Jumat, 10 Oktober 2025

PENGHUNI SURGA



Kebanyakan Penghuni Surga


Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya, meminta pertolongan kepada-Nya, meminta ampun kepada-Nya. Kita berlindung kepada Allah dari keburukan jiwa-jiwa kita dan kejelekan amal perbuatan kita. Barangsiapa diberi petunjuk oleh Allah maka tiada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa disesatkan-Nya maka tiada yang dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tiada ilah (yang berhak disembah) selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Semoga shalawat dan salam Allah tercurah kepada beliau, keluarganya, dan para sahabatnya sebanyak-banyaknya.

Amma ba’du:
Bertakwalah kepada Allah – wahai hamba-hamba Allah – dengan sebenar-benarnya takwa. Maka sesungguhnya bagi orang-orang yang bertakwa ada tambahan nikmat dari Allah dan bagi mereka keselamatan pada Hari yang Dijanjikan.

Wahai kaum Muslimin:
Allah telah memberi keutamaan kepada sebagian hamba-Nya dengan rezeki dan pemberian sebagai ujian dan cobaan. Allah Ta’ala berfirman:
“Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan meninggikan sebagian kamu atas sebagian yang lain beberapa derajat untuk mengujimu dengan apa yang diberikan-Nya kepadamu.” (QS. Al-An‘ām: 165).
Maka orang yang paling kaya di antara kalian hanyalah orang yang paling banyak mensyukuri nikmat-Nya. Barangsiapa dilapangkan rezekinya, maka hendaklah ia memberi kelapangan kepada orang lain. Barangsiapa yang disempitkan rezekinya, hendaklah ia bersabar atas ketetapan Allah. Janganlah merasa hina karena kefakiran, sebab kemuliaan itu dengan ketaatan kepada Allah dan ketundukan kepada-Nya.

Jika mereka dihina oleh sebagian makhluk, Allah memuliakan mereka. Meskipun banyak orang merendahkan mereka, Allah memuliakan mereka. Nabi ﷺ bersabda:
“Aku melihat ke dalam surga, maka aku dapati kebanyakan penghuninya adalah orang-orang miskin. Dan aku melihat ke dalam neraka, maka aku dapati kebanyakan penghuninya adalah para wanita.” (Muttafaq ‘alaih).
Mereka adalah orang-orang yang paling dekat dengan para nabi dan paling banyak mengikuti para rasul. Allah Ta‘ala menceritakan tentang kaum Nabi Nuh:
“Aku tidak melihat orang-orang yang kamu anggap hina dari kalangan kami, bahkan mereka adalah orang-orang yang beriman kepadamu.” (QS. Hūd: 27 )

Allah Ta‘ala berfirman:
﴿وَاتَّبَعَكَ ٱلۡأَرۡذَلُونَ﴾ 

Dan yang mengikuti mu merupakan orang-orang yang lemah. (asy-Syu‘ara: 111)


Dan Heraklius berkata kepada Abu Sufyān:

  “Aku bertanya kepadamu tentang pengikut Muhammad. Maka engkau sebutkan bahwa orang-orang yang lemah di antara mereka yang mengikutinya.” Ia berkata: “Mereka adalah pengikut para rasul.” (HR. al-Bukhārī).

Allah memerintahkan Nabi-Nya ﷺ agar menerima mereka dan menanggung mereka. Allah menurunkan celaan terhadap orang-orang yang berpaling dari mereka. Allah Ta‘ala berfirman:
﴿وَٱصۡبِرۡ نَفۡسَكَ مَعَ ٱلَّذِينَ يَدۡعُونَ رَبَّهُم بِٱلۡغَدَوٰةِ وَٱلۡعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجۡهَهُۥ وَلَا تَعۡدُ عَيۡنَاكَ عَنۡهُمۡ تُرِيدُ زِينَةَ ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَلَا تُطِعۡ مَنۡ أَغۡفَلۡنَا قَلۡبَهُۥ عَن ذِكۡرِنَا وَٱتَّبَعَ هَوَىٰهُ وَكَانَ أَمۡرُهُۥ فُرُطٗا﴾ [al-Kahfi: 28].

Ibnu Mas‘ūd berkata: “Rasulullah ﷺ memerintahkan agar aku senantiasa duduk bersama mereka.” (HR. Muslim)

Rasulullah ﷺ bersabda:
«إِنَّ مِنْ أَمَانِ هَذِهِ الْأُمَّةِ: الْقِيَامُ بِالصَّلَاةِ، وَالسَّلَامُ»
“Sesungguhnya dari keamanan umat ini adalah shalat dan salam.”

Beliau juga bersabda:
«لكل أمة فتنة، وفتنة أمتي المال» (HR. Tirmidzi dan beliau berkata: hadis hasan shahih).
“Setiap umat memiliki fitnah, dan fitnah umatku adalah harta.”

Nabi ﷺ benar-benar murka kepada orang yang meremehkan hak orang-orang lemah. Allah menyebutkan mereka dalam surat al-Qalam:
﴿وَمَا أَدۡرَىٰكَ مَا ٱلۡحُطَمَةُ ١٩ نَارُ ٱللَّهِ ٱلۡمُوقَدَةُ ٢٠ ٱلَّتِي تَطَّلِعُ عَلَى ٱلۡأَفۡ‍ِٔدَةِ ٢١ إِنَّهَا عَلَيۡهِم مُّؤۡصَدَةٞ ٢٢ فِي عَمَدٖ مُّمَدَّدَةِ ٢٣﴾ [al-Humazah].

Yakni mereka (penghuni neraka) adalah orang-orang yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya, mereka merasa tidak butuh kepada yang lain.

Rasulullah ﷺ bersabda:
«شَرُّ الطَّعَامِ طَعَامُ الْوَلِيمَةِ، يُمْنَعُهَا مَنْ يَأْتِيهَا وَيُدْعَى إِلَيْهَا مَنْ يَأْبَاهَا» (HR. Bukhārī dan Muslim).
“Seburuk-buruk makanan adalah makanan walimah; yang dihalangi untuk (hadir) justru orang yang membutuhkannya, dan diundang orang yang enggan (yakni orang kaya).”

Umar bin Khattab berkata: “Rasulullah ﷺ tidak pernah makan sampai kenyang, tidak pula memakan makanan lezat sampai beliau wafat.” (Muttafaq ‘alaih)

Beliau ﷺ bersabda:
«أَطْعِمُوا الطَّعَامَ، وَصِلُوا الْأَرْحَامَ، وَصَلُّوا بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ، تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ» (HR. Tirmidzi).
“Berilah makan (orang miskin), sambunglah silaturahim, dan shalatlah di malam hari ketika orang-orang tidur, niscaya kalian masuk surga dengan selamat.”

Beliau ﷺ juga bersabda:
«السَّاعِي عَلَى الأَرْمَلَةِ وَالْمِسْكِينِ، كَالْمُجَاهِدِ فِي سَبِيلِ اللهِ، أَوْ كَالَّذِي يَقُومُ اللَّيْلَ وَيَصُومُ النَّهَارَ» (Muttafaq ‘alaih).
“Orang yang berusaha (mengurus) janda dan orang miskin, bagaikan mujahid di jalan Allah, atau seperti orang yang shalat malam dan puasa di siang hari.”

Rasulullah ﷺ adalah orang yang paling dekat dengan mereka, mengenakan pakaian mereka, memenuhi hajat mereka. Sahal bin Hanif berkata:
“Rasulullah ﷺ mendatangi orang-orang lemah dari kaum muslimin, menjenguk yang sakit di antara mereka, menghadiri jenazah mereka.” (HR. Abu Ya‘la).

Ja‘far bin Abi Thalib juga pernah membawa Nabi ﷺ bersama para sahabatnya (yakni ketika hijrah ke Habasyah).

Orang-orang miskin, mereka duduk bersama orang-orang dan diam di sisi mereka, sedangkan orang-orang kaya banyak bersedekah kepada mereka; dalam majelis mereka ada pertumbuhan harta, kejernihan jiwa, zuhud terhadap dunia, mengingat nikmat, dan mempersiapkan diri untuk urusan akhirat.

Di dekat mereka terbuka pintu-pintu rezeki. Nabi ﷺ bersabda:

“Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: ‘Berinfaklah, Aku akan berinfak kepadamu.’” (HR. al-Bukhārī).

Mereka (orang miskin) adalah sebab tertolaknya bala’ dan musibah. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Apakah kalian diberi rezeki dan ditolong kecuali karena orang-orang lemah di antara kalian?” (HR. al-Bukhārī).

Al-Imām al-Shan‘ānī berkata: “Karena mereka lebih ikhlas dan lebih bersih amalnya, atau karena doa mereka yang mustajab dan keberkahan mereka.”

Para khalifah dahulu meminta pertolongan untuk meraih kemenangan dengan keberadaan mereka yang lemah dan miskin serta dengan doa mereka. Berkata Nūr al-Dīn: “Aku malu kepada Allah untuk menolak orang fakir. Jika aku butuh sesuatu dari Allah, aku meminta mereka agar berdoa untukku.”

Seseorang berkata: “Mereka berperang di jalan Allah sementara kita tidur di ranjang kita dengan anak-anak panah mereka yang tidak pernah meleset.” Maksudnya: doa mereka. Maka muliakanlah mereka, penuhi hajat mereka, dan tunaikan kebutuhan mereka.


Janganlah kamu meremehkan kemiskinan yang bersih dan terhormat; di antara orang miskin terdapat orang-orang besar, para pejuang, para penghafal, dan para ulama.


Al-Imām al-Bukhārī mengumpulkan kitabnya (Shahīh al-Bukhārī) yang ada di sebuah kamar di rumah pada zamannya, namun ia tidak memiliki makanan untuk dibeli kecuali ia makan dari tumbuhan tanah.


Al-Imām Ahmad (bin Hanbal) yang dinukil dari al-Nadhrī berkata: “Ia benar-benar seorang imam dan syaikh Islam. Ia diberi makan ketika tidak memiliki makanan untuk dimakan. Ia menyentuh perutnya karena lapar, dan berkata: ‘Aku tidak memiliki kegilaan, tidak pula kesedihan. Yang ada hanyalah lapar.’” (HR. al-Bukhārī).


Nabi kita Muhammad ﷺ sering kali malamnya panjang tanpa ada sesuatu untuk dimakan malamnya. Ia keluar rumah berulang-ulang karena sangat lapar, lalu mengikatkan batu di perutnya untuk meredakan rasa lapar.

Abu Thalhah berkata: “Aku mendengar  Rasulullah ﷺ bersabda:

 “Aku sering menderita lapar” dan beliau wafat dalam keadaan menunaikan shalat, sementara beliau tidak meninggalkan satu dinar pun, tidak pula satu dirham, tidak seekor kambing dan tidak pula seekor unta. Abu Bakar dan Umar keluar menemui Rasulullah ﷺ, keduanya merasakan sakitnya lapar. 


Abu Hurairah berkata: “Rasulullah ﷺ keluar pada suatu malam, tiba-tiba beliau menjumpai Abu Bakar dan Umar, lalu beliau bersabda: ‘Apa yang membuat kalian berdua keluar pada jam seperti ini?’ Mereka menjawab: ‘Rasa lapar, wahai Rasulullah.’ Beliau bersabda: ‘Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah kalian berdua keluar kecuali karena sesuatu yang membuatku keluar juga. Maka marilah kita pergi.’” (HR. Muslim).


Maka janganlah engkau meremehkan seorang fakir, sebab mereka adalah orang-orang yang doanya dikabulkan dan dekat kepada Allah. 

Nabi ﷺ bersabda:

 “Betapa banyak orang yang berambut kusut, penuh debu, yang jika ia bersumpah atas nama Allah niscaya Allah akan memenuhinya.” (HR. Muslim).

Orang miskinlah yang membawa bekal para orang kaya menuju akhirat. Sekiranya bukan karena orang miskin, niscaya orang kaya tidak mendapatkan kebaikan dari sedekah mereka. Sebab Allah-lah yang menempatkan orang miskin itu di hadapanmu agar engkau mendapat pahala melalui sedekahmu. Maka sesungguhnya Allah menempatkan mereka sebagai jalan bagi orang kaya menuju surga, sedangkan jalan orang kaya menuju neraka adalah kesombongan dan kelalaian. Dan zaman telah membalik keadaan sehingga kebanyakan orang kaya miskin hati dan miskin amal. Maka jagalah hartamu dengan berinfak, dan janganlah engkau menahan pemberian kepada fakir sehingga kelak mereka akan menjadi saksi atasmu pada hari kiamat.

Al-Qurthubi rahimahullah berkata: “Jika engkau melihat seorang fakir mengadu kepadamu tentang kemiskinannya, maka dengarkanlah baik-baik. Janganlah engkau berkata kepadanya: ‘Engkau membuatku sedih.’ Sebab fakir itu tidak mengeluh kepadamu kecuali karena ia yakin bahwa engkau memiliki sesuatu yang dapat meringankan bebannya. Jika engkau menolaknya dengan ucapan yang menyakitkan, maka ia akan pergi darimu dengan membawa dosamu.”

Maka berikanlah kepada orang miskin apa yang mampu engkau berikan. Sambutlah mereka dengan senyum dan salam. Janganlah engkau berpaling dengan muka masam. Janganlah engkau menyakiti hatinya dengan ucapan yang buruk. Berilah ia sedikit dari apa yang engkau miliki, dan jangan malu. 

Nabi ﷺ bersabda: “Senyum kepada saudaramu adalah sedekah.” (HR. Bukhari). 


Dan beliau bersabda pula: “Berpakaianlah secara sederhana dan rendah hati karena Allah.”


Dan Nabi ﷺ bersabda: “Wahai Aisyah, lindungilah dirimu dari api neraka walaupun hanya dengan sepotong kurma, karena ia akan mengenyangkan orang yang lapar dari kalian.” (HR. Ahmad).

Sedekah dapat menolak bala, mencegah sumber keburukan, membersihkan dosa, dan meringankan kesulitan.

Kesulitan dunia dan akhirat akan diringankan, dan pemiliknya (amal baik) akan bernaung dengannya pada hari Mahsyar sampai urusan selesai. (Sedekah) menjaga akhlak, menjaga harta, menumbuhkannya, menarik rezeki, mendekatkan hamba kepada Allah, dan menyerunya kepada seluruh amal kebaikan. Maka tidak sulit baginya. Orang yang dermawan dipermudah urusannya.

 Allah berfirman:

﴿فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى ۝ وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى ۝ فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى﴾
“Adapun orang yang memberi dan bertakwa, serta membenarkan (adanya) pahala yang terbaik, maka Kami akan mudahkan baginya jalan menuju kemudahan.” (QS Al-Lail: 5-7)

Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa setiap pagi dua malaikat turun, lalu salah satunya berkata:
“Ya Allah, berilah pengganti bagi orang yang berinfak.”
Yang lain berkata:
“Ya Allah, hancurkanlah harta orang yang menahan.”
(Muttafaq ‘alaih)

Nabi ﷺ bersabda: “Harta tidak akan berkurang karena sedekah. Seorang hamba yang memaafkan orang lain kecuali Allah akan menambah kemuliaannya. Dan seseorang yang merendahkan diri karena Allah kecuali Allah akan mengangkatnya.”

Harta itu seperti batu, tidak bermanfaat kecuali dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain. Dan menahan (harta) itu seperti menahan penyakit di dalam tubuhnya.

 Allah berfirman:

﴿وَأَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ ۝ وَلَنْ يُؤَخِّرَ اللَّهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ﴾


“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami rezekikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: ‘Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang shalih?’ Allah tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktunya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Munafiqun: 10-11)

Pemilik harta yang tidak beriman kepada kebangkitan akan menganggap hartanya sebagai musuh, ia akan keluar meninggalkannya tanpa hasil kecuali kesusahan dan kepayahan. Sedangkan orang yang beriman, ia memuji hartanya bila ia gunakan untuk kebaikan dan membantu orang miskin dan fakir. 

Nabi ﷺ bersabda: “Ya, sebaik-baik harta adalah yang dimiliki oleh orang yang shalih.”

Seorang muslim adalah orang yang memberikan kepada orang miskin, orang yatim, dan ibnu sabil. Nabi ﷺ bersabda: “Barang siapa yang melepaskan dari seorang mukmin kesusahan dunia, maka Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan di hari kiamat. Barang siapa yang memudahkan orang yang kesulitan, Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan akhirat. Dan barang siapa menutupi aib seorang muslim, Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba itu menolong saudaranya.” (HR. Muslim)

Juga dalam hadits: “Perbanyaklah istighfar, karena istighfar itu menarik rezeki.” Allah berfirman:


﴿فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا ۝ يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا ۝ وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا﴾


“Maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Rabbmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat kepadamu, dan memperbanyak harta dan anak-anakmu, serta menjadikan untukmu kebun-kebun, dan menjadikan untukmu sungai-sungai.” (QS Nuh: 10-12)


Dengan doa mintalah terbukanya pintu-pintu rahmat dan kebaikan-Nya. Maka sesungguhnya Dia – Al-Wahhāb (Maha Pemberi) – memberi tanpa perhitungan. Berbaik sangkalah kepada Rabb-mu. Nantikanlah terbukanya pintu-pintu rezeki untukmu. Jangan engkau jadikan kegelisahanmu dan kesedihanmu sebagai penghalang pertolongan. Bersabarlah, karena kesabaran itu pasti menghasilkan kebaikan bagimu di akhir nanti.

Nabi ﷺ bersabda:

«Masuklah orang-orang fakir ke dalam surga sebelum orang-orang kaya dengan selisih lima ratus tahun.»
(Diriwayatkan oleh at-Tirmidzī, dan ia berkata: hadits hasan shahih).

Janganlah engkau berpaling hanya kepada sebab-sebab semata dalam meminta rezeki, tapi sertakanlah bersama itu doa: “Ya Rabb, jadikanlah bersama usaha-usahaku ini keberkahan rezeki dari-Mu.” Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada orang lemah yang tidak berdaya dan menahan (menunda) dari yang kuat dan perkasa. Semua perkara di sisi Allah ada ukurannya.

أعوذ بالله من الشيطان الرجيم

“(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena mereka menjaga diri dari meminta-minta. Kamu (wahai orang beriman) mengenal mereka dari ciri-cirinya; mereka tidak meminta kepada orang-orang secara mendesak. Dan apa pun harta yang baik yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui tentangnya.”
(QS. Al-Baqarah: 273)

“Semoga Allah memberkahi aku dan kalian dengan Al-Qur’an yang agung.”


Khutbah Kedua

Segala puji bagi Allah atas segala kebaikan-Nya. Segala syukur bagi-Nya atas taufik dan karunia-Nya. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, sebagai pengagungan kepada kedudukan-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Semoga shalawat dan salam Allah senantiasa tercurah kepada beliau, keluarga dan para sahabatnya, dengan sebanyak-banyaknya.

Amma ba’du, wahai kaum muslimin:

Keikhlasan dan mengikuti sunnah Nabi ﷺ merupakan dua syarat diterimanya amal. Nabi ﷺ memperbanyak puasa di bulan Sya‘ban. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Aku tidak pernah melihat Rasulullah ﷺ menyempurnakan puasa sebulan penuh selain Ramadhan, dan aku tidak pernah melihat beliau paling banyak berpuasa dalam satu bulan selain di bulan Sya‘ban.” (HR. Bukhari).

Beliau ﷺ tidaklah berpuasa penuh di bulan Sya‘ban, namun tidak pula meninggalkannya sama sekali. Belum ada dalil shahih dari beliau ﷺ bahwa beliau berpuasa di pertengahan Sya‘ban secara khusus. Maka hendaklah seseorang memperbanyak puasa di hari-hari Sya‘ban untuk mempersiapkan diri memasuki Ramadhan.

Kemudian ketahuilah, semoga Allah merahmati kalian, bahwasanya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan shalawat serta salam atas Nabi kita…


PARA NABI DAN RASUL



Para Nabi dan Rasul

Segala puji bagi Allah yang Maha Esa dengan keagungan dan keindahan, yang disifati dengan sifat kesempurnaan, yang tersucikan dari segala sesuatu dan perumpamaan. Aku memuji-Nya, Mahasuci Dia, aku bersyukur kepada-Nya sebagai tanda syukur yang menambah nikmat dan menjaga dari hilangnya. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, Yang Mahabesar, Yang Maha Tinggi. Dan aku bersaksi bahwa Nabi kita Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, seorang utusan yang memiliki keutamaan mulia dan sifat-sifat yang luhur. Semoga shalawat Allah tercurah atas beliau, keluarga, para sahabat yang terbaik, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan kebaikan hingga Hari Kiamat.

Amma ba’du (selanjutnya):
Bertakwalah kalian kepada Allah, wahai hamba-hamba Allah, dengan sebenar-benar takwa. Maka siapa yang bertakwa kepada Rabb-nya, niscaya Allah menjaga dan melindunginya. Dan siapa yang menghadap kepada-Nya dengan syukur, maka Allah akan menambah nikmat dan keridhaan-Nya.

Wahai kaum Muslimin:
Sungguh Allah telah mengutus para rasul ketika setiap kaum tenggelam dalam kezaliman keyakinan mereka, kebatilan kesesatan mereka. Maka Allah memberi petunjuk kepada mereka melalui para rasul, memperbaiki akhlak mereka, menjelaskan jalan yang benar, serta menuntun kepada kebahagiaan dan keberuntungan. Tidak ada keridaan Allah kecuali dengan mengikuti ajaran para rasul, dan tidak ada iman kecuali dengan membenarkan mereka. Kita beriman kepada mereka secara global (secara keseluruhan) dengan pengakuan dan keimanan, serta beriman kepada mereka secara rinci dengan mengikuti ajaran yang mereka bawa. Mereka semua menegakkan neraca keadilan dan kebenaran.

Disebutkan dalam kitab-Nya bahwa jumlah para nabi ada dua puluh lima orang nabi dan rasul. Abu Dzar berkata: Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, berapakah jumlah para nabi?” Beliau menjawab:

“Para nabi itu ada seratus dua puluh empat ribu orang, dan para rasul di antara mereka ada tiga ratus lima belas orang, jumlah yang banyak.”
(HR. Ahmad)

Mereka silih berganti membawa petunjuk dan cahaya. Yang terdahulu memberi kabar gembira kepada yang kemudian, dan yang kemudian membenarkan yang terdahulu. Mereka sepakat dalam kejujuran dan kejelasan, kemurnian ibadah, ketinggian derajat, kelembutan hati, kasih sayang, serta kemuliaan akhlak mereka. Nasab mereka mulia, rumah tangga mereka suci, dan akhlak mereka agung. Allah memilih mereka atas dasar kesempurnaan dan keindahan. 

Allah berfirman:
“Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan risalah-Nya.”
(Al-An‘ām: 124)

Wahai kaum Muslimin:

Ikhlas beramal karena Allah, tulus niat kepada-Nya, dan benar dalam ketaatan adalah pokok utama dalam diterimanya amal. Para rasul adalah manusia yang paling mendengar dalam mewujudkan keikhlasan kepada Allah.

 Allah berfirman:
“Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam.”
(Al-An‘ām: 162)

Mereka juga menjaga diri dengan yang halal, menjauhkan diri dari syubhat dan yang haram, hingga hati pun menjadi bersih dan doa mereka lebih mudah diterima. Maka, makanan mereka berasal dari usaha yang halal. Dawud `alaihissalām tidak makan kecuali dari hasil kerjanya sendiri. Zakaria adalah seorang tukang kayu. 

Dan Nabi kita Muhammad ﷺ menggembala kambing penduduk Makkah dengan upah.

 Allah berfirman:
“Wahai para rasul! Makanlah dari yang baik-baik dan beramallah dengan amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.”
(Al-Mu’minūn: 51)

Wahai kaum Muslimin:

Kebaikan dalam amal perbuatan, ucapan, dan akhlak adalah budi pekerti para nabi. Apa yang mereka syariatkan adalah timbangan yang menjadi ukuran dalam akhlak dan amal. Mereka adalah manusia yang paling luhur hati dan jiwa. Paling lapang dada, paling sabar, paling mulia tabiatnya, dan paling indah akhlaknya. Mereka berbakti kepada orang tua.

Allah Ta‘ala berfirman tentang Yahya `alaihissalām:
“Dan ia seorang yang berbakti kepada orang tuanya, bukan orang yang sombong lagi durhaka.”
(Maryam: 14)

Dan Dia berfirman tentang Ismail `alaihissalām:
“Dan dia adalah seorang yang benar janjinya, seorang rasul dan nabi.”
(Maryam: 54)

Nabi ﷺ adalah orang yang paling penyantun dan paling pemaaf. Beliau menghormati orang mulia dari kaumnya, dan memuliakan orang-orang yang berjiwa terhormat.

Di antara kelembutan dan kesantunan Nabi Ibrahim `alaihissalām, ketika para tamu datang kepadanya, ia segera pergi menemui keluarganya, lalu datang kembali dengan membawa anak sapi gemuk yang dipanggang. Ia menyuguhkannya kepada para tamu. (Lihat: Hūd: 69)

Rasulullah ﷺ juga tidak pernah menolak hadiah, walaupun sedikit. Jika diberi paha kambing, beliau menerimanya. Jika diberi minuman susu, beliau menerimanya.

Allah Ta‘ala berfirman:
“Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan tawanan, (seraya berkata): Sesungguhnya kami memberi makan kepadamu hanyalah untuk mengharap wajah Allah; kami tidak menghendaki balasan darimu dan tidak pula ucapan terima kasih.”
(Al-Insān: 8-9)


Allah berfirman; 

{مَعَاذَ اللَّهِ إِنَّهُ رَبِّي أَحْسَنَ مَثْوَايَ} 

artinya: "Aku berlindung kepada Allah! Sesungguhnya Tuhanku telah memperlakukan aku dengan baik." (QS Yusuf 23)

Mereka itu adalah orang-orang yang menjaga diri (dari dosa) dan membersihkan diri dari perbuatan orang-orang yang durhaka.

 Firman Allah Ta‘ala:
{لا تَثْرِيبَ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَ يَغْفِرُ اللَّهُ لَكُمْ وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ} 
artinya: "Pada hari ini tidak ada cercaan terhadap kalian, semoga Allah mengampuni kalian, dan Dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang."(QS Yusuf 92)

Dan Rasulullah ﷺ berkata kepada para pemimpin Quraisy ketika beliau berhasil menaklukkan Makkah:

«اذهبوا فأنتم الطلقاء»

"Pergilah, kalian semua bebas (dimerdekakan)."

Beliau ﷺ adalah pemilik akal yang sempurna, pemahaman yang dalam, dan ilmu yang luas. Beliau memaafkan mereka yang telah menyakiti dan memerangi dirinya, padahal beliau mampu membalas mereka. 

Firman Allah Ta‘ala:

{نُوحِيهَا إِلَيْكَ مِنْ أَنبَاءِ الْغَيْبِ مَا كُنتَ تَعْلَمُهَا أَنتَ وَلا قَوْمُكَ مِن قَبْلِ هَذَا فَاصْبِرْ إِنَّ الْعَاقِبَةَ لِلْمُتَّقِينَ} 

Maka siapa yang meneladani mereka, niscaya ia akan memperoleh bagian dari kemuliaan mereka, namun siapa yang menyelisihi mereka, maka ia akan tercela dengan kehinaan dirinya dan aibnya.(QS Huud 49)

Wahai kaum Muslimin:

Surga tidak akan diraih kecuali dengan kesabaran. 

Firman Allah Ta‘ala:

{وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا} 

artinya: "Dan tidak dianugerahkan sifat itu kecuali kepada orang-orang yang sabar." (QS Fushilat 35)

Ketika cobaan semakin berat dan keadaan semakin sulit, maka orang-orang beriman akan tampak jelas. Para nabi dahulu menghadapi penderitaan, kesulitan, dan ujian besar. Mereka mendapat gangguan dan kedustaan dari kaumnya dalam jangka waktu lama.

Nabi Nuh alaihissalām tinggal di tengah kaumnya selama seribu tahun kurang lima puluh tahun, menyeru mereka siang dan malam, namun mereka tetap lari dan menjauhinya. Nabi Luth alaihissalām diutus kepada suatu kaum yang memutuskan jalan (perbuatan keji) dan melakukan kemungkaran di majelis mereka. Mereka tidak malu dari manusia, bahkan mereka melakukannya terang-terangan.

Nabi Ayyub alaihissalām diuji dengan berbagai macam penyakit dan cobaan. Ia tetap sabar hingga teman duduknya pun merasa jijik padanya, lalu mereka menjauhinya. Beliau terus sabar, memuji Allah, dan bersyukur hingga Allah menyembuhkannya.

Nabi Muhammad ﷺ juga mendapatkan penderitaan yang sangat berat. Beliau ikut serta dalam peperangan, terluka dalam Perang Uhud, gigi serinya patah, wajahnya berdarah, dan salah satu topi besinya menembus ke dalam pipinya. Beliau juga kehilangan anak-anaknya di masa hidup beliau satu demi satu, hatinya sedih dan air matanya menetes, namun beliau tetap berkata:

«إن العين لتدمع وإن القلب ليحزن ولا نقول إلا ما يرضى ربنا، وإنا بفراقك يا إبراهيم لمحزونون»

"Sesungguhnya mata ini meneteskan air mata, hati ini bersedih, namun kami tidak akan mengatakan kecuali yang diridhai oleh Tuhan kami. Dan sesungguhnya kami benar-benar bersedih dengan perpisahan darimu, wahai Ibrahim."

Allah Ta‘ala berfirman:

{وَلَيُبْلَوَنَّكُمُ اللَّهُ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الأَمْوَالِ وَالأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ} 

artinya: "Sungguh Kami akan menguji kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar."(QS Al Baqoroh 155)

Rasulullah ﷺ bersabda:

«أشد الناس بلاءً الأنبياء، ثم الأمثل فالأمثل»

"Manusia yang paling berat cobaannya adalah para nabi, kemudian yang paling utama setelah mereka, kemudian yang utama setelah itu."


Datanglah pertolongan dari langit, dan Nabi Ibrahim alaihis-salām diletakkan di atas katapel kemudian dilemparkan ke dalam api, maka tidak tampak baginya kecuali ucapannya:

  “Hasbunallāhu wa ni‘mal-wakīl (Cukuplah Allah bagi kami, dan Dialah sebaik-baik Pelindung).” (QS. Āli ‘Imrān: 173).

 Maka Allah menjadikan api itu dingin dan keselamatan, serta ketakutan Rasulullah ﷺ kepada musuh dan berkumpulnya mereka berubah menjadi sirna. 

Beliau berkata:

  “Hasbunallāhu wa ni‘mal-wakīl.” 

Maka Allah memisahkan mereka dan membatalkan tipu daya mereka.

Dengan doa, orang yang lemah menjadi kuat, orang yang bersedih menjadi gembira, dan orang yang menderita mendapatkan kelapangan. 

Nabi Ayyūb alaihis-salām berseru kepada Tuhannya: 

“Rabbi, sungguh aku telah ditimpa penyakit, dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang.” (QS. Al-Anbiyā’: 83). 

Maka Allah pun mengabulkan doanya, menyingkirkan penderitaannya, mengembalikan keluarganya beserta orang-orang yang sebanding dengan mereka, dan menganugerahinya rahmat dari sisi-Nya. 

Dan Nabi Zakariyyā alaihis-salām tatkala sudah tua renta, ia berseru kepada Tuhannya: 

“Rabbi, janganlah Engkau biarkan aku hidup seorang diri, sedang Engkau adalah sebaik-baik pewaris.” (QS. Al-Anbiyā’: 89).

 Maka Allah mengabulkan doanya, menganugerahkan kepadanya Yahyā, dan memperbaiki keadaan istrinya.

Wahai kaum Muslimin:

Kesempurnaan kebahagiaan adalah dengan kebaikan anak keturunan. Mereka adalah kelanjutan nasab dan kehidupan, serta umur kedua yang tersisa. Dengan segala kesusahan dan kesempitan yang dialami oleh Rasulullah ﷺ dari kaumnya, itu tidak menghalangi beliau dari perhatian terhadap kebaikan keluarga.

 Ibrahim alaihis-salām berdoa agar Allah memperbaiki anak keturunannya, lalu ia meninggikan dasar-dasar Baitullah bersama anaknya Ismā‘īl, dan Ismā‘īl senantiasa memerintahkan keluarganya dengan salat dan zakat. 

Zakariyyā pun juga mendoakan anak keturunannya, dan mereka itu adalah orang-orang yang senantiasa bersegera dalam kebaikan, berdoa kepada Allah dengan penuh harap dan takut, dan mereka adalah orang-orang yang khusyū‘.

Hamba-hamba Allah:

Banyak beribadah adalah bukti nyata dari lurusnya arah hati kepada Allah. Ibrahim alaihis-salām dijadikan Allah sebagai teladan. Dawūd alaihis-salām berpuasa sehari dan berbuka sehari. 

Rasul kita Muhammad ﷺ berdiri dalam salat malam hingga kedua telapak kakinya bengkak.

Seorang Muslim selayaknya meneladani mereka, mencontoh kesabaran mereka, dan mengikuti jalan yang mereka tempuh, agar bisa mendapatkan hidayah, menapaki jalan yang lurus, dan menyusul generasi yang mulia. Mereka adalah para pendahulu dalam kebaikan, dan orang-orang yang mendapat petunjuk dengan petunjuk Allah. Maka siapa yang mengikuti mereka, sungguh ia telah beruntung.


"Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul(-Nya), mereka itu akan bersama orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, para shiddīqīn, para syuhadā’ dan orang-orang shālih. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya."  (QS. An-Nisā’: 69)

Semoga Allah memberkahi aku dan kalian dengan Al-Qur’an yang agung…




Khutbah Kedua

Segala puji bagi Allah, pujian sebagaimana yang dicintai dan diridhai oleh Rabb kita. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, yang diutus dengan rahmat dan petunjuk. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita Muhammad ﷺ, keluarganya, sahabatnya, dan siapa saja yang mengikuti petunjuk mereka hingga hari kiamat.

Amma ba‘du, wahai kaum muslimin:

Hakikat semua risalah samawi adalah seruan untuk beribadah hanya kepada Allah semata, tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan menolak segala sesuatu yang disembah selain-Nya. Allah Ta‘ala berfirman:

{وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ}
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum engkau (wahai Muhammad), melainkan Kami wahyukan kepadanya: ‘Bahwasanya tidak ada ilah selain Aku, maka sembahlah Aku.” (QS. Al-Anbiyā’: 25).

Para nabi dan rasul itu bukanlah tuhan yang disembah, bukan pula memiliki derajat di atas manusia. Mereka tidak bisa memberikan manfaat atau menolak mudarat. Mereka adalah hamba-hamba Allah, tidak berhak disembah, tidak boleh dimintai pertolongan selain dari Allah, tidak boleh dimintai syafaat kecuali dengan izin Allah, tidak memberi manfaat dan tidak pula menolak bahaya. Mereka hanyalah manusia seperti manusia lainnya.

Ibrahim ‘alaihis-salām pun merasa lapar hingga beliau makan, merasa sakit hingga beliau sembuh, dan pernah mengalami ketakutan. Suatu kali beliau bersembunyi di bawah pohon karena lapar, lalu memakan makanan hingga kenyang, tiba-tiba muncul semut dan menggigitnya. (Diriwayatkan oleh al-Bukhārī).

Nabi Muhammad ﷺ juga pernah bersabda:

«إنما أنا بشر أنسى كما تنسون فإذا نسيت فذكروني»
“Sesungguhnya aku hanyalah manusia, aku bisa lupa sebagaimana kalian lupa. Jika aku lupa maka ingatkanlah aku.” (Muttafaq ‘alaih).

Beliau juga makan dan minum, merasa sakit, lapar, dan kenyang, serta mendapatkan apa yang dialami oleh manusia pada umumnya. Allah Ta‘ala berfirman:

{إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُمْ مَيِّتُونَ ۝ ثُمَّ إِنَّكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عِندَ رَبِّكُمْ تَخْتَصِمُونَ}
“Sesungguhnya engkau (wahai Muhammad) akan mati, dan sesungguhnya mereka pun akan mati. Kemudian sesungguhnya kalian semua pada hari kiamat akan saling berbantah-bantahan di hadapan Rabb kalian.” (QS. Az-Zumar: 30-31).

Dan beliau ﷺ pernah bersabda kepada putrinya, Fāṭimah radhiyallāhu ‘anhā:

«يا فاطمة، اعملي لنفسك، فإني لا أغني عنك من الله شيئًا»
“Wahai Fāṭimah, beramallah untuk dirimu sendiri, karena aku tidak bisa menolongmu sedikit pun dari (azab) Allah.”

Binti Muhammad:
Mintalah kepadaku dari hartaku apa yang engkau kehendaki, niscaya tidaklah itu akan mencukupimu sedikit pun dari (azab) Allah. (Diriwayatkan oleh al-Bukhari).

Karena sesungguhnya Allah – Maha Suci Dia – adalah yang memberi manfaat dan yang memberi mudarat. Segala urusan hanyalah milik-Nya. Dialah semata yang memberi dan menahan, menghidupkan dan mematikan.

Allah Ta‘ala berfirman:

﴿وَإِن يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ ۖ وَإِن يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلَا رَادَّ لِفَضْلِهِ ۚ يُصِيبُ بِهِ مَن يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ ۚ وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ﴾
“Dan jika Allah menimpakan suatu kemudaratan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Dia menghendaki kebaikan bagimu, maka tidak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya. Dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS. Yunus: 107)

Kemudian ketahuilah, bahwa Allah memerintahkan kalian dengan shalat, dan salam atas Nabi-Nya…


KESABARAN



OLEH : Syaikh DR Mahir al-Mu‘aiqily
 Hafizhahullah. 

Khutbah Pertama ;


Segala puji bagi Allah — segala puji bagi Allah yang menganjurkan kesabaran, menjadikannya kunci bagi cita-cita tertinggi, dan memberikan pahala yang agung bagi orang-orang yang sabar, serta menganugerahkan kepada mereka harapan yang paling mulia.

 Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. 

Dia menjadikan akibat dari kesabaran adalah kemenangan, dan pertolongan datang bersama kesabaran.

 Dan aku bersaksi bahwa junjungan kita Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya — sebaik-baik manusia yang diuji lalu bersabar, diberi lalu bersyukur. Semoga shalawat dan salam tercurah kepadanya, kepada keluarganya, para sahabatnya yang mulia dan suci, serta kepada siapa pun yang mengikuti mereka dengan kebaikan selama siang dan malam silih berganti.

Amma ba‘du :

Wahai kaum mukminin, aku wasiatkan kepada diriku dan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah Ta‘ala, baik dalam keadaan tersembunyi maupun terang-terangan, dalam kesempitan maupun kelapangan. 

Sebagaimana firman Allah:

“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang berakal.”
(QS. Al-Baqarah: 197)

Wahai umat Islam,
Allah Ta‘ala telah menguji Nabi-Nya Ayyub `alaihissalām pada dirinya, hartanya, dan anak-anaknya. Tidak tersisa dari kesehatannya kecuali hati dan lisannya. Ia tetap bersabar dan mengharap pahala, tidak henti berdzikir kepada Rabb-nya Yang Maha Mengabulkan. Ia mengalami sakit selama delapan belas tahun, sampai-sampai teman duduk menjauh darinya, dan sahabat dekatnya pun enggan menemuinya. Tidak ada seorang pun yang mengasihaninya kecuali istrinya, yang tetap setia memelihara hak suaminya dan mengenang kebaikan lamanya. Ia juga bersabar dan mengharap pahala, meski telah kehilangan harta dan anak-anak, hidup dalam kesempitan, dan kekurangan harta benda. Maka ujian Nabi Ayyub menjadi penghibur bagi setiap orang sabar yang mau mengambil pelajaran, dan menjadi teladan bagi setiap hamba yang beribadah dengan penuh kesadaran.

Ketahuilah, Allah terkadang menguji hamba-Nya yang saleh bukan karena kehinaan di sisi-Nya, melainkan agar dengan kesabaran dan ketabahannya ia mencapai derajat yang tinggi di surga yang telah Allah sediakan baginya.

Dalam Musnad Imam Ahmad diriwayatkan dari Muṣ‘ab bin Sa‘d, dari ayahnya, ia berkata:
Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling berat ujiannya?” Beliau menjawab:

“Para nabi, kemudian orang-orang saleh, kemudian orang yang semisal dan yang mendekatinya. Seseorang diuji sesuai kadar agamanya. Jika agamanya kuat, maka ujiannya ditambah; jika agamanya lemah, maka ujiannya diringankan. Dan ujian akan terus menimpa seorang hamba hingga ia berjalan di muka bumi tanpa dosa sedikit pun.”

Allah berfirman:

“Dan ingatlah hamba Kami Ayyub ketika dia berseru kepada Tuhannya: ‘Sesungguhnya aku diganggu setan dengan kepayahan dan penderitaan.’ (Allah berfirman): ‘Hentakkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan minum.’ Kami kembalikan kepadanya keluarganya dan yang semisal dengan mereka, sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran bagi orang-orang berakal. Dan ambillah dengan tanganmu seikat rumput, lalu pukullah dengannya dan jangan melanggar sumpahmu. Sesungguhnya Kami mendapati dia seorang yang sabar. Sebaik-baik hamba, sesungguhnya dia adalah orang yang banyak kembali (kepada Allah).”
(QS. Ṣād: 41–44)

Wahai kaum mukminin,
Sesungguhnya kesabaran adalah di antara amal yang paling mulia dan akhlak yang paling tinggi. 

Ia merupakan separuh dari iman. Sebab iman itu terdiri dari dua bagian: sabar dan syukur.

 Karena pentingnya kesabaran dan tingginya derajatnya, Allah menyebutkan keutamaannya dalam Al-Qur’an di lebih dari 90 tempat.

 Kadang Ia mengaitkannya dengan shalat:

“Mohonlah pertolongan dengan sabar dan shalat.”
(QS. Al-Baqarah: 45)

Kadang dengan cinta-Nya:

“Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar.”
(QS. Ali ‘Imran: 146)

Kadang dengan kebersamaan-Nya yang khusus:

“Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.”
(QS. Al-Baqarah: 153)

Dan Allah menjanjikan kepada orang-orang sabar pahala tanpa batas:

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang sabar yang akan diberi pahala mereka tanpa batas.”
(QS. Az-Zumar: 10)

Allah Ta‘ala juga mengkhususkan bagi orang-orang yang sabar tiga keutamaan yang tidak diberikan kepada selain mereka, yaitu:

  1. Shalawat (pujian dan keberkahan) dari-Nya.
  2. Rahmat dari-Nya.
  3. Petunjuk menuju kebenaran.

Sebagaimana firman Allah Jalla Jalāluhu:

“Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka berkata: ‘Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya kami akan kembali.’ Mereka itulah yang mendapat shalawat dan rahmat dari Rabb mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.”
(QS. Al-Baqarah: 155–157)

Maka, kesabaran itu seluruhnya adalah kebaikan, sebagaimana firman Allah:

“Dan jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.”
(QS. An-Naḥl: 126)

Berapa banyak orang yang sabar dalam menghadapi cobaan, kemudian penderitaannya berlalu dan tersisa cinta Allah serta kebersamaan-Nya. Dan terkadang pula cobaan itu terus menyertainya sampai ia meninggal dunia, lalu memperoleh kemenangan di akhirat berupa surga yang luasnya seluas langit dan bumi.

Bahkan, pada hari kiamat nanti, orang-orang yang tidak diuji di dunia (orang-orang yang hidup dalam kelapangan) akan berharap seandainya dulu mereka diuji, karena mereka melihat betapa besar pahala yang Allah sediakan bagi orang-orang yang sabar. 

Dalam Sunan at-Tirmidzi, Rasulullah ﷺ bersabda:

“Pada hari kiamat, orang-orang yang hidup dalam kelapangan akan berangan-angan kulit mereka digunting di dunia dengan gunting besi, karena melihat besarnya pahala yang diberikan kepada orang-orang yang diuji.”

Sebagaimana firman Allah:

“Tidak seorang pun mengetahui apa yang disembunyikan bagi mereka, yaitu berbagai kenikmatan yang menyenangkan pandangan mata, sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.”
(QS. As-Sajdah: 17)


Wahai saudara-saudara seiman,...
Sesungguhnya sebagian orang memahami makna sabar hanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang tidak dapat dicegah, atau musibah yang tidak mampu dihindari. Padahal, sabar adalah perhiasan yang seharusnya menghiasi diri seseorang dalam setiap waktu dan keadaan — dalam pergaulannya sehari-hari, dengan keluarga, para pekerja, tetangga, dan sahabat-sahabatnya. Sebab, dalam berinteraksi dengan manusia pasti ada kemungkinan muncul gangguan dan kesalahan. Maka seseorang harus bersabar menghadapi akhlak, tabiat, kebodohan, dan sikap permusuhan orang lain.

Allah Ta‘ala berfirman:

“Dan jika kamu bersabar dan bertakwa, maka tipu daya mereka sedikit pun tidak akan membahayakan kamu.”
(QS. Āli ‘Imrān: 120)

Dalam Musnad Imam Ahmad disebutkan bahwa Nabi ﷺ bersabda:

“Seorang mukmin yang bergaul dengan manusia dan bersabar atas gangguan mereka lebih besar pahalanya daripada seorang mukmin yang tidak bergaul dengan manusia dan tidak bersabar atas gangguan mereka.”

Maka, sabar berkaitan dengan seluruh urusan dan kesempurnaan diri seorang hamba, dalam segala keadaan hidupnya.

 Di antaranya:

  • Sabar dalam ketaatan kepada Allah, sebagaimana firman-Nya:

    “Maka sembahlah Dia dan bersabarlah dalam beribadah kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada sesuatu yang serupa dengan-Nya?”
    (QS. Maryam: 65)

  • Sabar dalam menjauhi hal-hal yang diharamkan, menahan diri dari hawa nafsu, keinginan, dan ambisi duniawi. Sebagaimana firman-Nya:

    “Dia (Yusuf) berkata: Aku adalah Yusuf, dan ini saudaraku. Sungguh Allah telah melimpahkan karunia kepada kami. Sesungguhnya siapa yang bertakwa dan bersabar, maka Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat baik.”
    (QS. Yusuf: 90)

Dan tingkatan sabar yang paling agung adalah ketika seseorang memiliki dorongan kuat untuk berbuat maksiat, serta sarana yang memudahkannya, tetapi ia mampu menahan diri karena takut kepada Allah.

Seperti kisah Nabi Yusuf `alaihissalām — ketika istri Al-‘Aziz dan para wanita menggoda dan menipunya. Mereka menutup rapat pintu, mempersiapkan segala cara, berhias diri, memanggilnya, dan Yusuf pun tidak menghadapi ancaman hukuman. Semua faktor yang dapat menggoda seseorang telah berkumpul, namun Yusuf tetap menahan diri dari maksiat, berlindung kepada Rabb-nya, dan berpegang teguh pada ketakwaannya.

Sebagaimana firman Allah:

“Dia (Yusuf) berkata: Aku berlindung kepada Allah! Sesungguhnya tuanku telah memperlakukan aku dengan baik. Sesungguhnya orang-orang zalim tidak akan beruntung. Dan sungguh wanita itu telah berkehendak kepadanya, dan Yusuf pun hampir tergoda seandainya ia tidak melihat bukti dari Tuhannya. Demikianlah agar Kami memalingkan darinya keburukan dan perbuatan keji. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang ikhlas.”
(QS. Yusuf: 23–24)


Dalam Shahihain (Bukhari dan Muslim), Nabi ﷺ bersabda:

“Tidak ada seorang pun yang diberi anugerah yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.”

Syaikh Abdurrahman as-Sa‘di rahimahullah menjelaskan:

“Sabar merupakan karunia paling agung, karena ia mencakup seluruh urusan dan kesempurnaan seorang hamba. Dalam setiap keadaan, seseorang membutuhkan kesabaran:

  • Ia perlu sabar dalam menaati Allah agar mampu melaksanakannya dengan sempurna.
  • Ia perlu sabar dalam meninggalkan maksiat agar dapat menjauhinya.
  • Ia perlu sabar menghadapi takdir Allah yang menyakitkan agar tidak mengeluh atau marah.
  • Bahkan ia juga perlu sabar atas nikmat Allah, agar tidak berlebihan dalam bergembira secara tercela, dan tetap bersyukur kepada Allah.
    Maka seorang hamba membutuhkan sabar dalam setiap keadaan hidupnya.”

Dengan kesabaranlah seseorang meraih keberuntungan dan kesuksesan, sebagaimana firman Allah:

“Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah, kuatkanlah kesabaranmu, tetaplah bersiap siaga, dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.”
(QS. Āli ‘Imrān: 200)

Maka sabar adalah bekal seorang muslim dalam seluruh aspek kehidupannya, di setiap tahap perjuangannya. Semakin besar kesabaran seseorang, semakin dekat ia pada cita-citanya dan semakin besar peluang tercapainya harapan dengan izin Allah.

Orang yang sabar sejati (ash-shabbār) ialah yang membiasakan dirinya menghadapi kesulitan dan ujian, melatih jiwanya untuk teguh hingga mencapai tujuannya — ia rela mengorbankan harta, tenaga, dan waktunya demi meraih tujuan yang tinggi.

Lihatlah Nabi Musa `alaihissalām — karena cintanya kepada ilmu, ia berkata kepada muridnya:

“Aku tidak akan berhenti berjalan sampai aku sampai di pertemuan dua laut, atau aku akan berjalan bertahun-tahun lamanya.”
(QS. Al-Kahf: 60)

Artinya, ia siap menempuh perjalanan panjang. Maka ia pun berjalan hingga berkata:

“Sungguh kita telah merasa letih karena perjalanan ini.”
(QS. Al-Kahf: 62)

Dan ketika ia akhirnya bertemu dengan Nabi Khidr `alaihissalām, ia tidak hanya berjanji untuk sabar menerima ilmu darinya, tetapi juga berjanji untuk taat kepadanya.
Sebagaimana firman Allah:

“Musa berkata kepadanya (Khidr): Bolehkah aku mengikutimu agar engkau mengajarkan kepadaku sebagian ilmu yang benar yang telah diajarkan kepadamu? Dia (Khidr) berkata: Sesungguhnya engkau tidak akan sanggup bersabar bersamaku. Dan bagaimana engkau dapat bersabar terhadap sesuatu yang belum engkau ketahui? Musa berkata: Insya Allah engkau akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam urusan apa pun.”
(QS. Al-Kahf: 66–69)

Wahai kaum mukminin,
Sabar adalah sifat para nabi pilihan, akhlak orang-orang suci, bekal mereka dalam beribadah kepada Rabb-nya dan dalam menyampaikan risalah-Nya. Karena itu Allah Ta‘ala memerintahkan Nabi-Nya ﷺ untuk meneladani kesabaran para rasul yang teguh hatinya (ulul ‘azm), dengan firman-Nya:

“Maka bersabarlah engkau sebagaimana kesabaran para rasul yang memiliki keteguhan hati, dan janganlah engkau meminta agar azab disegerakan bagi mereka.”
(QS. Al-Ahqāf: 35)

Maka Nabi ﷺ pun menaati perintah Rabb-nya, meneladani mereka, dan meneguhkan hatinya dengan mengingat kisah-kisah mereka, hingga beliau melebihi kesabaran para nabi terdahulu.

Kehidupan Nabi kita Muhammad ﷺ menjadi bukti nyata kesabaran yang luar biasa — penuh penderitaan dan ujian, baik di Makkah maupun di Madinah. 

Beliau ditolak oleh kaumnya, dituduh sebagai tukang sihir, dukun, orang gila, dan penyair. Mereka menghina dan mengejek beliau, menyakiti dan memeranginya, melempar duri di jalan yang beliau lalui, meletakkan kotoran unta di punggung beliau saat sedang sujud, memboikot beliau dan para pengikutnya di lembah selama tiga tahun — dalam keadaan lapar, susah, dan tertekan. Bahkan mereka bersekongkol untuk membunuhnya.

Sebagaimana firman Allah:

“(Ingatlah) ketika orang-orang kafir merencanakan tipu daya terhadapmu (wahai Muhammad) untuk menahanmu, membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka membuat tipu daya, dan Allah pun membalas tipu daya mereka. Dan Allah adalah sebaik-baik pembalas tipu daya.”
(QS. Al-Anfāl: 30)

Dalam Sunan at-Tirmidzi, Rasulullah ﷺ bersabda:

“Aku pernah ditakut-takuti karena Allah, tidak ada seorang pun yang ditakut-takuti seperti aku. Aku telah disakiti karena Allah, tidak ada seorang pun yang disakiti seperti aku.”

Beliau keluar dari kota Makkah — tempat yang paling beliau cintai — dan bersabda:

“Aku tahu engkau (wahai Makkah) adalah sebaik-baik bumi Allah dan tempat yang paling dicintai Allah. Seandainya pendudukmu tidak mengusirku, niscaya aku tidak akan keluar darimu.”
(Diriwayatkan oleh Ahmad)

Semua anak laki-lakinya meninggal ketika beliau masih hidup, kecuali Fāṭimah raḍiyallāhu ‘anhā, namun beliau tetap bersabar dan mengharap pahala.

Pernah dalam rumah beliau tidak dinyalakan api selama tiga bulan karena tidak ada makanan yang dimasak. 

Dalam Shahih Muslim disebutkan bahwa suatu hari Rasulullah ﷺ keluar rumah, lalu bertemu Abu Bakar dan Umar raḍiyallāhu ‘anhumā. Beliau bertanya:

“Apa yang membuat kalian keluar pada waktu seperti ini?”
Keduanya menjawab, “Lapar, wahai Rasulullah.”
Beliau bersabda, “Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, aku keluar karena sebab yang sama seperti kalian.”

Dalam Musnad Imam Ahmad diriwayatkan bahwa Fāṭimah raḍiyallāhu ‘anhā pernah memberikan kepada ayahnya sepotong roti dari gandum, lalu beliau berkata:

“Ini adalah makanan pertama yang dimakan ayahmu setelah tiga hari.”

Bahkan Rasulullah ﷺ wafat tanpa pernah kenyang dari roti gandum.
(Diriwayatkan oleh al-Bukhari)


Adapun kesabaran beliau ﷺ dalam menjalankan ketaatan dan terus beribadah, baik ketika di tempat tinggal maupun dalam perjalanan, secara terang-terangan maupun tersembunyi, dalam keadaan sehat maupun sakit, saat perang maupun damai — maka As-Shiddiqah binti As-Shiddiq (Aisyah radhiyallahu ‘anha) telah menjelaskan kepada kita sebagian dari hal itu.

Dalam Shahihain (Bukhari dan Muslim), dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi Allah ﷺ bangun malam hingga kedua kakinya pecah-pecah (karena lama berdiri). Maka Aisyah berkata,
"Wahai Rasulullah, mengapa engkau melakukan hal ini, padahal Allah telah mengampuni dosamu yang telah lalu dan yang akan datang?"
Beliau ﷺ menjawab:
"Tidakkah aku ingin menjadi seorang hamba yang bersyukur?"

Wahai saudara-saudara seiman!
Bersabarlah kalian dalam ketaatan kepada Allah, bersabarlah dalam menjauhi maksiat kepada Allah, dan bersabarlah atas takdir Allah — sebagaimana teladan pemimpin orang-orang bertakwa ﷺ, dan karena mengharap apa yang telah Allah Ta‘ala sediakan bagi orang-orang yang sabar, sebagaimana firman-Nya:

“Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran mereka dengan surga dan sutra.”
(QS. Al-Insan: 12)

Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk:

“Dan orang-orang yang bersabar karena mengharap wajah (keridaan) Tuhannya, mendirikan salat, dan menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka, baik secara sembunyi maupun terang-terangan, serta menolak kejahatan dengan kebaikan — mereka itulah yang mendapat kesudahan tempat yang baik, (yaitu) surga ‘Adn yang mereka akan memasukinya bersama orang-orang saleh dari bapak-bapak mereka, istri-istri mereka, dan keturunan mereka. Dan para malaikat masuk ke tempat mereka dari setiap pintu (sambil berkata): ‘Salam sejahtera atas kalian karena kesabaran kalian. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.’”
(QS. Ar-Ra‘d: 22–24)

Semoga Allah memberkahi aku dan kalian dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah,
dan semoga Dia memberi manfaat kepadaku dan kepada kalian dengan apa yang terdapat di dalam keduanya berupa ayat-ayat dan hikmah.
Aku berkata sebagaimana yang kalian dengar, maka mohonlah ampun kepada Allah, sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.


Khutbah Kedua:


Segala puji bagi Allah, yang ridha kepada hamba-hamba-Nya dengan amal yang sedikit, yang telah melimpahkan nikmat kepada mereka, dan menetapkan rahmat atas diri-Nya sendiri.

Salawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita dan nabi kita Muhammad ﷺ — pemimpin orang-orang bertakwa, panglima orang-orang yang bercahaya putih berseri di wajah dan anggota wudhunya — menuju surga-surga kenikmatan, juga atas keluarga dan para sahabatnya seluruhnya.

Amma ba‘du; 

wahai kaum mukminin:

Sesungguhnya sabar adalah salah satu rukun iman, dan jalan menuju keridaan Tuhan Yang Maha Pengasih.
Kedudukan sabar dalam agama seperti kepala bagi tubuh — tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki kesabaran.
Karena itu, Allah sangat menegaskan perintah untuk bersabar, menjadikannya bagian dari hal-hal yang membutuhkan tekad kuat (‘azm al-umur), mengaitkannya dengan kecintaan-Nya, dan menjanjikan pahala yang agung bagi orang yang menghiasinya.

Orang-orang yang sabar adalah pemilik tekad yang kuat dan cita-cita yang tinggi, sebagaimana firman Allah Ta‘ala:

“Wahai anakku! Tegakkanlah salat, suruhlah (manusia) berbuat yang ma‘ruf dan cegahlah dari yang mungkar, serta bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang memerlukan keteguhan.”
(QS. Luqman: 17)

Dan orang-orang yang sabar adalah orang-orang yang berpikir dan merenung, yang mengambil manfaat dari tanda-tanda kebesaran Allah dan pelajaran, 

sebagaimana firman-Nya:

“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah kapal-kapal yang berlayar di laut bagaikan gunung-gunung. Jika Dia menghendaki, Dia dapat menenangkan angin sehingga kapal-kapal itu pun diam di permukaannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi setiap orang yang banyak bersabar dan banyak bersyukur.”
(QS. Asy-Syura: 32–33)

Kepemimpinan dalam agama tidak akan diraih kecuali dengan sabar dan yakin, sebagaimana firman Allah:

“Dan Kami jadikan di antara mereka para pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami, ketika mereka bersabar dan yakin terhadap ayat-ayat Kami.”
(QS. As-Sajdah: 24)

Bahkan, kebahagiaan dunia dan akhirat tidak akan tercapai kecuali dengan sabar dan yakin.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:

“Allah menggabungkan antara sabar dan yakin, karena keduanya adalah sumber kebahagiaan seorang hamba. Jika ia kehilangan keduanya, hilanglah kebahagiaannya.
Sebab hati manusia sering diserang oleh dua hal:
– Syahwat yang bertentangan dengan perintah Allah,
– dan syubhat (kerancuan) yang bertentangan dengan berita (wahyu) Allah.
Dengan sabar, seseorang menolak syahwat; dengan yakin, ia menolak syubhat.
Sesungguhnya syahwat dan syubhat keduanya bertentangan dengan agama dari segala sisi.
Maka tiada keselamatan dari azab Allah kecuali bagi orang yang menolak syahwatnya dengan sabar dan menolak syubhatnya dengan yakin.”

Wahai saudara-saudara seiman,
Barang siapa belum memiliki tabiat sabar, hendaklah ia memohon pertolongan kepada Allah dan melatih dirinya untuk bersabar dengan kesungguhan jiwa, agar mencapai kedudukan sabar.
Barang siapa membiasakan dirinya bersabar, maka ia akan terbiasa, menyesuaikan diri, hingga akhirnya mencapai derajat tertinggi orang-orang yang sabar.

Dalam Shahihain (Bukhari dan Muslim), Rasulullah ﷺ bersabda:

“Barang siapa berusaha untuk bersabar, maka Allah akan menjadikannya sabar.”

Di antara hal yang membantu seseorang untuk bersabar ialah menjadikan kesabaran itu karena Allah, mengharap pahala-Nya, dan meraih keridaan-Nya, 

sebagaimana firman Allah:

“Dan demi Tuhanmu, bersabarlah.” (QS. Al-Muddatsir: 7)

“Dan bersabarlah; tidaklah kesabaranmu itu melainkan dengan (pertolongan) Allah.” (QS. An-Nahl: 127)

Maka barang siapa bersabar karena Allah, maka sabarnya akan terasa ringan, ujian menjadi mudah, hari-harinya menjadi indah, kesudahannya menjadi baik, Allah akan membantunya dalam ketaatan, dan menjauhkannya dari kemaksiatan.
Yang juga membantu untuk sabar ialah mendorong jiwa dan memaksanya dengan bergaul bersama orang-orang saleh, menemani orang-orang bertakwa, 

sebagaimana firman Allah kepada Nabi-Nya:

“Dan bersabarlah engkau bersama orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan petang hari.”
(QS. Al-Kahfi: 28)

Barang siapa mengingat bahwa dunia ini singkat dan hina, hanya sesaat dari waktu siang, sebagaimana disebutkan oleh Dzat Yang Maha Perkasa lagi Maha Agung, maka ia akan menjalani waktu singkat itu dengan sabar.

Dalam Perang Tabuk, Nabi ﷺ menetap selama lima puluh hari dalam kesulitan dan penderitaan.

Diriwayatkan bahwa dikatakan kepada Umar al-Faruq radhiyallahu ‘anhu: “Ceritakan kepada kami tentang masa kesulitan itu.”
Beliau berkata:

“Kami keluar menuju Tabuk pada cuaca yang sangat panas. Kami singgah di suatu tempat dan sangat kehausan, hingga kami mengira leher kami akan putus karena haus. Ada di antara kami yang menyembelih untanya, lalu memeras isinya (isi perut) untuk diminum, dan mengusapkannya pada hatinya (dadanya) karena haus yang amat.”

Meski demikian, Allah Ta‘ala menamakan perang itu “masa kesulitan (sa‘at al-‘usrah)”.

Imam Al-Biqa‘i rahimahullah berkata:

“Allah menamakannya ‘saat’ (masa singkat) untuk meringankan rasa penderitaan dan mendorong keberanian menghadapi kesulitan.
Sebab waktunya singkat, sementara pahalanya amat besar dan agung.
Maka keadaan para sahabat yang mengikuti Rasulullah dalam perang itu lebih sempurna daripada keadaan mereka sebelumnya.”


(Doa penutup khutbah):

Ya Allah, limpahkanlah salawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah melimpahkan salawat kepada keluarga Ibrahim.

Berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkahi keluarga Ibrahim.
Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia.

Ya Allah, ridhailah para khalifah yang mendapat petunjuk — Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali — juga seluruh sahabat Nabi, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat.
Dan jadikan kami bersama mereka dalam rahmat-Mu, wahai Dzat Yang Maha Pengasih di antara para pengasih.

Ya Allah, muliakanlah Islam dan kaum Muslimin.
Jadikan negeri ini aman dan tenteram, serta seluruh negeri kaum Muslimin.
Ya Allah, perbaikilah keadaan kaum Muslimin di seluruh tempat.
Ya Allah, kami memohon kepada-Mu dengan karunia dan kemurahan-Mu, agar Engkau melindungi kami dari segala keburukan dan bahaya.

Ya Allah, jauhkanlah dari kami mahalnya harga, wabah penyakit, riba, zina, gempa bumi, bencana, dan fitnah — baik yang tampak maupun yang tersembunyi.

Ya Allah, kami berlindung kepada-Mu dari penderitaan berat, kesengsaraan, takdir buruk, dan cercaan musuh.
Ya Allah, kami memohon kepada-Mu seluruh kebaikan, baik yang segera maupun yang tertunda, yang kami ketahui maupun tidak kami ketahui.
Dan kami berlindung kepada-Mu dari seluruh kejahatan, yang segera maupun tertunda, yang kami ketahui maupun yang tidak kami ketahui.

Ya Allah, kami memohon kepada-Mu surga dan segala perkataan atau amal yang mendekatkan kami kepadanya.
Kami berlindung kepada-Mu dari neraka dan segala perkataan atau amal yang mendekatkan kami kepadanya.

Ya Allah, perbaikilah kesudahan kami dalam segala urusan, dan lindungilah kami dari kehinaan dunia serta azab akhirat.

Ya Allah, sembuhkan orang-orang sakit di antara kami, berilah kesembuhan kepada yang diuji, rahmatilah orang-orang yang telah meninggal di antara kami, dan kasihanilah orang-orang lemah dari kalangan kami, dengan rahmat-Mu, wahai Dzat Yang Maha Pengasih.

Ya Allah, wahai Dzat Yang Maha Perkasa lagi Maha Pemurah, wahai Yang Hidup lagi Maha Berdiri Sendiri, berilah taufik kepada pelayan dua tanah suci (khadim al-haramain) menuju apa yang Engkau cintai dan ridhai.
Balaslah kebaikannya dengan sebaik-baik balasan.

Ya Allah, berilah taufik kepada beliau dan putra mahkotanya dalam segala hal yang membawa kebaikan bagi Islam dan kaum Muslimin.
Ya Allah, bimbinglah seluruh pemimpin kaum Muslimin kepada hal-hal yang Engkau cintai dan ridhai, dengan rahmat-Mu wahai Dzat Yang Maha Pengasih.

Ya Allah, lindungilah para pemuda Muslim dari kelompok-kelompok sesat dan paham-paham yang menyimpang.
Jauhkan mereka dari perpecahan dan fanatisme golongan.
Anugerahkan kepada mereka sikap adil dan moderat.
Cintakanlah iman kepada mereka, hiasilah dalam hati mereka, dan bencilah kepada mereka kekafiran, kefasikan, dan kemaksiatan.
Jadikanlah mereka termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk.
Ya Allah, jadikan mereka bermanfaat bagi negeri dan umat mereka, dengan rahmat, karunia, dan kebaikan-Mu, wahai Dzat Yang Maha Pengasih.

Ya Allah, siapa pun yang berniat jahat terhadap kami, negeri kami, keamanan kami, atau pemuda kami, maka sibukkanlah dia dengan dirinya sendiri, dan gagalkanlah tipu dayanya, dengan kekuatan dan keperkasaan-Mu, wahai Yang Maha Kuat lagi Maha Perkasa.
Ya Allah, menangkanlah tentara-tentara kami yang menjaga perbatasan negeri kami, dengan kemenangan yang segera, wahai Dzat Yang Maha Pengasih.
Tiada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya kami termasuk orang-orang yang zalim.

Ya Tuhan kami, terimalah tobat kami, hapuskan dosa kami, kabulkan doa kami, teguhkan hujjah kami, tunjukilah hati kami, luruskan lisan kami, dan hilangkan kedengkian dari hati kami.

" Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri; jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang merugi.”
(QS. Al-A‘raf: 23)

“Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu daripada kami, dan janganlah Engkau jadikan dalam hati kami kedengkian terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.”
(QS. Al-Hasyr: 10)

“Maha Suci Tuhanmu, Tuhan Yang Maha Perkasa dari apa yang mereka sifatkan. Dan kesejahteraan bagi para rasul. Dan segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.”
(QS. As-Saffat: 180–182)