Sabtu, 27 April 2024

MENJAUHI PERKARA SIA SIA



TULISAN KESEPULUH
Pembahasan Kitab Hilyah Tholibil Ilmi

Syaikh Prof. Dr. Ziyad al-Abbadiy hafizhahullah mengatakan dalam penjelasan kitab Hilyah Tholibil Ilmi:

BAGIAN KESEBELAS
‌‌الإعراض عن مجالس اللغو:
11. Berpaling dari Majelis Sia-Sia

لا تطأ بساط من يغشون في ناديهم المنكر، ويهتكون أستار الأدب، متغابياً عن ذلك، فإن فعلت ذلك، فإن جنايتك على العلم وأهله عظيمة

Janganlah kamu menjejakkan kaki di atas permadani, dimana orang-orang berbuat kemungkaran di atasnya, merusak sendi-sendi moral, dan berpura-pura tidak tahu bodoh akan hal demikian. Jika kamu berbuat hal demikian, maka kejahatanmu atas ilmu dan ahlinya sangat besar.

Syaikh Ziyad hafizhahullah menjelaskan:

  «الإعْراضُ عن مَجَالِسِ اللَّغْوِ»؛ اللَّغْوِ نَوْعَانِ: لَغْو ليس فِيهِ، فَائِدَةٌ ولا مَضَرَّةٌ، وَلَغْو فِيهِ مَضَرَّةٌ.
أما الأول: فلا يَنْبَغِي لِلْعَاقِلِ أَن يُذْهِبَ وَقْتَهُ فِيهِ؛ لأَنَّهُ خَسَارَةٌ.

Menjauhi Majelis Kesia-siaan", yang disebut LAGHWIY sia-sia itu ada dua macam:
1. Kesia-siaan yang tidak ada faidahnya, namun juga tidak ada ruginya. 
2. kesia-siaan yang merugikan.
Adapun untuk yang pertama, maka seorang berakal pasti tidak akan menghabiskan waktunya disitu, karena itu suatu kerugian besar.

وأَمَّا الثَّانِي: فَإِنَّهُ يَحْرُمُ عليه أن يُمْضِيَ وَقْتَهُ فِيه، لأنه مُنْكَرُ مُحَرَّمٌ. 

Sementara yang kedua adalah kemungkaran, dan haram hu- kumnya menghabiskan waktu di tempat tersebut, karena ia ada- lah kemungkaran yang diharamkan.


والمؤلف كأنَّهُ حَمَلَ التَّرْجَمَةَ على المَعْنَى الثاني، وهو اللَّغْوُ الْمُحَرَّمُ، 

Dan pengarang sepertinya membawa terjemah kesia-siaan pada makna yang kedua, yaitu kesia-siaan yang diharamkan.

وَلا شَكٍّ أَنَّ المَجَالِسَ التي تَشْتَمِلُ على المُحَرَّمِ لا يجوز للإِنْسَانِ أَن يَجْلِسَ فيها؛ لأن الله - تعالى - يقول: ﴿ وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ آيَاتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلَا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذَا مِثْلُهُمْ ﴾ [النساء : ١٤٠].

Tidak ragu lagi, kesia-siaan yang mengandung keharaman tidak boleh didatangi dan duduk di dalamnya, karena Allah berfirman, "Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al-Qur'an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain, karena Sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka." (QS. An-Nisaa: 140). 

فَمَنْ جَلَسَ مَجْلِسَ الْمُنْكَرِ وَجَبَ عليه أن يَنْهَى عَنْ هَذَا الْمُنْكَرِ، فَإِن تَرَكُوهُ فَهَذَا المطلوب، وإن لم تَسْتَقِمْ وأَصَرُّوا على مُنْكِرِهِمْ فَالوَاجِبِ أَن يَنْصِرِفَ، خِلَافًا لما يَتَوَهَّمه بعض العامة من قول الرسول ﷺ: «فإنْ لمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ ) . فيقول: أنا
كَارِهُ هذَا الْمُنْكَرِ فِي قَلْبِي، وهو جَالِسٌ مع أَهْلِهِ.

Barangsiapa yang duduk di majelis kemungkaran, maka ia wajib menghentikan kemungkaran ini. Jika keadaan membaik, maka itulah yang dituju, namun jika keadaan tidak kunjung membaik dan mereka terus melakukan kemungkaran, maka yang wajib ia kerjakan adalah pergi meninggalkan majelis itu. Berbeda dengan dugaan sebagian kaum awam, yang berkata, "bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: "jika tidak mampu, maka dengan hatinya. Dan saya membenci kemungkaran ini di dalam hatiku, dan ia terus duduk bersama ahli majelis itu. 

فيقال له: لو كُنْتَ كَارِهًا له حَقًّا ما جَلَسْتَ مَعَهُمْ؛ لأنَّ الإنسان لا يمكن أن ‌‌الإعراض عن الهيشات:
يَجْلِسَ على مَكْرُوه إلا إذا كَانَ مُكْرَهَا؛ أمَّا شَيْءٌ تَكْرَهُهُ وتَجْلِسُ باختيارك، فإن دَعْوَاكَ كَرَاهَتَهُ ليست صحيحة.

Bagi orang seperti ini kita katakan: jika kamu memang benar-benar membenci kemungkaran itu, niscaya kamu tidak akan duduk bersama mereka, karena manusia tidak akan duduk di dalam majelis, dimana ahlinya sangat tidak ia sukai. Namun, jika kamu membenci sesuatu, kemudian kamu duduk di situ dengan pilihanmu sendiri, maka dakwaan (klaim) kebencianmu sama sekali tidak benar.

وقوله: «فَإِنْ فَعَلْتَ ذَلِكَ فَإِنَّ جِنَايَتَكَ على العِلْمِ وَأَهْلِهِ عَظِيمةٌ؛ أما كونه جناية على نَفْسِهِ فَالأَمْرُ ظَاهِرُ ، فلو رَأَيْنَا طَالِبَ عِلْمٍ يجلس مَجَالِسَ اللَّهْوِ وَاللَّغْو والمنكر، فجنايته على نفسه واضحة وعظيمة، وتكون جناية على العلم وأَهْلِهِ؛ لأن النَّاسَ قد يقولون: هؤلاء طلبة العلم، وهذه نَتِيجَةُ الْعِلْمِ، وما أشبه ذلك، فيكون قَدْ جَنَى عَلَى نَفْسِهِ وَغَيْرِهِ.

"Jika kamu berbuat demikian, maka kejahatanmu terhadap ilmu dan ahlinya sangatlah besar". Adapun persoalan kejahatan terhadap diri sendiri, maka itu sudah jelas. Maksudnya, jika kita melihat seorang pencari ilmu, duduk di tempat-tempat kemaksiatan, maka kejahatannya terhadap diri sendiri sangatlah jelas. Akan tetapi, bagaimana ia juga disebut telah berperilaku jahat kepada ilmu dan ahlinya? Karena manusia akan berkata: mereka adalah pencari ilmu, mereka adalah ulama, inilah buah dari ilmu, dan sejenisnya. Dengan demikian, ia telah berbuat jahat kepada dirinya, dan juga kepada selainnya.

BAGIAN YANG KEDUA BELAS

‌‌الإعراض عن الهيشات

12. BERPALING DARI KEGADUHAN RAME-RAME

التصون من اللغط والهيشات، فإن الغلط تحت اللغط، وهذا ينافي أدب الطلب.
ومن لطيف ما يستحضر هنا ما ذكره صاحب "الوسيط في أدباء شنقيط" وعنه في "معجم المعاجم":
"أنه وقع نزاع بين قبيلتين، فسعت بينهما قبيلة أخرى في الصلح، فتراضوا بحكم الشرع، وحكموا عالماً، فاستظهر قتل أربعة من قبيلة بأربعة قتلوا من القبيلة الأخرى، فقال الشيخ باب بن أحمد: مثل هذا لا قصاص فيه. فقال القاضي: إن هذا لا يوجد في كتاب. فقال: بل لم يخل منه كتاب. فقال القاضي: هذا "القاموس" يعنى أنه يدخل في عموم كتاب - فتناول صاحب الترجمة "القاموس" وأول ما وقع نظره عليه: "والهيشة: الفتنة، وأم حبين، وليس في الهيشات قود"، أي: في القتيل في الفتنة لا يدرى قاتله، فتعجب الناس من مثل هذا الاستحضار في ذلك الموقف الحرج"أهـ ملخصاً.

Menghindari kegaduhan dan keriuhan, karena kekeliruan ada dalam keriuhan, dan ini bertentangan dengan apa yang dicari.
 Ada riwayat yang sangat bagus dalam masalah ini, yaitu sapa yang disebutkan penulis kitab al-Wasîth fi Adibba' al- Syanqith" dan juga dari beliau dalam Mu'jam al-Ma'ajim: bahwasannya telah terjadi perselisihan antara dua kabilah, kemudian kabilah lain berupaya untuk mendamaikan me- reka, merekapun lalu ridha dengan hukum syariat. Seorang alim kemudian menjadi hakim atas mereka, lalu ia memutuskan untuk menghukum bunuh 4 orang dari kabilah se- bagai ganti 4 orang yang telah terbunuh di kabilah lain. Lalu Syaikh Babu bin Ahmad berkata, "Kasus seperti ini tidak ada qisas di dalamnya." Namun si Qadhi menjawab, "Pendapat Anda ini sama sekali tidak ada dalilnya." Syaikh Babu bin Ahmad berkata, "Justru ada pada semua kitab." Qadhi berkata, "Lihat kamus ini. (maksudnya, kamus ini juga termasuk dalam kategori kitab secara umum)." Kemudian Syaikh Babu mengambil buku itu, dan yang pertama kali ia lihat dalam kamus itu adalah: al-haisyah (keg- aduhan): fitnah, ummu hubain, dan pada kegaduhan tidak ada qisas. Maksudnya, yang terbunuh dalam fitnah, tidak diketahui pembunuhnya. Orang-orang pun menjadi ter- cengang atas pengajuan bukti ini pada saat krtitis seperti itu. Secara ringkas..

Syaikh hafizhahullah memberikan penjelasan:
Tidak ada Qowamish – jamak dari Qomush, itu adalah kitab dari  Fairuz Abady yaitu al-Qomush al Muhith,  Yang benar adalah Ma’ajim – jamak dari mu’jam.
Faidah:
Ibnu Faris – Mu’jam Maqooyish Lughoh.
Tertib Kamus Fairuz Abady
Diambil dari kata yang paling akhir
Seperti ضرب  maka diambil huruf paling akhir yaitu ب   kemudian di bab ض 
Tertib Lisan arab, lebih mudah dari tertib Kamus Fairuz Abady
Diambil dari kata yang paling huruf awal baru kemudian huruf yang kedua.
Artinya disini adalah salah sangka dan dijelaskan dengan ilmiyah:
 Al- haisyah adalah fitnah, Ummu Hubain, dan dalam haisyah tidak ada qisas. Maka ia menegaskan dari kitab kamus bahwa kepu tusan Qadhi bahwa 4 orang harus diqisas untuk 4 orang adalah keliru. Inilah makna kisah ini. Orang-orang pun merasa takjub dengan cara pembuktian dalam situasi yang kritis ini. Selesai sudah ringkasan cerita ini. Intinya, kegaduhan pasar adalah fitnah dan Ummu Hubain. 

القتل خمسة أنواع: عمد، وشبه عمد، وخطأ، وما جرى مجرى الخطأ، والقتل بالتسبب. 

Pembunuhan terdiri dari lima jenis: sengaja direncanakan, semi-disengaja, salah, apa yang terjadi dalam proses kesalahan, dan pembunuhan karena sebab-akibat.

Siapa yang tahu, siapakah Ummu Hubain? Ia adalah binatang kecil, akan tetapi mirip dengan kumbang. Meskipun tidak termasuk binatang yang kuat, ia adalah binatang kecil dari jenis serangga.

Faidah dari Syaikh hafizhahullah adalah:
Perbedaan antara Ghobiy dan Mutaghobiy – 
Bodoh dan Orang yang pandai tapi berlagak tidak tahu.

Bait Syair

"ليس الغبي بسيد في قومه وإنما سيد القوم المتغابي"

Orang bodoh (GHOBIY) itu tidaklah pantas menjadi petinggi suatu kaum, namun sesungguhnya petinggi kaum itu adalah orang yang pandai namun berlagak tidak tahu (MUTAGHOBIY).

Artinya orang yang pandai itu tidak semua harus mendetailkan suatu permasalahan ketika dia mengurus banyak yang dipimpinnya. Seperti seorang kepala rumah tangga maka dia tidak perlu mengurus semua urusan rumahnya dengan detail sehingga menghabiskan energi lebih dari yang seharusnya padahal itu tidaklah suatu yang penting.







TULISAN KESEBELAS
Pembahasan Kitab Hilyah Tholibil Ilmi

Syaikh Prof. Dr. Ziyad al-Abbadiy hafizhahullah mengatakan dalam penjelasan kitab Hilyah Tholibil Ilmi:


BAGIAN KETIGA BELAS

‌‌التحلي بالرفق:

13. BERHIAS DIRI DENGAN KELEMBUTAN

التزم الرفق في القول، مجتنباً الكلمة الجافية، فإن الخطاب اللين يتألف النفوس الناشزة.
وأدلة الكتاب والسنة في هذا متكاثرة.

Bertuturlah dengan lembut dengan menjauhi kata-ka- ta yang kasar, karena ucapan yang lemah lembut akan menundukkan hati yang liar. Sudah banyak dalil dari Al- Kitab dan As-Sunnah mengenai hal ini.
Syaikh hafizhahullah menjelaskan:

هذا الأدب من أهم الأخلاق لطالب العلم سَواءٌ أَكَانَ طالبًا أم مُعَلَّما، فالرفق كما قال النبي - عليه الصلاة والسلام : «إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِي الْأَمْرِ كله ، وقوله - عليه الصلاة والسلام : «مَا كَانَ الرِّفْقُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ، وَلَا نُزِعَ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ؛ لكن لَا بُدَّ أَنْ يَكُونَ الإِنسانُ رَفِيقًا مِنْ غَيْرِ ضَعْفٍ، أَما أَن يكون رفيقا يُمْتَهَنُ ولا يأخذ بقوله ولا يهتمُ بِهِ، فهذا خِلَافُ الحَزْمِ، لكن يكون رَفِيقًا فِي مَواضِعِ الرِّفْقِ ، وعَنِيفًا فِي مَوَاضِعِ العُنْفِ، وَلَا أَحَدَ أَرْحَمُ على الخلق من الله -عز وجل-، ومع ذلك يَقُولُ فِي الزَّانِي والزَّانِيَةِ : فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ وَلَا تَأْخُذَكُم بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ ﴾ [النور:٢]، فَلِكُلِّ مَقَامِ مَقَالٌ.

Ini adalah akhlak terpenting bagi penuntut ilmu, baik itu sebagai murid maupun sebagai guru, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, "sesungguhnya Allah itu Maha Lembut, maka berlaku lembutlah dalam segala sesuatu." (HR. Muslim no. 2594 dan Ahmad no. 13531), "Sesungguhnya tidaklah kelemahlembutan itu ada pada sesuatu melainkan akan menghiasinya dan tidaklah tercabut dari sesuatu melainkan akan merusaknya." Akan tetapi, kelembutan itu wajib dilakukan tanpa diiringi kelemahan. Yang dimaksud bukan kelembutan yang dihinakan, lalu kata-katanya tidak diambil dan diperhatikan, bukan itu yang diinginkan. Akan tetapi, ia harus lembut pada tempat di mana ia harus lembut, dan harus bersikap keras juga pada tempatnya yang sesuai. Tiada satu pun yang lebih penyayang daripada Allah Subhanahu wa ta'ala. Meski demikian, Dia bersikap keras terhadap pezina laki-laki dan perempuan, "Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu un tuk (menjalankan) agama Allah." (QS. An-Nuur: 2). 
Setiap kondisi ada cara untuk menghadapinya. Jika seseorang memperlakukan anaknya dengan kelembutan di semua situasi, termasuk situasi yang mengharus kannya bersikap keras, maka ia tidak akan berhasil mendidik anaknya. Jika seorang anak misalnya memecahkan kaca, membuka pintu, merobek-robek pakaian, kemudian bapaknya datang dan mendapatinya dalam kondisi ini, dan ia berkata, "Nak, kamu tidak pantas berbuat seperti ini. Jika kamu merobek bajumu, maka dirimu sendiri yang akan rugi. Jika kamu memecahkan. kaca, pasti pecahannya berhamburan kearah kita." Ia hanya me ngucapkan kata-kata ini, sementara sang anak adalah ifrit yang sangat buruk perangainya. Apakah cukup seperti itu?
Tidak cukup, karena setiap kondisi ada cara untuk meng- hadapinya, seperti sabda Nabi ﷺ: 

مُروا أولادَكم بالصلاةِ وهم أبناءُ سبعِ سنينَ واضربوهُم عليها وهمْ أبناءُ عشرٍ وفرِّقوا بينهُم في المضاجعِ

"Perintahkan anak-anak kalian untuk melakukan shalat saat usia mereka tujuh tahun, dan pukul- lah mereka saat usia sepuluh tahun." HR. Ahmad (6689), Abu Daud (494, 495) dan dishahihkan al-Albani da lam al-Irwa (1/266, 267) nomor (247)

Syaikh hafizhahullah menjelaskan:
"Dengan menjauhi kata-kata yang kasar." Ini benar, dan selain menjauhi kata-kata yang kasar, jauhilah juga tindakan yang kasar.
Mengenai ucapan beliau, "ucapan yang lembut akan menundukkan hati yang liar", di hadapan kita ada kalimat yang sering diucapkan, saya tidak tahu, apakah Anda setuju atau tidak?
"Perkataan lembut yang mencela kebenaran akan mengalahkan kebenaran yang sangat nyata."
Kita harus memahami maksudnya, yaitu jika kamu berlaku lembut dalam tutur kata terhadap musuh, meskipun kebenaran berada pada dirinya, maka ia akan mundur dari haknya. Bukan  berarti ucapan yang lembut akan membatalkan yang hak. Yang dimaksud dengan "mengalahkan hak yang nyata" adalah apa yang dibawa musuh karena jika kamu berlaku lembut padanya, maka ia pun akan melembutkan ucapannya. Ini adalah sesuatu yang kerap terjadi. Jika kamu menentang seseorang, maka ia akan menentang lebih keras. Jika kamu berlaku lembut, maka ia pun akan mendekat kepadamu. Karena itulah Allah berfirman kepada Nabi Musa dan Harun ketika Allah mengutus mereka berdua kepada Firaun, "Maka berbicaralah kamu berdua kepa danya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut." (QS. Thoha: 44)
 
Syaikh hafizhahullah menukilkan perkataan Syaikh Al-Albani rahimahullah:

الحق ثقيل فلا تزيد ثقلا بسوء الأدب

Kebenaran itu sudah berat maka jangan ditambah berat dengan jeleknya adab.

Faidah Tambahan:
Terkadang ada para penuntut ilmu sudah lama menuntut ilmu  bahkan sudah menjadi seorang da’i tapi lisannya kasar, perangainya kasar, dan tidak peka kepada orang lain, yang dia inginkan hanya yang sesuai dengan keinginannya. Mudah untuk menyalahkan orang lain dan susah untuk meminta maaf ketika dia melakukan kesalahan.  Itu menunjukkan apa yang didapati selama ini dari ilmu tidak menjadikan kelembutan dari hatinya. Dan akan lebih jelas lagi dibahas di akhir poin 66 tentang Hal-hal yang merusak adab penuntut ilmu.


 BAGIAN KEEMPAT BELAS
‌‌التأمل:

14 . PERENUNGAN


التحلي بالتأمل، فإن من تأمل أدرك، وقيل: "تأمل تدرك".
وعليه، فتأمل عند التكلم: بماذا تتكلم؟ وما هي عائدته؟ وتحرز في العبارة والأداء دون تعنت أو تحذلق، وتأمل عند المذاكرة كيف تختار القالب
‌‌المناسب للمعنى المراد، وتأمل عند سؤال السائل كيف تتفهم السؤال على وجهه حتى لا يحتمل وجهين؟ وهكذا.

Kemudian, seorang pelajar hendaknya berhias diri dengan renungan. Barangsiapa yang merenung, niscaya ia akan menemukan, karena itu dikatakan: merenunglah, maka kau akan memahami. Maka, hendaknya ia merenungkan saat berbicara (pertama) apa yang akan ia bicarakan dan (kedua) bagaimana akibatnya. (yang Ketiga) Berhati-hatilah dalam memilih kata dan cara mengungkapkannya, janganlah disertai kekerasan dan ingin menonjolkan diri. Merenunglah saat mudzakarah, bagaimana kamu memilih tempat yang tepat. Merenunglah saat menjawab pertanyaan orang yang bertanya, bagaimana kamu memahami pertanyaan itu sehingga jawabanmu tidak bias dan samar.

و الشيخ ابن عثيمين يزيد أمرًا رابعًا؛ وهو: التَّأَمل عِنْدَ الجَوابِ: كيفَ يَكُونُ جَوابُكَ؟ هل هو واضح لا لبس فيه، أو مُبْهَم؟ وهل هو مُفَصَّل أو مُجْمَلٌ ؟ حسب ما تَقْتَضِيهِ الحال، المهم التَّأَملُ. يُرِيدُ بِذَلِكَ التَّأَنِّي، وألا تَتَكَلَّمَ حتى تَعْرِفَ ماذا تتكلم به، وماذا تَكُونُ النَّتِيجَةُ، ولهذا يقولون: لا تَضَعْ قَدَمَكَ إِلا حيثُ عَلِمْتَ السَّلَامَةَ، فالإنسان يخطو ولا يَضَعُ قدمه في شيء حَتَّى يَعْرِفَهُ، فالتأمل مُهِم، ولا تَتَعَجَّلْ إلا إذا دَعَتِ الحَاجَةُ إِلى ذَلِكَ،

Syaikh hafizhahullah menjelaskan, bahwa disebut di dalamnya tiga perkara, namun ditambahkan oleh Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menjadi yang keempat yaitu: merenung saat menjawab pertanyaan, bagaimana bentuk jawabanmu? Apakah jawabanmu sudah jelas dan tidak akan menimbulkan kebingungan? Apakah jawaban itu harus diutarakan secara global atau terperinci?
Tentu sesuai dengan kondisinya, yang penting, merenung menuntut engkau untuk tidak tergesa-gesa dan tidak berbicara sebelum engkau tahu apa yang harus engkau ucapkan dan bagaimana akibatnya.
Karena itu, mereka berkata: janganlah kamu menginjakkan satu kakimu sehingga kau yakin akan selamat. Maksudnya, manusia melangkah berjalan- hendaknya tidak menjejakkan kakinya pada sesuatu yang tidak diketahuinya apakah itu duri, batu atau es? Jangan ia letakkan kakinya hingga ia mengetahui di mana ia akan meletakkannya. Merenung ini sangat penting, janganlah tergesa-gesa kecuali kondisi memaksamu berbuat seperti itu, 

ولهذا قال الشاعر الناظم:
 قَدْ يُدْرِكُ الْمُتَأَنِّي بَعْضَ حَاجَتِهِ  
                      وَقَدْ يَكُونُ مَعَ الْمُسْتَعْجِلِ الزَّلَلُ
وَرُبَّمَا فَاتَ قَوْمًا بَعْضَ أَمْرِهِمْ   
                         مِنَ التَّأَنِّي وَكَانَ الْحُزْمُ لَوْ عَجَلُوا

karena itu, seorang penyair berkata:
Terkadang, si pelan akan menemukan sebagian kebutuhannya, 
Dan terkadang si tergesa-gesa akan terpeleset. 
Tapi, mungkin suatu kaum akan kehilangan hal penting karena kelambatannya"
Padahal mereka akan mendapatkannya jika bertindak cepat" 

فإذا دَارَ الأمر بين أن أَتَأَنَّى وأَصْبِرَ، أَو أَتَعَجَّلَ وأُقْدِمَ؟ فأيهما أُقَدِّمُ؟

Jika urusan berputar pada dua pilihan, apakah bersabar dan rileks ataukah bersegera dan maju? Mana yang harus didahulu- kan?
 
Syaikh mengatakan:

Benarlah perkataan seorang penyair (yang pernah berkata):

وقد يرجى لجرح السيف بـرء, ولا برءٌ لما جرح اللســان

“Bisa jadi luka yang disebabkan sayatan pedang masih bisa diharapkan kesembuhannya. Tetapi tidak ada kesembuhan bagi luka yang disebabkan oleh lisan.”
Kalau dada (jantung/hati) sudah tergores dengan sayatan lisan seseorang, susah untuk disembuhkan.

جراحات السنان لها التـئـام, ولا يلتام ما جرح اللســان

“Sesungguhnya sayatan-sayatan pedang masih bisa kembali lagi disembuhkan, akan tetapi sayatan-sayatan lisan tidak bisa disatukan lagi.”

وجرح السيف تدمله فيبـرى, ويبقى الدهر ما جرح اللسان 

“Sesungguhnya luka yang disebabkan pedang, kalau diobati maka sembuh. Adapun luka karena lisan terus (menganga) sampai sepanjang tahun.”

15. Teguh dan Selektif
Hiasilah dirimu dengan sifat teguh dan selektif, terutama dalam hal yang penting dan krusial, di antaranya: bersabar dan tegar dalam menerima ilmu, menghabiskan waktu dalam pencarian ilmu dari guru-guru, karena 'siapa yang bersikap teguh niscaya ia akan tumbuh.
Syaikh menjelaskan: “Inilah adab yang paling penting dalam bab ini, yaitu se lalu melakukan klarifikasi terhadap berita-berita yang sampai, mengklarifikasi semua keputusan hukum yang keluar darimu. Jika kamu menukil sebuah berita, maka kamu wajib mengklari fikasinya terlebih dahulu, apakah yang kamu kutip itu sahih atau tidak? Kemudian, jika itu memang sahih, janganlah kamu mengeluarkan hukum hingga kamu menelitinya.  

Tsabat dan tatsabbut, dua kata ini sama lafazhnya, tetapi memiliki makna yang berbeda. Tsabat berati sabar, tegar, tidak merasa bosan, tidak berkeluh kesah, tidak mengambil satu lembar dari setiap buku, atau hanya mengambil seteguk dari setiap ca- bang ilmu, lalu ia tinggalkan. Karena hal ini akan membahayakan pencari ilmu. la akan menghabiskan hari-harinya tanpa faedah
jika ia tidak teguh terhadap sesuatu. Kamu dapati ia menelaah al-Aajurrumiyyah, lalu lain waktu Alfiyah, lalu Mushtalah. Kadang- kadang di kitab Nukhbah, lain waktu alfiyah al-iraqi. Sekali waktu ia tenggelam dalam kitab lainnya maka yang seperti ini tidaka kan memberikan hasil ilmu sama sekali.
Maka terus menerus bersabar dan komit akan menghasilkan buah yang manis.
Doa yang diajarkan Nabi ﷺ: 

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الثَّبَاتَ فِي الْأَمْرِ
 

“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu keteguhan dalam segala urusan.”  (HR. at-Tirmidzi no. 3407 Ahmad no. 17114, dan an-Nasai no. 1304)


Semoga bermanfaat,
InSya Allah Bersambung

Jumat, 26 April 2024

MENINGGALKAN KEMEWAHAN



TULISAN KESEMBILAN
Pembahasan Kitab Hilyah Tholibil Ilmi

Syaikh Prof. Dr. Ziyad al-Abbadiy hafizhahullah mengatakan dalam penjelasan kitab Hilyah Tholibil Ilmi:

Bagian Kesepuluh

‌‌هجر الترفه:

10. MENINGGALKAN KEMEWAHAN

لا تسترسل في (التنعم والرفاهية) ، فإن "البذاذة من الإيمان" ، وخذ بوصية أمير المؤمنين عمر بن الخطاب رضى الله عنه في كتابه المشهور، وفيه: "وإياكم والتنعم وزي العجم، وتمعددوا، واخشوشنوا  .

Janganlah melepaskan nafsumu dalam kemewahan dan kesenangan, sesungguhnya kesederhanaan adalah sebagian dari iman. Ambillah wasiat Amirul Mukminin Umar bin Khattab Radhiyallahu 'anhu dalam sebuah suratnya yang terkenal, "Hati-hatilah kalian dengan kemewahan, pakaian 'ajam, tirulah Ma'ad dan hiduplah dengan keras."

Syaikh hafizhahullah menjelaskan:
Perkataan Syaikh Bakr rahimahullah: janganlah membiarkan dirimu hanyut dalam kemewahan dan kesenangan. Nasihat ini diucapkan bagi pencari ilmu dan juga selain mereka. Karena menghayutkan diri dalam hal itu bertentangan dengan bimbingan Nabi ﷺ

Syaikh hafizhahullah berkata:
الأصل في اللباس حلي وشروطه، لا يكشف العورة، لا يحجم الجسم، لا يشبه لباس الكفار، أسوء ما يكون، وهذا منهي عنه، كل البلد تتزين باللباس الخاص، أهل البادية لا يلبس بلباس أهل المدن

Asal dari pakaian itu adalah perhiasan saja. Asal usul pakaian dan syaratnya adalah Itu tidak memperlihatkan auratnya,  tidak membentuk lekuk tubuh, tidak menyerupai pakaian (yang menjadi ciri khas) orang kafir (seperti pakaian pendeta, biksu dan lainnya), ini konteks paling jelek dan ini dilarang. Setiap  negeri menghiasi dirinya dengan pakaian khasnya, tetapi penduduk gurun tidak mengenakan pakaian penduduk kota.

فالعرب لهم لبسهم والعجم لهم لبسهم، والعجم أيضا يتفاوت لبسهم فكل بلد لها لبسها لا مشكلة عندنا الاسلام دين عالمي يتسع للناس أجمعين والناس يتفاوتون في لباسهم ويختلفون في عاداتهم وفي تقاليد فما دام لباسهم شرعيا ضمن الشروط التي ذكرت لا مشكلة عندنا في هذا الباب

Orang Arab punya pakaiannya sendiri, orang non-Arab punya pakaiannya sendiri, dan orang non-Arab juga punya pakaiannya sendiri. Setiap negara punya pakaiannya sendiri. Tidak ada masalah bagi kita. Islam adalah agama universal yang mengakomodasi semua orang .Orang-orang berbeda-beda dalam pakaiannya dan berbeda dalam adat istiadatnya, selama pakaiannya sah dan sesuai dengan syarat-syarat yang disebutkan, kami tidak mempunyai masalah dalam hal ini.

Seneng dengan tentara maka dia pun akan berpakaian dengan mirip mirip tantara, dan senang dengan ulama dan ilmu maka dia akan berusaha untuk berpakaian seperti para ulama sebagai bentuk untuk menunjukkan kecintaan dan rasa senangnya kepada ulama dan ilmu.

Syaikh  hafizhahullah menjelaskan:
kesederhanaan adalah sebagian dari iman. Apakah sederhana itu?
Sederhana berarti tidak berlaku mewah dan berfoya-foya, bukan berarti kotor, maka bedakan antara sederhana dan jorok.
Kejorokan tidaklah terpuji, sementara sederhana adalah sifat terpuji. Demikian pula wasiat Amirul Mukminin Umar Radhi- yallahu 'anhu dalam suratnya yang terkenal: hati-hatilah dengan pakaian orang 'ajam. Ungkapan ini bersifat wanti-wanti, karena orang-orang Arab memiliki kalimat peringatan dan kalimat bu- jukan. Jika iyyaka diucapkan dalam permohonan, maka disebut jumlah ighraiyyah. Jika kamu berkata: singa, singa! Maka artinya peringatan. Sementara jika kamu berkata: rusa, rusa! Maka berarti rayuan, bukankah demikian? Baik, adapun Ayya, maka itu untuk peringatan. Ibnu Malik berkata:
"Hati-hatilah dengan keburukan dan sejenisnya, berhati-hati- lah terhadap hal yang wajib ditutup
Hati-hatilah kalian dengan kesenangan, maksudnya, hati-ha- tilah kalian terhadap kesenangan, yaitu dalam hal pakaian, badan. dan segala hal. Maksudnya kesenangan di sini adalah banyaknya, karena menikmati apa yang telah dihalalkan Allah tanpa berlebi- han termasuk hal yang terpuji, tidak ragu lagi. Barangsiapa yang tidak menikmati apa yang dihalalkan Allah tanpa ada sebab yang syar'i maka itu adalah tercela.
Perkataan Syaikh mu’alif rahimahullah:  Bakr: pakaian 'Ajam. Apakah yang dimak- sud dengan pakaian 'ajam?
Bentuknya, baik dalam hiasan, seperti bentuk rambut, janggut, dan sejenisnya, atau hiasan pakaian, kita dilarang un- tuk mengenakan pakaian 'ajam. Yang dimaksud ajam bukanlah bangsa Persia, akan tetapi semua bangsa non arab, termasuk di dalamnya bangsa Eropa dan bangsa bangsa timur di Asia dan se lainnya. Semua yang bukan Arab adalah 'ajam. Akan tetapi, kaum muslim 'ajam disamakan dengan bangsa Arab dari segi hukum, bukan nasab, karena mereka sama-sama mengikuti Rasulullah ﷺ.

لما ذكر المؤلفُ هَجْرَ التَّرَفَّه أَطْنَبَ فِي ذِكْرِ اللَّبَاسِ؛ لأن اللباس الظاهر عنوان على اللباس الباطن، ولهذا يمر بك رَجُلَانِ كلاهما عليه ثوب مثل الآخر، فتَزْدَرِي أحدهما ولا تهتم بالآخر ، تَزْدَرِي مَنْ لِبَاسُهُ يَنْبَغِي أن يكون على غير هذا الوجه، إما بالكَيْفِيَّةِ، أو في اللَّوْنِ، أو بالخياطة، أو غير ذلك، والثاني لا ترفع به رأسًا، ولا ترى في لِبَاسِهِ بَأْسًا؛ لأن لكلِّ قَالَبٍ ما يناسبه.

Ketika Syaikh mu’alif rahimahullah menyebutkan pentingnya meninggalkan kemewahan, beliau memanjangkan penuturannya mengenai pakaian, karena pakaian lahir adalah tanda bagi pakaian batin. Karena itu, jika lewat kepadamu dua laki-laki, dua-duanya mengenakan baju yang sama, lalu kamu mengkritik salah satunya dan membiarkan yang lain. Kamu mengkritik yang satu karena seharusnya pakaiannya tidak seperti ini, baik dalam kuantitas, warna atau dalam hal jahitan atau yang lainnya. Sementara yang kedua kamu biar- kan dan kamu tidak melihat adanya kecacatan dalam pakaiannya, karena setiap pola memiliki sesuatu yang cocok dengannya.

Syaikh hafizhahullah menjelaskan:

: إِن بَعْضَ الناس يكونُ مَشْغُولًا بِالتَّائِقِ فِي مَلَابِسِهِ، حتى إن كانت مُبَاحَةً، فلا ينبغي أن يكونَ أَكْبَرُ هَمِّهِ الهَنْدَمَةَ والتَّأنق في اللباس، والتأنق في لبس الغترة حسب الأذواق، فلا تَهْتَمَّ بِهَذَا، ولكن في المقابل لا تكن عكس ذلك لا تَهْتَمَّ بِنَفْسِكَ، ولا بِلِبَاسِكَ، ولقد سبق أنَّ التَّجَمُّلَ فِي اللَّبَاسِ مما يُحِبُّه الله -عز وجل، وهذا عمر - رضي الله عنه - يقول: «أَحَبُّ إِلَيَّ أَنْ أَنظُرَ القارئ أبيض الثياب»؛ لأَنَّهُ جَمَالُ.

Sebagian orang sibuk dengan perhatiannya untuk berelok diri dengan model pakaian, bahkan meskipun itu hal yang mubah. Akan tetapi, hendaknya perhatian seorang penuntut ilmu tidak terfokus pada keserasian dan model pakaian, model dalam mengenakan guthroh kain penutup kepala mulai lipat satu, lipat dua, tiga sesuai keadaan. Tidak usah terlalu diperhatikan. Akan tetapi, kita juga tidak berkata sebaliknya, tidak perlu memperhatikan diri dan pakaianmu, karena seperti yang telah disebutkan bahwa memperindah pakaian adalah suatu hal yang dicintai Allah. 
Tidak boleh seorang penuntut ilmu berlama-lama di depan cermin hanya agar ingin kelihatan baik. Ini dia Umar bin Khattab yang berkata, "Aku paling suka melihat qari berpakaian putih. Karena terlihat indah."

=======

BAGIAN KESEBELAS

‌‌الإعراض عن مجالس اللغو:

11. Menjauhi Majelis Kesia-siaan

لا تطأ بساط من يغشون في ناديهم المنكر، ويهتكون أستار الأدب، متغابياً عن ذلك، فإن فعلت ذلك، فإن جنايتك على العلم وأهله عظيمة.

Janganlah kamu menjejakkan kaki di atas permadani, dimana orang-orang berbuat kemungkaran di atasnya, merusak sendi-sendi moral, dan berpura-pura tidak tahu akan hal itu. Jika kamu berbuat hal demikian, maka kejahatanmu atas ilmu dan ahlinya sangat besar.

‌‌Syaikh hafizhahullah berkata:
Tidak pantas seorang penuntut ilmu melakukan apa saja yang bertentangan dengan ilmunya.

Perkataan  Mualif rahimahullah,  "Menjauhi Majelis Kesia-siaan", yang disebut sia-sia itu ada dua macam: Pertama, Kesia-siaan yang tidak ada faidahnya, namun juga tidak ada ruginya. Kedua, kesia-siaan yang merugikan.
Adapun untuk yang pertama, maka seorang berakal pasti tidak akan menghabiskan waktunya disitu, karena itu suatu keru- gian besar.
Sementara yang kedua adalah kemungkaran, dan haram hu kumnya menghabiskan waktu di tempat tersebut, karena ia ada- lah kemungkaran yang diharamkan.
Syaikh hafizhahullah mengatakan:
 Perkataan Syaikh  Bakr rahimahullah,  "Jika kamu berbuat demikian, maka kejahatanmu terhadap ilmu dan ahlinya sangatlah besar". Adapun persoalan kejahatan terhadap diri sendiri, maka itu sudah jelas. Maksudnya, jika kita melihat seorang pencari ilmu, duduk di tempat-tempat kemaksiatan, maka kejahatannya terhadap diri sendiri sangatlah jelas. Akan tetapi, bagaimana ia juga disebut telah berperilaku jahat kepada ilmu dan ahlinya? Karena manusia akan berkata: mereka adalah pencari ilmu, mereka adalah ulama, inilah buah dari ilmu, dan sejenisnya. Dengan demikian, ia telah berbuat jahat kepada dirinya, dan juga kepada selainnya.”





TULISAN KESEPULUH
Pembahasan Kitab Hilyah Tholibil Ilmi

Syaikh Prof. Dr. Ziyad al-Abbadiy hafizhahullah mengatakan dalam penjelasan kitab Hilyah Tholibil Ilmi:

BAGIAN KESEBELAS
‌‌الإعراض عن مجالس اللغو:
11. Berpaling dari Majelis Sia-Sia

لا تطأ بساط من يغشون في ناديهم المنكر، ويهتكون أستار الأدب، متغابياً عن ذلك، فإن فعلت ذلك، فإن جنايتك على العلم وأهله عظيمة

Janganlah kamu menjejakkan kaki di atas permadani, dimana orang-orang berbuat kemungkaran di atasnya, merusak sendi-sendi moral, dan berpura-pura tidak tahu bodoh akan hal demikian. Jika kamu berbuat hal demikian, maka kejahatanmu atas ilmu dan ahlinya sangat besar.

Syaikh Ziyad hafizhahullah menjelaskan:

  «الإعْراضُ عن مَجَالِسِ اللَّغْوِ»؛ اللَّغْوِ نَوْعَانِ: لَغْو ليس فِيهِ، فَائِدَةٌ ولا مَضَرَّةٌ، وَلَغْو فِيهِ مَضَرَّةٌ.
أما الأول: فلا يَنْبَغِي لِلْعَاقِلِ أَن يُذْهِبَ وَقْتَهُ فِيهِ؛ لأَنَّهُ خَسَارَةٌ.

Menjauhi Majelis Kesia-siaan", yang disebut LAGHWIY sia-sia itu ada dua macam:
1. Kesia-siaan yang tidak ada faidahnya, namun juga tidak ada ruginya. 
2. kesia-siaan yang merugikan.
Adapun untuk yang pertama, maka seorang berakal pasti tidak akan menghabiskan waktunya disitu, karena itu suatu kerugian besar.

وأَمَّا الثَّانِي: فَإِنَّهُ يَحْرُمُ عليه أن يُمْضِيَ وَقْتَهُ فِيه، لأنه مُنْكَرُ مُحَرَّمٌ. 

Sementara yang kedua adalah kemungkaran, dan haram hu- kumnya menghabiskan waktu di tempat tersebut, karena ia ada- lah kemungkaran yang diharamkan.


والمؤلف كأنَّهُ حَمَلَ التَّرْجَمَةَ على المَعْنَى الثاني، وهو اللَّغْوُ الْمُحَرَّمُ، 

Dan pengarang sepertinya membawa terjemah kesia-siaan pada makna yang kedua, yaitu kesia-siaan yang diharamkan.

وَلا شَكٍّ أَنَّ المَجَالِسَ التي تَشْتَمِلُ على المُحَرَّمِ لا يجوز للإِنْسَانِ أَن يَجْلِسَ فيها؛ لأن الله - تعالى - يقول: ﴿ وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ آيَاتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلَا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذَا مِثْلُهُمْ ﴾ [النساء : ١٤٠].

Tidak ragu lagi, kesia-siaan yang mengandung keharaman tidak boleh didatangi dan duduk di dalamnya, karena Allah berfirman, "Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al-Qur'an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain, karena Sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka." (QS. An-Nisaa: 140). 

فَمَنْ جَلَسَ مَجْلِسَ الْمُنْكَرِ وَجَبَ عليه أن يَنْهَى عَنْ هَذَا الْمُنْكَرِ، فَإِن تَرَكُوهُ فَهَذَا المطلوب، وإن لم تَسْتَقِمْ وأَصَرُّوا على مُنْكِرِهِمْ فَالوَاجِبِ أَن يَنْصِرِفَ، خِلَافًا لما يَتَوَهَّمه بعض العامة من قول الرسول ﷺ: «فإنْ لمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ ) . فيقول: أنا
كَارِهُ هذَا الْمُنْكَرِ فِي قَلْبِي، وهو جَالِسٌ مع أَهْلِهِ.

Barangsiapa yang duduk di majelis kemungkaran, maka ia wajib menghentikan kemungkaran ini. Jika keadaan membaik, maka itulah yang dituju, namun jika keadaan tidak kunjung membaik dan mereka terus melakukan kemungkaran, maka yang wajib ia kerjakan adalah pergi meninggalkan majelis itu. Berbeda dengan dugaan sebagian kaum awam, yang berkata, "bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: "jika tidak mampu, maka dengan hatinya. Dan saya membenci kemungkaran ini di dalam hatiku, dan ia terus duduk bersama ahli majelis itu. 

فيقال له: لو كُنْتَ كَارِهًا له حَقًّا ما جَلَسْتَ مَعَهُمْ؛ لأنَّ الإنسان لا يمكن أن ‌‌الإعراض عن الهيشات:
يَجْلِسَ على مَكْرُوه إلا إذا كَانَ مُكْرَهَا؛ أمَّا شَيْءٌ تَكْرَهُهُ وتَجْلِسُ باختيارك، فإن دَعْوَاكَ كَرَاهَتَهُ ليست صحيحة.

Bagi orang seperti ini kita katakan: jika kamu memang benar-benar membenci kemungkaran itu, niscaya kamu tidak akan duduk bersama mereka, karena manusia tidak akan duduk di dalam majelis, dimana ahlinya sangat tidak ia sukai. Namun, jika kamu membenci sesuatu, kemudian kamu duduk di situ dengan pilihanmu sendiri, maka dakwaan (klaim) kebencianmu sama sekali tidak benar.

وقوله: «فَإِنْ فَعَلْتَ ذَلِكَ فَإِنَّ جِنَايَتَكَ على العِلْمِ وَأَهْلِهِ عَظِيمةٌ؛ أما كونه جناية على نَفْسِهِ فَالأَمْرُ ظَاهِرُ ، فلو رَأَيْنَا طَالِبَ عِلْمٍ يجلس مَجَالِسَ اللَّهْوِ وَاللَّغْو والمنكر، فجنايته على نفسه واضحة وعظيمة، وتكون جناية على العلم وأَهْلِهِ؛ لأن النَّاسَ قد يقولون: هؤلاء طلبة العلم، وهذه نَتِيجَةُ الْعِلْمِ، وما أشبه ذلك، فيكون قَدْ جَنَى عَلَى نَفْسِهِ وَغَيْرِهِ.

"Jika kamu berbuat demikian, maka kejahatanmu terhadap ilmu dan ahlinya sangatlah besar". Adapun persoalan kejahatan terhadap diri sendiri, maka itu sudah jelas. Maksudnya, jika kita melihat seorang pencari ilmu, duduk di tempat-tempat kemaksiatan, maka kejahatannya terhadap diri sendiri sangatlah jelas. Akan tetapi, bagaimana ia juga disebut telah berperilaku jahat kepada ilmu dan ahlinya? Karena manusia akan berkata: mereka adalah pencari ilmu, mereka adalah ulama, inilah buah dari ilmu, dan sejenisnya. Dengan demikian, ia telah berbuat jahat kepada dirinya, dan juga kepada selainnya.

BAGIAN YANG KEDUA BELAS

‌‌الإعراض عن الهيشات

12. BERPALING DARI KEGADUHAN RAME-RAME

التصون من اللغط والهيشات، فإن الغلط تحت اللغط، وهذا ينافي أدب الطلب.
ومن لطيف ما يستحضر هنا ما ذكره صاحب "الوسيط في أدباء شنقيط" وعنه في "معجم المعاجم":
"أنه وقع نزاع بين قبيلتين، فسعت بينهما قبيلة أخرى في الصلح، فتراضوا بحكم الشرع، وحكموا عالماً، فاستظهر قتل أربعة من قبيلة بأربعة قتلوا من القبيلة الأخرى، فقال الشيخ باب بن أحمد: مثل هذا لا قصاص فيه. فقال القاضي: إن هذا لا يوجد في كتاب. فقال: بل لم يخل منه كتاب. فقال القاضي: هذا "القاموس" يعنى أنه يدخل في عموم كتاب - فتناول صاحب الترجمة "القاموس" وأول ما وقع نظره عليه: "والهيشة: الفتنة، وأم حبين، وليس في الهيشات قود"، أي: في القتيل في الفتنة لا يدرى قاتله، فتعجب الناس من مثل هذا الاستحضار في ذلك الموقف الحرج"أهـ ملخصاً.

Menghindari kegaduhan dan keriuhan, karena kekeliruan ada dalam keriuhan, dan ini bertentangan dengan apa yang dicari.
 Ada riwayat yang sangat bagus dalam masalah ini, yaitu sapa yang disebutkan penulis kitab al-Wasîth fi Adibba' al- Syanqith" dan juga dari beliau dalam Mu'jam al-Ma'ajim: bahwasannya telah terjadi perselisihan antara dua kabilah, kemudian kabilah lain berupaya untuk mendamaikan me- reka, merekapun lalu ridha dengan hukum syariat. Seorang alim kemudian menjadi hakim atas mereka, lalu ia memutuskan untuk menghukum bunuh 4 orang dari kabilah se- bagai ganti 4 orang yang telah terbunuh di kabilah lain. Lalu Syaikh Babu bin Ahmad berkata, "Kasus seperti ini tidak ada qisas di dalamnya." Namun si Qadhi menjawab, "Pendapat Anda ini sama sekali tidak ada dalilnya." Syaikh Babu bin Ahmad berkata, "Justru ada pada semua kitab." Qadhi berkata, "Lihat kamus ini. (maksudnya, kamus ini juga termasuk dalam kategori kitab secara umum)." Kemudian Syaikh Babu mengambil buku itu, dan yang pertama kali ia lihat dalam kamus itu adalah: al-haisyah (keg- aduhan): fitnah, ummu hubain, dan pada kegaduhan tidak ada qisas. Maksudnya, yang terbunuh dalam fitnah, tidak diketahui pembunuhnya. Orang-orang pun menjadi ter- cengang atas pengajuan bukti ini pada saat krtitis seperti itu. Secara ringkas..

Syaikh hafizhahullah memberikan penjelasan:
Tidak ada Qowamish – jamak dari Qomush, itu adalah kitab dari  Fairuz Abady yaitu al-Qomush al Muhith,  Yang benar adalah Ma’ajim – jamak dari mu’jam.
Faidah:
Ibnu Faris – Mu’jam Maqooyish Lughoh.
Tertib Kamus Fairuz Abady
Diambil dari kata yang paling akhir
Seperti ضرب  maka diambil huruf paling akhir yaitu ب   kemudian di bab ض 
Tertib Lisan arab, lebih mudah dari tertib Kamus Fairuz Abady
Diambil dari kata yang paling huruf awal baru kemudian huruf yang kedua.
Artinya disini adalah salah sangka dan dijelaskan dengan ilmiyah:
 Al- haisyah adalah fitnah, Ummu Hubain, dan dalam haisyah tidak ada qisas. Maka ia menegaskan dari kitab kamus bahwa kepu tusan Qadhi bahwa 4 orang harus diqisas untuk 4 orang adalah keliru. Inilah makna kisah ini. Orang-orang pun merasa takjub dengan cara pembuktian dalam situasi yang kritis ini. Selesai sudah ringkasan cerita ini. Intinya, kegaduhan pasar adalah fitnah dan Ummu Hubain. 

القتل خمسة أنواع: عمد، وشبه عمد، وخطأ، وما جرى مجرى الخطأ، والقتل بالتسبب. 

Pembunuhan terdiri dari lima jenis: sengaja direncanakan, semi-disengaja, salah, apa yang terjadi dalam proses kesalahan, dan pembunuhan karena sebab-akibat.

Siapa yang tahu, siapakah Ummu Hubain? Ia adalah binatang kecil, akan tetapi mirip dengan kumbang. Meskipun tidak termasuk binatang yang kuat, ia adalah binatang kecil dari jenis serangga.

Faidah dari Syaikh hafizhahullah adalah:
Perbedaan antara Ghobiy dan Mutaghobiy – 
Bodoh dan Orang yang pandai tapi berlagak tidak tahu.

Bait Syair

"ليس الغبي بسيد في قومه وإنما سيد القوم المتغابي"

Orang bodoh (GHOBIY) itu tidaklah pantas menjadi petinggi suatu kaum, namun sesungguhnya petinggi kaum itu adalah orang yang pandai namun berlagak tidak tahu (MUTAGHOBIY).

Artinya orang yang pandai itu tidak semua harus mendetailkan suatu permasalahan ketika dia mengurus banyak yang dipimpinnya. Seperti seorang kepala rumah tangga maka dia tidak perlu mengurus semua urusan rumahnya dengan detail sehingga menghabiskan energi lebih dari yang seharusnya padahal itu tidaklah suatu yang penting.

Bersambung InSya Allah


Kamis, 25 April 2024

RENDAH HATI



Bagian Kelima
Pembahasan Kitab Hilyah Tholibil Ilmi

Syaikh Prof. Dr. Ziyad al-Abbadiy hafizhahullah mengatakan dalam penjelasan kitab Hilyah Tholibil Ilmi:

Bagian Kelima
خفض الجناح ونبذ الخيلاء والكبرياء:
تحل بآداب النفس، من العفاف، والحلم، والصبر، والتواضع للحق، وسكون الطائر، من الوقار والرزانة، وخفض الجناح، متحملاً ذل التعلم لعزة العلم، ذليلا للحق.

5. Rendah Hati, Menghancurkan Sifat Takabur dan Angkuh 
Hiasilah dirimu dengan adab-adab hati, seperti kehormatan, kebijaksanaan, kesabaran, rendah hati terhadap kebenaran, bersikap tenang, berwibawa dan sanggup menahan semua derita saat belajar untuk kemuliaan ilmu serta tunduk pada kebenaran.

Syaikh hafizhahullah menjelaskan:
Ucapan Syaikh Bakr, "Hiasilalı dirimu dengan adab-adab hati. seperti kehormatan, kebijaksanaan, kesabaran, rendah hati ter hadap kebenaran", karena memang keadaan mengharuskan demikian. Hendaklah ketika menuntut ilmu menumbuhkan sikap iffah (menahan diri) terhadap apa yang ada di tangan manusia dan iffah dari memandang hal yang diharamkan. Sementara kebijaksanaan berarti tidak bersegera menjatuhkan hukuntan terhadap seseorang yang berbuat buruk kepadanya, sabur terhadap gangguan yang dia dengar dari manusia secara untum, maupun dari rekan-rekannya seperjuangannya sendiri, atau mungkin dari gurunya sendiri. Bersabarlah. Kemudian bersikap rendah hati terhadap kebenaran dan juga terhadap makhluk.
Rendah hati terhadap kebenaran, berarti kapan pun kebenaran sudah tampak jelas baginya, maka ia akan tunduk dan tidak mencari sesuatu yang lain sebagai gantinya. Demikian pula rendah hati terhadap makhluk, berapa banyak murid yang justeru membuka jalan pengetahuan bagi gurunya, padahal sebelumnya sang guru tidak menyadarinya, karena itu, janganlah memandang remeh sesuatu apa pun.
Perkataan berikutnya, "bersikap tenang, berwibawa dan rendah hati.” Seorang penuntut ilmu wajib menjauhkan diri dari hal-hal yang menghancurkan harga dirinya, baik dalam cara berjalan, atau dalam interaksinya dengan manusia. Selain itu, juga tidak banyak tertawa keras yang mematikan hati dan menghilangkan wibawa", akarı tetapi ia tetap bersikap tenang, tawadhu dan beretika yang sesuai dengan etika seorang penuntut ilmu.
Menderita untuk belajar, artinya kamu mencari kemuliaan dengan ilmu. Semua penderitaan saat belajar sesungguhnya akan membuahkan hasil yang baik,
Syaikh hafizhahullah menambahkan penjelasan:

ينبغي أن يكون الإنسان متحليا بأداب النفس من ذلك جميعا،  لأن المقام يقتضي عند طالب العلم أن يكون عفيفا
 عفة عما في ايدي الناس،  وعفة عن النظر إلى الحرام،  وحلم لا يعاجل بالعقوبة إذا أساء إليه أحد
 وصبر على ما يحصل له من الأذى،  هذه الصفات صفات طالب العلم. أما أن يكون غضوبا جهولا إذا تكلم معه بكلمة يقوم ويسب ويشتم ويمد يده  هذا ليس بطالب العلم

Hendaknya seseorang mempunyai akhlak yang baik dalam semua itu, sebab kedudukan seorang penuntut ilmu mengharuskannya menjaga diri dari akhlak yang jelek.   Pantang (berharap) terhadap apa yang ada ditangan manusia, pantang melihat apa yang diharamkan, dan sabar yaitu tidak terburu-buru memberikan hukuman apabila ada yang menyinggung perasaannya.
  Dan bersabarlah terhadap musibah yang menimpanya. Inilah ciri-ciri orang yang mencari ilmu. Adapun dia yang marah dan cuek, jika ada perkataan yang diucapkan kepadanya berdiri, menghina, memaki, dan mengulurkan tangannya. Ini bukanlah  akhlak orang yang mencari ilmu.

وعليه، فاحذر نواقض هذه الآداب، فإنها مع الإثم تقيم على نفسك شاهداً على أن في العقل علة، وعلى حرمان من العلم والعمل به، فإياك والخيلاء، فإنه نفاق وكبرياء، وقد بلغ من شدة التوقي منه عند السلف مبلغاً.
ومن دقيقه ما أسنده الذهبي في ترجمة عمرو بن الأسود العنسي المُتوفى في خلافة عبد الملك بن مروان رحمه الله تعالى: أنه كان إذا خرج من المسجد قبض بيمينه على شماله، فسئل عن ذلك؟ فقال: مخافة أن تنافق يدي.
قلت: يمسكها خوفاً من أن يخطر بيده في مشيته، فإن ذلك من الخيلاء (1) اهـ

Dengan demikian, hati-hatilah terhadap hal yang bisa menghancurkan etika ini. Karena hal itu akan membawa dosa dalam dirimu dan menunjukkan adanya kecacatan dalam akalmu serta membuatmu terhalang dari ilmu dan amal. Hindarilah sikap angkuh, karena ia adalah sifat mu nafik dan takabur. Dan para ulama salaf telah memberi kan contoh perjuangan menghindari hal-hal demikian.
Syaikh hafizhahullah menjelaskan:
الخيلاء (sombong) ini bisa terjadi pada seseorang yang tengah menuntut ilmu, orang yang banyak kekayaannya dan orang yang cerdas pemikirannya. Demikian pula dalam se tiap nikmat yang dianugerahkan Allah kepada hamba, mungkin tumbuh dalam dirinya sifat sombong. Sombong adalah merasa kagum terhadap diri sendiri dengan ditampakkan melalui anggota badan, sebagaimana dalam hadits, "barangsiapa yang mengulurkan pakaiannya karena rasa sombong. Jika ujub hanya terjadi di dalam hati saja, maka الخيلاء (sombong) sudah ditampak efeknya melalui anggota badan.
Perkatan Syaikh Bakr rahimahullah, "karena hal itu termasuk munafik dan takabbur, sangat jelas. Adapun disebut munafik karena manusia itu menampilkan penampilan yang jauh lebih besar daripada ukuran yang sebenarnya. Demikianlah orang munafik, ia akan menampilkan dirinya sebagai seorang yang tulus, padahal tidak seperti itu.
Untuk memahami lebih dalam, lihatlah riwayat Al-Dzahabi mengenai perjalanan hidup Amru bin Aswad al-Unsi yang wafat pada masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan -rahimahullah-bahwasanya ia jika keluar dari masjid, ia selalu menekan tangan kirinya dengan tangan kanan. Lalu ia ditanya mengenai hal itu, dan ia menjawab, "Aku takut tanganku berbuat munafik."
Allahu Akbar, siapakah yang berbicara Al-Dzahabi rahimahullah.
Aku berkata: ia memegangnya karena takut tangannya bergerak saat berjalan, karena hal itu termasuk sikap sombong
Penjelasan
Yang dimaksud tangannya bergerak adalah membuat gerakan tertentu yang menunjukkan si empunya memiliki sifat sombong. Karena itu, ia memegang tangan kiri dengan tangan tangan kanannya agar tidak bergerak.
Syaikh hafizhahullah menambahkan penjelasan:

لا مانع أن يضحك  ويبتسم ولكن باعتدال وكل شيء يزيد عن حده ينقلب إلى ضده،  كما قال ما كان رسول الله يكثر c  ورفع الصوت في ذلك

Tidak ada salahnya dia tertawa dan tersenyum, namun secukupnya saja, dan segala sesuatu yang melebihi batasnya menjadi kebalikannya, sebagaimana beliau bersabda: Rasulullah  ﷺ tidak sering meninggikan suaranya dalam hal itu.
 
‌‌واحذر داء الجبابرة: (الكبر) ، فإن الكبر والحرص والحسد أول ذنب عصى لله به  ، فتطاولك على معلمك كبرياء، واستنكافك عمن يفيدك ممن هو دونك كبرياء، وتقصيرك عن العمل بالعلم حمأة كبر، وعنوان حرمان.
العلم حرب للفتى المعالي … ... كالسيل حرب للمكان العالي

Berhati-hatilah kalian dengan racun ketakabburan, karena sesungguhnya sikap takabbur, tamak dan iri dengki adalah dosa pertama yang diperbuat makhluk terhadap Allah.
Perdebatan dengan gurumu adalah takabbur, keengganan- mu meraih manfaat dari orang yang lebih rendah darimu adalah takabbur, dan kekuranganmu dalam mengamalkan ilmu adalah kesombongan dan tanda diharamkannya ilmu itu darimu.
Ilmu adalah musuh bagi pemuda yang tinggi hati Sebagaimana aliran air adalah musuh bagi tempat yang tinggi.

Bersambung inSya Allah


KHONAAH DAN ZUHUD

Oleh Ustadz Zaki rahkmawan

Tulisan Keenam
Pembahasan Kitab Hilyah Tholibil Ilmi

Syaikh Prof. Dr. Ziyad al-Abbadiy hafizhahullah mengatakan dalam penjelasan kitab Hilyah Tholibil Ilmi:

BAGIAN KEENAM
‌‌القناعة والزهادة:

6. Qana'ah dan Zuhud


التحلي بالقناعة والزهادة، وحقيقة الزهد  : "الزهد بالحرام، والابتعاد عن حماه، بالكف عن المشتهات وعن التطلع إلى ما في أيدي الناس".

Selanjutnya, hendaknya ia berhias diri dengan sifat zuhud dan qana'ah. Hakikat zuhud adalah zuhud dalam hal yang haram dan menjauhi ladangnya dengan mengekang diri dari hal yang syubhat dan mengintip apa yang ada di tangan manusia.


ويؤثر عن الإمام الشافعي رحمه الله تعالى (2) :
"لو أوصى إنسان لأعقل الناس، صرف إلى الزهاد".
وعن محمد بن الحسن الشيباني رحمه الله تعالى لما قيل له: ألا تصنف كتابا في الزهد؟ قال:
"قد صنفت كتاباً في البيوع" (3) .
يعنى: "الزاهد من يتحرز عن الشبهات، والمكروهات، في التجارات، وكذلك في سائر المعاملات والحرف" اهـ.
وعليه، فليكن معتدلاً في معاشه بما لا يشينه، بحيث يصون نفسه ومن يعول، ولا يرد مواطن الذلة والهون.
وقد كان شيخنا محمد الأمين الشنقيطى المتوفى في 17/12/1393هـ رحمه الله تعالى متقللاً من الدنيا، وقد شاهدته لا يعرف فئات العملة الورقية، وقد شافهني بقوله:
"لقد جئت من البلاد - شنقيط - ومعي كنز قل أن يوجد عند أحد، وهو (القناعة) ، ولو أردت المناصب، لعرفت الطريق إليها، ولكني لا أوثر الدنيا على الآخرة، ولا أبذل العلم لنيل المآرب الدنيوية".
‌‌

Syaikh hafizhahullah menjelaskan: “Berhias diri dengan sifat qana'ah adalah salah satu hal ter- penting bagi penuntut ilmu, yaitu merasa puas dengan apa yang telah diberikan Allah kepadanya, tidak menuntut agar setara dengan barisan orang-orang kaya dan mewah, sehingga ia me maksakan diri untuk membiayai beban makanan, minuman, pakaian dan tempat tidur, lalu pundaknya dipenuhi dengan be- ban utang. Ini adalah keliru. Yang benar, wajib atasmu bersikap qanaah, karena ia adalah bekal seorang muslim.

Syaikh hafizhahullah menjelaskan masalah zuhud:

وأما الزهادة فيقول: «الزُّهْدُ بالحَرَامِ، والابتعاد عن حماه؛ بالكف عن المُشْتَبِهَاتِ كَأَنَّهُ أراد بالزهد هنا الورع؛ لأن هناك ورعًا وَزُهْدًا، والزُّهْدُ أعلى مقاما من الوَرَعِ؛ لأنَّ الوَرَعَ: ترك ما يَضَرُّ في الآخرة، والزهد: تَرْكُ ما لا يَنْفَعُ في الآخرة.

"Hakikat zuhud adalah zuhud dalam hal yang haram dan menjauhi ladangnya dengan mengekang diri dari hal yang syubhat, terkesan bahwa yang beliau maksud dengan zuhud di sini adalah wara, karena disana ada istilah wara dan zuhud. Adapun zuhud lebih tinggi tingkatannya daripada wara, karena wara' adalah meninggalkan semua hal yang merugikan di akhirat, sementara zuhud meninggalkan apa yang tidak bermanfaat di akhirat. 

Perbedaan Zuhud dan Wara’:

والفرق بينهما في المرتبة التي ليس فيها ضَرَرٌ وليس فيها نَفْعُ، فالورع لا يَتَحَاشَاهَا، والزاهد يَتَحَاشَاهَا ويتركها؛ لأنه لا يريد إلا ما ينفعه في الآخرة.

Keduanya memiliki perbedaan, yaitu pada sesuatu yang tidak bermanfaat dan tidak merugikan, dimana wara tidak menjauhi hal ini, sementara. zuhud akan menghindari dan meninggalkannya, karena ia hanya menginginkan apa yang bermanfaat bagi kehidupan akhirat.


[١] يعني لو قال في الوَصِيَّةِ : أَوْصَيْتُ لأعْقَلَ النَّاسِ يُصْرَفُ إلى الزُّمَّادِ؛ لأن الزهاد هم أعقل الناس، حيث تجنبوا ما لا يَنْفَعُهُمْ في الآخرة.

Syaikh Mualif rahimahullah mengatakan:
Diriwayatkan dari Imam Syafi'i"-Rahimahullah- bahwa jika manusia diwasiatkan agar datang kepada orang yang paling berakal, tentulah orang itu akan ditunjukkan kepada ahli zuhud.
Jika seseorang berkata: aku diwasiatkan agar datang pada manusia yang paling berakal. Ditunjukkan pada siapa? Tentu Ahli Zuhud, karena mereka adalah manusia paling berakal, di mana mereka menjauhi hal yang tidak bermanfaat bagi akhirat mereka. 

Syaikh Ziyad hafizhahullah menjelaskan:

من ازهد الناس? يعلق شيخنا ابن عثيمين يقول هذا كلام الامام الشافعي ربما يكون أمانة لكن ربما يختلف هذا بعرف الناس  ولذلك يقول هذا الذي قاله الامام الشافعي ليس على اطلاقه؛ لأن الوصايا، والأوقاف، والهِبَاتِ والرُّهُونَ، وغيرها ترجع إلى مَعْنَاهَا فِي العُرْفِ . فإذا كان أعقل الناس في عُرْفِنَا هم الزُّهَّادُ صُرِفَ لهم ما أَوْصَى بِهِ لِلزُّهَّادِ، وإذا كان أعقل النَّاسِ هُمْ ذَوُوا المَرُوءَةِ ، والوَقَارِ ، والكَرَمِ في المال والنَّفْسِ، صُرِفَ إليهم.

Siapakah orang yang paling zuhud? Syaikhuna Ibnu Utsaimin rahimahullah memberikan ta’liq dengan mengatakan, “Apa yang dikatakan Imam Syafi'i  bisa jadi merupakan amanah, bisa jadi berbeda dengan ‘urf (kebiasaan) orang-orang, oleh karena itu beliau rahimahullah mengatakan perkataan Imam as-Syafi’i tidaklah berlaku secara mutlak. Karena wasiat, wakaf, hibah, gadai dan sebagainya harus dikembalikan pada kebiasaan. Jika dalam adat mereka yang disebut manusia paling berakal adalah ahli zuhud, maka wasiat mereka diserahkan kepadanya. Jika secara adat yang dimaksud manusia paling berakal adalah manusia yang memiliki kehormatan, wibawa, dan kemuliaan dalam harta dan jiwa, maka wasiat itu pun dititipkan kepadanya.

Dengan demikian, wajib atasnya untuk hidup secara wa jar, namun tidak terhina, dimana ia bisa menjaga diri dan orang yang menjadi tanggungannya, serta tidak pernah mendatangi tempat-tempat kehinaan dan kerendahan. Guru kami, Muhammad Amin Al-Syanqiti yang wafat pada tanggal 17/12/1393 H, adalah seorang yang minimalis dalam masalah dunia, aku telah menyaksikannya tidak mengetahui jenis mata uang. Beliau berbicara kepadaku, "aku datang dari suatu negeri Syanqit, dan aku memba wa bekal yang jarang dimiliki manusia, yaitu qana'ah. Jika aku menginginkan jabatan, maka aku tahu jalan menuju kepadanya, akan tetapi, aku tidak akan mengutamakan dunia daripada akhirat dan aku tidak akan mengerahkan ilmuku untuk kesenangan dunia." Semoga Allah merahmatinya dengan rahmat yang sangat luas, amin,

Syaikh Ziyad hafizhahullah menjelaskan:
Syaikh Amin al-Syanqithi rahimahullah adalah guru dari Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin rahimahullah, dimana guru lainnya adalah Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah.

ما هو أعظم كنز؟ وهو القناعة، ولو أردت المناصب لعرفت الطريق إليها ولكني لا أوثر الدنيا على الاخرة  ولا أبذل العلم لنيل المآرب الدنيوية  فرحمه ورحمة واسعة

Harta apa yang paling besar? Itu adalah Qona’ah, dan jika aku menginginkan kedudukan, aku pasti tahu jalan menuju ke sana, namun aku tidak lebih mengutamakan dunia dibandingkan akhirat, dan aku tidak mengorbankan ilmu untuk mencapai tujuan duniawi, maka Allah memberikan kasih sayang kepadanya dan rahmat-Nya luas.

 هذا الكلام من الشيخ الشنقيطي وأشباهه من أل العلم لا يريدون بذلك تزكية أنفسهم، إنما يريدون نفع الحق فنتعلم مما كانت تجربة في حياتهم

Kata-kata ini berasal dari Syaikh Al-Syanqiti rahimahullah dan orang-orang seperti dia dari orang-orang yang berilmu. Mereka tidak ingin menyucikan diri mereka, melainkan ingin mengambil manfaat dari kebenaran dari akhlaq mereka, jadi kita belajar dari pengalaman hidup mereka.

فرحمة الله على علمائنا رحمة واسعة وقد شاهدت ذلك في شيخنا الالباني رحمه الله ورأينا هذا في الشيخ ابن باز ورأينا هذا في الشيخ ابن عثيمين كانوا من ناس في دنياهم رأيناهم الشيخ ابن باز رحمه الله كان يأخذ راتبا عاليا لا يأتي اخر الشهر ومعه شيء منه كله في طلبة العلم ينفقه لا يأتي احد يسأله شيئا الا ويعطيه،  وهكذا لا يتعلق لا يأتي أخر الشهر وعنده شيء من راتبه،  ورأينا شيخنا ابن عثيمين في بيته المتواضع في عنيزة  كيف كان وتأتي الملوك يزورونه في بيته المتواضع حتى بني له بيت اجود من البيت الذي كان أولا ولكن ليس بتلك الفخامة وتلك كانوا جهالا في هذا الباب رحمهم الله 

Semoga Allah memberikan kasih sayang kepada ulama kita, dan saya melihat ini pada Syaikh Al-Albani, rahimahullah, dan kami melihat juga fenomena qonaah ini ada pada Syaikh  Ibnu Baz,  rahimahullah dan kami melihat ini pada Syaikh  Ibnu Utsaimin  rahimahullah. Tidak ada seorangpun yang datang untuk meminta sesuatu kecuali dia (Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah) memberikannya. Maka, dia tidak terikat. Dia tidak datang pada akhir bulan dan tidak ada gajinya rumahnya yang sederhana di Unayzah, bagaimana keadaannya, dan raja-raja akan datang dan mengunjunginya di rumahnya yang sederhana sampai ada sebuah rumah dibangun untuknya yang lebih baik daripada rumah yang ada pada awalnya dalam hal ini, rahimahumullah.

وبيت الالباني وهو بجانب بيتي بجانب بيتي يعني بيت متواضع ليس بشيء يعني كثير بتواضع جدا يعني  رحم الله علماءنا الكبار  كانوا من أزهد الناس في هذا فإذا دخلت الفلوس عند طالب العلم خاصة في بدايات الطلب ضاع علمه وانشغل في الدنيا ولن تأتيه من الدنيا إلا ما كتب الله له في وقته نسأل الله السلامة والمعافاة

Dan rumah Syaikh Al-Albani rahimahullah yang di sebelah rumah saya, di sebelah rumah saya, artinya rumah sederhana, tidak ada, artinya banyak, sangat rendah hati, artinya semoga Allah mengasihani ulama-ulama besar kita, mereka termasuk yang paling zuhud dalam hal ini. Jika uang masuk ke dalam diri pencari ilmu, apalagi di fase  awal pencariannya, maka ilmunya akan hilang dan dia akan sibuk dengan dunia, dan tidak ada yang datang kepadanya dari dunia kecuali apa yang telah Allah tetapkan pada masanya, kita memohon kepada Allah keselamatan dan perlindungan.



TULISAN KETUJUH
Pembahasan Kitab Hilyah Tholibil Ilmi

Syaikh Prof. Dr. Ziyad al-Abbadiy hafizhahullah mengatakan dalam penjelasan kitab Hilyah Tholibil Ilmi:

 BAGIAN 7


‌‌التحلي برونق العلم:
التحلي بـ (رونق العلم) حسن السمت، والهدى الصالح، من دوام السكينة، والوقار، والخشوع، والتواضع، ولزوم المحجة، بعمارة الظاهر والباطن، والتخلي عن نواقضها.

7. Berhias Diri dengan Keindahan Ilmu
Berkepribadian baik dan tingkah laku yang terpuji seperti merutinkan ketenangan, wibawa, khusyuk, tawadhu, fokus kepada tujuan dengan lahir maupun batin serta menjauhkan diri dari hal-hal yang berseberangan dengan- nya.

Syaikh hafizhahullah menjelaskan. “Sesungguhnya kepribadian yang baik dan tingkah. laku yang terpuji seperti merutinkan/mendawamkan ketenangan, wibawa, khusyuk, tawadhu, telah disebutkan sebelumnya, dan seorang pencari ilmu haruslah menjadi suri teladan yang baik dalam hal- hal tersebut.”

وعن ابن سيرين رحمه الله تعالى قال: "كانوا يتعلمون الهدى كما يتعلمون العلم".

Dari ibnu Sirin rahimahullah, ia berkata: mereka mem-pelajari adab tingkah laku sebagaimana mereka mempelajari ilmu.

وعن رجاء بن حيوة رحمه الله تعالى أنه قال لرجل: "حدثنا، ولا تحدثنا عن متماوت ولا طعان".
رواهما الخطيب في "الجامع"، وقال : "يجب على طالب الحديث أن يتجنب: اللعب، والعبث، والتبذل في المجالس، بالسخف، والضحك، والقهقهة، وكثرة التنادر، وإدمان المزاح والإكثار منه، فإنما يستجاز من المزاح بيسيره ونادره وطريفة، والذي لا يخرج عن حد الأدب وطريقة العلم، فأما متصلة وفاحشة وسخيفه وما أوغر منه الصدور وجلب الشر، فإنه مذموم، وكثرة المزاح والضحك يضع من القدر، ويزيل المروءة" اهـ.

Dari Roja’ bin Haiwah" rahimahullah bahwa ia berkata kepada seorang lelaki, "Ceritakanlah hadits kepadaku dan janganlah menceritakannya kepadaku dari orang yang malas dan kerap menghujat." Kedua riwayat ini dilansir oleh Khatib al-Baghdadi dalam kitab Al-Jami, Dan beliau pun berkata:  “Wajib atas pencari hadits untuk menjauhi senda gurau, kesia-siaan, bersikap memalukan di dalam majelis dengan kepandiran, tertawa terbahak-bahak, banyak bergurau dan bercanda. Hal-hal demikian hanya boleh dilakukan sesekali saja dalam porsi yang sedikit dan tidak keluar dari batasan etika dan cara mencari ilmu. Adapun canda dan kelakar yang buruk, terus-menerus, mengundang kemarahan dan keburukan, maka itu adalah tercela. Terlalu banyak bercanda dan tertawa akan menurunkan wibawa dan menghilangkan kasih sayang.

Syaikh Ziyad hafizhahullah menjelaskan:

كنا نخرج مع شيخنا الألباني رحلات ونذهب لكن رحلة نسميها رحلة العلم لكن هي درس علمي يعني لكم مثالا في احدى رحلاتنا مع شيخنا وكنت أذهب كثيرا مع شيخنا الالباني في مثل هذا سجل للشيخ في هذه الرحلة ستة أشرطة ست ساعات 

Kami biasa pergi melakukan perjalanan bersama Syaikh Al-Albani rahimahullah dan kami selalu ikut pergi tapi perjalanan itu kami sebut perjalanan ilmu, namun itu adalah pelajaran ilmiah. Maksud saya, bagi Anda, contohnya ada di salah satu perjalanan kami bersama Syaikh Al-Albani rahimahullah. Saya sering bepergian dengan Syaikh Al-Albani rahimahullah untuk hal-hal seperti ini. Ada yang merekam perjalanan ilmu tersebut sebanyak enam kaset selama enam jam dalam perjalanan ini.

والشيخ يتكلم هذي الرحلة تبعث رحلة الشيخ حتى الرحلة النزهة يعني تذهب تحت شجرة وهي كلها تسجيل وعلم ستة أشرطة في إحدى الرحلات وقس على ذلك كثيرا من الشيخ لا يتكلم إلا تسجل وكان يجلس ويسأل، أذكر في إحدى المجالس سئل الشيخ سؤالا واحدا وما سني ساعة ونصف إجابة لهذا السؤال رحمة الله على الشيخ.  وكانت الزيارة لإحد إخواننا،  وانتشر هذا الشريط انتشارا عجيبا

Dan Syaikh berbicara tentang perjalanan ini, yaitu Rihlahnya Syaikh, bahkan rihlah tamasya, artinya engkau pergi ke bawah pohon, yang semuanya direkam, dan dia mengajarkan enam kaset dalam salah satu rihlah. “Syaikh tidak berbicara kecuali direkam, dan dia biasa duduk dan bertanya. Saya ingat di salah satu pertemuan, Syaikh ditanyai satu pertanyaan, dan beliau tidak menghabiskan waktu satu setengah jam untuk menjawab pertanyaan ini. semoga Allah mengampuni Syaikh . Kunjungan tersebut dilakukan ke salah satu saudara kita, dan rekaman ini menjadi viral populer.

 في هذا هؤلاء العلماء يستغلون الوقت حتى في الرحلات علم هذا.
هذه الثمرة تخيلوا في سنوات معدودات ستة الاف شريط تسجل للشيخ،  في رحلاته الشيخ ما كان يدرس في مسجد،  ولا كان يدرس في مكان معين دروسا محددة،  هذه الستة الاف كانت في رحلاته 

Dalam hal ini, para ulama ini memanfaatkan ilmu ini bahkan dalam perjalanan. Inilah buah dari ilmu. Bayangkan, dalam beberapa tahun, enam ribu kaset direkam untuk Syaikh. Selama perjalanannya, Syaikh tidak mengajar di masjid, dan Beliau rahimahullah juga tidak mengajar pelajaran khusus di tempat tertentu. Enam ribu kaset ini sedang dalam on the way perjalanannya.

 في سجل كل شيء يقوله الشيخ ستة الاف شريط،  تسجل في مثل هذا هكذا العلم ينبغي أن يكون رحمة الله على علمائنا الكبار وقد قيل من اكثر من شيء عرف به فتجنب هاتيك السقطات في مجالس ومحادثتك وبعض من يجهل يظن ان التبسط في هذا اريحية فكل كلامه نكت ومزاح وضحك وقهقهة هل هذا طالب علم? التوسع في هذا الباب خطر،  والنبي حذرنا عليه الصلاة والسلام،  ولا تكثر الضحك،  فان كثرة الضحك تميت القلب.

Ada enam ribu kaset yang mencatat semua yang dikatakan Syaikh rahimahullah. Ilmu bisa direkam dalam kondisi seperti itu selayaknya karena kasih sayang Allah kepada para ulama besar kita, dan telah disebutkan lebih dari satu hal yang diketahuinya, maka hindarilah jebakan-jebakan ini dalam silaturahmi dan perbincangan kalian bahwa akan lebih mudah untuk bersikap sederhana tentang hal ini, karena semua kata-katanya adalah bisa jadi lelucon, gelak, tawa, dan apakah ini akhlak seorang penuntut ilmu? Memperluas kondisi seperti ini  (gelak, tawa, lelucon dan lainnya) berbahaya, dan Nabi ﷺ memperingatkan kita untuk tidak terlalu banyak tertawa, karena terlalu banyak tertawa dapat membunuh hati.
Sebagaimana hadits:

لا تُكثِرْ الضحِكَ، فإنَّ كثرةَ الضحِكِ تُميتُ القلبَ

Jangan engkau banyak tertawa karena sesungguhnya terlalu banyak tertawa dapat mematikan hati. (HR. at-Tirmidzi no. 2305, Ibnu Majah no. 4217, Ahmad no. 8095, hasan).

وقد قيل: "من أكثر من شيء، عرف به".  فتجنب هاتيك السقطات في مجالستك ومحادثتك. وبعض من يجهل يظن أن التبسط في هذا أريحية. وعن الأحنف بن قيس قال: "جنبوا مجالسنا ذكر النساء والطعام، إني أبغض الرجل يكون وصافاً لفرجه وبطنه". 

Dikatakan: barangsiapa yang memperbanyak sesuatu, maka ia akan dikenali karenanya. Karena itu, berhati- hatilah agar kamu tidak terjatuh dalam hal yang meng hancurkanmu di dalam majelis dan percakapanmu. Sebagian orang bodoh mengira bahwa meluangkan waktu untuk hal ini merupakan penyegaran pikiran. Dari Ahnaf bin Qais berkata, "hindarkan majelis kami dari menyebut soal perempuan dan makanan, karena aku adalah laki-laki yang paling benci disifati dengan perihal kemaluan dan perutnya." (as-Siyar 4/94)

أمير المؤمنين عمر بن الخطاب رضى الله عنه في القضاء: "ومن تزين بما ليس فيه، شانه الله . 

Amirul Mukminin Umar bin Khattab Radhiyallahu 'anhu berkata: “Barangsiapa yang berhias diri dengan apa yang tidak ada pada dirinya, niscaya Allah akan menghinakannya.”

Syaikh hafizhahullah menjelaskan:
dalam kitab "Al-Muhaddats Al-Mulham": Muhaddats maksudnya Umar bin Khattab Radhiyallahu 'anhu. Karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Jika di antara kalian ada muhaddats, maka tentulah itu Umar."  Sementara yang dimaksud dengan al-mulham, seolah-olah ia diberikan ilham oleh Allah dan seolah-olah ia diajak bicara dengan wahyu. 
Dan apa yang disebutkan oleh Umar radhiallahu’anhu sesuai dengan hadits Nabi ﷺ

Dari Aisyah radhiallahu’anha, ia berkata:

أنَّ امْرَأَةً قالَتْ: يا رَسولَ اللهِ، أَقُولُ إنَّ زَوْجِي أَعْطَانِي ما لَمْ يُعْطِنِي فَقالَ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ: المُتَشَبِّعُ بما لَمْ يُعْطَ، كَلَابِسِ ثَوْبَيْ زُورٍ

“Ada seorang wanita, ia berkata: wahai Rasulullah, saya pernah mengatakan kepada orang lain bahwa suami saya memberikan sesuatu kepada saya, padahal itu tidak pernah diberikan. Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: orang yang berbangga dengan sesuatu yang tidak pernah ia dapatkan, bagaikan menggunakan dua pakaian kedustaan” (HR. Muslim no. 2129).



Faidah tambahan:
Apapun yang kita lakukan karena Allah, dan disetiap waktu terdapat semangat untuk senantiasa berbagai fawaid dan kebaikan, maka tentunya waktu itu akan menjadi barokah. Dan sebaliknya. Contoh tentang kaset tanya Jawab Syaikh al-Albani rahimahullah yaitu serial kaset Silsilah al-Huda wan Nuur, Fatawa Jeddah, Fatawa Emirate itu adalah termasuk Rekaman tanya jawab dari Syaikh al-Albani rahimahullah yang sarat dengan faidah ilmu syar’i.

Bersambung InSya Allah


Rabu, 24 April 2024

PERHIASAN BAGI PENUNTUT ILMU


DaurahSyar_iyyah_Batu_23
Oleh : Ustadz Zaki Rakhmawan hafizhahullah. 
Bagian Pertama

Pendahuluan dari  Penjelasan kitab Hilyah Tholibil Ilmi
Oleh Syaikh Prof. Dr. Ziyad al-‘Abadi hafizhahullah.

Syaikh hafizhahullah  menyebutkan hadits yang mulia:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


{ إِنَّ الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ مَلْعُونٌ مَا فِيهَا إِلَّا ذِكْرُ اللَّهِ وَمَا وَالَاهُ وَعَالِمٌ أَوْ مُتَعَلِّمٌ }

“Dunia itu terlaknat dan segala yang terkandung di dalamnya pun terlaknat, kecuali orang yang berdzikir kepada Allah, yang melakukan ketaatan kepada-Nya, seorang ‘alim atau penuntut ilmu syar’i.” (HR. at-Tirmidzi no. 2322, Ibnu Majah. No. 4112 lihat Shohih at-Targhib no. 3244, hasan)


Syaikh hafizhahullah menjelaskan perkataan Ibnul Qoyyim rahimahullah di dalam kitab Madarijus Salikin:


يقول رحمه الله: العلم إن لم يصحب السالك من أول قدم يضعه في الطريق إلى آخر قدم ينتهي إليه فسلوكه على غير طريق، وهو مقطوع عليه طريق الوصول، مسدود عليه سبل الهدى والفلاح، مغلقة عنه أبوابها. وهذا إجماع من الشيوخ العارفين، ولم ينه عن العلم إلا قطاع الطريق منهم ونواب إبليس وشرطه

Beliau rahimahullah berkata;
Jika ilmu tidak menyertai musafir dari langkah pertama yang dilaluinya hingga langkah terakhir yang dilaluinya, maka jalannya berada di jalur lain, dan jalur kedatangannya terputus, lepas darinya, maka tertutup baginya jalan-jalan petunjuk dan kesuksesan, dan tertutup baginya pintu-pintunya. Ini adalah kesepakatan para ulama yang berilmu, dan tidak ada yang melarang dari ilmu kecuali para perampok di jalan, para wakil iblis dan tentara-nya.

قال الجنيد بن محمّدٍ - رحمه الله -: الطُّرق كلُّها مسدودةٌ على الخلق إلّا على من اقتفى أثر الرّسول - صلى الله عليه وسلم -.
وقال: من لم يحفظ القرآن ويكتب الحديث لا يُقتَدى به في هذا الأمر، لأنّ علْمنا مقيّدٌ بالكتاب والسُّنّة.
وقال: مذهبنا هذا مقيّدٌ بالأصول: الكتاب والسُّنّة.
وقال أبو حفصٍ - رحمه الله -: من لم يَزِنْ أفعالَه وأحوالَه في كلِّ وقتٍ بالكتاب  والسُّنّة، ولم يتّهم خواطِرَه فلا يُعدُّ في ديوان الرِّجال

Al-Junaid bin Muhammad - rahimahullah - berkata: “Semua jalan kebaikan ditutup bagi orang-orang kecuali mereka yang mengikuti jejak Rasulullah ﷺ.
Beliau pun berkata: Barang siapa yang enggan menghafal Al-Qur’an dan menuliskan hadits, maka tidak dapat dijadikan panutan dalam hal tersebut, karena ilmu kita dibatasi oleh Al-Qur’an dan as-Sunnah.
Beliau berkata: Madzhab cara pandang kami  dibatasi oleh prinsip-prinsip: Al-Qur’an dan Sunnah.
Abu Hafs – rahimahullah – berkata: Barangsiapa tidak menimbang perbuatan dan keadaannya setiap saat menurut Kitab  dan as-Sunnah, dan enggan untuk menyalahkan pikirannya maka tidak dianggap sebagai list laki-laki pejantan.


وقال سهل بن عبد الله - رضي الله عنه -: كلُّ فعلٍ يفعله العبد بغير اقتداءٍ ــ طاعةً كان أو معصيةً ــ فهو عيشُ النّفس، وكلُّ فعلٍ يفعله العبد بالاقتداء فهو عذابٌ على النّفس

Sahl bin Abdillah radhiallahu’anhu berkata, “Setiap amalan yang dilakukan hamba tanpa contoh panutan, baik bentuk ketaatan maupun kemaksiatan, adalah kehidupan bagi jiwa, dan setiap perbuatan yang dilakukan hamba dengan contoh panutan keteladanan maka dia adalah siksa bagi jiwa.

وقال أبو عثمان النّيسابوريُّ - رحمه الله -: الصُّحبة مع الله: بحسن الأدب، ودوام الهيبة والمراقبة. والصُّحبة مع الرّسول - صلى الله عليه وسلم -: باتِّباع سنّته، ولزوم ظاهر العلم. ومع أولياء الله: بالاحترام والخدمة. ومع الأهل: بحسن الخلق. ومع الإخوان: بدوام البِشْر ما لم يكن إثمًا. ومع الجهّال: بالدُّعاء لهم والرّحمة. زاد غيره: ومع الحافظَينِ: بإكرامهما واحترامهما وإملائهما ما يحمدانك عليه. ومع النّفس: بالمخالفة. ومع الشّيطان: بالعداوة

Abu Utsman An Naisabury rahimahullah pernah berkata :
✅ Berinteraksi dengan Allah dengan Adab yang baik dan selalu ada rasa pengagungan dan selalu merasa di awasi oleh Allah .
✅ Berinteraksi dengan Rasulullah ﷺ dengan mengikuti Sunnah Rasul ﷺ dan selalu tetap mengambil ilmu yang jelas.
✅ Berinteraksi dengan para Wali wali Allah dengan memuliakan dan berkhidmat dalam kebaikan.
✅ Berinteraksi dengan keluarganya dengan akhlak yang baik .
✅ Berinteraksi dengan ikhwahnya dengan selalu ceria selama tidak ada dosa .
✅ Berinteraksi  dengan orang Bodoh dengan mendoakan kebaikan dan berkasih sayang dan berbelas kasih padanya .

Dan ada tambahan lainnya adalah:
Berinteraksi dengan orang yang senantiasa menjaga syari’at  Allah adalah dengan memuliakannya, menghormatinya, memenuhi sanjungan kebaikan kepada mereka, berinteraksi dengan jiwa adalah dengan menyelisihi (apapun yang menyimpang dari syari’at), Berinteraksi dengan syaitan yaitu dengan memusuhinya.


قال معاذ: طلب العلم عندنا عبادة، ومذاكرة العلم تسبيح، وبذل العلم عندنا صدقة، والسفر والسهر لأجل العلم عندنا جهاد، ومن أراد الدنيا فعليه بالعلم، ومن أراد الآخرة فعليه بالعلم، ومن أراد الدنيا والآخرة فعليه بالعلم

Mu’adz radhiallahu’anhu berkata:  Bagi kami mencari ilmu adalah ibadah, mudzakarah ilmu  (kegiatan mengulang ilmu bersama orang lain (bisa dua orang atau lebih) dengan cara saling mengutarakan ilmu yang telah mereka dapatkan dari guru masing-masing) adalah bentuk penyucian, berkorban untuk mendapatkan ilmu bagi kami adalah shodaqah, safar dan begadang untuk menuntut ilmu bagi kami adalah jihad, dan siapa yang menginginkan dunia ini maka dia harus mencari ilmu, dan siapa yang menginginkan akhirat maka diapun harus mencari ilmu, dan siapa yang menginginkan dunia dan akhirat, maka wajiblah baginya untuk mencari ilmu.






Bagian Kedua
Pembahasan Kitab Hilyah Tholibil Ilmi

Syaikh Prof. Dr. Ziyad al-Abbadiy hafizhahullah mengatakan diawal penjelasan kitab Hilyah Tholibil Ilmi:

وقد شرح الكتاب من شيخنا العلامة الكبير الشيخ ابن عثيمين رحمه الله وقدم معاصر يشرح كتاب معاصر وقيمة الشيخ ابن عثيمين تعلمها يشرح كتاب قرين له 

Kitab tersebut dijelaskan oleh ulama besar kita Syaikh Ibnu Utsaimin radhiyallahu 'anhu, dan beliau memberikan penjelasan kepada kitab sezaman, Kapasitas keilmuan  Syaikh Ibnu Utsaimin  rahimahullah mendahulukan untuk menjelaskan kitab yang kekinian ini adalah indikasi kebaikan padanya. 

 وعادة الشراح ان يشرحوا كتب الاقدمين  لا كتب المعاصرين  وهذا ليس تنزلا من قيمة شيخنا أبي بكر أبي زيد  لا  لكن هي هكذا جرت  العادة أن يشرح العلماء كتب  علماء أقدمين و الكتب المتقدمين.

Dan itu adalah adat kebiasaan dari ulama mensyarah (memberikan keterangan) untuk menjelaskan kitab-kitab zaman dahulu, bukan kitab-kitab yang kekinian (karena kitab Hilyah Tholibil Ilmi adalah kitab yang ditulis pada zaman kekinian bukan zaman dahulu), dan ini bukanlah sebuah penghinaan terhadap nilai kitab Syaikh Abu Bakr Abi Zaid. Tidak, namun demikianlah kebiasaan para ulama dalam menjelaskan kitab-kitab zaman dahulu dari para , ulama terdahulu. 

شرح للشيخ ابن عثيمين كانت اشارة واسعة واضحة بينة بقيمة هذا الكتاب  

Syarah penjelasan dari Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah adalah referensi yang memberikan indikasi yang luas dan jelas tentang nilai buku ini (Hilyah). 

قد وفقت أن أخترت في هذه الدورة هذا الكتاب  لا سيما في هذا الزمان الذي ابتلي به الناس وسائل التواصل الاجتماعي وأصبحت المنابر كثيرة  فأصبح كل يفتي وكل يتكلم في النوازل الكبيرة 

Saya memilih buku ini untuk daurah kali ini, (alasannya adalah) terlebih di zaman yang serba terbebani dengan media sosial, banyak mimbar bebas bertebaran, sehingga setiap orang mengeluarkan fatwa dan semua orang berbicara tentang fenomena kekinian yang besar.
Dimana efeknya adalah sedikitnya ihtiram kepada adab penuntut ilmu. Tidak ada hormat yang kecil kepada yang besar dan yang anak-anak kepada yang sepuh. Semoga Allah menjaga kita dan menolong kita dari adab yang jelek tersebut.



‌‌الفصل الأول
آداب الطالب في نفسه
‌‌العلم عبادة

PASAL  PERTAMA
Ilmu adalah ibadah

Oleh Syaikh Prof. Dr. Ziyad al-‘Abadi hafizhahullah.

Syaikh Bakar Abu Zaid rahimahullah mengatakan:

أصل الأصول في هذه "الحلية" بل ولكل أمر مطلوب علمك بأن العلم عبادة، قال بعض العلماء: "العلم صلاة السر، وعبادة القلب".
وعليه، فإن شرط العبادة إخلاص النية لله سبحانه وتعالى، لقوله:
(وما أمروا إلا ليعبدوا الله مخلصين له الدين حنفاء) الآية

وفي الحديث الفرد المشهور عن أمير المؤمنين عمر بن الخطاب رضى الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: (إنما الأعمال بالنيات) الحديث.
فإن فقد العلم إخلاص النية، انتقل من أفضل الطاعات إلى أحط المخالفات، ولا شئ يحطم العلم مثل: الرياء؛ رياء شرك، أو رياء إخلاص (2) ، ومثل التسميع؛ بأن يقول مسمعاً: علمت وحفظت …


Pokok pangkal adab dalam menuntut ilmu, bahkan dalam semua hal yang diperintahkan  adalah pemahaman bahwa ilmu adalah ibadah. Karena itu, sebagian ulama berkata, “Ilmu adalah sholat secara rahasia dan ibadah hati.”

Dengan demikian, sesungguhnya syarat ibadah yang dite- rima adalah ikhlas, memurnikan niat hanya untuk Allah, seperti dalam firman Allah, "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus." (QS. Al-Bayyinah: 5). Dalam sebuah hadits Ahad yang masyhur dari Amirul Mukminin, Umar bin Khattab Radhiyallahu 'anhu, bahwasannya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "sesungguhnya amal-amalan itu tergantung niat.." HR. Bukhari (1) dan Muslim (1907).

Penjelasan dari Syaikh hafizhahullah:
Asal dari perkataan diatas adalah dari Imam al-Ghozali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin, kemudian dipopulerkan oleh ulama-ulama sepeninggalnya.
Masyhur itu ada dua istilah, masyhur yaitu hadits yang diriwayatkan oleh dua orang disetiap tthobaqatnya, dan masyhur populer secara lisan namun tidak ada asal usulnya.
Seperti hadits masyhur tapi tidak ada asal usul nya dari Nabi ﷺ:
اختلاف امتي رحمة

Perbedaan pendapat umatku adalah Rahmat
Dikatakan oleh Imam as-Suyuthi rahimahullah bahwa ini adalah tidak ada asal usulnya dari Nabi ﷺ.

Hadits Umar tersebut adalah hadits pertama di Shohih al-Bukhari, kemudian Syaikh hafizhahullah bertanya kepada peserta, tentang hadits kedua dari Shohih al-Bukhari.


Syaikh Bakr rahimahullah berkata:

فإن فقد العلم إخلاص النية، انتقل من أفضل الطاعات إلى أحط المخالفات، ولا شئ يحطم العلم مثل: الرياء؛ رياء شرك، أو رياء إخلاص (2) ، ومثل التسميع؛ بأن يقول مسمعاً: علمت وحفظت …

Jika ilmu telah kehilangan keikhlasan niat, niscaya ia akan berubah dari ketaatan yang paling utama menjadi kedurhakaan yang paling hina. Tidak ada hal yang akan menghancurkan ilmu kecuali sifat riya; baik riya syirik maupun riya ikhlas, kemudian sum'ah, yaitu dengan ber- kata agar di dengar orang lain, "aku tahu ini, aku hafal ini..." Seorang penuntut ilmu wajib membersihkan dirinya dari semua hal yang bisa mengotori niatnya dalam pencarian yang sejati.




Bagian Ketiiga
Pembahasan Kitab Hilyah Tholibil Ilmi

Syaikh Prof. Dr. Ziyad al-Abbadiy hafizhahullah mengatakan diawal penjelasan kitab Hilyah Tholibil Ilmi:


فالتزم التخلص من كل ما يشوب نيتك في صدق الطلب؛ كحب الظهور، والتفوق على الأقران، وجعله سلماً لأغراض وأعراض، من جاه، أو مال، أو تعظيم، أو سمعة، أو طلب محمدة، أو صرف وجوه الناس إليك، فإن هذه وأمثالها إذا شابت النية، أفسدتها، وذهبت بركة العلم، ولهذا يتعين عليك أن تحمى نيتك من شوب الإرادة لغير الله تعالى، بل وتحمى الحمى

Wajib atasmu untuk senantiasa menjauhkan diri dari berbagai hal yang mengotori niatmu dalam pencarian yang sejati, seperti keinginan untuk terke- nal, mengungguli rekan, menjadikannya sebagai tangga untuk meraih tujuan-tujuan duniawi seperti harta, kedu- dukan, penghormatan, popularitas, mencari pujian dan menjadi pusat perhatian manusia. Semua itu, jika menem- pel pada niat mencari ilmu, niscaya ia akan menghancur- kannya, menghilangkan keberkahan ilmu. Karena itu, wajib atasmu untuk selalu menjaga niatmu dari tujuan lain selain Allah Subhanahu wa ta'ala serta menjaga hal-hal lain yang berkaitan dengannya.

وللعلماء في هذا أقوال ومواقف بينت طرفاً منها في المبحث الأول من كتاب "التعالم"، ويزاد عليه نهى العلماء عن "الطبوليات"، وهى المسائل التي يراد بها الشهرة.

Banyak sekali pernyataan dan komentar para ulama dalam hal ini. Sebagian telah kami jelaskan dalam bab pertama buku al-Taalim  (yaitu kitab التعالم وأثره على الفكر والكتاب at-Ta’aalum wa Atsaruhu ‘alal Fikri wall Kitaab – tulisan Syaikh Bakr Abu Zaid rahimahullah), ditambah dengan larangan para ulama akan bahaya thubuliyyat, yaitu sebuah permisalan dalam persoalan-persoalan yang berkaitan dengan ketenaran dan popularitas.

وقد قيل: "زلة العالم مضروب لها الطبل" 

Dikatakan: "tergelincirnya orang berilmu karena bunyi gendang."
Dikatakan seperti thobl gendang karena kesalahan sedikit saja bisa menjadi tersebar meledak dan populer viral dikalangan orang awam.

وعن سفيان رحمه الله تعالى أنه قال:
"كنت أوتيت فهم القرآن، فلما قبلت الصرة، سلبته" 

Dari Sufyan ats-Tsaury (wafat 161 H) rahimahullah, ia berkata, "aku telah dianuge rahi pemahaman Al-Quran, akan tetapi, saat aku menerima shurrah (kepopuleran) dari penguasa, hilanglah pamahamanku."" 

فاستمسك رحمك الله تعالى بالعروة الوثقى العاصمة من هذه الشوائب؛ بأن تكون - مع بذل الجهد في الإخلاص - شديد الخوف من نواقضه، عظيم الافتقار والالتجاء إليه سبحانه.
ويؤثر عن سفيان بن سعيد الثوري رحمه الله تعالى قوله: "ما عالجت شيئاً أشد على من نيتي"

Berpegangteguhlah kamu, niscaya kamu akan dirahmati Allah dengan tali yang kuat untuk menghadapi hal ini.
Seiring dengan pengerahan segala kemampuan untuk me- murnikan niat, harus ada pula rasa takut akan terjadinya hal-hal yang menghancurkan niat, rasa ketergantungan yang luar biasa terhadap rahmat Allah Subhanahu wa ta'ala. Diriwayatkan bahwa Sufyan bin Sa’id ats-Tsauriy rahimahullah juga pernah berkata, "Tidak ada sesuatu yang lebih dahsyat untuk aku obati  kecuali niatku sendiri.""

وعن عمر بن ذر أنه قال لوالده "يا أبي! مالك إذا وعظت الناس أخذهم البكاء، وإذا وعظهم غيرك لا يبكون؟ فقال: يا بنى! ليست النائحة الثكلى مثل النائحة المستأجرة 

Dari Umar bin Dzarr, bahwa ia berkata kepada ayahnya, "Wahai Ayah, mengapa jika engkau menasehati manusia, mereka selalu menangis, semantara jika orang lain menasehati mereka, mereka tidak menangis?" Ia menjawab, "Wahai anakku, ratapan orang yang menderita sangat berbeda dengan ratapan perempuan yang diupah."

Syaikh hafizhahullah menjelaskan:

لا نجاح لك في اي امر اذا لم تكن مستحبة رأسه أي شيء ليس رأسه المحبة لا تنتهي

Kamu tidak akan sukses dalam hal apapun jika kamu tidak melandasinya dengan cinta, apapun yang bukan dilandasi karena Cinta tidak akan pernah ada habisnya.

اساس النجاح في كل شيء  ثلاث كلمات ،  حب وخوف ورجاء،  هذا بالطائر قالوا رأسه المحبة وجناحاه الخوف والرجاء
 فلا يطير الطائر الا بهذه الثلاثة

"Asas kesuksesan dalam segala sesuatu bisa diraih dengan tiga hal:
1. Al-Hubbu (cinta), 2. Ar-Khauf (takut), 3. Ar-Raja' (harap)
Ketiga hal ini ibarat burung. Yang pertama cinta ibarat kepalanya, sedangkan yang kedua rasa takut dan ketiga raja’ adalah ibarat sayapnya."

فلا يطير الطائر الا بهذه الثلاثة

Maka tidak akan mungkin burung terbang kecuali dengan Ketiga komponen tersebut.

الخصلة الجامعة لخيري الدنيا والآخرة ومحبة الله تعالى ومحبة رسوله صلى الله عليه وسلم وتحقيقها بتمحض المتابعة وقفوا الأسر للمعصوم. قال الله تعالى: (قل إن كنتم تحبون الله فاتبعوني يحببكم الله ويغفر لكم ذنوبكم)

Sifat yang bisa menyatukan kebahagiaan dunia dan akhirat adalah kecintaan terhadap Allah, kecintaan terhadap Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan merealisasikannya dengan perilaku mutaba'ah dan mengikuti semua jejak langkahnya. Allah berfirman, "Jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian." (QS. Ali Imran: 31)

وبالجملة؛ فهذا أصل هذه "الحلية"، ويقعان منها موقع التاج من الحلة. فيا أيها الطلاب! ها أنتم هؤلاء تربعتم للدرس، وتعلقتم بأنفس علق (طلب العلم) ، فأوصيكم ونفسي بتقوى الله تعالى في السر والعلانية، فهي العدة، وهى مهبط الفضائل، ومتنزل المحامد، وهى مبعث القوة، ومعراج السمو، والرابط الوثيق على القلوب عن الفتن، فلا تفرطوا

Secara umum, inilah dua pokok etika (kecintaan kepada Allah – ikhlas dan kecintaan kepada Rasulullah ﷺ -mutaba’ah), keduanya ibarat mahkota dalam pakaian kemegahan. Wahai para pencari ilmu, inilah kalian yang tumbuh untuk belajar dan ber- hubungan dengan sesuatu yang paling berharga -mencari ilmu-. Aku berwasiat, khusus bagi diriku sendiri, dan bagi kalian semua, agar selalu bertakwa kepada Allah dalam segala keadaan, takwa adalah bekal, ia adalah tempat turunnya semua keutamaan. Ia adalah hal yang mengalirkan segala pujian, ia adalah sumber kekuatan, tangga menuju keluhuran, tali yang mengikat hati agar tidak tersungkur kedalam fitnah. Maka, janganlah kalian meremehkannya.

Allah berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ تَتَّقُوا اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّكُمْ فُرْقَانًا وَّيُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّاٰتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ۗ وَاللّٰهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيْمِ ﴿الأنفال : ۲۹﴾ 

Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan furqan (kemampuan membedakan antara yang hak dan batil) kepadamu dan menghapus segala kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Allah memiliki karunia yang besar. (QS. Al-Anfal: 29)

apa makna memberikan furqan kepadamu? Yaitu kalian akan dapat membedakan antara kebenaran dan kebatilan.
Apakah hanya dengan taqwa saja sudah otomatis bisa masuk kedalam makna furqon? Maka taqwa itu harus disertai dengan ilmu. Hanya taqwa saja tanpa ilmu maka akan bisa mengantarkan kepada kejahilan dan tidak bermanfaat, maka engkau harus mengikat taqwa dengan ilmu. Maka Allah akan menjadikanmu mendapatkan furqon yang akan menghapuskan dan mengampuni berbagai dosa.


فاذا غفر الله للعبد فتح عليه ابواب المعرفة

Maka jika Allah telah mengampuni bagi seorang hamba maka Allah akan membukakan baginya berbagai pintu pengetahuan.


Bagian Kedua dari Pasal Pertama:
‌‌كن على جادة السلف الصالح:
كن سلفياً على الجادة، طريق السلف الصالح من الصحابة رضى الله عنهم، فمن بعدهم ممن قفا أثرهم في جميع أبواب الدين، من التوحيد، والعبادات، ونحوها، متميزاً بالتزام آثار رسول الله - صلى الله عليه وسلم - وتوظيف السنن على نفسك، وترك الجدال، والمراء، والخوض في علم الكلام، وما يجلب الآثام، ويصد عن الشرع.

2. Jadilah seorang yang mengikuti Pemahaman Salafus Sholih

Jadilah seorang bermanhaj salaf sejati. Ikutilah jalan me reka dan orang-orang yang mengikuti jejak mereka dalam seluruh bidang agama; baik tauhid, ibadah, dan sebagainya, yang berciri khas mengikuti jejak-jejak Rasulullah ﷺ, membiasakan diri mengikuti sunnah, meninggalkan perdebatan dan perseteruan kosong, meninggalkan pergelutan dalam ilmu kalam dan Akhlak Pencari Ilmu segala hal yang menarik datangnya dosa dan menyimpang dari syariat.
Inilah hal yang paling penting, yaitu wajibnya menetapi, jalan salafussaleh dalam berbagai bidang agama, seperti tauhid, ibadah, muamalah dan sebagainya. Demikian pula meninggal perdebatan dan perseteruan yang tidak ada gunanya, karena keduanya akan menutupi jalan menuju kebenaran.

قال الذهبي رحمه الله تعالى:
"وصح عن الدارقطني أنه قال: ما شيء أبغض إلي من علم الكلام. قلت: لم يدخل الرجل أبداُ في علم الكلام ولا الجدال، ولا خاض في ذلك، بل كان سلفياً" اهـ

Imam Dzahabi rahimahullah (wafat 748 H) berkata, "diriwayatkan dari Al-Daruquthni secara shahih bahwa ia berkata, "tidak ada sesuatu yang paling aku benci kecuali ilmu kalam. Aku berkata: tidak akan ada orang yang masuk dan mendalami ilmu kalam, berdebat dan berselisih di dalamnya, padahal ia adalah seorang salaf,"
‌‌_________
Syaikh hafizhahullah menjelaskan:
أسمه يدل على معناه

Imam adz-Dzahabi rahimahullah yang wafat tahun 748 H, ketika membicarakan biografi Imam ad-Daruquthni rahimahullah yang wafat tahun 385  H.
Nama lengkap Beliau adalah Abu al-Hasan Ali bin Umar bin Ahmad bin Mahdi bin Mas'ud bin an-Nu'man bin Dinar bin Abdullah al-Baghdadi atau lebih dikenal dengan ad-Daruquthni lahir di Dar al-Quthn, Bagdad, Irak, 

Disebutkan oleh Imam adz-Dzahahi, Imam ad-Daruquthni rahimahullah berkata:
Yang paling aku benci adalah ilmu kalam.
‌مَا ‌شَيْءٌ أَبغضُ إِلَيَّ مِنْ ‌عِلمِ ‌الكَلَامِ

Imam adz-Dzahabi rahimahullah berkata:

. قُلْتُ: لَمْ يَدْخلِ الرَّجُلُ أَبداً فِي ‌علمِ ‌الكَلَامِ وَلَا الجِدَالِ، وَلَا خَاضَ فِي ذَلِكَ، بَلْ كَانَ سلفيّاً، سَمِعَ هَذَا القَوْلَ مِنْهُ أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ السُّلَمِيُّ

Imam ad-Daruquthni tidak pernah masuk kepada ilmu kalam maupun jidal (perdebatan), dan tidak pernah mendalami hal tersebut, bahkan beliau dikategorikan sebagai orang yang meneladani kaum salaf terdahulu, dan perkataan ini pernah didengar oleh Abu Abdirrahman as-Sulami (Nukilan dari Siyar A’lam an-Nubala).

Syaikh hafizhahullah mengambil penjelasan dari Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin karena beliaulah yang telah menjelaskan kitab ini dengan detail dan komprehensif.

وهؤلاء هم (أهل السنة والجماعة) المتبعون آثار رسول الله - صلى الله عليه وسلم -، وهم كما قال شيخ الإسلام ابن تيمية رحمه الله تعالى  : "وأهل السنة: نقاوة المسلمين، وهم خير الناس للناس" اهـ.
فالزم السبيل (ولا تتبعوا السبل فتفرق بكم عن سبيله)

Mereka itulah ahli sunnah wal jamaah yang mengikuti je- jak langkah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Me- reka itulah yang dikatakan Ibnu Taimiyyah rahimahullah, "Ahlussunnah adalah kaum muslimin terpilih, yang paling baik bagi kemaslahatan manusia." Maka, istiqamahlah dalam jalan ini, "dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya." (QS. Al-An'âm: 153)

Syaikh hafizhahullah menjelaskan
Subul disini adalah banyak jalan sebagaimana yang di jelaskan dalam hadits-hadits yang shohih sebagaimana hadits iftiraqul ummah (perpecahan umat).

عَنْ أَبِيْ عَامِرٍ الْهَوْزَنِيِّ عَبْدِ اللهِ بْنِ لُحَيِّ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ أَبِيْ سُفْيَانَ أَنَّهُ قَامَ فِيْنَا فَقَالَ: أَلاَ إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ فِيْنَا فَقَالَ: أََلاَ إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ اِفْتَرَقُوْا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ. ثِنْتَانِ وَسَبْعُوْنَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَهِيَ الْجَمَاعَةُ .

Dari Abu ‘Amir al-Hauzaniy ‘Abdillah bin Luhai, dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan, bahwasanya ia (Mu’awiyah) pernah berdiri di hadapan kami, lalu ia berkata: “Ketahuilah, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berdiri di hadapan kami, kemudian beliau bersabda, “Ketahuilah sesungguhnya orang-orang sebelum kamu dari Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) terpecah menjadi 72 (tujuh puluh dua) golongan dan sesungguhnya ummat ini akan berpecah belah menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan, (adapun) yang tujuh puluh dua akan masuk Neraka dan yang satu golongan akan masuk Surga, yaitu “al-Jama’ah.”
(HR. Abu Dawud no. 4597 dan Ahmad no. 16937, shohih Abi Dawud no. 4597).

Syaikh hafizhahullah menukilkan penjelasan Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah:
Ada sebagian ulama kontemporer yang berkata bahwa ahlussunnah terbagi ke dalam dua bagian: mufawwidh dan muawwil. Mereka kemudian menjadikan kelompok Asy'ariyah dan Maturidiyah dan sejenisnya termasuk kelompok ahlussunnah muawwil. Sementara kaum Salafus Sholih mereka kategorikan sebagai ahlussunnah mufawwidh. Sungguh mereka telah keliru dalam memahami metode dan jalan kaum salaf, karena kaum salaf tidak menyerahkan makna secara mutlak. 
Bahkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah- berkata, "Perkataan tafwidh (menyerahkan maknanya kepada Allah) termasuk ucapan terburuk ahli bid'ah dan ateis." Ia berargumen bahwa jika kita tidak mengetahui makna-makna khabar yang menjelaskan Allah baik sifat maupun nama-nama-Nya. Jika kita tidak tahu- maka kaum filosof akan datang kepada kita dan berkata, "Kalian bodoh, dan pada kamilah adanya ilmu." Lalu mereka berbicara apa pun yang mereka kehendaki. Mereka berkata, "Yang dimaksud dengan nash ini adalah ini dan itu." Dan sebagaimana diketahui bahwa memberikan makna terhadap nash jauh lebih baik daripada tawaqquf atau mengatakan bahwa nash itu tidak memiliki makna. Hati-hatilah dengan hal ini.

Semoga Allah menganugerahi kita aqidah yang sama dengan aqidah para imam yang empat.
Sebagaimana aqidah Imam Malik (wafat th. 179 H) rahimahullah ditanya tentang istiwa’ Allah, maka beliau menjawab:

 اْلإِسْتِوَاءُ غَيْرُ مَجْهُوْلٍ، وَالْكَيْفُ غَيْرُ مَعْقُوْلٍ، وَاْلإِيْمَانُ بِهِ وَاجِبٌ، وَالسُّؤَالُ عَنْهُ بِدْعَةٌ، وَمَا أَرَاكَ إِلاَّ ضَالاًّ.

“Istiwa’-nya Allah ma’lum (sudah diketahui maknanya), dan kaifiyatnya tidak dapat dicapai nalar (tidak diketahui), dan beriman kepadanya wajib, bertanya tentang hal tersebut adalah perkara bid’ah, dan aku tidak melihatmu kecuali da-lam kesesatan.” 
Karena orang yang bertanya tentang bagaimana istiwa. Maka orang tersebut dikeluarkan dari majlisnya Imam Malik rahimahullah.






TULISAN KEEMPAT
Pembahasan Kitab Hilyah Tholibil Ilmi

Syaikh Prof. Dr. Ziyad al-Abbadiy hafizhahullah mengatakan diawal penjelasan kitab Hilyah Tholibil Ilmi:

‌‌ملازمة خشية الله تعالى:
Bagian Ketiga: KHOSYAH TAKUT KEPADA ALLAH.

Syaikh hafizhahullah menjelaskan:
Orang yang masuk kepada ilmu kalam/mantiq maka tidak menambah taqwa dan ketakutan kepada Allah. Karena mereka hanya menafsirkan dan memaknai dengan perkataan “wala- wala” bukan ini bukan itu yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah.

Dimanakan iltifat – dari dhomir ghoib ke dhomir mutakallim atau sebaliknya. Sering dipakai didalam al-Qur’an.

التحلي بعمارة الظاهر والباطن بخشية الله تعالى؛ محافظاً على شعائر الإسلام، وإظهار السنة ونشرها بالعمل بها والدعوة إليها؛ دالاً على الله بعلمك وسمتك وعلمك، متحلياً بالرجولة، والمساهلة، والسمت الصالح.
وملاك ذلك خشية الله تعالى، ولهذا قال الإمام أحمد رحمه الله تعالى:
"أصل العلم خشية الله تعالى". فالزم خشية الله في السر والعلن، فإن خير البرية من يخشى الله تعالى، وما يخشاه إلا عالم، إذن فخير البرية هو العالم، ولا يغب عن بالك أن العالم لا يعد عالماً إلا إذا كان عاملاً، ولا يعمل العالم بعلمه إلا إذا لزمته خشية الله.

Seorang pencari ilmu wajib menghiasi lahir maupun batinnya dengan mahkota ketakutan kepada Allah, menjaga syiar-syiar Islam, menolong sunnah, menyebarkannya dengan amal, menyeru manusia kepadanya, menjadi petunjuk menuju jalan Allah dengan ilmu, sifat dan amal perbuatanmu. Selain itu, wajib baginya untuk menghiasi diri dengan sifat jantan, toleran dan akhlak-akhlak yang baik. Dan inti dari semua ini adalah rasa takut kepada Allah, karena itulah Imam Ahmad bin Hanbal (wafat 241 H) rahimahullahul kata, "Asal pokok ilmu adalah rasa takut kepada Allah."
Maka, peliharalah rasa takut terhadap Allah, baik dalam keadaan tampak, maupun tersembunyi, karena sesungguhnya manusia terbaik adalah mereka yang takut kepada Allah, dan tidak akan ada orang yang takut kepada-Nya kecuali seorang alim. Dengan demikian, manusia terbaik di sisi Allah adalah seorang alim. Namun janganlah lupa bahwa seorang berilmu tidak layak disebut alim kecuali setelah ia mengamalkan ilmunya. Dan tidaklah seorang alim beramal berdasarkan ilmunya, kecuali akan tumbuh- dalam hatinya perasaan takut kepada Allah.

Apakah ada perbedaan antara khouf dan khosyah?’’
Perbedaan antara khauf dan khosyah bahwa khasyah hanya tumbuh dari keagungan sesuatu yang di- takuti, sementara khauf dari kelemahan dan kekurangan orang yang takut. Karena itu, terkadang ada orang yang takut terhadap sesuatu yang tidak ada, karena ia seorang pengecut yang takut terhadap segala sesuatu. ini terjadi karena ia seorang penakut. khosyah lebih agung daripada khauf. Khouf bisa takut saja, sedangkan khosyah adalah rasa takut yang disertai dengan cinta dan pengaguangan.

وأسند الخطيب البغدادي رحمه الله تعالى بسند فيه لطيفة إسنادية برواية آباء تسعة، فقال (2) : أخبرنا أبو الفرج عبد الوهاب بن عبد العزيز بن الحارث بن أسد بن الليث بن سليمان بن الأسود بن سفيان بن زيد بن أكينة ابن عبد الله التميمي من حفظه؛ قال: سمعت أبي يقول: سمعت أبى يقول: سمعت أبي يقول: سمعت أبي يقول: سمعت أبي يقول: سمعت أبي يقول: سمعت أبي يقول: سمعت علي بن أبي طالب يقول "هتف العلم بالعمل، فإن أجابه، وإلا ارتحل" اهـ. وهذا اللفظ بنحوه مروي عن سفيان الثوري رحمه الله تعالى

Khatib al-Baghdadi meriwayatkan sebuah atsar dengan sanad yang unik dari sembilan keturunan, ia berkata: telah mengabarkan kepada kami Abu al-Faraj Abdul Wahhab ibin Abdul Aziz bin Harits, ibin Asad bin Laits bin Sulaiman ibin Aswad ibin Sufyan ibin Zaid ibin Akinah ibin Abdullah Al-Tamimi, ia berkata: aku mendengar bapakku berkata: aku mendengar bapakku berkata: aku mendengar bapakku berkata: aku mendengar bapakku berkata: aku mendengar bapakku berkata: aku mendengar bapakku berkata: aku mendengar bapakku berkata: aku mendengar bapakku berkata: aku mendengar Ali ibin Abi Thalib berkata, "Ilmu memanggil untuk diamalkan. Jika ia menjawabnya, (maka ilmu itu akan tetap ada), jika tidak, maka ilmu akan pergi meninggalkannya." Redaksi serupa juga diriwatkan dari Sufyan Al-Tsauri- rahimahullah-. (wafat 161 H).

Syaikh hafizhahullah menjelaskan:
Alim rabbani itu bukan hanya alim saja namun juga ada rabbani yang senantiasa mempunyai rasa khosyah kepada Allah. Seperti kamus Munjid – maka itu ditulis oleh seorang nasrani, meskipun ada faidah dan menunjukkan kealimannya dalam masalah bahasa arab namun dia bukan alim rabbani.

Khatib al-Bagdadi wafat 463 H.
Syaikh hafizhahullah mengatakan: dalam sanad tersebut tidak dibaca bin-bin – ini adalah kesalahan,  yang benar dibaca Ibn.
Ini adalah perkataan Ali, dan ini tidak masalah karena bukan hadits, klo ini hadits maka harus diperjelas dengan penjelasan sanad yang detail.


Bagian Keempat:

‌‌دوام المراقبة:

4. Mendawamkan (Membiasakan dengan terus-menerus) Muraqabah

التحلي بدوام المراقبة لله تعالى في السر والعلن، سائراً إلى ربك بين الخوف والرجاء، فإنهما للمسلم كالجناحين للطائر.
فأقبل على الله بكليتك، وليمتلئ قلبك بمحبته، ولسانك بذكره، والاستبشار والفرح والسرور بأحكامه وحكمه سبحانه.

Hiasilah dirimu dengan selalu merasa diawasi Allah, baik dalam keadaan tampak maupun tersembunyi, seraya berjalan menuju Rabbmu diantara rasa khauf (takut) dan raja (harap), karena keduanya ibarat dua sayap burung bagi seorang mukmin. Menghadaplah kepada Allah secara utuh, penuhilah hatimu dengan kecintaan kepada-Nya, basahi lisanmu dengan dzikir kepada-Nya, buatlah hatimu merasa senang, bahagia dan tenteram dengan hukum-hukum dan hikmah Allah Subhanahu.

Syaikh hafizhahullah menjelaskan:
Inilah salah satu hal terpenting, yaitu dawamnya muraqabah, dan ini termasuk salah satu buah dari rasa takut terhadap Allah, yaitu manusia senantiasa beribadah kepada Allah seolah dia melihat- Nya. Saat ia berdiri untuk mengerjakan shalat, dimulai dengan berwudhu, tergambar dalam hatinya bahwa ia tengah menjalan- kan perintah Allah, "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu." Pada saat ia mengambil air wudhu, seolah ia melihat langsung bagaimana Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berwudhu dan berkata, "barangsiapa yang berwudhu, persis seperti wudhuku ini.."(HR. Bukhari (159, 160) dan Muslim (226)) Itulah

Perkataan Syaikh Bakr Abu Zaid rahimahullah, "Seraya berjalan menuju Allah di antara khauf dan roja’, karena keduanya ibarat dua sayap bagi seorang mukmin", ini adalah salah satu pendapat dalam masalah khauf dan roja’, yaitu apakah manusia harus berjalan menuju Allah antara khauf dan roja’ atau sisi khauf harus lebih dominan dari- pada roja’? 

يقول الإمام أحمد - رحمه الله : يَنْبَغِي أَنْ يَكُونَ خَوفُهُ وَرَجَاؤُهُ وَاحِدًا، فَأَيُّهُمَا غَلَبَ هَلكَ صَاحِبُهُ

Imam Ahmad rahimahullah berkata, "khauf dan roja’ hendaknya menjadi kesatuan, jika ada segi mana pun yang lebih menonjol, maka celakalah ia. 

ومن العلماء من يُفَصِّلُ، ويقول: «إذا هَمَمْتَ بِطَاعَةٍ فَغَلِّبْ جَانبَ الرَّجَاءِ أَنَّكَ إِذا فَعَلْتَهَا قَبِلَهَا الله مِنكَ ، ورَفَعَكَ بها درجات، من أجل أن تتقوى، وإذا هَمَمْتَ بِمَعْصِيَةٍ فَغَلَّبْ جانب الخوف، حتى لا تقع فيها»، فعلى هذا يكون التَّغَلُّبُ في أحدهما بِحَسَبِ حال الإنسان.

Sementara sebagian ulama ada yang merincinya sebagai berikut: persoalan khauf dan raja harus didudukkan sesuai kondisinya, jika ia bertekad hendak mengerjakan ketaatan, maka segi raja harus lebih dominan, yaitu jika kamu mengerjakan kebaikan itu, niscaya Allah akan menerimanya, mengangkat derajatnya dengan kebaikan itu, sehingga ia menjadi lebih bersemangat. Sementara jika ia hendak melakukan kemaksiatan, maka segi khauf harus dikedepankan, sehingga ia tidak terjerumus kepadanya. 

ومنهم من قال: إنه بحسب الحال، ففي حالِ الْمَرَضِ يُغَلِّبُ جانبَ الرَّجَاءِ؛ لأن النَّبِيَّ ﷺ قال: «لَا يَمُوتَنَّ أَحَدُكُمْ إِلَّا وَهُوَ يُحْسِنُ الظَّنَّ بِاللَّهِ - عَزَّ وَجَلَّ

Sementara kelompok lain juga memandang khauf dan roja’ sesuai kondisinya, meskipun penjelasan nya berbeda. Yaitu, saat ia tertimpa sakit, maka roja’ harus lebih dominan, karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda, "Janganlah salah seorang dari kalian mati kecuali ia berbaik sangka kepada Rabbnya." (HR. Muslim no. 2877)
Karena, jika saat sakit segi khauf yang mendominasi, maka mungkin saja akan mendorong untuk berputus asa dari rahmat Allah. Sementara dalam keadaan sehat, rasa khauf harus mendominasi, karena kesehatan kerap mengundang kerusakan sebagaimana yang dikatakan seorang penyair:

إِنَّ الشَّبَابَ والفَرَاغَ وَالجِدَه    مَفْسَدَةٌ لِلمَرْءِ أَيُّ مَفْسَدَهُ
يعني : مَفْسَدَةً عظيمة.

Sesungguhnya masa muda, waktu luang dan kekuatan, dapat menjadi perusak yang fatal pada diri seseorang.
Maksudnya, kerusakan yang sangat hebat. 

Menurut hemat saya, manusia wajib berinteraksi dengan khauf dan roja’ sesuai dengan kondisinya. Dengan demikian, pendapat yang lebih tepat adalah jika ia hendak mengerjakan kebaikan, maka sisi roja’ harus mendominasi, sementara jika hendak mengerjakan keburukan, maka sisi khauf harus mengalahkan roja’. Inilah pendapat terbaik dalam hal yang sangat krusial dan penting ini. 
Tambahan fawaid:
Orang salaf terdahulu mengatakan:

من عبد الله بالحب وحده فهو زنديق،

Barangsiapa yang menyembah Allah dengan perasaan cinta saja, dia adalah Zindiq.

ومن عبده بالخوف وحده فهو حروري،

Barangsiapa yang menyembah Allah dengan perasaan takut saja, dia adalah golongan Haruriyyah/Khawarij.

ومن عبده بالرّجاء وحده فهو مرجئ،

Barangsiapa yang menyembah Allah dengan mengharapkannya saja, maka dia adalah Murjiah.

ومن عبده بالحب والخوف والرّجاء فهو مؤمن موحّد

Barangsiapa yang menyembah Allah dengan cinta, takut dan harapan, maka dialah orang beriman yang mentauhidkan Allah.

#SYUBHAT IRJA adalah Lalai dalam ibadah bahkan meninggalkan ibadah secara keseluruhan karena mereka memandang amalan itu tidak masuk dalam definisi hakikat iman. Iman itu cukup dalam hati saja.
#SYUBHAT QUNUTH adalah menghantarkan orang untuk meninggalkan amal dan putus asa dari Rahmat Allah, amal itu tidak bermanfaat.
#SYUBHAT KESAKSIAN HAKIKAT SECARA UNIVERSAL adalah menjadikan orang meninggalkan amalan dan inilah yang ditempuh oleh orang-orang yang mengatakan Allah menjelma ke dalam makhluknya (wihdatul wujud). ) – manunggaling kawulo gusti

Bersambung inSya Allah