Minggu, 21 Desember 2014

BERKATA TANPA ILMU

Alhamdulillah, was sholatu was salam ala' Rosulillah, wa ba' du;

Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata, " Allah Ta'ala telah melarang para hamba dari berkata tanpa ilmu, baik dalam memberikan putusan hukum, berfatwa, bahkan perkara ini merupakan perbuatan yang paling besar keharaman nya, dan di jadikan urutan pertama dari perbuatan yang haram.

Allah Ta'ala berfirman, " Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui". ( QS Al - A'raaf 33 ).

Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu, ia berkata, Rosulullah Sallallahu alaihi wa sallam bersabda, " Barangsiapa yang diberikan fatwa dengan tanpa ilmu, maka dosanya akan di timpakan kepada orang yang telah memberikan fatwa ". ( HR Abu Dawud ).

Berdasarkan hadist ini dan lainnya, para ulama enggan untuk memberanikan diri untuk memberikan fatwa dan lebih memilih untuk berdiam diri dan hal ini dikarenakan rasa takut dari berkata atas nama Allah Ta'ala dan atas perkara agama dengan tanpa berdasarkan ilmu.

Diriwayatkan dari sahabat Abdullah bin Amri ibnu Al-A'sh radhiyallahu anhuma, ia berkata, aku mendengar Rosulullah Sallallahu alaihi wa sallam bersabda, " Sesungguhnya Allah Ta'ala tidak mencabut ilmu dengan mencabut dari dada para ulama, akan tetapi mencabutnya dengan mewafatkan para ulama, sehingga jika tidak lagi tersisa dari kalangan para ulama, maka manusia akan menjadikan orang-orang jahil sebagai para pemimpin, sehingga tatkala ia ditanya, dan memberikan jawaban dengan tanpa ilmu, maka niscaya ia akan tersesat dan menyesatkan ". ( HR Bukhary dan Muslim ).

Berkata Abdurrahman ibnu Abi Laila, ia menceritakan keadaan para sahabat radhiyallahu anhum ajmaiin, " Dahulu jika salah satu diantara mereka ditanya tentang suatu permasalahan, mereka mengalihkan pertanyaan tersebut kepada seseorang, dan seseorang tersebut mengalihkan kepada lainnya, kemudian hingga kembali kepada orang pertama ". (Tarikh Bagdad 13/412 ).

Berkata Abu Hushain Utsman ibnu A'shim seorang ta'biin yang mulia rahimahullah, " Sesungguhnya salah satu diantara para sahabat apa bila hendak memberikan suatu fatwa, dan terdengar oleh Umar radhiyallahu anhu, niscaya dikumpulkan semua ahli Badr untuk berunding ". ( Tarikh Dimasyk 38/411 ).

Berkata Abdurrozak, diriwayatkan oleh Ma'mar, suatu hari seseorang datang kepada Amr ibnu Dinar, bertanya tentang suatu masalah, maka ia tidak memberikan jawaban, kemudian orang tersebut berkata, " Sesungguhnya aku merasa tidak nyaman pada diriku, maka berikanlah suatu jawaban ", kemudian ia berkata, sekiranya didalam dirimu terdapat ganjalan sebesar gunung Abu Khubhaisy, niscaya lebih ringan dari aku memberikan jawaban yang tidak benar walaupun sekecil biji gandum ". ( At-Thobaqot Al-Kubro 5/480 ).

Berkata Abdurrohman ibnu Mahdi rahimahullah, suatu hari seseorang bertanya kepada Imam Malik ibnu Anas rahimahullah tentang suatu permasalahan, maka pertanyaan tersebut diulang berkali kali dan imam Malik senantiasa mengalihkannya, dan mengesakan suara, " Masya Allah, orang ini , bukankah aku harus memberikan jawaban yang benar, sedangkan dalam perkara ini aku tidak mengetahui jawaban permasalahan mu ini. ..!  ". (Hilyatul Auliya' 6/323 ).

Berkata Abdullah ibu Wahab rahimahullah, Aku mendengar Imam Malik berkata, " Terburu-buru dalam memberikan fatwa adalah suatu kebodohan dan kepandiran, sebagaimana dikatakan, " Sikap berhati-hati datang dari Allah Ta'ala, dan sikap terburu-buru datang dari syaitan ". ( Al-Adab As-Syar'iyah 2/65 ).

Berkata Muhammad ibnu Mungkadir rahimahullah Ta'ala, " Seorang Alim adalah penengah antara Allah Ta'ala dan para makhluknya, maka hendaknya ia mencermati bagi mana ia memberikan penjelasan kepada mereka para hamba ". ( Al-Adab As-Syar'iyah 2 / 66 ).

Berkata Yahya ibnu Sa'id rahimahullah Ta'ala, " Dahulu Sa'id ibnul Musayyib rahimahullah hampir tidak memberikan fatwa, dan ia tidak berkata sesuatu kecuali senantiasa berdoa, " Ya Allah, berilah aku keselamatan dan selamatkan lah diriku ". ( Al-Adab As-Syar'iyah 2 / 66 ).

Terburu-buru dalam memberikan fatwa merupakan sikap yang dihindari oleh para Salafus-Sholih, terlebih jika seseorang menyadari bahwa dirinya merasa tidak pantas mengeluarkan fatwa dikarenakan tidak memiliki prasyarat kelengkapan fatwa atau terdapat sesuatu penghalang dan manusia tidak memahami hal ini, maka tanpa diragukan bahwasanya haram hukumnya mengumbar fatwa dihadapan manusia sedangkan keadaannya demikian, sedangkan orang yang berakal, niscaya ia mengalihkannya kepada orang yang lebih mampu untuk memberikan jawabannya.

Berkata Yahya ibnu Ma'in rahimahullah Ta'ala, " Orang yang menyampaikan suatu ilmu yang berada di suatu negeri, sedangkan ditempat tersebut dijumpai orang-orang yang lebih pantas menyampaikan nya, sungguh orang tersebut adalah pandir ". ( Al-Adab As-Syar'iyah 2 / 66 ).

Berkata Imam Malik rahimahullah Ta'ala, " Aku tidak memberikan suatu fatwa hingga tujuh puluh ulama memberikan kesaksian ( rekomendasi ) kepada diriku bahwa aku pantas untuk menyampaikan nya ". ( Al-Adab As-Syar'iyah 2 / 66 ).

Berkata Sufyan ibnu Uyyainah dan Sahnun rahimahumullah Ta'ala, " Orang yang paling menyesali dalam suatu fatwa adalah mereka yang paling sedikit ilmu mereka ". ( Al-Adab As-Syar'iyah 2 / 66).

Berkata Imam Sahnun rahimahullah Ta'ala, " Manusia yang paling merugi adalah orang yang menjual akhirat nya dengan imbalan dunia orang lain, dan fitnah memberikan jawaban yang benar lebih berat dari fitnah harta ". ( Al-Adab As-Syar'iyah 2 / 66).

Berkata Imam Sufyan rahimahullah, "Aku menjumpai para fuqoha' sedangkan mereka enggan untuk menjawab berbagai pertanyaan dan fatwa, hingga mereka terpaksa untuk memberikan jawaban. Dan orang yang paling alim adalah orang yang paling hati - hati menyampaikan suatu fatwa, dan orang yang paling bodoh adalah orang-orang yang terburu-buru menyebarkannya ". (Al-Adab As-Syar'iyah 2 / 66).

Suatu hari Imam Robi'ah rahimahullah menangis, kemudian ia ditanya apa yang membikin diri nya menangis? Ia menjawab seraya berkata, " Orang-orang yang tidak memiliki ilmu banyak yang diminta untuk memberikan fatwa, dan telah muncul dalam ajaran islam perkara yang sangat luar biasa, dan sesungguhnya sebahagian orang-orang yang memberikan fatwa disini lebih pantas untuk tinggal di penjara dari pada mereka para pencuri ". ( Al-Adab As-Syar'iyah 2 / 67 ).

Di riwayatkan dari sahabat Abu Musa radhiyallahu anhu, ia berkata, " Barangsiapa yang telah Allah anugrahkanlah kepada nya ilmu, hendaknya ia mengajarkan kepada para manusia, dan hendaknya ia menghindari dari berkata tanpa berdasarkan ilmu, sehingga ia tergolong sebagai orang yang mutakalif dan terlepas dari agama ". ( Sunan Ad-Da'rimy 173 ).

Berkata Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah, " Dahulu para salaf dari masa sahabat dan tabiin, mereka membenci (mengharamkan) untuk terburu-buru dalam memberikan fatwa, dan masing masing dari mereka merasa cukup jikalau saudaranya yang memberikan fatwa, hingga jika terasa terdesak untuk memberikan fatwa maka ia berusaha mengerahkan segala usahanya untuk mengetahui hukumnya dari Al-Kitab dan As-Sunnah dan Sunnah para khulafa' rosidiin kemudian memberikan suatu fatwa ". ( I'lamu Muwaqiin 1/33 ).

الكوابح     نفسك....كيف تضبطها؟  لفضيلة الشيخ محمد صالح المنجد  ص: 50-53.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar