Senin, 08 Januari 2024

BERTAWASSUL / MENCARI WASILAH

#DAURAH_SYAR’IYYAH_SOLO_MAHAD_IMAM_AL_BUKHARI_2024_1445
#PERTEMUAN_PERTAMA
KITAB 
سبيل الرشاد في تقرير مسائل الإعتقاد


Muqoddimah dari Syaikh Dr. Ibrahim bin Amir ar-Ruhaily hafizhahullah:

Syaikh Dr.. Ibrahim bin Amir ar-Ruhaily hafizhahullah berkata, tentang daurah syari’ah di Ma’had Imam Al-Bukhari ini adalah secara teratur diadakan, dan Beliau hafizhahullah menyatakan pujian kepada Allah dan menyatakan rasa Syukur dan terima kasihnya kepada Ustadz Ahmas Faiz Asifuddin hafizhahullah dan para panitia yang telah memberikan kontribusi yang begitu  besarnya terhadap pelaksanaan daurah rutin ini; Beliau hafizhahullah menukilkan hadits Nabi ﷺ:

أَحَبُّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ رواه البخاري (6464)، ومسلم (783)  

“Amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling konsisten meskipun sedikit.” HR. Al-Bukhori, (6464) dan Muslim, (783)

Kemudian Syaikh hafizhahullah mengatakan:
 
فكيف اذا كانت المداومة مع الكثرة والاجتهاد

Bagaimana kalau yang rutin itu dilakukan dengan jumlah yang banyak dan kesungguhan  yang berlebih?
Karena jumlah yang diundang dalam daurah ini lebih banyak daripada tahun yang lalu.

Beliau hafizhahullah mengatakan:

العلم إن لم يتعاهد سيذهب 

Ilmu itu jika tidak dipelihara maka akan hilang.

 bahwa ini adalah bagian dari kitab 
سبيل الرشاد   Sabilur Rasyaad yang berkaitan dengan berbagai macam perkara yang sangat penting termasuk di dalamnya ada  Tawasul, Tabaruk (ngalap berkah), Ruqyah, Tamimah (jimat), sihir, perdukunan dan lainnya. Dimana perkara-perkara tersebut masih ada pertentangan di antara kaum muslimin.
Dan pembelajaran ini adalah sebagai bentuk murojaah pengkajian ulang bagi kita para penuntut ilmu.  Hal ini karena ilmu itu harus ada murojaahnya, pembelajaran ulang, dan didiskusikan agar Didapatkan kemanfaatan yang maksimal dan itulah yang diinginkan dalam syari’at Islam.





Syaikh hafizhahullah berkata:

Pasal Pertama: 

Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam hal Tawasul:

أولا : تعريف التوسل في اللغة والشرع.

Penjelasan Tawasul: Definisi Tawasul secara bahasa dan syar’i
Tawasul secara bahasa adalah: 

التقرب إلى الغير برغبة

Mendekatkan diri kepada selainnya dengan keinginan sukarela

وهو أخص من التوصل لتضمنه معنى الرغبة، بخلاف التوصل. ذكره الراغب
الأصفهاني 

Dan ini lebih khusus daripada makna  التوصل tawashul (penyambungan/penggapaian) karena didalam makna التوسل    tawasul kandungannya ada makna ar-Raghbah (keinginan sukarela), dan tawasul berbeda dengan tawashul.  Sebagaimana dikatakan oleh ar-Raghib al-Ashfahaniy.
Sedangkan makna wasilah:

والوسيلة: هي القربة التي يتقرب بها إلى الشيء

Wasilah adalah kedekatan seseorang dalam mendekati sesuatu
Sedangkan makna secara syar’I adalah:

والتوسل في الشرع هو التقرب إلى الله بما شرع


Tawasul dalam syar’I adalah mendekatkan diri kepada Allahh dengan apa yang Allah syari’atkan.

Kita menyebutkannya dalam kitab ini dengan lafazh yang berlaku dalam terminology syar’i. Umat Islam bersepakat tentang istilah sholat, zakat,  dan lainnya, namun kita dapati bahwa banyaknya  berbagai macam fitnah dan syubhat terjadi pada umat ini, karena sebab kejahilan mereka terhadap makna lafazh-lafazh syar’inya. Oleh karena itu Nabi ﷺ telah menjelaskan kepada umat ini dengan gamblang lagi Shohih dalam hal penegasan kalimat-kalimat yang dipakai dalam terminology syar’I seperti hadits Nabi ﷺ:

صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي

 “Shalatlah kalian (dengan cara) sebagaimana kalian melihatku shalat.” ([HR. Al-Bukhari, no. 628 )
Dan tentang haji Rasulullah ﷺ bersabda:

 خُذُوا عَنِّى مَنَاسِكَكُمْ

 “Ambillah dariku manasik-manasik kalian  (HR. Muslim no. 1297).

Maka kaum muslimin harus mengetahui batas-batas definisi secara bahasa dan  syar’I nya.

Tawasul itu adalah iistilah syar’I yang ada dalilnya dalam al—Qur’an:



﴿ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَابْتَغُوْٓا اِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ وَجَاهِدُوْا فِيْ سَبِيْلِهٖ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ ٣٥ ﴾


Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah (jalan) untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah (berjuanglah) di jalan-Nya, agar kamu beruntung. (QS. Al-Maidah: 35)

Maka kaum muslimin harus tahu tentang pengertian tawasul ini baik secara bahasa dan syar’i.


Perhatikan makna secara bahasa itu memberikan pengertian umum sedangkan makna secara syar’I itu  memberikan maknaa spesifik sesuai syar’i. dan hal ini sebagaimana ditetapkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. 
Dan ada orang-orang yang berbeda pendapat tentang makna secara bahasa dan secara syar’i. 
Ada yang mengatakan bahwa makna syar’I telah mengubah makna sesuatu secara bahasanya.
Dan ini diingkari oleh para salaf.  Bahkan dikatakan oleh Imam as-Syafi’I rahimahullah dalam kitabnya ar-Risalah:

أن من زعم أن في القرآن ما ليس من اللغة العربية فقد كفر 

Karena Allah Ta’ala berfirman:

﴿ بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُّبِيْنٍ ۗ ١٩٥ ﴾

dengan bahasa Arab yang jelas (QS. As-Syu’ara: 195)

﴿إِنَّا أَنزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَّعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ﴾[ يوسف: 2]

Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya. [Yusuf: 2]

Ada pula yang berpendapat bahwa makna syar’I  itu adalah menggunakan makna dhohir dari makna secara bahasanya tanpa ditambah tanpa dikurang, inipun makna yang tidak benar.

Begitu pula seperti makna  sholat, makna secara bahasa dari sholat adalah doa, dan makna sholat secara istilah syar’I adalah  apa yang disepakati oleh para ulama bahwa sholat adalah ibadah yang dilakukan dengan ucapan dan perbuatan yang spesifik diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam.

Maka kita dapati adanya perbedaan makna secara bahasa dan secara syar’I nya.
Zakat adalah secara bahasa yaitu suci dan berkembang, sedangkan secara istilah adalah ibadah (mengeluarkan harta ) tertentu, dengan kadar tertentu untuk kelompok peruntukan yang tertentu pula dan dengan syarat tertentu pula.

Makna syar’I itu berkaitan dengan makna secara bahasanya.

Al-Qur’an diturunkan dengan 7 huruf dan setiap kabilah dalam bangsa arab mempunyai lahjah dialek sendiri-sendiri. Ada lughoh (bahasa) tamim ada lughoh Quraish, lughoh tsaqif. Ada juga dialek suatu kabilah yang tidak diketahui  oleh kabilah lainnya. 

Oleh karena itu disebutkan oleh Ibnu Abbas radhiallahu’anhu Dimana Beliau adalah turjumal qur’an (orang yang faham makna tersembunyi dari al-Qur’an). Tidak mengetahui makna
فاطر السماوات والأرض
 faathiris samaawati, orang Quraisy mengetahuinya adalah خالق السماوات والأرض 

bahkan sampai ada dua orang arab dari yaman bertengkar di sumur dan seorang dari mereka mengatakan :

أَنَا فَطَرْتُهَا
Ana fathortuha 
Yaitu aku telah membuatnya tanpa ada yang mendahului sebelumnya. 
Dan yang lainnya mengatakan :

أَنَا ابْتَدَأْتُهَا 

Ana ibtada’tuha (aku yang memulainya).
Maka aku (Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma) mengetahui makna fathortuha

Begitu juga ada kisah dari Kholid bin Walid radhiallahu’anhu:

قال خالد بن الوليد لبعض جنده ادفئوا أسراكم وكان عندهم ناس من بني كنانة وكان عندهم أدفئ الأسير أي اقتله، فقاموا وقتلوهم ظناً منهم أن خالداً يريد قتلهم.

Kholid bin walid mengatakan kepada sebagian tentaranya  “hangatkanlah tawanan kalian” dan dari mereka ada yang dari bani kinanah dan menurut mereka istilah tersebut adalah bunuhlah tawanannya, maka merekapun bangkit dan membunuhi tawanannya karena mereka mengira bahwa Kholid bin Walid ingin pembunuhan terhadap tawanannya.
Karena idfa’ makna pembunuhan. Dan  hal ini sampai kepada Ibnu Umar radhiallahu’anhu dan Beliau berkata aku tidak akan membunuh tawananku. Dan sebagian tantara Khalid bin Walid mengatakan sesungguhnya Khalid telah memerintahkan demikian.  Dan ketika Khalid bin Walid ditanya Beliau mengatakan idfau asrakum – bukan membunuh dan ini adalah takwil dari sebagian orang yang gagal faham dengan apa yang dimaksudkan oleh Kholid bin Walid radhiallahu’anhu.
Dan itulah salah satu sebab permasalahan bahkan peperangan karena disebabkan tidak adanya pemahaman terhadap lafazh yang dimaksudkan.

Bersambung InSya Allah bagian kedua.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar