Sabtu, 27 April 2024

MENJAUHI PERKARA SIA SIA



TULISAN KESEPULUH
Pembahasan Kitab Hilyah Tholibil Ilmi

Syaikh Prof. Dr. Ziyad al-Abbadiy hafizhahullah mengatakan dalam penjelasan kitab Hilyah Tholibil Ilmi:

BAGIAN KESEBELAS
‌‌الإعراض عن مجالس اللغو:
11. Berpaling dari Majelis Sia-Sia

لا تطأ بساط من يغشون في ناديهم المنكر، ويهتكون أستار الأدب، متغابياً عن ذلك، فإن فعلت ذلك، فإن جنايتك على العلم وأهله عظيمة

Janganlah kamu menjejakkan kaki di atas permadani, dimana orang-orang berbuat kemungkaran di atasnya, merusak sendi-sendi moral, dan berpura-pura tidak tahu bodoh akan hal demikian. Jika kamu berbuat hal demikian, maka kejahatanmu atas ilmu dan ahlinya sangat besar.

Syaikh Ziyad hafizhahullah menjelaskan:

  «الإعْراضُ عن مَجَالِسِ اللَّغْوِ»؛ اللَّغْوِ نَوْعَانِ: لَغْو ليس فِيهِ، فَائِدَةٌ ولا مَضَرَّةٌ، وَلَغْو فِيهِ مَضَرَّةٌ.
أما الأول: فلا يَنْبَغِي لِلْعَاقِلِ أَن يُذْهِبَ وَقْتَهُ فِيهِ؛ لأَنَّهُ خَسَارَةٌ.

Menjauhi Majelis Kesia-siaan", yang disebut LAGHWIY sia-sia itu ada dua macam:
1. Kesia-siaan yang tidak ada faidahnya, namun juga tidak ada ruginya. 
2. kesia-siaan yang merugikan.
Adapun untuk yang pertama, maka seorang berakal pasti tidak akan menghabiskan waktunya disitu, karena itu suatu kerugian besar.

وأَمَّا الثَّانِي: فَإِنَّهُ يَحْرُمُ عليه أن يُمْضِيَ وَقْتَهُ فِيه، لأنه مُنْكَرُ مُحَرَّمٌ. 

Sementara yang kedua adalah kemungkaran, dan haram hu- kumnya menghabiskan waktu di tempat tersebut, karena ia ada- lah kemungkaran yang diharamkan.


والمؤلف كأنَّهُ حَمَلَ التَّرْجَمَةَ على المَعْنَى الثاني، وهو اللَّغْوُ الْمُحَرَّمُ، 

Dan pengarang sepertinya membawa terjemah kesia-siaan pada makna yang kedua, yaitu kesia-siaan yang diharamkan.

وَلا شَكٍّ أَنَّ المَجَالِسَ التي تَشْتَمِلُ على المُحَرَّمِ لا يجوز للإِنْسَانِ أَن يَجْلِسَ فيها؛ لأن الله - تعالى - يقول: ﴿ وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ آيَاتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلَا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذَا مِثْلُهُمْ ﴾ [النساء : ١٤٠].

Tidak ragu lagi, kesia-siaan yang mengandung keharaman tidak boleh didatangi dan duduk di dalamnya, karena Allah berfirman, "Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al-Qur'an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain, karena Sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka." (QS. An-Nisaa: 140). 

فَمَنْ جَلَسَ مَجْلِسَ الْمُنْكَرِ وَجَبَ عليه أن يَنْهَى عَنْ هَذَا الْمُنْكَرِ، فَإِن تَرَكُوهُ فَهَذَا المطلوب، وإن لم تَسْتَقِمْ وأَصَرُّوا على مُنْكِرِهِمْ فَالوَاجِبِ أَن يَنْصِرِفَ، خِلَافًا لما يَتَوَهَّمه بعض العامة من قول الرسول ﷺ: «فإنْ لمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ ) . فيقول: أنا
كَارِهُ هذَا الْمُنْكَرِ فِي قَلْبِي، وهو جَالِسٌ مع أَهْلِهِ.

Barangsiapa yang duduk di majelis kemungkaran, maka ia wajib menghentikan kemungkaran ini. Jika keadaan membaik, maka itulah yang dituju, namun jika keadaan tidak kunjung membaik dan mereka terus melakukan kemungkaran, maka yang wajib ia kerjakan adalah pergi meninggalkan majelis itu. Berbeda dengan dugaan sebagian kaum awam, yang berkata, "bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: "jika tidak mampu, maka dengan hatinya. Dan saya membenci kemungkaran ini di dalam hatiku, dan ia terus duduk bersama ahli majelis itu. 

فيقال له: لو كُنْتَ كَارِهًا له حَقًّا ما جَلَسْتَ مَعَهُمْ؛ لأنَّ الإنسان لا يمكن أن ‌‌الإعراض عن الهيشات:
يَجْلِسَ على مَكْرُوه إلا إذا كَانَ مُكْرَهَا؛ أمَّا شَيْءٌ تَكْرَهُهُ وتَجْلِسُ باختيارك، فإن دَعْوَاكَ كَرَاهَتَهُ ليست صحيحة.

Bagi orang seperti ini kita katakan: jika kamu memang benar-benar membenci kemungkaran itu, niscaya kamu tidak akan duduk bersama mereka, karena manusia tidak akan duduk di dalam majelis, dimana ahlinya sangat tidak ia sukai. Namun, jika kamu membenci sesuatu, kemudian kamu duduk di situ dengan pilihanmu sendiri, maka dakwaan (klaim) kebencianmu sama sekali tidak benar.

وقوله: «فَإِنْ فَعَلْتَ ذَلِكَ فَإِنَّ جِنَايَتَكَ على العِلْمِ وَأَهْلِهِ عَظِيمةٌ؛ أما كونه جناية على نَفْسِهِ فَالأَمْرُ ظَاهِرُ ، فلو رَأَيْنَا طَالِبَ عِلْمٍ يجلس مَجَالِسَ اللَّهْوِ وَاللَّغْو والمنكر، فجنايته على نفسه واضحة وعظيمة، وتكون جناية على العلم وأَهْلِهِ؛ لأن النَّاسَ قد يقولون: هؤلاء طلبة العلم، وهذه نَتِيجَةُ الْعِلْمِ، وما أشبه ذلك، فيكون قَدْ جَنَى عَلَى نَفْسِهِ وَغَيْرِهِ.

"Jika kamu berbuat demikian, maka kejahatanmu terhadap ilmu dan ahlinya sangatlah besar". Adapun persoalan kejahatan terhadap diri sendiri, maka itu sudah jelas. Maksudnya, jika kita melihat seorang pencari ilmu, duduk di tempat-tempat kemaksiatan, maka kejahatannya terhadap diri sendiri sangatlah jelas. Akan tetapi, bagaimana ia juga disebut telah berperilaku jahat kepada ilmu dan ahlinya? Karena manusia akan berkata: mereka adalah pencari ilmu, mereka adalah ulama, inilah buah dari ilmu, dan sejenisnya. Dengan demikian, ia telah berbuat jahat kepada dirinya, dan juga kepada selainnya.

BAGIAN YANG KEDUA BELAS

‌‌الإعراض عن الهيشات

12. BERPALING DARI KEGADUHAN RAME-RAME

التصون من اللغط والهيشات، فإن الغلط تحت اللغط، وهذا ينافي أدب الطلب.
ومن لطيف ما يستحضر هنا ما ذكره صاحب "الوسيط في أدباء شنقيط" وعنه في "معجم المعاجم":
"أنه وقع نزاع بين قبيلتين، فسعت بينهما قبيلة أخرى في الصلح، فتراضوا بحكم الشرع، وحكموا عالماً، فاستظهر قتل أربعة من قبيلة بأربعة قتلوا من القبيلة الأخرى، فقال الشيخ باب بن أحمد: مثل هذا لا قصاص فيه. فقال القاضي: إن هذا لا يوجد في كتاب. فقال: بل لم يخل منه كتاب. فقال القاضي: هذا "القاموس" يعنى أنه يدخل في عموم كتاب - فتناول صاحب الترجمة "القاموس" وأول ما وقع نظره عليه: "والهيشة: الفتنة، وأم حبين، وليس في الهيشات قود"، أي: في القتيل في الفتنة لا يدرى قاتله، فتعجب الناس من مثل هذا الاستحضار في ذلك الموقف الحرج"أهـ ملخصاً.

Menghindari kegaduhan dan keriuhan, karena kekeliruan ada dalam keriuhan, dan ini bertentangan dengan apa yang dicari.
 Ada riwayat yang sangat bagus dalam masalah ini, yaitu sapa yang disebutkan penulis kitab al-Wasîth fi Adibba' al- Syanqith" dan juga dari beliau dalam Mu'jam al-Ma'ajim: bahwasannya telah terjadi perselisihan antara dua kabilah, kemudian kabilah lain berupaya untuk mendamaikan me- reka, merekapun lalu ridha dengan hukum syariat. Seorang alim kemudian menjadi hakim atas mereka, lalu ia memutuskan untuk menghukum bunuh 4 orang dari kabilah se- bagai ganti 4 orang yang telah terbunuh di kabilah lain. Lalu Syaikh Babu bin Ahmad berkata, "Kasus seperti ini tidak ada qisas di dalamnya." Namun si Qadhi menjawab, "Pendapat Anda ini sama sekali tidak ada dalilnya." Syaikh Babu bin Ahmad berkata, "Justru ada pada semua kitab." Qadhi berkata, "Lihat kamus ini. (maksudnya, kamus ini juga termasuk dalam kategori kitab secara umum)." Kemudian Syaikh Babu mengambil buku itu, dan yang pertama kali ia lihat dalam kamus itu adalah: al-haisyah (keg- aduhan): fitnah, ummu hubain, dan pada kegaduhan tidak ada qisas. Maksudnya, yang terbunuh dalam fitnah, tidak diketahui pembunuhnya. Orang-orang pun menjadi ter- cengang atas pengajuan bukti ini pada saat krtitis seperti itu. Secara ringkas..

Syaikh hafizhahullah memberikan penjelasan:
Tidak ada Qowamish – jamak dari Qomush, itu adalah kitab dari  Fairuz Abady yaitu al-Qomush al Muhith,  Yang benar adalah Ma’ajim – jamak dari mu’jam.
Faidah:
Ibnu Faris – Mu’jam Maqooyish Lughoh.
Tertib Kamus Fairuz Abady
Diambil dari kata yang paling akhir
Seperti ضرب  maka diambil huruf paling akhir yaitu ب   kemudian di bab ض 
Tertib Lisan arab, lebih mudah dari tertib Kamus Fairuz Abady
Diambil dari kata yang paling huruf awal baru kemudian huruf yang kedua.
Artinya disini adalah salah sangka dan dijelaskan dengan ilmiyah:
 Al- haisyah adalah fitnah, Ummu Hubain, dan dalam haisyah tidak ada qisas. Maka ia menegaskan dari kitab kamus bahwa kepu tusan Qadhi bahwa 4 orang harus diqisas untuk 4 orang adalah keliru. Inilah makna kisah ini. Orang-orang pun merasa takjub dengan cara pembuktian dalam situasi yang kritis ini. Selesai sudah ringkasan cerita ini. Intinya, kegaduhan pasar adalah fitnah dan Ummu Hubain. 

القتل خمسة أنواع: عمد، وشبه عمد، وخطأ، وما جرى مجرى الخطأ، والقتل بالتسبب. 

Pembunuhan terdiri dari lima jenis: sengaja direncanakan, semi-disengaja, salah, apa yang terjadi dalam proses kesalahan, dan pembunuhan karena sebab-akibat.

Siapa yang tahu, siapakah Ummu Hubain? Ia adalah binatang kecil, akan tetapi mirip dengan kumbang. Meskipun tidak termasuk binatang yang kuat, ia adalah binatang kecil dari jenis serangga.

Faidah dari Syaikh hafizhahullah adalah:
Perbedaan antara Ghobiy dan Mutaghobiy – 
Bodoh dan Orang yang pandai tapi berlagak tidak tahu.

Bait Syair

"ليس الغبي بسيد في قومه وإنما سيد القوم المتغابي"

Orang bodoh (GHOBIY) itu tidaklah pantas menjadi petinggi suatu kaum, namun sesungguhnya petinggi kaum itu adalah orang yang pandai namun berlagak tidak tahu (MUTAGHOBIY).

Artinya orang yang pandai itu tidak semua harus mendetailkan suatu permasalahan ketika dia mengurus banyak yang dipimpinnya. Seperti seorang kepala rumah tangga maka dia tidak perlu mengurus semua urusan rumahnya dengan detail sehingga menghabiskan energi lebih dari yang seharusnya padahal itu tidaklah suatu yang penting.







TULISAN KESEBELAS
Pembahasan Kitab Hilyah Tholibil Ilmi

Syaikh Prof. Dr. Ziyad al-Abbadiy hafizhahullah mengatakan dalam penjelasan kitab Hilyah Tholibil Ilmi:


BAGIAN KETIGA BELAS

‌‌التحلي بالرفق:

13. BERHIAS DIRI DENGAN KELEMBUTAN

التزم الرفق في القول، مجتنباً الكلمة الجافية، فإن الخطاب اللين يتألف النفوس الناشزة.
وأدلة الكتاب والسنة في هذا متكاثرة.

Bertuturlah dengan lembut dengan menjauhi kata-ka- ta yang kasar, karena ucapan yang lemah lembut akan menundukkan hati yang liar. Sudah banyak dalil dari Al- Kitab dan As-Sunnah mengenai hal ini.
Syaikh hafizhahullah menjelaskan:

هذا الأدب من أهم الأخلاق لطالب العلم سَواءٌ أَكَانَ طالبًا أم مُعَلَّما، فالرفق كما قال النبي - عليه الصلاة والسلام : «إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِي الْأَمْرِ كله ، وقوله - عليه الصلاة والسلام : «مَا كَانَ الرِّفْقُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ، وَلَا نُزِعَ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ؛ لكن لَا بُدَّ أَنْ يَكُونَ الإِنسانُ رَفِيقًا مِنْ غَيْرِ ضَعْفٍ، أَما أَن يكون رفيقا يُمْتَهَنُ ولا يأخذ بقوله ولا يهتمُ بِهِ، فهذا خِلَافُ الحَزْمِ، لكن يكون رَفِيقًا فِي مَواضِعِ الرِّفْقِ ، وعَنِيفًا فِي مَوَاضِعِ العُنْفِ، وَلَا أَحَدَ أَرْحَمُ على الخلق من الله -عز وجل-، ومع ذلك يَقُولُ فِي الزَّانِي والزَّانِيَةِ : فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ وَلَا تَأْخُذَكُم بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ ﴾ [النور:٢]، فَلِكُلِّ مَقَامِ مَقَالٌ.

Ini adalah akhlak terpenting bagi penuntut ilmu, baik itu sebagai murid maupun sebagai guru, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, "sesungguhnya Allah itu Maha Lembut, maka berlaku lembutlah dalam segala sesuatu." (HR. Muslim no. 2594 dan Ahmad no. 13531), "Sesungguhnya tidaklah kelemahlembutan itu ada pada sesuatu melainkan akan menghiasinya dan tidaklah tercabut dari sesuatu melainkan akan merusaknya." Akan tetapi, kelembutan itu wajib dilakukan tanpa diiringi kelemahan. Yang dimaksud bukan kelembutan yang dihinakan, lalu kata-katanya tidak diambil dan diperhatikan, bukan itu yang diinginkan. Akan tetapi, ia harus lembut pada tempat di mana ia harus lembut, dan harus bersikap keras juga pada tempatnya yang sesuai. Tiada satu pun yang lebih penyayang daripada Allah Subhanahu wa ta'ala. Meski demikian, Dia bersikap keras terhadap pezina laki-laki dan perempuan, "Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu un tuk (menjalankan) agama Allah." (QS. An-Nuur: 2). 
Setiap kondisi ada cara untuk menghadapinya. Jika seseorang memperlakukan anaknya dengan kelembutan di semua situasi, termasuk situasi yang mengharus kannya bersikap keras, maka ia tidak akan berhasil mendidik anaknya. Jika seorang anak misalnya memecahkan kaca, membuka pintu, merobek-robek pakaian, kemudian bapaknya datang dan mendapatinya dalam kondisi ini, dan ia berkata, "Nak, kamu tidak pantas berbuat seperti ini. Jika kamu merobek bajumu, maka dirimu sendiri yang akan rugi. Jika kamu memecahkan. kaca, pasti pecahannya berhamburan kearah kita." Ia hanya me ngucapkan kata-kata ini, sementara sang anak adalah ifrit yang sangat buruk perangainya. Apakah cukup seperti itu?
Tidak cukup, karena setiap kondisi ada cara untuk meng- hadapinya, seperti sabda Nabi ﷺ: 

مُروا أولادَكم بالصلاةِ وهم أبناءُ سبعِ سنينَ واضربوهُم عليها وهمْ أبناءُ عشرٍ وفرِّقوا بينهُم في المضاجعِ

"Perintahkan anak-anak kalian untuk melakukan shalat saat usia mereka tujuh tahun, dan pukul- lah mereka saat usia sepuluh tahun." HR. Ahmad (6689), Abu Daud (494, 495) dan dishahihkan al-Albani da lam al-Irwa (1/266, 267) nomor (247)

Syaikh hafizhahullah menjelaskan:
"Dengan menjauhi kata-kata yang kasar." Ini benar, dan selain menjauhi kata-kata yang kasar, jauhilah juga tindakan yang kasar.
Mengenai ucapan beliau, "ucapan yang lembut akan menundukkan hati yang liar", di hadapan kita ada kalimat yang sering diucapkan, saya tidak tahu, apakah Anda setuju atau tidak?
"Perkataan lembut yang mencela kebenaran akan mengalahkan kebenaran yang sangat nyata."
Kita harus memahami maksudnya, yaitu jika kamu berlaku lembut dalam tutur kata terhadap musuh, meskipun kebenaran berada pada dirinya, maka ia akan mundur dari haknya. Bukan  berarti ucapan yang lembut akan membatalkan yang hak. Yang dimaksud dengan "mengalahkan hak yang nyata" adalah apa yang dibawa musuh karena jika kamu berlaku lembut padanya, maka ia pun akan melembutkan ucapannya. Ini adalah sesuatu yang kerap terjadi. Jika kamu menentang seseorang, maka ia akan menentang lebih keras. Jika kamu berlaku lembut, maka ia pun akan mendekat kepadamu. Karena itulah Allah berfirman kepada Nabi Musa dan Harun ketika Allah mengutus mereka berdua kepada Firaun, "Maka berbicaralah kamu berdua kepa danya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut." (QS. Thoha: 44)
 
Syaikh hafizhahullah menukilkan perkataan Syaikh Al-Albani rahimahullah:

الحق ثقيل فلا تزيد ثقلا بسوء الأدب

Kebenaran itu sudah berat maka jangan ditambah berat dengan jeleknya adab.

Faidah Tambahan:
Terkadang ada para penuntut ilmu sudah lama menuntut ilmu  bahkan sudah menjadi seorang da’i tapi lisannya kasar, perangainya kasar, dan tidak peka kepada orang lain, yang dia inginkan hanya yang sesuai dengan keinginannya. Mudah untuk menyalahkan orang lain dan susah untuk meminta maaf ketika dia melakukan kesalahan.  Itu menunjukkan apa yang didapati selama ini dari ilmu tidak menjadikan kelembutan dari hatinya. Dan akan lebih jelas lagi dibahas di akhir poin 66 tentang Hal-hal yang merusak adab penuntut ilmu.


 BAGIAN KEEMPAT BELAS
‌‌التأمل:

14 . PERENUNGAN


التحلي بالتأمل، فإن من تأمل أدرك، وقيل: "تأمل تدرك".
وعليه، فتأمل عند التكلم: بماذا تتكلم؟ وما هي عائدته؟ وتحرز في العبارة والأداء دون تعنت أو تحذلق، وتأمل عند المذاكرة كيف تختار القالب
‌‌المناسب للمعنى المراد، وتأمل عند سؤال السائل كيف تتفهم السؤال على وجهه حتى لا يحتمل وجهين؟ وهكذا.

Kemudian, seorang pelajar hendaknya berhias diri dengan renungan. Barangsiapa yang merenung, niscaya ia akan menemukan, karena itu dikatakan: merenunglah, maka kau akan memahami. Maka, hendaknya ia merenungkan saat berbicara (pertama) apa yang akan ia bicarakan dan (kedua) bagaimana akibatnya. (yang Ketiga) Berhati-hatilah dalam memilih kata dan cara mengungkapkannya, janganlah disertai kekerasan dan ingin menonjolkan diri. Merenunglah saat mudzakarah, bagaimana kamu memilih tempat yang tepat. Merenunglah saat menjawab pertanyaan orang yang bertanya, bagaimana kamu memahami pertanyaan itu sehingga jawabanmu tidak bias dan samar.

و الشيخ ابن عثيمين يزيد أمرًا رابعًا؛ وهو: التَّأَمل عِنْدَ الجَوابِ: كيفَ يَكُونُ جَوابُكَ؟ هل هو واضح لا لبس فيه، أو مُبْهَم؟ وهل هو مُفَصَّل أو مُجْمَلٌ ؟ حسب ما تَقْتَضِيهِ الحال، المهم التَّأَملُ. يُرِيدُ بِذَلِكَ التَّأَنِّي، وألا تَتَكَلَّمَ حتى تَعْرِفَ ماذا تتكلم به، وماذا تَكُونُ النَّتِيجَةُ، ولهذا يقولون: لا تَضَعْ قَدَمَكَ إِلا حيثُ عَلِمْتَ السَّلَامَةَ، فالإنسان يخطو ولا يَضَعُ قدمه في شيء حَتَّى يَعْرِفَهُ، فالتأمل مُهِم، ولا تَتَعَجَّلْ إلا إذا دَعَتِ الحَاجَةُ إِلى ذَلِكَ،

Syaikh hafizhahullah menjelaskan, bahwa disebut di dalamnya tiga perkara, namun ditambahkan oleh Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menjadi yang keempat yaitu: merenung saat menjawab pertanyaan, bagaimana bentuk jawabanmu? Apakah jawabanmu sudah jelas dan tidak akan menimbulkan kebingungan? Apakah jawaban itu harus diutarakan secara global atau terperinci?
Tentu sesuai dengan kondisinya, yang penting, merenung menuntut engkau untuk tidak tergesa-gesa dan tidak berbicara sebelum engkau tahu apa yang harus engkau ucapkan dan bagaimana akibatnya.
Karena itu, mereka berkata: janganlah kamu menginjakkan satu kakimu sehingga kau yakin akan selamat. Maksudnya, manusia melangkah berjalan- hendaknya tidak menjejakkan kakinya pada sesuatu yang tidak diketahuinya apakah itu duri, batu atau es? Jangan ia letakkan kakinya hingga ia mengetahui di mana ia akan meletakkannya. Merenung ini sangat penting, janganlah tergesa-gesa kecuali kondisi memaksamu berbuat seperti itu, 

ولهذا قال الشاعر الناظم:
 قَدْ يُدْرِكُ الْمُتَأَنِّي بَعْضَ حَاجَتِهِ  
                      وَقَدْ يَكُونُ مَعَ الْمُسْتَعْجِلِ الزَّلَلُ
وَرُبَّمَا فَاتَ قَوْمًا بَعْضَ أَمْرِهِمْ   
                         مِنَ التَّأَنِّي وَكَانَ الْحُزْمُ لَوْ عَجَلُوا

karena itu, seorang penyair berkata:
Terkadang, si pelan akan menemukan sebagian kebutuhannya, 
Dan terkadang si tergesa-gesa akan terpeleset. 
Tapi, mungkin suatu kaum akan kehilangan hal penting karena kelambatannya"
Padahal mereka akan mendapatkannya jika bertindak cepat" 

فإذا دَارَ الأمر بين أن أَتَأَنَّى وأَصْبِرَ، أَو أَتَعَجَّلَ وأُقْدِمَ؟ فأيهما أُقَدِّمُ؟

Jika urusan berputar pada dua pilihan, apakah bersabar dan rileks ataukah bersegera dan maju? Mana yang harus didahulu- kan?
 
Syaikh mengatakan:

Benarlah perkataan seorang penyair (yang pernah berkata):

وقد يرجى لجرح السيف بـرء, ولا برءٌ لما جرح اللســان

“Bisa jadi luka yang disebabkan sayatan pedang masih bisa diharapkan kesembuhannya. Tetapi tidak ada kesembuhan bagi luka yang disebabkan oleh lisan.”
Kalau dada (jantung/hati) sudah tergores dengan sayatan lisan seseorang, susah untuk disembuhkan.

جراحات السنان لها التـئـام, ولا يلتام ما جرح اللســان

“Sesungguhnya sayatan-sayatan pedang masih bisa kembali lagi disembuhkan, akan tetapi sayatan-sayatan lisan tidak bisa disatukan lagi.”

وجرح السيف تدمله فيبـرى, ويبقى الدهر ما جرح اللسان 

“Sesungguhnya luka yang disebabkan pedang, kalau diobati maka sembuh. Adapun luka karena lisan terus (menganga) sampai sepanjang tahun.”

15. Teguh dan Selektif
Hiasilah dirimu dengan sifat teguh dan selektif, terutama dalam hal yang penting dan krusial, di antaranya: bersabar dan tegar dalam menerima ilmu, menghabiskan waktu dalam pencarian ilmu dari guru-guru, karena 'siapa yang bersikap teguh niscaya ia akan tumbuh.
Syaikh menjelaskan: “Inilah adab yang paling penting dalam bab ini, yaitu se lalu melakukan klarifikasi terhadap berita-berita yang sampai, mengklarifikasi semua keputusan hukum yang keluar darimu. Jika kamu menukil sebuah berita, maka kamu wajib mengklari fikasinya terlebih dahulu, apakah yang kamu kutip itu sahih atau tidak? Kemudian, jika itu memang sahih, janganlah kamu mengeluarkan hukum hingga kamu menelitinya.  

Tsabat dan tatsabbut, dua kata ini sama lafazhnya, tetapi memiliki makna yang berbeda. Tsabat berati sabar, tegar, tidak merasa bosan, tidak berkeluh kesah, tidak mengambil satu lembar dari setiap buku, atau hanya mengambil seteguk dari setiap ca- bang ilmu, lalu ia tinggalkan. Karena hal ini akan membahayakan pencari ilmu. la akan menghabiskan hari-harinya tanpa faedah
jika ia tidak teguh terhadap sesuatu. Kamu dapati ia menelaah al-Aajurrumiyyah, lalu lain waktu Alfiyah, lalu Mushtalah. Kadang- kadang di kitab Nukhbah, lain waktu alfiyah al-iraqi. Sekali waktu ia tenggelam dalam kitab lainnya maka yang seperti ini tidaka kan memberikan hasil ilmu sama sekali.
Maka terus menerus bersabar dan komit akan menghasilkan buah yang manis.
Doa yang diajarkan Nabi ﷺ: 

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الثَّبَاتَ فِي الْأَمْرِ
 

“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu keteguhan dalam segala urusan.”  (HR. at-Tirmidzi no. 3407 Ahmad no. 17114, dan an-Nasai no. 1304)


Semoga bermanfaat,
InSya Allah Bersambung

Jumat, 26 April 2024

MENINGGALKAN KEMEWAHAN



TULISAN KESEMBILAN
Pembahasan Kitab Hilyah Tholibil Ilmi

Syaikh Prof. Dr. Ziyad al-Abbadiy hafizhahullah mengatakan dalam penjelasan kitab Hilyah Tholibil Ilmi:

Bagian Kesepuluh

‌‌هجر الترفه:

10. MENINGGALKAN KEMEWAHAN

لا تسترسل في (التنعم والرفاهية) ، فإن "البذاذة من الإيمان" ، وخذ بوصية أمير المؤمنين عمر بن الخطاب رضى الله عنه في كتابه المشهور، وفيه: "وإياكم والتنعم وزي العجم، وتمعددوا، واخشوشنوا  .

Janganlah melepaskan nafsumu dalam kemewahan dan kesenangan, sesungguhnya kesederhanaan adalah sebagian dari iman. Ambillah wasiat Amirul Mukminin Umar bin Khattab Radhiyallahu 'anhu dalam sebuah suratnya yang terkenal, "Hati-hatilah kalian dengan kemewahan, pakaian 'ajam, tirulah Ma'ad dan hiduplah dengan keras."

Syaikh hafizhahullah menjelaskan:
Perkataan Syaikh Bakr rahimahullah: janganlah membiarkan dirimu hanyut dalam kemewahan dan kesenangan. Nasihat ini diucapkan bagi pencari ilmu dan juga selain mereka. Karena menghayutkan diri dalam hal itu bertentangan dengan bimbingan Nabi ﷺ

Syaikh hafizhahullah berkata:
الأصل في اللباس حلي وشروطه، لا يكشف العورة، لا يحجم الجسم، لا يشبه لباس الكفار، أسوء ما يكون، وهذا منهي عنه، كل البلد تتزين باللباس الخاص، أهل البادية لا يلبس بلباس أهل المدن

Asal dari pakaian itu adalah perhiasan saja. Asal usul pakaian dan syaratnya adalah Itu tidak memperlihatkan auratnya,  tidak membentuk lekuk tubuh, tidak menyerupai pakaian (yang menjadi ciri khas) orang kafir (seperti pakaian pendeta, biksu dan lainnya), ini konteks paling jelek dan ini dilarang. Setiap  negeri menghiasi dirinya dengan pakaian khasnya, tetapi penduduk gurun tidak mengenakan pakaian penduduk kota.

فالعرب لهم لبسهم والعجم لهم لبسهم، والعجم أيضا يتفاوت لبسهم فكل بلد لها لبسها لا مشكلة عندنا الاسلام دين عالمي يتسع للناس أجمعين والناس يتفاوتون في لباسهم ويختلفون في عاداتهم وفي تقاليد فما دام لباسهم شرعيا ضمن الشروط التي ذكرت لا مشكلة عندنا في هذا الباب

Orang Arab punya pakaiannya sendiri, orang non-Arab punya pakaiannya sendiri, dan orang non-Arab juga punya pakaiannya sendiri. Setiap negara punya pakaiannya sendiri. Tidak ada masalah bagi kita. Islam adalah agama universal yang mengakomodasi semua orang .Orang-orang berbeda-beda dalam pakaiannya dan berbeda dalam adat istiadatnya, selama pakaiannya sah dan sesuai dengan syarat-syarat yang disebutkan, kami tidak mempunyai masalah dalam hal ini.

Seneng dengan tentara maka dia pun akan berpakaian dengan mirip mirip tantara, dan senang dengan ulama dan ilmu maka dia akan berusaha untuk berpakaian seperti para ulama sebagai bentuk untuk menunjukkan kecintaan dan rasa senangnya kepada ulama dan ilmu.

Syaikh  hafizhahullah menjelaskan:
kesederhanaan adalah sebagian dari iman. Apakah sederhana itu?
Sederhana berarti tidak berlaku mewah dan berfoya-foya, bukan berarti kotor, maka bedakan antara sederhana dan jorok.
Kejorokan tidaklah terpuji, sementara sederhana adalah sifat terpuji. Demikian pula wasiat Amirul Mukminin Umar Radhi- yallahu 'anhu dalam suratnya yang terkenal: hati-hatilah dengan pakaian orang 'ajam. Ungkapan ini bersifat wanti-wanti, karena orang-orang Arab memiliki kalimat peringatan dan kalimat bu- jukan. Jika iyyaka diucapkan dalam permohonan, maka disebut jumlah ighraiyyah. Jika kamu berkata: singa, singa! Maka artinya peringatan. Sementara jika kamu berkata: rusa, rusa! Maka berarti rayuan, bukankah demikian? Baik, adapun Ayya, maka itu untuk peringatan. Ibnu Malik berkata:
"Hati-hatilah dengan keburukan dan sejenisnya, berhati-hati- lah terhadap hal yang wajib ditutup
Hati-hatilah kalian dengan kesenangan, maksudnya, hati-ha- tilah kalian terhadap kesenangan, yaitu dalam hal pakaian, badan. dan segala hal. Maksudnya kesenangan di sini adalah banyaknya, karena menikmati apa yang telah dihalalkan Allah tanpa berlebi- han termasuk hal yang terpuji, tidak ragu lagi. Barangsiapa yang tidak menikmati apa yang dihalalkan Allah tanpa ada sebab yang syar'i maka itu adalah tercela.
Perkataan Syaikh mu’alif rahimahullah:  Bakr: pakaian 'Ajam. Apakah yang dimak- sud dengan pakaian 'ajam?
Bentuknya, baik dalam hiasan, seperti bentuk rambut, janggut, dan sejenisnya, atau hiasan pakaian, kita dilarang un- tuk mengenakan pakaian 'ajam. Yang dimaksud ajam bukanlah bangsa Persia, akan tetapi semua bangsa non arab, termasuk di dalamnya bangsa Eropa dan bangsa bangsa timur di Asia dan se lainnya. Semua yang bukan Arab adalah 'ajam. Akan tetapi, kaum muslim 'ajam disamakan dengan bangsa Arab dari segi hukum, bukan nasab, karena mereka sama-sama mengikuti Rasulullah ﷺ.

لما ذكر المؤلفُ هَجْرَ التَّرَفَّه أَطْنَبَ فِي ذِكْرِ اللَّبَاسِ؛ لأن اللباس الظاهر عنوان على اللباس الباطن، ولهذا يمر بك رَجُلَانِ كلاهما عليه ثوب مثل الآخر، فتَزْدَرِي أحدهما ولا تهتم بالآخر ، تَزْدَرِي مَنْ لِبَاسُهُ يَنْبَغِي أن يكون على غير هذا الوجه، إما بالكَيْفِيَّةِ، أو في اللَّوْنِ، أو بالخياطة، أو غير ذلك، والثاني لا ترفع به رأسًا، ولا ترى في لِبَاسِهِ بَأْسًا؛ لأن لكلِّ قَالَبٍ ما يناسبه.

Ketika Syaikh mu’alif rahimahullah menyebutkan pentingnya meninggalkan kemewahan, beliau memanjangkan penuturannya mengenai pakaian, karena pakaian lahir adalah tanda bagi pakaian batin. Karena itu, jika lewat kepadamu dua laki-laki, dua-duanya mengenakan baju yang sama, lalu kamu mengkritik salah satunya dan membiarkan yang lain. Kamu mengkritik yang satu karena seharusnya pakaiannya tidak seperti ini, baik dalam kuantitas, warna atau dalam hal jahitan atau yang lainnya. Sementara yang kedua kamu biar- kan dan kamu tidak melihat adanya kecacatan dalam pakaiannya, karena setiap pola memiliki sesuatu yang cocok dengannya.

Syaikh hafizhahullah menjelaskan:

: إِن بَعْضَ الناس يكونُ مَشْغُولًا بِالتَّائِقِ فِي مَلَابِسِهِ، حتى إن كانت مُبَاحَةً، فلا ينبغي أن يكونَ أَكْبَرُ هَمِّهِ الهَنْدَمَةَ والتَّأنق في اللباس، والتأنق في لبس الغترة حسب الأذواق، فلا تَهْتَمَّ بِهَذَا، ولكن في المقابل لا تكن عكس ذلك لا تَهْتَمَّ بِنَفْسِكَ، ولا بِلِبَاسِكَ، ولقد سبق أنَّ التَّجَمُّلَ فِي اللَّبَاسِ مما يُحِبُّه الله -عز وجل، وهذا عمر - رضي الله عنه - يقول: «أَحَبُّ إِلَيَّ أَنْ أَنظُرَ القارئ أبيض الثياب»؛ لأَنَّهُ جَمَالُ.

Sebagian orang sibuk dengan perhatiannya untuk berelok diri dengan model pakaian, bahkan meskipun itu hal yang mubah. Akan tetapi, hendaknya perhatian seorang penuntut ilmu tidak terfokus pada keserasian dan model pakaian, model dalam mengenakan guthroh kain penutup kepala mulai lipat satu, lipat dua, tiga sesuai keadaan. Tidak usah terlalu diperhatikan. Akan tetapi, kita juga tidak berkata sebaliknya, tidak perlu memperhatikan diri dan pakaianmu, karena seperti yang telah disebutkan bahwa memperindah pakaian adalah suatu hal yang dicintai Allah. 
Tidak boleh seorang penuntut ilmu berlama-lama di depan cermin hanya agar ingin kelihatan baik. Ini dia Umar bin Khattab yang berkata, "Aku paling suka melihat qari berpakaian putih. Karena terlihat indah."

=======

BAGIAN KESEBELAS

‌‌الإعراض عن مجالس اللغو:

11. Menjauhi Majelis Kesia-siaan

لا تطأ بساط من يغشون في ناديهم المنكر، ويهتكون أستار الأدب، متغابياً عن ذلك، فإن فعلت ذلك، فإن جنايتك على العلم وأهله عظيمة.

Janganlah kamu menjejakkan kaki di atas permadani, dimana orang-orang berbuat kemungkaran di atasnya, merusak sendi-sendi moral, dan berpura-pura tidak tahu akan hal itu. Jika kamu berbuat hal demikian, maka kejahatanmu atas ilmu dan ahlinya sangat besar.

‌‌Syaikh hafizhahullah berkata:
Tidak pantas seorang penuntut ilmu melakukan apa saja yang bertentangan dengan ilmunya.

Perkataan  Mualif rahimahullah,  "Menjauhi Majelis Kesia-siaan", yang disebut sia-sia itu ada dua macam: Pertama, Kesia-siaan yang tidak ada faidahnya, namun juga tidak ada ruginya. Kedua, kesia-siaan yang merugikan.
Adapun untuk yang pertama, maka seorang berakal pasti tidak akan menghabiskan waktunya disitu, karena itu suatu keru- gian besar.
Sementara yang kedua adalah kemungkaran, dan haram hu kumnya menghabiskan waktu di tempat tersebut, karena ia ada- lah kemungkaran yang diharamkan.
Syaikh hafizhahullah mengatakan:
 Perkataan Syaikh  Bakr rahimahullah,  "Jika kamu berbuat demikian, maka kejahatanmu terhadap ilmu dan ahlinya sangatlah besar". Adapun persoalan kejahatan terhadap diri sendiri, maka itu sudah jelas. Maksudnya, jika kita melihat seorang pencari ilmu, duduk di tempat-tempat kemaksiatan, maka kejahatannya terhadap diri sendiri sangatlah jelas. Akan tetapi, bagaimana ia juga disebut telah berperilaku jahat kepada ilmu dan ahlinya? Karena manusia akan berkata: mereka adalah pencari ilmu, mereka adalah ulama, inilah buah dari ilmu, dan sejenisnya. Dengan demikian, ia telah berbuat jahat kepada dirinya, dan juga kepada selainnya.”





TULISAN KESEPULUH
Pembahasan Kitab Hilyah Tholibil Ilmi

Syaikh Prof. Dr. Ziyad al-Abbadiy hafizhahullah mengatakan dalam penjelasan kitab Hilyah Tholibil Ilmi:

BAGIAN KESEBELAS
‌‌الإعراض عن مجالس اللغو:
11. Berpaling dari Majelis Sia-Sia

لا تطأ بساط من يغشون في ناديهم المنكر، ويهتكون أستار الأدب، متغابياً عن ذلك، فإن فعلت ذلك، فإن جنايتك على العلم وأهله عظيمة

Janganlah kamu menjejakkan kaki di atas permadani, dimana orang-orang berbuat kemungkaran di atasnya, merusak sendi-sendi moral, dan berpura-pura tidak tahu bodoh akan hal demikian. Jika kamu berbuat hal demikian, maka kejahatanmu atas ilmu dan ahlinya sangat besar.

Syaikh Ziyad hafizhahullah menjelaskan:

  «الإعْراضُ عن مَجَالِسِ اللَّغْوِ»؛ اللَّغْوِ نَوْعَانِ: لَغْو ليس فِيهِ، فَائِدَةٌ ولا مَضَرَّةٌ، وَلَغْو فِيهِ مَضَرَّةٌ.
أما الأول: فلا يَنْبَغِي لِلْعَاقِلِ أَن يُذْهِبَ وَقْتَهُ فِيهِ؛ لأَنَّهُ خَسَارَةٌ.

Menjauhi Majelis Kesia-siaan", yang disebut LAGHWIY sia-sia itu ada dua macam:
1. Kesia-siaan yang tidak ada faidahnya, namun juga tidak ada ruginya. 
2. kesia-siaan yang merugikan.
Adapun untuk yang pertama, maka seorang berakal pasti tidak akan menghabiskan waktunya disitu, karena itu suatu kerugian besar.

وأَمَّا الثَّانِي: فَإِنَّهُ يَحْرُمُ عليه أن يُمْضِيَ وَقْتَهُ فِيه، لأنه مُنْكَرُ مُحَرَّمٌ. 

Sementara yang kedua adalah kemungkaran, dan haram hu- kumnya menghabiskan waktu di tempat tersebut, karena ia ada- lah kemungkaran yang diharamkan.


والمؤلف كأنَّهُ حَمَلَ التَّرْجَمَةَ على المَعْنَى الثاني، وهو اللَّغْوُ الْمُحَرَّمُ، 

Dan pengarang sepertinya membawa terjemah kesia-siaan pada makna yang kedua, yaitu kesia-siaan yang diharamkan.

وَلا شَكٍّ أَنَّ المَجَالِسَ التي تَشْتَمِلُ على المُحَرَّمِ لا يجوز للإِنْسَانِ أَن يَجْلِسَ فيها؛ لأن الله - تعالى - يقول: ﴿ وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ آيَاتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلَا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذَا مِثْلُهُمْ ﴾ [النساء : ١٤٠].

Tidak ragu lagi, kesia-siaan yang mengandung keharaman tidak boleh didatangi dan duduk di dalamnya, karena Allah berfirman, "Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al-Qur'an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain, karena Sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka." (QS. An-Nisaa: 140). 

فَمَنْ جَلَسَ مَجْلِسَ الْمُنْكَرِ وَجَبَ عليه أن يَنْهَى عَنْ هَذَا الْمُنْكَرِ، فَإِن تَرَكُوهُ فَهَذَا المطلوب، وإن لم تَسْتَقِمْ وأَصَرُّوا على مُنْكِرِهِمْ فَالوَاجِبِ أَن يَنْصِرِفَ، خِلَافًا لما يَتَوَهَّمه بعض العامة من قول الرسول ﷺ: «فإنْ لمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ ) . فيقول: أنا
كَارِهُ هذَا الْمُنْكَرِ فِي قَلْبِي، وهو جَالِسٌ مع أَهْلِهِ.

Barangsiapa yang duduk di majelis kemungkaran, maka ia wajib menghentikan kemungkaran ini. Jika keadaan membaik, maka itulah yang dituju, namun jika keadaan tidak kunjung membaik dan mereka terus melakukan kemungkaran, maka yang wajib ia kerjakan adalah pergi meninggalkan majelis itu. Berbeda dengan dugaan sebagian kaum awam, yang berkata, "bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: "jika tidak mampu, maka dengan hatinya. Dan saya membenci kemungkaran ini di dalam hatiku, dan ia terus duduk bersama ahli majelis itu. 

فيقال له: لو كُنْتَ كَارِهًا له حَقًّا ما جَلَسْتَ مَعَهُمْ؛ لأنَّ الإنسان لا يمكن أن ‌‌الإعراض عن الهيشات:
يَجْلِسَ على مَكْرُوه إلا إذا كَانَ مُكْرَهَا؛ أمَّا شَيْءٌ تَكْرَهُهُ وتَجْلِسُ باختيارك، فإن دَعْوَاكَ كَرَاهَتَهُ ليست صحيحة.

Bagi orang seperti ini kita katakan: jika kamu memang benar-benar membenci kemungkaran itu, niscaya kamu tidak akan duduk bersama mereka, karena manusia tidak akan duduk di dalam majelis, dimana ahlinya sangat tidak ia sukai. Namun, jika kamu membenci sesuatu, kemudian kamu duduk di situ dengan pilihanmu sendiri, maka dakwaan (klaim) kebencianmu sama sekali tidak benar.

وقوله: «فَإِنْ فَعَلْتَ ذَلِكَ فَإِنَّ جِنَايَتَكَ على العِلْمِ وَأَهْلِهِ عَظِيمةٌ؛ أما كونه جناية على نَفْسِهِ فَالأَمْرُ ظَاهِرُ ، فلو رَأَيْنَا طَالِبَ عِلْمٍ يجلس مَجَالِسَ اللَّهْوِ وَاللَّغْو والمنكر، فجنايته على نفسه واضحة وعظيمة، وتكون جناية على العلم وأَهْلِهِ؛ لأن النَّاسَ قد يقولون: هؤلاء طلبة العلم، وهذه نَتِيجَةُ الْعِلْمِ، وما أشبه ذلك، فيكون قَدْ جَنَى عَلَى نَفْسِهِ وَغَيْرِهِ.

"Jika kamu berbuat demikian, maka kejahatanmu terhadap ilmu dan ahlinya sangatlah besar". Adapun persoalan kejahatan terhadap diri sendiri, maka itu sudah jelas. Maksudnya, jika kita melihat seorang pencari ilmu, duduk di tempat-tempat kemaksiatan, maka kejahatannya terhadap diri sendiri sangatlah jelas. Akan tetapi, bagaimana ia juga disebut telah berperilaku jahat kepada ilmu dan ahlinya? Karena manusia akan berkata: mereka adalah pencari ilmu, mereka adalah ulama, inilah buah dari ilmu, dan sejenisnya. Dengan demikian, ia telah berbuat jahat kepada dirinya, dan juga kepada selainnya.

BAGIAN YANG KEDUA BELAS

‌‌الإعراض عن الهيشات

12. BERPALING DARI KEGADUHAN RAME-RAME

التصون من اللغط والهيشات، فإن الغلط تحت اللغط، وهذا ينافي أدب الطلب.
ومن لطيف ما يستحضر هنا ما ذكره صاحب "الوسيط في أدباء شنقيط" وعنه في "معجم المعاجم":
"أنه وقع نزاع بين قبيلتين، فسعت بينهما قبيلة أخرى في الصلح، فتراضوا بحكم الشرع، وحكموا عالماً، فاستظهر قتل أربعة من قبيلة بأربعة قتلوا من القبيلة الأخرى، فقال الشيخ باب بن أحمد: مثل هذا لا قصاص فيه. فقال القاضي: إن هذا لا يوجد في كتاب. فقال: بل لم يخل منه كتاب. فقال القاضي: هذا "القاموس" يعنى أنه يدخل في عموم كتاب - فتناول صاحب الترجمة "القاموس" وأول ما وقع نظره عليه: "والهيشة: الفتنة، وأم حبين، وليس في الهيشات قود"، أي: في القتيل في الفتنة لا يدرى قاتله، فتعجب الناس من مثل هذا الاستحضار في ذلك الموقف الحرج"أهـ ملخصاً.

Menghindari kegaduhan dan keriuhan, karena kekeliruan ada dalam keriuhan, dan ini bertentangan dengan apa yang dicari.
 Ada riwayat yang sangat bagus dalam masalah ini, yaitu sapa yang disebutkan penulis kitab al-Wasîth fi Adibba' al- Syanqith" dan juga dari beliau dalam Mu'jam al-Ma'ajim: bahwasannya telah terjadi perselisihan antara dua kabilah, kemudian kabilah lain berupaya untuk mendamaikan me- reka, merekapun lalu ridha dengan hukum syariat. Seorang alim kemudian menjadi hakim atas mereka, lalu ia memutuskan untuk menghukum bunuh 4 orang dari kabilah se- bagai ganti 4 orang yang telah terbunuh di kabilah lain. Lalu Syaikh Babu bin Ahmad berkata, "Kasus seperti ini tidak ada qisas di dalamnya." Namun si Qadhi menjawab, "Pendapat Anda ini sama sekali tidak ada dalilnya." Syaikh Babu bin Ahmad berkata, "Justru ada pada semua kitab." Qadhi berkata, "Lihat kamus ini. (maksudnya, kamus ini juga termasuk dalam kategori kitab secara umum)." Kemudian Syaikh Babu mengambil buku itu, dan yang pertama kali ia lihat dalam kamus itu adalah: al-haisyah (keg- aduhan): fitnah, ummu hubain, dan pada kegaduhan tidak ada qisas. Maksudnya, yang terbunuh dalam fitnah, tidak diketahui pembunuhnya. Orang-orang pun menjadi ter- cengang atas pengajuan bukti ini pada saat krtitis seperti itu. Secara ringkas..

Syaikh hafizhahullah memberikan penjelasan:
Tidak ada Qowamish – jamak dari Qomush, itu adalah kitab dari  Fairuz Abady yaitu al-Qomush al Muhith,  Yang benar adalah Ma’ajim – jamak dari mu’jam.
Faidah:
Ibnu Faris – Mu’jam Maqooyish Lughoh.
Tertib Kamus Fairuz Abady
Diambil dari kata yang paling akhir
Seperti ضرب  maka diambil huruf paling akhir yaitu ب   kemudian di bab ض 
Tertib Lisan arab, lebih mudah dari tertib Kamus Fairuz Abady
Diambil dari kata yang paling huruf awal baru kemudian huruf yang kedua.
Artinya disini adalah salah sangka dan dijelaskan dengan ilmiyah:
 Al- haisyah adalah fitnah, Ummu Hubain, dan dalam haisyah tidak ada qisas. Maka ia menegaskan dari kitab kamus bahwa kepu tusan Qadhi bahwa 4 orang harus diqisas untuk 4 orang adalah keliru. Inilah makna kisah ini. Orang-orang pun merasa takjub dengan cara pembuktian dalam situasi yang kritis ini. Selesai sudah ringkasan cerita ini. Intinya, kegaduhan pasar adalah fitnah dan Ummu Hubain. 

القتل خمسة أنواع: عمد، وشبه عمد، وخطأ، وما جرى مجرى الخطأ، والقتل بالتسبب. 

Pembunuhan terdiri dari lima jenis: sengaja direncanakan, semi-disengaja, salah, apa yang terjadi dalam proses kesalahan, dan pembunuhan karena sebab-akibat.

Siapa yang tahu, siapakah Ummu Hubain? Ia adalah binatang kecil, akan tetapi mirip dengan kumbang. Meskipun tidak termasuk binatang yang kuat, ia adalah binatang kecil dari jenis serangga.

Faidah dari Syaikh hafizhahullah adalah:
Perbedaan antara Ghobiy dan Mutaghobiy – 
Bodoh dan Orang yang pandai tapi berlagak tidak tahu.

Bait Syair

"ليس الغبي بسيد في قومه وإنما سيد القوم المتغابي"

Orang bodoh (GHOBIY) itu tidaklah pantas menjadi petinggi suatu kaum, namun sesungguhnya petinggi kaum itu adalah orang yang pandai namun berlagak tidak tahu (MUTAGHOBIY).

Artinya orang yang pandai itu tidak semua harus mendetailkan suatu permasalahan ketika dia mengurus banyak yang dipimpinnya. Seperti seorang kepala rumah tangga maka dia tidak perlu mengurus semua urusan rumahnya dengan detail sehingga menghabiskan energi lebih dari yang seharusnya padahal itu tidaklah suatu yang penting.

Bersambung InSya Allah


Kamis, 25 April 2024

RENDAH HATI



Bagian Kelima
Pembahasan Kitab Hilyah Tholibil Ilmi

Syaikh Prof. Dr. Ziyad al-Abbadiy hafizhahullah mengatakan dalam penjelasan kitab Hilyah Tholibil Ilmi:

Bagian Kelima
خفض الجناح ونبذ الخيلاء والكبرياء:
تحل بآداب النفس، من العفاف، والحلم، والصبر، والتواضع للحق، وسكون الطائر، من الوقار والرزانة، وخفض الجناح، متحملاً ذل التعلم لعزة العلم، ذليلا للحق.

5. Rendah Hati, Menghancurkan Sifat Takabur dan Angkuh 
Hiasilah dirimu dengan adab-adab hati, seperti kehormatan, kebijaksanaan, kesabaran, rendah hati terhadap kebenaran, bersikap tenang, berwibawa dan sanggup menahan semua derita saat belajar untuk kemuliaan ilmu serta tunduk pada kebenaran.

Syaikh hafizhahullah menjelaskan:
Ucapan Syaikh Bakr, "Hiasilalı dirimu dengan adab-adab hati. seperti kehormatan, kebijaksanaan, kesabaran, rendah hati ter hadap kebenaran", karena memang keadaan mengharuskan demikian. Hendaklah ketika menuntut ilmu menumbuhkan sikap iffah (menahan diri) terhadap apa yang ada di tangan manusia dan iffah dari memandang hal yang diharamkan. Sementara kebijaksanaan berarti tidak bersegera menjatuhkan hukuntan terhadap seseorang yang berbuat buruk kepadanya, sabur terhadap gangguan yang dia dengar dari manusia secara untum, maupun dari rekan-rekannya seperjuangannya sendiri, atau mungkin dari gurunya sendiri. Bersabarlah. Kemudian bersikap rendah hati terhadap kebenaran dan juga terhadap makhluk.
Rendah hati terhadap kebenaran, berarti kapan pun kebenaran sudah tampak jelas baginya, maka ia akan tunduk dan tidak mencari sesuatu yang lain sebagai gantinya. Demikian pula rendah hati terhadap makhluk, berapa banyak murid yang justeru membuka jalan pengetahuan bagi gurunya, padahal sebelumnya sang guru tidak menyadarinya, karena itu, janganlah memandang remeh sesuatu apa pun.
Perkataan berikutnya, "bersikap tenang, berwibawa dan rendah hati.” Seorang penuntut ilmu wajib menjauhkan diri dari hal-hal yang menghancurkan harga dirinya, baik dalam cara berjalan, atau dalam interaksinya dengan manusia. Selain itu, juga tidak banyak tertawa keras yang mematikan hati dan menghilangkan wibawa", akarı tetapi ia tetap bersikap tenang, tawadhu dan beretika yang sesuai dengan etika seorang penuntut ilmu.
Menderita untuk belajar, artinya kamu mencari kemuliaan dengan ilmu. Semua penderitaan saat belajar sesungguhnya akan membuahkan hasil yang baik,
Syaikh hafizhahullah menambahkan penjelasan:

ينبغي أن يكون الإنسان متحليا بأداب النفس من ذلك جميعا،  لأن المقام يقتضي عند طالب العلم أن يكون عفيفا
 عفة عما في ايدي الناس،  وعفة عن النظر إلى الحرام،  وحلم لا يعاجل بالعقوبة إذا أساء إليه أحد
 وصبر على ما يحصل له من الأذى،  هذه الصفات صفات طالب العلم. أما أن يكون غضوبا جهولا إذا تكلم معه بكلمة يقوم ويسب ويشتم ويمد يده  هذا ليس بطالب العلم

Hendaknya seseorang mempunyai akhlak yang baik dalam semua itu, sebab kedudukan seorang penuntut ilmu mengharuskannya menjaga diri dari akhlak yang jelek.   Pantang (berharap) terhadap apa yang ada ditangan manusia, pantang melihat apa yang diharamkan, dan sabar yaitu tidak terburu-buru memberikan hukuman apabila ada yang menyinggung perasaannya.
  Dan bersabarlah terhadap musibah yang menimpanya. Inilah ciri-ciri orang yang mencari ilmu. Adapun dia yang marah dan cuek, jika ada perkataan yang diucapkan kepadanya berdiri, menghina, memaki, dan mengulurkan tangannya. Ini bukanlah  akhlak orang yang mencari ilmu.

وعليه، فاحذر نواقض هذه الآداب، فإنها مع الإثم تقيم على نفسك شاهداً على أن في العقل علة، وعلى حرمان من العلم والعمل به، فإياك والخيلاء، فإنه نفاق وكبرياء، وقد بلغ من شدة التوقي منه عند السلف مبلغاً.
ومن دقيقه ما أسنده الذهبي في ترجمة عمرو بن الأسود العنسي المُتوفى في خلافة عبد الملك بن مروان رحمه الله تعالى: أنه كان إذا خرج من المسجد قبض بيمينه على شماله، فسئل عن ذلك؟ فقال: مخافة أن تنافق يدي.
قلت: يمسكها خوفاً من أن يخطر بيده في مشيته، فإن ذلك من الخيلاء (1) اهـ

Dengan demikian, hati-hatilah terhadap hal yang bisa menghancurkan etika ini. Karena hal itu akan membawa dosa dalam dirimu dan menunjukkan adanya kecacatan dalam akalmu serta membuatmu terhalang dari ilmu dan amal. Hindarilah sikap angkuh, karena ia adalah sifat mu nafik dan takabur. Dan para ulama salaf telah memberi kan contoh perjuangan menghindari hal-hal demikian.
Syaikh hafizhahullah menjelaskan:
الخيلاء (sombong) ini bisa terjadi pada seseorang yang tengah menuntut ilmu, orang yang banyak kekayaannya dan orang yang cerdas pemikirannya. Demikian pula dalam se tiap nikmat yang dianugerahkan Allah kepada hamba, mungkin tumbuh dalam dirinya sifat sombong. Sombong adalah merasa kagum terhadap diri sendiri dengan ditampakkan melalui anggota badan, sebagaimana dalam hadits, "barangsiapa yang mengulurkan pakaiannya karena rasa sombong. Jika ujub hanya terjadi di dalam hati saja, maka الخيلاء (sombong) sudah ditampak efeknya melalui anggota badan.
Perkatan Syaikh Bakr rahimahullah, "karena hal itu termasuk munafik dan takabbur, sangat jelas. Adapun disebut munafik karena manusia itu menampilkan penampilan yang jauh lebih besar daripada ukuran yang sebenarnya. Demikianlah orang munafik, ia akan menampilkan dirinya sebagai seorang yang tulus, padahal tidak seperti itu.
Untuk memahami lebih dalam, lihatlah riwayat Al-Dzahabi mengenai perjalanan hidup Amru bin Aswad al-Unsi yang wafat pada masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan -rahimahullah-bahwasanya ia jika keluar dari masjid, ia selalu menekan tangan kirinya dengan tangan kanan. Lalu ia ditanya mengenai hal itu, dan ia menjawab, "Aku takut tanganku berbuat munafik."
Allahu Akbar, siapakah yang berbicara Al-Dzahabi rahimahullah.
Aku berkata: ia memegangnya karena takut tangannya bergerak saat berjalan, karena hal itu termasuk sikap sombong
Penjelasan
Yang dimaksud tangannya bergerak adalah membuat gerakan tertentu yang menunjukkan si empunya memiliki sifat sombong. Karena itu, ia memegang tangan kiri dengan tangan tangan kanannya agar tidak bergerak.
Syaikh hafizhahullah menambahkan penjelasan:

لا مانع أن يضحك  ويبتسم ولكن باعتدال وكل شيء يزيد عن حده ينقلب إلى ضده،  كما قال ما كان رسول الله يكثر c  ورفع الصوت في ذلك

Tidak ada salahnya dia tertawa dan tersenyum, namun secukupnya saja, dan segala sesuatu yang melebihi batasnya menjadi kebalikannya, sebagaimana beliau bersabda: Rasulullah  ﷺ tidak sering meninggikan suaranya dalam hal itu.
 
‌‌واحذر داء الجبابرة: (الكبر) ، فإن الكبر والحرص والحسد أول ذنب عصى لله به  ، فتطاولك على معلمك كبرياء، واستنكافك عمن يفيدك ممن هو دونك كبرياء، وتقصيرك عن العمل بالعلم حمأة كبر، وعنوان حرمان.
العلم حرب للفتى المعالي … ... كالسيل حرب للمكان العالي

Berhati-hatilah kalian dengan racun ketakabburan, karena sesungguhnya sikap takabbur, tamak dan iri dengki adalah dosa pertama yang diperbuat makhluk terhadap Allah.
Perdebatan dengan gurumu adalah takabbur, keengganan- mu meraih manfaat dari orang yang lebih rendah darimu adalah takabbur, dan kekuranganmu dalam mengamalkan ilmu adalah kesombongan dan tanda diharamkannya ilmu itu darimu.
Ilmu adalah musuh bagi pemuda yang tinggi hati Sebagaimana aliran air adalah musuh bagi tempat yang tinggi.

Bersambung inSya Allah