحِدًا، فَأَيُّهُمَا غَلَبَ هَلكَ صَاحِبُهُ

Imam Ahmad rahimahullah berkata, "khauf dan roja’ hendaknya menjadi kesatuan, jika ada segi mana pun yang lebih menonjol, maka celakalah ia. 

ومن العلماء من يُفَصِّلُ، ويقول: «إذا هَمَمْتَ بِطَاعَةٍ فَغَلِّبْ جَانبَ الرَّجَاءِ أَنَّكَ إِذا فَعَلْتَهَا قَبِلَهَا الله مِنكَ ، ورَفَعَكَ بها درجات، من أجل أن تتقوى، وإذا هَمَمْتَ بِمَعْصِيَةٍ فَغَلَّبْ جانب الخوف، حتى لا تقع فيها»، فعلى هذا يكون التَّغَلُّبُ في أحدهما بِحَسَبِ حال الإنسان.

Sementara sebagian ulama ada yang merincinya sebagai berikut: persoalan khauf dan raja harus didudukkan sesuai kondisinya, jika ia bertekad hendak mengerjakan ketaatan, maka segi raja harus lebih dominan, yaitu jika kamu mengerjakan kebaikan itu, niscaya Allah akan menerimanya, mengangkat derajatnya dengan kebaikan itu, sehingga ia menjadi lebih bersemangat. Sementara jika ia hendak melakukan kemaksiatan, maka segi khauf harus dikedepankan, sehingga ia tidak terjerumus kepadanya. 

ومنهم من قال: إنه بحسب الحال، ففي حالِ الْمَرَضِ يُغَلِّبُ جانبَ الرَّجَاءِ؛ لأن النَّبِيَّ ﷺ قال: «لَا يَمُوتَنَّ أَحَدُكُمْ إِلَّا وَهُوَ يُحْسِنُ الظَّنَّ بِاللَّهِ - عَزَّ وَجَلَّ

Sementara kelompok lain juga memandang khauf dan roja’ sesuai kondisinya, meskipun penjelasan nya berbeda. Yaitu, saat ia tertimpa sakit, maka roja’ harus lebih dominan, karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda, "Janganlah salah seorang dari kalian mati kecuali ia berbaik sangka kepada Rabbnya." (HR. Muslim no. 2877)
Karena, jika saat sakit segi khauf yang mendominasi, maka mungkin saja akan mendorong untuk berputus asa dari rahmat Allah. Sementara dalam keadaan sehat, rasa khauf harus mendominasi, karena kesehatan kerap mengundang kerusakan sebagaimana yang dikatakan seorang penyair:

إِنَّ الشَّبَابَ والفَرَاغَ وَالجِدَه    مَفْسَدَةٌ لِلمَرْءِ أَيُّ مَفْسَدَهُ
يعني : مَفْسَدَةً عظيمة.

Sesungguhnya masa muda, waktu luang dan kekuatan, dapat menjadi perusak yang fatal pada diri seseorang.
Maksudnya, kerusakan yang sangat hebat. 

Menurut hemat saya, manusia wajib berinteraksi dengan khauf dan roja’ sesuai dengan kondisinya. Dengan demikian, pendapat yang lebih tepat adalah jika ia hendak mengerjakan kebaikan, maka sisi roja’ harus mendominasi, sementara jika hendak mengerjakan keburukan, maka sisi khauf harus mengalahkan roja’. Inilah pendapat terbaik dalam hal yang sangat krusial dan penting ini. 
Tambahan fawaid:
Orang salaf terdahulu mengatakan:

من عبد الله بالحب وحده فهو زنديق،

Barangsiapa yang menyembah Allah dengan perasaan cinta saja, dia adalah Zindiq.

ومن عبده بالخوف وحده فهو حروري،

Barangsiapa yang menyembah Allah dengan perasaan takut saja, dia adalah golongan Haruriyyah/Khawarij.

ومن عبده بالرّجاء وحده فهو مرجئ،

Barangsiapa yang menyembah Allah dengan mengharapkannya saja, maka dia adalah Murjiah.

ومن عبده بالحب والخوف والرّجاء فهو مؤمن موحّد

Barangsiapa yang menyembah Allah dengan cinta, takut dan harapan, maka dialah orang beriman yang mentauhidkan Allah.

#SYUBHAT IRJA adalah Lalai dalam ibadah bahkan meninggalkan ibadah secara keseluruhan karena mereka memandang amalan itu tidak masuk dalam definisi hakikat iman. Iman itu cukup dalam hati saja.
#SYUBHAT QUNUTH adalah menghantarkan orang untuk meninggalkan amal dan putus asa dari Rahmat Allah, amal itu tidak bermanfaat.
#SYUBHAT KESAKSIAN HAKIKAT SECARA UNIVERSAL adalah menjadikan orang meninggalkan amalan dan inilah yang ditempuh oleh orang-orang yang mengatakan Allah menjelma ke dalam makhluknya (wihdatul wujud). ) – manunggaling kawulo gusti

Bersambung inSya Allah


Tidak ada komentar:

Posting Komentar