Jumat, 26 November 2021

LIMA UCAPAN JIKA DI LAFADZKAN TATKALA SAKARATUL MAUT MAKA TIDAK AKAN TERSENTUH API NERAKA

خمس من رزقهن عند موته لم تمسه النار

LIMA UCAPAN JIKA DI LAFADZKAN TATKALA SAKARATUL MAUT MAKA TIDAK AKAN TERSENTUH API NERAKA 


oleh As Syaikh Prof DR Abdurrozak Al Badr hafidhohullahu Ta´ala.

Al Imam Ibnu Majah meriwayatkan dalam Sunnannya dari Al Aghorr Abi Muslim, bahwasanya ia Abu Hurairah dan Abu Said radhiyallahu anhuma bahwasanya keduanya menyaksikan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

((إِذَا قَالَ الْعَبْدُ : «لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ» ، قَالَ : يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ : «صَدَقَ عَبْدِي؛ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنَا، وَأَنَا اللهُ أَكْبَرُ». 
وَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ: «لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ»، قَالَ: «صَدَقَ عَبْدِي؛ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنَا وَحْدِي» . 
وَإِذَا قَالَ: «لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ»، قَالَ: «صَدَقَ عَبْدِي، لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنَا وَلاَ شَرِيكَ لِي». 
وَإِذَا قَالَ: «لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ»، قَالَ: «صَدَقَ عَبْدِي؛ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنَا، لِيَ الْمُلْكُ، وَلِيَ الْحَمْدُ» . 
وَإِذَا قَالَ: «لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ» ، قَالَ : «صَدَقَ عَبْدِي؛ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنَا ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِي»)).
قَالَ أَبُو إِسْحَاقَ: ثُمَّ قَالَ الأَغَرُّ شَيْئًا لَمْ أَفْهَمْهُ، قَالَ: فَقُلْتُ لأَبِي جَعْفَرٍ: مَا قَالَ؟ فَقَالَ: «مَنْ رُزِقَهُنَّ عِنْدَ مَوْتِهِ لَمْ تَمَسَّهُ النَّارُ».

Apabila seorang hamba berkata: Lha ilaha illallahu wallahu akbar ( Tiada sesembahan yang hak kecuali hanya Allah dan Dia adalah Dzat Yang Maha Besar), berkata: Allah Ta'ala berfirman: Benar hambaku, tiada sesembahan yang hak kecuali Aku,dan Aku adalah Dzat Yang Maha Besar. 

Dan jika seorang hamba berkata: Lha ilaha illallahu wahdahu ( Tiada sesembahan yang hak kecuali hanya Allah saja), maka Allah Ta'ala berfirman: Benar hambaku, tiada sesembahan yang hak kecuali hanya Aku saja. 

Dan jika seorang hamba berkata: Lha ilaha illallahu la syarikat lahu (Tiada sesembahan yang hak kecuali hanya Allah tiada sekutu bagi Nya), maka Allah Ta'ala berfirman: Benar hambaku, tiada sesembahan yang hak kecuali Aku, tiada sekutu bagi Ku.

Dan jika seorang hamba berkata: Lha ilaha illallahu lahu mulku walahul hamdu (Tiada sesembahan yang hak kecuali hanya Allah, bagi Nya kerajaan seluruh nya dan bagi Nya segala pujian), maka Allah Ta'ala berfirman: Benar hambaku tiada sesembahan yang hak kecuali Aku, bagi ku seluruh kerajaan dan bagi Ku segala pujian. 

Dan jika seorang hamba berkata : Lha ilaha illallahu wa haula wala kuwwata illallahu billah ( Tiada sesembahan yang hak kecuali hanya Allah dan tiada daya dan kekuatan kecuali datang dari Allah), maka Allah Ta'ala berfirman : Benar hambaku, tiada sesembahan yang hak kecuali Aku dan tiada daya dan kekuatan kecuali datang dari Ku.

Abu Ishak berkata, Al Aghorr berkata sesuatu yang tidak aku pahami, kemudian aku bertanya kepada Abu Ja'far : perkataan apakah itu? Ia menjawab : Barangsiapa yang dikaruniai ucapan tersebut diatas ketika sakratul maut niscaya dia tidak akan tersentuh oleh api neraka. 

Al Imam At Tirmidzi rahimahullahu meriwayatkan hadits ini dan dicantumkan pada bab : Apa yang seyogyanya diucapkan oleh seorang hamba jika sedang sakit. 

Dan dalam lafadz nya disebutkan : Barangsiapa yang mengucapkan kalimat ini ketika sedang sakit kemudian meninggal maka ia tidak akan tersentuh oleh api neraka. 

Dan diriwayatkan oleh Al Imam An Nasa'i disana terdapat tambahan lafadz: Dan menghitung nya kelima dzikir tersebut dengan ruas jari tangan nya. 

Dan dalam riwayat disebutkan pula: Dan Allah Ta'ala akan membenarkan kelima ucapan dzikir nya. 

Al Imam Ibnul Qoyyim rahimahullahu menyebutkan dalam faidah-faidah berdzikir: Bahwa berdzikir merupakan sebab bagi Allah Ta'ala untuk membenarkan hamba Nya, karena hamba tersebut mengkhabarkan tentang Allah Ta'ala dari sifat-sifat Nya Yang Maha Sempurna, jika memberitakan pasti akan dibenarkan oleh Allah Ta'ala dan jika dibenarkan oleh Allah Ta'ala maka tidak akan dikumpulkan bersama orang-orang yang pendusta dan hanya dipertemukan dengan orang-orang yang jujur. 

Kemudian beliau melanjutkan ucapan nya: Dan  merupakan bentuk kecintaan hamba kepada Allah Ta'ala maka seorang hamba memberikan sanjungan dan pujian kepada Nya dan Dzat Yang Disanjung membenarkan sifat sifat yang Maha Sempurna tersebut. 

Dan dengan ini Al Imam Ibnu Hibban rahimahullahu memberikan judul hadist didalam kitab shohih nya: Melantunkan dzikir jika seorang hamba muslim  menyebutnya maka niscaya Allah Ta'ala akan membenarkan nya.

Adapun lafadz " Barang siapa yang melantunkan nya tatkala sakarat maut maka niscaya ia tidak akan tersentuh oleh api neraka ". 

Al Imam As Sinndiy rahimahullahu menyebutkan dalam penjelasan Sunnan Ibnu Majah berkata: Yaitu siapa saja yang Allah Ta'ala berikan karunia untuk melantunkan kalimat ini ketika sakratul maut (sebelum meninggal) maka niscaya ia tidak akan mendapatkan siksa neraka dan akan dimasukkan ke dalam surga bersama orang-orang baik, semoga kita diberikan taufik untuk mendapatkan kemuliaan ini. 

Al Imam As Syaukani rahimahullahu berkata menjelaskan dalam karyanya Tuhfatuz  Za'kiriin: Dalam keutamaan ini, bahwasanya kalimat diatas mengandung ucapan tauhid sebanyak lima kali, sebagaimana tercantum dalam hadits hadits yang shohih bahwa siapa saja yang meninggal dunia dalam keadaan tidak mensekutukan Allah Ta'ala sedikitpun niscaya ia akan masuk ke dalam surga berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam, " Barang siapa yang akhir ucapan nya LHA ILAHA ILLALLAHU niscaya ia akan masuk surga ". 

Dan sangat banyak sekali riwayat riwayat yang serupa dari para sahabat yang dicantumkan dalam shohih Al Bukhari, Muslim dan selain kedua nya. 

Al Imam Al Mubarokafuriy rahimahullahu berkata: " Dan dalam hadits menunjukkan dalil bahwa kalimat ini jika dilantunkan oleh seorang hamba ketika dalam keadaan sakit dan kemudian ia wafat, yaitu menjadi pungkasan khotimah kebaikan di akhir ucapan tatkala kondisi sadar tanpa paksaan baginya, maka ia tidak akan tersentuh oleh api neraka walaupun ia memiliki dosa dosa maksiat sebelum nya, niscaya akan terhapus dengan kalimat tersebut seluruhnya. 

As Syeikh Al Utsaimin rahimahullahu menerangkan dalam karyanya Sarah Riyadus Sholihin: " Seyogyanya bagi setiap insan untuk membiasakan lantunan dzikir ini dan memperbanyak nya ketika dalam keadaan sakit hingga dirinya dapat mengakhiri umurnya dengan kebaikan sekiranya Allah menghendaki dan Allah Ta'ala yang memberikan limpahan taufik ".

Ayahanda As Syaikh Abdul Muhsin Al Badr hafidhohullahu memerintahku menuliskan ucapannya: " Dzikir yang agung ini telah disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ahlu Sunnan (Al Imam At Tirmidzi, Abu Dawud, An Nasa'i dan Ibnu Majah) dan yang lainnya serta di sahkan oleh kalangan Ahli Ilmu, Yang didalamnya terkandung lima dzikir yang berupa kalimat Tahlil yang disambung dengan puji pujian kepada Allah Ta'ala yang hanya berhak dimiliki Allah Ta'ala. 

Dan Al Imam Al Bukhari rahimahullahu dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu yang dimana Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: " Dua kalimat yang ringan di lisan, berat dalam timbangan mizan hari kiyamat dan dicintai oleh Dzat Yang Maha Rohman, Subhanallah Al Adhim, Subhanallah wa bihamdihi (Maha suci Allah Dzat Yang Maha Agung, Maha suci Allah dan segala pujian pujian Nya), dan kalimat tahlil yang lima ini sangat layak untuk ditambahkan tiga sifat yang ada dalam hadits. 

Dan sungguh As Syaikh Abdurrozaq hafidhohullahu telah berupaya untuk yang terbaik dalam mengingatkan keutamaan hadits yang mulia ini dan menyebar luaskan dan sesungguhnya peringatan merupakan suatu manfaat yang agung bagi orang orang yang yang beriman, maka seyogyanya setiap muslim memperhatikan dengan baik lantunan dzikir ini terlebih tatkala sedang diberikan ujian sakit dan hanya Allah Ta'ala yang berhak memberikan taufik. 

Dahulu As Syaikh Ahmad Abu Ubaidah Al Mahrizy Al Marakisyi rahimahullahu sangat sering memberikan wasiyat agar selalu melantunkan dzikir ini dalam karya nya "Wirdul Ikhtishor" , berkata: Jangan pernah engkau terlupakan dari dzikir yang singkat ini Dan hendaklah senantiasa merenungkan kandungan nya ".

Kemudian beliau melanjutkan penjelasan nya :" Dan perbedaan antara dzikir ini dan lafadz hadits, " Barang siapa yang akhir ucapan nya LHA ILAHA ILLALLAHU niscaya ia akan masuk surga ", memungkinkan hadits ini memberikan jaminan untuk masuk surga walaupun ia mendapatkan siksa terlebih dahulu di neraka, sedangkan dzikir yang terdahulu memberikan jaminan untuk tidak tersentuh oleh api neraka, sehingga lantunan dzikir yang lima terdahulu bila diucapkan tatkala menjelang wafat memiliki keutamaan yang lebih dan terdapat karunia yang utama.  

Dan sungguh Allah Ta'ala memberikan karunia yang agung (kepada beliau) diberikan kesempatan  untuk mengucapkan dzikir tersebut tatkala menjelang kematian menjadi pungkasan terakhir bahkan diberikan bimbingan tatkala nyawa hendak berpisah dan menjadi ucapannya  terakhir, hingga beliau orang yang hendak meninggal memberikan talqin kepada orang lain yang akan wafat, semoga Allah Ta'ala mengampuni dosa mereka berdua dan seluruh orang orang yang wafat dari kaum muslimin. 

Maka dzikir ini adalah sangat agung yang penuh berkah sepantasnya setiap muslim untuk memperhatikan nya dan memperbanyak melantunkan nya dan agar senantiasa menjadikan sebagai tujuan utama dan cita cita yang semoga kita diberikan karunia untuk melantunkan nya tatkala akhir kehidupan kita hingga meraih husnul khotimah yang dapat memasukkan kita kedalam surga golongan yang pertama bersama orang-orang baik tanpa tersentuh oleh api neraka. 

Dan semoga Allah Ta'ala memberikan taufik kepada kita dan tiada sekutu bagi Nya. 

والله الموفق وحده لا شريك له.

Senin, 15 November 2021

SYIRIK KECIL


Alhamdulillah, wassholatu wassalamu ala rosulillah, wa ba´du ; 

Sesungguhnya riya´ merupakan bagian dari perbuatan syirik kecil yang sering melintas dalam lubuk hati manusia, terkadang sulit lagi sedikit bagi seseorang untuk selamat dari nya.

Maka perlu bagi kita untuk mengetahui apakakah hakikat dari riya itu, sejauh mana bahaya riya terhadap suatu amalan dan bagaimanakah cara kita untuk selamat dari nya? 

Riya´ adalah perbuatan syirik yang sangat lembut seperti seseorang menampakkan sesuatu ibadah yang ia lakukan kepada manusia untuk mendapatkan sekelumit dari dunia yaitu ia memperlihatkan ibadah yang ia kerjakan agar dilihat manusia hingga ia mendapatkan pujian.

Riya´ berasal dari kata ru´yah yaitu sesuatu yang dilihat dan dipandang, sebagaimana  Sum´ah berasal dari kata sima´ dan istima´ yaitu didengar sehingga apa yang ia lakukan agar dilihat dan didengar oleh para manusia.

Sehingga ia mendapatkan sanjungan dan pujian dari amal perbuatan nya tatkala didunia, ia berusaha agar disanjung atau dipuji sehingga sesungguh nya amal nya bukan murni karena Allah Ta´ala , sehingga amal nya menjadi hancur tidak berbekas.

Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata, bersabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam : 

: ((قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنْ الشِّرْكِ، مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ))؛ رواه مسلم.

Allah Taba´roka wa Ta´ala berfirman :  Sesungguhnya Aku tidak membutuhkan tandingan dari sekutu sekutu, barang siapa yang beramal kemudian mensekutukan dengan selainku sungguh aku tinggalkan ia bersama sekutu nya.  (HR. Muslim)

Diriwayatkan dari sahabat Abu Said ibn abi Fadholah radhiyallahu anhu berkata bahwa Rosulullahi shollallahu alihi wa sallam bersabda : 

((إِذَا جَمَعَ اللَّهُ النَّاسَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لِيَوْمٍ لا رَيْبَ فِيهِ، نَادَى مُنَادٍ: مَنْ كَانَ أَشْرَكَ فِي عَمَلٍ عَمِلَهُ لِلَّهِ أَحَدًا، فَلْيَطْلُبْ ثَوَابَهُ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ، فَإِنَّ اللَّهَ أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنْ الشِّرْكِ))؛ رواه الترمذي وابن ماجه.

Apabila Allah Ta´ala mengumpulkan para makhluk dihari kiyamat yaitu hari yang tidak diragukan akan kejadian nya, maka diserukan oleh malaikat yang menyeru dengan lantang : 

barang siapa yang mensekutukan Allah Ta´ala dalam amal perbuatan nya kepada makhluk, maka hendak nya ia meminta pahala kepada nya jangan kepada Allah Ta´ala, dikarenakan Allah Ta´ala tidak membutuhkan sekutu sebagai tandingan . (HR. At Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Maka ibadah apa saja yang seharusnya diperuntukkan kepada Allah Ta´ala namun ia berbuat riya´ atau mencari pandangan kepada selain Allah Ta´ala maka pahala nya akan sirna, sebagaimana dalam hadist, bahwasanya seseorang sahabat datang kepada Nabi shallallahu  alaihi wa sallam bertanya, wahai Rasulullah, bagaimana seseorang berperang untuk mendapatkan pahala dan agar dipuji, apa yang ia akan dapatkan? Maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: ia tidak akan mendapatkan apapun. 

Maka ditanyakan berulang hingga tiga kali maka dijawab: ia tidak akan mendapatkan apapun. 

Kemudian Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: 

((إِنَّ اللَّهَ لا يَقْبَلُ مِنْ الْعَمَلِ إِلَّا مَا كَانَ لَهُ خَالِصًا وَابْتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُ))؛ رواه الترمذي وأبو داود.
 

Sesungguhnya Allah Ta'ala tidak akan menerima suatu amalan kecuali jika ia ikhlas dan hanya mencari wajah Allah Ta'ala. (HR. At Tirmidzi dan Abu Dawud)

Riya' akan mengakibatkan akhir yang buruk, dikarenakan Allah Ta'ala akan menyingkap niyat buruk bagi orang orang yang riya' dihadapan para makhluk semua nya, sebagaimana diriwayatkan oleh sahabat Jundub ibnu Abdillah radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: 

((مَن سَمَّعَ سَمَّعَ اللَّهُ به، ومَن راءَى راءَى اللَّهُ بهِ))

Barang siapa yang beramal agar didengar amal perbuatan nya maka Allah Ta'ala akan jadikan amal nya didengar manusia dan barang siapa yang beramal agar dilihat amal perbuatan nya maka Allah Ta'ala akan jadikan amal nya dilihat manusia.  (HR. Muslim)

Arti dari Hadits diatas adalah barang siapa yang menampakkan amal perbuatan nya untuk manusia riya' agar dilihat, maka Allah Ta'ala akan tunjukkan niyat buruk nya pada hari  kiyamat dihadapan para makhluk semua, yang sebelumnya orang orang mengira bahwa ia telah melakukan kebaikan tatkala didunia. 

Dan Al Imam Syufyan At Tsauri rahimahullahu  membaca firman Allah Ta'ala: 

 ﴿وَبَدَا لَهُمْ مِنَ اللَّهِ مَا لَمْ يَكُونُوا يَحْتَسِبُونَ ﴾ [الزمر: 47]، 

"Dan jelaslah bagi mereka azab dari Allah yang belum pernah mereka perkirakan." (Q.S.39:47)

Kemudian ia berkata: Celaka bagi orang yang riya' , celaka bagi orang yang riya' ,celaka bagi orang yang riya' , ini ayat bagi mereka dan inilah kisah mereka.  

Dan tidak hanya hancur pahala orang orang yang riya' dan niyat buruk mereka akan di ungkap dihadapan para makhluk pada hari kiyamat namun tempat kembali mereka adalah neraka, bukankah kalian mengetahui siapakah orang yang paling pertama diseret ke dalam neraka pada hari kiyamat? 

Mereka adalah orang orang islam yang mengerjakan amalan yang  sangat mulia namun mereka riya'.

Diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

((أَنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ يَنْزِلُ إِلَى الْعِبَادِ لِيَقْضِيَ بَيْنَهُمْ، وَكُلُّ أُمَّةٍ جَاثِيَةٌ، فَأَوَّلُ مَنْ يَدْعُو بِهِ رَجُلٌ جَمَعَ الْقُرْآنَ، وَرَجُلٌ يَقْتَتِلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَرَجُلٌ كَثِيرُ الْمَالِ، فَيَقُولُ اللَّهُ لِلْقَارِئِ: أَلَمْ أُعَلِّمْكَ مَا أَنْزَلْتُ عَلَى رَسُولِي؟ قَالَ: بَلَى يَا رَبِّ، قَالَ: فَمَاذَا عَمِلْتَ فِيمَا عُلِّمْتَ؟ قَالَ: كُنْتُ أَقُومُ بِهِ آنَاءَ اللَّيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ، فَيَقُولُ اللَّهُ لَهُ: كَذَبْتَ، وَتَقُولُ لَهُ الْمَلائِكَةُ كَذَبْتَ، وَيَقُولُ اللَّهُ: بَلْ أَرَدْتَ أَنْ يُقَالَ إِنَّ فُلانًا قَارِئٌ، فَقَدْ قِيلَ ذَاكَ، وَيُؤْتَى بِصَاحِبِ الْمَالِ، فَيَقُولُ اللَّهُ لَهُ: أَلَمْ أُوَسِّعْ عَلَيْكَ حَتَّى لَمْ أَدَعْكَ تَحْتَاجُ إِلَى أَحَدٍ؟ قَالَ: بَلَى يَا رَبِّ، قَالَ: فَمَاذَا عَمِلْتَ فِيمَا آتَيْتُكَ؟ قَالَ: كُنْتُ أَصِلُ الرَّحِمَ وَأَتَصَدَّقُ، فَيَقُولُ اللَّهُ لَهُ: كَذَبْتَ، وَتَقُولُ لَهُ الْمَلائِكَةُ: كَذَبْتَ، وَيَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: بَلْ أَرَدْتَ أَنْ يُقَالَ: فُلانٌ جَوَادٌ، فَقَدْ قِيلَ ذَاكَ، وَيُؤْتَى بِالَّذِي قُتِلَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقُولُ اللَّهُ لَهُ: فِي مَاذَا قُتِلْتَ؟ فَيَقُولُ: أُمِرْتُ بِالْجِهَادِ فِي سَبِيلِكَ فَقَاتَلْتُ حَتَّى قُتِلْتُ، فَيَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى لَهُ: كَذَبْتَ، وَتَقُولُ لَهُ الْمَلائِكَةُ: كَذَبْتَ وَيَقُولُ اللَّهُ: بَلْ أَرَدْتَ أَنْ يُقَالَ فُلانٌ جَرِيءٌ فَقَدْ قِيلَ ذَاكَ))، ثُمَّ ضَرَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى رُكْبَتِي، فَقَالَ: ((يَا أَبَا هُرَيْرَةَ، أُولَئِكَ الثَّلاثَةُ أَوَّلُ خَلْقِ اللَّهِ تُسَعَّرُ بِهِمْ النَّارُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ))؛ رواه الترمذي

Sesungguhnya pada hari kiamat Allah Ta'ala  akan turun kepada hamba-hamba-Nya untuk menetapkan keputusan di antara mereka. Setiap umat datang dengan membungkuk. Orang pertama yang dipanggil adalah orang yang menghafal Alquran, orang yang berjihad di jalan Allah, dan orang yang memiliki banyak harta.

Allah Ta'ala lalu bertanya kepada orang yang membaca atau menghafal Alquran: Bukankah Aku telah mengajarkan kepadamu apa yang telah Aku turunkan kepada utusan-Ku? Orang itu menjawab: Benar wahai Allah.

Allah Ta'ala kembali bertanya: Lantas apa yang telah kamu laterhadap apa yang telah kamu ketahui? Orang itu menjawab: Aku bangun untuk sholat di waktu malam dan siang hari untuk mu.

Allah Ta'ala berfirman kepadanya: Kamu telah berdusta. Malaikat berkata: Kamu telah berdusta.

Allah Ta'ala berfirman: Kamu hanya ingin terkenal dan dikatakan bahwa engkau si fulan (dirimu) adalah seorang pembaca Alquran yang baik. Dan sebutan itu sudah engkau dapatkan.

Lalu dihadapkan kepada Allah Ta'ala orang yang diberikan harta. Allah Ta'ala berfirman kepadanya: Bukankah Aku telah melapangkan rezeki bagimu hingga Aku tidak membiarkan dirimu membutuhkan (meminta minta) kepada orang lain? Orang itu menjawab: Benar, wahai Allah.

Allah Ta'ala bertanya: Apa yang telah kamu lakukan terhadap apa yang telah Aku anugerahkan kepadamu? Orang itu menjawab: Aku menyambung silaturahim dan bersedekah untuk mu.

Allah Ta'ala berfirman kepadanya: Kamu telah berdusta. Malaikat berkata kepadanya: Kamu telah berdusta.

Allah Ta'ala berfirman: Akan tetapi dirimu hanya ingin dikatakan bahwa si fulan (dirimu) adalah orang yang dermawan. Sebutan itu pun telah didapatkan.

Lalu dihadapkan orang yang terbunuh di jalan Allah. Allah lalu bertanya kepadanya: Karena apa dirimu terbunuh? Orang itu menjawab: Aku diperintahkan untuk berjihad di jalan-Mu. Aku lalu berperang hingga terbunuh.

Allah Ta'ala berfirman kepadanya: Kamu telah berdusta. Malaikat berkata kepadanya: Kamu telah berdusta.

Allah Ta'ala berkata kepadanya: Akan tetapi kamu hanya ingin dikatakan bahwa si fulan (dirimu) adalah orang yang pemberani. Sebutan itu telah didapatkan.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam lalu memukul lututku dan bersabda: Wahai Abu Hurairah, mereka bertiga adalah makhluk Allah pertama yang merasakan api neraka pada hari kiamat nanti. (HR. At Tirmidzi)

Bukankah kalian melihat bagaimana orang yang riya diseret pertama kali kedalam neraka pada hari kiyamat?

Oleh karena itu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memberikan peringatan kepada umat ini dari terjerumus ke dalam perbuatan riya' dan menjelaskan bahwa riya' lebih berbahaya daripada fitnah Masiihid Dajjal.

Diriwayatkan oleh sahabat Abu Said Al Hudriyi radhiyallahu anhu bahwa suatu hari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam keluar bersama kami memperbincangkan tentang fitnah Al Masiih Ad Dajjal kemudian beliau bersabda: 

((أَلا أُخْبِرُكُمْ بِمَا هُوَ أَخْوَفُ عَلَيْكُمْ عِنْدِي مِنْ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ؟))، قَالَ: قُلْنَا: بَلَى، فَقَالَ: ((الشِّرْكُ الْخَفِيُّ، أَنْ يَقُومَ الرَّجُلُ يُصَلِّي فَيُزَيِّنُ صَلاتَهُ لِمَا يَرَى مِنْ نَظَرِ رَجُلٍ))؛ رواه ابن ماجه.

Maukah kalian aku kabarkan tentang sesuatu yang aku lebih takutkan bagi kalian daripada fitnah Al Masiih Ad Dajjal?

Mereka menjawab: ia wahai Rasulullah....

Maka Beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Syirik yang lembut, seperti seseorang mengerjakan sholat kemudian ia membaguskan sholat nya karena ia sedang dipandang oleh orang lain.  (HR Ibnu Majah)

Bentuk perbuatan riya' yang terjadi pada masyarakat sangat banyak sekali, diantara manusia ada yang bersedekah pada jalan kebaikan yang ramai dikunjungi dengan niyat agar menjadi kudwah atau teladan dan contoh saudara saudara nya yang kaya, semacam ini diperbolehkan.  namun jika sekiranya ia memiliki tujuan lain yaitu agar ia ditulis ataupun di catat sebagai donatur tetap, atau sebahagian yang lain berbicara tentang amal perbuatannya yang sholeh kepada manusia, seperti menyebutkan beberapa kali ia telah berhaji atau beberapa kali ia telah menunaikan ibadah umroh sedangkan ia tidak ditanya tentang perkara tersebut atau berapa banyak ia telah membantu para manusia dengan harta dan pangkatnya yang semua itu ia hanya mencari kedudukan di sisi manusia, atau agar ia terkenal sebagai muhsinin, maka semacam ini tidak diperbolehkan.  Karena tidak ada keperluan bagi kita untuk menceritakan amal ibadah kita kepada orang lain yang tidak kuasa untuk mendatangkan manfaat atau mudhorot, tidak kuasa atas kehidupan atau kematian atau kebangkitan....

Adapun orang orang yang soleh memiliki kebiasaan untuk mengerjakan amalan saleh dan tidak berharap kepada manusia balasan atau ucapan syukur, sebagaimana firman Allah Ta'ala:  

إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ ٱللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنكُمْ جَزَآءً وَلَا شُكُورًا ﴿٩﴾

Sesungguhnya kami memberikan makan kepada kalian hanyalah untuk mengharapkan keridoan Allah Ta'ala, kami tidak menghendaki balasan dari kalian tidak pula ucapan terima kasih. (Q.S 76 : 10)

Dan perbuatan riya' merupakan sifat orang orang munafik yang Allah Ta'ala berfirman tentang mereka:


 وَإِذَا قَامُوٓا۟ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ قَامُوا۟ كُسَالَىٰ يُرَآءُونَ ٱلنَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ ٱللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا ﴿١٤٢﴾

" Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali."  (Q.S.4:142)

Maka seyogyanya bagi kita untuk berhati-hati dengan jenis syirik ini dan hendaklah kita merasa takut dan kawatir terhadap amal perbuatan kita dari riya' ini serta senantiasa terus bertanya kepada jiwa kita: Apa yang engkau kehendaki dari mengerjakan amalan ini?

Apa yang engkau inginkan dari ucapan ini?

yangmenjadi tujuan dari melakukan ketaatan ini?

Karena sesungguhnya riya' merupakan penyakit yang sangat berbahaya yang menjadi pintu syetan untuk menggoda orang Shalih, bahkan Nabi shallallahu alaihi wa sallam merasa takut dan kawatir terhadap para sahabat nya yang mereka merupakan sosok manusia yang paling bertakwa dari kalangan umat ini, bahkan lebih kawatir daripada fitnah Al Masih Ad Dajjal sebagaimana terdahulu hadist nya. 

Dahulu para salaf senantiasa berusaha keras untuk mengusir godaan riya' dari dalam hatinya dengan cara menyembunyikan amal ibadah mereka, dan mengerjakan amalan ketaatan tanpa diperlihatkan kepada siapa pun. 

Namun di jumpai pula sebahagian orang karena takut nya terhadap riya' hingga menggiring mereka untuk meninggalkan suatu  amalan, ia ingin membaca Al Qur'an di masjid namun syetan datang menggoda dan berkata kepada nya: Kamu berbuat riya' jangan membaca Al Qur'an di hadapan manusia,  hingga ia meninggalkan dari membaca Al Qur'an. 

Ini merupakan tipu daya syetan dan bisikan nya, karena syetan menghendaki agar manusia meninggalkan amal ibadah kepada Allah Ta'ala hingga amal kebaikan mereka sedikit, maka jika sekiranya kita menjumpai bisikan semacam ini hendaklah berlindung kepada Allah Ta'ala dan meneruskan amal ketaatan tersebut, dengan berlindung kepada Allah Ta'ala niscaya akan sirna bisikan bisikan tersebut dari hati kalian dari rasa kawatir yang berlebihan terhadap riya'.

Bahkan terkadang di sunnahkan untuk mempelihatkan amal untuk suatu maslahat, seperti agar menjadi kudwah atau teladan dalam kebaikan, sebagai contoh seseorang bersedekah terang terangan di hadapan manusia agar mendorong orang orang  kaya lainnya andil bersedekah, maka dari sini diperbolehkan menampakkan suatu amalan jika terdapat maslahat dan tidak kawatir dari riya' sehingga barangsiapa yang mencontohkan amalan kebaikan dan di ikuti oleh orang lain maka bagi nya mendapatkan pahala orang orang yang mengikuti nya hingga hari kiyamat. 

Singkat kata bahwasanya riya' yang merupakan syirik kecil yaitu menghendaki suatu amalan ketaatan kepada selain wajah Allah Ta'ala dan engkau mensekutukan Allah Ta'ala dengan lainnya dalam niyat dan ini merupakan perbuatan yang di murkai Allah Ta'ala dan akan diberikan hukuman serta akan menjadi sirna amal perbuatan nya tidak berbekas sedikit pun dan menjadi sia sia amal ibadah yang dikerjakan nya. 

Riya' merupakan pembatal suatu amalan yang akan menghancurkan amal yang ia riya' didalamnya, maka lihatlah orang yang pandai membaca Al Qur'an yang ia rajin sholat malam bagaimana hancur tidak berbekas amalan nya dan tidak mendapatkan pahala sedikit pun.

Bagaimana jalan selamat agar amalan kita menjadi amal yang murni untuk wajah Allah Ta'ala tanda terjangkit penyakit riya' atau terjerumus ke dalam kesombongan? 

Disana terdapat tiga kunci keselamatan yaitu: 

1) Hendaknya selalu melakukan muroqobah kepada Allah Ta'ala atau senantiasa merasa diawasi Allah Ta'ala dalam segala langkah nya, dan selalu meniatkan segala amal untuk Allah Ta'ala hanya mengharapkan pahala Allah Ta'ala dan tidak berharap suatu apapun dari makhluk termasuk pujian atau sanjungan, dan harus yakin bahwa makhluk tidak mampu memberikan kontribusi manfaat pada hari kiyamat kelak dan tidak akan memeberikan hasanah kebaikan satu pun kepada diri mu, sehingga mereka tidak akan pernah peduli mengetahui amal perbuatan mu atau tidak mengetahui, dahulu ketika di dunia memberikan pujian atau sanjungan kepada mu atau tidak, dan sungguh telah diriwayatkan dalam hadits shohih, bahwasanya pada hari kiyamat Allah Ta'ala berfirman kepada orang orang yang berbuat riya' : Pergilah kalian kepada yang kalian harapkan riya' pada nya, apakah kalian mendapatkan balasan pahala dari nya??  

2) Senantiasa berusaha untuk menyembunyikan amal ibadah, sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam: 

 ((من استطاع منكم أن يكونَ له خَبيءٌ من عملٍ صالحٍ فلْيَفْعلْ))

Barang siapa diantara kalian yang mampu untuk menyembunyikan suatu amalan saleh maka lakukanlah. 

Dan ketahuilah bahwa semakin tersembunyi suatu amal shaleh tersebut maka semakin agung pahala nya, sebagaimana engkau ketahui bahwa barangsiapa yang mengerjakan sholat sunnah di suatu tempat tersembunyi yang tidak dilihat seseorang akan mendapatkan pahala duapuluh lima derajat berlipat ganda daripada seseorang yang mengerjakan sholat dihadapan manusia. 

Sebagaimana diriwayatkan oleh sahabat Syuhaib Ar Rummy radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

 ((صلاة الرجل تطوُّعًا حيث لا يراه الناس تعدل صلاته على أعين الناس خمسًا وعشرين))؛ رواه أبو يعلى.

Sholat sunnah seseorang yang dikerjakan tidak terlihat oleh para manusia berlipat ganda duapuluh lima derajat jika dibandingkan sholat nya dilihat manusia. ( HR. Abu Ya'la)

Dan dahu para ahli hikmah tatkala ditanyakan kepada mereka, siapakah orang yang ikhlas itu ? 

Maka dijawab: Orang yang ikhlas adalah orang yang menyembunyikan suatu amalan saleh mereka sebagaimana menyembunyikan keburukan mereka. 

3) Agar senantiasa memperbanyak melantunkan doa : 

اللهمَّ إني أعوذُ بك أنْ أُشرِكَ بك وأنا أعلمُ، وأستغفرُك لما لا أعلمُ.

Allahumma inni a'udzubika an usyrika bika ana a'lamu wa astagfiruka lima la a'lamu 

Wahai ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari mensekutukan mu sedangkan aku mengetahuinya dan aku memohon ampunan mu jika diriku tidak mengetahui nya. 

Ringkas kata yang bisa kita simpulkan dari uraian di atas bahwasanya kita wajib berhati-hati dan waspada terhadap bahaya riya' yang terselubung, dikarenakan hal tersebut dapat meruntuhkan amal dan sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk berusaha sekeras mungkin untuk ikhlas beramal untuk Allah Ta'ala semata dan berupaya untuk menyembunyikan amal semampu mungkin dan tidak lupa agar senantiasa memanjatkan do'a yang diajarkan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam diatas dalam rangka berlindung dari perbuatan riya'.

 

رابط الموضوع: https://www.alukah.net/sharia/0/134761/#ixzz7AxTJ8hDx

Senin, 26 April 2021

FIKIH MUSIBAH


Makkah : 24 Rabiul Awal 1438 H.  / 23 Desember 2016 M

Khutbah Jum’at, oleh : DR. MAHIR BIN HAMD AL MU’AIQALI hafidhohullah Ta'ala. 

Dalam kesempatan Jum’at kali ini, Syaikh Mahir bin Hamd Al Mu’aiqali menyampaikan khutbah dengan judul “Fikih Musibah”. Dalam khutbahnya, Syaikh Mahir bin Hamd Al Mu’aiqali membahas tentang musibah dan ujian yang merupakan Sunnatullah yang pasti terjadi, sembari menjelaskan bahwa manusia yang paling berat ujiannya adalah para Nabi, kemudian manusia lainnya. Selain menjelaskan bahwa ujian yang diberikan Allah Subhânahû wa Ta’âla tergantung tingkat keimanan hamba, khathib juga memberikan beberapa tips agar kita tidak kehilangan pahala saat diuji dan tertimpa musibah lewat kisah perang Ahzâb yang diabadikan dalam Al Qur`an dan Sunnah. 

Khutbah Pertama :

الْحَمْدُ ِللهِ، الْحَمْدُ ِللهِ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ عَظِيْمٌ فِي رُبُوْبِيَّتِهِ وَأُلُوْهِيَّتِهِ وَأَسْمَائِهِ وَصِفَاتِهِ، حَكِيْمٌ فِي مَقَادِيْرِهِ وَأَحْكَامِهِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ابْتُلِيَ بِالسَّرَّاءِ فَشَكَرَ، وَبِالضَّرَّاءِ فَصَبَرَ، صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَيْهِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ، وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ لِقَائِهِ، أَمَّا بَعْدُ:

مَعَاشِرَ الْمُؤْمِنِيْنَ! فَاتَّقُوْا اللهَ حَقَّ التَّقْوَى، وَاسْتَمْسِكُوْا مِنَ الإِسْلاَم بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقََى، ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَآمِنُوا بِرَسُولِهِ يُؤْتِكُمْ كِفْلَيْنِ مِنْ رَحْمَتِهِ وَيَجْعَلْ لَكُمْ نُورًا تَمْشُونَ بِهِ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ﴾

Al Hamdulillâh , Segala puji hanya bagi Allah dengan pujian yang sebanyak-banyaknya, baik lagi berkah sebagaimana yang dicintai dan diridhai Tuhan kita. Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata tiada sekutu bagi-Nya, Yang Agung dalam Rububiyyah, Uluhiyyah, Nama dan Sifat-Nya, Yang Maha Bijak dalam takdir dan hukum-Nya. Aku juga bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, yang diuji dengan kesenangan lalu beliau bersyukur, dan dengan kesusahan lalu beliau bersabar. Semoga Allah melimpahkan shalawat, salam, dan keberkahan kepada beliau, keluarga beliau, para sahabat, dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam kebaikan hingga Hari Kiamat, Amma ba'd:

Saudara-saudaraku kaum mukminin! 
Bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya dan berpegangteguhlah dengan Islam sekuat-kuatnya. _“Hai orang-orang beriman (kepada para rasul), bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian, dan menjadikan cahaya untukmu yang dengannya kamu dapat berjalan, serta mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Al Hadîd : 28) 

Saudara-saudaraku kaum muslimin! 
Allah Subhânahû wa Ta’âla tidak menciptakan dunia sebagai tempat keabadian bagi hamba-hamba-Nya dan tempat kenikmatan bagi wali-wali-Nya, tetapi dengan hikmah-Nya Dia menciptakannya untuk menguji mereka, membersihkan jiwa mereka dari dosa dengan bala, dan menyeleksi mereka lewat cobaan.  

Allah Subhânahû wa Ta’âla berfirman :

﴿وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ﴾

 

“Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya) dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (Qs. Al Anbiyâ` : 35) 

Setiap hamba yang beriman kepada Allah dan Hari Kiamat pasti diuji, sebagaimana yang diinformasikan Allah Subhânahû wa Ta’âla dalam firman-Nya :

﴿أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لاَ يُفْتَنُونَ (2) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ﴾

 

“Apakah manusia mengira bahwa mereka dibiarkan (begitu saja) mengatakan, ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sungguh Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sungguh Allah mengetahui orang-orang yang benar dan mengetahui orang-orang yang dusta.” (Q.S. Al Ankabût : 2-3) 

Ujian yang diberikan Allah Subhânahû wa Ta’âla sesuai dengan tingkat pengabdian hamba. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan dari Sa’d bin Abi Waqqash Radhiyallâhu Anhu, dia berkata: 

قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ! أَيُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلاَءً؟ قَالَ: الأَنْبِيَاءُ، ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ، فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِيْنِهِ؛ فَإِنْ كَانَ دِيْنُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلاَؤُهُ، وَإِنْ كَانَ فِي دِيْنِهِ رِقَّةً ابْتُلِيَ عَلَى حَسَبِ دِيْنِهِ، فَمَا يَبْرَحُ الْبَلاَءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِي عَلَى الأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيْئَةٌ. 

Aku berkata, “Wahai Rasulullah! Manusia manakah yang paling berat ujiannya?” Beliau menjawab, _“Para nabi, kemudian orang yang lebih rendah imannya dari para nabi, lalu yang lebih rendah lagi. Seseorang diuji sesuai tingkat agamanya; jika agamanya kuat maka ujiannya pun berat, dan jika agamanya lemah maka ujiannya pun disesuaikan dengan tingkat agamanya. Ujian senantiasa diberikan kepada hamba sampai dia dibiarkan berjalan di atas bumi tanpa memikul dosa.” (HR. At-Tirmidzi) 

Setelah meriwayatkannya At-Tirmidzi berkomentar, “Hadits ini hasan shahih.”

Oleh karena itu, para nabi Alaihimussalâm adalah manusia yang paling lapang dadanya dan paling tinggi optimismenya lantaran ujian yang mereka terima. Khalîlullâh Ibrahim Alaihissalâm misalnya, ketika dilemparkan ke dalam kobaran api berkata :

﴿حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ﴾

“Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.” (Q.S. Âli Imrân : 173) 

Ketika Kalîmullâh Musa Alaihissalâm bersama kaumnya Bani Israil dikepung oleh bala tentara Firaun, para pengikutnya berkata :

﴿إِنَّا لَمُدْرَكُونَ (61) قَالَ كَلَّا إِنَّ مَعِيَ رَبِّي سَيَهْدِينِ﴾ 

“Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul.” Musa menjawab, “Sekali-kali tidak akan tersusul. Sesungguhnya Tuhanku besertaku, Dia kelak memberi petunjuk kepadaku.” (Q.S. Asy-Syu’arâ` : 61-62) 

Ketika Nabi Ya’qub Alaihissalâm kehilangan putranya, Yusuf Alaihissalâm, dia berkata dengan penuh optimisme : 

﴿يَا بَنِيَّ اذْهَبُوا فَتَحَسَّسُوا مِنْ يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلاَ تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِنَّهُ لاَ يَيْأَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلاَّ الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ﴾ 

“Hai anak-anakku, pergilah kamu lalu carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya serta jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah melainkan kaum yang kafir.” (Q.S. Yûsuf : 87) 

Nabi Muhammad Shallallâhu Alaihi wa Sallam pun tak luput dari ujian dan cobaan. Beliau disiksa oleh kaumnya dan diusir dari kampung halamannya, bahkan orang-orang kafir Quraisy berkonsipirasi untuk menghabisi nyawa beliau, sebagaimana dikisahkan Allah Subhânahû wa Ta’âla dalam firman-Nya: 

﴿وَإِذْ يَمْكُرُ بِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِيُثْبِتُوكَ أَوْ يَقْتُلُوكَ أَوْ يُخْرِجُوكَ وَيَمْكُرُونَ وَيَمْكُرُ اللَّهُ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ﴾

“Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Allah adalah sebaik-baik Pembalas tipu daya.” (Q.S. Al Anfâl : 30) 

Oleh karena itu, Nabi Shallallâhu Alaihi wa Sallam adalah manusia yang paling baik tingkat kesabarannya dan paling positif prasangkanya. Ketika terjadi perang Uhud, gigi geraham Nabi Shallallâhu Alaihi wa Sallam tanggal, wajah beliau terluka, dan kepala beliau pecah, sampai darah yang suci itu pun mengalir di wajah beliau yang rupawan. Kemudian beliau mengusap darah dari wajahnya sembari berkata :

كَيْفَ يُفْلِحُ قَوْمٌ شَجُّوْا نَبِيَّهُمْ؟! 

“Bagaimana bisa kaum yang melukai Nabi mereka memperoleh keberuntungan?!” (HR. Al Bukhari dan Muslim) 

Hal serupa pun Nabi Shallallâhu Alaihi wa Sallam lakukan ketika gigi geraham beliau tanggal. Tidak hanya sampai di situ, Nabi Shallallâhu Alaihi wa Sallam bersama para sahabat juga mengalami ujian yang sangat berat saat perang Uhud, orang yang paling dihormati dan paling dekat dengan beliau, Hamzah bin Abdul Muththalib Radhiyallâhu Anhu, terbunuh dalam kondisi perut terkoyak, hidung putus dan anggota tubuhnya dimutilasi. Kemudian jasadnya dikebumikan di kaki bukit bersama 70 orang sahabat lainnya yang wafat sebagai syahid. Sampai-sampai Nabi Shallallâhu Alaihi wa Sallam berharap andai saja beliau wafat sebagai syahid bersama mereka dalam perang tersebut. 

Diriwayatkan dengan sanad _hasan,_ bahwa Nabi Shallallâhu Alaihi wa Sallam bersabda :

أَمَا وَاللهِ، لَوَدِدْتُ أَنِّي غُوْدِرْتُ مَعَ أَصْحَابِي بِحِضْنِ الْجَبَلِ. 

“Demi Allah! Ketahuilah bahwa aku sangat ingin ditinggalkan bersama sahabat-sahabatku (yang wafat) di kaki bukit.” (HR. Ahmad) 

Kendatipun demikian, kepasrahan beliau atas keputusan Allah Subhânahû wa Ta’âla senantiasa hadir menyelubungi kesedihan yang dialami, kembali memeriksa kondisi para sahabat, meringankan penderitaan mereka, serta memperlihatkan sikap menerima atas takdir Allah yang menimpa mereka. 

Diriwayatkan dengan sanad _shahih,_ bahwa setelah mengebumikan jasad para Syuhada Uhud, Rasulullah Shallallâhu Alaihi wa Sallam bersabda: 

اسْتَوُوْا حَتَّى أُثْنِيَ عَلَى رَبِّي، فَصَارُوْا خَلْفَه صُفُوْفًا، فَوَقَفَ طَوِيْلاً يُثْنِي عَلَى اللهِ تَعَالَى بِمَا هُوَ أَهْلُهُ.  

“Luruskan barisan kalian sampai aku memuji Tuhanku.”_ Maka, para sahabat pun berbaris dengan rapi di belakang beliau, lalu berdiri dalam waktu yang cukup lama memuji Allah Yang Maha Tinggi dengan pujian yang layak bagi-Nya". (HR. Ahmad) 

Salah satu doa yang beliau panjatkan saat itu adalah :

اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ كُلُّهُ، اللَّهُمَّ لاَ قَابِضَ لِمَا بَسَطْتَ، وَلاَ بَاسِطَ لِمَا قَبَضْتَ، وَلاَ هَادِيَ لِمَنْ أَضْلَلْتَ، وَلاَ مُضِلَّ لِمَنْ هَدَيْتَ، وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ، وَلاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ، وَلاَ مُقَرِّبَ لِمَا بَاعَدْتَ، وَلاَ مُبَاعِدَ لِمَا قَرَّبْتَ، اللَّهُمَّ ابْسُطْ عَلَيْنَا مِنْ بَرَكَاتِكَ وَرَحْمَتِكَ وَفَضْلِكَ وَرِزْقِكَ. 

“Ya Allah, segala puji hanya kepada-Mu. Ya Allah, tak ada yang mampu menahan apa yang Engkau hamparkan, tak ada yang mampu membentangkan apa yang Engkau tahan, tak ada yang mampu memberi petunjuk siapa yang Engkau sesatkan, tak ada yang mampu menyesatkan siapa yang Engkau beri petunjuk, tak ada yang mampu memberi anugerah siapa yang Engkau halangi, tak ada yang mampu menghalangi siapa yang Engkau beri anugerah, tak ada yang mampu mendekatkan siapa yang Engkau jauhkan, dan tak ada yang mampu menjauhkan siapa yang Engkau dekatkan. Ya Allah, bentangkanlah keberkahan, rahmat, karunia, dan rezeki-Mu kepada kami.”

Pada tahun ke-5 Hijriyah, semua kelompok kafir Quraisy bersatu untuk menghabisi nyawa Nabi Shallallâhu Alaihi wa Sallam. Lalu mereka datang berbagai penjuru saat Nabi Shallallâhu Alaihi wa Sallam dalam kondisi bersabar dan mengharapkan pahala dari Allah Subhânahû wa Ta’âla di tengah badai ujian dan musibah. 

Diriwayatkan dari Al Bara` bin Azib Radhiyallâhu Anhu, dia berkata: Saat terjadi perang Khandaq, Nabi Shallallâhu Alaihi wa Sallam ikut menggali parit hingga perut beliau dikotori tanah, beliau bersabda, 

وَاللهِ لَوْلاَ اللهُ مَا اهْتَدَيْنَا، وَلاَ تَصَدَّقْنَا وَلاَ صَلَّيْنَا، فَأَنْزِلَنْ سَكِيْنَةً عَلَيْنَا، وَثَبِّتْ الأَقْدَامَ إِنْ لاَقَيْنَا، إِنَ الأُلَى قَدْ بَغَوْا عَلَيْنَا، إِذَا أَرَادُوْا فِتْنَةً أَبَيْنَا. وَرَفَعَ بِهَا صَوْتَهُ: أَبَيْنَا، أَبَيْنَا. 

“Demi Allah! Kalau bukan karena Allah, kita tidak akan memperoleh hidayah, tidak mengeluarkan zakat, dan tidak shalat, maka turunkanlah ketenangan kepada kami dan teguhkan hati kami saat bertemu musuh. Sesungguhnya orang-orang telah memperlakukan kami dengan melampaui batas. Apabila mereka menginginkan fitnah kami pun menolaknya.”_ Sambil mengeraskan suara, beliau berkata, _“Kami menolak. Kami menolak.” (HR. Al Bukhari) 

Setelah setengah bulan menggali parit, para sahabat pun diuji dengan kelaparan dan sulit tidur. Saat sedang menggali parit tersebut, tiba-tiba muncul sebongkah batu besar yang mematahkan cangkul mereka dan menguras energi mereka. Kondisi ini sempat dikisahkan oleh Jabir Radhiyallâhu Anhu, dia berkata, “Dalam perang Khandaq, kami menggali parit hingga terkendala oleh batu cadas yang besar. Lalu para sahabat mendatangi Nabi Shallallâhu Alaihi wa Sallam dan berkata, ‘Ada batu cadas besar yang menghalangi penggalian parit’. Mendengar laporan tersebut Nabi Shallallâhu Alaihi wa Sallam berkata, _‘Aku akan turun’._ Setelah itu bangkit dengan perut lapar dibalut batu lantaran tidak makan selama 3 hari. Nabi Shallallâhu Alaihi wa Sallam lalu mengambil cangkul kemudian menghantam batu cadas tersebut hingga pecah berkeping-keping.” (HR. Al Bukhari) 

Ketika semua kelompok musuh yang berjumlah lebih dari 10 ribu pasukan berkumpul di sekitar kota Madinah di malam yang sangat dingin, sementara jumlah sahabat Nabi Shallallâhu Alaihi wa Sallam tidak lebih dari 3 ribu orang, tak disangka orang-orang Yahudi Bani Quraizhah mengingkari janji yang mereka buat bersama Nabi Shallallâhu Alaihi wa Sallam. Tak ayal hal itu membuat kondisi umat Islam semakin sulit, ujian yang dialami semakin berat, rasa takut muncul berbarengan dengan rasa lapar dan dingin, semua faktor pendukung kemenangan sirna, jumlah dan perbekalan tak ada artinya serta musibah yang mendera tak terperikan. 

Kondisi inilah yang digambarkan Allah Subhânahû wa Ta’âla dalam firman-Nya: 

﴿إِذْ جَاءُوكُمْ مِنْ فَوْقِكُمْ وَمِنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَإِذْ زَاغَتِ الْأَبْصَارُ وَبَلَغَتِ الْقُلُوبُ الْحَنَاجِرَ وَتَظُنُّونَ بِاللَّهِ الظُّنُونَا (10) هُنَالِكَ ابْتُلِيَ الْمُؤْمِنُونَ وَزُلْزِلُوا زِلْزَالًا شَدِيدًا﴾

 

“(Yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, serta ketika tidak tetap lagi penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan sedang kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam purbasangka. Disitulah orang-orang mukmin diuji dan (hatinya) digoncangkan dengan goncangan yang sangat.” (Q.S. Al Ahzâb : 10-11) 

Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam _As-Sunan Al Kubrâ,_ bahwa ketika ujian yang menimpa Nabi Shallallâhu Alaihi wa Sallam dan para sahabat semakin berat, banyak orang yang berubah menjadi munafik dan mengeluarkan pernyataan yang tidak positif. Tatkala melihat ujian dan musibah yang menimpa para sahabatnya begitu berat, Rasulullah Shallallâhu Alaihi wa Sallam pun berusaha membangkitkan semangat mereka dengan berkata :

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَيُفَرَّجَنَّ عَنْكُمْ مَا تَرَوْنَ مِنَ الشِّدَّةِ وَالْبَلاَءِ، فَإِنِّي لَأَرْجُو أَنْ أَطُوْفَ بِالْبَيْتِ الْعَتِيْقِ آمِنًا، وَأَنْ يَدْفَعَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ مَفَاتِحَ الْكَعْبَةِ، وَلَيُهْلِكَنَّ اللهُ كِسْرَى وَقَيْصَرَ، وَلَتُنْفِقَنَّ كُنُوْزُهُمَا فِي سَبِيْلِ اللهِ.  

“Demi Dzat yang jiwaku yang berada di tangan-Nya! Allah pasti memberikan jalan keluar bagi kalian dari kesulitan dan ujian yang menimpa kalian. Sungguh aku berharap bahwa aku bisa Thawaf di Baitullah dalam kondisi aman, Allah Azza wa Jalla menyerahkan kunci-kunci Ka’bah, Allah membinasakan Kisra dan Kaisar, serta kalian mendermakan harta kekayaan Kisra dan Kaisar di jalan Allah.”

Para hamba Allah! 
Sadarlah bahwa jalan keluar terbaik dari semua ujian dan cobaan yang menimpa umat Islam saat ini adalah, mentauhidkan Allah Subhânahû wa Ta’âla. Buktinya, ketika Nabi Shallallâhu Alaihi wa Sallam terkepung oleh musuh, beliau banyak membaca kalimat : 

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، أَعَزَّ جُنْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَغَلَبَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ، فَلاَ شَيْءَ بَعْدَهُ.

“Lâ ilâha illallâh wahdah a’azza jundah wa nashara abdah wa ghalabal ahzâba wahdah falâ syai`a ba’dah (tidak ada tuhan yang berhak kecuali Alalh semata, yang memuliakan pasukan-Nya, menolong hamba-Nya, mengalahkan semua kelompok seorang diri, hingga tak ada sesuatu pun setelah-Nya).” (HR. Al Bukhari dan Muslim) 

Kondisi orang-orang munafik yang hatinya sakit kapanpun dan dimanapun tak pernah berubah. Mereka selalu menimbulkan kegaduhan, mengembosi dan melemahkan semangat umat agar rasa takut dan perasaan tak berdaya menghinggapi umat Islam. Contohnya, salah seorang munafik di zaman Nabi Shallallâhu Alaihi wa Sallam pernah berkata, “Muhammad menjanjikan harta kekayaan Kisra dan Kaisar kepada kami, sedangkan salah seorang dari kami belum merasa aman untuk pergi memenuhi kebutuhannya!” 

Bahkan ada yang meminta izin dari Nabi Shallallâhu Alaihi wa Sallam untuk kembali ke tanah airnya dan berkata :

﴿إِنَّ بُيُوتَنَا عَوْرَةٌ وَمَا هِيَ بِعَوْرَةٍ إِنْ يُرِيدُونَ إِلاَّ فِرَارًا﴾ 

“Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka (tidak ada penjaga). Dan rumah-rumah itu sekali-kali tidak terbuka, mereka tidak lain hanya hendak lari.” (Q.S. Al Ahzâb : 13) 

﴿وَإِذْ يَقُولُ الْمُنَافِقُونَ وَالَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ مَا وَعَدَنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ إِلاَّ غُرُورًا﴾

 

“Dan (ingatlah) ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata, ‘Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya’.” (Q.S. Al Ahzâb : 12) 

Sedangkan umat Islam yang beriman dengan benar tidak pernah memutuskan hubungannya dengan Allah dan kepercayaannya dengan sang Pencipta, seberat apa pun musibah yang menimpa mereka. Para sahabat misalnya, tak pernah berpikiran negatif terhadap Allah Subhânahû wa Ta’âla, bahkan mereka tetap teguh pada pendiriannya dan bertawakal hingga Allah Subhânahû wa Ta’âla memberikan kemenangan untuk mereka. 

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullâh berkata : “Dalam perang Al Ahzâb, Allah Subhânahû wa Ta’âla memberikan kemenangan kepada hamba-Nya dan memuliakan pasukan-Nya tanpa melalui peperangan tetapi dengan keteguhan hati orang-orang beriman melawan musuh-musuh mereka. 

﴿وَلَمَّا رَأَى الْمُؤْمِنُونَ الْأَحْزَابَ قَالُوا هَذَا مَا وَعَدَنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَصَدَقَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَمَا زَادَهُمْ إِلاَّ إِيمَانًا وَتَسْلِيمًا﴾ 

"Tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata, “Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita.” Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan’.” (Q.S. Al Ahzâb : 22) 

بَارَكََ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيِمْ، أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ؛ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.  

Semoga Allah memberkahi aku dan Anda dalam Al Qur`an yang agung, serta memberikan manfaat bagi aku dan Anda lewat ayat dan nasihat yang bijak. Aku cukupkan khutbahku sampai di sini. Aku memohon ampun kepada Allah untuk diriku dan Anda dari semua dosa, maka mintalah ampun kepada-Nya, sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Khutbah Kedua :

الْحَمْدُ ِللهِ رَبَّ الْعَالَمِيْنَ، إِلَهِ الأَوَّلِيْنَ وَالآخِرِيْنَ، وَقَيُّوْمِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرَضِيْنَ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ الْمُبِيْنُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الصَّادِقُ الأَمِيْنُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ. 

Segala puji hanya bagi Allah Tuhan semesta alam, Sembahan manusia pertama dan terakhir, serta Pengurus langit dan bumi. Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata tiada sekutu bagi-Nya Yang Maha Menguasai, Maha Benar, lagi Maha Nyata. Aku juga bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya yang jujur lagi tepercaya. Semoga Allah senantiasa melimpahkan shalawat kepada beliau, keluarga beliau, para sahabat, tabiin dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam kebaikan hingga Hari Kiamat. 

Amma ba'd:

Saudara-saudaraku kaum mukmumin! 
Berprasangka baik kepada Allah Subhânahû wa Ta’âla adalah ibadah kalbu yang menyempurnakan keimanan hamba. Inilah salah satu konsekuensi beriman kepada Nama dan Sifat Allah yang baik. Siapapun yang berprasangka baik kepada Allah, maka Dia pasti memenuhi janji kepada hamba tersebut. 

Allah Subhânahû wa Ta’âla berfirman : 

أَنَا عِنْدُ ظَنِّ عَبْدِي بِي. 

“Aku menuruti prasangka hamba-Ku kepada-Ku.”(HR. Al Bukhari dan Muslim) 

Abdullah bin Mas’ud Radhiyallâhu Anhu berkata, “Demi Allah yang tidak ada tuhan selain Dia, tak ada anugerah terbaik yang diberikan kepada seorang hamba melebihi berprasangka baik kepada Allah. Demi Dzat yang tidak ada tuhan selain Dia, ketika seorang hamba berprasangka baik kepada Allah Azza wa Jalla maka Dia pasti mengabulkan prasangka baik hamba tersebut, sebab semua kebaikan berada di tangan-Nya.” 

Jika berprasangka baik kepada Allah adalah sikap yang dibutuhkan dalam semua hal, maka apatah lagi dalam kondisi umat Islam sedang diterpa musibah dan kesusahan. 

Diriwayatkan dari Khabbab bin Al Aratt Radhiyallâhu Anhu, dia berkata: “Kami pernah menyampaikan keluhan kepada Rasulullah Shallallâhu Alaihi wa Sallam saat beliau sedang berbantalkan serban di bawah teduhnya Ka’bah, kami berkata, ‘Tidakkah engkau meminta pertolongan untuk kami?! Tidakkah engkau berdoa untuk kami?!’ Maka beliau menjawab, _‘Dahulu sebelum kalian, ada seorang pria yang disiksa. Kemudian sebuah lubang di tanah dibuatkan untuk menimbun tubuhnya. Lalu gergaji dihadirkan dan diletakkan di atas kepalanya hingga tubuhnya  dibelah menjadi dua. (Tak hanya itu) pria itu pun disisir dan sisir besi dari kulit hinggatulangnya namun semua siksaan itu tak menyurutkan dia dari agamanya. Demi Allah! Allah pasti menyempurnakan agama ini hingga pengendara dari Shan’a berjalan ke Hadhramaut tanpa merasa takut kecuali kepada Allah dan dia pun tidak merasa takut dengan serigala yang menerkam dombanya. Akan tetapi kalian meminta agar doa kalian dikabulkan dengan segera’.” (HR. Al Bukhari) 

Dalam lembaran sejarah umat Islam yang panjang, terukir berbagai peristiwa besar dan realita hidup yang membuktikan bahwa Allah Subhânahû wa Ta’âla benar-benar memberikan jalan keluar dengan bertobat serta kembali kepada ajaran Al Qur`an dan Sunnah Rasulullah Shallallâhu Alaihi wa Sallam. 

Allah Subhânahû wa Ta’âla berfirman :

﴿إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الْأَشْهَادُ﴾

 

“Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia serta pada hari berdirinya saksi-saksi (Hari Kiamat).” (Q.S. Ghâfir : 51)

Para hamba Allah! 
Ketika musibah, ujian, fitnah, kedukaan, dan kesedihan semakin berat dirasakan, orang beriman harus tetap berharap kepada Allah Subhânahû wa Ta’âla, optimis dengan pertolongan -Nya, menanti kemudahan dan kemurahan hati-Nya, serta melakukan semua hal yang mendatangkan kemenangan dan kejayaan sebagaimana yang diperintahkan. 

Semua peristiwa yang mengancam eksistensi negara-negara Islam, menista simbol-simbol kesucian mereka,  dan menimbulkan perpecahan hari ini wajib disikapi dengan tegas dan tegar. Umat Islam saat ini harus bahu-membahu dengan pemimpin mereka, agar persatuan mereka terwujud dan bersama-sama melawan musuh. Oleh karena itu, sudah seharusnya umat Islam tidak bertikai dan berselisih agar kekuatan mereka tidak melemah dan energi terbuang percuma.  

Allah Subhânahû wa Ta’âla berfirman :

﴿وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ﴾

 

“Dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu serta bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Q.S. Al Anfâl : 46) 

Saudara-saudaraku kaum mukminin! 

ثُمَّ اعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ كَرِيْمٍ ابْتَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ، فَقَالَ عزَّ مِنْ قَائٍلٍ: ﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا﴾ 

 

Kemudian ketahuilah bahwa Allah telah menitahkan sebuah perintah mulia kepada Anda yang telah dilakukan-Nya terlebih dahulu, lalu Dia yang perkataan-Nya mulia berfirman: “Sesungguhnya Allah dan para malaikat bershalawat kepada Nabi. Hai orang-orang beriman! Bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (Q.S. Al Ahzâb : 56) 

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَبَارِكِ اللَّهُمَّ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.  

Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Nabi kami, Muhammad, dan keluarga Nabi kami, Muhammad, sebagaimana yang Engkau limpahkan kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Ya Allah, berkahi pula Nabi kami, Muhammad, dan keluarga Nabi Kami, Muhammad, sebagaimana keberkahan yang Engkau berikan Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia.    

وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنْ خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِيْنَ: أَبِي بَكْرٍ، وَعُمَرَ، وَعُثْمَانَ، وَعَلِيٍّ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمَِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِعَفْوِكَ وَكَرَمِكَ وَجُوْدِكَ، يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. 

Ya Allah, ridhailah Khulafaurrasyidin, yaitu Abu Bakar, Umar, Ustman, dan Ali. Begitu pula para sahabat, tabiin, dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam kebaikan hingga Hari Kiamat. Ridhai pula kami bersama mereka dengan ampunan-Mu, kemuliaan-Mu, dan kedermawanan-Mu, wahai Dzat yang paling mengasihi dari semua yang mengasihi. 

اللَّهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، اللَّهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، اللَّهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَاحْمِ حَوْزَةَ الدِّيْنِ، وَاجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًا مُطْمَئِنًّا، وَسَائِرَ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ.

Ya Allah, muliakan Islam dan umat Islam. Ya Allah, muliakan Islam dan umat Islam. Ya Allah, muliakan Islam dan umat Islam, jagalah keutuhan agama ini, serta jadikanlah negeri ini aman dan damai, begitu juga seluruh negeri umat Islam. 

اللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ فِي سُوْرِيَا، وَفِي الْعِرَاقِ، وَفِي الْيَمَنِ، وَفِي فَلِسْطِيْنَ، وَفِي أَرَاكَانَ كُلِّ مَكَانٍ، يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ. اللَّهُمَّ فَرِّجْ هَمَّهُمْ، اللَّهُمَّ فَرِّجْ هَمَّهُمْ، وَنَفِّسْ كَرْبَهُمْ، اللَّهُمَّ احْقِنْ دِمَاءَهُمْ، وَاحْفَظْ أَعْرَاضَهُمْ، وَاشْفِ مَرْضَاهُمْ، وَتَقَبَّلْ شُهَدَاءَهُمْ.  

Ya Allah, perbaikilah kondisi kaum muslimin di Suria, Irak, Yaman, Palestina, Arakan, dan seluruh tempat, wahai Dzat yang memiliki kebesaran dan kemuliaan. Ya Allah, hilangkanlah kedukaan mereka. Ya Allah, hilangkanlah kedukaan mereka, dan angkatlah musibah yang menimpa mereka. Ya Allah, lindungilah darah mereka, jagalah kehormatan mereka, sembuhkan yang sakit dari mereka, dan terimalah yang meninggal sebagai syahid dari mereka. 

اللَّهُمَّ عَلَيْكَ بِعَدُوِّكَ وَعَدُوِّهِمْ يَا قَوِيُّ يَا عَزِيْزُ، اللَّهُمَّ شَتِّتْ شَمْلَهُ، وَفَرِّقْ جَمْعَهُ، وَاجْعَلْ دَائِرَةَ السَّوْءِ عَلَيْهِ بِقُوَّتِكَ وَجَبَرُوْتِكَ، يَا قَوِيُّ يَا عَزِيْزُ، يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ.

Ya Allah, hukumlah musuh-Mu dan musuh umat Islam, wahai Yang Maha Kuat, wahai Yang Maha Perkasa. Ya Allah, cabik-cabiklah keutuhan mereka, cerai-beraikan persatuan mereka, dan jadikan akhir yang buruk kepadanya dengan kekuatan dan keperkasaan-Mu, wahai Yang Maha Kuat, wahai Yang Maha Mulia, wahai Dzat yang memiliki kebesaran dan kemuliaan. 
  
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ بِفَضْلِكَ وَمِنَّتِكَ وَجُوْدِكَ وَكَرَمِكَ أَنْ تَحْفَظَ بِلاَدَ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ سُوْءٍ وَمَكْرُوْهِ، اللَّهُمَّ احْفَظْ بِلاَدَ الْحَرَمَيْنِ، اللَّهُمَّ احْفَظْهَا بِحِفْظِكَ، وَاكْلَأْهَا بِرِعَايَتِكَ وَعِنَايَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ، اللَّهُمَّ أَدِمْ أَمْنَهَا وَرَخَاءَهَا وَاسْتِقْرَارَهَا، اللَّهُمَّ زِدْهَا خَيْرًا وَنَمَاءً وَبَرَكَةً، بِرَحْمَتِكَ وَفَضْلِكَ، يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. 

Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu dengan karunia, anugerah, kedermawanan, dan kemurahan hati-Mu, agar Engkau menjaga negeri kaum muslimin dari segala bentuk keburukan dan hal yang tidak disukai. Ya Allah, jagalah negeri Al Haramain. Ya Allah, jagalah negeri Al Haramain dengan penjagaan-Mu, lindungilah dia dengan pemeliharaan dan pertolongan-Mu, wahai Dzat yang paling mengasihi dari semua yang mengasihi. Ya Allah, langgengkanlah keamanan, ketenangan dan ketentraman padanya. Ya Allah, tambahkanlah kebaikan, kemajuan, dan keberkahan baginya, dengan rahmat dan karunia-Mu wahai Dzat yang paling mengasihi dari semua yang mengasihi. 

اللَّهُمَّ مَنْ أَرَادَ بِلاَدَ الْحَرَمَيْنِ بِسُوْءٍ فَاجْعَلْ تَدْبِيْرَهُ تَدْمِيْرًا عَلَيْهِ يَا قَوِيُّ يَا عَزِيْزُ، يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ. 

Ya Allah, siapapun yang menginginkan keburukan bagi negeri Al Haramain, maka jadikanlah rencananya sebagai kehancuran bagi dirinya, wahai Yang Maha Kuat, wahai Yang Maha Perkasa, wahai Dzat yang memiliki kebesaran dan kemuliaan. 

اللَّهُمَّ وَفِّقْ إِمَامَنَا بِتَوْفِيْقِكَ، وَأَيِّدْهُ بِتَأْيِيْدِكَ، وَاجْزِهِ خَيْرَ الْجَزَاءِ عَنْ الإِسْلاَمِ وَالْمُسْلِمِيْنَ يَا رَبّ الْعَالَمِيْنَ. اللَّهُمَّ وَفِّقْ جَمِيْعَ وُلاَةِ أُمُوْرِ الْمُسْلِمِيْنَ لِمَا تُحِبُّهُ وَتَرْضَاهُ.  

Ya Allah, bimbinglah pemimpin kami dengan taufik-Mu, dukunglah dia dengan sokongan-Mu, serta berilah balasan terbaik baginya untuk Islam dan umat Islam, wahai Tuhan semesta alam. Ya Allah, berilah taufik kepada seluruh pemimpin umat Islam untuk melakukan apa yang Engkau cintai dan ridhai. 

اللَّهُمَّ انْصُرْ جُنُوْدَنَا الْمُرَابِطِيْنَ عَلَى حُدُوْدِ بِلاَدِنَا، اللَّهُمَّ أَيِّدْهُمْ بِتَأْيِيْدِكَ، وَاحْفَظْهُمْ بِحِفْظِكَ، اللَّهُمَّ سَدِّدْ رَمْيَهُمْ، اللَّهُمَّ سَدِّدْ رَمْيَهُمْ، وَثَبِّتْ أَقْدَامَهُمْ، وَقَوِّ عَزَائِمَهُمْ، اللَّهُمَّ كُنْ لَهُمْ مُعِيْنًا وَنَصِيْرًا، اللَّهُمَّ كُنْ لَهُمْ مُعِيْنًا وَنَصِيْرًا بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. 

Ya Allah, tolonglah pasukan kami yang berjaga-jaga di wilayah perbatasan negeri kami. Ya Allah, kuatkanlah mereka dengan sokongan-Mu dan lindungilah mereka dengan perlindungan-Mu. Ya Allah, tepatkanlah sasaran mereka. Ya Allah, tepatkanlah sasaran mereka, teguhkanlah pendirian mereka, dan kuatkanlah tekad mereka. Ya Allah, jadilan penolong dan penyelamat mereka. Ya Allah, jadilan penolong dan penyelamat mereka dengan rahmat-Mu wahai Dzat yang paling mengasihi dari semua yang mengasihi. 

اللَّهُمَّ لاَ تَدَعْ لَنَا ذَنْبًا إِلاَّ غَفَرْتَهُ، وَلاَ مَرِيْضًا إِلاَّ شَفَيْتَهُ، وَلاَ مُبْتَلًى إِلاَّ عَافَيْتَهُ، وَلاَ ضَالاًّ إِلاَّ هَدَيْتَهُ، وَلاَ مَيِّتًا مِنْ أَمْوَاتِنَا إِلاَّ رَحِمْتَهُ، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. 

Ya Allah, janganlah Engkau biarkan dosa apa pun milik kami kecuali Engkau ampuni, yang sakit dari kami kecuali Engkau sembuhkan, yang tertimpa musibah dari kami kecuali Engkau selamatkan, yang tersesat dari kami kecuali Engkau tunjuki jalan, dan yang meninggal dari kami kecuali Engkau rahmati, dengan rahmat-Mu wahai Dzat yang paling mengasihi dari semua yang mengasihi. 

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ.  

Ya Allah, ampunilah dosa kaum muslimin dan mukminin, baik laki-laki maupun perempuan, yang masih hidup dan yang telah meninggal, wahai Dzat yang paling mengasihi dari semua yang mengasihi.  

اللَّهُمَّ اسْقِنَا الْغَيْثَ وَلاَ تَجْعَلْنَا مِنَ الْقَانِطِيْنَ، اللَّهُمَّ اسْقِنَا الْغَيْثَ وَلاَ تَجْعَلْنَا مِنَ الْقَانِطِيْنَ، اللَّهُمَّ اسْقِنَا الْغَيْثَ وَلاَ تَجْعَلْنَا مِنَ الْقَانِطِيْنَ، اللَّهُمَّ أَغِثْنَا، اللَّهُمَّ أَغِثْنَا، اللَّهُمَّ أَغِثْنَا، بِرَحْمَتِكَ وَفَضْلِكَ وَجُوْدِكَ وَمِنَّتِكَ، يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. 

Ya Allah, turunkanlah hujan kepada kami dan jangan jadikan kami orang-orang yang berputus asa. Ya Allah, turunkanlah hujan kepada kami dan jangan jadikan kami orang-orang yang berputus asa. Ya Allah, turunkanlah hujan kepada kami dan jangan jadikan kami orang-orang yang berputus asa. Ya Allah, hujanilah kami. Ya Allah, hujanilah kami. Ya Allah, hujanilah kami, dengan rahmat-Mu, karunia-Mu, kedermawanan-Mu, dan anugerah-Mu, wahai Dzat yang paling mengasihi dari semua yang mengasihi.   

﴿سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ، وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ﴾ 

“Maha Suci Tuhanmu, Pemilik kemuliaan dari segala yang manusia sifatkan kepada-Nya. Salam penghormatan kepada para rasul, dan segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.” (Q.S. Ash-Shâffât : 180-182)

📓📓📔📔📔📔📓📓