Rabu, 24 Desember 2025

HARI RAYA NASRANI


 Hari Raya Nasrani (Natal/Krismas)

Dr. Faiz bin Musā‘id Al-Ḥarbī

Tema: Al-Walā’ wal-Barā’ –

 Mimbar Jumat
Tanggal: 06/02/2019

Khutbah Pertama

Segala puji bagi Allah yang tidak mengambil anak, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan, dan tidak pula Dia memiliki pelindung karena kehinaan.
(QS. Al-Isrā’: 111)

Dialah Pencipta segala sesuatu, dan Dia Maha Esa lagi Maha Perkasa.
(QS. Ar-Ra‘d: 16)

Seluruh makhluk adalah ciptaan-Nya, dan segala urusan adalah ketetapan-Nya.
Milik-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
(QS. Luqmān: 26)

Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah, Yang Maha Esa dalam rubūbiyyah, ulūhiyyah, serta nama dan sifat-Nya.
Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, manusia pilihan dari makhluk-Nya dan orang yang dipercaya membawa wahyu-Nya.
Beliau bersabda:
“Janganlah kalian berlebih-lebihan memujiku sebagaimana kaum Nasrani berlebih-lebihan memuji Isa bin Maryam. Sesungguhnya aku hanyalah hamba-Nya, maka katakanlah: Hamba Allah dan Rasul-Nya.”

Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada beliau, kepada keluarga, para sahabat, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat.

Amma ba‘du:

Aku wasiatkan kepada diriku dan kepada kalian semua untuk bertakwa kepada Allah, baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan.

“Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan melipatgandakan pahala baginya.”
(QS. Ath-Thalāq: 5)

Wahai hamba-hamba Allah,
Allah menciptakan manusia, di antara mereka ada yang beriman dan ada yang kafir.
“Dialah yang menciptakan kalian, maka di antara kalian ada yang kafir dan ada yang beriman. Dan Allah Maha Melihat apa yang kalian kerjakan.”
(QS. At-Taghābun: 2)

Iman tidak akan diterima kecuali dari orang yang masuk ke dalam agama Islam.

“Barang siapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidak akan diterima darinya, dan di akhirat ia termasuk orang-orang yang rugi.”
(QS. Āli ‘Imrān: 85)

Di antara rukun iman adalah beriman kepada para rasul secara umum dan terperinci.
Dan di antara para rasul Allah adalah Nabi Isa ‘alaihis salām.

“…Dan Kami berikan kepada Isa putra Maryam bukti-bukti yang nyata dan Kami kuatkan dia dengan Ruhul Qudus.”
(QS. Al-Baqarah: 253)

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barang siapa bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, dan bahwa Isa adalah hamba Allah dan Rasul-Nya, kalimat-Nya yang disampaikan kepada Maryam dan ruh dari-Nya, serta bahwa surga dan neraka itu benar, maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Wahai hamba-hamba Allah,
Kaum Nasrani telah tersesat dan melampaui batas terhadap Isa ‘alaihis salām. Mereka mengangkatnya hingga mengklaim bahwa ia adalah anak Allah — Maha Suci Allah dari apa yang mereka katakan.
Dengan keyakinan itu mereka kafir, tidak boleh dicintai dan tidak boleh dijadikan wali (loyalitas agama). Allah telah melarang mereka dari keyakinan kufur tersebut, namun mereka tidak mau berhenti.

“Wahai Ahli Kitab, janganlah kalian berlebih-lebihan dalam agama kalian dan jangan mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar…”
(QS. An-Nisā’: 171)

Allah Ta‘ālā juga berfirman:
“Sungguh kafirlah orang-orang yang berkata: ‘Sesungguhnya Allah adalah Al-Masih putra Maryam.’”
(QS. Al-Mā’idah: 72)

Dan firman-Nya:
“Sungguh kafirlah orang-orang yang berkata: ‘Allah adalah salah satu dari yang tiga.’”
(QS. Al-Mā’idah: 73)

Di antara kesesatan kaum Nasrani adalah merayakan kelahiran Isa yang mereka sebut Natal atau Krismas.
Mereka berdusta atas nama Allah dengan mengklaim bahwa Isa adalah anak Allah dan menjadikannya sesembahan selain Allah — Maha Tinggi Allah dari itu semua.

Termasuk kemungkaran besar adalah sebagian kaum Muslimin ikut merayakan atau mengucapkan selamat kepada mereka atas hari raya tersebut.
Bagaimana mungkin seorang Muslim yang bertauhid rela memberi selamat atas hari raya yang dibangun di atas syirik besar, yakni menisbatkan anak kepada Allah?

Allah berfirman:
“Dan mereka berkata: ‘Tuhan Yang Maha Pengasih mengambil anak.’
Sungguh kalian telah mendatangkan perkara yang sangat mungkar…”
(QS. Maryam: 88–95)

Bagaimana mungkin seorang Muslim yang membaca:
“Katakanlah: Dialah Allah Yang Maha Esa…”
(QS. Al-Ikhlāsh)

lalu ikut serta atau memberi ucapan selamat atas hari raya tersebut?

Bagaimana kita memberi selamat atas hari raya yang diada-adakan, sementara dalam setiap shalat kita memohon agar dijauhkan dari jalan mereka:

“…bukan jalan orang-orang yang dimurkai dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat.”
(QS. Al-Fātiḥah)

Orang-orang yang sesat adalah kaum Nasrani dan siapa saja yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu.

Wahai Muslim,

Bagaimana engkau menghadiri atau mengucapkan selamat atas hari raya kufur mereka, padahal sifat hamba-hamba Allah Yang Maha Pengasih adalah:

“Dan mereka tidak menghadiri kesaksian palsu.”
(QS. Al-Furqān: 72)

Sebagian tabi‘in menafsirkan “kesaksian palsu” dengan hari raya orang-orang musyrik.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:
“Jika Allah memuji orang yang tidak menghadirinya, padahal hanya sekadar hadir, maka bagaimana dengan orang yang menyetujui dan ikut serta?”

Ibnul Qayyim رحمه الله berkata:
“Memberi ucapan selamat atas syiar-syiar kekufuran adalah haram berdasarkan kesepakatan ulama…”

Waspadalah pula dari menonton perayaan dan ritual mereka melalui media, karena itu termasuk menyaksikan kemungkaran.

Jangan pula berdalih demi menyenangkan anak-anak.

Imam Adz-Dzahabi berkata:
“Orang terburuk adalah yang meridhai keluarganya dengan perkara yang dimurkai Allah.”

Dan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin رحمه الله menjelaskan bahwa tidak boleh membalas ucapan selamat Natal, karena itu bentuk persetujuan terhadap keyakinan mereka.



Khutbah Kedua

Segala puji bagi Allah yang memuliakan kita dengan Islam.
Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan selain Allah dan Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya.

Wahai hamba-hamba Allah,
Akidah al-walā’ wal-barā’ menurut Ahlus Sunnah adalah pertengahan:
bukan sikap longgar yang membolehkan ucapan selamat Natal,
dan bukan pula sikap ekstrem yang melanggar perjanjian dan berbuat zalim.

Perlu dibedakan antara memberi selamat hari raya (haram) dan ta‘ziyah kepada orang kafir (diperselisihkan ulama dan boleh bila ada maslahat, tanpa mendoakan ampunan bagi mayit).

Bershalawatlah kepada Nabi Muhammad ﷺ.
(Doa-doa penutup khutbah ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar