Rabu, 24 Desember 2025

PERAYAAN NON ISLAM




 Hari Raya Orang Kafir dan Menyerupai Kaum Homoseksual

Khalid Asy-Syāyi‘

25 Jumadal Ula 1443 H / 29 Desember 2021 M – 06.06 AM

Khutbah Pertama

(Hari Raya Orang Kafir dan Peringatan terhadap Kaum Homoseksual)
20/5/1443 H

Amma ba‘du, wahai sekalian manusia:

Sungguh Allah telah menganugerahkan karunia yang sangat besar kepada kaum Muslimin dengan menjadikan mereka sebaik-baik umat seluruhnya. 

Semua manusia selain mereka berada dalam kesesatan jalan, terombang-ambing dalam gelapnya kebodohan dan kekafiran, kecuali kaum Muslimin. 

Tidak ada satu nikmat pun yang lebih besar atas makhluk daripada nikmat mendapat hidayah kepada Islam.

Apabila seorang Muslim menoleh ke sekelilingnya, ia tidak akan mendapati kecuali: seorang Yahudi yang dimurkai, atau Nasrani yang sesat, atau penyembah berhala yang bodoh, atau ateis yang tersesat. 

Sementara seorang Muslim hidup dalam nikmat akal dan hidayah menuju fitrah yang lurus dan agama yang benar.

Akal orang-orang yang berakal pun tidak berhenti merasa heran ketika mereka melihat sebagian kaum Muslimin—atau orang-orang yang mengaku Islam—meniru orang-orang sesat yang telah disebutkan tadi, menyerupai mereka dan meneladani mereka dalam setiap perkara kecil maupun besar.

 Maka apa yang sebenarnya mereka cari?

“Apakah mereka mencari kemuliaan di sisi mereka?

 Padahal sesungguhnya kemuliaan itu seluruhnya milik Allah.”

Namun apabila seorang Muslim mengetahui kabar dari Nabi ﷺ bahwa hal tersebut memang akan terjadi pada sebagian umat di akhir zaman, maka hilanglah rasa herannya.

 Lalu bagaimana mungkin seorang Muslim rela dirinya menjadi orang yang dimaksud dalam hadits tersebut?

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dalam Shahih mereka dari Abu Sa‘id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, hingga seandainya mereka masuk ke lubang biawak pun, niscaya kalian akan mengikutinya.”
Kami bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah mereka Yahudi dan Nasrani?”
Beliau menjawab: “Siapa lagi kalau bukan mereka?”

Yang dimaksud dengan sunan adalah kebiasaan, tradisi, jalan hidup, dan cara menjalani kehidupan.

Sungguh sebagian kaum Muslimin telah menjadi pengekor Barat kafir, meniru mereka dalam segala hal, tanpa peduli apakah perkara itu haram menurut syariat dan dilarang, atau makruh dan lebih utama ditinggalkan, atau bahkan perkara remeh yang tidak layak untuk dikejar dengan segala upaya. 
Seakan-akan Rasulullah ﷺ hidup di tengah-tengah kita, menggambarkan kondisi umat dengan gambaran yang sangat tepat dan jelas.

Wahai hamba-hamba Allah:

Jelas sekali bahwa yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah mengikuti secara tercela. 

Keindahan bahasa Nabi ﷺ ketika menyebut lubang biawak adalah sesuatu yang sangat menakjubkan. 
Lubang biawak dikenal sangat kotor dan hanya memiliki satu lubang, tidak seperti hewan lain yang membuat banyak lubang untuk mengelabui musuh dan melarikan diri darinya. 
Lubang biawak adalah kebinasaan yang pasti bila musuh mengepungnya.
Maka lubang biawak mengandung dua sifat: kekotoran yang nyata dan kebinasaan yang pasti. 
Namun demikian, kaum Muslimin akan tetap mengikuti Yahudi dan Nasrani dalam segala hal, bahkan dalam perkara yang kotor dan membinasakan. 
Demi Allah, inilah musibah yang telah meluas di tengah umat.

Wahai kaum Muslimin:

Barang siapa memperhatikan kondisi pada tingkat negara dan kelompok, niscaya ia akan melihat ketergantungan dan peniruan. 
Bahkan pada tingkat individu pun hal itu tampak jelas.

 Misalnya, ketika seorang aktor Yahudi atau Nasrani memanjangkan jenggotnya, maka sebagian pemuda Muslim ikut-ikutan memanjangkan jenggotnya hanya karena menirunya. 

Jika ia memotong rambutnya dengan model tertentu, mereka pun segera meniru model rambut tersebut.

Bahkan di antara pemuda Muslim ada yang meniru orang Yahudi dan Nasrani dalam warna pakaian dan model jahitannya. 

Demikian pula kaum wanita—bahkan mereka lebih fanatik—dalam mengikuti wanita-wanita kafir dalam mode pakaian, membuka aurat, dan tarian, padahal semua itu telah jelas keharamannya.

Wahai hamba-hamba Allah:

Menyerupai orang-orang kafir dalam pakaian, gerakan, ucapan, kebiasaan, dan hari raya mereka sangat berbahaya bagi akidah seorang Muslim.

 Orang yang menyerupai mereka dikhawatirkan akan termasuk bagian dari mereka.

Sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Sunannya dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwa Nabi ﷺ bersabda:

“Barang siapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk bagian dari mereka.”

Ibnu Taimiyah رحمه الله berkata:

 “Paling ringan dari konsekuensinya adalah haram, jika orang yang menyerupai itu selamat dari kekafiran—na‘udzubillah.”

Maka marilah kita berpegang teguh pada agama dan nilai-nilainya serta merasa bangga dengannya. 

Tidak ada agama di dunia ini yang sebanding dengan agama kita. Waspadalah dari tergelincir ke dalam jurang kelemahan dan peniruan, karena hal itu adalah pelepasan diri dari agama secara bertahap.

Sungguh telah banyak nash syar‘i yang memperingatkan dari bahaya tergelincir ini, karena dampaknya yang sangat besar terhadap akidah seorang Muslim. 

Jika engkau memahami hal ini, engkau akan mengetahui rahasia mengapa Allah سبحانه وتعالى memberikan peringatan keras dari mengikuti dan menyerupai Yahudi, Nasrani, dan selain mereka. 

Allah memerintahkan agar menyelisihi dan menjauhi mereka sejauh-jauhnya, serta meneladani hamba-hamba-Nya yang saleh dalam lahiriah dan akhlak mulia, agar hati dan jiwa kita tercelup dalam kebaikan tersebut sehingga kita menjadi orang-orang yang mendapat petunjuk dan beruntung.

Kita memohon kepada Allah agar memberi hidayah kepada kaum Muslimin—laki-laki dan perempuan, anak-anak lelaki dan perempuan—serta menjauhkan kita dari segala fitnah, yang tampak maupun yang tersembunyi.

Aku berkata demikian, dan aku memohon ampun kepada Allah untukku dan untuk kalian.



Khutbah Kedua

Amma ba‘du, wahai sekalian manusia:

Di antara kejahatan yang berulang setiap tahun menimpa kaum Muslimin adalah merayakan hari raya orang-orang kafir dan mengucapkan selamat kepada mereka. 

Hal ini haram secara syariat, merupakan kekurangan dalam akidah, dan cela terhadap Rabb سبحانه وتعالى.

 Mereka merayakan keyakinan bahwa Allah mempunyai anak—Mahasuci Allah dari perkataan mereka setinggi-tingginya. Maka waspadalah wahai saudaraku Muslim dari terjerumus dalam perbuatan tersebut.

Di antara keburukan lain yang telah sampai kepada kaum Muslimin adalah fenomena yang disebut kaum homoseksual, yaitu orang-orang yang menyelisihi fitrah: laki-laki menyetubuhi laki-laki, dan perempuan menyetubuhi perempuan. 
Sangat disayangkan, terdapat kampanye besar-besaran untuk menyebarkan perilaku ini, bahkan pada tingkat internasional.

Negeri kita—semoga Allah menjaganya—telah menunjukkan sikap yang terpuji dengan menolak prinsip dan pemikiran ini karena bertentangan dengan fitrah.

 Namun yang patut diperhatikan adalah tersebarnya bendera kaum homoseksual yang menyerupai warna-warna apa yang mereka sebut sebagai “pelangi”, demikian pula pada pakaian dan mainan anak-anak.

Maka waspadalah wahai saudaraku Muslim dari terjerumus dalam hal ini. Bertakwalah kepada Allah wahai para pedagang, janganlah kalian mendatangkan kebatilan-kebatilan ini, dan jangan menjadi orang yang menjual agamanya dengan kenikmatan dunia yang sedikit.

Wahai manusia:

Bagaimana seorang hamba dapat menjaga diri agar tidak terjatuh dalam meniru orang-orang kafir dan mengikuti jalan mereka?

Jawabannya mudah, namun mengamalkannya itulah yang berat.

 Allah Ta‘ala berfirman:

“Dan sesungguhnya inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah ia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan lain yang mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu Dia wasiatkan kepadamu agar kamu bertakwa.”
(QS. Al-An‘am: 153)

Dan diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dalam Jami‘-nya dari Al-‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

Rasulullah ﷺ memberi kami nasihat setelah shalat Subuh, nasihat yang sangat menyentuh hingga membuat mata berlinang dan hati bergetar. 
Lalu seseorang berkata: “Wahai Rasulullah, ini seperti nasihat perpisahan, maka apa yang engkau wasiatkan kepada kami?”
Beliau ﷺ bersabda:

“Aku wasiatkan kepada kalian agar bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat, meskipun yang memimpin kalian adalah seorang budak Habasyi. Sesungguhnya barang siapa hidup setelahku akan melihat banyak perselisihan. 
Maka jauhilah perkara-perkara baru (dalam agama), karena sesungguhnya itu adalah kesesatan. 
Barang siapa menjumpai hal tersebut, maka wajib baginya berpegang pada sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Gigitlah ia dengan gigi geraham kalian.”

Ya Allah, ilhamkan kepada kami petunjuk-Mu dan lindungilah kami dari keburukan diri kami sendiri, wahai Rabb seluruh alam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar