Selasa, 22 November 2016

“ PEMAHAMAN YANG BENAR DARI AHLUSSUNNAH  WAL JAMA’AH  DAN  PENGARUHNYA  TERHADAP   PENJAGAAN  DARI  SIKAP  BERLEBIHAN  DAN  EKSTRIMISME ”


Segala puji bagi Allah Ta'ala, kami memuji-Nya dan meminta pertolongan dari-Nya dan meminta ampun pada-Nya.

Kami berlindung kepada Allah Ta'ala dari keburukan-keburukan jiwa kami dan dari kejelekan-kejelekan amalan kami.

Barang siapa yang diberikan petunjuk oleh Allah Ta'ala, maka tidak akan ada yang menyesatkannya.

Dan barang siapa yang disesatkan oleh Allah Ta'ala, maka tidak akan ada yang menunjukinya.

Kami bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah Ta'ala, dan 
bersaksi bahwasanya Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam adalah utusan-Nya, semoga shalawat dan salam tercurah atasnya, keluarga dan juga para sahabatnya,
Amma Ba’du :

Dengan taufik dan pertolongan dari Allah Ta'ala , pada hari Sabtu, 12 Shafar 1438 atau yang bertepatan dengan 12 November 2016, atas undangan dari beberapa ulama Rabbani dan lembaga-lembaga 
Kajian dan Riset, telah dilaksanakan Konferensi Internasional “Pemahaman Yang Benar dari Ahlussunnah Wal Jamaah dan Pengaruhnya Terhadap Penjagaan dari Sikap Berlebihan dan 
Ekstrimisme,  dengan mengikut sertakan banyak ulama Ahlussunnah Wal Jamaah dari berbagai 
negara, yang diselenggarakan di Negara Kuwait, semoga Allah Ta'ala senantiasa menjaganya, memberikan 
taufik dan rasa aman kepada pemiminnya, pemerintahannya dan juga masyarakatnya.

Adapun faktor yang mendorong terselenggaranaya konferensi ini adalah :

☆ 1. Menjelaskan kepada umat tentang agama yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya, dan juga para ulama, diantaranya adalah empat ulama 
madzhab - Semoga Allah merahmati mereka semua -.

☆ 2. Membela Manhaj Ahlussunnah Wal Jamaah dan juga ketidak terkaitannya dengan penyimpangan orang-orang yang melampaui batas, kesalahan orang-orang yang batil, dan 
pemahaman orang-orang yang jahil.

☆ 3. Mengetahui manhaj ini, dan berpegang teguh dengannya, merupakan satu-satunya jalan 
untuk menyatukan umat dengan segala kebaikannya. Karena tidaklah akhir dari umat ini bisa menjadi benar, kecuali jika mengikuti generasi awalnya.

☆ 4. Jalan utama untuk menyatukan umat ini adalah dengan saling mewasiatkan di dalam kebenaran, tolong menolong di atas kebaikan dan ketakwaan, Amar Ma’ruf Nahi Munkar, dan itu semua adalah yang diinginkan dari adanya Konferensi ini.

Dan setelah meninjau lembar kerja dan beberapa diskusi, para peserta memutuskan untuk 
mengeluarkan pernyataan berikut:

● Pertama : Bahwa Ahlussunnah Wal Jamaah adalah para pengikut Al-Quran dan As-Sunnah, yang bergabung dengan keduanya, menerima semua yang ada di dalam keduanya, serta mengedepanka keduanya dibandingkan dengan apa-apa yang menyelisihi keduanya.

Ahlussunnah adalah orang-orang yang bersatu di atas landasan yang kokoh.

Dari sinilah mereka dinamakan dengan 
Ahlussunnah Wal Jamaah.

Dan diantara julukan-julukan Ahlussunnah adalah : Ahlul Hadits, Ahlul Atsar, Al-Firqah An-Najiyah, 
Ath-Thaifah Al-Manshurah, Umat yang pertengahan, Ahlul Haq, Salafiyyun. 

Diantara pembesar mereka adalah para sahabat kemudian para tabiin seperti Said bin Musayyib, Ibnu Sirin, Atha bin Abi Rabah, Hasan Al-Bashri, kemudian para Tabiut Tabiin seperti Abu Hanifah, Ats-Tsaury, Malik, Al-Auza’i, Laits bin Said, dan orang-orang yang datang setelah mereka dan mengikuti manhaj ini seperti Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Bukhari dan Ibnu Khuzaimah, rahimahumullah ajmaiin.  

Ini adalah madzhab yang sudah ada sejak dulu, bukan tumbuh melalui Imam Ahmad, Ibnu Taymiyah, ataupun Muhammad bin Abdul Wahhab.

Akan tetapi ini adalah madzhabnya para Sahabat, Tabi’in dan Tabiut Tabi’in.

Merekalah yang menghidupkannya, menamapakkan dan menyebarkannya, terlebih setelah munculnya kebid’ahan dan perkara-perkara yang baru.

Ini adalah agama yang Allah akan senantiasa menjaganya, mengajak manusia kepadanya, dan 
menjadikannya selalu unggul dibandingkan yang lainnya.

Allah juga mewajibkan untuk memberikan kemuliaan dan ampunan bagi para pengikutnya.

Sebagaimana yang difirmankan Allah Ta’ala :

¦{وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ} [التوبة : 100]

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan 
anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir 
sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang 
besar ". (QS. At-Taubah : 100)

Dan berdasarkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam banyak jalur, dimana beliau 
bersabda : “Akan senantiasa ada segolongan (Thaifah) dari umatku yang selalu dalam kebenaran menegakkan perintah Allah, tidak akan mencelakai mereka orang yang tidak menolongnya dan orang yang menyelisihinya sampai datang ketetapan dari Allah”.(HR. Muslim)

Dalam hal ini kami akan menyebutkan apa yang dikatakan oleh Imam Syafi’i tentang sifat dari As-Salaf As-Shalih (Al-Madkhal Ilas Sunan 1/109) : “Mereka berada di atas kita semua dalam hal 
keilmuan, akal, agama, keutamaan, dan perantara apapun yang bisa mendatangkan ilmu dan juga petunjuk.

Pendapat mereka untuk kita jauh lebih baik dibandingkan pendapat kita untuk diri kita sendiri”.

Juga apa yang disebutkan oleh Abul Qasim At-Taymi dalam kitabnya Al-Hujjah Fi Bayanil Mahajjah 2/410 : “Ahlus Sunnah Wal Jamaah tidak pernah menyelisihi Al-Quran dan As-Sunnah serta Ijma para Salaf As-Shalih. Mereka tidak pernah mengikuti hal-hal yang masih samar, ataupun penafsirannya yang bisa mendatangkan fitnah.

Sesungguhnya mereka adalah pengikut para Sahabat, Tabi’in, dan 
Ijma’ kaum muslimin setelahnya baik dalam perkataan maupun perbuatan.”

● Kedua : Manhaj Ahlussunnah Wal Jamaah adalah satu, tidak bercabang-cabang. Manhaj ini adalah 
syi’ar, sesuatu yang hak dan juga petunjuk. Kebenaran yang tidak ada kebatilan di dalamnya.

  
Pertengahan yang tidak ada berlebih-lebihan ataupun kekakuan. Pengikut Ahlussunnah adalah orang-orang yang berpegang teguh dengannya. Mereka adalah orang yang paling mengetahui
kebenaran, paling berkasih sayang terhadap manusia, paling adil dalam berhukum dan paling mendapatkan petunjuk.

Mereka tidaklah menisbatkan kepada figur tertentu, melainkan hanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak pernah mendahulukan perkatannya. Mereka juga tidak pernah menentang sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dengan Qiyas, dengan akal, pandangan filsafat, ataupun teori-teori ilmu kalam, ataupun perasaan, ataupun prasangka, atau perkataan imam dan ijtihadnya ulama mujtahid.

Karena mereka sangat mengetahui bahwa kebenaran itu ada di dalam ucapan, perbuatan dan ketetapan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Karena mereka tahu bahwa Nabi tidak mungkin salah atau keliru dalam 
menyampaikan, bahkan Nabi adalah ma’shum (terjaga).

Adapun orang selain Nabi, maka perkataan dan perbuatannya ditimbang dengan Al-Quran dan As-Sunnah.

Kalau sesuai maka diterima, kalau tidak sesuai maka akan ditolak siapapun dia. 
Sebagaimana Ahlus Sunnah juga tidaklah menisbatkan diri kepada kelompok, perkumpulan, aliran, 
atau grup tertentu.

Mereka hanya menisbatkan diri kepada Islam dan As-Sunnah, mencukupkan 
pada julukan-julukan yang disyariatkan.

● Ketiga : Madzhab ini berdiri tegak di atas keikhlasan peribadahan kepada Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan mereka juga mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Mereka tidak menjadikan perantara anatara diri mereka dengan Allah dalam peribadahan, baik perantaranya 
adalah Malaikat yang dekat, Nabi yang diutus ataupun wali yang shalih, karena peribadahan adalah hak yang diberikan untuk Allah, dengan mengagungkan dan mensifati Allah dengan sifat-sifat 
sempurna, serta mensucikannya dari apa-apa yang tidak layak bagi-Nya.

Mereka juga tidak menjadikan perantara antara mereka dengan Allah dalam hal menyampaikan
dakwah, melainkan hanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Oleh karena itu, tidaklah mereka 
beribadah melainkan ada petunjuknya dari Kitabullah atau Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi 
wasallam.

● Keempat : Imam Madzhab Fikih yang empat, yakni Hanafiyah, Malikiyah, Syafiiyah dan Hanabilah, mereka adalah para mujtahid umat ini. 

Maksudnya adalah mereka berusaha sampai kepada kebenaran dengan jalan menjelaskan berbagai macam permasalahan, dan juga mengumpulkan perkara-perkara yang pokok.

Dan menjadi sebuah kewajiban bagi umat ini untuk memuliakan 
mereka, menjaga kehormatan mereka, mengetahui keutamaan dan kemuliaan mereka, dengan tetap meyakini bahwa mereka adalah manusia yang bisa benar dan bisa salah.

Dan mereka dalam dua keadaan ini tetap mendapatkan pahala. Adapun orang yang melihat perkataan mereka, 
hendaknya mencari yang paling kuat dalilnya, dengan mendoakan rahmat dan ampunan bagi semuanya.

Boleh menisbatkan diri kepada salah satu dari mereka sebagai bentuk pengenalan, tidak mengapa atas hal ini.

Dan para ulama senantiasa dalam keadaan seperti ini.

● Kelima : Imam-imam yang empat: Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, Ahmad, selain mereka adalah para 
ulama Fikih, mereka juga adalah para ulama Tauhid, sebagaimana yang dinukil dari sahabat-sahabat 
mereka dangan sanad yang shahih. Seperti yang dinukil oleh Abu Ja’far At-Thahawi saat menjelaskan 
tentang akidah Imam Abu Hanifah. 

Seperti yang dinukil oleh Abu Zaid Al-Qayrawani tentang akidah 
Imam Malik. Seperti yang dinukil Rabi’ bin Sulayman dan Yunus bin Abdul A’la tentang akidah Imam Syafi’i.

Seperti yang dinukil Abu Bakar Al-Khalal saat menjelaskan tentang akidah Imam Ahmad.

Selain itu, mereka juga adalah para imam dalam hal kesucian jiwa dan juga akhlak.

Mengikuti mereka hanya dalam hal fikih, tanpa mengikuti akidah dan akhlak mereka, atau mengikuti orang-
orang setelah mereka yang tidak diketahui kebaikannya, itu semua adalah pangkal dari kesalahan 
dan merupakan penyebab dari penyimpangan dan kesesatan. Hal itu bisa membuat umat menjadi 
jahil dan sesat. Para ulama telah mewanti-wanti akan hal tersebut.

● Keenam : Perkara-perkara Ijtihadiyah (yang tidak ada nash ataupun Ijma’), maka wajib untuk melapangkan dada. Tidak bisa hal ini dijadikan sebagai penyebab untuk mencela, atau bermusuhan, atau berselisih dan menjadikan dada sempit.

Perselisihan pendapat ulama dalam masalah ini sudah ada sejak zaman pertama, dan tidak ada permusuhan di antara mereka hanya karena hal itu. Bahkan hal itu merupakan rahmat dan keluasan bagi umat ini, akan tetapi tidak mengahalangi terjadinya 
diskusi dan kritik, dalam rangka untuk mencari kebenaran.

Perselisihan dalam perkara Ijthadiyah seperti ini tidak membuatnya keluar dari barisan As-Sunnah, tidak menimbulkan permusuhan, tidak pula menggelari kelompok lainnya dengan kelompok-kelompok sempalan tidak pula menjuluki mereka dengan Ahlul Bid’ah. Sebagaimana diketahu bahwa 
mdzhab Ahlussunnah Wal Jamaah adalah satu, tidak bercabang-cabang. Tidak pula menjadikan Salaf ini menjadi beraliran-aliran, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang jahil yang melampaui batas di zaman ini.

● Ketujuh : Apa-apa yang menimpa para ulama mujatahid Ahlusssunnah dari bentuk-bentuk kesalahan, maka hal itu tidak boleh diikuti, tidak boleh pula berhujjah dengan kesalahannya. Bahkan wajib untuk menjelaskan kesalahan itu, dan di waktu yang sama, tidak boleh kita menghilangkan kebaikannya atau mencoreng kehormatannya. Tetap dijaga kehormatan dan kedudukannya.

● Kedelapan : Menjadikan Manhaj Salaf sebagai salah satu dari aliran Ahlussunnah Wal Jamaah adalah 
sesuatu yang keliru, karena Salaf sendiri adalah Ahlussunnah Wal Jamaah. 

Dan kelompok-kelompok 
selainnya yang menyelisihi mereka dalam perkara yang pokok, menampakkan syiar-syiar yang bukan 
syiarnya mereka, maka kelompok ini telah dicela oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, seperti halnya orang yang lebih mendahulukan akal manusia dibandingkan wahyu baik Al-Quran ataupun As-Sunnah, dan menjadikan akal sebagai hakim atas keduanya. Atau kelompok yang menolak khabar 
Ahad dalam perkara-perkara akidah. Atau kelompok yang menghilangkan sifat-sifat bagi Allah yang 
telah disebutkan dalam Al-Quran dan As-Sunnah, atau menyimpangkan maknanya dari yang sebenarnya, atau membiarkan maknanya begitu saja dengan alasan untuk mensucikan Allah dari penyerupaan makhluk-makhluk-Nya.
Atau kelompok yang menafikan bahwa Allah bersemayam di atas ‘Arsy, atau berada di atas para hamba-Nya, atau berlebihan dalam hal ancaman-Nya, atau meniadakan dosa. Atau kelompok yang memberontak kepada kaum muslimin dan pemimpin mereka, serta menghalalkan darah mereka. 
Atau kelompok yang menyangka bahwa syariat ini bisa diambil dari selain jalan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dari jalur Kasyaf, Prasangka, Mimpi, ataupun Guru-Guru Thariqat.

Atau kelompok yang beribdah kepada Allah dengan dzikir-dzikir yang diada-adakan, beribadah dengan menari dan 
juga bernyanyi.

Atau kelompok yang membagi agama ini menjadi Hakikat dan Syariat, Batin dan Dhahir.
Atau kelompok yang menyangka bahwa Imamah kedudukannya lebih tinggi dari kenabian.

Atau keimaman itu bisa didapatkan dengan berolahraga, bukan dengan mengikuti Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, sebagaimana hal itu sudah dijelaskan dalam lembar kerja dan diskusi perserta 
muktamar di awal.

● Kesembilan : Peserta muktamar meminta kepada Allah untuk menyatukan kalimat kaum muslimin di 
atas kebenaran dan petunjuk. Serta mengajak setiap kelompok yang berdiri di atas nama atau tanda 
tertentu, agar kembali melihat kepada nash-nash Al-Quran, As-Sunnah dan petunjuk dari Salaf. Serta 
mengintrospeksi diri, betul-betul menginginkan kebaikan.

Hendaknya seseorang mengingat bahwa ia 
akan berdiri di hadapan Allah, di hari dimana tidak akan bermanfaat harta dan juga anak-anak, 
melainkan siapa saja yang datang menghadap Allah dengan hati yang selamat. Supaya kembali 
kepada As-Sunnah yang murni, sebagaimana kembalinya Imam Abul Hasan Al-Asy’ari dari keyakinan 
ilmu kalam kepada akidah Salaf dan Ahlul Hadits, dalam kitabnya Al-Ibanah dan Maqalat Islamiyin.

● Kesepuluh : Muktamar mengingatkan kepada kelompok yang suka berlebih-lebihan dan juga 
ektrimis, dengan segala bentuk, rupa dan gayanya. 

Muktamar juga mengecam sebagian kelompok
yang membid’ahkan dan mengkafirkan orang lain tanpa dasar yang dibenarkan, serta mengecam 
kelompok yang menghalalkan perbuatan haram dan juga darah kaum muslimin, di negara-negara 
Islam dan yang selainnya, serta kelompok yang memberontak kepada para pemimpin pemerintahan, 
dengan revolusi dan juga demonstrasi atas nama jihad fi sabilillah.

Muktamar juga menyerukan kepada para pemuda Islam secara khusus untuk menjauhi pemikiran-
pemikiran, kelompok-kelompok dan aliran tersebut dan supaya tidak mengikuti mereka. Hendaknya 
istiqamah di atas manhaj Ahlussunnah Wal Jamaah, dimana mereka meyakini bahwa membid’ahkan 
dan mengkafirkan adalah merupakan perkara yang syar’i, yang tidak bisa dilakukan kecuali oleh 
orang yang memiliki ilmu dan bashirah. Tidak boleh hal itu dilakukan kecuali oleh orang yang alim, 
yang mengerti dalil dan realita yang ada, dengan syarat-syarat dan hilangnya penghalang-
penghalang.

Muktamar juga mengharamkan untuk memberontak kepada para pemimpin muslim meskipun 
mereka berbuat kedzliman.

Hal itu adalah bentuk ketaatan kepada Allah dan kepada Rasul-Nya. 
Muktamar juga menegaskan batilnya penisbatan kelompok-kelompok Ghuluw dan Ektrimisme 
terhadap Dakwah Perbaikan, apalagi menisbatkan kepada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Imam 
Muhammad bin Abdul Wahhab, keduanya berlepas diri dari hal tersebut, seperti yang mereka 
tuliskan dalam karangan-karangan mereka, dan seperti yang dipersaksikan oleh para Ahlul Ilmi.

● Kesebelas : Sesungguhnya pembagian manhaj Salaf kepada beberapa aliran, seperti Salafi Jihadi, 
Salafi Takfiri, itu semua hanyalah kedustaan.

Tidak ada yang mengucapkan hal itu melainkan hanya 
orang-orang yang jahil terhadap manhaj salaf atau para pengikut hawa nafsu. Sesungguhnya manhaj 
As-Salaf As-Shalih adalah satu, tidak bercabang-cabang. Ia adalah manhajnya Ahlussunnah Wal 
Jamaah, bukan yang lainnya.
Barangsiapa yang mengatakan selain dari hal itu, maka ia telah mengada-ada, melampaui batas dan 
berbuat kedzaliman. 

Adapun kelompok-kelompok ektrimis, maka tidaklah tepat menisbatkan 
mereka kedalam manhaj Salaf. 

Meskipun menisbatkan diri kepada manhaj Salaf, sejatinya mereka 
adalah kelompok Khawarij, karena sesuatu itu dilihat dari isi dan juga hakikatnya, bukan dari 
pengakuannya.

● Keduabelas : Muktamar mengajak kepada para pemimpin kaum muslimin, agar memperkuat manhaj 
Ahlussunnah Wal Jamaah serta menyebarkannya, menjaga dan membelanya.

 Karena sesungguhnya 
Ahlussunnah Wal Jamaah adalah manhaj yang dengannya, hati seorang manusia akan menjadi 
hidup, pengagungan terhadap Allah, membenarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Manhaj 
ini menjaga hak-hak, memelihara kalimat kaum muslimin, mempersatukan hati-hati mereka, rasa 
cinta dan kasih sayang antara mereka, menghasilkan kebaikan dalam urusan agama dan dunia, serta 
mendatangkan keridhoan dari Allah dan surga-Nya.

● Ketiga belas : Para peserta Muktamar mengecam media-media pemberitaan baik dari negara-negara 
Arab maupun Barat yang menisbatkan tindakan Ghuluw dan Ektrimisme terhadap manhaj Salaf, dan 
menuduh manhaj Salaf dengan hal tersebut. Padalah manhaj Salaf berlepas diri dari perbuatan-
perbuatan tersebut sebagaimana yang dipersaksikan dalam kitab-kitab mereka.

● Keempat belas : Para peserta Muktamar mengecam dengan sekeras-kerasnya tindakan kejahatan 
yang dilakukan oleh kelompok syiah Hutsiyun, yang menargetkan Baitullah Al-Haram dan dan 
menodai kesucian Baitullah. Yang hal itu sama daja dengan menghinakan kaum muslimin, darah 
mereka dan kehormatan mereka. 

Muktamar juga memberikan apresiasi terhadap upaya yang dilakukan oleh Koalisi Militer Islam 
dalam memberikan pertolongan terhadap umat Islam dan menghalangi permusuhan terhadap Islam, 
menunaikan masalah-masalah mereka demi memberikan penjagaan terhadap kesucian Islam. 

Muktamar juga berdoa kepada Allah agar memberikan taufik kepada Koalisi, menjaga agama-Nya 
dengan mereka, meninggikan kalimat-Nya, menyatukan mereka semua di atas kebenaran dan 
petunjuk. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Dekat.

Terakhir, peserta Muktamar menyampaikan rasa terima kasih dan penghormatan sebesar-besarnya 
kepada pelaksana Muktamar : Para Ulama Rabbani serta Lembaga Kajian dan Riset, atas upaya 
mereka dalam memberikan inisiatif sehingga terselenggaranya Muktamar ini, dengan baiknya 
persiapan Muktamar, pelaksanaan, pengaturan acara serta penjamuan terhadap para tamu. Semoga 
Allah memberikan keberkahan kepada mereka, meluruskan kekeliruan mereka, dan menjadikan 
upaya mereka sebagai pemberat timbangan kebaikan mereka.

Para peserta Muktamar juga menyampaikan terima kasih kepada Yang Mulia Mufti Republik
Mauritania, Al-‘Allamah Syaikh Ahmad bin Al-Murabith, yang telah memimpin jalannya Muktamar. 

Semoga Allah memberikan keberkahan padanya, baik dalam ilmu, amal maupun umurnya.

Demikianlah, kami berdoa kepada Allah dengan nama-nama-Nya yang indah dan sifat-sifat-Nya yang 
mulia, untuk mempersatukan kekuatan kaum muslimin, melembutkan hati-hati mereka, 
menjelaskan kepada mereka tentang kebenaran, menunjukkan kepada mereka jalan kebaikan, 
memelihara mereka dari kejelekan orang-orang jahat dan makar orang-orang fajir.

Semoga Allah memberikan kaum muslimin penjagaan dan pertolongan-Nya, ampunan dan rahmat-
Nya, memberikan taufik kepada para pemimpin mereka agar berhukum dengan syariat-Nya, dan 
mengikuti sunnah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Akhir dari permintaan kami, adalah segala puji bagi Allah, dan semoga shalawat tercurah kepada 
Nabi Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.

    ••••○○○○●●●●□□□□●●●●○○○○••••

Tidak ada komentar:

Posting Komentar