Selasa, 01 Oktober 2013

KURANG BERSYUKUR DAN SEBAB SEBABNYA

Allah Ta'ala telah mengabarkan di dalam Muhkamul Tanzil bahwa para makhluk tidak mampu mengkalkulasi aneka karunia yang telah Allah berikan, di dalam ayat disebutkan, "Sekiranya kalian menghitung-hitung karunia Allah niscaya kalian tidak mampu mengungkapnya". (QS.An-Nahl: 18).

Dari sini dipahami bahwa para makhluk tidak bisa menegakkan syukur yang sepantasnya dilakukan atas karunia Allah Ta'ala yang telah diberikan, dikarenakan orang itu tidak dapat mengkalkulasi nikmat Allah, bagaimana mungkin ia akan mensyukurinya?? Seorang hamba bilamana telah mencurahkan segala kemampuan untuk besyukur dengan merealisasikan 'ubudiyah kepada Allah Robb semesta Alam, semoga ia tidak tergolong dari hamba yang lalai.

Allah Ta'ala berfirman: "Maka bertaqwalah kalian kepada Allah dengan sekuat tenaga kalian". (QS.At-Taghobun: 16).

Sesungguhnya orang yang lalai akan nikmat Allah ialah orang yg bergelimang dengan banyak nikmat, di siang maupun malam, tidur maupun terjaga, safar maupun mukim, kemudian ucapan, perbuatan, keyakinan yang jauh dari bersyukur. Diantara sebab-sebab tidak bersyukurnya hamba adalah sebagai berikut:

√ Lalai. Banyak dari kalangan manusia yang telah diberikan aneka ragam kenikmatan seperti kesehatan, keselamatan, kebugaran yang mana ia tidak sadar bahwa ia di atas nikmat, ia bergelimang dengannya, ia belum merasakan bagaimana nikmat tersebut tercabut darinya. Ia tidak mampu bersyukur karena ia merasa tidak memilikinya, bagaimana mungkin dapat mensyukuri atas sesuatu yang ia lalai darinya. Karena syukur dibangun atas pengakuan dan perasaan akan pemberian tersebut. Berkata para salaf terdahulu, "Nikmat Allah atas seorang hamba tidak akan terasa bahwa ia telah menadapatkannya, akan tetapi bila telah tercabut, baru ia akan menyadarinya".

Jika kita melihat manusia zaman sekarang, mereka bergelimang dengan aneka nikmat Allah, dari aneka ragam makanan dan minuman, aneka baju yg halus berwarna warni, aneka kendaraan mewah, akan tetapi tidak merasa akan karunia tersebut datang dari Allah, tidak mengagungkan Allah sebenar-benarnya, bak ibarat binatang yang makan di dalam kandang dan berlalu begitu saja, sekedar itu perbuatannya. Oleh karenanya Allah perintahkan manusia agar banyak mengingat atas karunia-Nya agar bisa mensyukurinya.

Allah Ta'ala berfirman: "Dan ingatlah nikmat Allah atas kalian dan apa yang telah diturunkan kepada kalian dari Al-Kitab dan Hikmah yang memberikan teguran didalamnya". (QS.Al-Baqoroh: 231).

√ Bodoh akan hakikat nikmat. Diantara manusia ia acuh tak acuh akan limpahan nikmat Allah, tidak mengetahui hakikat dari nikmat, menggunakan dengan semestinya, hingga menyeretnya untuk megkufuri nikmat tersebut dan tidak bersyukur. Sebagai contoh adalah nikmat melihat dengan kedua mata yang sehat, ini merupakan karunia yang amat besar yang dilupakan banyak manusia, bahkan tidak mengangapnya suatu nikmat dan limpahan karunia, hingga ia lalai bahkan kufur atas nikmat tersebut. Jika sekiranya nikmat mata tersebut dicabut Allah, hingga tidak mampu melihat untuk beberapa waktu, pastilah ia akan sadar betapa mahalnya nikmat mata ini. Tatkala ia disembuhkan atas takdir Allah kemudian bisa melihat seperti semula, niscaya ia berpikiran tidak seperti sebelum terkena ujian, ia akan begitu sadar dan bersyukur.

√ Memandang kepada orang yang diatasnya. Jika seseorang berkaca kepada yang Allah berikan kelebihan, niscaya ia akan merasa kurang atas nikmat yang telah Allah berikan kepadanya, hingga ia tidak mampu untuk bersyukur. Dikarenakan apa yang telah ia terima terasa sedikit, menghendaki lebih dari apa yang ia terima, hingga sejajar dengan orang lain yang ia pandang. Sehingga ia siang malam berusaha mencari dunia dan lupa akan bersyukur dan melakukan 'ubudiyah yang semestinya ia lakukan. Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu'anhu, dari Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Jika kalian melihat orang-orang yang berada di atas kalian dari sisi harta dan dunia, maka hendaknya kalian melihat kepada orang yang berada di bawah kalian". (HR.Muslim).

√ Lupa daratan. Diantara manusia telah lewat baginya kehidupan dahulu yang dalam kondisi susah, payah, kekurangan, hidup dipenuhi rasa takut dan khawatir, sangat sederhana dalam harta, dan tempat tinggal. Akan tetapi tatkala Allah telah merubah nasibnya hingga diberikan banyak kelebihan, ia lupa dan tidak membandingkan kehidupan dahulu dan yang sekarang, hingga nampak jelas perubahan aneka anugrah yang telah Allah berikan hingga ia mampu besyukur, bahkan ia terlena dan lupa akan dirinya dahulu kala.

"Dikisahkan di zaman dahulu ada tiga orang dari bangsa Bani Isra'il yang Allah berikan ujian dan cobaan. Seseorang Allah timpakan penyakit kusta yang tidak kunjung sembuh, seseorang yang Allah uji dengan tidak tumbuh rambut kepalanya(botak), dan seseorang yang Allah uji dg tdk dapat melihat(buta). Adapun orang yang buta ini Allah berikan kesembuhan hingga melihat dan ia pun bersyukur dan menyadari akan karunia Allah, ia sadar dahulu ia buta, fakir, hidup sebatang kara. Tatkala ia sembuh ia pun banyak-banyak bersyukur dan memberikan hartanya kepada orang-orang yang datang meminta bantuan kepadanya. Semua itu ia lakukan dalam rangka bersyukur atas karunia Allah Yang Maha Kuasa. Adapun orang yang botak dan berpenyakit kusta, tatkala Allah berikan kesembuhan dan harta yang melimpah ia lalai dan tidak menyadari bahwa segala karunia datang dari Allah semata. Ia kufur atas nikmat dan tatkala ada seseorang yang meminta bantuan kepadanya ia pun berkata, "Harta ini semata-mata usahaku dan warisan orang-tuaku". Demikianlah keadaan kebanyakan manusia, lalai akan keadaannya yang dahulu, hingga Allah kembalikan keadaannya seperti dahulu dalam keadaan sakit kusta dan botak, dan seluruh hartanya lenyap tertelan bumi". (HR.Bukhary dan Muslim).

Jumat, 27 September 2013

PERINGATAN DARI BERBUAT DZALIM

Berbuat dzalim termasuk dari perbuatan dosa besar yang keji dan akan mendatangkan akibat yang sangat buruk, Allah Ta'ala berfirman: "Dan barangsiapa berbuat kedzaliman diantara kalian niscaya akan Kami timpakan kepadanya siksa yang besar".(QS.Al-Furqon: 19).

Allah Ta'ala berfirman: "Dan orang-orang yang berbuat dzalim mereka tidak memiliki kekasih juga tidak memiliki penolong". (QS.As-Syuro: 8).

Melakukan perbuatan dzalim adalah suatu kemungkaran yang amat besar dan ancamannya keras, Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Jauhilah oleh kalian perbuatan dzalim, sesungguhnya kedzaliman adalah kegelapan di hari kiyamat".

Disebutkan pula dalam hadist qudsi, Allah Ta'ala berfirman: "Wahai para hambaku! Aku telah haramkan perbuatan kedzaliman atas diri-Ku, dan aku jadikan kedzaliman tersebut haram atas kalian, maka janganlah kalian saling berbuat dzalim".

Maka kewajiban seorang muslim adalah menghindari perbuatan dzalim kepada seluruh manusia. Tidak mendhzalimi keluarga, istri, anak, ayah, ibu, tetangga, rekan, teman, dan lainnya. Tunaikan hak-hak mereka dengan baik, jangan sampai mendzalimi harga diri, harta, dan darah kaum muslimin.

Akibat berbuat dzalim sangatlah buruk, Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda: "Sesungguhnya do'a orang yang didzalimi tiada penghalang antara dirinya dan Allah". Bahkan Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam memberikan peringatan, "Takutlah kalian dari doanya orang yang terdzalimi".

Dari sini bisa dipahami bahwa orang yang terdzalimi tatkala dia tidak memiliki kuasa untuk mengambil haknya maka dibolehkan berdoa kepada Allah sesuai kadar kedzaliman yang diperlakukan kepada dirinya. Akan tetapi jika ia memaafkannya, sungguh itu merupakan kemuliyaan dan pahala yang amat besar.

Allah Ta'ala berfirman: "Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, akan tetapi barangsiapa yang memaafkan dan berbuat baik maka sungguh pahalanya dari Allah, sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang dzalim. Dan bagi orang-orang yang membela diri setelah didzalimi, maka tidak ada alasan untuk menyalahkan mereka. Sesungguhnya kesalahan hanyalah ada pada orang-orang yang berbuat dzalim kepada manusia dan melampui batas di muka bumi tanpa kebenaran. Mereka itulah akan mendapat siksaan yg pedih. Adapun bagi siapa saja yang bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang muliya. Dan barangsiapa dibiarkan sesat oleh Allah, maka tidak ada baginya pelindung setelah itu. Kamu akan melihat orang-orang dzalim ketika mereka melihat adzab berkata, Adakah kiranya jalan untuk kembali ke dunia ???". (QS.Asy-Syuro: 40-44).

Minggu, 22 September 2013

SALING MENGINGATKAN & MENJALIN PERSAUDARAAN KARENA ALLAH

Alhamdulillah, wash sholatu was salamu 'ala Rosulillah, wa ba'du.

Sesungguhnya saling menasehati dan mengingatkan satu dengan lainnya serta merajut persaudaraan di atas naungan Allah adalah ibadah yang paling utama yang akan mengantarkan kepada ketaatan kepada Allah. Diantaranya meliputi saling kerja sama dan ta'awun di atas ketaqwaan dan kebaikan, yang senantiasa dipuji dan disanjung Allah Ta'ala atas para pelakunya dan dikabarkan bahwa mereka adalah yang mendapatkan keberuntungan.

Allah Ta'ala berfirman: "Dan bekerjasamalah kalian di atas kebaikan dan ketaqwaan, dan jangan bekerjasama di atas dosa dan permusuhan". (QS.Al-Ma'idah: 2).

Allah Ta'ala berfirman: "Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar dalam keadaan merugi. Kecuali orang-orang yg senantiasa beriman dan beramal saleh dan saling menasehati di dalam kebenaran dan menasehati dalam kesabaran". (QS.Al-Asr: 1-3).

Di dalam ayat pertama diperintahkan agar kita saling bekerjasama dalam kebaikan dan ketaqwaan, termasuk di dalamnya saling menasehati dan mengarahkan di jalan kebaikan, 'amar ma'ruf nahi munkar, birrul walidain dan semisalnya yang membawa manfaat kepada para hamba. Dan dilarang bekerjasama dalam dosa dan permusuhan.Terkandung di dalamnya pula segala apa yang mendatangkan kemurkaan Allah, seperti saling membantu dalam mengerjakan kemaksyiatan dan kedholiman. Maka seorang muslim dilarang saling membantu dalam perbuatan dosa, akan tetapi seyogyanya jangan sampai terlambat dalam berbuat kebaikan dan ketakwaan.

Adapun di dalam surat Al-'Asr dijelaskan tentang perangai orang-orang yang beruntung dan menggapai keselamatan, mereka adalah orang yang beriman dan beramal shaleh serta saling menasehati di jalan kebenaran dan kesabaran. Yaitu keimanan kepada Allah dan Rasul Nya dengan keimanan yang benar dan jujur, yang disertai amal, dikarenakan amal merupakan buah dan hasil dari keimanan, yang berupa menjalankan segala perkara fardhu dan menghindar dari perkara yang telah diharamkan, dan diiringi dengan bersegera menyusuri jalan-jalan kebaikan dari aneka ragam ibadah yang dapat mendekatkan diri kepada Allah. Setelah itu hendaknya saling menasehati di jalan yang haq dengan beramar ma'ruf dan nahi munkar. Serta saling mewasiatkan dalam kesabaran, dikarenakan segala perkara yg muliya tidaklah akan diraih tanpa kesabaran.

Keempat perkara ini merupakan sarana untuk menggapai kebahagiaan dan keberuntungan. Jika perkara ini tumbuh dalam suatu masyarakat, niscaya akan mengantarkan masyarakat madani yang shaleh. Terlebih bilamana melihat keadaan zaman yang banyak muncul fitnah dan keburukan, tersebarnya kebodohan dan kejahilan, sedikitnya ilmu, banyak sarana-sarana yang mengelincirkan, bahkan tersebar kekufuran dan kefasikan, oleh karenanya sangat dibutuhkan diantara mukmin satu dengan lainnya saling menasehati dan mengajak kebaikan dan ketaqwaan serta bersabar diatasnya.

Allah Ta'ala berfirman: "Dan mukmin laki-laki dan mukmin wanita, satu sama lainnya, mereka adalah kekasih, hendaknya saling beramar ma'ruf dan nahi munkar, saling mengajak mendirikan sholat, menunaikan zakat, taat kepada Allah dan Rosul-Nya, merekalah orang-orang yg dirahmati Allah, sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Maha Perkasa lagi Maha Hikmah". (QS.At-Taubah: 71).

Ini adalah gambaran dari sifat seorang mukmin dan ini adalah akhlaknya, antara satu dengan lainnya tidak saling dengki, tidak iri dan hasad, tidak curang dan khiyanat, tidak memberikan julukan buruk, merendahkan dan tidak pula hal lain yang mendatangkan perpecahan dan permusuhan. Akan tetapi hendaknya mereka satu sama lain saling cinta-kasih karena Allah semata, saling mewasiatkan dalam jalan yang hak dan diatas kesabaran dalam segala kebaikan.

Tujuan utama mereka adalah menegakkan syari'at Allah, dengan mendirikan sholat, menunaikan zakat, taat kepada Allah dan Rasul-Nya, senantiasa membaca Kitab Allah Al-Qur'an Al-Karim dengan penuh tadabur. Allah Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya Al-Qur'an ini menunjuki kepada jalan yang lebih sempurna dan memberikan kabar gembira kepada orang mukmin yang mengerjakan kebaikan, bahwa mereka akan mendapat pahala yang besar ". (QS.Al-Isra': 9).