Selasa, 09 Januari 2024

BERTAWASUL

#DAURAH_SYAR’IYYAH_SOLO_MAHAD_IMAM_AL_BUKHARI
#PERTEMUAN_KEDUA

KITAB 
سبيل الرشاد في تقرير مسائل الإعتقاد


Syaikh Dr. Ibrahim bin Amir ar-Ruhaily hafizhahullah menjelaskan:

Pembahasan Yang Kedua:

أقسام التوسل
Macam-Macam Tawasul:
Tawasul terbagi menjadi dua menurut hukumnya yaitu:
1. Tawasul Masyru’ (yang disyariatkan)
2. Tawasul Mamnu’ (yang dilarang)

Hakekatnya Batasan definisinya adalah :
Mendekatkan diri kepada Allah dengan apa yang Allah syariatkan dari ketaatan, disertai dengan ikhlas semata karena Allah dan mutaba’ah mengikuti apa yang menjadi petunjuk Nabi ﷺ

Macam tawasul yang disyariatkan menjadi dua:
a. Tawasul Yang umum dan 
b. Tawasul yang khusus

====Tawasul Yang umum 
adalah tawasul mencakup taqarub kepada Allah dengan semua macam ketaatan dari yang wajib maupun yang dianjurkan. Maka setiap KETAATAN HATI, dari kecintaan kepada Allah, ikhlas, takut, raja’ (harap), tawakal, ta’dzim atau KETAATAN AMALAN berupa sholat, shodaqah, jihad, puasa, haji dan umroh. Atau KETAATAN PERKATAAN, seperti membaca, dzikir, doa, mengajarkan kebaikan, persaksian, ucapan salam, dan lainnya dari macam taqarrub dan ketaatan dan ini adalah tawasul syar’I  yang masuk kepada firman Allah:

﴿ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَابْتَغُوْٓا اِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ   ٣٥ ﴾

Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah (jalan) untuk mendekatkan diri kepada-Nya,  (QS. Al-Maidah: 35).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:

‌وَالْوَسِيلَةُ ‌الَّتِي ‌أَمَرَنَا اللَّهُ أَنْ نَبْتَغِيَهَا إلَيْهِ هِيَ التَّقَرُّبُ إلَى اللَّهِ بِطَاعَتِهِ وَهَذَا يَدْخُلُ فِيهِ كُلُّ مَا أَمَرَنَا اللَّهُ بِهِ وَرَسُولُهُ. وَهَذِهِ الْوَسِيلَةُ لَا طَرِيقَ لَنَا إلَيْهَا إلَّا بِاتِّبَاعِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْإِيمَانِ بِهِ وَطَاعَتِهِ

Wasilah  yang diperintahkan Allah untuk kita cari adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan mentaati-Nya, termasuk segala sesuatu yang Allah perintahkan untuk kita kerjakan. Kita tidak punya jalan lain kecuali dengan mengikuti Nabi Muhammad ﷺ, dengan mengimani dan menaati-Nya.

====Tawasul Yang khusus;
Dalam bab doa dan permintaan, tawasul seorang hamba kepada Allah dalam kedudukan doa dan permintaan dengan apa yang dia sangat berharap untuk dikabulkan oleh Allah;
Dan ini ada beberapa gambaran:
=#= Gambaran yang pertama adalah:
TAWASUL KEPADA ALLAH DENGAN NAMA-NAMA DAN SIFAT-SIFATNYA
. Dalilnya adalah 
﴿ وَلِلّٰهِ الْاَسْمَاۤءُ الْحُسْنٰى فَادْعُوْهُ بِهَاۖ وَذَرُوا الَّذِيْنَ يُلْحِدُوْنَ فِيْٓ اَسْمَاۤىِٕهٖۗ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ ۖ,,,, ١٨٠ ﴾
 Dan Allah memiliki Asma'ul-husna (nama-nama yang terbaik), maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebutnya Asma'ul-husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyalahartikan nama-nama-Nya. Mereka kelak akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (QS. Al-A;raaf: 180).

Berdoa itu dengan menggunakan  asma Allah sedangkan Tawasul dengan asma dan sifat-Nya Allah.

Syawahid – bukti-bukti banyak sekali bisa dilihat dengan dua sudut pandang:
Doa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail:
 
﴿ وَاِذْ يَرْفَعُ اِبْرٰهٖمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَاِسْمٰعِيْلُۗ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۗ اِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ ١٢٧ رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَآ اُمَّةً مُّسْلِمَةً لَّكَۖ وَاَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا ۚ اِنَّكَ اَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ ١٢٨ رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيْهِمْ رَسُوْلًا مِّنْهُمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيْهِمْ ۗ اِنَّكَ اَنْتَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ ࣖ ١٢٩ ﴾

Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan pondasi Baitullah bersama Ismail, (seraya berdoa), “Ya Tuhan kami, terimalah (amal) dari kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui.  Ya Rabb kami, jadikanlah kami orang yang berserah diri kepada-Mu, dan anak cucu kami (juga) umat yang berserah diri kepada-Mu dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara melakukan ibadah (haji) kami, dan terimalah tobat kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.  Ya Rabb kami, utuslah di tengah mereka seorang rasul dari kalangan mereka sendiri, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat-Mu dan mengajarkan Kitab dan Hikmah kepada mereka, dan menyucikan mereka. Sungguh, Engkaulah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (QS. Al-Baqarah: 127-129)

Ini adalah tiga doa dari Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ‘alaihissalam dan setiap doa darinya doa dengan menggunakan nama Allah (ar-Rabb) dan diidhofkan kepada dhomir jamak mutakalim (نَا  ) 
Dan ini mengandung pengakuan dengan rububiyah-Nya Allah kepada orang yang berdoa dan kepada selain kedua dari makhluk Allah lainnya.  Dan bertawasul keduanya dengan akhir setiap doa dengan yang sesuai dengan apa yang dipanjatkan dari Nama-Nama Allah. Doa yang pertama bertawasul dengan nama Allah as-Sami’ dan al-‘Alim. Dan Doa yang kedua Beliau berdua berdoa agar dijadikan sebagai muslim dan mengajarkan manasik dan agar Allah menerima taubatnya mereka dan keduanya bertawasul dengan at-Tawwab dan ar-Rahiim, dan doa yang Ketiga keduanya meminta kepada Allah agar diutus dari keturunan keduanya orang yang mengajarkan al-Kitab dan al-Hikmah, kedua nya bertawasul dengan nama Allah Al-Aziiz dan al Hakiim.
Begitu pula doa Nabi Sulaiman dengan Khobar dari Allah, firman-Nya:

﴿ قَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَهَبْ لِيْ مُلْكًا لَّا يَنْۢبَغِيْ لِاَحَدٍ مِّنْۢ بَعْدِيْۚ اِنَّكَ اَنْتَ الْوَهَّابُ ٣٥ ﴾

Dia berkata, “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh siapa pun setelahku. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Pemberi.” (QS. Shod; 35)
Beliau berdoa dengan nama Allah ( الرَّب )  dan Beliau meminta kepada Allah kekuasaan yang tidak selayaknya diperuntukkan kepada seorangpun sepeninggalnya dan bertawasul dengan nama Allah ( الوهاب  ) Dzat Yang Maha Pemberi, dan yang semisalnya doanya orang-orang mukmin  dalam firman Allah Ta’ala:

﴿ رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ اِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَّدُنْكَ رَحْمَةً ۚاِنَّكَ اَنْتَ الْوَهَّابُ ٨ ﴾

 (Mereka berdoa), “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau condongkan hati kami kepada kesesatan setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi.” (QS. Ali Imron: 8)
Dan landasan dari Sunnah adalah hadits Abdullah bin Mas’ud radhillahu yang ma’ruf  dengan doa (Du’aul Karb – Doa Gundah Gulana) bahwa Rasulullah ﷺ 

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا أَصَابَ أَحَدًا قَطُّ هَمٌّ وَلَا حَزَنٌ فَقَالَ اللَّهُمَّ إِنِّي عَبْدُكَ وَابْنُ عَبْدِكَ وَابْنُ أَمَتِكَ نَاصِيَتِي بِيَدِكَ مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ أَوْ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِي وَنُورَ صَدْرِي وَجِلَاءَ حُزْنِي وَذَهَابَ هَمِّي إِلَّا أَذْهَبَ اللَّهُ هَمَّهُ وَحُزْنَهُ وَأَبْدَلَهُ مَكَانَهُ فَرَجًا 

Rasulullah ﷺ bersabda, "Tidaklah seseorang mengalami kesedihan dan tidak pula duka, lalu ia mengucapkan; Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak hamba-Mu dan anak hamba wanita-Mu, ubun-ubunku berada di tangan-Mu, hukum-Mu berlaku padaku dan ketetapan-Mu padaku adalah adil. Aku memohon kepada-Mu dengan segenap nama-Mu atau yang Engkau namai diri-Mu dengannya, atau yang Engkau ajarkan kepada salah seorang dari makhluk-Mu atau engkau turunkan di dalam kitab-Mu atau yang Engkau simpan dalam ilmu ghaib di sisi-Mu agar Engkau menjadikan Al-Qur'an sebagai penyejuk hatiku dan cahaya dadaku serta penawar kesedihanku dan pelenyap dukaku. Kecuali Allah akan menghilangkan kesedihan dan kedukaan serta menggantinya dengan jalan keluar."   (HR. Ahmad no. 3712, dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak no. 1877).
Doa ini mengandung berdoa kepada Allah dengan lafazh ( اللهم  ) Allahumma ya Allah, dan maknanya  ( يَا الله   ) dihilangkan huruf nida’ (panggilan)  dan digantikan dengan mim yang di tasyjidkan di akhir isim yang agung, dan mencakup atas tawasul kepada Allah pada kedudukan gundah gulana serta kesedihan.
Begitu juga dalil lainnya adalah hadits dari Mihjan bin al-Adra’ 

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ الْمَسْجِدَ إِذَا رَجُلٌ قَدْ قَضَى صَلَاتَهُ وَهُوَ يَتَشَهَّدُ فَقَالَ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ يَا أَللَّهُ بِأَنَّكَ الْوَاحِدُ الْأَحَدُ الصَّمَدُ الَّذِي لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ أَنْ تَغْفِرَ لِي ذُنُوبِي إِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ غُفِرَ لَهُ ثَلَاثًا

Sesungguhnya Rasulullah ﷺ masuk masjid, dan ternyata ada seorang yang sedang menyelesaikan shalatnya sambil berdoa dalam tasyahudnya, "Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan keberadaan-Mu Yang Maha Esa, Tunggal dan sebagai tempat bergantung, yang tidak melahirkan dan tidak dilahirkan, serta tidak ada bandingannya. Ampunilah dosa-dosaku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." Rasulullah ﷺ lalu bersabda, "Dia telah diampuni." Beliau ﷺ mengulanginya tiga kali. (HR. Ahmad no. 18974, Abu Dawud no. 985, Ibnu Majah no. 3857 dan al-Hakim dalam al-Mustadrak  no. 985. Dishohihkan Syaikh Al-Albani di dalam Shohih Abi Dawud no. 905).
Disitu ada tawajuh kepada Allah dengan Nama Allah ( الله ) dengan meminta ampunan yang disertai dengan tawasul dengan nama Allah ( الواحد الأحد الصمد  ) al-Wahid al-Ahad as-Shomad, yang menunjukkan mentauhidkan Allah dalam pengurusan makhlukNya dan semua makhluk bergantung kepada-Nya dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Dan dalam akhir doa bertawasul dengan nama-nama Allah yaitu ( الغفور والرحيم  ) al-Ghofuur (Yang Maha Pengampun) dan al-Rahiim (Yang Maha Penyayang) dalam kedudukan permintaan pengampunan dari segala dosa. 

Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata: 

‌يسأل ‌في ‌كل ‌مطلوب ‌باسم ‌يكون مقتضيا لذلك المطلوب فيكون السائل متوسلا إليه بذلك الاسم ومن تأمل أدعية الرسل ولا سيما خاتمهم وإمامهم وجدها مطابقة لهذا

Dia bertanya tentang segala sesuatu yang diinginkan dengan nama yang berkaitan dengan yang diminta, maka yang meminta memohon dengan nama itu. Barangsiapa merenungi doa-doa para Rasul, terutama yang menjadi Rasul penutupnya dan imamnya  maka ia akan mengetahui bahwa doa-doa itu berkesesuain dengan hal tersebut. (Lihat Bada’iul Fawaid 1/164).

Semoga bermanfaat.

Bersambung ke tulisan selanjutnya, inSya Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar