Segala puji bagi Allah yang kesempurnaan-Nya tidak terjangkau oleh akal dan yang tanda-tanda kekuasaan serta ayat-ayat-Nya menunjukkan kepada hamba-hamba-Nya keagungan-Nya. Ilmu-Nya meliputi segala yang tersembunyi dan nyata, dan pandangan-Nya menembus segala yang tersingkap maupun yang tertutup. Dia Raja Yang Maha Kuasa dan Maha Menentukan, yang menganugerahkan kebaikan dan karunia serta menahan dan mengangkat derajat, memperlihatkan rahasia dan hikmah-Nya, memilih di antara ciptaan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya, serta menjadikan mereka orang-orang pilihan tanpa kesalahan. Dia memberi mereka kedudukan tinggi dan memantapkan mereka dalam ketaatan sebagai orang-orang yang diampuni. Hamba yang bahagia adalah yang tetap di jalan kebenaran dan istiqamah dalam keimanan, sedangkan yang celaka adalah yang menyimpang dan sesat.
Dia membedakan antara para pengikut kebenaran dan para penentangnya, menjadikan sebagian mereka sebagai pemimpin bagi yang lain, serta meninggikan kedudukan mereka yang berpegang teguh pada ketaatan. Sedangkan orang-orang yang tertipu oleh kehidupan dunia, mereka lalai dan mengikuti hawa nafsu. Mereka terlena oleh angan-angan kosong dan menunda taubat, hingga akhirnya tersadar saat semuanya telah terlambat.
Allah mempercepat bagi mereka yang berhak mendapat balasan dengan kebaikan dan keburukan, serta memperingatkan mereka dari tipu daya dunia dan ketergantungan pada selain-Nya. Dia tetap berkuasa meskipun waktu terus berlalu, dan kekuasaan-Nya tak tergoyahkan oleh apa pun. Dia adalah Raja yang Maha Perkasa, yang tidak membutuhkan makhluk-Nya. Dialah yang menentukan segala urusan dengan kebijaksanaan dan kasih sayang-Nya.
Dia membuka pintu-pintu pahala bagi mereka yang menginginkan kebaikan, mengampuni orang-orang yang bertaubat, memuliakan yang rendah, dan memberi kekayaan kepada yang fakir. Aku memuji-Nya atas segala karunia dan nikmat-Nya, serta bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, Yang Esa, tanpa sekutu dalam kekuasaan dan keagungan-Nya. Aku juga bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya yang terpilih, semoga Allah memberinya rahmat dan kedudukan yang tinggi di sisi-Nya.
Allah meninggikan sebutannya, meringankan bebannya, dan menghilangkan kehinaan serta keburukan dari dirinya. Sebaliknya, Dia menimpakan kehinaan dan kehancuran kepada siapa saja yang menentang perintahnya. Semoga shalawat Allah tercurah kepadanya serta kepada para sahabatnya yang mulia dan suci, baik dari kalangan Muhajirin maupun Anshar.
Allah Ta'ala berfirman:
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَٰجِدَ ٱللَّهِ مَنْ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا ٱللَّهَ ۖ فَعَسَىٰٓ أُو۟لَٰٓئِكَ أَن يَكُونُوا۟ مِنَ ٱلْمُهْتَدِينَ ﴿١٨﴾
"Sesungguhnya yang memakmurkan masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta (tetap) melaksanakan salat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada apa pun) kecuali kepada Allah. Maka mudah-mudahan mereka termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk." (At-Taubah: 18)
Ayat ini memiliki kandungan yang agung, yaitu bahwa Allah Ta’ala mengaitkan pemakmuran masjid dengan keimanan.
Sebelumnya telah disebutkan sabda Nabi ﷺ:
"Apabila kalian melihat seseorang rajin pergi ke masjid, maka saksikanlah bahwa ia memiliki iman."
Yang dimaksud dengan pemakmuran masjid adalah menghidupkannya dengan dzikir, shalat, dan tauhid, bukan sekadar membangun secara fisik namun tetap melakukan perbuatan syirik terhadap Allah.
Dalam hadits shahih dari Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata:
"Ketika memasuki sepuluh hari terakhir (Ramadhan), Rasulullah ﷺ mengencangkan kainnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya."
Dalam riwayat lain:
"Jika memasuki sepuluh hari terakhir, beliau bersungguh-sungguh dalam beribadah, menghidupkan malamnya, membangunkan keluarganya, dan mengencangkan kainnya."
Dan dalam riwayat Muslim, Aisyah berkata:
"Rasulullah ﷺ bersungguh-sungguh dalam sepuluh hari terakhir (Ramadhan) dengan kesungguhan yang tidak beliau lakukan di hari-hari lainnya."
Nabi ﷺ mengkhususkan sepuluh hari terakhir bulan Ramadan dengan amalan yang tidak beliau lakukan di waktu lain dalam bulan tersebut. Di antaranya adalah i'tikaf. Beliau senantiasa melakukan i'tikaf dalam sepuluh hari terakhir hingga Allah mewafatkan beliau. Hal ini karena Nabi ﷺ mencari Lailatul Qadar yang pasti terdapat dalam sepuluh hari terakhir. Maka, beliau berdiam diri (i'tikaf) untuk menyibukkan diri dengan ibadah, memisahkan diri dari manusia, dan mendedikasikan malam-malamnya untuk bermunajat kepada Tuhannya, berzikir, dan berdoa.
Beliau mengisolasi diri dalam i'tikaf, memisahkan diri dari manusia, tidak menyibukkan diri dengan mereka, dan tidak menyentuh mereka. Oleh karena itu, Imam Ahlus Sunnah Ahmad bin Hanbal berpendapat bahwa orang yang ber-i'tikaf tidak boleh menyibukkan diri dengan bergaul dengan orang lain, bahkan tidak untuk mengajarkan ilmu atau membaca Al-Qur'an kepada mereka. Yang lebih utama baginya adalah menyendiri dan menghabiskan waktu untuk bermunajat kepada Allah, berzikir, dan berdoa.
I'tikaf ini adalah bentuk khalwat (pengasingan diri) yang disyariatkan, yaitu dilakukan di masjid. Tidak seperti khalwat yang memisahkan seseorang dari jamaah dan kelompok masyarakat, karena hal tersebut terlarang.
Seseorang bertanya kepada Ibnu Abbas tentang seorang pria yang berpuasa di siang hari dan salat di malam hari tetapi tidak menghadiri salat Jumat dan salat berjamaah. Ibnu Abbas menjawab, "Dia berada di neraka."
Khalwat (menyendiri) yang disyariatkan bagi umat ini adalah beriktikaf di masjid, terutama di bulan Ramadan, khususnya pada sepuluh hari terakhirnya, sebagaimana Nabi ﷺ melakukannya. Orang yang beriktikaf telah mengkhususkan dirinya untuk ketaatan kepada Allah dan mengingat-Nya, serta memutuskan dirinya dari segala hal yang menyibukkannya. Ia menyendiri dengan hatinya dan menghadapkan dirinya kepada Tuhannya dengan segenap dirinya. Tidak ada lagi yang penting baginya selain Allah dan apa yang mendekatkan dirinya kepada-Nya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Daud At-Ta’i dalam munajatnya:
"Keinginan(berjumpadenganMu Ya Allah) meredupkan segala Keinginan, tertutup pandanganku terhadap alam semesta dan tertuju kepada kesaksianMu, dan kerinduan untuk memandang-Mu lebih menentramkan hatiku dibanding seluruh keindahan, dan mengusir syahwat dalam hatiku"
Makna hakiki dari iktikaf adalah memutus keterikatan dari makhluk untuk bersambung dengan Sang Khalik. Semakin kuat kenikmatan dalam cinta dan kedekatan kepada Allah, semakin menguatkan bagi pemiliknya ketenangan dan kebersamaan dengan-Nya. Hal ini mewariskan baginya perasaan cukup hanya dengan Allah dalam segala keadaan.
Sebagian mereka tidak pernah merasa kesepian meski sendiri di rumah mereka bersama Tuhannya. Seseorang pernah bertanya kepada salah satu dari mereka, "Tidakkah engkau merasa kesepian?" Ia menjawab: "Bagaimana aku merasa kesepian, sementara Dia berfirman: 'Aku bersama orang yang mengingat-Ku'?"
Engkau membuatku takut dengan kesendirianku,
Tetapi dari setiap teman Engkaulah yang paling dekat.
Jika Engkau bersamaku, lalu siapa yang kutakuti?
Dan jika Engkau pergi, lalu siapa yang akan kutemui?
Orang yang menyendiri ini telah meninggalkan makhluk, menerima keterasingan dengan Allah Yang Maha Benar, dan menjauh dari manusia seperti para malaikat, sebagaimana dikatakan:
"Jika engkau hidup sendiri, maka jangan katakan: Aku telah hidup sendirian, tetapi katakan: Aku sedang menunggu Tuhan-ku, dan janganlah merasa aman walau sesaat, karena mungkin kematian datang secara tiba-tiba.
Maka, bertobatlah atas dosa-dosamu yang telah lalu, dan menangislah atas kekuranganmu dalam ketakwaan.
Sesungguhnya seseorang yang telah mencapai usia lima puluh tahun, maka tidak ada alasan baginya untuk bersikap lalai."
Orang yang sukses adalah yang selamat dengan hatinya yang bersih,
Bukan bagi yang menimbun tanah sebagai kekayaannya.
Maka, perbaikilah balasan atas usahamu, karena apa yang engkau kumpulkan akan berlalu, sedangkan utang-utang akan tetap ada sebagai keharusan.
**"Engkau telah berusaha mendekatkan dirimu kepada-Nya dengan hatimu yang penuh keikhlasan. Namun, hal itu bukan untuk orang yang bersandar pada debu dunia. Maka, perbaikilah usahamu karena sesungguhnya engkau akan memperoleh balasan yang baik dari apa yang telah engkau usahakan. Sesungguhnya, perjalananmu mengharuskan engkau untuk terus bergerak dan menghadapi ujian, karena perjalanan ini menuntut ketekunan dan kesabaran.
Sekarang, marilah kita menyebutkan sedikit dari rahasia i‘tikaf. Rasulullah ﷺ bersabda tentang i‘tikaf:
Ketika hati telah mencapai kesucian dan lurus dalam perjalanannya menuju Allah, maka ia akan terus berada dalam keterpautan yang sempurna kepada-Nya. Ia tidak akan terpecah oleh perkara-perkara duniawi atau terikat oleh kebiasaan dan hawa nafsu. Sebab, hati yang benar-benar ikhlas hanya akan terpaut kepada Allah semata. Maka, berlebihan dalam makan dan minum, banyaknya ucapan yang sia-sia, serta keterikatan terhadap perkara-perkara duniawi, semua itu akan menjadi penghalang bagi hati untuk mencapai tingkat yang lebih tinggi dalam ibadah.
Oleh karena itu, syariat telah menetapkan puasa sebagai salah satu cara untuk menyucikan hati dan mengajarkan manusia tentang makna i‘tikaf. I‘tikaf adalah bentuk penyucian jiwa yang sesungguhnya, di mana seseorang meninggalkan segala sesuatu selain Allah dan mengikat hatinya hanya kepada-Nya. Inilah tujuan utama dari i‘tikaf, yaitu mengalihkan perhatian dari makhluk menuju Sang Khalik, serta melepaskan diri dari segala kesibukan dunia untuk berkonsentrasi penuh dalam ibadah.
Jika seseorang telah mencapai tingkat ini, maka pikirannya tidak akan lagi dipenuhi oleh keinginan duniawi, melainkan akan tertuju hanya kepada Allah, mengingat-Nya dan merenungkan keagungan-Nya. Dengan demikian, hatinya akan benar-benar terpaut kepada-Nya, hingga ia tidak merasa tenteram kecuali bersama Allah, tidak merasa bahagia kecuali dengan-Nya. Dan kelak, pada hari kiamat, ia akan dibangkitkan dalam keadaan demikian, bersama Tuhan yang dicintainya, bukan bersama selain-Nya."**
Inilah maksud dari i‘tikaf yang agung. Maka Rasulullah ﷺ, jika ingin beri‘tikaf, beliau memerintahkan agar dibuatkan tempat khusus di masjid yang beliau ingin beri‘tikaf di dalamnya. Jika telah shalat Subuh, beliau masuk ke tempat i‘tikafnya, seperti yang beliau lakukan pada tahun wafatnya, di mana beliau beri‘tikaf selama dua puluh hari. Jika beri‘tikaf, beliau masuk ke dalamnya sendirian, dan tidak masuk ke rumahnya kecuali karena kebutuhan mendesak manusia. Jika keluar, beliau hanya mengeluarkan kepalanya dari masjid ke rumah Aisyah, lalu beliau mencuci dan menyisir rambutnya, sedangkan Aisyah dalam keadaan haid. Beberapa istri beliau juga terkadang mengunjungi beliau di tempat i‘tikafnya, dan jika salah satu dari mereka datang, beliau hanya menyambutnya dengan berdiri sebentar, lalu kembali ke dalam.
Beliau tidak menyentuh istrinya, baik dengan mencium atau yang lainnya, saat berada dalam keadaan i‘tikaf. Jika beri‘tikaf, dipersiapkan untuk beliau tikar dan tempat tidur yang diletakkan di dalam tempat i‘tikafnya. Jika memiliki keperluan yang mengharuskannya keluar, beliau tidak berbicara dengan siapapun di jalan, kecuali untuk menjawab pertanyaan yang ditujukan kepadanya. Beliau juga beri‘tikaf di tenda kecil yang dibangun khusus untuknya, sebagai bentuk penyempurnaan tujuan i‘tikaf dan perhatiannya terhadapnya. Hal ini berbeda dengan yang dilakukan oleh orang-orang lalai, yang menjadikan tempat i‘tikaf sebagai tempat pertemuan dan pembicaraan kosong dengan pengunjung mereka.
Inilah bentuk i‘tikaf yang benar, yang sesuai dengan sunnah Rasulullah ﷺ. Allah berfirman, "Sungguh, pada diri Rasulullah terdapat teladan yang baik bagi kalian."
Dikatakan dalam lautan syair;
Janganlah sibukkan dirimu kecuali dengan sesuatu yang membawa manfaat,
Dan dalam kesendirian, manusia mendapat ketenangan dengan ilmu.
Engkau akan selamat dari perkataan yang tidak bermanfaat dan gangguan,
Dan berbahagialah dengan kedudukan yang kau tempati dengan keagungan dan kemuliaan.
Jangan tundukkan jiwamu yang suci kepada keburukan,
Dan jadikan agama sebagai pegangan dalam keterasingan saat bertauhid.
Jauhilah duduk bersama orang yang membangkitkan kedengkian dan iri hati,
Perhiasannya adalah mengingat Allah di tempat sujud.
Fasal ;
Di antara (amalan pada bulan Ramadan) adalah menghidupkan malam. Nabi ﷺ menghidupkan malam-malam sepuluh terakhir dari Ramadan.
Dan disebutkan dalam hadis Abu Hurairah ketika menyebut tentang Ramadan: "Barang siapa yang mendirikan (salat) Ramadan dengan iman dan mengharap pahala, diampuni baginya dosa-dosanya yang telah lalu." Hadis ini diriwayatkan oleh An-Nasa’i.
Dalam riwayat lain disebutkan: "Sesungguhnya Allah telah mewajibkan puasa Ramadan atas kalian, dan aku telah mensunnahkan qiyam-nya bagi kalian. Maka barang siapa yang berpuasa dan mendirikannya dengan iman dan mengharap pahala, diampuni baginya dosa-dosanya yang telah lalu."
Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhan dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata:
"Rasulullah ﷺ biasa menganjurkan untuk menunaikan salat malam di bulan Ramadan tanpa mewajibkannya, lalu beliau bersabda:
'Barang siapa yang menunaikan salat malam di bulan Ramadan dengan iman dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.'"
Penjelasan tentang "menghidupkan malam":
Dapat dimaknai sebagai menghidupkan seluruh malam dengan ibadah, sebagaimana yang disebutkan dalam hadis Aisyah radhiyallahu anha: "Beliau menghidupkan seluruh malam."
Namun, juga dapat dimaknai sebagai menghidupkan sebagian besar malam. Sebagian ulama menafsirkan bahwa yang dimaksud adalah menghidupkan setengah malam.
Imam Asy-Syafi'i menyebutkan bahwa keutamaan menghidupkan malam dapat diperoleh meskipun tidak dilakukan sepanjang malam.
Kebiasaan Nabi ﷺ di sepuluh malam terakhir Ramadan:
Nabi ﷺ biasa membangunkan keluarganya untuk menunaikan salat pada sepuluh malam terakhir Ramadan. Dalam hadis Abu Dzar radhiyallahu anhu disebutkan bahwa ketika malam ke-23, 25, dan 27, Nabi ﷺ membangunkan keluarganya untuk salat. Dalam hadis lain, disebutkan bahwa Nabi ﷺ membangunkan keluarganya pada malam ke-27.
Riwayat dari Ath-Thabrani dan Ali radhiyallahu anhu:
Diriwayatkan bahwa ketika memasuki sepuluh malam terakhir Ramadan, Nabi ﷺ membangunkan keluarganya dan bersungguh-sungguh dalam ibadah, serta melipat tempat tidurnya untuk mengurangi tidur.
Berkata SufyanAts-Tsauri rahimahullah:
"Barang siapa yang beribadah dengan sungguh-sungguh pada sepuluh malam terakhir Ramadan, maka ia akan mendapatkan pahala yang besar dan dihindarkan dari siksa."
Maka ketahuilah bahwa bagi orang-orang beriman dalam bulan Ramadan terdapat dua bentuk jihad bagi dirinya: jihad di siang hari dengan berpuasa dan jihad di malam hari dengan bangun untuk qiyam. Maka siapa yang menggabungkan dua jihad ini, menunaikan hak-haknya, dan bersabar atas keduanya, maka baginya pahala tanpa perhitungan. Oleh karena itu, hendaknya manusia bersungguh-sungguh dalam malam-malam yang diberkahi ini dengan qiyam, membaca (Al-Qur’an), dan berdoa, karena ini adalah kebiasaan para salaf di sepanjang waktu, apalagi dalam bulan Ramadan, terutama dalam sepuluh malam terakhir ini.
Wahai orang yang telah beruban putih setelah mencapai usia empat puluh, wahai orang yang telah berlalu usianya setelah malam ketujuh belas hingga mencapai lima puluh, wahai orang yang berada di persimpangan maut di antara enam puluh dan tujuh puluh, apa lagi yang kau tunggu setelah kabar ini, kecuali datangnya keyakinan (kematian)? Wahai orang yang dosa-dosanya berlipat, dan yang bertambah ketakutannya, tidakkah engkau malu kepada para dermawan yang Maha Pemurah? Ataukah engkau termasuk orang yang mendustakan hari pembalasan? Wahai orang yang kegelapan hatinya seperti malam, tidakkah lebih baik bagimu untuk menyinari hatimu atau menerangi nya.
Sesungguhnya dalam sepuluh hari ini, ujian dan cobaan ditimpakan oleh Allah kepada hamba-Nya yang Dia kehendaki. Maka siapa yang menerimanya dengan kesabaran, ia akan berbahagia dengan kebahagiaan yang kekal abadi.
Sebagian ulama salaf yang saleh ada yang melaksanakan shalat setiap hari sebanyak seribu rakaat, hingga ia semakin dekat kepada Allah. Ia melaksanakan shalat dalam keadaan duduk, dan ketika tiba waktu Ashar, ia menghadap kiblat dengan khusyuk dan berkata:
"Aku heran dengan pertanyaan orang-orang kepada al-Haq (Allah). Bahkan aku heran dengan pertanyaan al-Haq kepada manusia. Bukankah hati mereka telah tercerahkan dengan mengingat-Nya?"
Umar bin Khattab radhiyallahu anhu selalu mengingat ayat Allah dalam ibadah malamnya. Ia sering menangis hingga janggutnya basah dengan air mata. Suatu kali ia membaca ayat:
"Sesungguhnya azab Tuhanmu pasti terjadi." (QS. At-Tur: 7)
Ia menangis hingga jatuh sakit dan tidak dapat bangun dari tempat tidurnya.
Utbah al ghulaam tidak makan dan minum dalam waktu lama. Ketika ditanya mengapa, ia menjawab:
"Wahai anakku, angkat dirimu sendiri. Tidurlah sejenak dan bangunlah kembali untuk beribadah. Sesungguhnya tidur itu hanya sebentar dan perjalanan ini masih panjang."
Mua'dzah al adawiyah setiap malam tidak tidur, jika rasa kantuk menguasainya, ia berkata pada dirinya sendiri:
"Wahai jiwaku, jika engkau mati saat ini, maka engkau akan menyesal selamanya."
Dan anak perempuan Ibnu Sirin adalah seorang wanita yang rajin beribadah. Ia mendirikan salat di tempat ibadahnya selama lima belas tahun, tidak keluar kecuali untuk berwudu.
Yahya bin Bistam berkata:
"Kami masuk menemui Syu‘anah, lalu kami menyuruhnya untuk lebih menyayangi dirinya sendiri dan mencelanya karena terlalu banyak menangis. Maka ia pun diam sejenak, lalu berkata, ‘Demi Allah, aku ingin menangis sampai air mataku habis, lalu aku menangis hingga tidak tersisa setetes darah pun dalam tubuhku.’
"Kemudian ia berkata kepadaku, ‘Apakah kamu tidak pernah menangis?’ Maka aku pun tidak bisa berkata apa-apa. Lalu ia berkata lagi, ‘Apakah kamu tidak pernah menangis?’ Sampai akhirnya aku merasa kasihan kepadanya."
Sungguh, mereka adalah suatu kaum yang membayangkan dosa-dosa mereka, lalu merasa kecil terhadap amal-amal mereka. Mereka pun menangis atas diri mereka sendiri, seolah-olah neraka tidak diciptakan kecuali untuk mereka.
Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam, dan selalu memohon ampunan pada waktu sahur. (QS. Adz-Dzariyat: 17-18)
Dengan tangisan dan ketakutan mereka terhadap Allah, mereka menjadi tenang, dan ketika siang tiba, mereka tetap berbuat kebajikan.
"Maka Allah menjauhkan mereka dari kaum yang tertipu oleh harta mereka, meremehkan amal perbuatan mereka, dan menangis atas diri mereka seakan-akan neraka tidak diciptakan kecuali untuk mereka. Mereka tidur hanya sedikit di malam hari, lalu pada waktu sahur mereka memohon ampunan. Dengan menangis dan ketakutan kepada Allah, mereka menangis. Dan kaki mereka tidak tergesa-gesa seperti langkah hewan ternak yang bergegas."
"Mereka bersabar, dan di antara keselamatan serta kebinasaan mereka bimbang. Mereka bertobat sedikit, tetapi bersantai banyak, dan mereka merasa nyaman di taman-taman yang menyenangkan. Sedangkan manusia miskin, yang belum menemukan jalan menuju Tuhan mereka, terlantar. Orang-orang yang tertipu adalah mereka yang ridha dengan keberuntungan dunia yang fana. Wahai orang yang kehilangan keberuntungan, apakah engkau tidak ingin menggantinya? Dan ambillah dalam bulan ini jalan menuju Tuhanmu. 'Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman bahwa sesungguhnya Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang.'"
"Engkaulah yang Maha Mulia." Dan setiap sesembahan selain-Mu adalah batil. Kepada-Mu para pencari berlomba dalam permintaan mereka, dan di depan pintu-Mu mereka menunggu pemberian-Mu.
Mereka telah mengambil amal saleh sebagai perantara menuju-Mu, dan aku hanyalah hamba-Mu yang tunduk dan memohon. Aku telah mengulurkan tanganku dengan penuh harapan, berharap mendapatkan ampunan dan keutamaan.
Dan aku tidak terbiasa kembali dengan tangan kosong setelah memohon kepada-Mu.
Ya Allah, kepada-Mu orang-orang yang mencari mendekat, dengan ampunan-Mu orang-orang berdosa berlindung, dan dengan kelembutan-Mu harapan orang-orang mukmin semakin kuat, serta dengan kasih sayang-Mu hati orang-orang yang bertaubat bergetar.
Dosa-dosaku besar, tetapi ampunan-Mu lebih besar, ya Tuhanku. Aku senantiasa berbuat kesalahan dan masih terus menzalimi diri sendiri. Aku telah terjerumus dalam kebodohan karena hawa nafsu. Namun kini aku kembali dengan penuh penyesalan. Aku telah lelah dan kini menjadi orang yang kebingungan. Maka rahmatilah aku, wahai Tuhan yang Maha Pengasih. Maafkanlah aku, wahai Tuhanku yang Maha Mulia.
Ya Allah, wahai Kekasih setiap yang merasa asing, wahai Penghibur setiap yang bersedih, rahmatilah kami jika kami telah tiada dari dunia ini dan berada di alam kubur. Tenangkanlah kami di hari kebangkitan dan perhitungan amal. Siapakah orang yang terputus dari segalanya tetapi tidak terputus dari-Mu? Siapakah orang yang Engkau tolak doanya? Engkaulah yang menerima permohonan hamba-hamba-Mu dan melapangkan hati para pemohon.
Ya Allah, pertemukan kami di atas shirath (jembatan di akhirat) bersama orang-orang yang melintasinya dengan selamat. Anugerahkanlah kepada kami air dari telaga Nabi-Mu, dan jadikan kami di antara mereka yang meminumnya. Berikan kami pakaian orang-orang yang berhasil melewatinya. Anugerahkanlah kami kedamaian dengan agama ini. Dan jadikan kami termasuk orang-orang yang memperoleh syafaat Nabi-Mu. Aamiin.
"Ya Allah, berilah setiap pemohon kepada-Mu bagian dari kebaikan sesuai dengan maksudnya, anugerahkanlah kepada kami kebaikan dan tambahan, berilah kami ketetapan, angkatlah derajat kami, beratkanlah timbangan kebaikan kami, karena Engkaulah Yang Maha Mulia dari semua yang mulia, dan Yang Maha Pemurah dari semua yang pemurah. Ya Allah, ampunilah kami dan kedua orang tua kami serta seluruh kaum Muslimin, baik yang masih hidup maupun yang telah wafat, dengan rahmat-Mu, wahai Yang Maha Pengasih dari semua yang pengasih."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar