Jumat, 27 Januari 2023

HUKUM AMAR MA'RUF NAHI MUNGKAR

Alhamdulillah, Was Sholatu was Salamu ala Rosulillah, wa ba'du; 



Keempat :  HUKUM AMAR MA'RUF DAN NAHI MUNGKAR 



Amar ma'ruf dan nahi mungkar merupakan kewajiban yang sangat agung dari kewajiban kewajiban yang dijumpai dalam syariat, sebagaimana telah dijelaskan di dalam Al Kitab dan As Sunnah dan Al Ijma'. 


Allah Ta'ala berfirman : 


وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى ٱلْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ ۚ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ ﴿١٠٤﴾


"Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung." (Q.S.3:104)


Para ahli ilmu berdalih dengan ayat ini tentang wajibnya menegakkan amar ma'ruf dan nahi mungkar. 


Al Imam Ibnu Hazm rahimahullah berkata: " Para Imam ahli agama seluruh nya telah sepakat tentang wajibnya amar ma'ruf dan nahi mungkar tanpa dijumpai perbedaan, berdasarkan ayat, " Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar ". (Ahkamul Qur'an : 2/34)


Adapun dalil dari As Sunnah: 


عَنْ أَبِي سَعِيْد الْخُدْرِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ

[رواه مسلم]


Dari Abu Sa’id Al Khudri radiallahuanhu berkata : Saya mendengar Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : Siapa yang melihat kemunkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman. (Riwayat Muslim)


Nabi Shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan agar merubah kemunkaran sesuai kadar kemampuan, dan perintah dalam hadits ini memiliki hukum wajib sebagaimana yang telah ditetapkan oleh jama’ah dari ahli ilmu. 


Al Imam An Nawawy rahimahullah menerangkan dalam sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, " Maka rubahlah ", ini merupakan perintah kewajiban sebagaimana Ijma' / Kesepakatan umat ". (Syarah An Nawawy: 2/22)


Al Imam Al Qurthuby rahimahullah berkata: " Perintah dalam hadits diatas memiliki hukum wajib, dikarenakan menegakkan amar ma'ruf dan nahi mungkar merupakan perkara yang wajib dalam keimanan serta tonggak agama islam yang ditetapkan dalam Al Kitab dan As Sunnah dan Al Ijma'". (Al Mufhim: 1/233)


Al Imam As Suyhuthy rahimahullah berkata: " Barangsiapa yang melihat kemunkaran maka rubahlah ", " Ini merupakan perintah yang wajib kepada umat ". (Syarah As Suyhuthy: 1/65)


Dan dalil lain didalam As Sunnah diantaranya:


Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : 


وَالَّذِي نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالْـمَعْرُوْفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ الْـمُنْكَرِ أَوْ لَيُوْشِكَنَّ اللهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ، ثُمَّ تَدْعُوْنَهُ فَلَا يُسْتَجَابُ لَكُمْ.


Demi Rabb yang jiwaku berada di tangan-Nya. Hendaklah kalian menyuruh berbuat kebaikan dan mencegah dari kemungkaran, atau kalau tidak, hampir saja Allâh menurunkan adzab-Nya kepada kalian, kemudian kalian berdo’a kepada-Nya, namun do’a kalian tidak dikabulkan". (HR. Ahmad dan At Tirmidzi)


Dalam hadits diatas menunjukkan atas ancaman dari Allah Ta'ala kepada orang-orang yang meninggalkan amar ma'ruf dan nahi mungkar, sehingga dari sini sangat terang atas wajibnya menegakkan perkara tersebut dikarenakan tidak akan dijatuhkan suatu hukuman kecuali terhadap orang yang meninggalkan kewajiban atau menerjang perkara yang diharamkan. 


Adapun dalil dari Al Ijma' , maka jama’ah dari kalangan para ulama telah menyatakan kesepakatan nya. 


Al Imam Ibnu Hazm rahimahullah berkata: "Umat seluruhnya telah sepakat tentang wajibnya amar ma'ruf dan nahi mungkar tanpa dijumpai perbedaan dari salah seorang dari mereka ". (Fasl fiil milal wal ahwa' : 4/132)


Al Imam An Nawawy rahimahullah berkata: " Dan telah disepakati atas wajibnya amar ma'ruf dan nahi mungkar berdasarkan Al Kitab dan As Sunnah dan Ijma' nya para umat dan ini juga termasuk bagian dari nasehat yang merupakan bagian agama dan tidak dijumpai orang-orang yang menyelisihi kesepakatan tersebut kecuali kelompok syiah rofidhoh yang tidak diterima perbedaan tersebut ". (Syarah An Nawawy ala' Muslim: 2/22)


Al Imam Ibnul Qotthon Al Faashy rahimahullah berkata: " Dan telah disepakati atas wajibnya amar ma'ruf dan nahi mungkar dengan menggunakan tangan dan lisan jika sekiranya mampu atas hal tersebut, jika tidak mampu maka dengan hatinya ". (Al Iqna' fi masailil Ijma' : 1/62)


Jika telah ditetapkan tentang wajibnya amar ma'ruf dan nahi mungkar sesuai dalil dari Al Kitab dan As Sunnah dan Ijma' para ulama, maka disini ada dua permasalahan yang berkaitan dengan masalah diatas, yaitu: 



@. Pertama:  Apakah wajibnya amar ma'ruf dan nahi mungkar merupakan kewajiban yang aini/dibebankan kepada setiap individu dari umat ini atau sebatas wajib kifayah?


Ada dua pendapat dari kalangan para ulama: 


1). Amar ma'ruf dan nahi mungkar merupakan kewajiban aini/individual bagi  setiap muslim sesuai kadar kemampuan masing-masing, hal ini berdasarkan ayat yang dalam lafadz "  من  "  dalam firman Allah Ta'ala  :  


وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى ٱلْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ ۚ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ ﴿١٠٤﴾


Memiliki tafsir arti: " Untuk menjelaskan tentang jenis ". 


Yang berarti: " Hendaklah setiap dari kalian seluruhnya menjadi umat yang sentiasa menyeru kepada kebajikan dan menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar, bukan hanya sebahagian dari golongan kalian ".


Hal ini seperti dalam firman Allah Ta'ala: 


 ۖ فَٱجْتَنِبُوا۟ ٱلرِّجْسَ مِنَ ٱلْأَوْثَٰنِ وَٱجْتَنِبُوا۟ قَوْلَ ٱلزُّورِ ﴿٣٠﴾


" maka jauhilah olehmu (penyembahan) berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan dusta." (Q.S.22:30)


Yang artinya: " Menjauhi seluruh bentuk penyembahan berhala-berhala seluruhnya dan menjauhi seluruh bentuk perkataan yang dusta , bukan hanya sebahagian nya saja ". (Tafsir As Sam'a'niy : 1/347)


Dan dalil tentang wajibnya keseluruhan umat untuk melakukan amar ma'ruf dan nahi mungkar adalah firman Allah Ta'ala: 


كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ ۗ وَلَوْ ءَامَنَ أَهْلُ ٱلْكِتَٰبِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُم ۚ مِّنْهُمُ ٱلْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ ٱلْفَٰسِقُونَ ﴿١١٠﴾


"Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik."  (Q.S.3:110)


Dan yang berpendapat demikian ini diantaranya Al Imam Az Zajjaz dan Al Imam As Sam'a'niy dan Al Imam Al Baghowy dan Al Imam Ibnu Katsir dan As Syaikh Rosyid Ridho.  (Ma'anil Qur'an: 1/457 , Tafsir As Sam'a'niy: 1/347 , Tafsir Ibnu Katsir: 2/94 , Tafsir Al Manar: 4/23)



2. Amar ma'ruf dan nahi mungkar merupakan kewajiban kifayah yang tidak dibebankan kepada setiap individu muslim, namun jika sebahagian muslimin ada yang menegakkan maka gugur hukumnya bagi yang lainnya seperti halnya perkara jihad fi sabilillah.

Dan pendapat ini berhujjah dengan firman Allah Ta'ala dalam surat Ali Imron diatas bahwa lafadz, "  من  "  dari ayat : 


وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى ٱلْخَيْر


Memiliki arti: Sebahagian dari kalian, sehingga makna ayat tersebut adalah: 

" Dan hendaklah di antara kamu ada sebahagian/segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah kemungkaran ".


Dikatakan, dikarenakan menegakkan amar ma'ruf dan nahi mungkar bukan kewajiban bagi setiap individu muslim akan tetapi hanya bagi para ulama, sedangkan keumuman manusia bukanlah ulama, sebagaimana telah dijelaskan oleh Allah Ta'ala secara tegas dalam firman Nya: 


ٱلَّذِينَ إِن مَّكَّنَّٰهُمْ فِى ٱلْأَرْضِ أَقَامُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَوُا۟ ٱلزَّكَوٰةَ وَأَمَرُوا۟ بِٱلْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا۟ عَنِ ٱلْمُنكَرِ ۗ وَلِلَّهِ عَٰقِبَةُ ٱلْأُمُورِ ﴿٤١﴾


"(Yaitu) orang-orang yang jika Kami beri kedudukan di bumi, mereka melaksanakan salat, menunaikan zakat, dan menyuruh berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan." (Q.S.22:41)


Dan tidak setiap muslim diberikan kekuasaan sebagaimana ayat diatas. 


Dan ini merupakan pendapat kebanyakan para ulama dan ini yang dikatakan orang Al Imam Ibnul Araby dan Al Imam Al Qurthuby dan Al Imam An Nawawy dan Al Imam Ibnu Daqiq dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan Al Imam Ibnul Qoyyim dan Al Imam Ibnun Nakhaas dan Al Imam As Safaariniy dan Al Imam As Syaukani dan Al Imam Al Alusyi dan Al Imam As Sa'diy dan As Syaikh Muhammad Al Amin As Syangqithy rahimahumullah dan selainnya. 


Didalam firman Allah Ta'ala:  وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى ٱلْخَيْر  merupakan dalil bahwa amar ma'ruf dan nahi mungkar hukumnya adalah Fardhu yang dilakukan oleh kaum muslimin walaupun tidak memiliki sifat adil, berbeda dengan apa yang disyaratkan oleh sekelompok ahli bid'ah yang harus mensyarstkan sifat adil dalam amar ma'ruf dan nahi mungkar. 


Dan telah kita terangkan didalam Kitab-kitab ushul bahwa syarat ketaatan tidak boleh ditetapkan kecuali jika ada dalil-dalil nya, dan setiap individu memiliki kewajiban didalam dirinya menunaikan ketaatan, dan yang fardhu untuk dirinya didalam agama nya adalah memperingatkan kepada orang lain yang ia jahil dan tidak mengerti tentang ketaatan atau kemaksiatan dan menasihati nya dalam dosa yang ia terjatuh didalam nya.  


Dan telah Kami jelaskan pada ayat pertama pada sebelumnya. 


Dan ini adalah pendapat yang benar yang sesuai ketentuan dalil-dalil secara keseluruhan. 


Akan tetapi akan dijumpai nanti rincian yang akan berpengaruh terhadap hukum dari sisi derajat yang diperintahkan dan yang dilarang pada dirinya, dan dari sisi derajat manusia dalam kemampuan pada perkara tersebut, dan dari sisi martabat pengingkaran dan keterkaitan nya dengan tangan atau lisan atau hati. 


Adapun dari sudut pandang keragaman yang diperintahkan dan yang dilarang,  maka telah disebutkan sebelumnya bahwa perkara ma'ruf masuk didalam nya perkara wajib dan perkara mustahab atau yang dianjurkan, sedangkan perkara mungkar masuk didalam nya keumuman perkara yang haram dan perkara yang makruh atau di benci, maka dari itu hendaknya amar ma'ruf dan nahi mungkar selayaknya mengikuti pada hukum asal yang disyariatkan secara wajib atau sunnah.


Maka dengan ini terdapat dua martabat: 

Wajib, yaitu mengajak kepada kebajikan yang bersifat wajib dan mencegah mungkar yang bersifat muharrom/yang diharamkan. 


Dan mustahab/sunnah, yaitu mengajak kepada kebajikan yang bersifat sunnah dan mencegah kemungkaran yang bersifat makruh/dibenci. 


Dan ini yang sesuai pondasi syariat, yaitu sesuatu yang disyariatkan Allah Ta'ala secara sunnah dan sesuatu yang dilarang secara makruh maka Allah tidak akan mewajibkan nya kepada umat, maka demikian pula dengan perintah yang sunnah dan larangan yang makruh bagi yang berkedudukan menegakkan hisbah/amar ma'ruf hendaknya didudukkan kedudukan hukum asalnya. 


Sebagai mana telah dinyatakan secara gamblang oleh para ulama. 


Al Imam Ibnu Bathol rahimahullah Ta'ala: " Berkata sebahagian ulama: " Amar ma'ruf terdapat dua bagian, diantaranya fardhu dan diantaranya sunnah, maka setiap sesuatu yang wajib dikerjakan maka wajib untuk diperintahkan nya seperti menjaga kesempurnaan bersuci dan kesempurnaan rukuk dan sujud ketika sholat, dan mengeluarkan zakat dan yang semisalnya, dan sesuatu dari perkara yang sunnah maka memerintahkan nya pun juga sunnah dan engkau tidak berdosa bila meninggalkannya kecuali ketika dalam keadaan mempertanyakan nya, dikarenakan wajibnya memberikan nasihat yang merupakan fardhu bagi seluruh kaum mukminin". (Syarah sohih Al Bukhari: 9/294)


Adapun yang di sandarkan pada keberagaman manusia dalam kemampuan  pada amar ma'ruf dan nahi mungkar, maka sesungguhnya sebagaimana diketahui seksama bahwa tidak setiap manusia memiliki kemampuan yang sama.


Sebagaimana diterangkan dalam hadits sahabat mulia Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda:


مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ،...رواه مسلم


 "Barang siapa yang melihat kemunkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, .....(HR. Muslim)


Dari sini, maka sesungguhnya menegakkan amar ma'ruf dan nahi mungkar walaupun merupakan perkara yang fardhu kifayah sebagaimana terdahulu penjelasannya, maka sesungguhnya bagi yang tidak mampu maka tidak berkewajiban melakukan nya bahkan tidak disyariatkan bagi nya, sebagaimana keumuman dalil dalil tentang tidak terbebaninya bagi mereka yang tidak mampu. 


Allah Ta'ala berfirman: 


فَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ مَا ٱسْتَطَعْتُمْ .... ﴿١٦﴾


"Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu ". (Q.S.64:16)


Allah Ta'ala berfirman: 


لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۚ .... ﴿٢٨٦﴾


"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya". (Q.S.2:286)


Dikarenakan orang-orang yang tidak mampu gugur pada mereka perkara yang fardhu aini bagaimana dengan fardhu kifayah?


Maka dari sini menjadi kewajiban bagi mereka yang mampu dari umat ini tanpa mereka yang lemah, sehingga memiliki hukum fardhu kifayah bagi orang-orang yang mampu meskipun hanya tersisa pada satu orang saja maka baginya berubah menjadi fardhu aini dalam masalah ini. 


Al Imam An Nawawy rahimahullah berkata; "Kemudian terkadang menjadi fardhu aini bagi seseorang jika tidak mengetahui tempat kemunkaran kecuali hanya dia seseorang atau tidak dapat menghilangkan kemungkaran kecuali dia seperti seorang suami yang melihat kemunkaran atau meninggalkan suatu kewajiban pada istrinya atau anaknya  atau budaknya (dalam rumah) ( Syarah An Nawawy: 2/23)


Al Imam Al Qorofy rahimahullah berkata: "Dan jika tidak dapati (seseorang yang dapat merubah kemunkaran atau menjalankan suatu kewajiban) kecuali hanya seseorang saja, maka ia menjadi wajib aini baginya untuk melakukan hal tersebut dikarenakan terbatasnya kemampuan yang kompeten dari para manusia, seperti ibarat akhir waktu bagi mengerjakan shalat ". (Al Furuuq: 2/93)


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata dalam perkara amar ma'ruf dan nahi mungkar: " Dan ini merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang diberikan kemampuan, dan hukumnya adalah fardhu kifayah, dan bisa berubah menjadi fardhu aini bagi seseorang yang hanya dia yang mampu sedangkan yang lainnya tidak berkemampuan " (Majmu Al Fatawa: 28/65)



Adapun yang berkaitan dengan derajat mengingkari kemungkaran yang berkaitan dengan menggunakan tangan atau lisan atau hati : 


Maka dalil-dalil secara dhohir menunjukkan bahwa merubah kemunkaran dengan hati adalah perkara yang wajib dilakukan, adapun merubah kemunkaran dengan menggunakan tangan dan lisan maka dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kemampuan, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu terdahulu dan yang semakna dengan nya dalam hadits hadits yang lainnya, bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam mengaitkan kemampuan dalam merubah kemunkaran dengan tangan dan lisan, adapun merubah kemunkaran dengan hati maka tidak dikatakan setelah nya, : " Jika tidak mampu ", disebutkan bahwa perkara tersebut merupakan selemah-lemahnya iman. 


Diriwayatkan oleh Al-Imam Ibnu Abi Syaibah rahimahullah dengan sanad yang sah dari Thorik Ibnu Syihab berkata, seseorang berkata kepada Abdullah Ibnu Mas'ud radhiyallahu anhu: " Binasalah orang-orang yang tidak melakukan amar ma'ruf dan nahi mungkar ". Maka dijelaskan oleh Abdullah Ibnu Mas'ud : "Akan tetapi Binasalah orang-orang yang tidak mengetahui perkara ma'ruf didalam hati nya dan mengingkari kemungkaran dengan hatinya ". (Mushonaf: 7/504, Al Baihaqy: 10/71)


Al Imam Ibnu Rojab rahimahullah berkata memberikan catatan dalam perkataan sahabat Abdullah Ibnu Mas'ud radhiyallahu anhu: " Memberikan isyarat bahwa mengetahui dan mengenal perbuatan ma'ruf dan mungkar dengan hati merupakan amalan yang fardhu tidak gugur hukumnya bagi siapapun, maka barangsiapa yang tidak mengetahui ia termasuk golongan yang akan Binasa, adapun merubah kemunkaran dengan menggunakan tangan dan lisan maka wajib bagi yang memiliki kemampuan ". (Jami'ul Ulum wal hikam: 2/245)


Al Imam As Safaariniy rahimahullah berkata: " Dalam perkara ini terdapat banyak hadist dan seluruhnya menunjukkan bahwa merubah kemunkaran sesuai kadar kemampuan namun mengingkari kemungkaran dengan hati merupakan keharusan ". (Lawamiul Anwar Al Bahiyah: 3/713) 


Maka bisa disimpulkan disini: Bahwa amar ma'ruf dan nahi mungkar dari tinjauan hukum asal merupakan fardhu kifayah, akan tetapi disana terdapat keadaan keadaan tertentu yang keluar dari hukum asal sebagaimana penjelasan terdahulu, wa Allahu A'lam. 

📔📔📘📘📓📓

  

Selasa, 17 Januari 2023

KEDUDUKAN AMAR MA'RUF DAN NAHI MUNGKAR


Ketiga : KEDUDUKAN AMAR MA'RUF NAHI MUNGKAR DALAM AGAMA 


Amar ma'ruf dan nahi mungkar merupakan pondasi yang agung dari pokok agama dan menjadi bagian yang agung dalam cabang keimanan serta sebagai syiar yang luhur dalam syiar syiar agama islam.  

Memungkinkan bagi kita menguraikan kedudukannya dalam agama seperti berikut : 


1. Allah Ta'ala memberikan sifat kepada nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam sebagai teladan dalam amar ma'ruf dan nahi mungkar yang menunjukkan betapa agung nya kedudukan perkara ini yang Allah Ta'ala memuji nya dihadapan seluruh para rasul dan penutup dari para nabi Nya. 

Allah Ta'ala berfirman : 

ٱلَّذِينَ يَتَّبِعُونَ ٱلرَّسُولَ ٱلنَّبِىَّ ٱلْأُمِّىَّ ٱلَّذِى يَجِدُونَهُۥ مَكْتُوبًا عِندَهُمْ فِى ٱلتَّوْرَاةِ وَٱلْإِنجِيلِ يَأْمُرُهُم بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ ٱلْخَبَٰٓئِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَٱلْأَغْلَٰلَ ٱلَّتِى كَانَتْ عَلَيْهِمْ ۚ فَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ بِهِۦ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَٱتَّبَعُوا۟ ٱلنُّورَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ مَعَهُۥٓ ۙ أُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ ﴿١٥٧﴾

"(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi (tidak bisa baca tulis) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka, yang menyuruh mereka berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan membebaskan beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Adapun orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur'an), mereka itulah orang-orang beruntung." (Q.S.7:157)


2. Amar ma'ruf dan nahi mungkar jika disertai keimanan kepada Allah Ta'ala merupakan puncak kebajikan yang diraih oleh umat ini diatas seluruh umat yang lain. 

Allah Ta'ala berfirman : 

كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ ۗ  ﴿١١٠﴾

"Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah." (Q.S.3:110)

Sahabat mulia Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata tentang tafsir ayat ini : " Kalian wahai para sahabat merupakan manusia yang terbaik yang diperuntukkan bagi para manusia, kalian didatangkan kepada orang orang-orang yang musyrik dalam keadaan terbelenggu dan kalian menjadikan mereka masuk dalam ajaran agama islam ". (Tafsir At Thobary : 5/673)

Diriwayatkan dari Al Imam Mujaahid rahimahullah menafsirkan, " Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia", " Dengan syarat ini hendaknya kalian beramar ma'ruf dan nahi mungkar serta beriman kepada Allah Ta'ala". (Tafsir At Thobary :5/674)

Syaikhul Islam Ahmad Ibnu Abdul Halim rahimahullah berkata, " Maka Allah Ta'ala menerangkan bahwa umat ini merupakan umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, mereka merupakan umat manusia yang paling membawa manfaat bagi manusia dan yang paling berjasa dengan berbuat ihsan untuk para manusia, dikarenakan mereka menyempurnakan para manusia dengan mengajak berbuat ma'ruf dan mencegah dari mungkar dari segala sudut perbuatan dan takdir, dimana mereka memerintahkan segala bentuk kema'rufan dan mencegah dari segala kemungkaran kepada setiap individu dan menegakkan perkara tersebut dengan berjihad fi sabilillah dengan nyawa dan harta-harta mereka, maka dengan ini menjadi kesempurnaan manfaat bagi manusia ". (Al Amru bil ma'ruf wan Nahi anil mungkar : 7)


3. Perintah Allah Ta'ala agar menjalankan amar ma'ruf dan nahi mungkar yang disebutkan dalam Al Qur'an dan Allah Ta'ala mengkhabarkan tentang keberuntungan bagi orang-orang yang menegakkan nya. 

Allah Ta'ala berfirman : 

وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى ٱلْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ ۚ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ ﴿١٠٤﴾

"Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung." (Q.S.3:104)


4. Allah Ta'ala mengkhabarkan tentang orang-orang yang beriman yang sentiasa setia menjalankan amar ma'ruf dan nahi mungkar dan pujian Allah Ta'ala kepada mereka. 

Allah Ta'ala berfirman : 

وَٱلْمُؤْمِنُونَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَيُطِيعُونَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ ٱللَّهُ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ ﴿٧١﴾

"Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan salat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana." (Q.S.9:71)


5. Allah Ta'ala memberikan pujian dan sanjungan kepada orang-orang yang diberikan kekuasaan dan kemenangan dari para penguasa dan pemimpin yang sentiasa menegakkan amar ma'ruf dan nahi mungkar. 

Allah Ta'ala berfirman : 

ٱلَّذِينَ إِن مَّكَّنَّٰهُمْ فِى ٱلْأَرْضِ أَقَامُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَوُا۟ ٱلزَّكَوٰةَ وَأَمَرُوا۟ بِٱلْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا۟ عَنِ ٱلْمُنكَرِ ۗ وَلِلَّهِ عَٰقِبَةُ ٱلْأُمُورِ ﴿٤١﴾

"(Yaitu) orang-orang yang jika Kami beri kedudukan di bumi, mereka melaksanakan salat, menunaikan zakat, dan menyuruh berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan." (Q.S.22:41)


6. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan kepada umat nya agar mengingkari kemungkaran sesuai dengan kemampuan dan tidak memberikan udzur untuk meninggalkan nya betapa pun kondisi nya, bahkan dihubungkan antara mencegah kemungkaran dengan keimanan dan diterangkan bahwa paling rendah derajat nahi mungkar adalah derajat keimanan yang paling rendah. 


عَنْ أَبِي سَعِيْد الْخُدْرِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ

( رواه مسلم )


Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

“Barangsiapa melihat kemungkaran, maka hendaklah dia merubah dengan tangannya. Bila tidak mampu, maka hendaklah dia rubah dengan lisannya. Bila tidak mampu, maka hendaklah dia rubah dengan hatinya. Dan hal itu merupakan selemah-lemahnya iman.”(HR.  Muslim.)


7. Umat akan terpapar mendapatkan hukuman secara merata jikalau mereka meninggalkan mencegah kemungkaran secara total. 

Allah Ta'ala berfirman : 

وَٱتَّقُوا۟ فِتْنَةً لَّا تُصِيبَنَّ ٱلَّذِينَ ظَلَمُوا۟ مِنكُمْ خَآصَّةً ۖ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ ﴿٢٥﴾

"Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksa-Nya." (Q.S.8:25)

Sahabat mulia Abdullah Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma berkata tentang tafsir ayat ini, " Allah Ta'ala memerintahkan kepada kaum Mukminin agar tidak mendiamkan kemungkaran dihadapan mereka sehingga Allah Ta'ala akan menimpakan adzab kepada mereka semuanya ". (Tafsir At Thobary : 11/115)

As Syaikh Muhammad Al Amin As Syangqithy rahimahullah berkata, : " Dan arti yang benar bahwasanya maksud dari fitnah/adzab yang Allah Ta'ala timpakan secara umum kepada mereka yaitu jika para manusia menyaksikan suatu kemungkaran dan tidak berusaha merubah nya maka akan Allah Ta'ala turunkan adzab kepada orang-orang yang baik dan buruk secara menyeluruh, dan demikian yang telah ditafsirkan oleh segolongan ahli ilmu dan banyak hadist yang shohih menguatkan pendapat tersebut ". (Adwa'ul bayan : 1/461-462)


8. Allah Ta'ala memberitahukan tentang kelompok ahli kitab yang menegakkan nahi mungkar serta sanjungan kepada mereka. 

Allah Ta'ala berfirman : 

۞ لَيْسُوا۟ سَوَآءً ۗ مِّنْ أَهْلِ ٱلْكِتَٰبِ أُمَّةٌ قَآئِمَةٌ يَتْلُونَ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ ءَانَآءَ ٱلَّيْلِ وَهُمْ يَسْجُدُونَ ﴿١١٣﴾

يُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ وَيَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَيُسَٰرِعُونَ فِى ٱلْخَيْرَٰتِ وَأُو۟لَٰٓئِكَ مِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ ﴿١١٤﴾

"Mereka itu tidak (seluruhnya) sama. Di antara Ahli Kitab ada golongan yang jujur, mereka membaca ayat-ayat Allah pada malam hari, dan mereka (juga) bersujud (salat)."

"Mereka beriman kepada Allah dan hari akhir, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar dan bersegera (mengerjakan) berbagai kebajikan. Mereka termasuk orang-orang saleh." (Q.S.3:113-114)


9. Wasiat orang-orang yang memiliki hikmah dan orang-orang sholih agar menjalankan nahi mungkar dan perkara tersebut merupakan perkara yang sangat penting. 

Allah Ta'ala berfirman : 

يَٰبُنَىَّ أَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ وَأْمُرْ بِٱلْمَعْرُوفِ وَٱنْهَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَٱصْبِرْ عَلَىٰ مَآ أَصَابَكَ ۖ إِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ ٱلْأُمُورِ ﴿١٧﴾

"Wahai anakku! Laksanakanlah salat dan suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting." (Q.S.31:17)


10. Allah Ta'ala memberikan celaan kepada orang-orang kafir dari bani Israel melalui lisan para nabi dikarenakan kekufuran dan meninggalkan perbuatan nahi mungkar. 

Allah Ta'ala berfirman : 

لُعِنَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ مِنۢ بَنِىٓ إِسْرَٰٓءِيلَ عَلَىٰ لِسَانِ دَاوُۥدَ وَعِيسَى ٱبْنِ مَرْيَمَ ۚ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَوا۟ وَّكَانُوا۟ يَعْتَدُونَ ﴿٧٨﴾

كَانُوا۟ لَا يَتَنَاهَوْنَ عَن مُّنكَرٍ فَعَلُوهُ ۚ لَبِئْسَ مَا كَانُوا۟ يَفْعَلُونَ ﴿٧٩﴾

"Orang-orang kafir dari Bani Israil telah dilaknat melalui lisan (ucapan) Dawud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu karena mereka durhaka dan selalu melampaui batas."

Mereka tidak saling mencegah perbuatan mungkar yang selalu mereka perbuat. Sungguh, sangat buruk apa yang mereka perbuat." (Q.S.5:78-79)


📔📔📗📘📕📕



Senin, 16 Januari 2023

MANHAJ AHLUS SUNNAH DALAM AMAR MA'RUF NAHI MUNGKAR


MANHAJ AHLUS SUNNAH DALAM AMAR MA'RUF DAN NAHI MUNGKAR

Oleh : Prof. DR. Ibrahim ibnu A'mir Ar-Ruhaili hafidhohullahu Ta'ala. 

Amar ma'ruf dan nahi mungkar merupakan washilah/sarana yang agung yang banyak terjadi perselisihan dan perpecahan diantara kaum muslimin, dan memunculkan penyelewengan didalam nya kebid'ahan, kesesatan, kedholiman dan melampaui batas yang tidak bisa dikalkulasikan kecuali oleh Allah Ta'ala, hingga hal ini disebutkan oleh sebahagian ulama dari bagian usul/pokok agama. 

Ibnul Araby rahimahullah berkata disela menyebutkan firman Allah Ta'ala: 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ عَلَيْكُمْ أَنفُسَكُمْ ۖ لَا يَضُرُّكُم مَّن ضَلَّ إِذَا ٱهْتَدَيْتُمْ ۚ إِلَى ٱللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ ﴿١٠٥﴾

"Wahai orang-orang yang beriman! Jagalah dirimu; (karena) orang yang sesat itu tidak akan membahayakanmu apabila kamu telah mendapat petunjuk. Hanya kepada Allah kamu semua akan kembali, kemudian Dia akan menerangkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan."
(Q.S.5:105)

" Ayat ini merupakan pokok dan pondasi di dalam amar ma'ruf dan nahi mungkar yang menjadi landasan agama dan kekhilafahan kaum muslimin dan telah disebutkan oleh para ulama kita tentang pembahasan pembahasan nya dan masalah masalah nya didalam pokok agama dan itu adalah bagian dari cabang cabang nya ".


PENJELASAN TENTANG KEYAKINAN DAN MANHAJ AHLI SUNNAH DALAM AMAR MA'RUF NAHI MUNGKAR 

Terdiri dari beberapa sudut, 


Pertama : ARTI MA'RUF DAN MUNGKAR 


1. ARTI MA'RUF 

Ma'ruf secara bahasa diambil dari lafadz (AROFA) yang menunjukkan atas dua arti, 

Pertama memiliki arti : Berturut-turut nya sesuatu bersambung menjadi satu, sebagaimana ungkapan: "Datang kucing satu demi satu", yang artinya antara satu dengan lainnya berurutan di belakang nya.

Kedua yang memiliki arti ketenangan dan ketentraman, dari sini diambil kata ( al ma'rifah dan Al irfan ), seperti perkataan seseorang, "Ini adalah perkara yang ma'ruf", dikarenakan hati merasa tenang dan nyaman dengan perkara tersebut, sebagaimana hal ini diungkapkan oleh Ibnu faaris dalam kitab maqoyisul lughoh : 4/281.

Dari sini ketentuan Al ma'ruf secara bahasa adalah segala sesuatu yang jiwa merasa tenang dan nyaman dan diterima oleh hati nya. 

Ibnu Faaris berkata, "Dan dinamakan ma'ruf dengan hal tersebut dikarenakan jiwa merasakan kenyamanan dan ketentraman. 

Sedangkan arti ma'ruf secara syara adalah segala sesuatu yang diperintahkan oleh Allah Ta'ala atau dianjurkan untuk dikerjakan dari amalan amalan kebajikan dan kebaikan. 

Al Imam At Thobary rahimahullah berkata, "Sesungguhnya ketaatan kepada Allah Ta'ala dinamakan sebagai perbuatan ma'ruf dikarenakan perkara tersebut diketahui oleh orang orang yang beriman dan tidak di ingkari perbuatan tersebut".(Tafsir At Thobary : 7/481)




2. ARTI MUNGKAR 

Mungkar secara bahasa diambil dari lafadz (NAKARO) yang menunjukkan satu makna yang bertentangan dengan Al ma'rifah yang jiwa merasa tenang dan nyaman. 

Dikatakan dalam suatu ungkapan: " Sesuatu yang mungkar dan di ingkari, apabila tidak diterima oleh hati dan tidak diakui oleh lisan nya ". (Maqoyisul lughoh: 5/476)

Sehingga ketentuan arti mungkar secara bahasa adalah segala sesuatu yang hati manusia merasa gusar dan tidak nyaman dan tertolak dalam jiwa. 

Dan dinamakan sebagai mungkar dikarenakan seseorang yang mengingkari nya merasakan gusar dan tidak merasakan kenyamanan. (Maqoyisul lughoh: 4/281)

Arti mungkar secara syara adalah segala sesuatu yang dicela oleh Allah Ta'ala atau segala sesuatu yang dilarang oleh Allah Ta'ala dengan larangan yang tegas haramnya atau sekedar makruh atau di benci dari segala maksiat dan makruh. (Nihayah fi ghoribil hadist : 5/115)

Al Imam At Thobary rahimahullah berkata: " Dinamakan maksiat kepada Allah Ta'ala sebagai perbuatan mungkar dikarenakan orang-orang dari ahli iman kepada Allah Ta'ala senantiasa mengingkari perbuatan nya dan menganggapnya sebagai pelanggan yang berat " (Tafsir At Thobary: 5/676)



Kedua : KETENTUAN DAN BATASAN MA'RUF DAN MUNGKAR 

Perbuatan ma'ruf dan mungkar memiliki ketentuan dan batasan yang sangat teliti, yaitu sebagai berikut: 

# Pertama: Segala perkara yang diperintahkan (dalam syariat) maka termasuk perkara ma'ruf dan sebaliknya, segala sesuatu yang yang dilarang (dalam syariat) merupakan perkara yang mungkar. 

Syaikhul Islam Ahmad Ibnu Abdul Halim Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: " Termasuk didalam lafadz ma'ruf adalah segala sesuatu yang diperintahkan (dalam syariat) dan dalam perkara yang mungkar adalah segala sesuatu yang telah dilarang (dalam syariat) ". (Majmu' Al Fatawa : 18/275)


# Kedua: Segala sesuatu yang mustahab / dianjurkan (dalam syariat) adalah termasuk perkara yang ma'ruf dan segala sesuatu yang makruh / dibenci (dalam syariat) adalah termasuk perkara yang mungkar. 

Syaikhul Islam Ahmad Ibnu Abdul Halim rahimahullah berkata: " Maka termasuk dalam perkara yang mungkar adalah segala sesuatu yang dimakruhkan / dibenci oleh Allah Ta'ala sebagaimana termasuk dalam kategori ma'ruf adalah segala sesuatu yang dicintai dan dianjurkan oleh Allah Ta'ala (dalam syariat Nya) ". (Mukhtashor Al Fatawa Al Misriyyah 135) 


# Ketiga: Segala kebajikan adalah termasuk dari perbuatan ma'ruf dan segala keburukan adalah termasuk dari perbuatan mungkar. 

Syaikhul Islam rahimahullah berkata: " Termasuk dari amalan yang ma'ruf adalah seluruh bentuk bentuk kebajikan, dan  termasuk dalam perkara yang mungkar adalah segala perbuatan keburukan ". (Majmu Al Fatawa: 7/162)



# Keempat: Segala kebaikan adalah termasuk dalam bagian ma'ruf dan segala sesuatu yang buruk dan menjijikkan adalah termasuk perkara yang mungkar. 

Allah Ta'ala berfirman: 

 يَأْمُرُهُم بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَىٰهُمْ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ ٱلْخَبَٰٓئِثَ  ﴿١٥٧﴾

"(Yaitu) orang-orang yang menyuruh mereka berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka." (Q.S.7:157)

Syaikhul Islam rahimahullah berkata, " Dan diharamkannya segala perkara yang buruk dan keji dikarenakan termasuk dalam nahi mungkar (perkara yang dilarang dan mungkar), sebagaimana dihalalkan nya kebaikan kebaikan dikarenakan termasuk dalam kategori amar ma'ruf (perkara yang ma'ruf yang diperintahkan)". (Al Amru bil ma'ruf wan Nahi anil mungkar : 6 )

🌍🌎🏕🏕🌏🌏

Minggu, 15 Januari 2023

SEBAB KEAMANAN & KETENTRAMAN NEGRA

*🔰RINGKASAN KAJIAN*

SEBAB-SEBAB KETENTRAMAN & KEAMANAN  NEGARA

Syaikh Abdul Malik Ramadhani Al Jazairi


Setelah memuji Allah ﷻ dan bersholawat kepada Rasulullah ﷺ, beliau mengingatkan agar semua kita bertaqwa kepada Allah. 
Kemudian mengucapkan terima kasih kepada negeri ini yang merupakan kesempatan pertama, dan semoga bukan yang terakhir.

Beliau memulai menjelaskan tentang Keamanan sebagaimana yang disebutkan dalam Al Quran dan Sunnah Rasulullah.
Dalam Al Quran, Allah menyebutkan tentang pentingnya keamanan :

 لِإِیلَـٰفِ قُرَیۡشٍ (1) إِۦلَـٰفِهِمۡ رِحۡلَةَ ٱلشِّتَاۤءِ وَٱلصَّیۡفِ (2) فَلۡیَعۡبُدُوا۟ رَبَّ هَـٰذَا ٱلۡبَیۡتِ (3) ٱلَّذِیۤ أَطۡعَمَهُم مِّن جُوعࣲ وَءَامَنَهُم مِّنۡ خَوۡفِۭ (4) 
Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, Yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas.
Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan (pemilik) rumah ini (Ka`bah),
[Surah Quraysh: 1-4]

Poin penting pada ayat di atas adalah bahwa Allah lah yang memberikan keamanan bagi manusia. Oleh karenanya, Allah memerintahkan orang-orang Quraisy beribadah kepada Allah, Dzat yang memberikan keamanan.

Juga dalam ayat lainnya, Allah berfirman :
وَإِذۡ قَالَ إِبۡرَ ٰ⁠هِـۧمُ رَبِّ ٱجۡعَلۡ هَـٰذَا بَلَدًا ءَامِنࣰا وَٱرۡزُقۡ أَهۡلَهُۥ مِنَ ٱلثَّمَرَ ٰ⁠تِ مَنۡ ءَامَنَ مِنۡهُم بِٱللَّهِ وَٱلۡیَوۡمِ ٱلۡـَٔاخِرِۚ قَالَ وَمَن كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُۥ قَلِیلࣰا ثُمَّ أَضۡطَرُّهُۥۤ إِلَىٰ عَذَابِ ٱلنَّارِۖ وَبِئۡسَ ٱلۡمَصِیرُ 
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa, "Ya Tuhanku, jadikanlah (negeri Mekkah) ini negeri yang aman dan berilah rezeki berupa buah-buahan kepada penduduknya, yaitu di antara mereka yang beriman kepada Allah dan hari kemudian,” Dia (Allah) berfirman, "Dan kepada orang yang kafir akan Aku beri kesenangan sementara, kemudian akan Aku paksa dia ke dalam azab neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali."
[Surah Al-Baqarah: 126]

Allah ﷻ juga berfirman . 
 أَمَّنۡ هَـٰذَا ٱلَّذِی هُوَ جُندࣱ لَّكُمۡ یَنصُرُكُم مِّن دُونِ ٱلرَّحۡمَـٰنِۚ إِنِ ٱلۡكَـٰفِرُونَ إِلَّا فِی غُرُورٍ 
أَمَّنۡ هَـٰذَا ٱلَّذِی یَرۡزُقُكُمۡ إِنۡ أَمۡسَكَ رِزۡقَهُۥۚ بَل لَّجُّوا۟ فِی عُتُوࣲّ وَنُفُورٍ
Atau siapakah yang akan menjadi bala tentara bagimu yang dapat membelamu selain (Allah) Yang Maha Pengasih? Orang-orang kafir itu hanyalah dalam (keadaan) tertipu. Atau siapakah yang dapat memberi rezeki jika Dia menahan rezeki-Nya? Bahkan mereka terus-menerus dalam kesombongan dan menjauhkan diri (dari kebenaran).
[Surah Al-Mulk: 20]

Pada ayat ini, Allah menyebut sebab keamanan diantaranya adalah kekuatan yang biasanya identik dengan tentara, sehingga Allah menyebutnya dengan kata "tentara". Ayat berikutnya Allah menyebutkan tentang rizqi.

Ayat lain yang semakna dengan ayat di atas adalah :

إِنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلرَّزَّاقُ ذُو ٱلۡقُوَّةِ ٱلۡمَتِینُ 
Sungguh Allah, Dialah Pemberi rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.
[Surah Adh-Dhâriyât: 58]

Allah juga memberi contoh tentang negara yang aman dalam Al Quran, sebagaimana dalam ayat :

وَضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلࣰا قَرۡیَةࣰ كَانَتۡ ءَامِنَةࣰ مُّطۡمَىِٕنَّةࣰ یَأۡتِیهَا رِزۡقُهَا رَغَدࣰا مِّن كُلِّ مَكَانࣲ فَكَفَرَتۡ بِأَنۡعُمِ ٱللَّهِ فَأَذَ ٰ⁠قَهَا ٱللَّهُ لِبَاسَ ٱلۡجُوعِ وَٱلۡخَوۡفِ بِمَا كَانُوا۟ یَصۡنَعُونَ 
Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezeki datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah, karena itu Allah menimpakan kepada mereka bencana kelaparan dan ketakutan,disebabkan apa yang mereka perbuat.
[Surah An-Nahl: 112]

Perhatikan tentang tentang keadaan manusia yang sejatinya sudah diberi keamanan, namun mereka ada kecenderungan untuk ingkar dan tidak mensyukuri keamanan tersebut. 

Dari kelima ayat tersebut, Allah mengumpulkan 2 hal yang merupakan kebutuhan darurat bagi manusia yakni tercukupnya rizqi dan keamanan. Maksudnya, bahwa rizki dan keamanan adalah 2 hal yang bisa menyebabkan  beribadah kepada Allah.

Sebagaimana pelajaran yang disampaikan guru-guru beliau ketika melihat praktek sholat tarawih di masjid-masjid,   sebagian yang lain berjaga-jaga di luar masjid

Dalam sebuah hadits, Rasulullah ﷺ bersabda,

 مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِي سِرْبِهِ مُعَافًى فِي جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا 
"Barang siapa di antara kalian di pagi hari aman ditengah-tengah keluarganya, sehat jasmaninya, memiliki kebutuhan pokok untuk sehari-harinya, maka seakan akan dunia telah dikumpulkan untuknya." (HR Tirmidzi dengan derajat yang hasan)

Dalam hadits ini, Rasulullah kembali menyebutkan 2 hal, yakni keamanan serta rizki yang berkecukupan adalah kebutuhan yang penting bagi setiap manusia

Berikutnya terkait dengan sebab-sebab terwujudnya keamanan, maka hal ini bukan terkait dengan petugas-petugas seperti polisi, tentara dsb. Namun tentang sebab-sebab yang sering kali dilalaikan manusia. Yakni sebagaimana disebutkan dalam ayat Allah di surat Quraisy. 
Oleh karenanya, sebab utama terwujudnya keamanan sebuah negara adalah agar manusia (rakyat) hendaknya beribadah kepada Allah dan tidak mempersekutukanNya. 

Dalam surat Ad Dzariyat, ketika Allah menjelaskan tujuan manusia diciptakan, maka kita wajib menjaga tujuan tersebut yakni untuk beribadah kepada Allah. Jika manusia telah mewujudkan tujuan tersebut, maka Allah yang akan memberikan jaminan limpahan keamanan tersebut.

Sementara ayat-ayat yang lain terkait dengan janji Allah ini begitu banyak, diantaranya : 

 وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمۡ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ لَیَسۡتَخۡلِفَنَّهُمۡ فِی ٱلۡأَرۡضِ كَمَا ٱسۡتَخۡلَفَ ٱلَّذِینَ مِن قَبۡلِهِمۡ وَلَیُمَكِّنَنَّ لَهُمۡ دِینَهُمُ ٱلَّذِی ٱرۡتَضَىٰ لَهُمۡ وَلَیُبَدِّلَنَّهُم مِّنۢ بَعۡدِ خَوۡفِهِمۡ أَمۡنࣰاۚ یَعۡبُدُونَنِی لَا یُشۡرِكُونَ بِی شَیۡـࣰٔاۚ وَمَن كَفَرَ بَعۡدَ ذَ ٰ⁠لِكَ فَأُو۟لَـٰۤىِٕكَ هُمُ ٱلۡفَـٰسِقُونَ 
Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah Dia ridhai bagi mereka, dan Dia benar-benar mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka (tetap) menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu pun. Tetapi barang siapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.
[Surah An-Nûr: 55]

Ayat yang lainnya :
 ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ وَلَمۡ یَلۡبِسُوۤا۟ إِیمَـٰنَهُم بِظُلۡمٍ أُو۟لَـٰۤىِٕكَ لَهُمُ ٱلۡأَمۡنُ وَهُم مُّهۡتَدُونَ 
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan syirik, mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka mendapat petunjuk.
[Surah Al-An`âm: 82]

Maka yang harus diketahui adalah bahwa penduduk suatu negeri sesuai dengan kadar keimanan mereka dalam menauhidkan Allah serta tidak mempersekutukanNya dengan apapun dan kemudian kadar amal yang mereka kerjakan, maka dengan inilah Allah akan wujudkan keamanan ditengah negeri mereka.

Di ayat lainnya, Allah menjelaskan tentang panduan dalam menyembahNya. 

Allah berfirman :

فَٱدۡعُوا۟ ٱللَّهَ مُخۡلِصِینَ لَهُ ٱلدِّینَ وَلَوۡ كَرِهَ ٱلۡكَـٰفِرُونَ 
Maka sembahlah Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya meskipun orang-orang kafir tidak menyukai(nya).
[Surah Ghâfir: 14]

Orang mukmin pasti sangat mencintai wali-wali Allah, akan tetapi mereka tidaklah menyembahnya, melainkan orang mukmin baik dalam meminta dan berdoa, mereka hanya berdoa dan meminta kepada Allah semata dengan tidak menjadikan perantara dari para wali-walinya.

Allah berfirman :
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِی عَنِّی فَإِنِّی قَرِیبٌۖ أُجِیبُ دَعۡوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانِۖ فَلۡیَسۡتَجِیبُوا۟ لِی وَلۡیُؤۡمِنُوا۟ بِی لَعَلَّهُمۡ یَرۡشُدُونَ 
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran.
[Surah Al-Baqarah: 186]

Sebagaimana para sahabat Nabi adalah orang-orang yang sangat mencintai Rasulullah, namun mereka tidak meminta-minta kepada Nabi di kuburan beliau.

Allah juga berfirman :
 وَلَا یَأۡمُرَكُمۡ أَن تَتَّخِذُوا۟ ٱلۡمَلَـٰۤىِٕكَةَ وَٱلنَّبِیِّـۧنَ أَرۡبَابًاۗ أَیَأۡمُرُكُم بِٱلۡكُفۡرِ بَعۡدَ إِذۡ أَنتُم مُّسۡلِمُونَ 
Dan tidak (mungkin pula baginya) menyuruh kamu menjadikan para malaikat dan para nabi sebagai Tuhan. Apakah (patut) dia menyuruh kamu menjadi kafir setelah kamu menjadi muslim?
[Surah Âl-`Imrân: 80]

Demikianlah diantara bentuk kesyirikan yang tersebar pada sebagian umat ini dikarenakan ketidakpahaman mereka terhadap agama, yaitu keharusan beribadah hanya kepada Allah dengan tidak menyekutukanNya.

Oleh karenanya, Allah akan menghilangkan keamanan di hati orang-orang musyrik.
Sebagaimana firman Allah :
{ سَنُلۡقِی فِی قُلُوبِ ٱلَّذِینَ كَفَرُوا۟ ٱلرُّعۡبَ بِمَاۤ أَشۡرَكُوا۟ بِٱللَّهِ مَا لَمۡ یُنَزِّلۡ بِهِۦ سُلۡطَـٰنࣰاۖ وَمَأۡوَىٰهُمُ ٱلنَّارُۖ وَبِئۡسَ مَثۡوَى ٱلظَّـٰلِمِینَ 
Akan Kami masukkan rasa takut ke dalam hati orang-orang kafir, karena mereka mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan keterangan tentang itu. Dan tempat kembali mereka ialah neraka. Dan (itulah) seburuk-buruk tempat tinggal (bagi) orang-orang zalim.
[Surah Âl-`Imrân: 151]

Rasulullah juga bersabda :
 نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ وَجُعِلَتْ لِي الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا وَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلَاةُ فَلْيُصَلِّ وَأُحِلَّتْ لِي الْغَنَائِمُ وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ كَافَّةً وَأُعْطِيتُ الشَّفَاعَةَ
Aku ditolong melawan musuhku dengan ketakutan mereka sepanjang sebulan perjalanan, bumi dijadikan untukku sebagai tempat sujud dan suci; Maka dimana saja seseorang dari umatku mendapati waktu salat, hendaklah ia salat. Kemudian dihalalkan harta rampasan untukku. Dan para nabi sebelumku diutus khusus untuk kaumnya sedangkan aku diutus untuk seluruh manusia, dan aku diberikan (hak) untuk memberikan syafaat". (HR Bukhari)

Disebutkan dalam Bukhari , kisah ketika Rasulullah melewati tempat yang di sana memliki banyak pohon. Kemudian Beliau tidur dengan nyenyak sambil menggantungkan senjata beliau di pohon tersebut. Maka datang seorang musyrikin bertanya kepada Beliau dan bertanya "Siapakah yang bisa menyelamatkanmu dari senjataku", maka Beliau menjawab "Allah, Allah, Allah". Maka seketika itu, jatuhlah senjata yang digenggam musyrikin tersebut.

Kisah ini menegaskan bahwa kokohnya tauhid kepada Allah adalah sebab terjadinya keamanan bagi manusia.
Beliau juga menyebutkan sebuah kisah dalam sejarah Islam tentang kemuliaan kaum muslimin ketika berpegang dengan tauhid, yakni kisah ketika umat Islam dipimpin oleh Muawiyyah. 
Ketika beliau mengutus para pendakwah ke negeri Cina, dan dihalangi oleh tentara Cina. Mendengar hal tsb, Muawiyah bersumpah untuk mendatangi negeri Cina. Dan hal ini didengar oleh raja negeri Cina, kemudian ia pun meminta bantuan dari rakyat-rakyatnya. Namun rakyatnya menolak ajakan tersebut, karena mereka mengetahui bahwa kaum muslimin selalu memenangi peperangan. 
Maka kemudian, raja itu pun mengutus utusannya kepada Muawiyah agar tidak perlu menginjakkan kakinya ke Cina, namun mempersilahkan bliau untuk mengirim utusan-utusannya dalam menyebarkan dakwah ke negeri Cina.
Maka sebab pertama dalam mewujudkan keamanan adalah merealisasikan tauhid. 

Adapun sebab kedua adalah, hendaknya setiap muslim saling menjaga dalam hal darah, harta dan kehormatan. 

Rasulullah bersabda :
وَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا أَلَا هَلْ بَلَّغْتُ قَالُوا نَعَمْ قَالَ اللَّهُمَّ اشْهَدْ

Ketahuilah, bahwa darah dan harta kalian adalah haram bagi kalian sebagaimana kehormatan hari kalian ini, di bulan kalian ini dan di negeri kalian ini. Ketahuilah, apakah aku telah menyampaikan?" Mereka menjawab, "Ya." Beliau bersabda, "Ya Allah, saksikanlah." (HR Ibnu Majah)

Disebutkan dalam sebuah kisah, tentang sekelompok orang yang datang kepada Abdullah bin Umar yang mengajak beliau memerangi pemerintah yang dholim, maka beliau menolaknya. 
Beliau menyebutkan bahwa yang ditumpahkan darahnya adalah kaum muslimin, dan hal tersebut adalah perkara yang haram.
Inilah yang terjadi di sebagian negeri yang hendak mengingkari kedholiman pemimpinnya, namun dengan cara yang dilarang agama.

Sebab keamanan yang ketiga, berusaha mendahulukan maslahat (kepentingan) umum dibandingkan dengan kepentingan pribadi. 
Yakni dengan mempertimbangkan dampak yang bisa ditimpa kaum muslimin lainnya, bukan sekadar hanya ingin mengambil hak pribadinya semata. 
Dalil tentang hal ini adalah apa yang dilakukan Rasulullah pada perjanjian (sulh) Hudaibiyah.
perjanjian ini terjadi ketika orang-orang kafir tidak mengizinkan kaum muslimin melaksankan umroh. Dan perjanjian tersebut sepintas berisi tentang hal-hal yang memadharatkan kaum muslimin. Seperti ketika Ali bin Abi Thalib yang hendak menulis kalimat "bismillahirrahmanirrahim" dan juga "Muhammad Rasulullah" namun ditolak oleh orang kafir tersebut. Tentu hal tersebut merugikan kaum muslimin, namun Beliau memerintahkan Ali bin Abi Thalib untuk tepa menulisnya. Dan juga syarat-syarat lainnya yang merugikan kaum muslimin, namun Rasulullah menyuruh Ali bin Abi Thalib untuk tetap menulisnya.
Maka dari kisah ini dapat disimpulkan, bahwa Islam menolak berbagai cara yang diatasnamakan mengingkari kedholiman pemimpin namun ternyata merugikan kaum muslimin lainnya. 

Maka subhanallah, dengan perjanjian ini nampaklah kemaslahatan besar bagi kaum muslimin hanya selama waktu yang kurang dari 2 tahun. Diantaranya disaat Allah bukakan hati sekitar 10 ribu orang musyrikin yang masuk Islam dan menerima dakwah Rasulullah. 
Maka hal ini menegaskan bahwa keamanan menjadi sebab besar datangnya maslahat bagi kaum muslimin serta agama Islam, tidak sebagaimana sebagian kaum yang hanya bermodal semangat dalam kebaikan, namun tidak menghiraukan keselamatan dan kemaslahatan agama Islam. 
Demikianlah bagaimana Rasulullah memberi contoh dalam mendahulukan kepentingan umum. Seperti yang terjadi pada masa Khalifah Utsman bin Affan, yang digelari Dzu Nurain. Beliau didatangi oleh pemberontak yang tidak pantas dilakukan kepada seorang sahabat yang memiliki banyak kebaikan, bahkan dipuji oleh Malaikat. 
Beliau pun tidak ingin menumpahkan darah kaum muslimin dan mengabaikan kepentingan pribadinya serta lebih mendahulukan kepentingan kaum muslimin. 

Disini akan terlihat bagaimana perbedaan antara siasat  manusia dengan siasat Rasulullah. 
Dimana sebagian orang suka membuat kekacauan ditengah kaum muslimin, sementara Rasulullah senantiasa mendahulukan kemaslahatan kaum muslimin meskipun berhubungan dengan menolak kedholiman. Disaat kaum muslimin mengalami kedholiman ditengah mereka oleh sebagian penguasa mereka, Rasulullah tetap memerintahkan umat Islam untuk berpegang teguh dengan imam (pemimpin) mereka dalam rangka mendahulukan kemaslahatan umum serta mencegah terjadinya pertumpahan darah dan mencegah sebab-sebab hilangnya keamanan di tengah kaum muslimin.

Adapun ciri-ciri penguasa yang seorang muslim wajib berpegang teguh kepada mereka, adalah penguasa yang muslim.
Sebagaimana ketika kaum muslimin berbaiat kepada Rasulullah, maka beliau melarang umat Islam memberontak dari pemimpin muslim, kecuali nampak dengan jelas kekafiran mereka.
Disebutkan dalam hadits :
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الْقَطَّانُ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ وَهْبٍ سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ قَالَ قَالَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ بَعْدِي أَثَرَةً وَأُمُورًا تُنْكِرُونَهَا قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَدُّوا إِلَيْهِمْ حَقَّهُمْ وَسَلُوا اللَّهَ حَقَّكُمْ

Telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id Al Qaththan, telah menceritakan kepada kami Al A'masy, telah menceritakan kepada kami Zaid bin Wahab aku mendengar Abdullah mengatakan; Rasulullah ﷺ bersabda kepada kami, "Kalian akan menyaksikan sikap-sikap egois sepeninggalku, dan beberapa perkara yang kalian ingkari." Para sahabat bertanya, 'Lantas bagaimana Anda menyuruh kami ya Rasulullah!' Nabi menjawab, "Tunaikanlah hak mereka dan mintalah kepada Allah hakmu!" (HR Bukhari)

Dalam hadits lainnya, disebutkan :
عَنْ يَزِيدَ بْنِ يَزِيدَ بْنِ جَابِرٍ عَنْ رُزَيْقِ بْنِ حَيَّانَ عَنْ مُسْلِمِ بْنِ قَرَظَةَ عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خِيَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا نُنَابِذُهُمْ بِالسَّيْفِ فَقَالَ لَا مَا أَقَامُوا فِيكُمْ الصَّلَاةَ وَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْ وُلَاتِكُمْ شَيْئًا تَكْرَهُونَهُ فَاكْرَهُوا عَمَلَهُ وَلَا تَنْزِعُوا يَدًا مِنْ طَاعَةٍ

Dari 'Auf bin Malik dari Rasulullah ﷺ, beliau bersabda, "Sebaik-baik pemimpin kalian adalah mereka mencintai kalian dan kalian mencintai mereka, mereka mendoakan kalian dan kalian mendoakan mereka. Dan sejelek-jelek pemimpin kalian adalah mereka yang membenci kalian dan kalian membenci mereka, mereka mengutuk kalian dan kalian mengutuk mereka." Beliau ditanya, "Wahai Rasulullah, tidakkah kita memerangi mereka?" maka beliau bersabda, "Tidak, selagi mereka mendirikan salat bersama kalian. Jika kalian melihat dari pemimpin kalian sesuatu yang tidak baik maka bencilah tindakannya, dan janganlah kalian melepas dari ketaatan kepada mereka." (HR Muslim)
Juga disebutkan dalam sebuah atsar, ketika ada seorang sahabat yang datang kepada Ibnu Abbas dan bertanya tentang bagaimana bermualah dengan penguasa yang dholim. Beliau kemudian memberikan perumpamaan bahwa sekadar memakan garam bersama kaum muslimin itu lebih baik daripada terjadinya kerusakan ditengah kaum muslimin.
Hal ini menunjukkan bahwa terwujudnya keamanan lebih penting daripada kebutuhan rizki.

Maka keamanan sebuah negeri tidak akan terwujud apabila masih ada sekelompok kaum muslimin yang suka berbuat keonaran atau menyemangati manusia untuk berbuat kerusakan meskipun dengan dalih ingin menolak kedholiman.

والله ولي التوفيق