Selasa, 22 November 2016

“ PEMAHAMAN YANG BENAR DARI AHLUSSUNNAH  WAL JAMA’AH  DAN  PENGARUHNYA  TERHADAP   PENJAGAAN  DARI  SIKAP  BERLEBIHAN  DAN  EKSTRIMISME ”


Segala puji bagi Allah Ta'ala, kami memuji-Nya dan meminta pertolongan dari-Nya dan meminta ampun pada-Nya.

Kami berlindung kepada Allah Ta'ala dari keburukan-keburukan jiwa kami dan dari kejelekan-kejelekan amalan kami.

Barang siapa yang diberikan petunjuk oleh Allah Ta'ala, maka tidak akan ada yang menyesatkannya.

Dan barang siapa yang disesatkan oleh Allah Ta'ala, maka tidak akan ada yang menunjukinya.

Kami bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah Ta'ala, dan 
bersaksi bahwasanya Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam adalah utusan-Nya, semoga shalawat dan salam tercurah atasnya, keluarga dan juga para sahabatnya,
Amma Ba’du :

Dengan taufik dan pertolongan dari Allah Ta'ala , pada hari Sabtu, 12 Shafar 1438 atau yang bertepatan dengan 12 November 2016, atas undangan dari beberapa ulama Rabbani dan lembaga-lembaga 
Kajian dan Riset, telah dilaksanakan Konferensi Internasional “Pemahaman Yang Benar dari Ahlussunnah Wal Jamaah dan Pengaruhnya Terhadap Penjagaan dari Sikap Berlebihan dan 
Ekstrimisme,  dengan mengikut sertakan banyak ulama Ahlussunnah Wal Jamaah dari berbagai 
negara, yang diselenggarakan di Negara Kuwait, semoga Allah Ta'ala senantiasa menjaganya, memberikan 
taufik dan rasa aman kepada pemiminnya, pemerintahannya dan juga masyarakatnya.

Adapun faktor yang mendorong terselenggaranaya konferensi ini adalah :

☆ 1. Menjelaskan kepada umat tentang agama yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya, dan juga para ulama, diantaranya adalah empat ulama 
madzhab - Semoga Allah merahmati mereka semua -.

☆ 2. Membela Manhaj Ahlussunnah Wal Jamaah dan juga ketidak terkaitannya dengan penyimpangan orang-orang yang melampaui batas, kesalahan orang-orang yang batil, dan 
pemahaman orang-orang yang jahil.

☆ 3. Mengetahui manhaj ini, dan berpegang teguh dengannya, merupakan satu-satunya jalan 
untuk menyatukan umat dengan segala kebaikannya. Karena tidaklah akhir dari umat ini bisa menjadi benar, kecuali jika mengikuti generasi awalnya.

☆ 4. Jalan utama untuk menyatukan umat ini adalah dengan saling mewasiatkan di dalam kebenaran, tolong menolong di atas kebaikan dan ketakwaan, Amar Ma’ruf Nahi Munkar, dan itu semua adalah yang diinginkan dari adanya Konferensi ini.

Dan setelah meninjau lembar kerja dan beberapa diskusi, para peserta memutuskan untuk 
mengeluarkan pernyataan berikut:

● Pertama : Bahwa Ahlussunnah Wal Jamaah adalah para pengikut Al-Quran dan As-Sunnah, yang bergabung dengan keduanya, menerima semua yang ada di dalam keduanya, serta mengedepanka keduanya dibandingkan dengan apa-apa yang menyelisihi keduanya.

Ahlussunnah adalah orang-orang yang bersatu di atas landasan yang kokoh.

Dari sinilah mereka dinamakan dengan 
Ahlussunnah Wal Jamaah.

Dan diantara julukan-julukan Ahlussunnah adalah : Ahlul Hadits, Ahlul Atsar, Al-Firqah An-Najiyah, 
Ath-Thaifah Al-Manshurah, Umat yang pertengahan, Ahlul Haq, Salafiyyun. 

Diantara pembesar mereka adalah para sahabat kemudian para tabiin seperti Said bin Musayyib, Ibnu Sirin, Atha bin Abi Rabah, Hasan Al-Bashri, kemudian para Tabiut Tabiin seperti Abu Hanifah, Ats-Tsaury, Malik, Al-Auza’i, Laits bin Said, dan orang-orang yang datang setelah mereka dan mengikuti manhaj ini seperti Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Bukhari dan Ibnu Khuzaimah, rahimahumullah ajmaiin.  

Ini adalah madzhab yang sudah ada sejak dulu, bukan tumbuh melalui Imam Ahmad, Ibnu Taymiyah, ataupun Muhammad bin Abdul Wahhab.

Akan tetapi ini adalah madzhabnya para Sahabat, Tabi’in dan Tabiut Tabi’in.

Merekalah yang menghidupkannya, menamapakkan dan menyebarkannya, terlebih setelah munculnya kebid’ahan dan perkara-perkara yang baru.

Ini adalah agama yang Allah akan senantiasa menjaganya, mengajak manusia kepadanya, dan 
menjadikannya selalu unggul dibandingkan yang lainnya.

Allah juga mewajibkan untuk memberikan kemuliaan dan ampunan bagi para pengikutnya.

Sebagaimana yang difirmankan Allah Ta’ala :

¦{وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ} [التوبة : 100]

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan 
anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir 
sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang 
besar ". (QS. At-Taubah : 100)

Dan berdasarkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam banyak jalur, dimana beliau 
bersabda : “Akan senantiasa ada segolongan (Thaifah) dari umatku yang selalu dalam kebenaran menegakkan perintah Allah, tidak akan mencelakai mereka orang yang tidak menolongnya dan orang yang menyelisihinya sampai datang ketetapan dari Allah”.(HR. Muslim)

Dalam hal ini kami akan menyebutkan apa yang dikatakan oleh Imam Syafi’i tentang sifat dari As-Salaf As-Shalih (Al-Madkhal Ilas Sunan 1/109) : “Mereka berada di atas kita semua dalam hal 
keilmuan, akal, agama, keutamaan, dan perantara apapun yang bisa mendatangkan ilmu dan juga petunjuk.

Pendapat mereka untuk kita jauh lebih baik dibandingkan pendapat kita untuk diri kita sendiri”.

Juga apa yang disebutkan oleh Abul Qasim At-Taymi dalam kitabnya Al-Hujjah Fi Bayanil Mahajjah 2/410 : “Ahlus Sunnah Wal Jamaah tidak pernah menyelisihi Al-Quran dan As-Sunnah serta Ijma para Salaf As-Shalih. Mereka tidak pernah mengikuti hal-hal yang masih samar, ataupun penafsirannya yang bisa mendatangkan fitnah.

Sesungguhnya mereka adalah pengikut para Sahabat, Tabi’in, dan 
Ijma’ kaum muslimin setelahnya baik dalam perkataan maupun perbuatan.”

● Kedua : Manhaj Ahlussunnah Wal Jamaah adalah satu, tidak bercabang-cabang. Manhaj ini adalah 
syi’ar, sesuatu yang hak dan juga petunjuk. Kebenaran yang tidak ada kebatilan di dalamnya.

  
Pertengahan yang tidak ada berlebih-lebihan ataupun kekakuan. Pengikut Ahlussunnah adalah orang-orang yang berpegang teguh dengannya. Mereka adalah orang yang paling mengetahui
kebenaran, paling berkasih sayang terhadap manusia, paling adil dalam berhukum dan paling mendapatkan petunjuk.

Mereka tidaklah menisbatkan kepada figur tertentu, melainkan hanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak pernah mendahulukan perkatannya. Mereka juga tidak pernah menentang sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dengan Qiyas, dengan akal, pandangan filsafat, ataupun teori-teori ilmu kalam, ataupun perasaan, ataupun prasangka, atau perkataan imam dan ijtihadnya ulama mujtahid.

Karena mereka sangat mengetahui bahwa kebenaran itu ada di dalam ucapan, perbuatan dan ketetapan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Karena mereka tahu bahwa Nabi tidak mungkin salah atau keliru dalam 
menyampaikan, bahkan Nabi adalah ma’shum (terjaga).

Adapun orang selain Nabi, maka perkataan dan perbuatannya ditimbang dengan Al-Quran dan As-Sunnah.

Kalau sesuai maka diterima, kalau tidak sesuai maka akan ditolak siapapun dia. 
Sebagaimana Ahlus Sunnah juga tidaklah menisbatkan diri kepada kelompok, perkumpulan, aliran, 
atau grup tertentu.

Mereka hanya menisbatkan diri kepada Islam dan As-Sunnah, mencukupkan 
pada julukan-julukan yang disyariatkan.

● Ketiga : Madzhab ini berdiri tegak di atas keikhlasan peribadahan kepada Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan mereka juga mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Mereka tidak menjadikan perantara anatara diri mereka dengan Allah dalam peribadahan, baik perantaranya 
adalah Malaikat yang dekat, Nabi yang diutus ataupun wali yang shalih, karena peribadahan adalah hak yang diberikan untuk Allah, dengan mengagungkan dan mensifati Allah dengan sifat-sifat 
sempurna, serta mensucikannya dari apa-apa yang tidak layak bagi-Nya.

Mereka juga tidak menjadikan perantara antara mereka dengan Allah dalam hal menyampaikan
dakwah, melainkan hanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Oleh karena itu, tidaklah mereka 
beribadah melainkan ada petunjuknya dari Kitabullah atau Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi 
wasallam.

● Keempat : Imam Madzhab Fikih yang empat, yakni Hanafiyah, Malikiyah, Syafiiyah dan Hanabilah, mereka adalah para mujtahid umat ini. 

Maksudnya adalah mereka berusaha sampai kepada kebenaran dengan jalan menjelaskan berbagai macam permasalahan, dan juga mengumpulkan perkara-perkara yang pokok.

Dan menjadi sebuah kewajiban bagi umat ini untuk memuliakan 
mereka, menjaga kehormatan mereka, mengetahui keutamaan dan kemuliaan mereka, dengan tetap meyakini bahwa mereka adalah manusia yang bisa benar dan bisa salah.

Dan mereka dalam dua keadaan ini tetap mendapatkan pahala. Adapun orang yang melihat perkataan mereka, 
hendaknya mencari yang paling kuat dalilnya, dengan mendoakan rahmat dan ampunan bagi semuanya.

Boleh menisbatkan diri kepada salah satu dari mereka sebagai bentuk pengenalan, tidak mengapa atas hal ini.

Dan para ulama senantiasa dalam keadaan seperti ini.

● Kelima : Imam-imam yang empat: Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, Ahmad, selain mereka adalah para 
ulama Fikih, mereka juga adalah para ulama Tauhid, sebagaimana yang dinukil dari sahabat-sahabat 
mereka dangan sanad yang shahih. Seperti yang dinukil oleh Abu Ja’far At-Thahawi saat menjelaskan 
tentang akidah Imam Abu Hanifah. 

Seperti yang dinukil oleh Abu Zaid Al-Qayrawani tentang akidah 
Imam Malik. Seperti yang dinukil Rabi’ bin Sulayman dan Yunus bin Abdul A’la tentang akidah Imam Syafi’i.

Seperti yang dinukil Abu Bakar Al-Khalal saat menjelaskan tentang akidah Imam Ahmad.

Selain itu, mereka juga adalah para imam dalam hal kesucian jiwa dan juga akhlak.

Mengikuti mereka hanya dalam hal fikih, tanpa mengikuti akidah dan akhlak mereka, atau mengikuti orang-
orang setelah mereka yang tidak diketahui kebaikannya, itu semua adalah pangkal dari kesalahan 
dan merupakan penyebab dari penyimpangan dan kesesatan. Hal itu bisa membuat umat menjadi 
jahil dan sesat. Para ulama telah mewanti-wanti akan hal tersebut.

● Keenam : Perkara-perkara Ijtihadiyah (yang tidak ada nash ataupun Ijma’), maka wajib untuk melapangkan dada. Tidak bisa hal ini dijadikan sebagai penyebab untuk mencela, atau bermusuhan, atau berselisih dan menjadikan dada sempit.

Perselisihan pendapat ulama dalam masalah ini sudah ada sejak zaman pertama, dan tidak ada permusuhan di antara mereka hanya karena hal itu. Bahkan hal itu merupakan rahmat dan keluasan bagi umat ini, akan tetapi tidak mengahalangi terjadinya 
diskusi dan kritik, dalam rangka untuk mencari kebenaran.

Perselisihan dalam perkara Ijthadiyah seperti ini tidak membuatnya keluar dari barisan As-Sunnah, tidak menimbulkan permusuhan, tidak pula menggelari kelompok lainnya dengan kelompok-kelompok sempalan tidak pula menjuluki mereka dengan Ahlul Bid’ah. Sebagaimana diketahu bahwa 
mdzhab Ahlussunnah Wal Jamaah adalah satu, tidak bercabang-cabang. Tidak pula menjadikan Salaf ini menjadi beraliran-aliran, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang jahil yang melampaui batas di zaman ini.

● Ketujuh : Apa-apa yang menimpa para ulama mujatahid Ahlusssunnah dari bentuk-bentuk kesalahan, maka hal itu tidak boleh diikuti, tidak boleh pula berhujjah dengan kesalahannya. Bahkan wajib untuk menjelaskan kesalahan itu, dan di waktu yang sama, tidak boleh kita menghilangkan kebaikannya atau mencoreng kehormatannya. Tetap dijaga kehormatan dan kedudukannya.

● Kedelapan : Menjadikan Manhaj Salaf sebagai salah satu dari aliran Ahlussunnah Wal Jamaah adalah 
sesuatu yang keliru, karena Salaf sendiri adalah Ahlussunnah Wal Jamaah. 

Dan kelompok-kelompok 
selainnya yang menyelisihi mereka dalam perkara yang pokok, menampakkan syiar-syiar yang bukan 
syiarnya mereka, maka kelompok ini telah dicela oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, seperti halnya orang yang lebih mendahulukan akal manusia dibandingkan wahyu baik Al-Quran ataupun As-Sunnah, dan menjadikan akal sebagai hakim atas keduanya. Atau kelompok yang menolak khabar 
Ahad dalam perkara-perkara akidah. Atau kelompok yang menghilangkan sifat-sifat bagi Allah yang 
telah disebutkan dalam Al-Quran dan As-Sunnah, atau menyimpangkan maknanya dari yang sebenarnya, atau membiarkan maknanya begitu saja dengan alasan untuk mensucikan Allah dari penyerupaan makhluk-makhluk-Nya.
Atau kelompok yang menafikan bahwa Allah bersemayam di atas ‘Arsy, atau berada di atas para hamba-Nya, atau berlebihan dalam hal ancaman-Nya, atau meniadakan dosa. Atau kelompok yang memberontak kepada kaum muslimin dan pemimpin mereka, serta menghalalkan darah mereka. 
Atau kelompok yang menyangka bahwa syariat ini bisa diambil dari selain jalan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dari jalur Kasyaf, Prasangka, Mimpi, ataupun Guru-Guru Thariqat.

Atau kelompok yang beribdah kepada Allah dengan dzikir-dzikir yang diada-adakan, beribadah dengan menari dan 
juga bernyanyi.

Atau kelompok yang membagi agama ini menjadi Hakikat dan Syariat, Batin dan Dhahir.
Atau kelompok yang menyangka bahwa Imamah kedudukannya lebih tinggi dari kenabian.

Atau keimaman itu bisa didapatkan dengan berolahraga, bukan dengan mengikuti Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, sebagaimana hal itu sudah dijelaskan dalam lembar kerja dan diskusi perserta 
muktamar di awal.

● Kesembilan : Peserta muktamar meminta kepada Allah untuk menyatukan kalimat kaum muslimin di 
atas kebenaran dan petunjuk. Serta mengajak setiap kelompok yang berdiri di atas nama atau tanda 
tertentu, agar kembali melihat kepada nash-nash Al-Quran, As-Sunnah dan petunjuk dari Salaf. Serta 
mengintrospeksi diri, betul-betul menginginkan kebaikan.

Hendaknya seseorang mengingat bahwa ia 
akan berdiri di hadapan Allah, di hari dimana tidak akan bermanfaat harta dan juga anak-anak, 
melainkan siapa saja yang datang menghadap Allah dengan hati yang selamat. Supaya kembali 
kepada As-Sunnah yang murni, sebagaimana kembalinya Imam Abul Hasan Al-Asy’ari dari keyakinan 
ilmu kalam kepada akidah Salaf dan Ahlul Hadits, dalam kitabnya Al-Ibanah dan Maqalat Islamiyin.

● Kesepuluh : Muktamar mengingatkan kepada kelompok yang suka berlebih-lebihan dan juga 
ektrimis, dengan segala bentuk, rupa dan gayanya. 

Muktamar juga mengecam sebagian kelompok
yang membid’ahkan dan mengkafirkan orang lain tanpa dasar yang dibenarkan, serta mengecam 
kelompok yang menghalalkan perbuatan haram dan juga darah kaum muslimin, di negara-negara 
Islam dan yang selainnya, serta kelompok yang memberontak kepada para pemimpin pemerintahan, 
dengan revolusi dan juga demonstrasi atas nama jihad fi sabilillah.

Muktamar juga menyerukan kepada para pemuda Islam secara khusus untuk menjauhi pemikiran-
pemikiran, kelompok-kelompok dan aliran tersebut dan supaya tidak mengikuti mereka. Hendaknya 
istiqamah di atas manhaj Ahlussunnah Wal Jamaah, dimana mereka meyakini bahwa membid’ahkan 
dan mengkafirkan adalah merupakan perkara yang syar’i, yang tidak bisa dilakukan kecuali oleh 
orang yang memiliki ilmu dan bashirah. Tidak boleh hal itu dilakukan kecuali oleh orang yang alim, 
yang mengerti dalil dan realita yang ada, dengan syarat-syarat dan hilangnya penghalang-
penghalang.

Muktamar juga mengharamkan untuk memberontak kepada para pemimpin muslim meskipun 
mereka berbuat kedzliman.

Hal itu adalah bentuk ketaatan kepada Allah dan kepada Rasul-Nya. 
Muktamar juga menegaskan batilnya penisbatan kelompok-kelompok Ghuluw dan Ektrimisme 
terhadap Dakwah Perbaikan, apalagi menisbatkan kepada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Imam 
Muhammad bin Abdul Wahhab, keduanya berlepas diri dari hal tersebut, seperti yang mereka 
tuliskan dalam karangan-karangan mereka, dan seperti yang dipersaksikan oleh para Ahlul Ilmi.

● Kesebelas : Sesungguhnya pembagian manhaj Salaf kepada beberapa aliran, seperti Salafi Jihadi, 
Salafi Takfiri, itu semua hanyalah kedustaan.

Tidak ada yang mengucapkan hal itu melainkan hanya 
orang-orang yang jahil terhadap manhaj salaf atau para pengikut hawa nafsu. Sesungguhnya manhaj 
As-Salaf As-Shalih adalah satu, tidak bercabang-cabang. Ia adalah manhajnya Ahlussunnah Wal 
Jamaah, bukan yang lainnya.
Barangsiapa yang mengatakan selain dari hal itu, maka ia telah mengada-ada, melampaui batas dan 
berbuat kedzaliman. 

Adapun kelompok-kelompok ektrimis, maka tidaklah tepat menisbatkan 
mereka kedalam manhaj Salaf. 

Meskipun menisbatkan diri kepada manhaj Salaf, sejatinya mereka 
adalah kelompok Khawarij, karena sesuatu itu dilihat dari isi dan juga hakikatnya, bukan dari 
pengakuannya.

● Keduabelas : Muktamar mengajak kepada para pemimpin kaum muslimin, agar memperkuat manhaj 
Ahlussunnah Wal Jamaah serta menyebarkannya, menjaga dan membelanya.

 Karena sesungguhnya 
Ahlussunnah Wal Jamaah adalah manhaj yang dengannya, hati seorang manusia akan menjadi 
hidup, pengagungan terhadap Allah, membenarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Manhaj 
ini menjaga hak-hak, memelihara kalimat kaum muslimin, mempersatukan hati-hati mereka, rasa 
cinta dan kasih sayang antara mereka, menghasilkan kebaikan dalam urusan agama dan dunia, serta 
mendatangkan keridhoan dari Allah dan surga-Nya.

● Ketiga belas : Para peserta Muktamar mengecam media-media pemberitaan baik dari negara-negara 
Arab maupun Barat yang menisbatkan tindakan Ghuluw dan Ektrimisme terhadap manhaj Salaf, dan 
menuduh manhaj Salaf dengan hal tersebut. Padalah manhaj Salaf berlepas diri dari perbuatan-
perbuatan tersebut sebagaimana yang dipersaksikan dalam kitab-kitab mereka.

● Keempat belas : Para peserta Muktamar mengecam dengan sekeras-kerasnya tindakan kejahatan 
yang dilakukan oleh kelompok syiah Hutsiyun, yang menargetkan Baitullah Al-Haram dan dan 
menodai kesucian Baitullah. Yang hal itu sama daja dengan menghinakan kaum muslimin, darah 
mereka dan kehormatan mereka. 

Muktamar juga memberikan apresiasi terhadap upaya yang dilakukan oleh Koalisi Militer Islam 
dalam memberikan pertolongan terhadap umat Islam dan menghalangi permusuhan terhadap Islam, 
menunaikan masalah-masalah mereka demi memberikan penjagaan terhadap kesucian Islam. 

Muktamar juga berdoa kepada Allah agar memberikan taufik kepada Koalisi, menjaga agama-Nya 
dengan mereka, meninggikan kalimat-Nya, menyatukan mereka semua di atas kebenaran dan 
petunjuk. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Dekat.

Terakhir, peserta Muktamar menyampaikan rasa terima kasih dan penghormatan sebesar-besarnya 
kepada pelaksana Muktamar : Para Ulama Rabbani serta Lembaga Kajian dan Riset, atas upaya 
mereka dalam memberikan inisiatif sehingga terselenggaranya Muktamar ini, dengan baiknya 
persiapan Muktamar, pelaksanaan, pengaturan acara serta penjamuan terhadap para tamu. Semoga 
Allah memberikan keberkahan kepada mereka, meluruskan kekeliruan mereka, dan menjadikan 
upaya mereka sebagai pemberat timbangan kebaikan mereka.

Para peserta Muktamar juga menyampaikan terima kasih kepada Yang Mulia Mufti Republik
Mauritania, Al-‘Allamah Syaikh Ahmad bin Al-Murabith, yang telah memimpin jalannya Muktamar. 

Semoga Allah memberikan keberkahan padanya, baik dalam ilmu, amal maupun umurnya.

Demikianlah, kami berdoa kepada Allah dengan nama-nama-Nya yang indah dan sifat-sifat-Nya yang 
mulia, untuk mempersatukan kekuatan kaum muslimin, melembutkan hati-hati mereka, 
menjelaskan kepada mereka tentang kebenaran, menunjukkan kepada mereka jalan kebaikan, 
memelihara mereka dari kejelekan orang-orang jahat dan makar orang-orang fajir.

Semoga Allah memberikan kaum muslimin penjagaan dan pertolongan-Nya, ampunan dan rahmat-
Nya, memberikan taufik kepada para pemimpin mereka agar berhukum dengan syariat-Nya, dan 
mengikuti sunnah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Akhir dari permintaan kami, adalah segala puji bagi Allah, dan semoga shalawat tercurah kepada 
Nabi Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.

    ••••○○○○●●●●□□□□●●●●○○○○••••

Jumat, 18 November 2016

MENITI GENERASI SALAF

Alhamdulillah, wassholatu wassalamu ala Rosulillah, wa ba'du; 

Orang-orang yang hidup pada zaman Nabi Sallallahu alaihi wa sallam adalah generasi terbaik dari umat ini, mereka telah mendapat pujian langsung dari Allah Ta'ala dan Rasul-Nya sallallahu alaihi wa sallam sebagai sebaik-baik manusia, mereka adalah orang-orang yang paling paham terhadap agama dan paling baik amalannya sehingga kepada merekalah kita harus merujuk.

Kalimat salaf, secara bahasa Arab bermakna: Siapa saja yang telah mendahuluimu dari nenek moyang dan karib kerabat, yang mereka itu di atasmu dalam hal usia dan keutamaan. 

Dan dalam makna syar'i arti dari kata salaf adalah :

Para generasi terdahulu yang hidup pada tiga abad pertama Islam, dari para shahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, tabi’in yaitu murid-murid shahabat dan tabi’ut tabi’in yaitu murid-murid para tabi’in.

Jika dikatakan, apa manhaj salaf itu? Maka kita katakan bahwa manhaj salaf adalah : sebuah jalan yang terang lagi mudah, yang telah ditempuh oleh para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, tabi’in dan tabi’ut tabi’in di dalam memahami agama Islam yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Seorang yang mengikuti manhaj salaf ini disebut dengan Salafy atau As Salafy, atau Salafiyyun atau As Salafiyyun.

 Al Imam Adz Dzahabi rahimahullah berkata: “As Salafi adalah sebutan bagi siapa saja yang berada di atas manhaj salaf.” 

Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf atau Salafiyyun biasa disebut dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah dikarenakan berpegang teguh dengan Al Quran dan As Sunnah dan bersatu di atasnya. 

Disebut pula dengan Ahlul Hadits wal Atsar dikarenakan berpegang teguh dengan hadits dan atsar di saat orang-orang banyak mengedepankan akal. 

Disebut juga Al Firqatun Najiyyah, yaitu golongan yang Allah Ta'ala selamatkan dari neraka .

Disebut juga Ath Thaifah Al Manshurah, kelompok yang senantiasa ditolong dan dimenangkan oleh Allah Ta'ala. 

Manhaj salaf dan Salafiyyun tidaklah dibatasi oleh organisasi tertentu, daerah tertentu, pemimpin tertentu, partai tertentu, dan sebagainya.

Bahkan manhaj salaf mengajarkan kepada kita bahwa ikatan persaudaraan itu dibangun di atas Al Quran dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dengan pemahaman Salafush Shalih.

Siapa pun yang berpegang teguh dengannya maka ia saudara kita, walaupun berada di belahan bumi yang berbeda, suatu ikatan suci yang dihubungkan oleh ikatan manhaj salaf, yaitu manhaj yang ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan para sahabatnya.

Manhaj salaf merupakan manhaj yang harus diikuti dan dipegang erat-erat oleh setiap muslim di dalam memahami agamanya. 

Mengapa?

Karena demikianlah yang dijelaskan oleh Allah Ta'ala di dalam Al Quran dan demikian pula yang dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di dalam Sunnahnya.

Sebagaimana Allah Ta'ala telah berwasiat kepada kita dalam firman Nya : 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَٰزَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا ﴿٥٩﴾

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (Q.S. An-Nisaa :59)

Adapun ayat-ayat Al Quran yang menjelaskan agar kita benar-benar mengikuti manhaj salaf adalah sebagai berikut:

☆ Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman : 

ٱهْدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ ﴿٦﴾  صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ ٱلْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ ﴿٧﴾

"Tunjukilah kami jalan yang lurus,"
"(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat." (Q.S. Al-Fatihah : 6-7)

       

 Al Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Mereka adalah orang-orang yang mengetahui kebenaran dan berusaha untuk mengikutinya…, maka setiap orang yang lebih mengetahui kebenaran serta lebih konsisten dalam mengikutinya, tentu ia lebih berhak untuk berada di atas jalan yang lurus. Dan tidak diragukan lagi bahwa para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, mereka adalah orang-orang yang lebih berhak untuk menyandang sifat (gelar) ini daripada orang-orang Rafidhah.” 

Penjelasan Al Imam Ibnul Qayyim rahimahullah tentang ayat di atas menunjukkan bahwa para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yang mereka itu adalah Salafush Shalih, merupakan orang-orang yang lebih berhak menyandang gelar “orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah” dan “orang-orang yang berada di atas jalan yang lurus”, dikarenakan betapa dalamnya pengetahuan mereka tentang kebenaran dan betapa konsistennya mereka dalam mengikutinya. Gelar ini menunjukkan bahwa manhaj yang mereka tempuh dalam memahami dienul Islam ini adalah manhaj yang benar dan di atas jalan yang lurus, sehingga orang-orang yang berusaha mengikuti manhaj dan jejak mereka, berarti telah menempuh manhaj yang benar, dan berada di atas jalan yang lurus pula.

☆ Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: 

وَمَن يُشَاقِقِ ٱلرَّسُولَ مِنۢ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ ٱلْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ ٱلْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِۦ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِۦ جَهَنَّمَ ۖ وَسَآءَتْ مَصِيرًا ﴿١١٥﴾

" Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali." (Q.S . An-Nisaa :115)

 

Al Imam Ibnu Abi Jamrah Al Andalusi rahimahullah berkata: “Para ulama telah menjelaskan tentang makna firman Allah Ta'ala  di atas: "Sesungguhnya yang dimaksud dengan orang-orang mukmin disini adalah para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan generasi pertama dari umat ini, karena mereka merupakan orang-orang yang menyambut syariat ini dengan jiwa yang bersih. Mereka telah menanyakan segala apa yang tidak dipahami (darinya) dengan sebaik-baik pertanyaan, dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun telah menjawabnya dengan jawaban terbaik. Beliau terangkan dengan keterangan yang sempurna. Dan mereka pun mendengarkan, memahaminya, mengamalkannya dengan sebaik-baiknya, menghafalkannya, dan menyampaikannya dengan penuh kejujuran. Mereka benar-benar mempunyai keutamaan yang agung atas kita. Yang mana melalui merekalah hubungan kita bisa tersambungkan dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, juga dengan Allah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam".

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Dan sungguh keduanya (menentang Rasul dan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin) adalah saling terkait, maka siapa saja yang menentang Rasul sesudah jelas baginya kebenaran, pasti ia telah mengikuti selain jalan orang-orang mukmin. Dan siapa saja yang mengikuti selain jalan orang-orang mukmin maka ia telah menentang Rasul sesudah jelas baginya kebenaran.”

Setelah kita mengetahui bahwa orang-orang mukmin dalam ayat ini adalah para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam (As Salaf), dan juga keterkaitan yang erat antara menentang Rasul dengan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin, maka dapatlah disimpulkan bahwa mau tidak mau kita harus mengikuti “manhaj salaf”, yaitu  jalannya para sahabat.

Sebab bila kita menempuh selain jalan mereka di dalam memahami dienul Islam ini, berarti kita telah menentang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan akibatnya sungguh mengerikan… akan dibiarkan leluasa bergelimang dalam kesesatan… dan kesudahannya masuk ke dalam neraka Jahannam, seburuk-buruk tempat kembali… na’udzu billahi min dzaalik.

          
☆ Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: 

وَٱلسَّٰبِقُونَ ٱلْأَوَّلُونَ مِنَ ٱلْمُهَٰجِرِينَ وَٱلْأَنصَارِ وَٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُوهُم بِإِحْسَٰنٍ رَّضِىَ ٱللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا۟ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّٰتٍ تَجْرِى تَحْتَهَا ٱلْأَنْهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ ٱلْفَوْزُ ٱلْعَظِيمُ ﴿١٠٠﴾

"Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar." (Q.S. At-Taubah :100) 

Dalam ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak mengkhususkan ridha dan jaminan jannah (surga)-Nya untuk para sahabat Muhajirin dan Anshar (As Salaf) semata, akan tetapi orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik pun mendapatkan ridha Allah dan jaminan surga seperti mereka.

Al Imam Al Hafidh Ibnu Katsir rahimahullah  berkata: “Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengkhabarkan tentang keridhaan-Nya kepada orang-orang yang terdahulu dari kalangan Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan baik, dan ia juga mengkhabarkan tentang ketulusan ridha mereka kepada Allah, serta apa yang telah Ia sediakan untuk mereka dari jannah-jannah (surga-surga) yang penuh dengan kenikmatan, dan kenikmatan yang abadi.” 

 Ini menunjukkan bahwa mengikuti manhaj salaf akan mengantarkan kepada ridha Allah dan jannah Allah Subhanahu Wa Ta’ala :

.فَإِنْ ءَامَنُوا بِمِثْلِ مَا ءَامَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ

Artinya : “Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). (Q.S. Al-Baqoroh: 137)

  
Adapun hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah sebagai berikut:

قَالَ الْعِرْبَاضُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : صَلَّى بِنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا فَوَعَظَناَ مَوْعِظَةً بَلِيْغَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُوْنُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوْبُ، فَقَالَ قَائِلٌ: يَا رَسُوْلَ اللهِ كَأَنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْناَ فَقَالَ: أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلاَفاً كَثِيْراً، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّيْنَ الرَّاشِدِيْنَ، تَمَسَّكُوْا بِهَا وَعَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ.

Berkata sahabat al-‘Irbadh bin Sariyah Radhiyallahu anhu, “Suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat bersama kami kemudian beliau menghadap kepada kami dan memberikan nasehat kepada kami dengan nasehat yang menjadikan air mata berlinang dan membuat hati takut, maka seseorang berkata: ‘Wahai Rasulullah nasehat ini seakan-akan nasehat dari orang yang akan berpisah, maka berikanlah kami wasiat.’ Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Aku wasiatkan kepada kalian supaya tetap bertakwa kepada Allah, tetaplah mendengar dan taat, walaupun yang memerintah kalian adalah seorang budak dari Habasyah. Sungguh, orang yang masih hidup di antara kalian setelahku maka ia akan melihat perselisihan yang banyak, maka wajib atas kalian berpegang teguh kepada Sunnahku dan Sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Peganglah erat-erat dan gigit-lah dia dengan gigi geraham kalian. Dan jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang baru, karena sesungguhnya setiap perkara yang baru itu adalah bid‘ah. Dan setiap bid‘ah itu adalah sesat ". (HR Abu Dawud, At Tirmidzi, Ad Darimi dan Ibnu Majah)

     

Dalam hadits ini dengan tegas dinyatakan bahwa kita akan menyaksikan perselisihan yang begitu banyak di dalam memahami dienul Islam, dan jalan satu-satunya yang mengantarkan kepada keselamatan ialah dengan mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan sunnah Al Khulafa’ Ar Rasyidin  yang menjadi bagian dari Salafush Shalih. Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan agar kita senantiasa berpegang teguh dengannya.

 Al Imam Asy Syathibi rahimahullah berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam -sebagaimana yang engkau saksikan- telah mengiringkan sunnah Al Khulafa’ Ar Rasyidin dengan sunnah beliau, dan bahwasanya di antara konsekuensi mengikuti sunnah beliau adalah mengikuti sunnah mereka…, yang demikian itu dikarenakan apa yang mereka sunnahkan benar-benar mengikuti sunnah nabi mereka atau mengikuti apa yang mereka pahami dari sunnah beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, baik secara global maupun secara rinci, yang tidak diketahui oleh selain mereka". 

عن ثوبان، رضي الله عنه، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: "لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ كَذَلِكَ".
 

 

Diriwayatkan dari hadist Tsauban radhiyallahu anhu,  Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “Terus menerus ada sekelompok kecil dari umatku yang senantiasa tampil di atas kebenaran. Tidak akan memudharatkan mereka orang-orang yang menghinakan mereka, sampai datang keputusan Allah dan mereka dalam keadaan seperti itu.” (HR. Muslim)

Al Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata (tentang tafsir hadits di atas): “Kalau bukan Ahlul Hadits, maka aku tidak tahu siapa mereka?!” 

Al Imam Ibnul Mubarak rahimahullah, Al Imam Al Bukhari rahimahullah, dan Al Imam Ahmad bin Sinan Al Muhaddits rahimahullah, semuanya berkata tentang tafsir hadits ini: “Mereka adalah Ahlul Hadits.” 

Asy Syaikh Ahmad bin Muhammad Ad Dahlawi Al Madani rahimahullah berkata: “Hadits ini merupakan tanda dari tanda-tanda kenabian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, di dalamnya beliau telah menyebutkan tentang keutamaan sekelompok kecil yang senantiasa tampil di atas kebenaran, dan setiap masa dari jaman ini tidak akan lengang dari mereka. Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mendoakan mereka dan doa itupun terkabul. Maka Allah ‘Azza Wa Jalla menjadikan pada tiap masa dan jaman, sekelompok dari umat ini yang memperjuangkan kebenaran, tampil di atasnya dan menerangkannya kepada umat manusia dengan sebenar-benarnya keterangan. Sekelompok kecil ini secara yakin adalah Ahlul Hadits insya Allah, sebagaimana yang telah disaksikan oleh sejumlah ulama yang tangguh, baik terdahulu ataupun di masa kini.” 

Ahlul Hadits adalah nama lain dari orang-orang yang mengikuti manhaj salaf. Atas dasar itulah, siapa saja yang ingin menjadi bagian dari yang disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam hadits di atas, maka ia harus mengikuti manhaj salaf.

أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: "افترقت اليهود على إحدى وسبعين فرقة، وافترقت النصارى على اثنتين وسبعين فرقة، وستفترق هذه الأمة على ثلاث وسبعين فرقة كلها في النار إلا واحدة" قيل: من هي يا رسول الله؟
قال: "من كان على مثل ما أنا عليه وأصحابي" .

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Umat yahudi akan berpecah menjadi tujuh puluh satu golongan, dan umat nasrani akan berpecah menjadi tujuh puluh dua golongan, dan umatku akan terpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, semuanya masuk ke dalam neraka, kecuali satu golongan. Beliau ditanya: "Siapa dia wahai Rasulullah?". Beliau menjawab: "Golongan yang aku dan para sahabatku ada padanya .” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al-Hakim)

Asy Syaikh Ahmad bin Muhammad Ad Dahlawi Al Madani rahimahullah berkata: “Hadits ini sebagai nash dalam perselisihan, karena ia dengan tegas menjelaskan tentang tiga perkara:  

- Pertama, bahwa umat Islam sepeninggal beliau akan berselisih dan menjadi golongan-golongan yang berbeda pemahaman dan pendapat di dalam memahami agama. Semuanya masuk ke dalam neraka, dikarenakan mereka masih terus berselisih dalam masalah-masalah agama setelah datangnya penjelasan dari Rabb Semesta Alam.

- Kedua, disana terdapat satu golongan yang Allah Ta'ala selamatkan, dikarenakan mereka berpegang teguh dengan Al Quran dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan mengamalkan keduanya tanpa adanya takwil dan penyimpangan.

- Ketiga, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah menentukan golongan yang selamat dari sekian banyak golongan tersebut, yaitu hanya satu dan mempunyai sifat yang khusus, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang tidak lagi membutuhkan takwil dan tafsir.

Golongan yang ditentukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mereka adalah siapa saja yang mengikuti manhaj salaf, karena mereka di dalam memahami dienul Islam ini menempuh suatu jalan yang Rasulullah dan para sahabatnya berada diatasnya.     

Berdasarkan beberapa ayat dan hadits di atas, dapatlah diambil suatu kesimpulan, bahwa manhaj salaf merupakan satu-satunya manhaj yang harus diikuti di dalam memahami dienul Islam ini, karena:  

♢Manhaj salaf adalah manhaj yang benar dan berada di atas jalan yang lurus.  

♢Mengikuti selain manhaj salaf berarti menentang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yang berakibat akan diberi keleluasaan untuk bergelimang di dalam kesesatan dan tempat kembalinya adalah Jahannam.   

♢Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf dengan sebaik-baiknya, pasti mendapat ridha dari Allah Ta'ala dan tempat kembalinya adalah surga yang penuh dengan kenikmatan, kekal abadi di dalamnya.  

♢Manhaj salaf adalah manhaj yang harus dipegang erat-erat, tatkala bermunculan pemahaman-pemahaman dan pendapat-pendapat di dalam memahami dienul Islam, sebagaimana yang diwasiatkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.  

♢ Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf, mereka adalah sekelompok dari umat ini yang senantiasa tampil di atas kebenaran, dan senantiasa mendapatkan pertolongan dan kemenangan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.  

  
♢Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf, mereka adalah golongan yang selamat dikarenakan mereka berada di atas jalan yang ditempuh oleh Rasulullah dan para sahabatnya.   

Banyak diantara para ulama yang menganjurkan kepada kita untuk meniti manhaj salaf, diantaranya : 

● Al Imam Abdurrahman bin ‘Amr Al Auza’i rahimahullah berkata:   
“Wajib bagimu untuk mengikuti jejak salaf walaupun banyak orang menolakmu, dan hati-hatilah dari pemahaman dan pendapat yang menyimpang, walaupun mereka mengemasnya untukmu dengan kata-kata yang indah.” 

● Al Imam Abu Hanifah An Nu’man bin Tsabit rahimahullah berkata:  
“Wajib bagimu untuk mengikuti atsar dan jalan yang ditempuh oleh salaf, dan hati-hatilah dari segala yang diada-adakan dalam agama, karena ia adalah bid’ah.”

 
● Al Imam Abul Mudhaffar As Sam’ani rahimahullah berkata:  
“Syi’ar Ahlus Sunnah adalah mengikuti manhaj salafush shalih dan meninggalkan segala yang diada-adakan dalam agama.” 

● Al Imam Qawaamus Sunnah Al Ashbahani rahimahullah berkata:  
“Barangsiapa menyelisihi sahabat dan tabi’in yakni para salaf maka ia akan sesat, walaupun banyak ilmunya.” 

● Al-Imam As Syathibi rahimahullah berkata:  
“Segala apa yang menyelisihi manhaj salaf, maka ia adalah kesesatan ".

  
● Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:   
“Tidak tercela bagi siapa saja yang menampakkan manhaj salaf, berintisab dan bersandar kepadanya, bahkan yang demikian itu disepakati wajib diterima, karena manhaj salaf adalah hak.”

 
Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala senantiasa membimbing kita untuk mengikuti manhaj salaf di dalam memahami dienul Islam ini, mengamalkannya dan berpegang teguh di atasnya, hingga kita diwafatkan dalam keadaan husnul khatimah. 

Jumat, 11 November 2016

HUKUM TA'ZIYAH KEPADA ORANG-ORANG KAFIR, DAN HUKUM IKUT HADIR PEMAKAMAN JENAZAH NYA, ATAU IKUT SERTA DALAM PENGUBURAN NYA

حكم تعزية الكفار ، وحكم حضور جنائزهم أو المشاركة في دفنهم.

السؤال : ما الحكم في حضور جنائز الكفار ، الذي أصبح تقليداً سياسياً وعرفاً متفقاً عليه ؟.

Pertanyaan : Apa hukum menghadiri jenazah orang-orang kafir, yang sekarang menjadi gaya hidup bernegara dan menjadi adat-istiadat setempat ?

الجواب : إذا وجد من الكفار من يقوم بدفن موتاهم فليس للمسلمين أن يتولوا دفنهم ، ولا أن يشاركوا الكفار ويعاونوهم في دفنهم ، أو يجاملوهم في تشييع جنائزهم ؛ عملاً بالتقاليد السياسية ، فإن ذلك لم يعرف عن رسول الله صلى الله عليه وسلم ، ولا عن الخلفاء الراشدين ، بل نهى الله رسوله صلى الله عليه وسلم أن يقوم على قبر عبد الله بن أُبَي بن سلول ، وعلل ذلك بكفره ، قال تعالى : ( ولا تصل على أحد منهم مات أبداً ولا تقم على قبره إنهم كفروا بالله ورسوله وماتوا وهم فاسقون ) التوبة 81 ، وأما إذا لم يوجد منهم من يدفنه دفنه المسلمون كما فعل النبي صلى الله عليه وسلم بقتلى بدر، وبعمه أبي طالب لما توفي قال لعلي : ( اذهب فواره ) . 
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم .
"فتاوى اللجنة الدائمة"

Jawaban : Jika dijumpai dari orang-orang kafir yang telah mengurusi  penguburan jenazah mereka, maka tidak dibolehkan bagi kaum muslimin untuk melakukan penguburan nya, dan tidak boleh ikut serta mengurus atau membantu mereka dalam penguburan, ataupun bermujamalah ( memperlihatkan peduli kepada mereka ) untuk berduka atas jenazah mereka , dalam rangka mengikuti gaya bernegara, karena hal ini tidak pernah diketahui bersumberkan dari Rosulillah Sallallahu alaihi wa sallam, juga dari para Kholifah Rosidiin, bahkan Allah Ta'ala telah melarang Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam untuk berdiri di kuburan Abdullah bin Ubaiy bin Salul  (tokoh munafiqun) atas dasar kekufuran nya. 

Allah Ta'ala berfirman : 

وَلَا تُصَلِّ عَلَىٰٓ أَحَدٍ مِّنْهُم مَّاتَ أَبَدًا وَلَا تَقُمْ عَلَىٰ قَبْرِهِۦٓ ۖ إِنَّهُمْ كَفَرُوا۟ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَمَاتُوا۟ وَهُمْ فَٰسِقُونَ ﴿٨٤﴾

" Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik."

(Q.S. At-Taubah :84)

س: هل يجوز للمسلم أن يعزي الكافر إذا كان أباه أو أمه ، أو من أقاربه ، إذا كان يخاف إذا مات ولم يذهب إليهم أن يؤذوه ، أو يكون سببا لإبعادهم عن الإسلام أم لا ؟

Perayaan : Apakah diperbolehkan bagi seorang muslim untuk berbelasungkawa kepada orang yang kafir jika ia adalah ayah atau ibu atau kerabat nya, dan jika tidak datang untuk ikut serta maka muslim tersebut mendapatkan gangguan atau menjadi sebab menjauhkan dari dakwah agar masuk islam ?

فأجابت :

" إذا كان قصده من التعزية أن يرغبهم في الإسلام فإنه يجوز ذلك ، وهذا من مقاصد الشريعة ، وهكذا إذا كان في ذلك دفع أذاهم عنه ، أو عن المسلمين ؛ لأن المصالح العامة الإسلامية تغتفر فيها المضار الجزئية " انتهى .
"فتاوى اللجنة الدائمة" (9/132).

Jawaban : Jika tujuan dari melakukan takziyah atau belasungkawa tersebut adalah agar menarik masuk ke dalam agama islam maka hal ini boleh, dan ini merupakan salah satu dari tujuan syariat, demikian pula jika tujuan nya adalah dalam rangka menangkal keburukan untuk dirinya atau untuk kaum muslimin, karena jika terdapat maslahat yang umum yang islamiah niscaya akan dapat menutup mudhorot yang bersifat sebagian. (Fatwa Lajnah Da'imah : 9 / 132 )

وقال الشيخ ابن عثيمين رحمه الله :
" تعزية الكافر إذا مات له من يُعَزَّى به من قريب أو صديق . وفي هذا خلاف بين العلماء فمن العلماء من قال : إن تعزيتهم حرام ، ومنهم من قال : إنها جائزة . ومنهم من فَصَّل في ذلك فقال : إن كان في ذلك مصلحة كرجاء إسلامهم ، وكف شرهم الذي لا يمكن إلا بتعزيتهم ، فهو جائز وإلا كان حراماً .
والراجح : أنه إن كان يفهم من تعزيتهم إعزازهم وإكرامهم كانت حراماً ، وإلا فينظر في المصلحة " انتهى .
"مجموع فتاوى ابن عثيمين" (2/236) .

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullaah berkata : 

Takziyah kepada orang kafir yang mati dari kalangan kerabat atau teman, dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat diantara para ulama, sebahagian berpendapat haram, dan sebahagian berpendapat boleh, dan sebahagian memberikan rincian sebagai berikut : 

jika disana terdapat maslahat seperti diharapkan dapat membawa mereka masuk agama islam, atau dapat  menolak keburukan dari gangguan mereka yang tidak dapat diperoleh kecuali dengan melakukan takziyah, maka ini diperbolehkan. 
Namun jika tidak demikian maka hukumnya adalah haram. 

Dan pendapat yang kuat adalah : jika perbuatan takziyah tersebut dipahami sebagai penghormatan dan memberikan kemuliaan kepada mereka maka hukumnya haram. Jika tidak, maka dilihat maslahat nya. (Kumpulan fatwa As-Saikh Ibnu Utsaimin : 2 / 236)

وما سبق إنما هو في تعزية الكافر ، أما حضور المسلم جنازة الكافر فلا يجوز ذلك ، لأنها من تعظيم الكافر وموالاته .

Dan apa yang terdahulu merupakan pembahasan tentang hukum takziyah atau belasungkawa kepada orang kafir, adapun seorang muslim jika ikut hadir dalam acara jenazah orang kafir, maka hukumnya tidak diperbolehkan, karena ini termasuk memberikan pengagungan terhadap orang kafir dan bentuk loyal kepada mereka. 

وقد سئل شيخ الإسلام ابن تيمية عن قوم مسلمين مجاوري النصارى فهل يجوز للمسلم إذا مرض النصراني أن يعوده وإذا مات أن يتبع جنازته وهل على من فعل ذلك من المسلمين وزر أم لا؟ 
فأجاب :
"الحمد لله رب العالمين ، لا يتبع جنازته ، وأما عيادته فلا بأس بها ، فإنه قد يكون في ذلك مصلحة لتأليفه على الإسلام ، فإذا مات كافرا فقد وجبت له النار ، ولهذا لا يصلى عليه . والله أعلم" انتهى .
"مجموع الفتاوى" (24/265)

As-Saikh Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah pernah ditanya tentang orang islam yang bertetangga dengan orang nasrani, apakah diperbolehkan bagi si muslim untuk menjenguk tetangga nasrani jika sakit, dan mengantarkan jenazahnya jika ia mati, dan jika itu dilakukan oleh kalangan  muslimin maka mendapatkan dosa atau tidak. ..? 

Maka dijawab : Segala puji bagi Allah Ta'ala Robb semesta alam. Tidak boleh mengantarkan jenazahnya, adapun menjenguk ketika sakit maka boleh, karena bisa jadi terdapat maslahat yaitu menarik dia agar dapat masuk ke dalam agama islam, adapun jika orang kafir telah mati, maka ia penghuni neraka, maka darinya tidak boleh di sholatkan. Allah Ta'ala yang lebih mengetahui. ( Majmu' Fatawa : 24 / 265)



IMAN KEPADA MALAIKAT

Alhamdulillah, wassholatu wassalamu ala Rosulillah, wa ba'du :

Sesungguhnya iman terhadap para Malaikat merupakan pokok dari pondasi keyakinan, yang mana iman seseorang tidak akan lulus kecuali dengan iman kepada nya.
Malaikat merupakan ciptaan Allah Ta'ala yang merupakan perkara gaib yang harus diyakini baik secara global maupun terperinci sebagaimana tercantum dalam Al-Qur'an Al-Karim dan As-Sunnah An-Nabawiyah.
Allah Ta'ala menciptakan malaikat dari cahaya dengan bentuk yang agung penuh kemuliaan tidak membutuhkan makan dan minum mampu berubah dengan berbagai wujud dan mereka adalah makhluk yang suci yang senantiasa taat dan patuh pada perintah Allah Ta'ala dan tidak bermaksiat kepada Nya.

Allah Ta'ala berfirman :

ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ فَاطِرِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ جَاعِلِ ٱلْمَلَٰٓئِكَةِ رُسُلًا أُو۟لِىٓ أَجْنِحَةٍ مَّثْنَىٰ وَثُلَٰثَ وَرُبَٰعَ ۚ يَزِيدُ فِى ٱلْخَلْقِ مَا يَشَآءُ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ ﴿١﴾

"Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (Q.S. Fa'thir :1)

Diantara malaikat, Jibril merupakan yang paling utama, memiliki enam ratus sayap, satu sayapnya memenuhi timur hingga barat.

Diriwayatkan dari sahabat Ibnu Mas’ud radhialahu ‘anhu :

رَأَى مُحَمَّدٌ ﷺ جِبْرِيْلَ لَهُ سِتُّمِائَةِ جَنَاحٍ قَدْ سَدَّ الأُفُق

“ Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam melihat Jibril, Ia memiliki enam ratus sayap yang menutupi langit.” (HR. An-Nasa'i )

Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu ‘anha pernah bertanya kepada kekasihnya, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tentang dua ayat di dalam Alquran. Yakni ayat dalam surat:

وَلَقَدْ رَآهُ بِالْأُفُقِ الْمُبِينِ

“Dan sesungguhnya Muhammad itu melihat Jibril di ufuk yang terang.” (QS. At-Takwir: 23).

Dan surat:

وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَىٰ عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَىٰ عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَىٰ

“Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal.” (QS. An-Najm: 13-15).

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menjawab, “Itulah Jibril yang tidak pernah kulihat ia dalam wujud aslinya. Kecuali pada dua kesempatan itu saja. Aku melihatnya turun dari langit, dimana tubuhnya yang besar memenuhi ruang antara langit dan bumi.” (HR. Muslim)

“Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melihat Jibril dengan bentuk aslinya. Dia memiliki enam ratus sayap. Setiap satu sayapnya dapat menutupi ufuk. Dari sayapnya berjatuhan mutiara dan yaqut dengan beragam warna.” (HR. Ahmad)

Malaikat Jibril diciptakan penuh dengan keindahan, keagungan dan keperkasaan yang memiliki kekuatan yang sangat dahsyat, ditugaskan untuk menurunkan wahyu dari Allah Ta'ala, dan dahulu pernah ikut serta berperang bersama Rosulillah Sallallahu alaihi wa sallam dalam perang Badar dan khondak, dan menyertai Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam dalam perjalanan Isra '.

Malaikat memiliki tugas untuk beribadah, diantaranya ada yang berdiri, ada yang rukuk, dan ada yang sujud.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam  bersabda :

مَا فِيهَا مَوْضِعُ أَرْبَعِ أَصَابِعَ إِلَّا وَمَلَكٌ وَاضِعٌ جَبْهَتَهُ سَاجِدًا لِلَّهِ

“Tidak ada satu ruang selebar empat jari, kecuali di sana ada malaikat yang sedang meletakkan dahinya, bersujud kepada Allah.” (HR. Ahmad)

Di antara hal yang disaksikan Rasululullah Shallallahu alaihi wa sallam saat isra' mi’raj adalah :

فَرُفِعَ لِي البَيْتُ المَعْمُورُ، فَسَأَلْتُ جِبْرِيلَ، فَقَالَ: هَذَا البَيْتُ المَعْمُورُ يُصَلِّي فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ، إِذَا خَرَجُوا لَمْ يَعُودُوا إِلَيْهِ آخِرَ مَا عَلَيْهِمْ

“Kemudian ditunjukkan kepadaku baitul ma’mur. Aku pun bertanya kepada Jibril, beliau menjawab, ‘Ini Baitul Ma’mur, setiap hari ada 70.000 malaikat yang shalat di dalamnya. Setelah mereka keluar, mereka tidak akan kembali lagi, dan itu menjadi kesempatan terakhir baginya". (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Diriwayatkan dari sahabat Jabir bin Abdullah, bahwasanya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

أُذِنَ لِى أَنْ أُحَدِّثَ عَنْ مَلَكٍ مِنْ مَلاَئِكَةِ اللَّهِ مِنْ حَمَلَةِ الْعَرْشِ إِنَّ مَا بَيْنَ شَحْمَةِ أُذُنِهِ إِلَى عَاتِقِهِ مَسِيرَةُ سَبْعِمِائَةِ عَامٍ

“Aku telah diizinkan untuk mengabarkan tentang para malaikat pemikul ‘arsy, sesungguhnya satu malaikat, jarak antara daun telinga sampai ke bahunya, sejauh perjalanan 700 tahun". (HR. Abu Dawud)

Sungguh Allah Ta'ala telah memberikan kemuliaan dan memberikan penjagaan kepada makhluk yang bernama manusia, senantiasa didampingi dan diawasi oleh para malaikat-malaikat Allah Ta'ala sepanjang siang dan malam, menulis dan mencatat amalan-amalan dan ucapan-ucapan para manusia.

Allah Ta'ala berfirman :

وَلَقَدْ خَلَقْنَا ٱلْإِنسَٰنَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِۦ نَفْسُهُۥ ۖ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ ٱلْوَرِيدِ ﴿١٦﴾  إِذْ يَتَلَقَّى ٱلْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ ٱلْيَمِينِ وَعَنِ ٱلشِّمَالِ قَعِيدٌ ﴿١٧﴾  مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ ﴿١٨﴾

" Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya".
" (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri."
"Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir." (Q.S. Qaaf :16-18)

Para malaikat cinta kepada orang-orang saleh serta orang yang beriman, senantiasa mendoakan dan memintakan ampunan kepada Allah Ta'ala.

Allah Ta'ala berfirman :

ٱلَّذِينَ يَحْمِلُونَ ٱلْعَرْشَ وَمَنْ حَوْلَهُۥ يُسَبِّحُونَ بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَيُؤْمِنُونَ بِهِۦ وَيَسْتَغْفِرُونَ لِلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَىْءٍ رَّحْمَةً وَعِلْمًا فَٱغْفِرْ لِلَّذِينَ تَابُوا۟ وَٱتَّبَعُوا۟ سَبِيلَكَ وَقِهِمْ عَذَابَ ٱلْجَحِيمِ ﴿٧﴾  رَبَّنَا وَأَدْخِلْهُمْ جَنَّٰتِ عَدْنٍ ٱلَّتِى وَعَدتَّهُمْ وَمَن صَلَحَ مِنْ ءَابَآئِهِمْ وَأَزْوَٰجِهِمْ وَذُرِّيَّٰتِهِمْ ۚ إِنَّكَ أَنتَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْحَكِيمُ ﴿٨﴾ وَقِهِمُ ٱلسَّيِّـَٔاتِ ۚ وَمَن تَقِ ٱلسَّيِّـَٔاتِ يَوْمَئِذٍ فَقَدْ رَحِمْتَهُۥ ۚ وَذَٰلِكَ هُوَ ٱلْفَوْزُ ٱلْعَظِيمُ ﴿٩﴾

"(Malaikat-malaikat) yang memikul 'Arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan): "Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyala-nyala ".
" Ya Tuhan kami, dan masukkanlah mereka ke dalam surga 'Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka dan orang-orang yang saleh di antara bapak-bapak mereka, dan isteri-isteri mereka, dan keturunan mereka semua. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana ".
" Dan peliharalah mereka dari (balasan) kejahatan. Dan orang-orang yang Engkau pelihara dari (pembalasan) kejahatan pada hari itu maka sesungguhnya telah Engkau anugerahkan rahmat kepadanya dan itulah kemenangan yang besar ".
(Q.S. Ghaafir : 7-9)

Para malaikat turun membawa barokah dan rahmat Allah Ta'ala, seperti tatkala malam Lailatul Qadr, ketika dibacakan ayat suci Al -Qur'an, ketika diadakan majlis-majlis dzikir.

Diantara buah dari beriman kepada para malaikat adalah sebagai berikut :

● Terbebas dari keyakinan yang bathil dan menyeleweng dari kalangan orang-orang jahiliah dan ahli filsafat yang mana mereka meyakini bahwa malaikat adalah anak-anak wanita Tuhan yang berhak untuk disembah dan meminta hajat kepada mereka.

Allah Ta'ala berfirman :

وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ جَمِيعًا ثُمَّ يَقُولُ لِلْمَلَٰٓئِكَةِ أَهَٰٓؤُلَآءِ إِيَّاكُمْ كَانُوا۟ يَعْبُدُونَ ﴿٤٠﴾  قَالُوا۟ سُبْحَٰنَكَ أَنتَ وَلِيُّنَا مِن دُونِهِم ۖ بَلْ كَانُوا۟ يَعْبُدُونَ ٱلْجِنَّ ۖ أَكْثَرُهُم بِهِم مُّؤْمِنُونَ ﴿٤١﴾  فَٱلْيَوْمَ لَا يَمْلِكُ بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ نَّفْعًا وَلَا ضَرًّا وَنَقُولُ لِلَّذِينَ ظَلَمُوا۟ ذُوقُوا۟ عَذَابَ ٱلنَّارِ ٱلَّتِى كُنتُم بِهَا تُكَذِّبُونَ ﴿٤٢﴾

"Dan (ingatlah) hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka semuanya kemudian Allah berfirman kepada malaikat: "Apakah mereka ini dahulu menyembah kamu?".
"Malaikat-malaikat itu menjawab: "Maha Suci Engkau. Engkaulah pelindung kami, bukan mereka; bahkan mereka telah menyembah jin; kebanyakan mereka beriman kepada jin itu".
"Maka pada hari ini sebahagian kamu tidak berkuasa (untuk memberikan) kemanfaatan dan tidak pula kemudharatan kepada sebahagian yang lain. Dan Kami katakan kepada orang-orang yang zalim: "Rasakanlah olehmu azab neraka yang dahulunya kamu dustakan itu". (Q.S. Saba ': 40-42)

● Bersemangat dan bersungguh-sungguh dalam menunaikan ibadah ketaatan, karena amalan mereka tidak akan sia-sia, namun tercatat oleh para malaikat Allah Ta'ala.

Allah Ta'ala berfirman :

وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَٰفِظِينَ ﴿١٠﴾   كِرَامًا كَٰتِبِينَ ﴿١١﴾
يَعْلَمُونَ مَا تَفْعَلُونَ ﴿١٢﴾

"Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu)".
"yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu)".
"mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Q.S. Al-Infithor :10-12)

● Menghilangkan sifat sombong dan takabur, karena disana terdapat makhluk mulai yang senantiasa beribadah kepada Allah Ta'ala siang malam tanpa lelah dan hanya berbuat ketaatan.

Allah Ta'ala berfirman :

وَلَهُۥ مَن فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۚ وَمَنْ عِندَهُۥ لَا يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِهِۦ وَلَا يَسْتَحْسِرُونَ ﴿١٩﴾ يُسَبِّحُونَ ٱلَّيْلَ وَٱلنَّهَارَ لَا يَفْتُرُونَ ﴿٢٠﴾

"Dan kepunyaan-Nya-lah segala yang di langit dan di bumi. Dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih."
"Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya." (Q.S. Al-Anbiya' :19-20)

● Berusaha untuk menjaga diri dari perbuatan maksiat dan dosa, dikarenakan disana para malaikat tidak membiarkan begitu saja namun mencatat segala ucapan dan perbuatan manusia .

Allah Ta'ala berfirman :

مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ ﴿١٨﴾

"Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir." (Q.S. Qoof :18)