Jumat, 29 Juli 2022

FAIDAH DARI PROF DR. A`SIM AL QORYUTI

*MENDULANG FAWAID DARI DAURAH SYAR’IYYAH JOGJA 1443 H*

Bersama Syaikh Prof. Dr. A’shim bin Abdillah bin Ibrahim al-Qoryuti hafizhahullah

Syaikh hafizhahullah berkata:
lam pertemuan ini, dan beliau hafizhahullah sebenarnya berkeinginan untuk bisa berlama-lama memberikan faidah dalam daurah bukan hanya satu hari saja, namun karena adanya kesibukan yang tidak bisa ditinggalkan maka beliau menyempatkan sebelum beliau hafizhahullah pulang, untuk memberikan faidah kajian ilmiyah kepada asatidz peserta daurah ilmiyyah di Jogja. Sebagaimana dikatakan:

ما لا يُدرَك كُلُّه، لا يُترَك جُلُّه

“Barangsiapa yang tidak bisa mendapatkan seluruhnya maka jangan ditinggalkan secara keseluruhan”

Syaikh hafizhahullah berdoa, “Agar pertemuan ini adalah pertemuan yang dipenuhi dengan kebaikan dan kebarokahan serta bermanfaat buat kaum muslimin.”

Setelah membuka daurah dengan khutbatul Hajah, beliau hafizhahullah berkata:
Mengucapkan selamat datang dan menyambut hangat da kebaikan yang senantiasa menjadikan saling tolong menolong dalam ketakwaan dan memberikan kebaikan untuk dakwah Islamiyyah dan saling tolong menolong dalam apa yang bisa memberikan kemanfaatan.

Dalam pertemuan ini kita akan membaca hadits awaliyyah, Ini adalah hadits awaliyyah yaitu hadits yang didengar awal oleh seorang murid dari gurunya. Ini semua silsiah nya bersambung sampai Sufyan bin Uyainah terhenti sambungnya sanad hadits.

Hadits ini adalah hadits yang paling banyak dibacakan dan dipelajari terutama bagi yang menginginkan untuk mendapatkan ijazah sanad hadits, karena faidah yang sangat besar.

Begitu pula akan dibahas pula ثلاثيات البخاري tsulatsiyat al-Bukhori – yaitu hadits yang diriwayatkan oleh tiga tingkatan perawi yaitu jarak antara Imam al-Bukhori dengan Rasulullah ﷺ adalah tiga perawi saja, baik dari tabiut tabi’in, tabi’in dan shahabat. Dan ini adalah kumpulan sanad yang paling ringkas dari Imam al-Bukhori.

Semoga Allah memberikan keberkahan kepada waktu kita dan usaha kita ini.
Hadits yang akan kita sebutkan adalah hadits musalsah bil awaliyyah --- yaitu hadits :

4941 - حَدَّثَنَا ‌مُسَدَّدٌ ‌وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ الْمَعْنَى، قَالَا: نَا ‌سُفْيَانُ، عَنْ ‌عَمْرٍو، عَنْ ‌أَبِي قَابُوسَ مَوْلًى لِعَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو، عَنْ ‌عَبْدِ اللهِ بْنِ  عَمْرٍو يَبْلُغُ بِهِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «الرَّاحِمُونَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ، ‌ارْحَمُوا أَهْلَ الْأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ». لَمْ يَقُلْ مُسَدَّدٌ: مَوْلَى عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو، وَقَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

Abu Dawud rahimahullah berkata, “Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah dan Musaddad secara makna, keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Amru dari Abu Qabus -mantan budak (yang telah dimerdekakan oleh) Abdullah bin Amru- dari Abdullah bin Amru dan sanadnya sampai kepada Nabi ﷺ, (beliau bersabda): "Orang-orang penyayang akan disayangi oleh Ar Rahman. Sayangilah penduduk bumi maka kalian akan disayangi oleh siapa saja yang di langit."  (HR. Abu Dawud no. 4941, Ahmad no. 6494, at-Tirmidzi no. 1924 dan lainnya, SHOHIH)
Aku telah mendengar dari banyak ulama tentang hadits tersebut di Saudi, Hijaz, Tunis, India dan lainnya. Dan aku diberikan ijazah sanad hadits ini oleh beberapa ulama, termasuk Syaikh Muhammad Asy-Syaadzali bin Muhammad bin as-Shodiq an-Naifar rahimahullah seorang ‘alim dari Tunisia, Syaikh Umar bin Hamdan al-Makhrosy dan masih banyak lagi. Sanad dan ijazah haditsnya akan disebutkan dalam kiriman pdf beliau hafizhahullah kepada asatidz peserta daurah hafizhahumullah.
Terkadang hadits yang seperti ini dibutuhkan untuk tadabur bukan hanya dibaca tapi tidak dapat difahami kandungan isinya.
Ini adalah mutlak berlaku untuk menjelaskan tentang pahala itu tergantung dari jenis amal. Rahmat kebaikan itu tidak terbatas pada birrul walidain tapi secara umum
Timbangan ini adalah dalam kebaikan yang sangat besar dalam Islam.
Dan ini bisa menjawab syubhat yang banyak tentang Islam, dakwah Islam. Banyak pekerjaan dari para dai untuk mengajak kaum muslimin untuk menguatkan islamnya karena musuh islam orang-orang kafir tetap berusaha untuk mengeluarkan kaum muslimin dari agamanya.
Kedatangan risalah Nabi ﷺ adalah rahmat yang sangat agung kepada manusia.
Dan inilah rahmat karena manusia akan bahagia di dunia dan setelah nya bahagian di Surga dengan risalah Nabi ﷺ.
Rahmat Allah yang besar ini ditujukkan kepada orang-orang dekat, kerabat, bahkan yang paling dekat dengan kita yaitu orang tua begitupun kaum muslimin.
Hadits ini juga berkaitan dengan hadits Agama itu nasehat,

عَنْ أَبِي رُقَيَّةَ تَمِيْمٍ بْنِ أَوْسٍ الدَّارِي رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ قُلْنَا : لِمَنْ ؟ قَالَ للهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلِأَئِمَّةِ المُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ – رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Dari Tamim ad-Dari radhiallahu’anhu bahwa Nabi ﷺ bersabda, "Agama itu adalah nasihat." Kami bertanya, "Nasihat untuk siapa?" Beliau menjawab, "Untuk Allah, kitab-Nya, rasul-Nya, dan para pemimpin kaum muslimin, serta kaum muslimin seluruhnya." (HR. Muslim no. 55)

Dakwah dengan penuh rahmat itu adalah dakwah tauhid yang menerapkan keilmiyahan yang bisa menjawab syubhat yang menyerang kaum muslimin dari orang-orang kafir. Agama islam adalah agama penuh rahmat. Nabi ﷺ adalah sosok yang penuh rahmat.

وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ

   Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam. (QS. Surat Al-Anbiya: 107)

Bahkan dalam islam memberlakukan rahmat ketika penyembelihan hewan. Begitu pula dalam ayat banyak sekali menjelaskan tentang Rahmat.

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

وَرَبُّكَ الْغَنِيُّ ذُو الرَّحْمَةِ

Dan Rabbmu Maha Kaya lagi mempunyai rahmat. [QS. al-An’aam: 133].
Firman Allah Azza wa Jalla :

وَرَبُّكَ الْغَفُورُ ذُو الرَّحْمَةِ

Dan Rabbmu Yang Maha Pengampun lagi mempunyai rahmat..[QS. al Kahfi: 58].

Ar-Rahman – meliputi semua baik itu yang kafir maupun yang muslim.
Ar-Rahim – meliputi semua kaum muslimin orang-orang yang beriman.
Orang yang bertauhid itu harus beriman dengan Asma wa Shifat:
Ahlus Salaf adalah ahlus sunnah dan itu adalah nama yang satu, dan disebut as-Salaf karena generasi terbaik umat:
عن  عبدالله بن مسعود :خيرُ النّاسِ قرني ، ثمَّ الَّذين يلونُهم ، ثمَّ الَّذين يلونهم
الزرقاني (ت ١١٢٢)، مختصر المقاصد ٤٣٧ • صحيح • أخرجه البخاري (٢٦٥٢)، ومسلم (٢٥٣٣)

Sebaik baik generasi adalah generasiku, kemudian generasi setelahnya, kemudian generasi setelahnya. (Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu, Al-Bukhori no. 2652 dan Muslim no. 2533).
Ini adalah metode ahli Islam yang menerapkan kasih sayang.

KAIDAH dalam memahami Tauhid Asma Wa shifat:
KAIDAH PERTAMA:
Masdhar Awal Talaqi:  Adalah wahyu – Al-Qur’an dan as-Sunnah tidak bisa diqiyaskan dengan akal dan filsafat tapi ini adalah perkara Tauqifi – yaitu makna diserahkan kepada keterangan yang telah Allah dan Rasulullah ﷺ tetapkan untuk dirinya tidak

KAIDAH KEDUA:
Allah memberitahukan tentang diri-Nya, kita tidak tahu tentang apa yang menjadi diri Allah kecuali apa yang telah Allah tetapkan untuk diri-Nya.
Hadits adalah hujjah dalam I’tiqad baik itu hadits mutawattir ataupun ahad. Hadits Mutawatir jelas lebih kuat dari pada Ahad. Namun keduanya tetap dipakai sebagai hujjah baik dalam aqidah, siroh, dan hukum tidak ada pembedaan antara hadits tersebut sebagaimana yang telah dilakukan oleh para ahli filsafat/mantiq. Tafriq yang seperti itu tidak ada masalah dalam menjelaskan ke umat. Namun pendapat bahwa mutawatir itu untuk aqidah dan ahad tidak berlaku untuk hujjah di aqidah maka itu adalah kesalahan yang telah banyak terjadi.
Para penuntut ilmu yang ingin membahas lebih banyak maka hendaknya membaca kitab Syaikh Al-Albani rahimahullah Ahaadits Hujjatun Binafsihi Fil ‘Aqoid wal Ahkaam - الحديث حجة بنفسه في العقائد والأحكام, kitab Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah  
الصواعق المرسلة على الجهمية والمعطلة
As-Showa’iq al-Mursalah ‘alal Jahmiyah wal Mu’athhilah
Begitupula kitab ar-Risalah yang menginginkan madzhab as-Syafi’I. dan kita semua adalah madzhab syafi’I sesuai dengan perkataan Imam as-Syafi’i rahimahullah,

إذا صح الحديث فهو مذهبي
Kalau shohih hadits maka dia adalah madzhabku.
Dan kitab ar-Risalah ini bagus sekali manakala bisa dijadikan acuan dasar untuk daurah syar’iyah.
Dulu para salaf tidak pernah mengenal tafriq pembedaan dari hadits mutawatir dan ahad. Maksudnya tidak ada perbedaan dalam kekuatan bisa dipakai sebagai hujjah atau tidak.

KAIDAH KETIGA:
Wajib iman dengan apa yang ada pada maknanya dan yang berkaitan dengan Atsar.
Misalnya : Al-‘Alim maka nama itu ditujukan untuk memberitahukan bahwa Allah mempunyai sifat Maha Mengetahui.
Al-Ghofur dan al-Karim itu beda secara Bahasa, setiap nama punya makna yang berbeda-beda harus difahami sesuai makna aslinya sebagaimana terdapat penjelasan dalam Al-Qur’an, as-Sunnah dan penjelasan para ulama salaf.
Ini adalah koridor yang bisa mejadikan orang yang memaknai selain dari apa yang seharusnya bisa keluar dari penyebutan ahlus sunnah wal Jama’ah.
Nama Allah tidak terbatas 99 nama saja: sebagaimana hadits:

عن أبي هريرة: إنَّ للهِ تسعةً وتسعينَ اسمًا مَن أَحصاها دَخلَ الجنَّةَ
الألباني (ت ١٤٢٠)، صحيح الترمذي ٣٥٠٨ • صحيح •

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Sesungguhnya Allah mempunyai 99 nama barangsiapa yang menghafalkannya, menjaganya, mengamalkannya, mengimaninya masuk surga. (HR. At-Tirmidzi, lihat Shohih at-Tirmidzi no. 3508).

أنَّ رَسولَ اللَّهِ ﷺ قالَ: إنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وتِسْعِينَ اسْمًا مِئَةً إلّا واحِدًا، مَن أحْصاها دَخَلَ الجَنَّةَ.
أبو هريرة • البخاري (ت ٢٥٦)، صحيح البخاري ٢٧٣٦ • [صحيح

Rasulullah ﷺ bersabda: Sesungguhnya Allah mempunyai 99 nama 100 kurang satu barangsiapa yang menghafalkannya, menjaganya, mengamalkannya, mengimaninya masuk surga. (HR. Al-Bukhori no. 2736).
99 itu bukan pembatasan terhadap jumlah nama-nama Allah namun Allah mempunyai lebih dari itu sebagaimana dijelaskan dalam hadits doa karb:
Tapi sesuai dengan hadits doa karb – doa gundah gulana:
Dari Abdullah bin Mas’ud rodhiyallahu ‘anhu berkata, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَا قَالَ عَبْدٌ قَطُّ إِذَا أَصَابَهُ هَمٌّ وَحَزَنٌ: اللهُمَّ إِنِّي عَبْدُكَ، وَابْنُ عَبْدِكَ، ابْنُ أَمَتِكَ، نَاصِيَتِي بِيَدِكَ، مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ، عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ، أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ، سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ، أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِي، وَنُورَ صَدْرِي، وَجِلَاءَ حُزْنِي، وَذَهَابَ هَمِّي، إِلَّا أَذْهَبَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ هَمَّهُ، وَأَبْدَلَهُ مَكَانَ حُزْنِهِ فَرَحًا "، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ يَنْبَغِي لَنَا أَنْ نَتَعَلَّمَ هَؤُلَاءِ الْكَلِمَاتِ؟ قَالَ: " أَجَلْ، يَنْبَغِي لِمَنْ سَمِعَهُنَّ أَنْ يَتَعَلَّمَهُنَّ

Tidak ada seorang pun yang sedang dilanda kegundahan dan kesedihan, lalu mengucapkan do’a : “Allahumma innii ‘abduka, wabnu ‘abdika, wabnu amatika, naashiyatii biyadika, maadhin fiyya hukmuka, ‘adlun fiyya qodhoo-uka, as-aluka bikullismin huwa laka, sammaita bihi nafsaka, au anzaltahu fii kitaabika, au ‘allamtahu ahadan min kholqika, awista’tsarta bihi fii ‘ilmil ghoibi ‘indaka, an taj’alal qur-aana robii’a qolbii, wa nuuro shodrii, wa jalaa-a huznii, wa dzahaaba hammii.”
“Ya Allah , sesungguhnya diri ini adalah hamba-Mu, anak dari hamba laki-laki Mu, dan anak dari hamba perempuan-Mu, ubun-ubunku berada dalam genggaman-Mu, Hukum-Mu telah berjalan, dan keputusan-Mu merupakan keputusan yang adil, Aku memohon dengan seluruh nama-nama-Mu, yang engkau namai diri-Mu, atau nama yang engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau telah engkau ajarkan kepada seseorang dari hamba-Mu, atau nama yang masih Engkau simpan di sisi-Mu, jadikan Al-Qur’an sebagi penentram jiwaku, cahaya hatiku, pelenyap duka dan lara ku.” Tidaklah seorangpun mengucapkan do’a ini melainkan Allah akan hilangkan kesedihannya, dan akan jadikan kebahagiaan untuknya. Wahai Rasulullah, seharusnya kita mempelajari dan menghafal do’a tersebut. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : Betul sekali, hendaknya siapa saja yang mendengar do’a ini untuk mempelajarinya. (HR. Ahmad, hadist no. 4318, Shohih lihat Silsilah Ahadits as-Shohihah no. 199).
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah pernah menulis dengan tangannya asma wa shifat, ini dalam rangka menerapkan ihsho’ dalam Asma wa shifat.

KAIDAH KEEMPAT:
Iman dengan apa yang ada pada Sifat-sifat Allah dengan Itsbat dan meniadakan tamtsil wa ta’thil berlaku juga pada Nama-nama Allah Azza wa Jalla.
القول في الصفات كما القول في الذات

Perkataan dalam sifat begitupula sama dengan perkataan dalam Dzat. Maksudnya beriman dalam sifat harus pula beriman dengan nama Allah. Bukan membedakan yaitu menetapkan sebagian sifat kemudian mengingkarinya atau menyelewengkan beberapa shifat dan nama bahkan Mentakwilkan nama Allah dan mentasybihkan.
Iman dengan Nama-Nama Allah mengharuskan pula untuk beriman dengan seluruh sifat Allah. Begitupula sebaliknya.
Kaidah Ahlus Sunnah dalam menafikan adalah:

لَيْسَ كَمِثْلِهٖ شَيْءٌ ۚوَهُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ

Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang Maha Mendengar, Maha Melihat. (QS. Asy-Syuuraa: 11)
Hanya ini saja yang dipakai oleh Ahlu Sunnah tidak memakai bahwa Allah bukan seperti ini, bukan seperti itu. Hanya memakai penafian yang sesuai al-Qur’an saja.
Mumatsiilah dan mutasyabih – bisa menyebabkan orang menjadi terjatuh kepada penyimpangan aqidah yang fatal –

‌ارْحَمُوا مَنْ فِي الْأَرْضِ
Sayangilah para penghuni di bumi.
Ini dalam hadits sebagai penekanan ta’qiid dalam sifat ar-Rahmat, baik itu berlaku untuk anak kecil, kepada orang tua, untuk kaum muslimin bahkan kepada binatang.
Tafsir keduanya tidak bertentangan – Ikhtilaf Tanawwu’

وقال شيخنا حماد الأنصاري رحمه الله : فقـه هـذا الحديث ومن الشريف : أن صفة الرحمـة مـن صفات الله عز وجل التي يجب الإيمان بها على الأسس التالية :

Syaikh Hamaad al-Anshory rahimahullah:
Pemahaman hadits ini adalah sangat mulia:
Sesungguhnya sifat Ar-Rahmah adalah salah satu dari sifat Allah Azza wa Jalla yang wajib diimani berdasarkan asas berikut ini:

أ‌. إثباتها.
• Penetapannya
ب‌. تنزيهها عن مشابهة صفات المخلوقات .

• Penyuciannya dari Tasybih terhadap sifat-sifat makluk

ج.  الْيَأْسُ مِنْ إِدْرَاكِ كَيْفِيَّتِهَا وَكُنْهِهَا، وَقَدْ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فِي سُورَةِ الشُّورَى: « لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِير

• Putus asa dari pengetahuan berkaitan dengan kaifiyahnya dan kontekstual esensinya, Allah Azza wa Jalla berfirman di Surat as-Syuuraa:

لَيْسَ كَمِثْلِهٖ شَيْءٌ ۚوَهُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ

Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang Maha Mendengar, Maha Melihat. (QS. Asy-Syuuraa: 11)

وقال في سورة البقرة : ( ولا يحيطون بشيء مـن عـامـه إلا بما شاء .... الآية، وقال في سورة طه: ( ولا يحيطون بـه علما » .ومعنى {في} في قوله: « مـن في السماء ؟ يحتمل أحـد أمـرين كلاهما صحيح :

Dan Allah berfirman di Surat al-Baqorah 255:

وَلَا يُحِيْطُوْنَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهٖٓ اِلَّا بِمَا شَاۤءَۚ

mereka tidak mengetahui sesuatu apa pun tentang ilmu-Nya melainkan apa yang Dia kehendaki.
Dan surat at-Thoha:

وَلَا يُحِيْطُوْنَ بِهٖ عِلْمًا

sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya. (QS. Ath-Thoha: 110)
dan makna Fi dalam ( Man Fis Samaa) – siapa yang ada di langit? Ini meliputi salah satu dari dua perkara yang kedua-dua nya shohih:

PERTAMA:
أ‌. بقاء (في) على الظرفية على أن معنى السماء العلق، كقوله عز وجل عـن النخلة: « وفرعها في السماء ، أي : في العلـو.

Fi dalam makna sebagai Adhorfiyah keterangan  yaitu maknanya langit yang terkait, sebagaimana firman Allah tentang pohon kurma:
وَّفَرْعُهَا فِى السَّمَاۤءِۙ
dan cabangnya (menjulang) ke langit, (QS. Ibrahim: 24).
Fis Samaa’ di langit yaitu Fil Uluw – di Ketinggian

ب‌. أن تكون (في) بمعنى (على) أي : مـن عـلى السماء، أي : عـلى أن معنى السماء المبنيـة، كقوله عز وجل « فسيحوا في الأرض ، وقوله : ( قـل سيروا في الأرض » أي: على الأرض.

KEDUA:
Fi bermakna ‘Ala yaitu dari atas Langit, yaitu makna langit itu adalah mabni tetap sebagaimana ayat:

فَسِيْحُوْا فِى الْاَرْضِ
Maka berjalanlah kamu (kaum musyrikin) di bumi (QS. At-Taubah: 2)
Dan firman Allah:

قُلْ سِيْرُوْا فِى الْاَرْضِ 

Katakanlah (Muhammad), “Jelajahilah bumi,  (QS. Al-An’aam: 11)
(jadi bukan berjalan didalam bumi tapi diatas bumi).

فكلمة و السماء ؟ في القرآن لها خمسة معان :

Kata Was Samaa’ “Dan Langit” dalam al-Qur’an ada 5 makna:
أ‌. السماء بمعنى العـلـو كما تقدم في قوله عز وجـل عـن النخلة : « وفرعها  في السماء ؟
Langit dengan makna ‘Al – ‘Uluw tinggi sebagaimana telah berlalu, dalam firman Allah tentang pohon kurma
وَّفَرْعُهَا فِى السَّمَاۤءِۙ
dan cabangnya (menjulang) ke langit, (QS. Ibrahim: 24).

ب‌. السماء بمعنى المطر، كقوله عز وجل « يرسل السماء عليكم مدرارا ؟ أي: المطر؛ لأن المطـر يـنـزل مـن فـوق

Langit dengan makna al-Mathor – hujan, sebagaiman firman Allah:

يُّرْسِلِ السَّمَاۤءَ عَلَيْكُمْ مِّدْرَارًاۙ

Niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu, (QS. Nuh: 11)
Yaitu hujan, karena hujan itu turun dari atas.

ج. السماء المبنية كقوله عز وجل * أو لم ينظروا إلى السماء فوقهم ؟

Langit bermakna bangunan seperti firman Allah Ta’ala:
اَفَلَمْ يَنْظُرُوْٓا اِلَى السَّمَاۤءِ فَوْقَهُمْ

Maka tidakkah mereka memperhatikan langit yang ada di atas mereka? (QS. Qof; 6)

السماء بمعنى السحاب، كقوله عز وجل (ونزلنا من السماء
Langit dengan makna awan,

Seperti perkataan Allah
وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاۤءِ مَاۤءً مُّبٰرَكًا
Dan dari langit Kami turunkan air yang memberi berkah (QS. Qof: 9)

د. السماء بمعنى السقف، كقوله عز وجل ( من كان يظن أن لـن ينصره الله في الدنيا والآخرة فليمدد بسبب إلى السماء ... » الآية، أي: "إلى سقف البيت كما قال ابن عباس رضي الله عنهما انتهى كلامه رحمه الله .

Langit bermakna atap, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

مَنْ كَانَ يَظُنُّ اَنْ لَّنْ يَّنْصُرَهُ اللّٰهُ فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِ فَلْيَمْدُدْ بِسَبَبٍ اِلَى السَّمَاۤءِ 

Barangsiapa menyangka bahwa Allah tidak akan menolongnya (Muhammad) di dunia dan di akhirat, maka hendaklah dia merentangkan tali ke langit-langit, (QS. Al-Hajj: 15)
Yaitu ke atap rumah sebagaimana perkataan Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma.
Kebaikan adalah dengan apa yang telah ditempuh oleh generasi salaf.
Aqidah bukan sebagaimana yang telah didengarkan dari penjelasan Syaikhul Islam, Syaikh Bin Baaz, Syaikh Al-Albani dan Syaikh Utsaimin. Namun ini pada hakekatnya apa yang ditetapkan oleh mereka adalah sebagaimana yang telah dikatakan oleh para generasi pendahulunya yaitu Imam as-Syafi’i dan yang lainnya yang mengambil perkataan mereka dari al-Qur’an dan as-Sunnah dalam hal pembahasan dalam aqidah.
Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu berkata:

الخلاف كله شر

Perpecahan itu adalah kejelekan.
Perbedaan pendapat itu bisa menjadi awal perpecahan, namun seharusnya diantara para penuntut ilmu harus saling menyayangi satu sama lain dengan sifat rahmat Islam yang sesungguhnya.
Ini yang berkaitan dengan syarah hadits diatas.
Semoga bermanfaat.
Bagian Pertama
(besambung bagian kedua)
Semoga bermanfaat
Zaki Rakhmawan Abu Usaid