Selasa, 25 Maret 2025

ANTARA KESALEHAN DAN IHSAN

Pesan Pembangunan dan Ihsan

Karena banyaknya dorongan kuat dalam Al-Qur'an terhadap kehidupan akhirat dan peringatan agar tidak terbuai dengan dunia, sebagian sahabat beranggapan bahwa kesalehan terletak pada kesibukan dalam ibadah dan meninggalkan dunia. Di antara mereka adalah Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu, yang begitu giat dalam beribadah hingga meninggalkan perhiasan kehidupan dunia.

Ketika Salman Al-Farisi mengunjunginya, ia melihat Ummu Darda’ dalam keadaan lusuh. Maka ia bertanya, "Apa yang terjadi padamu?" Ia menjawab, "Saudaramu, Abu Darda’, tidak memiliki kebutuhan terhadap dunia."

Lalu datanglah Abu Darda’, dan ia membuatkan makanan untuk Salman. Kemudian ia berkata, "Makanlah, aku sedang berpuasa." Salman menjawab, "Aku tidak akan makan sampai engkau juga makan." Maka Abu Darda’ pun ikut makan.

Saat malam tiba, Abu Darda’ bangun untuk shalat malam, tetapi Salman berkata kepadanya, "Tidurlah!" Maka Abu Darda’ pun tidur. Kemudian ia bangun lagi untuk shalat, tetapi Salman kembali berkata, "Tidurlah!" Hingga pada sepertiga malam terakhir, Salman berkata, "Sekarang bangunlah." Maka mereka pun shalat bersama.

Setelah itu, Salman berkata kepadanya, "Sesungguhnya Tuhanmu memiliki hak atasmu, dirimu memiliki hak atasmu, dan keluargamu memiliki hak atasmu. Maka berikanlah setiap yang berhak akan haknya."

Abu Darda’ kemudian menemui Nabi ﷺ dan menceritakan hal itu. Nabi ﷺ pun bersabda, "Salman benar." (HR. Bukhari)

Di sini, Salman mengembalikan keseimbangan dan meluruskan pemahaman, dan Rasulullah ﷺ membenarkannya. Rasulullah ﷺ juga menyampaikan hal serupa dalam beberapa kesempatan lain.

Dalam Sunan Abu Dawud dan Musnad Ahmad, dari Aisyah radhiyallahu ‘anha:

"Sesungguhnya Nabi ﷺ mengutus seseorang kepada Utsman bin Mazh’un (yang meninggalkan dunia untuk beribadah) lalu ia datang kepadanya. Nabi ﷺ berkata, ‘Wahai Utsman, apakah engkau berpaling dari sunnahku?’ Utsman menjawab, ‘Tidak, demi Allah, wahai Rasulullah, aku hanya mencari sunnahmu.’ Maka Nabi ﷺ bersabda, ‘Sesungguhnya aku tidur dan aku shalat, aku berpuasa dan aku berbuka, serta aku menikahi wanita. Maka bertakwalah kepada Allah, wahai Utsman. Sesungguhnya keluargamu memiliki hak atasmu, tamumu memiliki hak atasmu, dan dirimu memiliki hak atasmu. Maka berpuasalah dan berbukalah, shalatlah dan tidurlah.’”

Dalam Shahih Ibnu Hibban dan Sunan Al-Kubra karya Al-Baihaqi, Abdullah bin Amr berkata:

"Rasulullah ﷺ bersabda kepadaku, ‘Wahai Abdullah bin Amr, aku mendengar bahwa engkau berpuasa sepanjang hari dan shalat sepanjang malam. Jangan lakukan itu! Sesungguhnya tubuhmu memiliki hak atasmu, dan dirimu memiliki hak atasmu. Berpuasalah tiga hari dalam setiap bulan, itu seperti puasa sepanjang tahun.’ Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku mampu lebih dari itu.’ Maka beliau bersabda, ‘Puasalah seperti puasa Nabi Dawud, yaitu sehari puasa dan sehari berbuka.’" Abdullah bin Amr kemudian berkata, ‘Andai saja aku menerima keringanan itu.’”

Al-Qur'an juga memperkenalkan kepada manusia berbagai model dari hamba-hamba Allah yang saleh. Di antara mereka adalah para nabi yang menggabungkan antara kezuhudan dan kekayaan, serta akhlak yang mulia dan kekuatan. Mereka adalah Yusuf, Dawud, Sulaiman, dan Dzulkarnain.

Model-model ini menunjukkan bahwa Islam tidak membatasi kesalehan dan ketakwaan dalam satu bentuk tertentu. Ada kesalehan dan ketakwaan dalam keadaan hidup susah, seperti kisah Nabi Isa dan Nabi Ayyub ‘alaihimas salam, tetapi kesalehan dan ketakwaan juga bisa terwujud dalam kelimpahan dan kekayaan, dan itu adalah hal yang diakui dan diperbolehkan dalam Islam.

Islam dan Konsep Kesejahteraan

Maqashid syariah (tujuan syariah) tidak hanya membatasi manusia dalam memenuhi kebutuhan darurat (ḍarūriyyāt), tetapi juga mencakup kebutuhan sekunder (ḥājiyyāt) dan penyempurnaan (taḥsīniyyāt).

Di sini, perlu diperjelas bahwa konsep penyempurnaan dalam Islam bukanlah mengejar kemewahan atau mengumpulkan kenikmatan yang berlebihan, sebagaimana yang dipahami sebagian orang. Jika demikian, itu bisa masuk dalam kategori pemborosan yang terlarang. Sebaliknya, taḥsīniyyāt dalam Islam adalah mencapai tingkat ihsan dalam segala aspek kehidupan.

Rasulullah ﷺ bersabda:

"Sesungguhnya Allah telah menetapkan ihsan dalam segala sesuatu." (HR. Muslim)

Perintah untuk berbuat ihsan ini bersifat umum dan mencakup seluruh aspek kehidupan. Allah berfirman:

"Sesungguhnya Allah memerintahkan keadilan dan ihsan..." (QS. An-Nahl: 90)

"Dan berbuat ihsanlah, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat ihsan." (QS. Al-Baqarah: 195)

Dalam Al-Qur'an, Allah menyebutkan kecintaan-Nya kepada orang-orang yang berbuat ihsan sebanyak lima kali.

Ihsan tidak akan terwujud kecuali jika seseorang telah memiliki kebutuhan dasar dan sekunder yang memadai. Jika tidak, maka amalnya akan tetap memiliki kekurangan, karena orang yang tidak memiliki sesuatu tidak bisa memberikannya kepada orang lain.

Tiga Dimensi Ihsan

  1. Ihsan dalam ibadah, sebagaimana sabda Nabi ﷺ:

    "Ihsan adalah engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu." (HR. Bukhari dan Muslim)

  2. Ihsan dalam muamalah, yang mencakup ihsan kepada keluarga, berbakti kepada orang tua, menyantuni fakir miskin, dan lain sebagainya.

  3. Ihsan dalam pekerjaan, sebagaimana sabda Nabi ﷺ:

    "Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla mencintai jika salah seorang dari kalian melakukan suatu pekerjaan, hendaknya ia menyempurnakannya." (HR. Ahmad, Ibnu Hibban, dan Ath-Thabarani dalam Al-Awsath)

Kesimpulan

Inilah pesan Islam dalam membangun peradaban, yang menggabungkan antara pembangunan dunia yang maju dan kembali kepada akhirat dengan husnul khatimah. Semua itu dilakukan dalam bingkai sistem nilai keimanan dan akhlak yang sempurna.

Ya Allah, bimbinglah kami di antara orang-orang yang Engkau beri petunjuk, berilah kami kesehatan di antara orang-orang yang Engkau beri kesehatan, uruslah urusan kami di antara orang-orang yang Engkau urus, berkahilah bagi kami dalam apa yang Engkau berikan, dan lindungilah kami dari keburukan apa yang Engkau tetapkan. Sesungguhnya Engkau Maha Memberi berkah dan Maha Tinggi...

Doha, 25 Ramadan 1446 H / 25 Maret 2025 M
#Seri_Faedah_Ramadhan_1446H

Minggu, 23 Maret 2025

MEMANFAATKAN WAKTU YANG MULIA



Tentang Memanfaatkan Waktu-Waktu yang Mulia untuk Berdoa dan Keutamaan Doa kepada Allah atas Makhluk-Nya


Segala puji bagi Allah, Raja Yang Maha Tinggi, Maha Besar, Yang Maha Esa, Satu-Satunya, Tempat Bergantung. Maha Mendengar, Maha Sabar, Maha Menghukum dan Maha Merendahkan, serta Maha Memberi dan Maha Mencegah. Dialah Tuhan yang Maha Mulia, Maha Kuasa, Maha Mengetahui segala sesuatu secara menyeluruh dan Maha Bijaksana. Segala sesuatu bergantung pada-Nya, dan Dia adalah Tuhan Yang Maha Lembut dan Maha Mengetahui.

Dia memperbaiki keadaan hamba-hamba-Nya dengan rahmat-Nya. Dia menutupi kekurangan makhluk dengan kasih sayang dan kemurahan-Nya. Dia adalah Hakim yang tidak pernah menzalimi seorang pun dan tidak tergesa-gesa dalam menghukum. Dialah Yang Maha Lembut yang mengetahui rahasia dunia yang tersembunyi dan mengetahui segala dosa besar manusia, mengampuni dosa-dosa orang yang berdosa, membangkitkan orang-orang yang lalai dengan kelembutan-Nya, serta memberikan pengampunan atas dosa, kesalahan, dan kelalaian mereka.

"Ruh para pecinta merasa tenang dengan mengingat Allah, dan orang-orang bertauhid berhenti di hadapan karunia-Nya. Jiwa para hamba merasa lemah dalam memahami hak Allah, dan orang-orang arif menyadari bahwa mereka tidak akan mampu memahami-Nya sepenuhnya."

Maha Suci Allah, yang tidak dapat dijangkau oleh pandangan mata dan tidak dapat dibandingkan dengan siapa pun. Dia Maha Mengetahui dan Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dialah yang bersemayam di atas ‘Arsy-Nya, memiliki segala yang ada di langit dan di bumi serta segala yang ada di bawah tanah.

Allah Ta’ala berfirman; 

ٱلرَّحْمَٰنُ عَلَى ٱلْعَرْشِ ٱسْتَوَىٰ ﴿٥

لَهُۥ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَمَا تَحْتَ ٱلثَّرَىٰ ﴿٦

وَإِن تَجْهَرْ بِٱلْقَوْلِ فَإِنَّهُۥ يَعْلَمُ ٱلسِّرَّ وَأَخْفَى ﴿٧

ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ لَهُ ٱلْأَسْمَآءُ ٱلْحُسْنَىٰ ﴿٨

"(yaitu) Yang Maha Pengasih, yang bersemayam di atas 'Arsy."

"Milik-Nyalah apa yang ada di langit, apa yang ada di bumi, apa yang ada di antara keduanya, dan apa yang ada di bawah tanah."

"Dan jika engkau mengeraskan ucapanmu, sungguh, Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi."

"(Dialah) Allah, tidak ada tuhan selain Dia, yang mempunyai nama-nama yang terbaik." (QS.Taahaa; 5-8)

Aku memuji-Nya dan bersyukur kepada-Nya atas segala nikmat dan kebaikan yang pertama dan terakhir.

Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya, tiada lawan, tiada bandingan, dan tiada tandingan. Aku menyimpan kesaksianku ini selamanya hingga datang waktu hari kiamat, agar dengannya aku selamat dari siksa api neraka Sa'ir.

Aku juga bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, seorang pemberi peringatan yang nyata, serta pelita yang menerangi. Semoga Allah senantiasa melimpahkan shalawat dan salam kepada beliau, keluarganya, serta para sahabatnya yang penuh ketakwaan dan kemuliaan.

Allah Ta'ala berfirman:


وَقَالَ رَبُّكُمُ ٱدْعُونِىٓ أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِى سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ ﴿٦٠﴾


"Dan Tuhanmu berfirman, "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan keadaan hina dina" (QS. Ghafir: 60)

Ini adalah bagian dari karunia-Nya yang Maha Mulia. Dia menganjurkan kita untuk beribadah dengan berdoa kepada-Nya dan menjanjikan akan mengabulkan doa-doa tersebut.

 Sebagaimana Sufyan ats-Tsauri berkata: 'Wahai Dzat yang paling mencintai hamba-Nya yang meminta kepada-Nya, maka semakin banyak seseorang meminta kepada-Nya, semakin Dia mencintainya. Dan wahai Dzat yang paling membenci hamba-Nya yang tidak meminta kepada-Nya. Tidak ada seorang pun yang seperti Engkau, ya Rabb.'"

Dalam hal ini, seorang penyair berkata:

"Allah murka jika Engkau meninggalkan permintaan kepada-Nya,
sedangkan manusia murka jika sering diminta."

Imam Ahmad meriwayatkan dari Nu‘man bin Basyir, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:

"Sesungguhnya doa adalah ibadah." Kemudian beliau membaca firman Allah:
*"Dan Tuhanmu berfirman: ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina’" (QS. Ghafir: 60).

Dan diriwayatkan juga dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:

"Barang siapa yang tidak berdoa kepada Allah, maka Allah akan murka kepadanya."

Dalam riwayat lain disebutkan:

"Barang siapa yang tidak meminta kepada Allah, maka Allah akan murka kepadanya."

Berdoa di waktu-waktu seperti bulan ini (Ramadan) dan saat-saat utama lainnya adalah mustajab.

Diriwayatkan juga bahwa ketika seseorang mengkhatamkan Al-Qur’an, maka doanya akan dikabulkan, sebagaimana disebutkan dalam Musnad Ad-Darimi dari Hamid Al-A‘raj, ia berkata:

"Barang siapa yang membaca Al-Qur’an, kemudian berdoa dan diaminkan doanya, maka ia akan mendapatkan pahala empat ribu malaikat."

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu, bahwa beliau menugaskan seseorang untuk mengawasi seorang laki-laki yang membaca Al-Qur'an. Jika laki-laki tersebut hendak menyelesaikan bacaan (khatam), maka orang itu memberitahu Ibnu Abbas, lalu beliau pun menghadiri khataman tersebut dan menyaksikannya.

Mujahid berkata: Dahulu mereka berkumpul ketika khatam Al-Qur'an, dan mereka berkata: "Rahmat turun."

Diriwayatkan dengan sanad yang sahih bahwa Mujahid dan Ubaidah bin Abi Lubabah mengutus seseorang kepada Al-Hakam bin Utaibah dan berkata: "Kami mengutusmu kepadamu karena kami ingin mengkhatamkan Al-Qur'an."

Doa dikabulkan ketika khatam Al-Qur'an, sehingga dianjurkan untuk menghadiri majelis khataman baik bagi yang membaca maupun yang tidak bisa membaca dengan baik.

Sebaiknya imam memilih waktu-waktu yang memiliki keutamaan, khususnya pada malam yang diharapkan sebagai Lailatul Qadr. Imam mengakhirkan rakaat terakhir tarawih sebelum witir dan berdoa, serta diaminkan oleh makmum.

Imam Ahmad menegaskan hal ini, dan Sufyan bin Uyaynah berkata: "Aku melihat penduduk Makkah melakukan hal tersebut.

Abbas ibnu Abdul Hakim berkata: "Aku mendapatkan orang-orang yang tinggal di kota Basroh dan Makkah melakukan hal ini, Juga disebutkan dari Utsman radhiyallahu anhu".

Dianjurkan bagi imam untuk memperbanyak doa dengan mengangkat kedua tangannya dan memanjangkannya, serta berdoa dengan ungkapan-ungkapan yang penting dan kata-kata yang mencakup makna luas. Hendaknya mayoritas doanya berkaitan dengan urusan akhirat dan ia berdoa untuk kaum Muslimin, kebaikan bagi para pemimpin mereka, serta seluruh rakyatnya.

Dianjurkan juga untuk mewangikan masjid dan menghiasinya pada malam yang diharapkan sebagai Lailatul Qadar. Dianjurkan mandi, memakai wewangian, dan mengenakan pakaian terbaik, sebagaimana hal ini juga disyariatkan pada hari-hari berkumpul dan perayaan.

Begitu pula dalam semua shalat, disunnahkan untuk berhias diri sebagaimana firman Allah Ta'ala:
"Wahai anak Adam, pakailah perhiasanmu di setiap (memasuki) masjid."

Tsabit al-Bannani dan Hamid ath-Thawil dahulu mengenakan pakaian terbaik mereka dan memakai wewangian, serta mewangikan masjid dengan dupa dan kayu gaharu pada malam yang diharapkan sebagai Lailatul Qadar.

Sahabat Nabi Tamim Al-Da'riy radhiyallahu  anhu memiliki pakaian berharga seribu dirham yang ia beli khusus. Ia mengenakannya pada malam yang ia harapkan sebagai Lailatul Qadar.

Wahai orang yang ketika shalat hanya melakukannya sekadarnya, ketika berpuasa merasa lemah, ketika diajak kepada kebaikan menunda-nunda, dan ketika diminta untuk bertaubat berkata, “Nanti!” Tak ada yang menggugah hatinya dari nasihat dan peringatan. Namun, ia masih berharap dapat tergolong dalam barisan orang-orang saleh? Tidak, sungguh itu mustahil.

Lihatlah orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam ibadah, sementara engkau hanya duduk diam. Mereka melangkah maju, sedangkan engkau tertinggal jauh. Berapa banyak orang yang masih bimbang antara keinginan dunia dan kezuhudan? Berapa banyak yang menghabiskan malam mereka untuk beribadah, sementara yang lain terlelap dalam tidur? Apa yang membuat mereka sibuk hingga melupakan manisnya hubungan dengan Tuhan mereka? Dengarlah kisah mereka, meskipun engkau tak dapat melihat mereka.

Sungguh mengherankan dirimu, saudaraku! Mengapa engkau masih lalai? Nasihat tidak menyentuh hatimu, peringatan tak menggugah jiwamu. Ketahuilah, kuburan telah dipenuhi oleh para sanak, saudara, anak-anak, kerabat, pejabat, dan orang-orang kaya yang dahulu terhormat. Kini mereka semua telah sama, terkubur dalam tanah, tanpa lagi kemuliaan dan kehormatan dunia.

Abu Nu‘aym meriwayatkan dari Anas bahwa Nabi ﷺ apabila memasuki bulan Ramadhan, beliau beribadah dan juga tidur. Namun, ketika memasuki malam ke-24, beliau bersungguh-sungguh dalam ibadah dan mengurangi tidurnya.

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Wākil bin al-Asqa‘ dari Nabi ﷺ bahwa beliau bersabda:
"Suhuf (lembaran-lembaran) Ibrahim diturunkan pada malam pertama bulan Ramadan, Taurat diturunkan pada malam keenam Ramadan, Injil diturunkan pada malam ketiga belas Ramadan, dan Al-Qur’an diturunkan pada malam kedua puluh empat Ramadan."

Ada sekelompok dari kalangan salaf yang bersungguh-sungguh dalam beribadah pada malam ke-24 Ramadan, di antara mereka adalah Anas, al-Hasan, dan penduduk Bashrah.

Diriwayatkan bahwa beliau ﷺ bersabda:
"Aku melihat matahari pada pagi hari setelah malam ke-24, ia terbit tanpa memiliki sinar yang kuat."
Demikian juga disebutkan oleh al-Bukhari dari Ibnu Abbas.
Namun, yang lebih kuat dalam riwayat adalah bahwa Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-23.

Disebutkan bahwa Abu Ayyub As-Sikhtiyani biasa mandi pada malam kedua puluh tiga dan malam kedua puluh tujuh, mengenakan pakaian terbaiknya, dan berkata: "Malam kedua puluh tiga adalah malam penduduk Madinah, dan malam kedua puluh tujuh adalah malam penduduk Bashrah."

Dan di antara mereka yang mengatakan bahwa (Lailatul Qadar) adalah malam kedua puluh empat, mereka berdalil dengan turunnya Al-Qur'an, karena itu adalah malam pertama dari tujuh terakhir jika bulan tersebut sempurna tiga puluh hari.

Ada pula yang mengatakan bahwa Lailatul Qadar adalah malam kedua puluh lima, dan mereka berdalil dengan sabda Nabi ﷺ: "Dalam malam-malam yang ganjil." Dan Allah lebih mengetahui.

Aku (penulis) berkata: Yang benar dan yang lebih diharapkan adalah malam kedua puluh tujuh, sebagaimana ditunjukkan oleh banyak hadits, kabar, ayat, dan petunjuk lainnya, insya Allah Ta’ala. Ini juga merupakan pendapat Imam Ahlus Sunnah, Ahmad bin Hanbal, semoga Allah merahmatinya.

Wahai ini, di manakah engkau dari kaum yang menjadikan akhirat sebagai tujuan mereka, lalu mereka bersabar? Maka berbahagialah bagi mereka bagian dari kesabaran mereka. Demi Allah, betapa sedikitnya perniagaan para pedagang (di dunia ini) dibandingkan dengan apa yang mereka jual ketika mereka melihat apa yang mereka lihat. Dengan memperbaiki jualan mereka, mereka mendapatkan hasil yang sedikit, dan betapa ringannya apa yang mereka tinggalkan! Mereka tidak pernah berhenti hingga mendapatkan apa yang mereka tuntut. Mereka membeli kesungguhan di pasar ujian, lalu mereka tertawa di rumah keselamatan, sedangkan engkau tertidur di tempat tidur kelalaian.

Kapankah engkau akan menempuh jalan mereka, wahai pecinta perbuatan dosa?

Sesungguhnya itu hanyalah malam setelah malam, dan puasa sehari setelah sehari, serta bulan yang berlanjut ke bulan yang baru, hingga mereka masuk ke dalam kubur yang telah diketahui.

Dalam hadis yang masyhur disebutkan:
“Dusta orang yang mengaku mencintai-Ku, tetapi ia tidur dari-Ku. Bukankah setiap pecinta menyukai untuk menyendiri bersama kekasihnya? Maka, Aku melihat kepada para kekasih-Ku ketika kegelapan malam menutupi mereka. Aku menjadikan cahaya-Ku dalam hati mereka, lalu mereka berbicara kepada-Ku dengan kehadiran-Ku.

Esoknya, Aku akan menyinari para kekasih-Ku dengan cahaya-Ku di sisi-Ku.”

Maka, para kekasih-Ku telah berkumpul untuk mendengar dan menaati-Ku.

Mereka memiliki hati yang dengan rahasiaku menjadi terpikat,
Di atas jalanku dan petunjukku mereka telah dibentuk.
Mereka berjalan, tidak lemah dan tidak pula lemah semangat,
Dan mereka menghubungkan tali kekerabatanku, maka mereka tidak terputus.


Sabtu, 22 Maret 2025

SHOLAT TAHAJUD


SHOLAT TAHAJUD


Allah Ta'ala berfirman:

وَمِنَ ٱلَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِۦ نَافِلَةً لَّكَ عَسَىٰٓ أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُودًا ﴿٧٩

وَقُل رَّبِّ أَدْخِلْنِى مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنِى مُخْرَجَ صِدْقٍ وَٱجْعَل لِّى مِن لَّدُنكَ سُلْطَٰنًا نَّصِيرًا ﴿٨٠

"Dan pada sebagian malam, lakukanlah salat tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji."

Dan katakanlah (Muhammad), ya Tuhanku, masukkan aku ke tempat masuk yang benar dan keluarkan (pula) aku ke tempat keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi-Mu kekuasaan yang dapat menolong(ku)." (QS. Al-Isra: 79-80)

Ketahuilah bahwa shalat malam (qiyamullail) adalah kewajiban bagi Nabi ﷺ. Perintah ini datang dari Allah Ta’ala untuk Nabi-Nya ﷺ agar senantiasa mengerjakan shalat malam secara terus-menerus. Dan beliau ﷺ telah mendahului kita dalam mengamalkannya.

Qiyamullail memiliki manfaat yang besar.

Di antaranya:

  • Mengikuti sunnah Rasulullah ﷺ.
  • Aisyah Ummul Mukminin berkata: Rasulullah ﷺ bersabda kepada seseorang, "Janganlah engkau tinggalkan qiyamullail, karena sesungguhnya Rasulullah ﷺ tidak pernah meninggalkannya. Jika beliau sakit atau lemah, beliau mengerjakannya dalam keadaan duduk," atau beliau berkata, "karena lelah."

Dan dalam sebuah riwayat dari Aisyah, ia berkata: Telah sampai kepadaku tentang suatu kaum yang berkata, “Sesungguhnya kami tidak melakukan hubungan suami istri, tidak makan daging, dan tidak tidur di tempat tidur.” Maka Nabi ﷺ bersabda, “Tetapi aku mendekati istri, memakan daging, dan tidur. Maka barang siapa yang membenci sunnahku, ia bukan bagian dariku.”

Aisyah mengisyaratkan bahwa shalat malam memiliki dua keutamaan besar:

  1. Meneladani sunnah Rasulullah ﷺ. Allah berfirman:
    "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu."

  2. Menghapus dosa. Sebab telah disebutkan dalam riwayat bahwa shalat malam dapat menghapus dosa, mencegah penyakit dari tubuh, serta menjauhkan penyakit dari badan, dan lebih mendekatkan kepada keikhlasan.

Ibnu Majah meriwayatkan dari Said al-Muqbiri dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, "Boleh jadi seorang yang berpuasa tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya selain rasa lapar, dan boleh jadi seseorang yang shalat malam tidak mendapatkan apa-apa selain rasa lelah."

Al-Hasan berkata: Suatu kaum dulu melakukan kebaikan, namun mereka khawatir jika amalan mereka tidak diterima, sehingga mereka menangis karena takut akan azabnya.

Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
"Puasa yang paling utama setelah bulan Ramadan adalah puasa di bulan Allah, yaitu Muharram. Dan salat yang paling utama setelah salat wajib adalah salat malam."

Dalam Syair di katakan;

Wahai jiwa, orang-orang saleh telah menang dengan ketakwaan.
Wahai kesedihanku, malam telah menutupi mereka.
Mereka bermunajat dengan zikir di mihrab mereka,
Hati mereka untuk zikir telah tercerahkan.

Fajar mereka telah bersinar bagi mereka,
dan engkau, wahai jiwaku, tidakkah engkau sadar?
Waktu telah berlalu dalam kelalaian dan hawa nafsu,
dan pintu ampunan telah terbuka, itulah sebaik-baik bagian.
Apakah itu akan bermanfaat sebelum kakiku tergelincir?
Maka manfaatkanlah apa yang masih tersisa, dan ambillah kesempatan!

Saudara-saudaraku, manfaatkanlah waktu untuk berbuat kebajikan.

Hari-hari musim ini terbatas. Manfaatkanlah sisa malam-malam puasa yang jumlahnya sedikit. Bersungguh-sungguhlah dalam mencari kebaikan, karena amal orang yang berpuasa berlipat ganda.

Diceritakan bahwa seorang saleh shalat dua rakaat di malam hari, dalam shalatnya ia mengkhatamkan bacaan Al-Qur'an, lalu ia menghabiskan malam dengan menangis.

Wahai orang yang selalu berbuat maksiat! Kapan akan dikatakan: "Si Fulan telah bertaubat?"

Wahai orang yang lupa akan perjanjian lama dan khianat! Siapakah yang telah menciptakanmu dalam bentuk manusia? Siapakah yang telah menyesuaikan anggota tubuhmu dengan keagungan-Nya? Siapakah yang telah membuat tempatmu menakjubkan? Siapakah yang telah memberimu pendengaran dengan kebijaksanaan-Nya? Siapakah yang telah membuat akal menjadi pembimbing dan cahaya bagimu?

Mengapa engkau tetap lalai dan tidak sadar? Mengapa engkau tetap dalam kesalahan, padahal engkau menutupi kemaksiatan dengan pakaian ketaatan? Siapakah yang engkau abaikan rasa syukurnya, sehingga engkau tidak merasa takut kepada-Nya seperti kepada manusia?

Berapa banyak penyimpangan yang engkau lakukan, tetapi engkau tidak merasa malu di hadapan-Nya? Engkau berinteraksi dengan kehormatan yang tidak diridai oleh Tuhan para makhluk! Apakah engkau tidak merasa takut dengan akibatnya? Engkau berusaha keras untuk meraih kemuliaan manusia, tetapi mengabaikan kemuliaan Allah.

Jika manusia tahu apa yang engkau sembunyikan saat duduk di tempat sepi, niscaya mereka akan mengusirmu dari tempat itu. Maka bagaimana dengan Dzat yang Maha Mengetahui segala rahasia?

Sungguh, celaan bagi orang yang lalai, dan aman bagi orang yang berbuat kebajikan!

Dalam Syair:
Aku menangis atas dosa-dosaku karena besarnya kesalahanku,
Dan sudah seharusnya orang yang haus akibat kepahitan tangisan,
Seandainya tangisan dapat mendinginkan panasnya kesedihanku,
Maka air mataku akan bercampur dengan darah.

Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam kitab Shahih-nya dari Nafi‘ dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu anhu;
“Bahwa ada beberapa orang dari sahabat Nabi ﷺ bermimpi tentang Lailatul Qadr pada tujuh malam terakhir. Maka Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Aku melihat bahwa mimpi kalian bersepakat bahwa Lailatul Qadr ada pada tujuh malam terakhir. Maka barang siapa yang ingin mencarinya, hendaklah ia mencarinya pada tujuh malam terakhir.’”

Dikatakan; 

Bulan puasa telah datang mulia,
Bulan amanah, kesabaran, dan takwa.
Di dalamnya surga terbuka menyambutnya,
Jalan ibadah tampak jelas puasanya.

Di malamnya ada yang berdiri membaca wiridnya,
Bulan yang lebih utama dari semua bulan lainnya.
Maka bersungguh-sungguhlah, semoga kau meraihnya,
Dan berhati-hatilah, jangan sampai kau lalai.

Kau akan sembuh dari segala duka yang dalam,
Dan kemenangan bagi siapa yang menghendaki.
Bidadari di dalamnya berhias indah,
Menyambut mereka yang mendapatkan keutamaannya.

Tinggalkan orang lalai yang sibuk dengan permainan,
Yang tenggelam dalam hawa nafsu yang menipu.
Bulan ini lebih baik dari seribu bulan,
Dengan pahala yang besar dan keberkahan.

Berjuanglah, semoga kau mendapat balasannya,
Dan waspadalah, jangan sampai terlewatkan ampunannya.

Saudara-saudaraku, bagaimana mungkin seseorang tidak tertarik untuk berpuasa di bulan Ramadan dan menegakkan malam-malamnya? Bagaimana mungkin seseorang tidak bersedih atas bulan di mana semua dosa hamba diampuni? Bagaimana mungkin seseorang tidak menangis atas bulan yang berlalu, yang di dalamnya terdapat keuntungan yang besar dan kesempatan yang berharga?

Ada seorang pemuda yang selalu menangis lama dalam kegelapan. Ketika dikatakan kepadanya, “Kasihanilah dirimu sendiri,” ia menjawab, “Aku menangis hanya karena kelalaianku sendiri.”

Yazīd bin Murshid adalah seorang yang selalu menangis. Istrinya berkata kepadanya, “Apa yang membuatmu menangis terus-menerus?” Ia menjawab, “Kesedihan yang panjang telah membuat mataku mengering.”

Bisyr al-Hāfī tidak pernah tidur di malam hari. Ketika ditanya, “Kenapa kau tidak tidur?” Ia menjawab, “Aku takut perintah Allah datang kepadaku sementara aku dalam keadaan tidur.”

Setiap kali mereka merasakan pahitnya keinsafan, mereka berteriak dengan suara lantang:
Saudara-saudaraku, wahai betapa hati ini merasakan penderitaannya yang amat dalam,
Atau wahai betapa jiwanya merasakan kepedihan tangisan itu.

Dan ketahuilah, di atas anggota tubuh yang menundukkan diri dengan ketaatan, ada keutamaan bagi perbuatan yang baik dan mulia. Di atas punggung yang tidak terbebani ketakutan kepada Raja Yang Maha Mulia, di atas hati yang tidak hancur karena kematian dan kehilangan, di atas seorang lelaki yang tidak terusir dan tertimpa kezaliman. Atau di atas hati yang keras, yang telah berjalan menuju api neraka dan angin yang beracun. Atau di atas minuman dari rantai yang terikat dan siksa yang pedih. Atau di atas hati yang dipenuhi dosa yang berat. Atau di atas ketaatan yang kuat, sehingga ia tampak mulia dan terhormat. Atau di atas jalan menuju petunjuk yang jelas.

Wahai orang miskin, apakah engkau akan memutuskan hubungan dengan Tuhanmu? Apakah engkau tidak ingin kembali ke pintu Tuhanmu? Bukankah Dia yang menciptakanmu dan memberimu rezeki? Apakah engkau tidak tersentuh oleh kelembutan-Nya terhadap hati dan rezeki-Nya yang mencukupimu? Apakah engkau tidak diingatkan dengan Islam dan nikmatnya? Apakah engkau tidak mendekat kepada-Nya dengan anugerah dan pemberian-Nya? Tidakkah matamu melihat bagaimana keadaanmu yang lalai, selalu menunda-nunda, dan lebih memilih untuk bergegas menuju dosa dan kesalahan? Aku melihat bahwa bulan ini sedang berlalu, dan engkau tidak menjaga dirimu dari apa yang bisa membinasakanmu. Apakah engkau tidak merasa malu terhadap orang-orang yang menjaga dirinya dari hal-hal yang haram dan menjauhi larangan-Nya? Jika engkau kembali kepada-Nya dengan taubat dan ridha, dan jika engkau tetap teguh dalam ketakwaan dan kebaikan, maka sampai kapan engkau akan memutuskan hubungan dengan Tuhanmu?

Dan di antara yang dikatakan oleh sebagian mereka:

Wahai Dzat yang melihat segala yang ada dalam hati dan mendengarnya,
Wahai Dzat yang diharapkan pertolongannya dalam segala kesulitan yang berat,
Wahai Dzat yang memiliki perbendaharaan kerajaan dengan firman "Jadilah!" maka jadilah,
Tiadalah bagiku selain kuburku sebagai tempat berlindung dan jalan permohonan.
Tiadalah bagiku selain berharap kepada kemurahan-Mu dengan penuh harapan.
Dan siapakah yang aku panggil serta aku takut dengan namanya,
Tetapi kemurahan-Mu terlalu suci untuk melepaskan seorang hamba dalam keadaan marah?
Dengan kehinaan aku datang dan aku berdiri di hadapan pintu-Mu dengan penuh ilmu.

Engkau adalah tempat bersandar bagi setiap yang berharap,
Wahai keturunan dari ayah yang penyayang dan pemaaf,
Berilah keamanan, karena kebaikan itu seluruhnya ada pada-Mu.
Karena kehinaan, aku menyandarkan diriku ke kuburmu sebagai tempat berlindung,
Maka jika aku diusir, pintu mana lagi yang akan aku ketuk?
Seandainya kemurahan-Mu menolak orang yang datang ke kuburmu,
Niscaya keutamaan itu menjadi lebih besar, dan anugerah menjadi lebih luas,
Karena memang merendahkan diri di hadapan pintu-Mu justru membawa manfaat.

"Berdirilah, wahai orang miskin yang hina, dan merendahlah kepada Yang Maha Tinggi dan Maha Besar. Bersimpuhlah dengan hati yang hancur dan katakan: 'Wahai Tuhan semesta alam, wahai Dzat Yang Maha Mulia, Dzat Yang Maha Pemurah, aku adalah hamba-Mu, tawanan dosa-dosa, pemilik kesalahan dan keburukan.'

Berdirilah di depan pintu kemurahan-Nya, menantikan limpahan rahmat-Nya, menunggu kebaikan dan pemberian-Nya yang kekal, serta kebijaksanaan-Nya yang mendalam. Jadikan puncak keinginan kami adalah keridhaan-Mu, dan tujuan tertinggi kami adalah melihat-Mu, serta jauhkan kami dari syahwat karena kami ingin berjumpa dengan-Mu dan Engkau telah ridha kepada kami.

Sungguh, Dia memanggil orang yang berpaling, maka bagaimana mungkin Dia tidak menerima orang yang menghadap kepada-Nya? Maka apakah engkau tidak ingin mendapatkan setetes dari lautan kemurahan-Nya sehingga engkau bisa melampaui keburukan amalmu dengan keindahan pemberian-Nya? Sungguh, siapa yang berlindung dalam perlindungan-Nya, niscaya Dia akan mencukupinya. Siapa yang menuju-Nya, maka Dia akan memberinya petunjuk. Dan siapa yang beruntung bisa singgah di pintu-Nya, maka sungguh dia telah mencapai kemenangan. Sebaliknya, siapa yang berpaling dari panggilan-Nya dan melampaui batas dalam mengikuti hawa nafsunya, maka ia akan semakin jauh dan tersingkir."

Sebagian ulama rahimahumullah berkata: Sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala berlemah lembut kepada umat Muhammad ﷺ di bulan Ramadan. Dikatakan bahwa setan-setan dari kalangan jin dibelenggu agar mereka tidak bisa menggoda manusia sebagaimana yang mereka lakukan di waktu lain. Hal ini disebutkan dalam hadis-hadis sahih."

"Dan untuk itu – segala puji bagi Allah – maksiat berkurang di bulan Ramadan. Sebabnya adalah bahwa puasa menghalangi dari berbagai bentuk maksiat. Sebagaimana sabda Nabi ﷺ: 'Wahai para pemuda! Barang siapa di antara kalian mampu menikah, maka hendaklah ia menikah, karena itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Dan barang siapa tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa adalah perisai baginya.' (Diriwayatkan oleh Ibn Majah dan lainnya).

Dari Abu Hurairah, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda: 'Sesungguhnya di bulan Ramadan terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barang siapa yang terhalang darinya, maka sungguh ia telah terhalang dari seluruh kebaikan.' (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, An-Nasa'i, dan Ibn Majah).

Dalam riwayat Ibn Majah disebutkan: 'Sesungguhnya bulan ini telah mendatangi kalian, dan di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barang siapa yang terhalang dari keberkahannya, maka sungguh ia telah terhalang dari seluruh kebaikan, dan tidaklah seseorang terhalang dari kebaikannya kecuali ia adalah orang yang benar-benar terhalang.'

Juwaibir berkata: Aku bertanya kepada Ḍaḥḥāk: "Apakah wanita nifas, wanita haid, musafir, dan orang yang tidur mendapatkan bagian dari malam Lailatul Qadar?"

Dia menjawab: "Ya, siapa pun yang Allah terima amalnya akan diberikan bagian dari malam Lailatul Qadar."

Dan ketahuilah bahwa wanita nifas, wanita haid, musafir, dan orang yang tidur memperoleh bagian mereka dari malam Lailatul Qadar melalui zikir. 

Adapun orang yang tidur, maka tidak diragukan bahwa setiap orang yang tidur kehilangan bagiannya dari malam itu. Namun, yang dimaksud dengan orang yang tidur di sini adalah hatinya tetap berzikir, sebagaimana dikatakan oleh sebagian salaf:

"Ada orang yang shalat tetapi sebenarnya ia terhalang (dari pahala), dan ada orang yang tidur tetapi sebenarnya ia memperoleh pahala. Orang yang shalat tetapi terhalang adalah yang shalat namun hatinya lalai, sedangkan orang yang tidur tetapi memperoleh pahala adalah yang tidur namun hatinya tetap berzikir."

Mereka memahami rahasia dari pertanyaan ini, dan semoga Allah memberi mereka pahala.

Saudara-saudaraku,
Yang menjadi tolok ukur diterimanya amal bukan hanya pada kerja keras (ijtihad), tetapi juga pada kondisi hati. Betapa banyak orang yang bangun malam, tetapi hanya mendapatkan begadang semata. Berapa banyak orang yang bangun malam tetapi tetap terhalang (dari rahmat)? Dan berapa banyak orang yang tidur tetapi justru dirahmati? Yang ini bangun, tetapi hatinya lalai. Yang itu tidur, tetapi hatinya selalu berzikir.

Namun, seorang hamba diperintahkan untuk berusaha mendapatkan kebaikan dan bersungguh-sungguh dalam amal saleh. Setiap orang dimudahkan untuk tujuan ia diciptakan. Maka, bersegeralah dalam memanfaatkan kesempatan beramal di sisa bulan ini, agar dapat mengganti apa yang telah hilang dari umur (waktu yang terlewat).

Telah berlalu umur dalam kelalaian,
Betapa sia-sia apa yang telah kuhabiskan.
Apa yang tersisa dariku hanyalah kelemahan,
Lalu apa yang telah aku lakukan dengan kesadaran?

Jika kami diampuni, maka itu adalah anugerah,
Namun jika kami dihukum, itu adalah keadilan Allah.
Bulan yang diberkahi menjadi saksi turunnya rahmat,
Bulan yang di dalamnya cahaya zikir bersinar terang.

Adakah bulan yang sebanding,
dan di dalamnya ada malam Lailatul Qadar?
Betapa banyak kebaikan yang telah tetap,
haji pun tidak menyamai kebaikan yang ada di dalamnya.

Apa yang kau cari di malam ganjil,
beruntunglah orang yang menyadarinya.
Di dalamnya para malaikat turun,
membawa cahaya dan kabar gembira.

Dan dikatakan: "Salam,"
hingga terbitnya fajar.
Maka pilihlah malam itu,
betapa banyak yang dimerdekakan dari neraka,

namun siapa yang mengetahuinya?

Seorang dari kalangan salaf melihat dalam mimpinya sebuah tenda yang dipancangkan. Lalu ia bertanya, “Untuk siapa ini?” Dijawab, “Untuk orang-orang yang menghafal Al-Qur'an.” Maka setelah itu, ia tidak pernah tidur lagi.

Diriwayatkan bahwa Jibril berseru setiap malam: “Apakah ada yang ingin bangun? Apakah ada yang ingin bangun?”

Maha Suci Allah yang telah memilih sebagian makhluk-Nya dengan keutamaan yang diberikan kepada mereka, mengokohkan mereka di atas keyakinan, dan mengabaikan siapa yang Dia kehendaki dari keadaan orang-orang yang lalai. 

۞  وَلَٰكِن كَرِهَ ٱللَّهُ ٱنۢبِعَاثَهُمْ فَثَبَّطَهُمْ وَقِيلَ ٱقْعُدُوا۟ مَعَ ٱلْقَٰعِدِينَ ﴿٤٦

"tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka, maka Dia melemahkan keinginan mereka, dan dikatakan (kepada mereka), "Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu."" (Q.S.9:46)

Dalam Syair dikatakan :

Beruntunglah orang yang bersegera meraih ridha Allah,
Menuju jalan yang akan membimbingnya ke perjalanan akhirat.

Ia berdiri dan shalat dalam kegelapan malam,
Air matanya mengalir di pipinya, berlinang dari kedua mata yang penuh duka.

Ia mengikhlaskan qiyamnya hanya untuk Allah Yang Maha Agung,
Menjalankannya secara rahasia dan terang-terangan.

Kadang kala ia menghidupkan malamnya dengan rukuk dan sujud,
Menghadap Tuhannya di waktu malam hingga datangnya fajar.

Ketika itu, ia berpindah dari dunia fana,
Dengan pujian kepada Allah dalam keharuman istirahatnya.

Doa:

Ya Allah, terimalah dari hamba-hamba-Mu yang ikhlas apa yang telah mereka amalkan.
Janganlah Engkau menghinakan mereka, rahmatilah mereka,
Karena mereka telah menggantungkan rahmat hanya kepada-Mu.
Ampunilah dosa-dosa yang telah mereka kumpulkan, dan bebaskanlah mereka darinya.

Tuhanku, jika Engkau hanya merahmati orang-orang yang bersungguh-sungguh, lalu bagaimana dengan orang-orang yang lalai?
Jika Engkau hanya menerima orang-orang yang ikhlas, lalu bagaimana dengan orang-orang yang bercampur niatnya?
Jika Engkau hanya memuliakan orang-orang yang berbuat ihsan, lalu bagaimana dengan orang-orang yang bersalah?

Tuhanku, hidupkanlah hati yang telah mati karena jauhnya dari-Mu, dan janganlah Engkau siksa dengan pedihnya hukuman-Mu.
Tuhanku, berikanlah ampunan kepada hamba yang sering mengingat-Mu namun tetap lalai, dan kepada pendosa yang tetap berpaling.
Tuhanku, anugerahkanlah keutamaan-Mu kepada kami semua, ampunilah kami, kedua orang tua kami, serta seluruh kaum Muslimin, baik yang masih hidup maupun yang telah wafat, dengan rahmat-Mu, wahai Yang Maha Pengasih dari segala yang mengasihi.