Minggu, 23 November 2014

MENAHAN AMARAH

Alhamdulillah wassholatu wassalamu ala Rosulillah, wa ba'du;

Allah Ta'ala memberikan pujian kepada hamba-Nya yang beriman dikarenakan memiliki sifat mulia yang dikerjakan oleh mereka, diantaranya adalah menahan amarah dan kemurkaan.

Allah Ta'ala berfirman, "Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan ". ( QS. Ali Imran 133-134 ).

Di antara sifat yang terpuji adalah menahan amarah dan memberikan maaf kepada orang yang berbuat kesalahan walaupun sebenarnya ia mampu untuk menuntut balas dan berbuat ihsan dan kebaikan kepada orang yang telah berbuat jahat kepada dirinya.

Diriwayatkan dari sahabat Sahl ibnu Mu'adz ibnu Anas Al-Juhany dari ayahnya radhiyallahu anhum ajmaiin dari Rosulillah Sallallahu alaihi wa sallam bersabda, " Barang siapa yang mampu menahan amarahnya sedangkan dirinya sanggup untuk menuntut balas maka kelak di hari kiamat Allah Ta'ala akan memanggil nama nya dihadapan seluruh para makhluk untuk diberikan kesempatan memilih bidadari sesuai yang ia kehendaki ". (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi ).

Dahulu para Salafus-Sholih memiliki banyak kisah dan cerita tentang menahan amarahnya, diantaranya adalah Ali bin Al-Husain Zainal Abidin yang dahulu ia memiliki seorang budak wanita yang senantiasa bertugas menyimpan air wudhu', maka pada suatu hari budak ini menumpahkan air dengan tanpa sengaja ke kepala dan wajah sang majikan yaitu Ali kemudian seraya budaya membaca ayat dalam surat Ali Imran 134, " Dan orang-orang yang menahan amarahnya ". Maka sang majikan berkata, " Aku telah berusaha menahan amarahku ". Kemudian budak tersebut membaca kembali ayat dalam surat Ali Imran, " Dan memaafkan (kesalahan) orang ". Maka sang majikan berkata, " Aku telah memberikan kepadamu maaf ". Kemudian hamba sahaya tersebut melantunkan ayat lanjutan yang berbunyi, " Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan ". Maka Majikan tersebut berkata, " Perglilah, sesungguhnya engkau mulai saat ini telah aku bebaskan dan menjadi orang yang merdeka ". ( Riwayat Al-Baihaqi dalam Syuabul Iman dan Ibu Asakir dalam Tarikhnya ).

Allah Ta'ala berfirman memerintahkan kepada Nabi agar memberikan maaf dan ampunan sebagai mana difirmankan, " Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh ". (QS. Al-A'rof 199 ).

Allah Ta'ala berfirman, " Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.  Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar ". (QS Fushilat 34-35 ).

Berkata Abdullah ibu Abbas radhiyallahu anhuma, " Yaitu hendaknya dirimu membalasi dengan kebijakan terhadap orang yang berbuat kebodohan yang ditimpakan untukmu ".

Berkata pula dalam riwayat lain, " Yaitu jika seseorang mencela saudaranya yang lain maka ia menjawab, " Sekiranya ucapan anda benar maka semoga Allah Ta'ala mengampuni dosa dosa ku, dan sekiranya ucapan kamu tidak benar, maka semoga Allah Ta'ala memberikan ampunan kepada dirimu ". ( Tafsir Al Qurthuby 15/361 ).

Para Nabi dan Rasul dalam perkara ini mereka adalah uswaun hasanah dan menjadi teladan bagi umat ini, sebagai mana diriwayatkan oleh sahabat Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu anhu berkata, " Nabi kita Muhammad Sallallahu alaihi wa sallam pernah mengisahkan tentang seseorang nabi yang dianiaya oleh para kaumnya sehingga kepala nya mengucurkan darah dan mengusap darah yang mengalir seraya berkata, " Ya Allah, ampunilah kaumku, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang tidak mengetahui ". (HR Bukhary dan Muslim ).

Diriwayatkan dari sahabat Urwah ibnu Zubair bahwa suatu hari A'isyah radhiyallahu anha pernah bertanya kepada Nabi Sallallahu alaihi wa sallam tentang suatu kejadian yang sangat memukul hati beliau melebihi kejadian perang uhud, maka dijawab oleh Nabi Sallallahu alaihi wa sallam, " Sungguh aku pernah suatu hari menimpa diri ku yang jauh lebih parah dari pertempuran uhud yaitu hari Aqobah, tatkala aku berjumpa dengan ibnu Abdul Yalil ibnu Abdul Khulal dan aku mengajak untuk masuk islam beserta kaumnya akan tetapi mereka menolak seraya mengusirku dan melempari batu-batuan kepada ku dan aku meninggalkan mereka dengan kondisi yang mengenaskan dan hatiku dalam keadaan gundah, tiba-tiba muncul gumpalan awan putih menaungi diriku maka aku melihat Jibril seraya berkata, " Sesungguhnya Allah Ta'ala telah mendengar ucapan kaummu dan melihat perlakuan mereka kepadamu, maka Allah Ta'ala telah mengutus malaikat penjaga gunung untuk mengabulkan permintaanmu. Maka malaikat penjaga gunung datang menyalami ku seraya berkata, " Wahai Muhammad, sungguh Allah telah mendengar dan melihat perbuatan keji kaummu dan aku adalah malaikat penjaga gunung telah diperintahkan Tuhanmu agar mengabulkan permintaan sesuai kehendakmu sekiranya engkau perintahkan agar menabrakkan dua gunung ini niscaya aku lakukan ".
Akan tetapi Nabi Sallallahu alaihi wa sallam berkata, " Aku berharap dan memohon kepada Allah Ta'ala agar muncul dari keturunan mereka generasi yang mengesakan dan beribadah kepada Allah Ta'ala semata dan tidak menyekutukan sedikit pun dengan lainnya ". (HR Bukhary dan Muslim ).

Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata, " Didalam hadist ini terdapat penjelasan tentang syafaat Nabi Sallallahu alaihi wa sallam kepada umatnya dan menerangkan tentang besarnya kesabaran dan sikap pemaaf yang beliau miliki dan hal ini sesuai dengan firman Allah Ta'ala dalam surat Ali Imran 159 ,"  Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka....".

Demikian pula dalam firman Nya, "Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam ". (QS. Al-Anbiya' 107 ).

Nabi Yusuf alaihissalam memberikan maaf kepada para saudaranya yang dahulu berbuat jahat dan aniaya terhadap dirinya dan diabadikan dalam surat Yusuf , " Maka ketika mereka masuk ke (tempat) Yusuf, mereka berkata: "Hai Al Aziz, kami dan keluarga kami telah ditimpa kesengsaraan dan kami datang membawa barang-barang yang tak berharga, maka sempurnakanlah sukatan untuk kami, dan bersedekahlah kepada kami, sesungguhnya Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bersedekah".  Yusuf berkata: "Apakah kamu mengetahui (kejelekan) apa yang telah kamu lakukan terhadap Yusuf dan saudaranya ketika kamu tidak mengetahui (akibat) perbuatanmu itu?".  Mereka berkata: "Apakah kamu ini benar-benar Yusuf?". Yusuf menjawab: "Akulah Yusuf dan ini saudaraku. Sesungguhnya Allah telah melimpahkan karunia-Nya kepada kami". Sesungguhnya barang siapa yang bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik ". Mereka berkata: "Demi Allah, sesungguhnya Allah telah melebihkan kamu atas kami, dan sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa)". Dia (Yusuf) berkata: "Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu), dan Dia adalah Maha Penyayang diantara para penyayang". (QS. Yusuf 88-92 ).

Memberikan maaf merupakan sebab untuk meraih ketinggian derajat dan menggapai ketenangan dan ketenteraman serta kemuliaan jiwa yang tidak pernah dirasakan selain orang-orang yang berjiwa mulia.
(  الكوابح  ص : 19-21 لشيخ محمد صالح المنجد حفظه الله تعالى )

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar