Bahaya Menyerupai Orang Kafir dan Berpartisipasi dalam Hari Raya Mereka
Oleh: Abdurrahman as-Suhaim
15 Jumadal Akhirah 1445 H / 28 Desember 2023 M
Khutbah Pertama
Segala puji bagi Allah dengan pujian orang-orang yang bersyukur, dan kami memuji-Nya dengan pujian orang-orang yang memuji.
Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, sebagai persaksian orang yang mengharapkan keridaan-Nya di dunia dan akhirat.
Dan aku bersaksi bahwa Nabi dan junjungan kita Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, pilihan dan kekasih-Nya, manusia paling mulia dalam berdzikir dan paling jujur dalam bersyukur.
Semoga shalawat dan salam tercurah kepadanya, kepada keluarga dan para sahabatnya, yang tidaklah bertambah dunia terbuka bagi mereka dan nikmat bertubi-tubi kecuali semakin menambah rasa syukur kepada Sang Pemberi nikmat.
Amma ba‘du,
Bertakwalah kalian kepada Allah Ta‘ala dan taatilah Dia, istiqamahlah di atas perintah-Nya dan jauhilah larangan-Nya. Sesungguhnya dunia, betapapun indah bagi para pencintanya, betapapun menghias diri bagi para pengejarnya, dan betapapun besar di mata para pemujanya, pasti akan lenyap.
Mereka akan meninggalkannya dengan kematian, dan akan menemui amal-amal mereka:
“Barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihatnya.”
Wahai hamba-hamba Allah,
sungguh Allah telah menyempurnakan agama ini dan meridai Islam sebagai agama, serta menyempurnakan nikmat-Nya atas kaum muslimin:
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian, telah Aku cukupkan nikmat-Ku atas kalian, dan Aku ridhai Islam sebagai agama kalian.”
Maka umat ini menjadi umat terbaik karena Islam.
Dan telah maklum secara pasti bahwa kebaikan ini bersumber dari kesempurnaan agamanya, kemurnian akidahnya, dan keadilan syariatnya.
Tidak ada kemuliaan kecuali dengannya, tidak akan tercapai keluhuran kecuali dengannya, bahkan tidak ada keselamatan dunia dan akhirat kecuali melalui jalannya.
Manusia sangat membutuhkan agama ini melebihi kebutuhan mereka terhadap makanan dan udara.
Allah سبحانه وتعالى telah mencukupkan kaum muslimin dengan syariat yang sempurna, mencakup seluruh kemaslahatan agama dan dunia.
Allah menggantungkan kebahagiaan dunia dan akhirat pada pengamalan dan keteguhan berpegang padanya.
Allah berfirman:
“Barang siapa mengikuti petunjuk-Ku, maka ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.”
Dan firman-Nya:
“Barang siapa mengikuti petunjuk-Ku, maka tidak ada rasa takut atas mereka dan mereka tidak bersedih.”
Syariat ini adalah jalan yang lurus, jalan orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah dari kalangan para nabi, shiddiqin, syuhada, dan orang-orang saleh.
Adapun yang menyelisihinya adalah jalan orang-orang yang dimurkai dan sesat, dari kalangan Yahudi, Nasrani, dan kaum musyrikin.
Setiap rakaat shalat kita memohon kepada Allah agar diberi petunjuk ke jalan yang lurus dan dijauhkan dari jalan orang-orang yang dimurkai dan sesat.
Maka hendaklah kita renungkan doa ini, tujuan dan buahnya.
Allah berfirman:
“Dan inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah ia, dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan lain yang mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya.”
Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Sesungguhnya kita adalah kaum yang Allah muliakan dengan Islam, maka jika kita mencari kemuliaan dengan selainnya, Allah akan menghinakan kita.”
Wahai saudara-saudara seiman,..
Orang yang menelaah nash-nash Al-Qur’an dan Sunnah akan mendapati larangan yang sangat jelas dan tegas terhadap menyerupai orang-orang kafir dalam hal apa pun yang menjadi ciri khas mereka, baik dalam ibadah, muamalah, akhlak, kebiasaan, pakaian, gaya rambut, maupun penampilan.
Naskah syariat tentang hal ini sangat banyak.
Allah berfirman:
“Kemudian Kami jadikan engkau berada di atas suatu syariat dari urusan (agama), maka ikutilah ia dan jangan ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.”
Dan firman-Nya:
“Dan janganlah kalian mengikuti hawa nafsu suatu kaum yang telah sesat sebelumnya, menyesatkan banyak orang, dan menyimpang dari jalan yang lurus.”
Rasulullah ﷺ sering bersabda:
“Selisihilah kaum musyrikin,” “Selisihilah kaum Majusi,” “Selisihilah kaum Yahudi,” “Selisihilah Ahli Kitab.”
Beliau ﷺ senantiasa bermaksud menyelisihi mereka dalam segala keadaan.
Bahkan orang-orang Yahudi menyadari hal ini hingga mereka berkata:
“Orang ini tidak ingin meninggalkan satu pun urusan kami kecuali dia menyelisihinya.” (HR. Muslim)
Dan Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barang siapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Dawud)
Syaikhul Islam berkata:
“Hadis ini minimal menunjukkan keharaman menyerupai mereka, bahkan zhahirnya menunjukkan kekufuran orang yang menyerupai mereka, sebagaimana firman Allah:
‘Barang siapa menjadikan mereka sebagai wali, maka ia termasuk golongan mereka.’”
Banyaknya larangan ini menunjukkan bahaya besar, sebab dikhawatirkan ritual dan simbol kekufuran merembes ke dalam kehidupan kaum muslimin hingga menjadi kebiasaan atau bahkan ibadah.
Persamaan dalam kebiasaan akan menuntun pada persamaan dalam syiar, dan kelonggaran dalam perkara kecil akan menyeret kepada perkara besar, hingga seorang muslim terlepas dari agamanya tanpa ia sadari, terutama jika disertai kekaguman terhadap peradaban mereka.
Menyerupai mereka dalam hal yang khas akan melahirkan rasa cinta, kedekatan, dan loyalitas kepada musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya.
Syaikhul Islam berkata:
“Keserupaan dalam penampilan lahiriah akan melahirkan keserupaan batin dalam akhlak dan perbuatan, dan ini perkara yang nyata.”
Di zaman ini terlihat jelas upaya musuh-musuh Islam untuk memadamkan cahaya agama dan memutus hubungan kaum muslimin dengan agamanya, agar seorang muslim hanya tinggal namanya saja.
Allah berfirman:
“Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka, namun Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya walaupun orang-orang kafir membencinya.”
Dan Allah memperingatkan dari loyalitas kepada mereka:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadikan musuh-Ku dan musuh kalian sebagai wali.”
Rasulullah ﷺ telah mengabarkan bahwa umat ini akan mengikuti jejak umat-umat sebelumnya sejengkal demi sejengkal.
Hal itu telah nyata terjadi, muncul generasi yang hina, terjajah, gemar meniru orang kafir hingga membawa pada kehancuran moral, kebebasan tanpa batas, pergaulan bebas, membuka aurat, laki-laki memakai perhiasan wanita, memelihara anjing, dan berbagai bentuk ketundukan buta lainnya.
Mereka lupa bahwa kemuliaan sejati hanya dengan Islam.
Allah berfirman:
“Padahal kemuliaan itu hanyalah milik Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang beriman.”
Aku berkata sebagaimana yang kalian dengar, dan aku memohon ampun kepada Allah untukku dan kalian.
Khutbah Kedua
Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, baik dan penuh berkah.
Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan selain Allah dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.
Bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa.
Sesungguhnya semakin tampak penyerupaan dengan orang kafir, semakin besar bahayanya bagi agama.
Dan berpartisipasi dalam hari raya orang kafir adalah puncak penyerupaan dan bentuk paling berbahaya, karena hari raya adalah syiar agama paling nyata.
Di akhir tahun Masehi, kaum Nasrani merayakan berbagai hari raya, di antaranya Natal, yang mereka yakini sebagai kelahiran Nabi Isa ‘alaihis salam.
Bagaimana mungkin seorang muslim merusak akidah tauhidnya dengan ikut merayakan atau mengucapkan selamat atas keyakinan bahwa Allah memiliki anak?!
Hari raya adalah perkara agama dan akidah, bukan adat duniawi. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Setiap kaum memiliki hari raya, dan ini adalah hari raya kita.”
Para sahabat tidak pernah ikut merayakan hari raya Yahudi, Nasrani, maupun Majusi, meskipun hidup berdampingan dengan mereka.
Ini menunjukkan ijma‘ ulama tentang haramnya berpartisipasi, meniru, menampakkan kegembiraan, atau mengucapkan selamat atas hari raya orang kafir.
Ibnu Qayyim رحمه الله berkata:
“Memberi ucapan selamat atas syiar kekufuran adalah haram berdasarkan kesepakatan ulama, seperti mengucapkan selamat atas hari raya mereka. Jika pelakunya selamat dari kekufuran, maka itu tetap termasuk dosa besar.”
Namun perlu dibedakan antara larangan menyerupai mereka dalam akidah dan ibadah, dengan bolehnya mengambil ilmu dan teknologi yang bermanfaat.
Hikmah adalah barang hilang milik orang beriman.
Adapun berbuat baik, adil, dan bermuamalah dengan non-muslim yang tidak memerangi kaum muslimin bukan termasuk loyalitas terlarang,
sebagaimana firman Allah:
“Allah tidak melarang kalian berbuat baik dan berlaku adil kepada orang-orang yang tidak memerangi kalian dalam agama.”
Tetapi tidak ada seorang ulama pun yang membolehkan ucapan selamat atas hari raya agama mereka.
Bershalawatlah atas Nabi kalian....
Ya Allah, muliakan Islam dan kaum muslimin, tolonglah saudara-saudara kami di Gaza dan di seluruh penjuru dunia...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar