Rabu, 24 Desember 2025

SIKAP MUSLIM TERHADAP PERAYAAN KUFFAR



Hari Raya Orang Kafir dan Sikap Seorang Muslim Terhadapnya

Penulis: Ibrahim bin Muhammad Al-Huqail

Dipublikasikan: 20 April 2025

Sesungguhnya banyak kaum Muslimin ikut berpartisipasi dalam perayaan-perayaan tersebut dengan anggapan bahwa itu adalah perayaan global yang menyangkut seluruh penduduk bumi.

 Mereka tidak menyadari bahwa merayakannya berarti merayakan syiar agama Nasrani yang telah diselewengkan.

Pertarungan antara Kebenaran dan Kebatilan
Pertarungan antara kebenaran dan kebatilan akan terus berlangsung selama dunia masih ada.

 Sebagian kelompok dari umat Muhammad ﷺ akan mengikuti ahli kebatilan dalam kebatilan mereka, baik dari kalangan Yahudi, Nasrani, Majusi, penyembah berhala, dan selain mereka. 

Di sisi lain, akan tetap ada segolongan umat yang teguh di atas kebenaran meskipun menghadapi tekanan dan gangguan.

Semua ini merupakan sunnatullah yang telah ditetapkan dan ditulis. Namun hal tersebut tidak berarti menyerah dan menempuh jalan orang-orang sesat. 

Karena Zat yang mengabarkan bahwa hal itu pasti terjadi, juga telah memperingatkan kita dari jalan tersebut, serta memerintahkan kita untuk tetap teguh di atas agama walaupun orang-orang yang menyimpang semakin banyak dan para pelaku penyimpangan semakin kuat.

Beliau ﷺ mengabarkan bahwa orang yang berbahagia adalah orang yang tetap istiqamah di atas kebenaran walaupun banyak penghalang, dan bahwa pada suatu masa orang yang beramal akan mendapatkan pahala seperti pahala lima puluh orang yang beramal seperti para sahabat رضي الله عنهم, 
sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Tsa‘labah Al-Khusyani رضي الله عنه.¹
Akan ada dari umat Muhammad ﷺ orang-orang yang menyimpang dari kebenaran menuju kebatilan, melakukan perubahan dan penggantian. 
Hukuman mereka adalah dihalangi dari telaga (Al-Haudh) ketika orang-orang yang istiqamah mendatanginya dan meminum darinya. 

Nabi ﷺ bersabda:
“Aku adalah pendahulu kalian di telaga. 
Akan diangkat kepadaku beberapa orang dari kalian. Ketika aku hendak memberi mereka minum, mereka dijauhkan dariku. 
Aku berkata: ‘Wahai Rabbku, mereka adalah sahabatku!’ Maka dikatakan: ‘Engkau tidak tahu apa yang mereka ada-adakan setelahmu.’”

Dalam riwayat lain: *“Celakalah orang-orang yang mengubah (ajaran) setelahku.”*²

Mengikuti Musuh Allah dalam Syiar Mereka
Di antara bentuk terbesar dari perubahan dan pengkhianatan terhadap agama Muhammad ﷺ adalah mengikuti musuh-musuh Allah dalam setiap perkara besar maupun kecil, dengan dalih kemajuan, peradaban, modernitas, serta slogan-slogan seperti toleransi, persaudaraan kemanusiaan, tatanan dunia baru, globalisasi, dan istilah-istilah indah yang menipu.

Seorang Muslim yang memiliki kecemburuan agama akan melihat penyakit berbahaya ini menyebar luas di tengah umat, kecuali yang dirahmati Allah.

 Mereka meniru kaum kafir bahkan dalam syiar agama mereka, khususnya hari raya, yang merupakan bagian dari syariat dan manhaj suatu agama.

Allah Ta‘ala berfirman:

“Dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka dari kebenaran yang telah datang kepadamu. 
Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan syariat dan jalan.” (QS. Al-Ma’idah: 48)

Dan firman-Nya:

“Bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan ibadah (hari raya) yang mereka lakukan.” (QS. Al-Hajj: 67)

Yakni, hari raya khusus bagi mereka.
Perayaan Natal dan Tahun Baru Masehi
Banyak kaum Muslimin tertipu oleh kemegahan musuh-musuh Allah, khususnya kaum Nasrani, dalam perayaan besar mereka seperti hari kelahiran Al-Masih عليه السلام (Natal) dan Tahun Baru Masehi. 

Mereka menghadiri perayaan tersebut di negeri-negeri Nasrani, bahkan sebagian memindahkannya ke negeri-negeri Muslim—na‘udzubillah.

Banyak Muslim menganggapnya sebagai perayaan universal yang menyangkut seluruh penduduk bumi, padahal merayakannya berarti ikut serta dalam syiar agama Nasrani yang telah diselewengkan dan terkutuk, serta bergembira dengan syiar kekufuran dan keunggulannya. Hal ini sangat berbahaya bagi akidah dan iman seorang Muslim.

Rasulullah ﷺ bersabda:

*“Barang siapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.”*³

Bagaimana lagi dengan orang yang ikut serta dalam syiar agama mereka?

Hal ini mewajibkan kita mengetahui hukum merayakan kedua hari raya tersebut, sikap yang seharusnya diambil oleh seorang Muslim, serta mengenal asal-usul dan ritualnya agar bisa dihindari dan diperingatkan darinya.

Natal (Christmas)
Hari Natal diperingati pada 25 Desember oleh mayoritas Nasrani, dan pada 29 Kihak menurut kalender Koptik. Perayaan ini telah dikenal sejak lama.

Al-Maqrizi berkata:

“Kami menjumpai perayaan Natal di Kairo dan seluruh wilayah Mesir sebagai perayaan besar, dijual lilin-lilin berhias yang mereka sebut lentera.”⁴

Pada hari itu, kehidupan hampir berhenti total: kantor, rumah sakit, toko, transportasi umum ditutup. 
Namun bar dan tempat minum khamr justru ramai, hingga banyak orang kehilangan akal dan kendali diri.
Perayaan ini bertujuan memperingati kelahiran Al-Masih menurut keyakinan mereka, disertai ibadah dan doa di gereja. 

Perayaan pertama kali dilakukan tahun 336 M, terpengaruh ritual pagan Romawi.
Tokoh Saint Nicholas lalu digantikan oleh Santa Claus (Papa Noel) sebagai simbol pemberi hadiah, khususnya bagi anak-anak.⁵

Banyak Muslim ikut terpengaruh, bahkan menjual dan membeli atribut Santa Claus, sehingga anak-anak Muslim mengenalnya—tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah.

Mitos Santa Claus
Santa Claus digambarkan tinggal di Kutub Utara, mengendarai kereta luncur yang ditarik rusa, masuk rumah melalui cerobong asap, dan meletakkan hadiah di kaus kaki anak-anak. 
Orang tua sengaja memperkuat kebohongan ini agar anak-anak mempercayainya. (Al-Ahram, 3/1/1987)

Pohon Natal
Asal pohon Natal berasal dari peradaban pagan: Mesir kuno, Cina, dan bangsa Ibrani sebagai simbol keabadian. Kaum Eropa pagan menyembahnya, lalu tetap mempertahankannya setelah masuk Kristen. 
(Ensiklopedia Britannica, jilid 3 hlm. 284)

Apakah Isa عليه السلام Lahir pada Tanggal Itu?

Para sejarawan dan ensiklopedia menyatakan bahwa Isa tidak lahir pada tanggal tersebut. 
Tanggal 25 Desember sejatinya adalah hari raya pagan Romawi: *“Hari kelahiran matahari yang tak terkalahkan.”*⁶

Tahun Baru Masehi
Perayaannya sangat diagungkan, bahkan di sebagian negeri Muslim.

 Banyak Muslim bepergian ke negeri kafir untuk menikmatinya, terjerumus dalam syiar kekufuran dan kemaksiatan.

Malam Tahun Baru dipenuhi khurafat, seperti keyakinan bahwa minum gelas terakhir khamr membawa keberuntungan, atau membersihkan rumah akan membuang rezeki, dan lainnya.⁷

Hukum Menyerupai Orang Kafir dalam Hari Raya Mereka

Termasuk prinsip agung Islam adalah al-wala’ wal-bara’: loyal kepada Islam dan berlepas diri dari kekufuran.

Allah berfirman:

“Dan barang siapa di antara kamu menjadikan mereka sebagai wali, maka ia termasuk golongan mereka.” (QS. Al-Ma’idah: 51)

Ibnu Taimiyah رحمه الله berkata:

“Penyerupaan melahirkan kecintaan dan loyalitas dalam batin, sebagaimana kecintaan batin melahirkan penyerupaan lahiriah.”⁸

Dan Rasulullah ﷺ bersabda:

*“Barang siapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.”*¹⁰

Bentuk-Bentuk Tasyabbuh (Menyerupai kaum kufar)

Menghadiri perayaan mereka
Memindahkan perayaan mereka ke negeri Muslim
Meniru pakaian, makanan, dekorasi, hadiah
Memberi hadiah atau membantu perayaan mereka
Mengucapkan selamat hari raya
Menggunakan istilah dan simbol ritual mereka

Ibnu Qayyim رحمه الله berkata:

“Mengucapkan selamat atas syiar kekufuran adalah haram berdasarkan ijma‘, bahkan lebih besar dosanya daripada mengucapkan selamat atas minum khamr.”³⁰

Kesimpulan
Hari raya orang kafir adalah syiar agama mereka, dan haram bagi Muslim untuk ikut serta, meniru, membantu, atau mengagungkannya dalam bentuk apa pun. Sikap seorang Muslim adalah menjadikan hari-hari tersebut seperti hari biasa, tanpa perayaan, kegembiraan khusus, atau pengkhususan ibadah.

Sumber
Disadur dari: Islam Today (الإسلام اليوم)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar