Hari Raya Orang Kafir
Oleh: Ustadz Abdulaziz bin Ahmad Al-Ghamidi
Tanggal unggah: 2 Februari 2016 M / 23 Rabi‘ul Akhir 1437 H
Khutbah Pertama
Amma ba‘du,
Pada setiap akhir tahun Masehi dan masuknya tahun yang baru, kaum Nasrani merayakan sejumlah hari raya, sebagaimana yang ditetapkan dalam agama mereka yang telah diselewengkan dan batil.
Di antara yang paling menonjol adalah perayaan kelahiran Al-Masih ‘Isa عليه السلام.
Mereka melakukan berbagai ritual dan ibadah, saling memberi hadiah, menyalakan lilin, dan berbagai bentuk perayaan lainnya dalam rangka memperingati momen-momen tersebut, baik di negara dan negeri mereka sendiri maupun di masyarakat dan lingkungan tempat mereka tinggal dan berkumpul di luar negeri mereka.
Wahai hamba-hamba Allah,..
Kaum Nasrani telah kebingungan dalam perkara Al-Masih ‘Isa bin Maryam عليه السلام.
Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa dia adalah Allah, ...
ada yang mengatakan dia adalah anak Allah, ...
dan ada pula yang mengatakan dia adalah salah satu dari tiga (tuhan). ...
Allah Ta‘ala berfirman:
“Sungguh telah kafir orang-orang yang berkata: ‘Sesungguhnya Allah ialah Al-Masih putra Maryam.’
Padahal Al-Masih sendiri berkata: ‘Wahai Bani Israil, sembahlah Allah, Rabbku dan Rabb kalian.’
Sesungguhnya barang siapa mempersekutukan Allah, maka Allah haramkan baginya surga, dan tempatnya adalah neraka. Dan tidak ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun.”
(QS. Al-Ma’idah: 72)
Dan Allah Ta‘ala berfirman:
“Sungguh telah kafir orang-orang yang berkata: ‘Allah adalah yang ketiga dari tiga tuhan.’
Padahal tidak ada tuhan selain Tuhan Yang Esa.
Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang kafir di antara mereka akan ditimpa azab yang pedih.
Maka mengapa mereka tidak bertobat kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Al-Masih putra Maryam hanyalah seorang rasul; telah berlalu sebelumnya beberapa rasul, dan ibunya adalah seorang yang sangat benar. Keduanya biasa memakan makanan.
Perhatikanlah bagaimana Kami jelaskan kepada mereka ayat-ayat itu, kemudian perhatikanlah bagaimana mereka dipalingkan.”
(QS. Al-Ma’idah: 73–75)
Dan kelak ‘Isa عليه السلام akan mendustakan mereka dan membongkar kebohongan mereka di hadapan seluruh makhluk pada hari Kiamat.
Allah عز وجل berfirman:
“Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: ‘Wahai ‘Isa putra Maryam, apakah engkau mengatakan kepada manusia: jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua tuhan selain Allah?’
‘Isa menjawab: Mahasuci Engkau, tidak pantas bagiku mengatakan apa yang bukan hakku.
Jika aku pernah mengatakannya, tentu Engkau telah mengetahuinya.
Engkau mengetahui apa yang ada dalam diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada dalam diri-Mu.
Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang gaib. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku, yaitu: sembahlah Allah, Rabbku dan Rabb kalian. Aku menjadi saksi atas mereka selama aku berada di tengah-tengah mereka.
Maka ketika Engkau mewafatkanku, Engkaulah yang mengawasi mereka, dan Engkau Maha Menyaksikan segala sesuatu.’”
(QS. Al-Ma’idah: 116–117)
Wahai hamba-hamba Allah,..
Sesungguhnya kesungguhan kaum Nasrani dalam menyelenggarakan hari raya mereka di akhir tahun Masehi merupakan bagian dari akidah mereka.
Maka tidaklah mengherankan jika mereka sangat bersemangat merayakannya dan mengerahkan segala kemampuan untuk menyingkirkan berbagai rintangan yang menghalangi terselenggaranya perayaan tersebut.
Hal ini tidak mengherankan, karena itulah agama yang mereka anut.
Dan setelah kekafiran, tidak ada dosa yang lebih besar lagi.
Namun musibah yang menimpa kita adalah sebagian kaum Muslimin — semoga Allah memberi kita dan mereka petunjuk — yang ikut serta bersama kaum Nasrani dalam perayaan-perayaan kafir tersebut.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah رحمه الله berkata:
“Sesungguhnya hari raya termasuk bagian dari syariat, manhaj, dan ritual ibadah, yang Allah Ta‘ala berfirman tentangnya:
‘Untuk setiap umat telah Kami jadikan ibadah (ritual) yang mereka laksanakan.’ (QS. Al-Hajj: 67).
Hari raya itu seperti kiblat, shalat, dan puasa.
Tidak ada perbedaan antara ikut serta dalam hari raya mereka dengan ikut serta dalam seluruh sistem dan manhaj mereka…
hingga beliau berkata: ‘Kesepakatan (ikut serta) dalam hal ini berarti kesepakatan dalam syariat kekafiran yang paling khusus dan syiar kekafiran yang paling nyata.’”
Wahai hamba-hamba Allah,..
Partisipasi sebagian kaum Muslimin ini memiliki berbagai bentuk di zaman kita sekarang.
Di antaranya: ada yang ikut menghadiri dan merayakannya bersama mereka, seakan-akan — na‘udzubillah — ia termasuk bagian dari mereka.
Bagaimana mungkin seorang Muslim rela mencemari akidahnya yang murni dan suci — akidah Laa ilaaha illallah Muhammad Rasulullah — dengan akidah kaum Nasrani yang mengklaim bahwa Allah adalah yang ketiga dari tiga?
Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka katakan setinggi-tingginya.
Bentuk partisipasi lainnya adalah memberi ucapan selamat kepada orang-orang kafir tersebut atas hari raya mereka, meskipun tidak ikut merayakannya.
Hal ini sering terjadi pada sebagian orang yang berinteraksi dengan mereka karena tuntutan pekerjaan dan semisalnya, sehingga mereka saling bertukar ucapan selamat, bahkan mengirimkan kartu ucapan pada momen tersebut.
Dan ini — wahai hamba-hamba Allah — adalah kemungkaran besar dan dosa yang sangat berat.
Imam besar Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah رحمه الله berkata dalam kitabnya yang agung Ahkam Ahlidz Dzimmah:
“Adapun memberi ucapan selamat kepada mereka atas syiar kekafiran yang khusus bagi mereka, maka itu haram berdasarkan kesepakatan ulama.
Seperti memberi selamat atas hari raya mereka.
Jika pelakunya selamat dari kekafiran, maka perbuatannya termasuk keharaman besar.
Ia seperti memberi selamat atas sujudnya kepada salib. Bahkan hal itu lebih besar dosanya di sisi Allah dan lebih dibenci daripada memberi selamat atas perbuatan minum khamar, membunuh jiwa, atau melakukan zina dan semisalnya.
Barang siapa memberi ucapan selamat kepada seseorang atas kemaksiatan, bid‘ah, atau kekafiran, maka sungguh ia telah menempatkan dirinya pada kemurkaan dan kebencian Allah.”
Di antara bentuk partisipasi lainnya adalah membantu mereka menyelenggarakan hari raya tersebut dengan bantuan apa pun, termasuk menjual atau menyewakan sesuatu yang mereka gunakan untuk menegakkan ritual agama dan hari raya mereka.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah رحمه الله berkata:
“Tidak boleh menjual segala sesuatu yang mereka gunakan untuk membantu menegakkan syiar agama mereka.”
Maka bertakwalah kepada Allah wahai hamba-hamba Allah!...
Bagaimana kita mengangkat derajat mereka, padahal Allah telah menghinakan mereka?
Bagaimana kita memuliakan mereka, padahal Allah telah merendahkan mereka?
Bagaimana kita memberi selamat kepada mereka, padahal Allah telah mengancam mereka?
Ya Allah, karuniakan kepada kami kecintaan kepada orang-orang beriman dan kebencian kepada orang-orang kafir.
Ya Allah, karuniakan kepada kami dan para pemuda kami rasa bangga terhadap agama kami dan keteguhan untuk berpegang teguh dengannya.
Aku berkata sebagaimana yang telah kalian dengar, dan aku memohon ampun kepada Allah untuk diriku, untuk kalian, dan untuk seluruh kaum Muslimin.
Khutbah Kedua
Amma ba‘du,..
Maka hendaklah kita berhati-hati wahai hamba-hamba Allah dari segala bentuk loyalitas kepada orang-orang kafir.
Di antaranya adalah memberi ucapan selamat kepada mereka atas hari raya mereka.
Allah سبحانه وتعالى telah memperingatkan kita dengan firman-Nya:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadikan musuh-Ku dan musuh kalian sebagai teman setia; kalian sampaikan kepada mereka rasa cinta, padahal mereka telah kafir terhadap kebenaran yang datang kepada kalian.”
(QS. Al-Mumtahanah: 1)
Dan di antara bentuk loyalitas kepada orang-orang kafir adalah menyerupai mereka dalam perkara yang menjadi ciri khas mereka.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barang siapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk bagian dari mereka.”
Wahai saudara-saudaraku yang mulia,
Perlu juga diperhatikan dalam hal ini bahwa sebagian kaum Muslimin menyerupai kaum Nasrani dalam perayaan kelahiran Al-Masih ‘Isa عليه السلام dengan cara yang mereka anggap sebagai bentuk pendekatan diri kepada Allah, yaitu dengan mengada-adakan perayaan Maulid Nabi Muhammad ﷺ.
Padahal Nabi kita Muhammad ﷺ telah memperingatkan dari sikap berlebihan terhadap beliau, serta dari menyerupai kaum Yahudi, Nasrani, dan kaum musyrikin.
Dan juga perlu diperhatikan bahwa termasuk bentuk menyerupai orang-orang kafir adalah merayakan tahun baru Hijriah.
Sebagian orang meyakini bahwa di akhir tahun Hijriah amal-amal setahun diangkat.
Yang benar, keyakinan ini memerlukan dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah, dan dalil tersebut tidak ada.
Sebagaimana diketahui, penetapan awal tahun Hijriah dimulai pada bulan Muharram terjadi pada masa Umar bin Khattab رضي الله عنه, setelah beliau dan para sahabat sepakat menjadikan hijrah Nabi ﷺ sebagai awal penanggalan umat Islam.
Orang yang berakal — wahai hamba-hamba Allah — senantiasa melakukan muhasabah terhadap dirinya setiap waktu sepanjang tahun.
Ia menyadari bahwa setiap hari yang berlalu tidak akan kembali, dan hal itu semakin mendekatkannya kepada ajal yang telah Allah tetapkan baginya.
Maka ia beramal dengan amal-amal saleh dan menjauhi perkara-perkara haram, karena ia meyakini bahwa kehidupan dunia yang ia jalani ini adalah satu-satunya kesempatan untuk mempersiapkan kehidupan abadinya di akhirat, yang bagi setiap kita dimulai dengan kematian.
Seorang mukmin selalu menghisab dirinya, karena ia beriman kepada timbangan amal pada hari Kiamat dan kepada catatan amal.
Ia senantiasa bersiap menghadapi kematian yang datang secara tiba-tiba dan apa yang terjadi setelah kematian.
Ya Allah, bangunkanlah kami dari kelalaian kami agar kami dapat memperbaiki sisa umur kami.
Ya Allah, karuniakan kepada kami husnul khatimah.
Ya Allah, muliakanlah Islam dan kaum Muslimin, dan hinakanlah kekafiran serta orang-orang kafir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar