Selasa, 18 Juli 2017

DUNIA UNTUK EMPAT GOLONGAN

إنما الدنيا لأربعة نفر

Tweet

Alhamdulillah, wassholatu wassalamu ala Rosulillah, wa ba'du : 

Manusia dalam kecenderungan urusan dunia terbagi menjadi empat kelompok, sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi Sallallahu alaihi wa sallam dalam satu hadist yang agung, yang dibawakan oleh sahabat Abi Kabsyah Al-Anshari radhiyallahu anhu, bahwasanya ia mendengar Rosulullah Sallallahu alaihi wa sallam bersabda : 

  أُحَدِّثُكُمْ حَدِيثًا فَاحْفَظُوهُ ، قَالَ : إِنَّمَا الدُّنْيَا لأَرْبَعَةِ نَفَرٍ : عَبْدٍ رَزَقَهُ اللهُ مَالاً وَعِلْمًا ، فَهُوَ يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ ، وَيَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ ، وَيَعْلَمُِ للهِ فِيهِ حَقًّا ، فَهَذَا بِأَفْضَلِ الْمَنَازِلِ ، وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللهُ عِلْمًا وَلَمْ يَرْزُقْهُ مَالاً ، فَهُوَ صَادِقُ النِّيَّةِ ، يَقُولُ : لَوْ أَنَّ لِي مَالاً لَعَمِلْتُ بِعَمَلِ فُلاَنٍ ، فَهُوَ بِنِيَّتِهِ ، فَأَجْرُهُمَا سَوَاءٌ ، وَعَبْدٍ رَزَقَهُ اللهُ مَالاً وَلَمْ يَرْزُقْهُ عِلْمًا ، فَه ُوَ يَخْبِطُ فِي مَالِهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ ، لاَ يَتَّقِي فِيهِ رَبَّهُ ، وَلاَ يَصِلُ فِيهِ رَحِمَهُ ، وَلاَ يَعْلَمُ ِللهِ فِيهِ حَقًّا ، فَهَذَا بِأَخْبَثِ الْمَنَازِلِ ، وَعَبْدٍ لَمْ يَرْزُقْهُ اللهُ مَالاً وَلاَ عِلْمًا ، فَهُوَ يَقُولُ : لَوْ أَنَّ لِي مَالاً لَعَمِلْتُ فِيهِ بِعَمَلِ فُلاَنٍ ، فَهُوَ بِنِيَّتِهِ ، فَوِزْرُهُمَا سَوَاءٌ.

“ Aku akan sampaikan kepada kalian satu perkataan dan hafalkanlah, "Beliau bersabda: “Sesungguhnya dunia ini untuk empat golongan :

● Seorang hamba yang dikaruniai harta dan ilmu kemudian ia bertakwa kepada Rabb-nya, menyambung silaturrahmi dan mengetahui hak-hak Allah Ta'ala, ini merupakan kedudukan yang paling mulia.

● Seorang hamba yang dikaruniai ilmu tapi  tidak dikaruniai harta, kemudian dengan niat yang tulus ia berkata: "Jika seandainya aku mempunyai harta, maka aku akan beramal seperti amalannya si-fulan ". Dengan niat seperti ini, maka keduanya mendapatkan pahala yang sama.

● Seorang hamba yang dikaruniai harta namun tidak diberi ilmu, lalu ia membelanjakan hartanya secara serampangan tanpa bersandarkan dengan ilmu, dan ia tidak
bertakwa kepada Rabbnya, serta tidak menyambung silaturrahim, dan tidak
mengetahui hak-hak Allah Ta'ala, maka ia berada pada kedudukan paling buruk. 

● Dan seorang hamba yang tidak dikaruniai harta dan juga tidak diberikan ilmu oleh
Allah Ta’ala, lantas ia berkata : "Kalau seandainya aku memiliki harta, niscaya aku akan berbuat seperti yang dilakukan si-Fulan". Maka dengan niat tersebut, keduanya memiliki dosa yang sama ". ( HR. At-Tirmidzi ) 

هذا الحديث الجامع لأنواع الناس وأحوالهم تجاه ما ينعم الله به عليهم في الدنيا، يستهله - صلى الله عليه وسلم - بكلمات تبعث على الاهتمام بما سيُقال، وتجعل السامعين يتطلعون لما سيذكره، حيث قال: (أحدثكم حديثا فاحفظوه)؛ ولذا ينبغي على دعاة الخير فعل ذلك في المواضع المهمة التي تستلزم الرعاية والعناية.

Hadist ini merupakan salah satu hadist yang memiliki kandungan makna yang agung, yang menerangkan tentang keadaan para manusia tatkala dihadapkan dengan apa yang telah Allah Ta'ala karuniakan dari kenikmatan dunia, Nabi shallallahu alaihi wa sallam memulai ungkapan nya dengan suatu pembukaan yang menarik perhatian terhadap wejangan yang akan disampaikan, dan membuat para pendengar tertarik untuk menyimak nya, dimana Beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda : " Aku akan sampaikan kepada kalian satu perkataan dan hafalkanlah ".

Oleh karena nya, sepantasnya para da'i jalan kebaikan, menggunakan ungkapan seperti ini dalam sebagian kesempatan yang dirasakan penting, agar menarik perhatian para pendengar nya. 

ثم يقول النبي - صلى الله عليه وسلم - (إنما الدنيا لأربعة نفر): أي إنما حال أهلها حال أربعة، اثنان عاملان، واثنان تبع لهما، فالثاني تبع للأول، والرابع تبع للثالث، وقد ذكر الدنيا - رغم أنها تشمل الدنيا والآخرة كما سيأتي - ليصبِّر الناس على طلب العلم، ويخبرهم أن العلم يجلب خيري الدنيا والآخرة، وأيضا فإن من طلب الدنيا بالعلم نال الدنيا وحازها، فالعلماء سلاطين غير متوّجين، والعامة تخضع لهم أكثر من خضوعهم للسلطان؛ لأن العلماء يملكون سلطان الحجة الذي يخضع له القلب، بينما السلاطين لا يملكون إلا سلطان اليد؛ الذي قد لا يخضع البعض له، وعلى كل حال فالناس لا يخرجون عن أحوال أربعة:

Kemudian, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda :  “Sesungguhnya dunia ini untuk empat golongan ".

Maksud dari perkataan ini, bahwasannya penduduk dunia ini memiliki keragaman empat golongan dan karakterisistik, dua golongan yang menjadi panutan yang saling bertolak belakang, dan dua golongan sebagai pengikut, yang urutan kedua sebagai pengikut yang pertama dan yang urutan keempat mengikuti yang ketiga. 

Dan di ungkapkan kalimat : " Dunia ", walaupun secara kenyataan mencakup perkara dunia dan akhirat, -sebagaimana nanti akan dijelaskan - agar menumbuhkan kesabaran dalam menuntut ilmu, dan diberitahukan bahwa ilmu akan mendatangkan manfaat kebaikan di dunia dan akhirat, demikian pula jika seseorang mencari dunia dengan ilmu maka niscaya ia dapat menggapai nya dan melampaui nya. 

Sebagai contoh para ulama penguasa  yang jarang terjadi, kebanyakan rakyat akan tunduk dan patuh kepada mereka, daripada tunduk nya mereka kepada penguasa, karena para ulama memiliki kekuasaan hujjah yang mampu menundukkan hati hati manusia, berbeda dengan penguasa yang hanya mengandalkan kekuatan tangan yang mungkin saja sebagian manusia tidak tunduk, dan secara global manusia terbagi menjadi empat golongan :

الأولى: عالم غني (عبد رزقه الله مالاً وعلمًا فهو يتقي فيه ربه ويصل فيه رحمه ويعلم لله فيه حقا، فهذا بأفضل المنازل)، يتخيّر الله تعالى من يرزقه المال أو من يرزقه العلم أو من يرزقه العلم والمال معا، فإذا رُزق العبد العلم والمال معا كانت تلك أفضل منزلة، وذلك لاقتران العلم بالعمل، لأنه سيعمل في ماله بعلمه.

■ Pertama : Orang Alim yang kaya, sebagaimana sabda Nabi Sallallahu alaihi wa sallam : "Seorang hamba yang dikaruniai harta dan ilmu kemudian ia bertakwa kepada Rabb-nya, menyambung silaturrahmi dan mengetahui hak-hak Allah Ta'ala, ini merupakan kedudukan yang paling mulia".

Allah Ta'ala menentukan bagi hamba, ada yang dikaruniai harta, ada pula yang dikaruniakan ilmu dan ada juga yang dikaruniakan ilmu dan harta dalam satu waktu, dan ini merupakan keadaan yang paling mulia, dikarenakan diberikan ilmu dan amal, ia membelanjakan harta nya degan berdasarkan ilmu. 

Dan Allah Ta'ala menganjurkan orang-orang yang berilmu untuk beramal, dan dicela orang-orang yang berilmu tidak mengamalkan ilmunya. 

Allah Ta'ala berfirman : 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ ﴿٢﴾  كَبُرَ مَقْتًا عِندَ ٱللَّهِ أَن تَقُولُوا۟ مَا لَا تَفْعَلُونَ ﴿٣﴾

"Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?"
"Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan." (Q.S. Ash-Shof :2-3)

 وفي صحيح مسلم عن أسامة بن زيد رضي الله عنهما قال: سمعت رسول الله - صلى الله عليه وسلم - يقول: (يؤتى بالرجل يوم القيامة فيلقى في النار فتندلق أقتاب بطنه فيدور بها كما يدور الحمار بالرحى فيجتمع إليه أهل النار فيقولون: يا فلان ما لك؟ ألم تكن تأمر بالمعروف وتنهى عن المنكر؟ فيقول: بلى قد كنت آمر بالمعروف ولا آتيه , وأنهى عن المنكر وآتيه)

Di dalam shahih Muslim diriwayatkan oleh Sahabat Usamah bin Zaid radhiyallahu, dia berkata : “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Pada hari kiamat nanti akan ada seseorang yang didatangkan kemudian dilemparkan ke dalam neraka. Isi perutnya terburai, sehingga ia berputar-putar sebagaimana berputarnya keledai yang menggerakkan penggilingan. Penduduk neraka pun berkumpul mengerumuninya. Mereka bertanya, ‘Wahai fulan, apakah yang terjadi pada dirimu? Bukankah dahulu engkau memerintahkan kami untuk berbuat kebaikan dan melarang kami dari kemungkaran?’. Dia menjawab, ‘Dahulu aku memerintahkan kalian berbuat baik akan tetapi aku tidak mengerjakannya. Dan aku melarang kemungkaran sedangkan aku sendiri justru melakukannya ".

 وسُئل سفيان الثوري: طلب العلم أحب إليك أو العمل؟ فقال: "إنما يراد العلم للعمل, فلا تدع طلب العلم للعمل, ولا تدع العمل لطلب العلم".

Al-Imam Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah pernah di tanya, manakah yang engkau lebih sukai, menuntut ilmu atau mengamalkan ilmu ? 

Maka dijawab : " Sesungguhnya tujuan mencari ilmu adalah untuk diamalkan, maka jangan engkau meninggalkan mencari ilmu karena takut tidak dapat mengamalkan dan jangan engkau meninggalkan amalan karena beralasan mencari ilmu ". 

وقد دلت عبارة النبي - صلى الله عليه وسلم - على أن بركة المال لا تكون إلا إذا أُنفق بشرطين: العلم بما ينفق من أبواب الخير، والإخلاص، وهذان شرطا العبادة: الإخلاص لله، وأن يكون العمل على بصيرة وعلم.

Dan telah ditunjukkan dalam hadist Nabi Sallallahu alaihi wa sallam bahwa barokah nya harta tidak teraih kecuali dengan dua syarat, yaitu ilmu terhadap pintu-pintu kebajikan dan ikhlas. 

Dan ini merupakan syarat sah suatu ibadah yaitu ikhlas hanya karena Allah Ta'ala dan mengerjakan amal tersebut diatas bashiroh ilmu. 

كما دلت العبارة على أن صلة الرحم من أعظم القربات، وأن من أسباب تقوية صلة الرحم: العون المادي، فقد يكون قريبك فقيرا فإعطاؤك له مما أعطاك الله يزيد الأواصر، كما أن طلبة العلم الفقراء هم أولى الناس بالعون، إذا كانوا غير قادرين لأن نفعهم يتعدى، وعلى دعاة الخير أن يكونوا أسبق الناس في هذا الأمر، ورحم العلم أبلغ من رحم القرابة.

Demikian juga sebagaimana sabda Nabi Sallallahu alaihi wa sallam bahwasanya menyambung tali silaturrahmi merupakan ibadah yang paling agung, dan sebab-sebab untuk menguatkan hubungan silaturrahmi adalah memberikan bantuan secara materi, bisa jadi kerabatmu adalah seorang yang fakir sedang membutuhkan, maka dengan santunan materi dapat menguatkan hubungan kekerabatan, sebagaimana para penuntut ilmu yang fakir adalah orang-orang yang paling utama untuk diberikan santunan jika mereka tidak mampu, karena manfaatnya akan ganda melimpah kepada yang lain nya, dan kepada mereka dai-dai kebaikan hendaknya menjadi orang-orang yang menjadi urutan pertama dalam hal ini, dan rahim ilmu lebih utama daripada rahim kekerabatan. 

كما ينبغي على العالم تعليم العلم وبذله لمن يستحقه، فعن أنس بن مالك رضي الله عنه قال: قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم - : (طلب العلم فريضة على كل مسلم، وواضع العلم عند غير أهله كمقلِّد الخنازير الجوهر واللؤلؤ والذهب) رواه ابن ماجة في سننه.

Sebagaimana pula orang-orang alim hendaknya menyebarkan ilmu dan menularkan kepada orang-orang yang berhak mendapatkan nya, sebagaimana diriwayatkan oleh Sahabat Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, ia berkata : Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda : " Menuntut ilmu merupakan fardhu bagi setiap muslim, dan menularkan ilmu kepada orang-orang yang tidak berhak seperti menghias se ekor babi dengan permata, intan dan emas ". ( HR. Ibnu Majah )  

الثانية: عالم فقير (وعبد رزقه الله علمًا ولم يرزقه مالاً فهو صادق النية يقول لو أن لي مالاً لعملت بعمل فلان، فهو بنيته، فأجرهما سواء) ينفع الله تعالى بصاحب العلم أكثر مما ينفع بصاحب المال، لأن العلم غذاء للقلوب والأرواح، والمال غذاء للأبدان، وغذاء القلوب أعظم من غذاء البطون، وإذا صدق الإنسان في نيته فإن الله يثيبه على ذلك، ويكتب له الأجر كما لو فعل، وذلك أن النية الصادقة سبب في حصول الأجر وهي شرط لصحة الأعمال، يقول النبي - صلى الله عليه وسلم - : (إنما الأعمال بالنيات، وإنما لكل امرئ ما نوى، فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله، ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها أو امرأة ينكحها، فهجرته إلى ما هاجر إليه) متفق عليه، وعن جابر بن عبد الله الأنصاري رضي الله عنهما قال: سمعت رسول اللهِ - صلى الله عليه وسلم - يقول في غزوة تبوك بعد أن رجعنا: (إن بالمدينة لأقواما ما سرتم مسيرا ولا هبطتم واديا إلا وهم معكم، حبسهم المرض) رواه الإمام أحمد، وكما أن النية تجعل المرء يحصل على أجر العمل إذا حيل بينه وبين العمل، فإنها أيضا تجعل العمل كبيرا وإن كان صغيرا، يقول عبد الله بن المبارك: "رُبّ عمل صغير تعظمه النية، ورب عمل كبير تصغره النية"، وقال سفيان الثوري: "كانوا يتعلمون النية للعمل، كما تتعلمون العمل".

■ Kedua : Orang berilmu yang fakir, Seorang hamba yang dikaruniai ilmu tapi  tidak dikaruniai harta, kemudian dengan niat yang tulus ia berkata: "Jika seandainya aku mempunyai harta, maka aku akan beramal seperti amalannya si-fulan ". Dengan niat seperti ini, maka keduanya mendapatkan pahala yang sama.

Dalam hadits ini digambarkan bahwa orang yang memiliki ilmu lebih bermanfaat daripada orang yang memiliki harta, karena ilmu merupakan santapan bagi hati dan arwah, sedangkan harta merupakan santapan badan dan kebutuhan ruh lebih utama daripada kebutuhan peru.

Dan jika seseorang jujur akan niatnya, maka niscaya Allah Ta'ala akan memberikan ganjaran atas niatnya, sebagaimana jika ia mengerjakan nya, dikarenakan niat yang jernih akan mendatangkan pahala, sebagaimana ini juga merupakan syarat sah diterima nya suatu amalan. 

Nabi Sallallahu alaihi wa sallam bersabda : " Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya setiap manusia akan mendapat apa yang ia niatkan, maka barangsiapa yang pergi berhijrah dengan niat karena Allah Ta'ala dan Rasul-Nya, maka ia mendapatkan pahala hijrah kepada Allah Ta'ala dan Rasul-Nya, dan barangsiapa yang hijrah karena untuk meraih dunia atau wanita yang ia nikahi, maka hijrah nya sesuai yang ia niatkan ". ( HR. Al-Bukhari dan Muslim ) 

Diriwayatkan oleh Sahabat Ja'bir bin Abdullah Al-Anshari radhiyallahu anhu, ia berkata, aku mendengar Rosulullah Sallallahu alaihi wa sallam bersabda tatkala usia dari perang Tabuk : " Sesungguhnya di kota Madinah terdapat orang-orang yang senantiasa bersama kalian walaupun kalian berjalan menempuh perjalanan atau menyeberangi lembah, hanya saja mereka sedang terkurung oleh sakit ". ( HR. Ahmad ) 

Sebagaimana pula niat mendatangkan pahala jika seseorang terhalang antara dirinya dan suatu hambatan, dan niat pula yang menjadikan suatu amalan kecil menjadi ber pahala besar.

Al-Imam Abdullah ibnu Muba'rok rahimahullah berkata : "  Bisa jadi suatu amalan yang kecil menjadi besar lantaran niat dan bisa jadi suatu amalan besar menjadi kecil dikarenakan niat ".

Al-Imam Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah berkata : " Dahulu - para salaf - mereka belajar niat untuk beramal, sebagaimana kalian mempelajari suatu amalan ".

فهذا الرجل تمنى أن يكون له مال كمال الأول وعلم كعلمه, حتى يؤدي حق الله فيهما, ولذا أُجِرَ على هذه النية الصالحة, قال يحيى بن أبي كثير: "تعلموا النية، فإنها أبلغ من العمل".

Dalam hadits diatas, orang tersebut memiliki kehendak untuk memiliki banyak harta dan ilmu sebagaimana golongan yang pertama, hingga ia dapat menunaikan hak-hak Allah Ta'ala dalam harta dan ilmu nya, sehingga orang tersebut diberikan pahala atas niatnya yang baik.

Al-Imam  Yahya ibnu Abi Katsir rahimahullah berkata : " Pelajari lah niat, karena hal tersebut lebih dalam daripada amalan ".

الثالثة: غني جاهل (وعبد رزقه الله مالاً ولم يرزقه علمًا فهو يخبط في ماله بغير علم لا يتقي فيه ربه ولا يصل فيه رحمه ولا يعلم لله فيه حقا، فهذا بأخبث المنازل)، وقد جعله النبي - صلى الله عليه وسلم - من أشر الناس لأنه سفيه لا يحسن التصرف في المال فيبدده ويضيعه, وقد نهى الإسلام عن إعطاء السفهاء الأموال, وأجاز الحجر على مال السفيه، قال تعالى: {ولا تؤتوا السفهاء أموالكم التي جعل الله لكم قياما وارزقوهم فيها واكسوهم وقولوا لهم قولا معروفا} (النساء: 5)، وكذا حرم الإسلام تبذير المال وإضاعته, قال تعالى: {وءات ذا القربى حقه والمسكين وابن السبيل ولا تبذر تبذيرا * إن المبذرين كانوا إخوان الشياطين وكان الشيطان لربه كفورا} (الإسراء: 26-27)، 

■ Ketiga : Orang kaya tapi bodoh, yaitu seorang hamba yang dikaruniai harta namun tidak diberi ilmu, lalu ia membelanjakan hartanya secara serampangan tanpa bersandarkan dengan ilmu, dan ia tidak
bertakwa kepada Rabbnya, serta tidak menyambung silaturrahim, dan tidak
mengetahui hak-hak Allah Ta'ala, maka ia berada pada kedudukan paling buruk. 

Nabi Sallallahu alaihi wa sallam menggolongkan orang-orang ini sebagai golongan yang terburuk, karena ia seorang yang pandir yang tidak dapat mengelola keuangan sehingga menyia-nyiakan dan menghamburkan nya, sehingga agama islam melarang untuk memberikan harta kepada orang-orang yang belum mampu dan boleh untuk menyimpan nya. 

Allah Ta'ala berfirman : 

وَلَا تُؤْتُوا۟ ٱلسُّفَهَآءَ أَمْوَٰلَكُمُ ٱلَّتِى جَعَلَ ٱللَّهُ لَكُمْ قِيَٰمًا وَٱرْزُقُوهُمْ فِيهَا وَٱكْسُوهُمْ وَقُولُوا۟ لَهُمْ قَوْلًا مَّعْرُوفًا ﴿٥﴾

"Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik." (Q.S. An-Nisaa :5)

Dan dalam islam, dilarang memubadzirkan harta, sebagaimana firman Allah Ta'ala : 

وَءَاتِ ذَا ٱلْقُرْبَىٰ حَقَّهُۥ وَٱلْمِسْكِينَ وَٱبْنَ ٱلسَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا ﴿٢٦﴾  إِنَّ ٱلْمُبَذِّرِينَ كَانُوٓا۟ إِخْوَٰنَ ٱلشَّيَٰطِينِ ۖ وَكَانَ ٱلشَّيْطَٰنُ لِرَبِّهِۦ كَفُورًا ﴿٢٧﴾

"Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros."
"Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya." (Q.S. Al - Isra ' : 26-27)

وأوجه كثرة الإنفاق ثلاثة:

أولها: إنفاقه في الوجوه المذمومة شرعاً، فلا شك في منعه، وهو المقصود معنا في هذا النوع (لا يتقي فيه ربه ولا يصل فيه رحمه ولا يعلم لله حقا).

وثانيها: إنفاقه في الوجوه المحمودة شرعاً، فلا شك في كونه مطلوباً بالشرط المذكور في الحديث (يتقي فيه ربه ويصل فيه رحمه ويعلم لله فيه حقا).

وثالثها: إنفاقه في المباحات بالأصالة، كملاذّ النفس فهذا ينقسم إلى قسمين: أحدهما: أن يكون على وجه يليق بحال المنفق وبقدر ماله، فهذا ليس بإسراف، والثاني: ما لا يليق به عرفاً، وهو ينقسم إلى قسمين: أحدهما ما يكون لدفع مفسدة ناجزة أو متوقعة فهذا ليس بإسراف، والثاني ما لا يكون في شيء من ذلك، فالراجح أنه إسراف.

Disana terdapat tiga golongan dalam membelanjakan harta yaitu : 

Pertama : Membelanjakan harta dalam urusan yang tercela dalam syariat, maka tidak diragukan lagi bahwa hal ini terlarang, dan ini masuk dalam sabda Nabi Sallallahu alaihi wa sallam : " dan ia tidak bertakwa kepada Rabbnya, serta tidak menyambung silaturrahim, dan tidak mengetahui hak-hak Allah Ta'ala ".

Kedua : " Membelanjakan harta dalam urusan yang terpuji dalam syariat, sehingga hal ini terpuji, jika terpenuhi syarat yang tercantum dalam hadist : " 
ia bertakwa kepada Rabb-nya, menyambung silaturrahmi dan mengetahui hak-hak Allah Ta'ala ".

Ketiga : Membelanjakan harta dalam urusan yang mubah secara asal nya, seperti sesuatu yang menyenangkan, dan bagian ini terbagi menjadi dua keadaan, yang pertama, sesuai dengan keadaan  harta dan pemilik nya, maka ini tidak termasuk perbuatan isyrof atau mubazir.  Dan yang kedua tidak sesuai secara urf atau adat setempat. Dan hal ini terdapat dua keadaan : pertama, jika dilakukan dalam rangka menghindari mafsadat atau keburukan yang sedang terjadi atau akan terjadi, maka ini bukan termasuk perbuatan isyrof atau pemborosan. Yang kedua tidak dalam rangka menghindari keburukan, maka ini tergolong dalam pemborosan. 

وزعيم هذه الطائفة المذمومة من الناس (قارون)، فقد آتاه الله مالاً ولم يؤته علما، قال الله عنه: {إذ قال له قومه لا تفرح إن الله لا يحب الفرحين * وابتغ فيما آتاك الله الدار الآخرة ولا تنس نصيبك من الدنيا وأحسن كما أحسن الله إليك ولا تبغ الفساد في الأرض إن الله لا يحب المفسدين} (القصص:  6-77).

Dan pemuka dalam kelompok terburuk ini adalah Qorun, dan Allah Ta'ala telah memberikan harta yang melimpah namun tidak diberikan ilmu. 

Allah Ta'ala berfirman : 

 ۞ إِنَّ قَٰرُونَ كَانَ مِن قَوْمِ مُوسَىٰ فَبَغَىٰ عَلَيْهِمْ ۖ وَءَاتَيْنَٰهُ مِنَ ٱلْكُنُوزِ مَآ إِنَّ مَفَاتِحَهُۥ لَتَنُوٓأُ بِٱلْعُصْبَةِ أُو۟لِى ٱلْقُوَّةِ إِذْ قَالَ لَهُۥ قَوْمُهُۥ لَا تَفْرَحْ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلْفَرِحِينَ ﴿٧٦﴾
وَٱبْتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلْءَاخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِن كَمَآ أَحْسَنَ ٱللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ ٱلْفَسَادَ فِى ٱلْأَرْضِ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلْمُفْسِدِينَ ﴿٧٧﴾

"Sesungguhnya Karun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: "Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri ".
"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan." (Q.S. Al - Isra ' :76-77)
 

الرابعة: فقير جاهل (وعبد لم يرزقه الله مالاً ولا علمًا فهو يقول لو أن لي مالاً لعملت فيه بعمل فلان، فهو بنيته، فوزرهما سواء) دائما ما تكون سوء النية سبباً في حصول الوزر، فهذا الرجل وقع بجهله في سوء النية، فتمنى أن يكون له مالٌ مثل مال هذا الرجل الذي يخبط في ماله بغير علم, فلا يؤدي حق الله تعالى فيه؛ ولذا تحمَّل وزرًا على هذه النية السيئة، وليس هذا بظلم له، لأن الله تعالى علم من نيته أنه لو أُعطِي مثل صاحبه لأفسد وفسق، وأيضا لكونه لم يأخذ بالأسباب الموصلة للعلم ورفع الجهالة عن نفسه، نسأل الله أن يعافينا من ذلك، وأن يرزقنا النية الصالحة والعلم النافع والعمل الصالح.

■  Keempat : Orang fakir lagi jahil atau bodoh. Sebagaimana sabda Nabi Sallallahu alaihi wa sallam :" Dan seorang hamba yang tidak dikaruniai harta dan juga tidak diberikan ilmu oleh
Allah Ta’ala, lantas ia berkata : "Kalau seandainya aku memiliki harta, niscaya aku akan berbuat seperti yang dilakukan si-Fulan". Maka dengan niat tersebut, keduanya memiliki dosa yang sama ". 

Dan niat buruk senantiasa membawa kepada dosa, orang yang berniat buruk ini lantaran ia bodoh, ia berkeinginan memiliki banyak harta dan membelanjakan meniru seperti rekan nya yang membelanjakan secara serampangan tanpa ilmu, tidak menunaikan hak Allah Ta'ala, sehingga ia mendapatkan dosa lantaran keinginan yang buruk tersebut. 

Dan hal ini bukanlah kezaliman, karena Allah Ta'ala mengetahui, jika orang tersebut diberikan harta, ia akan berbuat kerusakan dan kefasikan. 

Dan ia tidak berusaha untuk mendapatkan ilmu dan melepaskan kebodohan yang melekat pada diri nya.

Semoga kita semua senantiasa dibebaskan dari keadaan yang seperti ini, dan kita diberikan ilmu yang bermanfaat serta amalan yang sholih. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar