Selasa, 29 Maret 2016

ALLAH TA'ALA MAHA PENERIMA TAUBAT

Alhamdulillah, wassholatu wassalamu ala Rosulillah, wa ba'du; 

Allah Ta'ala menciptakan manusia agar beribadah dan berbuat taat kepada Subhanahu wa Ta'ala. 

Dan Allah Ta'ala juga membuka pintu-pintu taubat dan inabah agar para hamba dapat menghapus segala kesalahan dan ketergelinciran serta menutup celah dan kekurangan ataupun memperbaiki diri menjadi yang lebih baik dari sebelumnya.

Bahkan taubat dan istigfar merupakan kewajiban bagi para hamba dan menjadi perintah Allah Ta'ala, sebagaimana firman Nya : 

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (Q.S. Al-Baqarah: 222)

Allah Ta'ala berfirman : 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا

“Wahai orang-orang yang beriman bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang sungguh-sungguh.” (Q.S. At-Tahrim : 8)

Allah Ta'ala berfirman : 

وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Bertaubatlah kepada Allah, wahai orang-oran beriman sekalian agar kalian beruntung.” (Q.S. An-Nuur: 31)

Allah ta’ala berfirman :

وَاللّهُ يُرِيدُ أَن يَتُوبَ عَلَيْكُمْ وَيُرِيدُ الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الشَّهَوَاتِ أَن تَمِيلُواْ مَيْلاً عَظِيماً

“Allah menginginkan untuk menerima taubat kalian, sedangkan orang-orang yang memperturutkan hawa nafsunya ingin agar kalian menyimpang dengan sejauh-jauhnya.” (Q.S. An-Nisaa’: 27)

Allah ta’ala berfirman :

إِنَّ رَبَّكَ وَاسِعُ الْمَغْفِرَةِ

“Sesungguhnya Tuhanmu sangat luas ampunannya.” (Q.S. An-Najm: 32)

Allah ta’ala berfirman :

وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ

“Rahmat-Ku amat luas meliputi segala sesuatu.” (Q.S. Al-A’raaf: 156)

Allah ta’ala berfirman : 

فَإِنَّهُ كَانَ لِلأَوَّابِينَ غَفُوراً

“Karena sesungguhnya Dia Maha mengampuni kesalahan hamba-hamba yang benar-benar bertaubat kepada-Nya.” (Q.S. Al-Israa’: 25)

Allah ta’ala juga berfirman : 

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعاً إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِن قَبْلِ أَن يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنصَرُونَ

“Katakanlah kepada hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri-diri mereka, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni semua dosa, sesungguhnya Dialah Zat Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Maka kembalilah kepada Tuhanmu dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datangnya azab kemudian kalian tidak dapat lagi mendapatkan pertolongan.” (Q.S. Az-Zumar: 53-54)

وَعَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صلى الله عليه و سلم : "كُلُّ بَنِيْ آدَمَ خَطَّاءٌ، وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ." أَخْرَجَهُ التِّرْمِذِيُّ، وَابْنُ مَاجَهْ، وَسَنَدُهُ قَوِّيٌ. 

Dari Anas radhiallahu 'anhu, beliau berkata: "Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda: 

"Seluruh anak Adam senantiasa berbuat kesalahan dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah mereka yang bertaubat kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla". (HR. At-Tirmidzi  dan Ibnu Majah ) 

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda : 

لَوْ لَمْ تُذْنِبُوا لَذَهَبَ اللَّهُ بِكُمْ وَلَجَاءَ بِقَوْمٍ يُذْنِبُونَ فَيَسْتَغْفِرُونَ اللَّهَ فَيَغْفِرُ لَهُمْ 

"Kalau kalian tidak berdosa maka Allāh akan membuat kalian lenyap, kemudian Allāh akan mendatangkan manusia yang lain yang mereka berdosa kemudian mereka bertaubat  atau beristighfar kepada Allāh, maka Allāh pun mengampuni mereka." (HR. Muslim)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

 يَاأَيُّهَا النَّاسُ تُوْبُوْا إِلَى اللهِ وَاسْتَغْفِرُوْهُ فَإِنِّيْ أَتُوْبُ فِيْ اليَوْمِ مِائَةَ مَرَّةٍ

“Wahai sekalian manusia, bertaubatlah kepada Allah dan memohonlah ampun kepada-Nya, sesungguhnya aku bertaubat dalam sehari sebanyak 100 kali.” (HR. Muslim).

Demikianlah keadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, padahal beliau telah diampuni dosa-dosanya, baik yang lalu maupun yang akan datang. Tetapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah hamba yang pandai bersyukur, pendidik yang bijaksana, pengasih dan penyayang. Semoga shalawat dan salam yang sempurna dilimpahkan kepada beliau.

Abu Musa radhiallahu’anhu meriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

إِنَّ اللهَ يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوْبَ مُسِيْءُ النَّهَارِ وَيَبْسُطُ يَدَهُ فِيْ النَّهَارِ لِيَتُوْبَ مُسِيْءُ اللَّيْلِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا 

“Sesungguhnya Allah membentangkan tangan-Nya pada malam hari agar bertaubat orang yang berbuat jahat di siang hari dan Dia membentangkan tangan-Nya pada siang hari agar bertaubat orang yang berbuat jahat di malam  hari, sehingga matahari terbit dari barat, yaitu Kiamat.” (HR. Muslim).

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

 مَنْ تَابَ قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا تَابَ اللهُ عَلَيْهِ

“Barangsiapa bertaubat sebelum matahari terbit dari barat niscaya Allah menerima taubatnya.” (HR. Muslim).

Sebab jika matahari telah terbit dari barat maka pintu taubat serta merta ditutup.

Demikian pula tidak ada gunanya taubat seseorang ketika hendak meninggal dunia. 

Allah berfirman:

وَلَيْسَتِ ٱلتَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ ٱلسَّيِّـَٔاتِ حَتَّىٰٓ إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ ٱلْمَوْتُ قَالَ إِنِّى تُبْتُ ٱلْـَٰٔنَ وَلَا ٱلَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا ﴿١٨﴾

"Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: "Sesungguhnya saya bertaubat sekarang". Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih." (Q.S. An-Nisa' :18)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

 إِنَّ اللهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ العَبْدِ مَالَمْ يُغَرْغِرْ 

“Sesungguhnya Allah menerima taubat seseorang hamba, selama nyawanya belum sampai di kerongkongan.” (HR. At-Tirmidzi)

Karena itu setiap muslim wajib bertaubat kepada Allah dari segala dosa dan maksiat di setiap waktu dan kesempatan sebelum ajal mendadak menjemputnya sehingga ia tak lagi memiliki kesempatan, lalu baru menyesal, meratapi atas kelengahannya. Jika dia orang baik, maka dia menyesal mengapa dia tidak memperbanyak kebaikannya, dan jika dia orang jahat maka ia menyesal mengapa ia tidak bertaubat, memohon ampun dan kembali kepada Allah.

Dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

 مَنْ لَزِمَ الاِسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللهُ لَهُ مِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا وَمِنْ كُلِّ ضَيْقٍ مَخْرَجًا وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لاَ يَحْتَسِبُ 

“Barangsiapa senantiasa beristighfar, niscaya Allah menjadikan untuk setiap kesedihannya kelapangan dan untuk setiap kesempitannya jalan keluar, dan akan diberi-Nya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangka.” (HR. Abu Daud)

Imam Al-Auza’i ditanya: “bagaimana cara beristighfar?” beliau menjawab: “Hendaknya mengatakan: “Astaghfirullah, astaghfirullah.” Artinya, aku memohon ampunan kepada Allah.

Anas radhiallahu’anhu meriwayatkan, aku mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, Allah berfirman:

قَالَ الله تَعَالَى:  يَا ابْنَ آدَمَ، إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِيْ وَرَجَوْتَنِيْ غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ مِنْكَ وَلاَ أُبَالِيْ، يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوْبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِيْ غَفَرْتُ لَكَ وَلاَ أُبَالِيْ، يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِيْ بِقُرَابِ الأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيْتَنِيْ لاَ تُشْرِكْ بِيْ شَيْئًا لَأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً 

“Allah Ta’ala berfirman: “Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau memohon dan mengharap kepada-Ku, niscaya Aku ampuni dosa-dosamu yang lalu dan aku tidak peduli. Wahai anak Adam, seandainya dosa-dosamu sampai ke awan langit, kemudian engkau memohon ampun kepada-Ku niscaya Aku mengampunimu dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau datang kepada-Ku dengan dosa-dosa sepenuh bumi dan kamu menemui-Ku dalam keadaan tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatupun, niscaya Aku datangkan utukmu ampunan sepenuh bumi pula.” (HR. At-Tirmidzi)

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  قَالَ: اَلتَّائِبُ مِنَ الذَّنْبِ كَمَنْ لاَ ذَنْبَ لَهُ. 

Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu, dari Nabi Sallallahu alaihi wa sallam beliau bersabda: “Orang yang bertaubat dari dosa seperti orang yang tidak punya dosa”. (HR. Ibnu Majah dan At-Thabrani)

عَنْ حُمَيْدٍ الطَّوِيْلِ قَالَ: قُلْتُ ِلاَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ : قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : النَّدَمُ تَوْبَةٌ؟ قَالَ: نَعَمْ.

Dari Humaid Ath-Thawil ia berkata : Saya pernah bertanya kepada Anas bin Malik Radhiyallahu anhu , “Apakah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam  pernah bersabda bahwa penyesalan itu adalah taubat ?”. Ia menjawab, “Ya”. (HR. Ibnu Hibban)

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَعْقِلٍ قَالَ: دَخَلْتُ اَنَا وَ اَبِى عَلَى ابْنِ مَسْعُوْدٍ رضي الله عنه  فَقَالَ لَهُ اَبِى: سَمِعْتَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  يَقُوْلُ: النَّدَمُ تَوْبَةٌ؟ قَالَ: نَعَمْ. 

Dari ‘Abdullah bin Ma’qil ia berkata : Saya dan ayah saya pernah datang kepada Ibnu Mas’ud radhiallahu anhu, lalu ayahku bertanya kepadanya : Apakah kamu pernah mendengar Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda “Penyesalan itu adalah taubat ?”. Ia menjawab, “Ya”. (HR. Al-Hakim)

عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها  عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: مَا عَلِمَ اللهُ مِنْ عَبْدٍ نَدَامَةً عَلَى ذَنْبٍ اِلاَّ غَفَرَ لَهُ قَبْلَ اَنْ يَسْتَغْفِرَهُ مِنْهُ. 

Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhu , dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda: “Tidaklah seorang hamba menyesali atas suatu dosa, melainkan Allah mengampuninya sebelum ia mohon ampun kepada Allah dari dosanya itu”. (HR. Al-Hakim)

عَنْ عِمْرَانَ بْنِ اْلحُصَيْنِ رضي الله عنه اَنَّ امْرَأَةً مِنْ جُهَيْنَةَ اَتَتْ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم ، وَ هِيَ حُبْلَى مِنَ الزِّنَا، فَقَالَتْ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، اَصَبْتُ حَدًّا فَاَقِمْهُ عَلَيَّ، فَدَعَا نَبِيُّ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَلِيَّهَا فَقَالَ: اَحْسِنْ اِلَيْهَا، فَاِذَا وَضَعَتْ فَأْتِنِى بِهَا، فَفَعَلَ، فَأَمَرَ بِهَا نَبِيُّ اللهِ صلى الله عليه وسلم : فَشُدَّتْ عَلَيْهَا ثِيَابُهَا. ثُمَّ اَمَرَ بِهَا فَرُجِمَتْ، ثُمَّ صَلَّى عَلَيْهَا، فَقَالَ لَهُ عُمَرُ: تُصَلِّى عَلَيْهَا يَا رَسُولَ اللهِ وَ قَدْ زَنَتْ؟ قَالَ: لَقَدْ تَابَتْ تَوْبَةً لَوْ قُسِّمَتْ بَيْنَ سَبْعِيْنَ مِنْ اَهْلِ اْلمَدِيْنَةِ لَوَسِعَتْهُمْ، وَ هَلْ وَجَدْتَ اَفْضَلَ مِنْ اَنْ جَادَتْ بِنَفْسِهَا ِللهِ عَزَّ وَ جَلَّ؟.

Dari ‘Imran bin Hushain radhiyallahu anhu, bahwasanya ada seorang perempuan dari suku Juhainah datang kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam keadaan hamil karena berzina, lalu ia berkata: “Ya Rasulullah, saya telah melakukan suatu perbuatan yang menyebabkan hukuman hadd, maka laksanakanlah hukuman itu kepadaku”. Kemudian Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memanggil walinya dan bersabda, “Berbuat baiklah kepadanya, dan apabila wanita itu telah melahirkan maka bawalah ia kepadaku”. Kemudian walinya itu melaksanakannya. Kemudian Nabi Sallallahu alaihi wa sallam memerintahkan supaya wanita itu dirajam. Lalu baju wanita tersebut dirapikan kemudian Nabi Shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan supaya hukuman dilaksanakan, maka wanita itupun dirajam. Kemudian Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menshalatkan janazah wanita tersebut. Maka Umar bertanya kepada beliau, “Apakah engkau menshalatkannya, ya Rasulullah, sedangkan dia telah berzina ?”. Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh wanita itu telah bertaubat dengan taubat yang apabila dibagi-bagikan kepada tujuh puluh orang penduduk Madinah ini, niscaya akan mencukupi kepada mereka semua. Apakah kamu pernah mendapatkan yang lebih baik dari pada seorang wanita yang menyerahkan dirinya kepada Allah ‘Azza wa Jalla ?”. (HR. Muslim)

عَنِ اْلحَارِثِ بْنِ سُوَيْدٍ عَنْ عَبْدِ اللهِ رضي الله عنه قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  يَقُوْلُ: َللهُ اَفْرَحُ بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ اْلمُؤْمِنِ مِنْ رَجُلٍ نَزَلَ فِى اَرْضٍ دَوِّيَّةٍ مُهْلِكَةٍ مَعَهُ رَاحِلَتُهُ عَلَيْهَا طَعَامُهُ وَ شَرَابُهُ، فَوَضَعَ رَأْسَهُ فَنَامَ فَاسْتَيْقَظَ، وَ قَدْ ذَهَبَتْ رَاحِلَتُهُ، فَطَلَبَهَا حَتَّى اِذَا اشْتَدَّ عَلَيْهِ اْلحَرُّ وَ اْلعَطَشُ اَوْ مَا شَاءَ اللهُ تَعَالَى قَالَ: اَرْجِعُ اِلَى مَكَانِى الَّذِى كُنْتُ فِيْهِ، فَأَنَامُ حَتَّى اَمُوْتَ، فَوَضَعَ رَأْسَهُ عَلَى سَاعِدِهِ لِيَمُوْتَ، فَاسْتَيْقَظَ، فَاِذَا رَاحِلَتُهُ عِنْدَهُ عَلَيْهَا زَادُهُ وَ شَرَابُهُ، فَاللهُ اَشَدُّ فَرَحًا بِتَوْبَةِ اْلعَبْدِ اْلمُؤْمِنِ مِنْ هذَا بِرَاحِلَتِهِ".

Dari Harits bin Suwaid dari Abdullah Radhiyallahu anhu, ia berkata : Saya pernah mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: “Sungguh Allah lebih senang dengan taubat hamba-Nya yang mukmin dari pada seseorang yang sedang bepergian, lalu berhenti di suatu padang pasir yang sangat menyulitkan, yangmana orang itu membawa unta yang memuat bekal makanan dan minumannya. Lalu orang tersebut meletakkan kepalanya sehingga tertidur. Ketika orang tersebut terbangun, tiba-tiba unta beserta bekalnya telah hilang. Kemudian dia lama mencarinya hingga merasakan sangat panas dan haus atau lebih menderita lagi. Kemudian orang itu berkata “Biarlah aku kembali ke tempatku semula dan aku akan tidur saja sampai mati”. Lalu dia meletakkan kepalanya diatas tangannya berserah diri untuk mati. Kemudian dia terbangun maka tiba-tiba unta beserta bekal dan minumannya sudah berada di dekatnya. Maka Allah lebih senang terhadap taubat hamba-Nya yang mukmin dari pada orang ini menemukan kembali kendaraannya”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

عَنْ اَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : َللهُ اَشَدُّ فَرَحًا بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ حِيْنَ يَتُوْبُ اِلَيْهِ مِنْ اَحَدِكُمْ كَانَ عَلَى رَاحِلَتِهِ بِاَرْضٍ فَلاَةٍ، فَانْفَلَتَتْ مِنْهُ، وَ عَلَيْهَا طَعَامُهُ وَ شَرَابُهُ فَـاَيِسَ مِنْهَا، فَأَتَى شَجَرَةً، فَاضْطَجَعَ فِى ظِلِّهَا قَدْ اَيِسَ مِنْ رَاحِلَتِهِ، فَبَيْنَا هُوَ كَذلِكَ اِذَا هُوَ بِهَا قَائِمَةٌ عِنْدَهُ، فَاَخَذَ بِخِطَامِهَا، ثُمَّ قَالَ مِنْ شِدَّةِ اْلفَرَحِ: اَللّهُمَّ اَنْتَ عَبْدِى وَ اَنَا رَبُّكَ اَخْطَأَ مِنْ شِدَّةِ اْلفَرَحِ".

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: “Sungguh Allah lebih senang terhadap taubat hamba-Nya ketika hamba itu bertaubat kepada-Nya daripada seseorang dari kalian yang semula naik untanya di padang pasir, lalu kehilangan kendaraan beserta makanan dan minumannya. Setelah lama mencarinya, akhirnya dia putus asa untuk mendapatkannya, lalu dia datang ke sebuah pohon, lalu dia beristirahat dan tidur di bawah pohon tersebut. Dan orang itu telah putus asa untuk mendapatkan kembali untanya. Ketika dalam keadaan begitu, tiba-tiba unta beserta bekalnya itu, sudah berada di dekatnya. Lalu dia memegang kendalinya, dan dari senangnya sampai dia berkata, “Ya Allah, Engkau hambaku dan aku Tuhan-Mu”. Dia keliru mengucap-kannya karena sangat senangnya”. (HR. Muslim)

عَنْ اَبِى سَعِيْدِ اْلخُدْرِيِّ رضي الله عنه اَنَّ نَبِيَ اللهِ صلى الله عليه وسلم  قَالَ: كَانَ فِيْمَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ رَجُلٌ قَتَلَ تِسْعَةً وَ تِسْعِيْنَ نَفْسًا، فَسَأَلَ عَنْ اَعْلَمِ اَهْلِ اْلاَرْضِ فَدُلَّ عَلَى رَاهِبٍ، فَاَتَاهُ فَقَالَ: اِنَّهُ قَتَلَ تِسْعَةً وَ تِسْعِيْنَ نَفْسًا فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ؟ فَقَالَ: لاَ. فَقَتَلَهُ فَكَمَّلَ بِهِ مِائَةً، ثُمَّ سَأَلَ عَنْ اَعْلَمِ اَهْلِ اْلاَرْضِ، فَدُلَّ عَلَى رَجُلٍ عَالِمٍ فَقَالَ: اِنَّهُ قَتَلَ مِائَةَ نَفْسٍ فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ؟ فَقَالَ: نَعَمْ، وَ مَنْ يَحُوْلُ بَيْنَهُ وَ بَيْنَ التَّوْبَةِ؟ اِنْطَلِقْ اِلَى اَرْضِ كَذَا وَ كَذَا، فَاِنَّ بِهَا اُنَاسًا يَعْبُدُوْنَ اللهَ، فَاعْبُدِ اللهَ مَعَهُمْ، وَ لاَ تَرْجِعْ اِلَى اَرْضِكَ فَاِنَّهَا اَرْضُ سَوْءٍ، فَانْطَلَقَ حَتَّى اِذَا نَصَفَ الطَّرِيْقَ اَتَاهُ  اْلمَوْتُ فَاخْتَصَمَتْ فِيْهِ مَلاَئِكَةُ الرَّحْمةِ وَ مَلاَئِكَةُ اْلعَذَابِ، فَقَالَتْ مَلاَئِكَةُ الرَّحْمَةِ: جَاءَ تَائِبًا مُقْبِلاً بِقَلْبِهِ اِلَى اللهِ، وَ قَالَتْ مَلاَئِكَةُ اْلعَذَابِ اِنَّهُ لَمْ يَعْمَلْ خَيْرًا قَطُّ فَاَتَاهُمْ مَلَكٌ فِى صُوْرَةِ آدَمِيٍّ فَجَعَلُوْهُ بَيْنَهُمْ، فَقَالَ: قِيْسُوْا مَا بَيْنَ اْلاَرْضَيْنِ، فَاِلَى اَيَّتِهِمَا كَانَ اَدْنَى فَهُوَ لَهُ، فَقَاسُوْهُ فَوَجَدُوْهُ اَدْنَى اِلَى اْلاَرْضِ الَّتِى اَرَادَ، فَقَبَضَتْهُ مَلاَئِكَةُ الرَّحْمَةِ".

Dari Abu Sa’id Al-Khudriy Radhiyallahu anhu, bahwasanya Nabi Sallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Dahulu di antara orang sebelum kalian ada seorang laki-laki yang telah membunuh sembilan puluh sembilan orang. Lalu dia bertanya minta ditunjukkan kepada orang yang lebih tahu dari penduduk bumi, lalu dia ditunjukkan kepada seorang pendeta. Kemudian orang tersebut datang kepada pendeta yang ditunjukkan itu. Lalu dia bertanya kepada pendeta tersebut, “Sesungguhnya orang itu telah membunuh sembilan puluh sembilan orang, apakah dia masih bisa diterima taubatnya ?”. Pendeta itu menjawab, “Tidak!”. Lalu orang itu membunuh pendeta tersebut, maka genaplah dia membunuh seratus orang. Kemudian orang tersebut bertanya minta ditunjukkan kepada orang yang lebih tahu dari penduduk bumi, lalu dia ditunjukkan kepada seorang laki-laki yang ‘Alim . Lalu dia bertanya, “Sesungguhnya orang itu telah membunuh seratus orang, apakah dia masih bisa diterima taubatnya ?”. Orang ‘Alim tersebut menjawab, “Ya”. Siapa yang bisa menghalangi dari tauat ?. Maka untuk melaksanakan taubat itu pergilah ke daerah ini dan ini, disana ada orang-orang yang menyembah kepada Allah. Oleh karena itu menyembahlah kepada Allah bersama mereka dan janganlah kamu kembali ke daerahmu, karena daerahmu itu daerah yang buruk”. Kemudian orang tersebut pergi ke tempat yang ditunjukkan. Ketika sampai di tengah jalan, dia meninggal dunia. Maka berselisihlah malaikat rahmat dengan malaikat adzab. Berkata malaikat rahmat, “Orang itu betul-betul telah bertaubat sepenuh hati kepada Allah”. Dan berkata malaikat adzab, “Sesungguhnya dia belum beramal baik sama sekali”. Kemudian datanglah malaikat berbentuk manusia, maka para malaikat rahmat dan para malaikat adzab menjadikannya sebagai penengah. Malaikat yang menjadi penengah itu berkata, Ukurlah antara dua tempat itu, lalu mana yang lebih dekat dengannya maka itulah yang menjadi haknya. Kemudian mereka sama mengukurnya, dan mereka mendapati orang yang mati tersebut lebih dekat kepada tempat yang dituju, maka akhirnya diambil oleh malaikat rahmat”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Jumat, 11 Maret 2016

SEGUMPAL DARAH

Alhamdulillah, wassholatu wassalamu ala Rosulillah, wa ba'du;

Sesungguhnya hati merupakan sasaran pandangan dan penilaian Allah Ta'ala kepada seorang hamba, jika baik, niscaya seluruh anggota badan nya akan mengikuti baik, dan jika buruk, maka seluruh anggota badan nya akan mengikuti buruk, sebagaimana yang dikabarkan oleh Nabi Sallallahu alaihi wa sallam dalam sabda beliau :

أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ

" Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad nya, dan jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad nya, ketahuilah bahwa ia adalah hati ". (HR. Al-Bukhari dan Muslim )

Hati juga merupakan sumber utama untuk makrifatullah, mengenal Allah Ta'ala, mahabbah kepada Allah Ta'ala, khosyah, khouf, roja' kepada Allah Ta'ala, dan tempat bersarang nya niat manusia, dengan nya amalan akan diterima atau ditolak, sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi Sallallahu alaihi wa sallam :

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

" Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Dan setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan ". ( HR. Al-Bukhari dan Muslim )

Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata : "  Sesungguhnya yang paling mulia dalam tubuh manusia adalah hati, karena ia adalah sarana untuk mengenal Allah Ta'ala, mendorong untuk berjalan menuju Nya, tempat bercokol nya iman dan anggota badan adalah mengikuti nya, ibarat antara raja dan rakyatnya, pemimpin dengan yang dipimpinnya, dan sesungguhnya Allah Ta'ala berkuasa untuk membolak balikkan hati manusia, senantiasa mengawasi hati dan perbuatan anggota badannya, sehingga do'a yang paling banyak di panjatkan oleh Nabi Sallallahu alaihi wa sallam adalah :

يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِيْنِكَ

“ Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkan hatiku di atas agama-Mu.” ( HR. Ahmad dan At-Tirmidzi )

اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ

“ Ya Allah yang mengarahkan hati, arahkanlah hati-hati kami untuk taat kepadamu.” ( HR. Muslim )

Hati manusia memiliki tiga sifat yaitu :

● Hati yang selamat, dimana seseorang tidak akan terbebas dari siksa hari kiamat kecuali yang memiliki hati jenis ini.

Allah Ta'ala berfirman :

وَلَا تُخْزِنِى يَوْمَ يُبْعَثُونَ ﴿٨٧﴾ يَوْمَ لَا يَنفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ ﴿٨٨﴾إِلَّا مَنْ أَتَى ٱللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ ﴿٨٩﴾

"Dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan,"
"(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna,"
"kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih". (Q.S. Asy-Syuara' :87-89)

Hati yang selamat adalah selamat dari segala yang bertentangan dan menyelisihi perintah dan larangan Allah Ta'ala, selamat dari segala syubhat yang menyeleweng dari ajaran agama Allah Ta'ala, selamat dari bentuk penghambaan kepada selain Allah Ta'ala, selamat dari aneka praktik berhukum kepada selain Allah Ta'ala dan Rasul-Nya, tidak menjalin mahabbah, tawakal, roja ',  khouf, kecuali hanya kepada Allah Ta'ala.

● Hati yang mati, tidak kenal akan Robb Subhaanahu Wa Ta'ala, semata tergantung kepada syahwat, jika mencintai, membenci, memberi, menolak, ridho, dan sebagainya, maka semata hawa nafsunya, mengikuti jejaklangkah syaitan menuju neraka dan kebinasaa.

● Hati yang sakit, ia hidup akan tetapi terjangkit oleh penyakit, ia memiliki iman, ikhlas, tawakal, ibadah, yang menjadikan dirinya hidup, akan tetapi terperangkap oleh hawa nafsu dan kebodohan serta cinta dunia dan mengutamakan nya, sehingga hati ini senantiasa bergejolak dan terjadi pergolakan yang hebat antara dua perkara yang saling berseberangan.

Allah Ta'ala berfirman :

وَمَآ أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ وَلَا نَبِىٍّ إِلَّآ إِذَا تَمَنَّىٰٓ أَلْقَى ٱلشَّيْطَٰنُ فِىٓ أُمْنِيَّتِهِۦ فَيَنسَخُ ٱللَّهُ مَا يُلْقِى ٱلشَّيْطَٰنُ ثُمَّ يُحْكِمُ ٱللَّهُ ءَايَٰتِهِۦ ۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ ﴿٥٢﴾ لِّيَجْعَلَ مَا يُلْقِى ٱلشَّيْطَٰنُ فِتْنَةً لِّلَّذِينَ فِى قُلُوبِهِم مَّرَضٌ وَٱلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ ۗ وَإِنَّ ٱلظَّٰلِمِينَ لَفِى شِقَاقٍۭ بَعِيدٍ ﴿٥٣﴾ وَلِيَعْلَمَ ٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ أَنَّهُ ٱلْحَقُّ مِن رَّبِّكَ فَيُؤْمِنُوا۟ بِهِۦ فَتُخْبِتَ لَهُۥ قُلُوبُهُمْ ۗ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَهَادِ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِلَىٰ صِرَٰطٍ مُّسْتَقِيمٍ ﴿٥٤﴾

"Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasulpun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, syaitanpun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana".
"Agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang kasar hatinya. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu, benar-benar dalam permusuhan yang sangat".
"Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya Al Quran itulah yang hak dari Tuhan-mu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi Petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus." ( Q.S. Al-Hajj :52-54 )

Hati manusia yang mati, terkadang lebih keras dari batas cadas, sehingga tidak dapat menerima nasihat, mauidhzoh, peringatan, seakan manusia tersebut menyimpan batu keras didadanya.

Allah Ta'ala berfirman :

ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُم مِّنۢ بَعْدِ ذَٰلِكَ فَهِىَ كَٱلْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً ۚ وَإِنَّ مِنَ ٱلْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ ٱلْأَنْهَٰرُ ۚ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ ٱلْمَآءُ ۚ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَهْبِطُ مِنْ خَشْيَةِ ٱللَّهِ ۗ وَمَا ٱللَّهُ بِغَٰفِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ ﴿٧٤﴾

"Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal diantara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-sekali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan."
(Q.S. Al-Baqorah :74)

Diantara hati manusia ada yang lembut, khusyuk, tunduk, patuh, senantiasa mendekat kepada Allah Ta'ala dan berusaha untuk menggapai rahmat dan ampunan Nya, berusaha untuk menjauhi dan membentengi dari berbuat durhaka dan maksiat kepada Tuhannya, bersegera dalam menjalankan ketaatan, berlomba dalam kebajikan, dan tidaklah hati seseorang melainkan diantara jari-jemari Dzat Ar-Rahman, membolak - balikkan hati atas kehendak Nya.

Diantara upaya untuk istiqomah dan menghidupkan serta melembutkan hati adalah :

■ Meningkatkan iman kepada Allah Ta'ala, ketika seseorang meningkat keimanan nya, ia semakin lembut dan hidup hatinya.

Allah Ta'ala berfirman :

أَفَمَن شَرَحَ ٱللَّهُ صَدْرَهُۥ لِلْإِسْلَٰمِ فَهُوَ عَلَىٰ نُورٍ مِّن رَّبِّهِۦ ۚ فَوَيْلٌ لِّلْقَٰسِيَةِ قُلُوبُهُم مِّن ذِكْرِ ٱللَّهِ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ فِى ضَلَٰلٍ مُّبِينٍ ﴿٢٢﴾

"Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata." (Q.S . Az-Zumar :22)

■ Memperbanyak tilawah Al-Qur'an Al-Karim dan mentadaburi nya.

Allah Ta'ala berfirman :

ٱللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ ٱلْحَدِيثِ كِتَٰبًا مُّتَشَٰبِهًا مَّثَانِىَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ ٱلَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَىٰ ذِكْرِ ٱللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ هُدَى ٱللَّهِ يَهْدِى بِهِۦ مَن يَشَآءُ ۚ وَمَن يُضْلِلِ ٱللَّهُ فَمَا لَهُۥ مِنْ هَادٍ ﴿٢٣﴾

"Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpinpun." (Q.S. Az-Zumar :23)

Allah Ta'ala berfirman :

لَوْ أَنزَلْنَا هَٰذَا ٱلْقُرْءَانَ عَلَىٰ جَبَلٍ لَّرَأَيْتَهُۥ خَٰشِعًا مُّتَصَدِّعًا مِّنْ خَشْيَةِ ٱللَّهِ ۚ وَتِلْكَ ٱلْأَمْثَٰلُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ ﴿٢١﴾

" Kalau sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir." (Q.S. Al-Hasyr :21)

■ Memperbanyak mengingat penghancur kenikmatan, yaitu ingat akan kematian.

Nabi Sallallahu alaihi wa sallam bersabda :

أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ يَعْنِي الْمَوْتَ

“Perbanyaklah mengingat pemutus
segala kelezatan, yakni kematian”.
(HR. At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ibnu Majah)

Al-Imam Ath-Thibiy -rahimahullah- berkata: “Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menyerupakan segala kelezatan yang fana dan segala keinginan duniawi dan kehancurannya dengan sebuah bangunan yang menjulang. Bangunan itu akan runtuh oleh berbagai goncangan hebat. Lalu Nabi Shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan orang yang terlena dengan dunia untuk mengingat penghancur kelezatan tersebut yaitu ingat kematian, agar ia tak terus-menerus condong kepadanya, sehingga ia pun menyibukkan diri dengan sesuatu yang wajib atas dirinya berupa penghadapan diri kepada kampung abadi yaitu, kehidupan akhirat ".

Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata: “Umat sepakat bahwa kematian tidak memiliki usia tertentu, masa tertentu dan penyakit tertentu. Hal ini dimaksudkan agar seseorang senantiasa waspada dan bersiap-siap menghadapinya.”

Al-Imam Yazid Ar-Raqqasyi rahimahullah berkata kepada dirinya: “Celakalah engkau wahai Yazid! Siapa orang yang akan menggantikan shalatmu setelah mati? Siapa yang berpuasa untukmu setelah mati? Siapa yang memohon ridha Allah untukmu setelah mati? Wahai manusia! Tidakkah kamu menangis dan meratapi diri sendiri dalam sisa hidup kamu? Siapa yang dicari maut, kuburan jadi rumahnya, tanah jadi kasurnya dan ulat jadi teman dekatnya, lalu setelah itu ia akan menunggu lagi hari kecemasan yang paling besar; bagaimana kondisi orang yang seperti ini nanti.?” Beliau pun kemudian menangis.

Al-Imam Ad-Daqqaq rahimahullah berkata: “Siapa yang banyak mengingat kematian, maka ia akan dimuliakan dengan tiga hal: Segera bertaubat; Mendapatkan kepuasan hati; dan bersemangat dalam beribadah. Dan siapa yang lupa akan kematian, maka ia akan disiksa dengan tiga hal: Menunda untuk bertaubat; Tidak merasa cukup dengan yang ada dan malas beribadah.”

Al-Imam Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata: “Sesungguhnya kematian ini telah merusak kenikmatan yang dirasakan para penikmatnya. Karena itu, carilah kehidupan yang tidak ada kematian di dalamnya, yaitu kehidupan akhirat ".

■ Memperbanyak berdzikir kepada Allah Ta'ala.

Allah Ta'ala berfirman :

ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ ٱللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ ٱللَّهِ تَطْمَئِنُّ ٱلْقُلُوبُ ﴿٢٨﴾

" (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram." (Q.S.Ar-Ra'du :28)

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ بُسْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ أَعْرَابِيًّا قَالَ لِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّ شَرَائِعَ الْإسْلَامِ قَدْ كَثُرَتْ عَلَيَّ ، فَأَنْبِئْنِيْ مِنْهَا بِشَيْءٍ أَتَشَبَّثُ بِهِ ؟ قَالَ : لاَ يَزَالُ لِسَانُكَ رَطْبًا مِنْ ذِكْرِ اللهِ

Dari ‘Abdullâh bin Busyr Radhiyallahu anhu berkata: “Seorang Badui datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian berkata: "Wahai Rasûlullâh, sesungguhnya syariat-syariat Islam sudah banyak pada kami. Beritahukanlah kepada kami sesuatu yang kami bisa berpegang teguh kepadanya ?’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Hendaklah lidahmu senantiasa berdzikir kepada Allâh Azza wa Jalla”. (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi)

■ Berdo'a memohon kepada Allah Ta'ala keteguhan hati.

عَنْ أَنَسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكْثِرُ أَنْ يَقُولَ يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ آمَنَّا بِكَ وَبِمَا جِئْتَ بِهِ فَهَلْ تَخَافُ عَلَيْنَا قَالَ نَعَمْ إِنَّ الْقُلُوبَ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ يُقَلِّبُهَا كَيْفَ يَشَاءُ

Diriwayatkan dari sahabat Anas radhiyallahu anhu berkata, dahulu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam senantiasa memperbanyak dari membaca do'a :

" YA MUQALLIBAL QULUUB TSABBIT QALBII 'ALAA DIINIKA "

(wahai Dzat yg membolak balikkan hati teguhkanlah hatiku berada di atas agamamu)

Kemudian aku pun bertanya: " Wahai Rasulullah, kami beriman kepadamu & kepada apa yg Anda bawa. Lalu apakah Anda masih khawatir kepada kami?
beliau menjawab: " Ya, karena sesungguhnya hati manusia berada di antara dua genggaman tangan Allah yg Dia bolak-balikkan menurut yg dikehendaki-Nya ". (HR. At-Tirmidzi)

رَ بَّناَ لاَ تُزِغْ قُلُوْبَناَ بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَناَ وَهَبْ لَناَ مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِ نَّكَ أَنْتَ الْوَهَّاب

ROBBANAA LAA TUZIGH QULUUBANAA BA’DA IDZHADAITANAA WAHAB LANAA MIN LADUNKA ROHMATAN INNAKA ANTAL WAHHAAB

Artinya : “Ya Allah Ya Tuhan kami, janganlah Engkau palingkan hati kami sesudah Engkau berikan petunjuk (hidayah) kepada kami, dan berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkaulah Tuhan yang sangat banyak pemberiannya.”

Rabu, 02 Maret 2016

SYAFAAT YANG TIDAK BERDALIL

Alhamdulillah, wassholatu wassalamu ala Rosulillah, wa ba'du;

Banyak beredar di kalangan masyarakat luas, disana terdapat keutamaan yang agung dan besar bagi mereka yang ziarah kubur Nabi Sallallahu alaihi wa sallam, dikabarkan akan mendapatkan syafa’at Nabi Sallallahu alaihi wa sallam.

Diantara dalil-dalil yang dijadikan landasan adalah sebagai berikut :

عن عمر رضي الله عنه قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: ((من زار قبري, أو قال: من زارني كنت له شفيعاً أو شهيداً، ومن مات في أحد الحرمين بعثه الله في الآمنين يوم القيامة))

Diriwayatkan dari sahabat Umar radhiyallahu anhu, ia mendengar Rosulullah Sallallahu alaihi wa sallam bersabda : " Barangsiapa yang pergi berziarah kubur-Ku atau berkunjung kepada -Ku, maka Aku akan memberikan syafa’at kepada nya, atau Aku menjadi saksi untuk nya, dan barangsiapa yang meninggal dunia di salalah satu Tanah Haram  (Mekkah - Madinah) maka niscaya ia akan mendapatkan rasa aman kelak ketika dibangkitkan pada hari kiamat ".

عن ابن عمر رضي الله عنهما قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ((من زارني بالمدينة محتسباً كنت له شهيداً، أو شفيعاً يوم القيامة)) 

Diriwayatkan dari Abdullah ibnu Umar radhiyallahu anhuma berkata, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda : " Barangsiapa yang mengunjungi-Ku di Madinah semata-mata mencari pahala, maka niscaya Aku menjadi saksi baginya atau Aku akan memberikan syafa’at kepada nya pada hari kiamat ".

((من زارني حتى ينتهي إلى قبري، كنت له يوم القيامة شهيداً))

" Barangsiapa yang berkunjung kepada -Ku hingga sampai kubur-Ku, niscaya Aku akan menjadi saksi baginya pada hari kiamat ".

((من زار قبري وجبت له شفاعتي)) 

" Barangsiapa yang berkunjung kubur-Ku, sungguh ia pasti mendapatkan syafa’at Ku ".

((من جاءني زائراً، لا تعمله حاجة إلا زيارتي، كان حقاً علي أن أكون له شفيعاً يوم القيامة))  

" Barangsiapa yang mendatangi Ku dalam rangka ziarah, dan ia tidak memiliki hajat kecuali hanya berkunjung kepada Ku, maka sungguh Aku akan menjamin baginya untuk mendapatkan syafa’at Ku pada hari kiamat ".

((من زار قبري حلت له شفاعتي)) 

" Barangsiapa yang berkunjung kubur Ku maka pasti ia mendapatkan syafa’at Ku ".

((من زارني متعمداً كان في جواري يوم القيامة)) 

" Barangsiapa yang sengaja berziarah kepada Ku, maka sungguh ia akan berada disamping Ku pada hari kiamat ".

((من أتى المدينة زائراً لي وجبت له شفاعتي يوم القيامة، ومن مات في أحد الحرمين بعث آمناً))

" Barangsiapa yang datang ke Madinah berkunjung kepada Ku, maka sungguh ia akan mendapat syafa’at Ku pada hari kiamat dan barangsiapa yang meninggal dunia di salah satu Tanah Haram, ia akan dibangkitkan dalam keadaan aman ".

Semua hadist yang tercantum diatas tidak ada riwayat satu pun yang sah dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, dan semua  yang dipermasalahkan adalah orang-orang yang meriwayatkan nya, dan kondisi hadist diatas berkisar antara lemah, palsu, tidak diketahui atau dusta, tidak dapat dijadikan sebagai sandaran dan pijakan dan diriwayatkan pula dengan bentuk yang tidak memenuhi prasyarat periwayatan suatu hadist.

كما قال شيخ الإسلام ابن تيمية – رحمه الله - في رده على القائلين لمشروعية زيارة القبر الشريف:
(فإن أحاديث زيارة قبره كلها ضعيفة، لا يعتمد على شيء فيها في الدين؛ ولهذا لم يرو أهل الصحاح والسنن شيئاً منها، وإنما يرويها من يروي الضعاف؛ كالدارقطني والبزار وغيرهما) 

Sebagaimana berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam rangka menjawab perkataan orang-orang yang berpendapat disyari’atkannya ziarah kubur Nabi Yang  Mulia :

“ Sesungguhnya hadist-hadist yang berkaitan dengan ziarah kubur Nabi Sallallahu alaihi wa sallam semuanya lemah, tidak ada yang dapat dijadikan sebagai sandaran didalam agama, sehingga tidak satupun para perawi hadist sohih dan tercantum didalam kitab sunan yang meriwayatkan nya sedikitpun, akan tetapi hanya diriwayatkan oleh para perawi hadits-hadits lemah seperti Ad-Daaruquthni  dan  Al-Bazzaar  dan selain keduanya".

● Adapun hadist pertama : maka sesungguhnya didalam sanad nya terdapat orang-orang yang majhul tidak diketahui status nya, dan mengandung ithiroob yaitu antara satu dengan lainnya tidak ada kecocokan lafadz bunyi hadist nya, dan hadist ini telah dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Baihaqi didalam kitab Sunan-nya dan telah diterangkan oleh Beliau bahwa dalam sanadnya terdapat orang-orang yang majhul tidak terdeteksi statusnya.

Dan Al-Imam Ibnu Abdul Ha'di berkata : " Hadits ini tidaklah sah, dikarenakan terdapat keterputusan dalam perawi-perawi nya, dan terdapat orang-orang yang majhul tidak diketahui status nya dan terdapat ithiroob dalam lafadznya ".

● Hadits kedua : telah dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Baihaqi didalam kitab Syuabul-Imaan, dan dikeluarkan pula oleh Al-Imam As-Suyuthi didalam kitab Al-Ja'mi' As-Shogiir dan memberikan keterangan bahwa derajatnya adalah hasan.

Akan tetapi Al-Imam Al-Muna'wy telah memberikan bantahan terhadap pemberian status hasan terhadap hadist ini, dan berkata : “ Hadits ini derajat nya tidak hasan, didalam nya terdapat para perawi yang lemah, seperti Abul Mutsanna Sulaiman ibnu Yazid Al-Ka'by ".

Al-Imam Adz-Dzahabi berkata :" Ia adalah perawi yang ditinggalkan ".
Al-Imam Abu Hatim berkata : " Ia adalah mungkar Hadits nya ".

Al-Imam Ibnu Abdul Ha'di menjelaskan tentang derajat hadist ini berkata : "Hadits ini tidak sah dan tidak legal, akan tetapi hadist ini adalah lemah dan sanadnya terputus, sekiranya sah, tidakdapat dijadikan pijakan dalil untuk menguraikan masalah, akan tetapi didalam nya terdapat perawi Abul Mutsanna Sulaiman ibnu Yazid Al-Ka'by Al-Khuza'i Al-Madani, ia adalah seorang syaikh yang tidak dibutuhkan hadist nya dan ia memiliki kunyah atau gelar yang lebih tenar dari nama aslinya dan ia tidak menjumpai masa Anas ibnu Ma'lik, maka riwayat yang ia sandarkan ke Anas adalah terputus tidak menyambung, dan ia hanya meriwayatkan dari Ta'biin dan pengikut Ta'biin, sebagaimana hal ini dinyatakan oleh Al-Imam Ibnu Hibban dalam kitab nya Ats-Tsiqoot dan kitab Al-Majruhiin".

Dan Al-Imam Ibnu Hajar berkata : " Abul Mutsanna Al-Khuza'i ia bernama Sulaiman ibnu Yazid ia adalah lemah ".

● Adapun hadist yang ketiga, dibawakan oleh Al-Imam As-Subky dalam kitab nya Sifa' As-Saqoom, dan disebutkan pula oleh Al-Hafidz Abu Ja'far Al-Uqaily dalam kitab nya Ad-Duafaa' ketika memberikan biografi Fudholah ibnu Sa'ad ibnu Zamil Al-Ma'ziny. ....dan berkata Al-Uqaily : " Hadits hadist nya tidak terjaga, dan tidak dikenal kecuali hanya itu saja. ..".

Al-Imam Al-Ha'fidz Ibnu Asa'kir berkata : " Hadits hadist nya tidak dapat diikuti, dan ia tidak dikenal kecuali dengan hadist tersebut ".

Al-Alla'mah Ibnu Abdul Ha'di  berkata : " Sesungguhnya hadist ini adalah hadits yang sangat mungkar sekali (menyelisihi riwayat lain )  dan tiadalah sah dan tetap dari Nabi, bahkan ini adalah palsu dari riwayat Ibnu Juraij ".
" Dan terjadi kesalahan dalam matan dan sanadnya, adapun kesalahan matanya adalah lafadz :

((من زارني)) من الزيارة، وإنما هو ((من رآني في المنام كان كمن زارني في حياتي)).

" Barangsiapa yang berkunjung kepada Ku ". Yaitu dari kata " Ziyaaroh ", artinya : " Berkunjung ".
Akan tetapi lafadz yang benar adalah :
" Barangsiapa yang melihat Ku dalam tidurnya maka ia seperti bertemu dengan Ku ketika Aku Hidup ".

هكذا روايته في كتاب العقيلي. وفي نسخة ابن عساكر: ((من رآني)) من الرؤية، وعلى هذا يكون معناه معنى الحديث الصحيح: ((من رآني في المنام فقد رآني، لأن الشيطان لا يتمثل بي))

Demikian riwayat yang tercantum dalam kitab Al-Uqaily, demikian pula dalam riwayat Ibnu Asa'kir, dengan demikian bunyi riwayat ini sesuai dengan riwayat sohih yang berbunyi :
" Barangsiapa yang melihat Ku dalam tidur nya, maka sungguh ia telah melihat Ku, karena syaitan tidak dapat menyerupai diri Ku ".

أما التصحيف في إسناده فقوله: سعيد بن محمد الحضرمي، والصواب: شعيب بن محمد، كما في رواية ابن عساكر، والحديث ليس بثابت على كل حال سواء كان بلفظ الزيارة أو الرؤية، وراويه فضالة بن سعيد بن زميل المازني شيخ مجهول، لا يعرف له ذكر إلا في هذا الخبر الذي تفرد به، ولم يتابع عليه.

Adapun kesalahan dalam sanad nya, tercatat nama : Sa'id ibnu Muhammad Al-Hadromy, adapun yang benar adalah: Syuaib ibnu Muhammad, sebagaimana tercantum dalam riwayat Ibnu Asya'kir, dan hadist ini tidak tetap dari Nabi, baik dengan riwayat lafadz : " berkunjung atau melihat " .
sebagaimana perawi : Fudholah  ibnu Sa'id ibnu Zumail Al-Ma'ziny ia adalah Syaikh majhul tidak diketahui asal usulnya, dan tidak memiliki riwayat hadist kecuali hanya satu ini, yang ia sendirian tidak memiliki jalur riwayat lain nya ".

● Adapun hadist keempat : telah diriwayatkan oleh Al-Imam As-Suyuthi, Al-Bazzaar dan Ad-Daaruquthni.

Dan As-Suyuthi telah memberikan tanda dengan hadist yang lemah, dan didalam sanad nya terdapat perawi yang lemah yaitu : Abdullah ibnu Ibrahim  Al-Gifa'ry.

Al-Imam Al-Haitsami berkata : " Dalam hadist ini terdapat Abdullah ibnu Ibrahim yaitu seorang perawi yang lemah ".

Al-Imam Ibnu Hajar berkata : " Abdullah ibnu Ibrahim ibnu Abi Amrin Al-Gifa'ry Abu Muhammad Al-Madani ia adalah perawi yang Matruk yang ditinggalkan, bahkan Al-Imam Ibnu Hibban menggolongkan nya sebagai pemalsu hadist ".

وقال ابن عبد الهادي عن الحديث: وهو حديث منكر ضعيف الإسناد واه الطريق لا يصلح للاحتجاج بمثله، ولم يصححه أحد من الحفاظ المشهورين، ولا اعتمد عليه أحد من الأئمة المحققين

Al-Imam Ibnu Abdul Ha'di berkata : " Hadits ini adalah hadits yang mungkar  (menyelisihi riwayat lain) lagi dho'if atau lemah sanadnya, meragukan riwayatnya yang tidak dapat digunakan sebagai hujjah dengan semisal ini, dan tidak ada para Imam Hafidz yang terkenal yang mengesahkan riwayat ini, dan tidak tidak dijumpai para Imam Muhakik yang bersandar dengan hadist tersebut ".

" Demikian juga dalam sisi sanad terdapat perowi yang diperbincangkan oleh para ulama dan dilemahkan, yaitu perowi yang bernama : Abdullah ibnu Umar Al-Umary, dimana Al-Imam Ibnu Abdul Ha'di berkata : " Dan segenap ulama Al-Jarh dan At-Ta'dil telah memperbincangkan Abdullah Al-Umary, yang dinisbatkan kepada nya buruk hafalanya, dan menyelisihi perawi lain yang lebih tepercaya dan banyak ulama yang memberikan kritik untuk nya, dan secara global hadist ini tidak sah sedikitpun dan tidak dapat dijadikan sebagai sandaran oleh para ulama muhakik ".

ويقول شيخ الإسلام ابن تيمية عن هذا الحديث: (وأما قوله: ((من زار قبري وجبت له شفاعتي)) وأمثال هذا الحديث – مما روي في زيارة قبره صلى الله عليه وسلم – فليس منها شيئاً صحيحاً، ولم يرو أحد من أهل الكتب المعتمدة منها شيء؛ لا أصحاب الصحيح كالبخاري ومسلم، ولا أصحاب السنن كأبي داود والنسائي، ولا الأئمة من أهل المسانيد كالإمام أحمد وأمثاله، ولا اعتمد على ذلك أحد من أئمة الفقه كمالك, والشافعي, وأحمد, وإسحاق بن راهويه, وأبي حنيفة, والثوري, والأوزاعي, والليث بن سعد، وأمثالهم؛ بل عامة هذه الأحاديث مما يعلم أنها كذب موضوعة).

Asy-Syaikh Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata tentang hadist ini : " Adapun hadist : "Barangsiapa yang berziarah kubur-Ku sungguh ia telah berhak untuk mendapatkan syafa’at-Ku". Dan semisalnya yang berkaitan dengan ziarah kubur Nabi Sallallahu alaihi wa sallam, tidak ada riwayat yang sah sedikitpun, dan tidak ada riwayat dari kitab-kitab hadist yang tepercaya semisal kitab sohih Bukhari atau sohih Muslim, demikian pula dalam riwayat ahli sunan semisal kitab sunan Abi Dawud, sunan An-Nasa'i, demikian juga oleh tidak diriwayatkan oleh para Imam dalam kitab musnad-nya, semisal kitab musnad Imam Ahmad dan sebagainya, juga tidak tercantum dalam kitab-kitab fikih seperti kitab fikih Imam Ma'lik, Imam Sya'fii, Imam Ahmad, Imam Ishaq ibnu Rohuyyah, Imam Abu Hanifah, Imam Sufyan Ats-Tsauri, Imam Auza'i, Imam Al-Laitsy ibnu Sa'ad rahimahullah Ta'ala dan semisalnya, dan secara umum hadist - hadist seperti ini diketahui dusta lagi palsu ".

● Adapun hadist yang kelima : telah diriwayatkan oleh Al-Imam At-Thobrony dan Ad-Daaruquthni dan dicantumkan oleh Al-Imam As-Subki dalam kitab nya : Syifa'us-Saqoom dan hadist ini tidak dijumpai riwayat yang sohih atau sah.

قال فيه ابن عبد الهادي: (ليس فيه ذكر الزيارة للقبر، ولا ذكر الزيارة بعد الموت، مع أنه حديث ضعيف الإسناد، منكر المتن، لا يصلح الاحتجاج به، ولا يجوز الاعتماد على مثله، ولم يخرجه أحد من أصحاب الكتب الستة، ولا رواه الإمام أحمد في مسنده، ولا أحد من الأئمة المعتمد على ما أطلقوه في رواياتهم، ولا صححه إمام يعتمد على تصحيحه.

Al-Imam Ibnu Abdul Ha'di berkata : " Tidak terdapat hadist yang menyebutkan tentang ziarah kubur, juga perintah untuk mendatangi kubur setelah wafat, karena hadist ini adalah lemah sanadnya, mungkar (menyelisihi) bunyi lafadz nya, yang tidak dapat digunakan sebagai landasan hujjah, dan tidak boleh berdalil dengan semisalnya, dan tidak satupun Imam yang tergabung dalam meriwayatkan Kutubus-Sittah, juga Imam Ahmad dalam kitab Musnad-nya, ataupun para imam lainnya yang kompeten dan tidak seorangpun ulama yang mengesahkan nya.

Di lain sisi, bahwa hadits ini memiliki sanad yang lemah, juga terdapat seorang perawi yang tunggal yang tidak dikenal akan kompetensi terhadap ilmu, dan tidak terkenal dari kalangan nya bahkan tidak terdeteksi keadaan nya yang mengakibatkan untuk diterima berita hadist nya, yaitu : Muslimah ibnu Sa'lim Al-Juhany yang tidak dikenal kecuali riwayat hadist ini saja.

Al-Imam Ibnu Hajar berkata : " Muslim ibnu Sa'lim Al-Juhany dari bashroh, dahulu ia di Makkah dan ia seorang perawi yang lemah ".

● Adapun hadist yang keenam : telah dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bazaar dalam kitab musnad-nya dan terdapat dua perawi yang lemah yang dibicarakan oleh Ulama, yaitu : Abdullah ibnu Ibrahim Al-Ghifary dan Abdurrahman ibnu Zaid ibnu Aslam ".

ويقول ابن عبد الهادي : واعلم أن هذا الحديث الذي ذكره من رواية البزار، حديث ضعيف منكر ساقط الإسناد، لا يجوز الاحتجاج بمثله عند أحد من أئمة الحديث وحفاظ الأثر... وأما عبد الله بن إبراهيم، فهو ابن أبي عمرو الغفاري، أبو محمد المدني يقال: إنه من ولد أبي ذر الغفاري، وهو شيخ ضعيف الحديث جداً منكر الحديث، وقد نسبه بعض الأئمة إلى الكذب ووضع الحديث

Al-Imam Ibnu Abdil Ha'di berkata : " Ketahuilah bahwasannya hadist ini telah diriwayatkan oleh Al-Bazzar, akan tetapi hadist ini adalah mungkar (menyelisihi riwayat yang lebih kuat) sanad nya gugur tidak dapat digunakan untuk ber hujjah sebagai mana ketentuan para Imam Hadits. Adapun Abdullah ibnu Ibrahim ia adalah ibnu Abi Amrin Al-Ghifary Abu Muhammad Al-Madany, dikatakan bahwasannya ia keturunan Abu Dzaar Al-Ghifary, akan tetapi ia adalah perawi yang sangat lemah sekali bahkan sebahagian Ulama menghukumi dengan pendusta dan pemalsu Hadist ".

Adapun Abdurrahman Zaid ibnu Aslam ia adalah perawi yang lemah tidak dapat dijadikan sebagai hujjah dihadapan para ahli Hadits.

● Adapun hadist yang ketujuh : telah dikeluarkan oleh Al-Imam Abu Ja'far Al-Uqaily sebagai mana yang disebutkan oleh As-Subki. 

يقول ابن عبد الهادي: (إن هذا الحديث ضعيف مضطرب مجهول الإسناد، من أوهى المراسيل وأضعفها)

Al-Imam Ibnu Abdul Ha'di berkata : " Sesungguhnya hadist ini adalah lemah lagi muthorrib  (berbeda-beda lafadz) dan dalam sanad nya terdapat orang-orang yang majhul tidak diketahui sejarahnya dan termasuk hadist yang sangat mursal  (tidak bersambung sanad nya) yang lemah sekali ".

● Adapun hadist yang terakhir yang kedelapan : " Di bawakan oleh Al-Imam As-Subki melalui jalur Yahya Al-Husainy  dari riwayat berita-berita penduduk Madinah, dan tanpa memberikan keterangan tentang derajat hadist tersebut dan tidak memberikan penjelasan tentang perawi yang tidak disebutkan namanya secara jelas ".

قال ابن عبد الهادي عن هذا الحديث: (حديث باطل لا أصل له، وخبر معضل لا يعتمد على مثله، وهو من أضعف المراسيل وأوهى المنقطعات، ولو فرض أنه من الأحاديث الثابتة؛ لم يكن فيه دليل على محل النزاع)
 
Al-Imam Ibnu Abdul Ha'di berkata tentang hadist ini : " Hadits ini adalah bathil tidak memiliki asal-musal, merupakan kabar yang terputus perowi nya yang tidak dapat dijadikan sebagai sandaran semisalnya, dan merupakan hadist mursal yang sangat lemah dan hadist munkhothi' yang rapuh, jikalau dianggap sah, juga tidak dapat dijadikan dalil untuk menyelesaikan sengketa masalah ini ".

Dan dari penjelasan diatas, telah jelas tidak ada satupun riwayat yang tetap dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam tentang syafaat Nabi kepada orang-orang yang berziarah kubur Nabi Sallallahu alaihi wa sallam.