Disusun dan diteliti oleh:
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin
Disertai dengan beberapa hukum seputar kurban
Diterbitkan dari pelajaran Syaikh yang mulia:
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Semoga Allah merahmati beliau, kedua orang tuanya, dan seluruh kaum muslimin.
Penerbit: Madar Al-Watan untuk Penerbitan
(www.madar-alwatan.com)
Keutamaan Sepuluh Hari Dzulhijjah
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, shalawat dan salam kepada penghulu para rasul. Amma ba'du:
Sesungguhnya termasuk dari karunia dan nikmat Allah adalah Dia menjadikan untuk hamba-hamba-Nya yang shalih beberapa musim (waktu-waktu utama) di mana mereka bisa memperbanyak amal shalih. Dan di antara musim-musim itu adalah:
Sepuluh Hari Dzulhijjah
- Telah datang dalam keutamaannya dalil dari Al-Kitab dan As-Sunnah, di antaranya:
- Firman Allah Ta'ala: "وَٱلۡفَجۡرِ * وَلَيَالٍ عَشۡرٍ"
(Demi fajar, dan demi malam yang sepuluh)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: Yang dimaksud dengan sepuluh malam itu adalah sepuluh hari Dzulhijjah, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, Ibnu Az-Zubair, Mujahid, dan lainnya. Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari.
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidak ada hari-hari yang amal shalih di dalamnya lebih dicintai oleh Allah daripada sepuluh hari ini.”
Para sahabat bertanya: “Tidak juga jihad di jalan Allah?”
Beliau ﷺ menjawab:
“Tidak juga jihad di jalan Allah, kecuali seorang laki-laki yang keluar dengan diri dan hartanya, lalu tidak kembali dengan sesuatu pun dari itu.”Firman Allah Ta’ala: "وَيَذۡكُرُواْ ٱسۡمَ ٱللَّهِ فِيٓ أَيَّامٖ مَّعۡلُومَٰتٖ"
(… dan agar mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan…)
Ibnu ‘Abbas berkata: “Hari-hari yang telah ditentukan itu adalah hari-hari sepuluh (Dzulhijjah).” (Tafsir Ibnu Katsir)Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidak ada hari-hari yang lebih agung di sisi Allah dan tidak ada amal yang lebih dicintai untuk dilakukan di dalamnya selain sepuluh hari ini. Maka perbanyaklah di dalamnya tahlil, takbir, dan tahmid.”
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad.Sa’id bin Jubair rahimahullah – dan beliau adalah yang meriwayatkan hadis dari Ibnu ‘Abbas sebelumnya – jika masuk sepuluh hari (Dzulhijjah), beliau bersungguh-sungguh dalam amal ibadah sampai tak mampu lagi. HR Ad-Da'rimi.
Ibnu Hajar dalam kitab Fath al-Bari berkata bahwa alasan keistimewaan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah adalah karena di dalamnya berkumpul berbagai macam ibadah utama, yaitu: shalat, puasa, sedekah, dan haji — dan hal ini tidak terjadi di waktu lain.
Amalan yang Dianjurkan pada Hari-hari Ini:
1. Shalat:
Dianjurkan untuk menjaga shalat fardhu dan memperbanyak shalat sunnah (nawafil), karena ia termasuk amalan paling utama.
Dari sahabat Tsauban رضي الله عنه, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:
"Perbanyaklah sujud kepada Allah, karena tidaklah engkau sujud kepada Allah satu sujud, melainkan Allah akan mengangkatmu satu derajat dan menghapus satu dosa karena itu."
(HR. Muslim) — dan ini berlaku sepanjang waktu.
2. Puasa:
Puasa dianjurkan di hari-hari ini sebagai bentuk amal shalih. Dari Hafshah رضي الله عنها, istri Nabi ﷺ, ia berkata:
"Rasulullah ﷺ biasa berpuasa sembilan hari dari Dzulhijjah, hari ‘Asyura, dan tiga hari setiap bulan."
(HR. Ahmad, Abu Dawud, dan An-Nasa’i).
Imam Nawawi رحمه الله berkata: “Puasa di sepuluh hari ini sangat dianjurkan secara kuat.”
3. Takbir, Tahlil, dan Tahmid:
Hal ini berdasarkan hadits dari Ibnu Umar رضي الله عنهما:
"Perbanyaklah tahlil, takbir, dan tahmid pada hari-hari tersebut."
Imam Al-Bukhari رحمه الله berkata:
"Ibnu Umar dan Abu Hurairah رضي الله عنهما biasa keluar ke pasar pada hari-hari sepuluh itu lalu mengumandangkan takbir, dan orang-orang pun ikut bertakbir mengikuti mereka."
Dikatakan juga:
"Umar رضي الله عنه biasa bertakbir di kemahnya di Mina hingga orang-orang yang mendengar dari masjid pun ikut bertakbir. Maka penduduk Mina ikut bertakbir karena takbirnya Umar, Pasar-pasar dipenuhi dengan takbir hingga sampai ke Mina.
Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu bertakbir di hari-hari itu (10 hari Dzulhijjah), baik di dalam tenda, di atas kasurnya, di tendanya, maupun di jalannya. Maka orang-orang pun mengikuti takbir Umar. Begitu pula putranya dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma bertakbir dengan suara keras.
Sudah seharusnya bagi kita sebagai kaum muslimin untuk menghidupkan sunnah ini yang telah banyak dilalaikan pada zaman ini, hingga nyaris terlupakan kecuali oleh segelintir orang-orang saleh.
Lafal Takbir:
A. اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Kabīran.
B. اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
Allahu Akbar, Allahu Akbar, lā ilāha illallāh, waAllāhu Akbar, Allāhu Akbar wa lillāhil-ḥamd.
C. اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَاللَّهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
Allāhu Akbar, Allāhu Akbar, Allāhu Akbar, lā ilāha illallāh, waAllāhu Akbar, Allāhu Akbar wa lillāhil-ḥamd.
4. Puasa Hari Arafah:
Disunnahkan untuk berpuasa pada hari Arafah jika tidak sedang berhaji. Dari Nabi ﷺ, beliau bersabda tentang puasa hari Arafah:
"Aku mengharapkan dari Allah bahwa puasa hari Arafah akan menghapus dosa setahun sebelumnya dan setahun setelahnya."
(HR. Muslim)
Namun bagi yang sedang berhaji dan sedang berada di Arafah, maka tidak disyariatkan berpuasa, karena Nabi ﷺ tidak berpuasa ketika di Arafah.
5. Keutamaan Hari Nahr (Hari Raya Qurban):
Banyak orang lalai dari keutamaan hari agung ini bagi kaum muslimin, padahal hari ini memiliki kemuliaan yang besar serta keutamaan yang agung di sisi Allah dan bagi kaum mukminin.
Sebagian ulama berpendapat bahwa hari ini (10 Dzulhijjah) adalah hari yang paling utama sepanjang tahun, bahkan lebih utama daripada hari Arafah.
Ibnu Qayyim rahimahullah berkata:
"Hari yang paling utama di sisi Allah adalah hari Nahr (10 Dzulhijjah), dan itulah yang disebut 'Hari Haji Akbar' sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Dawud."
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Sesungguhnya hari-hari yang paling agung di sisi Allah adalah hari penyembelihan (hari Nahr), kemudian hari qarr (hari setelahnya untuk menetap di Mina)."
(HR. Abu Dawud)
Hari qarr adalah hari menetap di Mina, yaitu hari ke-11 Dzulhijjah. Dan sebelumnya adalah hari Arafah yang lebih utama dari hari lainnya. Karena puasa pada hari Arafah dapat menghapus dosa dua tahun — setahun sebelumnya dan setahun setelahnya. Dan tidak ada hari yang Allah membebaskan lebih banyak hamba dari neraka dibanding hari Arafah, karena Allah turun (dengan cara yang layak bagi-Nya) ke langit dunia dan membanggakan hamba-hamba-Nya kepada para malaikat, seraya berfirman: "Apa yang mereka inginkan?"
Dan ada perselisihan pendapat apakah hari Arafah lebih utama ataukah hari Nahr (Idul Adha). Pendapat yang benar adalah bahwa hari Nahr adalah hari yang paling utama. Karena hadits tersebut menunjukkan bahwa itu adalah hari yang paling utama secara mutlak.
Dengan apa kita menyambut musim-musim kebaikan?
Seorang Muslim hendaknya menyambut musim-musim kebaikan secara umum dengan:
- Taubat yang jujur,
- Niat yang ikhlas,
- Meninggalkan dosa dan maksiat.
Karena dosa-dosa adalah penghalang yang menghalangi seseorang dari keutamaan dan menjauhkan hatinya dari Tuhannya.
Begitu pula, menyambut musim-musim kebaikan dengan:
- Tekad kuat dan semangat yang jujur untuk memanfaatkannya dengan apa yang diridhai Allah.
Allah Ta’ala berfirman: “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, sungguh akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.”
(Surah Al-Ankabut: 69)
Maka wahai saudaraku Muslim, bersungguh-sungguhlah dalam memanfaatkan kesempatan emas ini sebelum ia berlalu dan engkau menyesal, dan tiada guna penyesalan saat itu.
Semoga Allah memberimu taufik dan menolongmu untuk memanfaatkan musim-musim kebaikan ini.
Kami memohon kepada-Nya agar menjadikan kita termasuk orang yang taat dan baik dalam beribadah kepada-Nya.
Beberapa Hukum dan Legalitas Kurban:
Hukum asal kurban adalah bahwa ia disyariatkan untuk orang-orang yang masih hidup.
Sebagaimana Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya berkurban untuk diri mereka dan keluarga mereka. Adapun anggapan sebagian masyarakat umum bahwa berkurban hanya khusus untuk orang yang sudah meninggal, maka itu tidak benar. Berkurban untuk orang yang telah wafat terbagi menjadi tiga jenis:
Pertama: Berkurban atas nama orang yang sudah wafat sebagai bagian dari kurban untuk orang yang masih hidup, seperti seseorang berkurban untuk dirinya sendiri dan keluarganya, dan termasuk di dalamnya orang-orang yang telah meninggal dari keluarganya. Ini adalah dasar kurban Nabi ﷺ untuk dirinya dan keluarganya.
Kedua: Berkurban atas nama orang yang telah meninggal karena wasiat dari mereka. Maka ini termasuk pelaksanaan wasiat, dan dasarnya adalah firman Allah Ta'ala:
"Maka barang siapa mendengarnya lalu mengubahnya (wasiat itu), maka sesungguhnya dosanya hanyalah atas orang-orang yang mengubahnya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
(Surah Al-Baqarah: 181)
Ketiga: Berkurban atas nama orang yang sudah wafat secara terpisah dari orang hidup, sebagai bentuk sedekah atas nama mereka. Ini diperbolehkan. Para ulama mazhab Hanbali secara eksplisit menyatakan bahwa pahalanya akan sampai kepada mayit dan mereka menganalogikannya dengan sedekah atas nama mayit. Namun kami tidak melihat adanya dalil bahwa Nabi ﷺ mengkhususkan kurban untuk satu pun dari orang yang telah wafat di antara kerabatnya, padahal beliau memiliki banyak kerabat yang meninggal saat beliau masih hidup. Mereka adalah tiga anak perempuan yang telah menikah, tiga anak laki-laki yang masih kecil, dan juga istrinya Khadijah – yang merupakan wanita yang paling beliau cintai – serta tidak diriwayatkan bahwa para sahabat beliau mengkhususkan kurban untuk seseorang dari keluarga mereka yang telah meninggal.
Kami juga melihat sebagai suatu kesalahan apa yang dilakukan sebagian orang, yaitu berkurban atas nama orang yang telah meninggal pada tahun pertama kematiannya dan mereka menyebutnya “kurban tahunan” (أضحية الحفرة), dan mereka meyakini bahwa tidak boleh ada yang menyertai orang yang telah meninggal tersebut dalam pahalanya atau berkurban untuk mereka secara terpisah dari orang hidup.
Atau mereka menyembelih utk yang mati dalam rangka sedekah atau sesuai wasiat nya namun mereka tidak berkurban dari diri mereka dan keluarganya. Seandainya mereka mengetahui bahwa seorang lelaki yang berkurban dari hartanya atas nama dirinya dan keluarganya, maka amal mereka juga akan mencakup keluarganya dan orang-orang yang telah meninggal, niscaya mereka akan melakukan hal tersebut.
Larangan Bagi Orang yang Ingin Berkurban
Apabila seseorang ingin berkurban dan telah masuk bulan Dzulhijjah — baik terlihat hilal atau diyakini masuknya bulan dengan sempurna 30 hari — maka diharamkan baginya mengambil sedikit pun dari rambut, kuku, atau kulitnya sampai ia menyembelih hewan kurbannya. Berdasarkan hadits Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi ﷺ bersabda:
“Apabila telah masuk sepuluh hari (Dzulhijjah) dan salah seorang dari kalian ingin berkurban, maka hendaklah ia menahan diri dari (memotong) rambut dan kukunya.”
(Diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim)
Dalam riwayat lain berbunyi:
“Janganlah ia mengambil sedikit pun dari rambut dan kulitnya hingga ia menyembelih kurban.”
Jika seseorang berniat untuk berkurban selama sepuluh hari itu, maka ia wajib menahan diri dari memotong rambut dan kukunya sejak ia berniat, dan tidak berdosa atas apa yang telah diambil sebelum berniat.
Hikmah dari larangan ini:
Karena orang yang berkurban ikut serta dalam beberapa ibadah haji, dan ia mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala dengan menyembelih hewan kurban, maka ia diajak untuk menyerupai sebagian dari orang-orang yang berihram yang juga menahan diri dari memotong rambut dan kuku.
Namun demikian, tidak diharamkan bagi anggota keluarganya untuk mengambil dari rambut dan kuku mereka di hari-hari sepuluh (awal Dzulhijjah), dan tidak dianjurkan bagi mereka untuk menahan diri. Larangan ini khusus bagi orang yang akan berkurban saja.
Larangan ini tidak berlaku bagi orang yang berkurban atas nama orang lain, karena Nabi ﷺ bersabda:
“Dan ingin berkurban…”
dan tidak mengatakan: “dan berkurban.”
Karena Nabi ﷺ sendiri berkurban atas nama keluarganya, dan tidak disebutkan bahwa beliau melarang mereka untuk menahan diri dari memotong rambut atau kuku. Jika seseorang yang ingin berkurban memotong sesuatu dari rambut atau kukunya, maka ia telah meninggalkan yang seharusnya, dan tidak membatalkan kurbannya.
Barang siapa melihat rambutnya atau kukunya rontok (karena lupa atau tidak sengaja sebelum menyembelih kurban), maka hendaknya ia segera bertaubat kepada Allah Ta'ala. Tidak ada kafarah (denda) baginya, dan hal tersebut tidak mencegahnya untuk berkurban, sebagaimana pandangan sebagian ulama. Jika seseorang mengambil sesuatu dari rambut atau kukunya karena lupa, tidak tahu, atau tidak sengaja, maka tidak berdosa baginya. Namun jika ia melakukannya dengan sengaja, maka ia berdosa. Jika ia butuh mencabut sesuatu yang mengganggunya, maka tidak mengapa — seperti jika bulu matanya mengganggu penglihatannya, atau rambutnya menyebabkan luka dan sejenisnya.
Hukum dan Adab Hari Raya Idul Adha
Saudaraku tercinta,
Kami menyapamu dengan salam Islam dan berkata kepadamu:
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Kami mengucapkan selamat hari raya Idul Adha yang penuh berkah, dan berkata kepadamu: Semoga Allah menerima (amal) dari kami dan darimu. Kami berharap kamu menerima pesan ini yang kami kirimkan kepadamu, dan kami mohon kepada Allah 'Azza wa Jalla agar ia menjadi manfaat bagimu dan bagi seluruh kaum muslimin di setiap tempat.
Saudaraku Muslim,
Kebaikan seluruhnya ada dalam mengikuti petunjuk Nabi ﷺ dalam semua urusan kehidupan kita. Dan keburukan seluruhnya ada dalam menyelisihi petunjuk Nabi ﷺ. Oleh karena itu, terkadang kami mengingatkanmu akan sebagian adab dan hukum yang disyariatkan untuk dilakukan pada hari raya Idul Adha dan hari-hari tasyrik — yaitu tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.
Poin-poin penting tersebut antara lain:
1. Takbir:
Disyariatkan untuk memperbanyak takbir mulai dari fajar hari Arafah hingga sore hari terakhir dari hari-hari tasyrik, yaitu tanggal 13 Dzulhijjah.
Allah Ta'ala berfirman:
“Dan sebutlah nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan.”
(QS. Al-Baqarah: 203)
Sifat bacaan takbir tersebut adalah:
"Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa ilaaha illallaah, wallaahu Akbar, Allahu Akbar, wa lillaahil hamd."
(Lafaz ini disunnahkan dibaca dengan suara keras oleh para laki-laki di masjid, pasar, rumah, dan jalan, seusai shalat lima waktu, mengumandangkan pengagungan kepada Allah Ta’ala dan dalam rangka ibadah serta bersyukur kepada-Nya.)
2. Menyembelih hewan qurban:
Dilakukan setelah salat Id. Rasulullah ﷺ bersabda:
"Barangsiapa menyembelih sebelum salat, maka itu hanya sembelihan biasa untuk keluarganya, dan bukan kurban. Dan barangsiapa belum menyembelih, maka hendaknya ia menyembelih."
(HR. Bukhari dan Muslim).
Waktu penyembelihan berlangsung selama empat hari: hari raya dan tiga hari tasyriq.
Nabi ﷺ bersabda: "Semua hari-hari tasyriq adalah waktu untuk menyembelih."
Lihat: Silsilah Ash-Shahihah no. 2476.
3. Mandi dan berhias untuk pria, dan memakai pakaian terbaik:
Tanpa berlebihan, boros, atau mencukur jenggot karena hal ini haram. Adapun wanita, disunnahkan keluar ke tempat salat Id tanpa berhias dan memakai wangi-wangian.
Tidak pantas pergi untuk menaati Allah dan melaksanakan salat dalam keadaan bermaksiat kepada-Nya dengan berhias dan memakai parfum di hadapan laki-laki.
4. Tidak makan sebelum salat Idul Adha:
Nabi ﷺ tidak makan apapun hingga pulang dari salat Id, lalu beliau memakan daging kurban.
(Zaadul Ma'ad 1/441)
5. Pergi ke tempat salat Ied dengan berjalan kaki jika mudah:
Dan disunnahkan menunaikan salat di tanah lapang (musalla), bukan di masjid, kecuali jika ada udzur.
6. Salat bersama kaum muslimin dan disunnahkan menghadiri khutbah:
Mayoritas ulama berpendapat, seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, bahwa salat Id hukumnya wajib.
Karena firman Allah Ta'ala:
"Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu dan sembelihlah (hewan kurban)."
(QS. Al-Kawtsar: 2)
Kewajiban ini tidak gugur kecuali dengan udzur.
Wanita juga dianjurkan untuk menyaksikan salat Id bersama kaum muslimin, termasuk wanita haid dan yang belum baligh. Namun mereka menjauh dari tempat salat (mushalla).
7. Menyelisihi jalan (ketika pergi dan pulang ke tempat salat Ied):
Disunnahkan bagimu untuk pergi ke tempat salat Id melalui satu jalan dan pulang melalui jalan lain, karena mengikuti sunnah Nabi ﷺ.
8. Ucapan selamat Ied:
Disyariatkan mengucapkan selamat Id. Hal ini diriwayatkan dari para sahabat Rasulullah ﷺ.
9. Waspadalah wahai saudaraku muslim dari jatuh ke dalam sebagian kesalahan yang banyak terjadi di kalangan manusia, di antaranya:
⛔. Takbir berjamaah:
Dengan satu suara atau mengikuti seseorang yang mengucapkan takbir.
⛔. Mengisi hari-hari Ied dengan hal-hal yang haram:
Seperti mendengarkan lagu, menonton film, percampuran laki-laki dengan wanita yang bukan mahram, dan hal-hal mungkar lainnya.
⛔ Memotong rambut atau kuku sebelum menyembelih hewan kurban, bagi orang yang ingin berkurban. Nabi ﷺ melarang hal tersebut.
⛔ Berlebihan dan mubazir dalam hal yang tidak ada manfaatnya, bahkan mungkin membawa keburukan. Hal ini tidak ada maslahatnya, dan tidak ada faedah darinya. Allah Ta‘ala berfirman:
"Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." (Al-An‘am: 141)
✺ Terakhir:
Jangan lupa wahai saudaraku muslim untuk bersungguh-sungguh dalam melakukan amal kebaikan dan kebajikan seperti menyambung silaturahmi, menjenguk orang sakit, berbuat baik kepada orang tua, menyenangkan hati orang lain, menyayangi fakir miskin, anak yatim, membantu mereka, dan memasukkan kebahagiaan ke dalam hati mereka.
Kami memohon kepada Allah agar Dia memberi taufik kepada kita untuk melakukan hal yang dicintai dan diridhai-Nya, agar kita istiqamah dalam agama kita, dan agar Dia menjadikan kita termasuk orang-orang yang beramal pada hari-hari ini – hari-hari 10 Dzulhijjah – dengan amal yang saleh dan ikhlas karena wajah-Nya yang mulia.
Semoga shalawat dan salam tercurah atas Nabi kita Muhammad, juga kepada keluarga dan seluruh sahabatnya.
*****