Selasa, 14 April 2015

TAFSIR SURAT AL- ASHR

Alhamdulillah, wassholatu wassalamu ala Rosulillah, wa ba'du; 
Imam Asy-Syafii rahimahullah berkata, "   Suatu surat dalam Al-Qur'an sekiranya manusia mentadaburi surat ini (Al-Ashr) niscaya akan mencukupi nya (sebagai nasihat) ".
Disebutkan bahwasanya Amru ibnu Al-Ash tatkala sebelum masuk agama Islam pernah mendatangi musailimah al-Kadzab , maka ia bertanya kepada dirinya, "Apa yang telah diturunkan dari wahyu kepada kawan mu diwaktu sekarang ?, (mengisyaratkan kepada Nabi muhammad Sallallahu alaihi wa sallam, maka dijawab, "  telah diturunkan suatu surat yang amat ringkas",

وَٱلْعَصْرِ ﴿١﴾  إِنَّ ٱلْإِنسَٰنَ لَفِى خُسْرٍ ﴿٢﴾  إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلْحَقِّ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلصَّبْرِ ﴿٣﴾

Artinya: 
1. "Demi masa."
2. "Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,"
3. "kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran." (Q.S.103: Al-Ashr : 3)

Maka musailimah berfikir sejenak, kemudian ia berkata, sungguh baru saja telah diturunkan suatu surat semisalnya kepadaku,
يا وبر يا وبر ، إنما أنت اذنان و صدر ،  و سائرك حفز نقز
Artinya : " Wahai wabar, wahai wabar ( hewan berbulu mirip kucing bertelinga dan dada yang besar) ,
sesungguhnya engkau memiliki dua daun telinga dan dada , dan cara berjalan mu dengan bertolak dan meloncat-loncat ".
Kemudian ia berkata, bagaimana menurutmu wahai Amru ? Maka dijawab, " Demi Allah, sesungguhnya engkau telah mengetahui, bahwa aku tau engkau sedang berdusta ".
Apa yang dilakukan oleh musailimah al-kadzab dari membikin pantun ini dalam rangka menandingi Al-Qur'an Al-Karim dimasa nya, akan tetapi kedustaan nya tidak dapat menarik perhatian para penyembah berhala kecuali hanya melontarkan celaan dan cemoohan bahkan anak kecilpun menertawakan nya.
Diriwayatkan dari Ubaidilah ibnu hisnin berkata, " Dahulu terdapat dua sahabat dari sahabat Nabi Sallallahu alaihi wa sallam apabila berjumpa kemudian hendak berpisah hingga salah satu dari keduanya berwasiat dengan membaca surat Al-Ashr kemudian pergi seraya mengucapkan salam ". ( HR Thobroni )
Surat ini mengandung rangkum ilmu ilmu didalam Al-Qur'an, dimana digambarkan bahwasanya manusia adalah makhluk yang sempurna yang akan menghuni akhirat dengan bekal amalan - amalan yang menghindarkan diri dari kerugian yang nyata.
Penamaan surat ini dengan Al-Ashr yang berarti waktu yaitu waktu asar bagian dari siang hari, merupakan waktu yang Allah Ta'ala menciptakan manusia kemudian dijadikan pertanda waktu ibadah bagi kaum muslimin untuk menunaikan ibadah sholat ashar yang merupakan ibadah sholat yang paling afdal dan utama.
Allah Ta'ala berfirman,
حَٰفِظُوا۟ عَلَى ٱلصَّلَوَٰتِ وَٱلصَّلَوٰةِ ٱلْوُسْطَىٰ وَقُومُوا۟ لِلَّهِ قَٰنِتِينَ
Artinya : " Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa (sholat ashar) , dan berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'." (Q.S.2: Al-Baqarah : 238)
Tatkala kehidupan dunia ini banyak dihiasi dengan kemegahan dan kenikmatan yang membahana dan gemerlap yang menarik perhatian sehingga para manusia terjerumus ke dalam kelalaian, maka menjadi suatu keharusan bahwa manusia akan ditanya dan dimintai pertanggungjawaban kelak diakhirat dan diperlihatkan oleh nya neraka jahim sebagai mana diterangkan dalam surat sebelum nya Al-Taka'tsur , maka tentunya manusia yang hidup di permukaan bumi ini dalam keadaan yang terancam bahaya dan merugi , sehingga Allah Ta'ala bersumpah dengan waktu yang dimana setiap manusia berinteraksi dengan waktu yang menuai perbuatan baik dan buruk, dan kerugian ini mengancam semua jenis manusia laki maupun perempuan, tua maupun muda, besar maupun kecil, dikarenakan kebanyakan mereka lalai, lupa daratan, berlomba lomba menumpuk harta hingga ia masuk liang kubur, ketika diberikan kenikmatan tidak bersyukur, tatkala ditimpakan musibah tidak bersabar, yang kuat menindas yang lemah, yang lemah melakukan kudeta kepada yang kuat, yang sehat tidak menggunakan waktu nya untuk beribadah, yang sakit senantiasa mengumpat dan berkeluh kesah, sebagaimana digambarkan Allah Ta'ala dalam firman Nya ,
إِنَّا عَرَضْنَا ٱلْأَمَانَةَ عَلَى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱلْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا ٱلْإِنسَٰنُ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا
Artinya : " Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh," (Q.S.33: Al - Ahzab : 72)
Tatkala kerugian ini menimpa keumuman manusia, kemudian Allah Ta'ala berikan perkecualian kepada hamba-Nya yang taat yaitu orang orang yang beriman, menegakkan iman didalam hati, lisan dan perbuatan tentang keimanan kepada Allah Ta'ala, yang mencakup peng Esa an Rububiyah, Uluhiyah serta Asma' dan sifat-sifat-Nya , demikian pula keimanan kepada para malaikat - malaikat Nya, kitab-kitab Nya, rasul-rasul-Nya, serta hari akhir yaitu hari kebangkitan dari alam kubur untuk dikumpulkan di padang mashyar yang selanjutnya akan menerima balasan terhadap segala perbuatan nya didunia serta iman kepada takdir dan ketentuan yang telah Allah Ta'ala gariskan kepada setiap makhluk dari takdir baik maupun buruk.
Keimanan yang menancap dalam lubuk hati orang yang beriman ini hendaknya diwujudkan dalam bentuk amalan saleh yang lahir maupun batin, dengan cara menjalankan perintah perintah dan menjauhi larangan Allah dan Rasul-Nya yang telah tercantum didalam Al-Qur'an Al-Karim dan As-Sunnah An-Nabawiyah dengan mengindahkan dua syarat untuk diterima dan terkabulkan amalan tersebut yaitu, ikhlas dan mengikuti tata cara yang telah dicontohkan oleh Nabi Sallallahu alaihi wa sallam.
Dikarenakan suatu amalan jika ia ikhlas dalam berbuat akan tetapi tidak mengindahkan tata cara yang diajarkan oleh Nabi Sallallahu alaihi wa sallam niscaya akan tertolak dan dituliskan sebagai membangkang terhadap ajaran Nabi Sallallahu alaihi wa sallam.
Seorang mukmin yang menghendaki terbebas dari kerugian yang membayangi dirinya hendaknya ia mengisi kehidupan dunia nya dengan amal saleh, mengerjakan sholat berjamaah lima waktu dengan diiringi menunaikan sholat sholat sunnah seperti sholat rowatib yang dilakukan sebelum atau sesudah sholat wajib, mengerjakan sholat malam, melakukan puasa wajib yaitu puasa ramadan yang kemudian diikuti puasa sunnah tujuh hari di bulan syawal, kemudian puasa tiga hari dalam sebulan, puasa hari senin dan kamis, puasa hari A'syuro' , puasa hari Arofah, dan sebagainya.
Demikian pula dalam masalah harta, ia mencari harta dengan cara yang halal, dan menggunakan pula dengan cara yang halal dan diridhoi Allah Ta'ala seperti menunaikan zakat wajib dan sedekah serta menyantuni kaum fakir miskin, anak yatim, para janda, dan semisalnya.
Jika ia memiliki kelebihan harta hendaknya ia menunaikan ibadah wajib haji yang merupakan syiar agama islam dan diiringi ibadah umroh. Demikian pula berbuat baik kepada tetangga, kerabat, menyambung tali silaturrahmi, beramal kebajikan dan menahan segala bentuk keburukan.
Ketika seorang hamba telah sempurna dalam dirinya dan membuahkan kebajikan, hal ini belum dinilai sepenuhnya sempurna hingga ia mengajak orang-orang sekiranya, sebagaimana yang telah dilakukan oleh manusia terbaik yaitu para nabi dan rosul, dikarenakan agama tidak akan tegak kecuali dengan menjalankan amar makruf nahi mungkar.
Dalam menjalankan nasihat menasihati serta amar makruf nahi mungkar diwajibkan untuk mengikuti tata cara Nabi Sallallahu alaihi wa sallam yaitu dengan bijak, santun dan lemah lembut.
Dalam kehidupan sehari-hari, tentu kita menemukan bermacam jenis orang yang memiliki watak berbeda-beda dan tabiat yang beraneka ragam. Ada di antara mereka yang bertabiat kasar, ada yang bertabiat tidak mau tahu, dan ada juga yang bertabiat lemah lembut. Semua ini adalah pemberian Dzat Yang Maha Mengetahui dan Mahabijaksana yang patut kita mengkaji hikmah di dalamnya.
Dengan beragamnya tabiat dan watak itu, kita dituntut oleh agama untuk menjadi yang terbaik dan yang terpuji, menjadi orang yang lemah lembut dalam segala hal. Lemah lembut dalam sikap, tabiat, watak, dalam ucapan, tingkah laku, dan sebagainya.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللهَ رَفِيْقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ وَيُعْطِي عَلَى الرِّفْقِ مَا لاَ يُعْطِي عَلَى الْعُنْفِ وَمَا لاَ يُعْطِي عَلَى مَا سِوَاهُ
Artinya : " Sesungguhnya Allah Maha Lembut serta mencintai kelembutan, dan Allah memberikan kepada sifat lembut yang tidak diberikan pada sifat kasar dan sifat lainnya.” ( HR. Muslim )
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُوْنُ فِيْ شَيْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ نُزِعَ عَنْ شَيْءٍ إِلاَّ شَانَهُ
Artinya : “Sesungguhnya tidaklah kelemahlembutan itu ada pada sesuatu melainkan akan menghiasinya dan tidaklah tercabut dari sesuatu melainkan akan merusaknya.” (HR. Muslim)
Ciri khas pengikut Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah lemah lembut adalah sifat yang terpuji di hadapan Allah Ta'ala dan Rasul-Nya, bahkan di hadapan seluruh manusia.
Fitrah manusia mencintai kelembutan sebagai wujud kasih sayang. Oleh karena itu, Allah Ta'ala mengingatkan Rasul-Nya sallallahu alaihi wa sallam dalam firman Nya,
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلْقَلْبِ لَٱنفَضُّوا۟ مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَٱعْفُ عَنْهُمْ وَٱسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى ٱلْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُتَوَكِّلِينَ
Artinya : " Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya." (Q.S.3: Ali-Imran :159)
Imam As-Sa’di  rahimahullah berkata  dalam tafsirnya , “Dengan rahmat Allah Ta'ala yang diberikan kepadamu dan kepada para sahabatmu, engkau dapat bersikap lemah lembut terhadap mereka, merendah di hadapan mereka, menyayangi mereka, serta lembut akhlakmu terhadap mereka. Sehingga mereka mau berkumpul di sisimu, mencintaimu, dan melaksanakan segala apa yang kamu perintahkan. Jika kamu memiliki akhlak yang jelek dan keras niscaya mereka akan menjauhimu, karena yang demikian itu akan menyebabkan mereka lari dan menjadikan mereka murka terhadap orang yang memiliki akhlak yang jelek tersebut.
Jika akhlak yang baik menyertai seorang pemimpin di dunia maka akan menarik dan memikat orang-orang menuju agama Allah dan akan menjadikan mereka mencintai agama. Bersamaan dengan itu, pemilik akhlak tersebut akan mendapatkan pujian dan pahala yang khusus.
Jika akhlak yang jelek melekat pada seorang pemuka agama, akan menyebabkan orang lain lari dari agama dan akan membenci agama. Bersamaan dengan itu, dia akan mendapatkan cercaan dan dosa yang khusus.
Kalau demikian Allah Ta'ala mengingatkan Rasul-Nya yang ma’shum (terbebas dari dosa-dosa), maka bagaimana lagi dengan selain beliau (dari kalangan manusia)? Bukankah termasuk kewajiban yang paling wajib untuk mengikuti akhlak Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan bergaul bersama manusia sebagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersama mereka dengan kelemahlembutan, akhlak yang baik, kasih sayang, dalam rangka melaksanakan perintah-perintah Allah Ta'ala dan menarik manusia ke dalam agama Allah Ta'ala.
Lemah lembut dalam berdakwah merupakan suatu pondasi dan asas, artinya bahwa dakwah itu dibangun di atas kelemah lembutan meskipun tidak menyisihkan sifat tegas jika memang dibutuhkan. Meletakkan sifat tegas pada tempatnya dan sifat lemah lembut pada tempatnya, inilah yang dimaksud dengan hikmah yang telah difirmankan  Allah Ta'ala,
 
ٱدْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلْحِكْمَةِ وَٱلْمَوْعِظَةِ ٱلْحَسَنَةِ ۖ وَجَٰدِلْهُم بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِٱلْمُهْتَدِينَ
Artinya : " Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk." (Q.S.16: An-Nahl :125)
Tatkala manusia memiliki banyak kekurangan dan keterbatasan ketika menjalankan kebajikan dan melakukan amar makruf nahi mungkar dan  terhalang oleh kendala dan aral melintang yang dilakukan oleh orang bodoh serta musuh-musuh Allah Ta'ala, maka dituntut didalam pungkasan ayat yang pendek ini agar saling wasiat mewasiatkan kepada kesabaran hingga menimbulkan rasa semangat dalam menjalankan kebajikan dan mendakwahkan nya.
Di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, kalimat sabar disebutkan dalam beberapa bentuk lafadz yang mempunyai kandungan makna berbeda-beda, diantaranya adalah :
1. Shabr ( صَبْرٌ ): kesabaran yang dilakukan dengan mudah.
2. Tashabbur ( تَصَبُّرٌ ): kesabaran yang dilakukan dengan upaya dan perjuangan.
3. Ishthibar ( اِصْطِبَارٌ ): puncak dari tashabbur ( تَصَبُّرٌ ). Maksudnya, puncak dari kesabaran yang dilakukan dengan upaya dan perjuangan.
4. Mushabarah ( مُصَابَرَةٌ ): kesabaran yang dilakukan di medan laga saat berhadapan dengan musuh.
Ditinjau dari sisi keterkaitannya dengan Allah Ta'ala, sabar terbagi menjadi tiga :
1. Sabar dengan Allah Ta'ala ( الصبر بالله). Maksudnya, memohon pertolongan kepada Allah Ta'ala dan meyakini bahwa Dia-lah Dzat yang menjadikan seorang hamba bersabar. Betapa pun seseorang mampu bersabar maka semua itu berkat pertolongan dari Allah Ta'ala, bukan kemampuan dirinya semata. Allah Ta'ala berfirman,
وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلَّا بِاللَّهِ
“Bersabarlah (wahai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah.” (QS An-Nahl: 127)
Makna ayat di atas, jika Allah Ta'ala tidak memberikan pertolongan kepadamu untuk bersabar, niscaya engkau tidak akan mampu bersabar.
2. Sabar karena Allah Ta'ala ( الصبر لله). Maksudnya, kesabaran yang dilakukan karena kecintaan kepada Allah Ta'ala, menginginkan wajah-Nya, dan taqarub kepada-Nya. Bukan untuk menonjolkan diri, ingin dipuji orang, dan tujuan buruk lainnya.
3. Sabar bersama Allah Ta'ala ( الصبر مع الله) Artinya, kesabaran seorang hamba bersama syariat Allah Ta'ala dan segala ketentuan hukum-Nya secara berkesinambungan, berteguh diri di atas syariat dan hukum tersebut, berjalan di atasnya, serta menjalankan segala konsekuensinya. Hidupnya selalu dikendalikan oleh syariat dan hukum tersebut, kapan saja dan di mana saja ia berada.
Demikianlah kondisi seseorang yang bersabar bersama Allah Ta'ala. Ia senantiasa menjadikan dirinya berada di atas segala yang diperintahkan oleh Allah Ta'ala dan dicintai-Nya. Kesabaran yang seperti ini adalah jenis kesabaran yang paling berat dan sulit. Itulah kesabaran yang ada pada diri ash-shiddiqin (orangorang yang sangat kuat keyakinannya kepada Allah Ta'ala).
Sabar mencakup tiga perkara :
1) Sabar dalam menjalankan ketaatan terhadap perintah Allah Ta'ala dan Rasul-Nya sallallahu alaihi wa sallam, seperti contohnya tatkala seseorang merasa malas mengerjakan sholat jamaah di masjid, dan ia mengerjakan sholat dirumah nya, maka hendaknya dikatakan kepadanya : wahai saudaraku, sabarkan dirimu untuk mengerjakan sholat berjamaah di masjid, sesungguhnya pahala besar menanti dirimu, setiap langkah akan menghapus dosa-dosamu.
2) Sabar dalam menahan maksiat dan larangan Allah Ta'ala dan Rasul-Nya sallallahu alaihi wa sallam, seperti ketika seseorang mencari penghasilan yang haram misalnya riba, menipu, memalsukan suatu barang, maka dikatakan kepadanya : wahai saudaraku, sabarkan dirimu untuk meninggalkan perbuatan haram tersebut, sesungguhnya tubuhmu tidak pantas untuk diberikan makanan dari hasil yang haram.
3) Sabar dalam menerima takdir dan putusan Allah Ta'ala, seperti seseorang mendapati harta dan rumah nya terkena bencana banjir, atau dirinya terjangkit penyakit yang berbahaya, atau menjumpai salah satu kerabat nya meninggal dunia, maka dikatakan kepadanya : wahai saudaraku, bersabarlah dan jangan menggerutu terhadap takdir Allah Ta'ala, sesungguhnya Allah Ta'ala adalah Dzat Yang Memberi, dan Dzat Yang Maha Mengatur, dan segala sesuatu telah memiliki suratan takdir, maka bagimu hendaknya bersabar dan mengharapkan pahala dari Allah Ta'ala.
Jika dikatakan, manakah dari ketiga bagian ini yang paling terasa berat bagi jiwa manusia?  Maka jawabannya,  bahwa hal itu tidak bisa disamaratakan anta individu dengan individu yang lain, sebagian manusia merasa berat untuk menjalankan ketaatan, dan sebagian lainnya merasa mudah menjalankan ketaatan, akan tetapi ketika dihadapkan kemaksiatan ia akan hanyut bersama arus, dan ada pula orang yang  mampu bersabar menjalankan perintah ketaatan dan bersabar ketika berhadapan dengan maksiat, akan tetapi ia tidak mampu bersabar terhadap ujian dan musibah yang menimpa dirinya, bahkan membawanya kepada kekufuran dan murtad dari agama islam, sebagaimana firman Allah Ta'ala, 
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَعْبُدُ ٱللَّهَ عَلَىٰ حَرْفٍ ۖ فَإِنْ أَصَابَهُۥ خَيْرٌ ٱطْمَأَنَّ بِهِۦ ۖ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ ٱنقَلَبَ عَلَىٰ وَجْهِهِۦ خَسِرَ ٱلدُّنْيَا وَٱلْءَاخِرَةَ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ ٱلْخُسْرَانُ ٱلْمُبِينُ
Artinya : " Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata." (Q.S.22: Al-Hajj : 11)
Khulashoh dari surat ini, bahwa Allah Ta'ala bersumpah dengan masa, dan menyatakan semua manusia akan merugi, dan diberikan perkecualian orang-orang yang memiliki sifat : Iman, beramal saleh, saling memberikan nasihat menuju Jalan kebenaran, dan saling menasihati dalam kesabaran.
Semoga kita tergolong dari hamba-hamba Allah yang beruntung dan dijauhkan dari kerugian dunia dan akhirat, sesungguhnya Allah Ta'ala adalah Dzat Yang Maha Mampu atas segala sesuatu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar