Jumat, 26 April 2024

MENINGGALKAN KEMEWAHAN



TULISAN KESEMBILAN
Pembahasan Kitab Hilyah Tholibil Ilmi

Syaikh Prof. Dr. Ziyad al-Abbadiy hafizhahullah mengatakan dalam penjelasan kitab Hilyah Tholibil Ilmi:

Bagian Kesepuluh

‌‌هجر الترفه:

10. MENINGGALKAN KEMEWAHAN

لا تسترسل في (التنعم والرفاهية) ، فإن "البذاذة من الإيمان" ، وخذ بوصية أمير المؤمنين عمر بن الخطاب رضى الله عنه في كتابه المشهور، وفيه: "وإياكم والتنعم وزي العجم، وتمعددوا، واخشوشنوا  .

Janganlah melepaskan nafsumu dalam kemewahan dan kesenangan, sesungguhnya kesederhanaan adalah sebagian dari iman. Ambillah wasiat Amirul Mukminin Umar bin Khattab Radhiyallahu 'anhu dalam sebuah suratnya yang terkenal, "Hati-hatilah kalian dengan kemewahan, pakaian 'ajam, tirulah Ma'ad dan hiduplah dengan keras."

Syaikh hafizhahullah menjelaskan:
Perkataan Syaikh Bakr rahimahullah: janganlah membiarkan dirimu hanyut dalam kemewahan dan kesenangan. Nasihat ini diucapkan bagi pencari ilmu dan juga selain mereka. Karena menghayutkan diri dalam hal itu bertentangan dengan bimbingan Nabi ﷺ

Syaikh hafizhahullah berkata:
الأصل في اللباس حلي وشروطه، لا يكشف العورة، لا يحجم الجسم، لا يشبه لباس الكفار، أسوء ما يكون، وهذا منهي عنه، كل البلد تتزين باللباس الخاص، أهل البادية لا يلبس بلباس أهل المدن

Asal dari pakaian itu adalah perhiasan saja. Asal usul pakaian dan syaratnya adalah Itu tidak memperlihatkan auratnya,  tidak membentuk lekuk tubuh, tidak menyerupai pakaian (yang menjadi ciri khas) orang kafir (seperti pakaian pendeta, biksu dan lainnya), ini konteks paling jelek dan ini dilarang. Setiap  negeri menghiasi dirinya dengan pakaian khasnya, tetapi penduduk gurun tidak mengenakan pakaian penduduk kota.

فالعرب لهم لبسهم والعجم لهم لبسهم، والعجم أيضا يتفاوت لبسهم فكل بلد لها لبسها لا مشكلة عندنا الاسلام دين عالمي يتسع للناس أجمعين والناس يتفاوتون في لباسهم ويختلفون في عاداتهم وفي تقاليد فما دام لباسهم شرعيا ضمن الشروط التي ذكرت لا مشكلة عندنا في هذا الباب

Orang Arab punya pakaiannya sendiri, orang non-Arab punya pakaiannya sendiri, dan orang non-Arab juga punya pakaiannya sendiri. Setiap negara punya pakaiannya sendiri. Tidak ada masalah bagi kita. Islam adalah agama universal yang mengakomodasi semua orang .Orang-orang berbeda-beda dalam pakaiannya dan berbeda dalam adat istiadatnya, selama pakaiannya sah dan sesuai dengan syarat-syarat yang disebutkan, kami tidak mempunyai masalah dalam hal ini.

Seneng dengan tentara maka dia pun akan berpakaian dengan mirip mirip tantara, dan senang dengan ulama dan ilmu maka dia akan berusaha untuk berpakaian seperti para ulama sebagai bentuk untuk menunjukkan kecintaan dan rasa senangnya kepada ulama dan ilmu.

Syaikh  hafizhahullah menjelaskan:
kesederhanaan adalah sebagian dari iman. Apakah sederhana itu?
Sederhana berarti tidak berlaku mewah dan berfoya-foya, bukan berarti kotor, maka bedakan antara sederhana dan jorok.
Kejorokan tidaklah terpuji, sementara sederhana adalah sifat terpuji. Demikian pula wasiat Amirul Mukminin Umar Radhi- yallahu 'anhu dalam suratnya yang terkenal: hati-hatilah dengan pakaian orang 'ajam. Ungkapan ini bersifat wanti-wanti, karena orang-orang Arab memiliki kalimat peringatan dan kalimat bu- jukan. Jika iyyaka diucapkan dalam permohonan, maka disebut jumlah ighraiyyah. Jika kamu berkata: singa, singa! Maka artinya peringatan. Sementara jika kamu berkata: rusa, rusa! Maka berarti rayuan, bukankah demikian? Baik, adapun Ayya, maka itu untuk peringatan. Ibnu Malik berkata:
"Hati-hatilah dengan keburukan dan sejenisnya, berhati-hati- lah terhadap hal yang wajib ditutup
Hati-hatilah kalian dengan kesenangan, maksudnya, hati-ha- tilah kalian terhadap kesenangan, yaitu dalam hal pakaian, badan. dan segala hal. Maksudnya kesenangan di sini adalah banyaknya, karena menikmati apa yang telah dihalalkan Allah tanpa berlebi- han termasuk hal yang terpuji, tidak ragu lagi. Barangsiapa yang tidak menikmati apa yang dihalalkan Allah tanpa ada sebab yang syar'i maka itu adalah tercela.
Perkataan Syaikh mu’alif rahimahullah:  Bakr: pakaian 'Ajam. Apakah yang dimak- sud dengan pakaian 'ajam?
Bentuknya, baik dalam hiasan, seperti bentuk rambut, janggut, dan sejenisnya, atau hiasan pakaian, kita dilarang un- tuk mengenakan pakaian 'ajam. Yang dimaksud ajam bukanlah bangsa Persia, akan tetapi semua bangsa non arab, termasuk di dalamnya bangsa Eropa dan bangsa bangsa timur di Asia dan se lainnya. Semua yang bukan Arab adalah 'ajam. Akan tetapi, kaum muslim 'ajam disamakan dengan bangsa Arab dari segi hukum, bukan nasab, karena mereka sama-sama mengikuti Rasulullah ﷺ.

لما ذكر المؤلفُ هَجْرَ التَّرَفَّه أَطْنَبَ فِي ذِكْرِ اللَّبَاسِ؛ لأن اللباس الظاهر عنوان على اللباس الباطن، ولهذا يمر بك رَجُلَانِ كلاهما عليه ثوب مثل الآخر، فتَزْدَرِي أحدهما ولا تهتم بالآخر ، تَزْدَرِي مَنْ لِبَاسُهُ يَنْبَغِي أن يكون على غير هذا الوجه، إما بالكَيْفِيَّةِ، أو في اللَّوْنِ، أو بالخياطة، أو غير ذلك، والثاني لا ترفع به رأسًا، ولا ترى في لِبَاسِهِ بَأْسًا؛ لأن لكلِّ قَالَبٍ ما يناسبه.

Ketika Syaikh mu’alif rahimahullah menyebutkan pentingnya meninggalkan kemewahan, beliau memanjangkan penuturannya mengenai pakaian, karena pakaian lahir adalah tanda bagi pakaian batin. Karena itu, jika lewat kepadamu dua laki-laki, dua-duanya mengenakan baju yang sama, lalu kamu mengkritik salah satunya dan membiarkan yang lain. Kamu mengkritik yang satu karena seharusnya pakaiannya tidak seperti ini, baik dalam kuantitas, warna atau dalam hal jahitan atau yang lainnya. Sementara yang kedua kamu biar- kan dan kamu tidak melihat adanya kecacatan dalam pakaiannya, karena setiap pola memiliki sesuatu yang cocok dengannya.

Syaikh hafizhahullah menjelaskan:

: إِن بَعْضَ الناس يكونُ مَشْغُولًا بِالتَّائِقِ فِي مَلَابِسِهِ، حتى إن كانت مُبَاحَةً، فلا ينبغي أن يكونَ أَكْبَرُ هَمِّهِ الهَنْدَمَةَ والتَّأنق في اللباس، والتأنق في لبس الغترة حسب الأذواق، فلا تَهْتَمَّ بِهَذَا، ولكن في المقابل لا تكن عكس ذلك لا تَهْتَمَّ بِنَفْسِكَ، ولا بِلِبَاسِكَ، ولقد سبق أنَّ التَّجَمُّلَ فِي اللَّبَاسِ مما يُحِبُّه الله -عز وجل، وهذا عمر - رضي الله عنه - يقول: «أَحَبُّ إِلَيَّ أَنْ أَنظُرَ القارئ أبيض الثياب»؛ لأَنَّهُ جَمَالُ.

Sebagian orang sibuk dengan perhatiannya untuk berelok diri dengan model pakaian, bahkan meskipun itu hal yang mubah. Akan tetapi, hendaknya perhatian seorang penuntut ilmu tidak terfokus pada keserasian dan model pakaian, model dalam mengenakan guthroh kain penutup kepala mulai lipat satu, lipat dua, tiga sesuai keadaan. Tidak usah terlalu diperhatikan. Akan tetapi, kita juga tidak berkata sebaliknya, tidak perlu memperhatikan diri dan pakaianmu, karena seperti yang telah disebutkan bahwa memperindah pakaian adalah suatu hal yang dicintai Allah. 
Tidak boleh seorang penuntut ilmu berlama-lama di depan cermin hanya agar ingin kelihatan baik. Ini dia Umar bin Khattab yang berkata, "Aku paling suka melihat qari berpakaian putih. Karena terlihat indah."

=======

BAGIAN KESEBELAS

‌‌الإعراض عن مجالس اللغو:

11. Menjauhi Majelis Kesia-siaan

لا تطأ بساط من يغشون في ناديهم المنكر، ويهتكون أستار الأدب، متغابياً عن ذلك، فإن فعلت ذلك، فإن جنايتك على العلم وأهله عظيمة.

Janganlah kamu menjejakkan kaki di atas permadani, dimana orang-orang berbuat kemungkaran di atasnya, merusak sendi-sendi moral, dan berpura-pura tidak tahu akan hal itu. Jika kamu berbuat hal demikian, maka kejahatanmu atas ilmu dan ahlinya sangat besar.

‌‌Syaikh hafizhahullah berkata:
Tidak pantas seorang penuntut ilmu melakukan apa saja yang bertentangan dengan ilmunya.

Perkataan  Mualif rahimahullah,  "Menjauhi Majelis Kesia-siaan", yang disebut sia-sia itu ada dua macam: Pertama, Kesia-siaan yang tidak ada faidahnya, namun juga tidak ada ruginya. Kedua, kesia-siaan yang merugikan.
Adapun untuk yang pertama, maka seorang berakal pasti tidak akan menghabiskan waktunya disitu, karena itu suatu keru- gian besar.
Sementara yang kedua adalah kemungkaran, dan haram hu kumnya menghabiskan waktu di tempat tersebut, karena ia ada- lah kemungkaran yang diharamkan.
Syaikh hafizhahullah mengatakan:
 Perkataan Syaikh  Bakr rahimahullah,  "Jika kamu berbuat demikian, maka kejahatanmu terhadap ilmu dan ahlinya sangatlah besar". Adapun persoalan kejahatan terhadap diri sendiri, maka itu sudah jelas. Maksudnya, jika kita melihat seorang pencari ilmu, duduk di tempat-tempat kemaksiatan, maka kejahatannya terhadap diri sendiri sangatlah jelas. Akan tetapi, bagaimana ia juga disebut telah berperilaku jahat kepada ilmu dan ahlinya? Karena manusia akan berkata: mereka adalah pencari ilmu, mereka adalah ulama, inilah buah dari ilmu, dan sejenisnya. Dengan demikian, ia telah berbuat jahat kepada dirinya, dan juga kepada selainnya.”





TULISAN KESEPULUH
Pembahasan Kitab Hilyah Tholibil Ilmi

Syaikh Prof. Dr. Ziyad al-Abbadiy hafizhahullah mengatakan dalam penjelasan kitab Hilyah Tholibil Ilmi:

BAGIAN KESEBELAS
‌‌الإعراض عن مجالس اللغو:
11. Berpaling dari Majelis Sia-Sia

لا تطأ بساط من يغشون في ناديهم المنكر، ويهتكون أستار الأدب، متغابياً عن ذلك، فإن فعلت ذلك، فإن جنايتك على العلم وأهله عظيمة

Janganlah kamu menjejakkan kaki di atas permadani, dimana orang-orang berbuat kemungkaran di atasnya, merusak sendi-sendi moral, dan berpura-pura tidak tahu bodoh akan hal demikian. Jika kamu berbuat hal demikian, maka kejahatanmu atas ilmu dan ahlinya sangat besar.

Syaikh Ziyad hafizhahullah menjelaskan:

  «الإعْراضُ عن مَجَالِسِ اللَّغْوِ»؛ اللَّغْوِ نَوْعَانِ: لَغْو ليس فِيهِ، فَائِدَةٌ ولا مَضَرَّةٌ، وَلَغْو فِيهِ مَضَرَّةٌ.
أما الأول: فلا يَنْبَغِي لِلْعَاقِلِ أَن يُذْهِبَ وَقْتَهُ فِيهِ؛ لأَنَّهُ خَسَارَةٌ.

Menjauhi Majelis Kesia-siaan", yang disebut LAGHWIY sia-sia itu ada dua macam:
1. Kesia-siaan yang tidak ada faidahnya, namun juga tidak ada ruginya. 
2. kesia-siaan yang merugikan.
Adapun untuk yang pertama, maka seorang berakal pasti tidak akan menghabiskan waktunya disitu, karena itu suatu kerugian besar.

وأَمَّا الثَّانِي: فَإِنَّهُ يَحْرُمُ عليه أن يُمْضِيَ وَقْتَهُ فِيه، لأنه مُنْكَرُ مُحَرَّمٌ. 

Sementara yang kedua adalah kemungkaran, dan haram hu- kumnya menghabiskan waktu di tempat tersebut, karena ia ada- lah kemungkaran yang diharamkan.


والمؤلف كأنَّهُ حَمَلَ التَّرْجَمَةَ على المَعْنَى الثاني، وهو اللَّغْوُ الْمُحَرَّمُ، 

Dan pengarang sepertinya membawa terjemah kesia-siaan pada makna yang kedua, yaitu kesia-siaan yang diharamkan.

وَلا شَكٍّ أَنَّ المَجَالِسَ التي تَشْتَمِلُ على المُحَرَّمِ لا يجوز للإِنْسَانِ أَن يَجْلِسَ فيها؛ لأن الله - تعالى - يقول: ﴿ وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ آيَاتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلَا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذَا مِثْلُهُمْ ﴾ [النساء : ١٤٠].

Tidak ragu lagi, kesia-siaan yang mengandung keharaman tidak boleh didatangi dan duduk di dalamnya, karena Allah berfirman, "Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al-Qur'an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain, karena Sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka." (QS. An-Nisaa: 140). 

فَمَنْ جَلَسَ مَجْلِسَ الْمُنْكَرِ وَجَبَ عليه أن يَنْهَى عَنْ هَذَا الْمُنْكَرِ، فَإِن تَرَكُوهُ فَهَذَا المطلوب، وإن لم تَسْتَقِمْ وأَصَرُّوا على مُنْكِرِهِمْ فَالوَاجِبِ أَن يَنْصِرِفَ، خِلَافًا لما يَتَوَهَّمه بعض العامة من قول الرسول ﷺ: «فإنْ لمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ ) . فيقول: أنا
كَارِهُ هذَا الْمُنْكَرِ فِي قَلْبِي، وهو جَالِسٌ مع أَهْلِهِ.

Barangsiapa yang duduk di majelis kemungkaran, maka ia wajib menghentikan kemungkaran ini. Jika keadaan membaik, maka itulah yang dituju, namun jika keadaan tidak kunjung membaik dan mereka terus melakukan kemungkaran, maka yang wajib ia kerjakan adalah pergi meninggalkan majelis itu. Berbeda dengan dugaan sebagian kaum awam, yang berkata, "bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: "jika tidak mampu, maka dengan hatinya. Dan saya membenci kemungkaran ini di dalam hatiku, dan ia terus duduk bersama ahli majelis itu. 

فيقال له: لو كُنْتَ كَارِهًا له حَقًّا ما جَلَسْتَ مَعَهُمْ؛ لأنَّ الإنسان لا يمكن أن ‌‌الإعراض عن الهيشات:
يَجْلِسَ على مَكْرُوه إلا إذا كَانَ مُكْرَهَا؛ أمَّا شَيْءٌ تَكْرَهُهُ وتَجْلِسُ باختيارك، فإن دَعْوَاكَ كَرَاهَتَهُ ليست صحيحة.

Bagi orang seperti ini kita katakan: jika kamu memang benar-benar membenci kemungkaran itu, niscaya kamu tidak akan duduk bersama mereka, karena manusia tidak akan duduk di dalam majelis, dimana ahlinya sangat tidak ia sukai. Namun, jika kamu membenci sesuatu, kemudian kamu duduk di situ dengan pilihanmu sendiri, maka dakwaan (klaim) kebencianmu sama sekali tidak benar.

وقوله: «فَإِنْ فَعَلْتَ ذَلِكَ فَإِنَّ جِنَايَتَكَ على العِلْمِ وَأَهْلِهِ عَظِيمةٌ؛ أما كونه جناية على نَفْسِهِ فَالأَمْرُ ظَاهِرُ ، فلو رَأَيْنَا طَالِبَ عِلْمٍ يجلس مَجَالِسَ اللَّهْوِ وَاللَّغْو والمنكر، فجنايته على نفسه واضحة وعظيمة، وتكون جناية على العلم وأَهْلِهِ؛ لأن النَّاسَ قد يقولون: هؤلاء طلبة العلم، وهذه نَتِيجَةُ الْعِلْمِ، وما أشبه ذلك، فيكون قَدْ جَنَى عَلَى نَفْسِهِ وَغَيْرِهِ.

"Jika kamu berbuat demikian, maka kejahatanmu terhadap ilmu dan ahlinya sangatlah besar". Adapun persoalan kejahatan terhadap diri sendiri, maka itu sudah jelas. Maksudnya, jika kita melihat seorang pencari ilmu, duduk di tempat-tempat kemaksiatan, maka kejahatannya terhadap diri sendiri sangatlah jelas. Akan tetapi, bagaimana ia juga disebut telah berperilaku jahat kepada ilmu dan ahlinya? Karena manusia akan berkata: mereka adalah pencari ilmu, mereka adalah ulama, inilah buah dari ilmu, dan sejenisnya. Dengan demikian, ia telah berbuat jahat kepada dirinya, dan juga kepada selainnya.

BAGIAN YANG KEDUA BELAS

‌‌الإعراض عن الهيشات

12. BERPALING DARI KEGADUHAN RAME-RAME

التصون من اللغط والهيشات، فإن الغلط تحت اللغط، وهذا ينافي أدب الطلب.
ومن لطيف ما يستحضر هنا ما ذكره صاحب "الوسيط في أدباء شنقيط" وعنه في "معجم المعاجم":
"أنه وقع نزاع بين قبيلتين، فسعت بينهما قبيلة أخرى في الصلح، فتراضوا بحكم الشرع، وحكموا عالماً، فاستظهر قتل أربعة من قبيلة بأربعة قتلوا من القبيلة الأخرى، فقال الشيخ باب بن أحمد: مثل هذا لا قصاص فيه. فقال القاضي: إن هذا لا يوجد في كتاب. فقال: بل لم يخل منه كتاب. فقال القاضي: هذا "القاموس" يعنى أنه يدخل في عموم كتاب - فتناول صاحب الترجمة "القاموس" وأول ما وقع نظره عليه: "والهيشة: الفتنة، وأم حبين، وليس في الهيشات قود"، أي: في القتيل في الفتنة لا يدرى قاتله، فتعجب الناس من مثل هذا الاستحضار في ذلك الموقف الحرج"أهـ ملخصاً.

Menghindari kegaduhan dan keriuhan, karena kekeliruan ada dalam keriuhan, dan ini bertentangan dengan apa yang dicari.
 Ada riwayat yang sangat bagus dalam masalah ini, yaitu sapa yang disebutkan penulis kitab al-Wasîth fi Adibba' al- Syanqith" dan juga dari beliau dalam Mu'jam al-Ma'ajim: bahwasannya telah terjadi perselisihan antara dua kabilah, kemudian kabilah lain berupaya untuk mendamaikan me- reka, merekapun lalu ridha dengan hukum syariat. Seorang alim kemudian menjadi hakim atas mereka, lalu ia memutuskan untuk menghukum bunuh 4 orang dari kabilah se- bagai ganti 4 orang yang telah terbunuh di kabilah lain. Lalu Syaikh Babu bin Ahmad berkata, "Kasus seperti ini tidak ada qisas di dalamnya." Namun si Qadhi menjawab, "Pendapat Anda ini sama sekali tidak ada dalilnya." Syaikh Babu bin Ahmad berkata, "Justru ada pada semua kitab." Qadhi berkata, "Lihat kamus ini. (maksudnya, kamus ini juga termasuk dalam kategori kitab secara umum)." Kemudian Syaikh Babu mengambil buku itu, dan yang pertama kali ia lihat dalam kamus itu adalah: al-haisyah (keg- aduhan): fitnah, ummu hubain, dan pada kegaduhan tidak ada qisas. Maksudnya, yang terbunuh dalam fitnah, tidak diketahui pembunuhnya. Orang-orang pun menjadi ter- cengang atas pengajuan bukti ini pada saat krtitis seperti itu. Secara ringkas..

Syaikh hafizhahullah memberikan penjelasan:
Tidak ada Qowamish – jamak dari Qomush, itu adalah kitab dari  Fairuz Abady yaitu al-Qomush al Muhith,  Yang benar adalah Ma’ajim – jamak dari mu’jam.
Faidah:
Ibnu Faris – Mu’jam Maqooyish Lughoh.
Tertib Kamus Fairuz Abady
Diambil dari kata yang paling akhir
Seperti ضرب  maka diambil huruf paling akhir yaitu ب   kemudian di bab ض 
Tertib Lisan arab, lebih mudah dari tertib Kamus Fairuz Abady
Diambil dari kata yang paling huruf awal baru kemudian huruf yang kedua.
Artinya disini adalah salah sangka dan dijelaskan dengan ilmiyah:
 Al- haisyah adalah fitnah, Ummu Hubain, dan dalam haisyah tidak ada qisas. Maka ia menegaskan dari kitab kamus bahwa kepu tusan Qadhi bahwa 4 orang harus diqisas untuk 4 orang adalah keliru. Inilah makna kisah ini. Orang-orang pun merasa takjub dengan cara pembuktian dalam situasi yang kritis ini. Selesai sudah ringkasan cerita ini. Intinya, kegaduhan pasar adalah fitnah dan Ummu Hubain. 

القتل خمسة أنواع: عمد، وشبه عمد، وخطأ، وما جرى مجرى الخطأ، والقتل بالتسبب. 

Pembunuhan terdiri dari lima jenis: sengaja direncanakan, semi-disengaja, salah, apa yang terjadi dalam proses kesalahan, dan pembunuhan karena sebab-akibat.

Siapa yang tahu, siapakah Ummu Hubain? Ia adalah binatang kecil, akan tetapi mirip dengan kumbang. Meskipun tidak termasuk binatang yang kuat, ia adalah binatang kecil dari jenis serangga.

Faidah dari Syaikh hafizhahullah adalah:
Perbedaan antara Ghobiy dan Mutaghobiy – 
Bodoh dan Orang yang pandai tapi berlagak tidak tahu.

Bait Syair

"ليس الغبي بسيد في قومه وإنما سيد القوم المتغابي"

Orang bodoh (GHOBIY) itu tidaklah pantas menjadi petinggi suatu kaum, namun sesungguhnya petinggi kaum itu adalah orang yang pandai namun berlagak tidak tahu (MUTAGHOBIY).

Artinya orang yang pandai itu tidak semua harus mendetailkan suatu permasalahan ketika dia mengurus banyak yang dipimpinnya. Seperti seorang kepala rumah tangga maka dia tidak perlu mengurus semua urusan rumahnya dengan detail sehingga menghabiskan energi lebih dari yang seharusnya padahal itu tidaklah suatu yang penting.

Bersambung InSya Allah


Tidak ada komentar:

Posting Komentar