Jumat, 04 Desember 2015

TIGA WASIAT NABAWI YANG AGUNG

Oleh : As-Saikh Prof.DR Abdurrozak Al-Badr hafidhohullah Ta'ala.

Allah Ta'ala telah memberikan kepada Nabi Sallallahu alaihi wa sallam ungkapan tutur kata yang indah dan wasiat wasiat yang menyeluruh secara sempurna dan perkataan yang paripurna yang elok lagi bijaksana, dan barangsiapa yang senantiasa berinteraksi dengan As-Sunnah An-Nabawiyah sholawat dan salam semoga tercurah kepada beliau, maka niscaya ia akan menjumpai keberuntungan di dunia dan akhirat.

Marilah kita sejenak bersama wasiat Nabi kita Muhammad Sallallahu alaihi wa sallam, yang agung yang singkat memiliki kandungan makna yang sangat dalam yang merangkum seluruh kebajikan, sebagaimana diriwayatkan dalam musnad Imam Ahmad dan sunan Ibnu Majah dan selainnya:

من حديث أبي أيُّوب الأنصاري رضي الله عنه أنَّ رَجُلًا جَاءَ إِلَى النَّبيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: عِظْنِي وَأَوْجِزْ، وفي رواية عَلِّمْنِي وَ أَوْجِزْ، فَقَالَ ـ عليه الصَّلاة والسَّلام ـ: «إِذَا قُمْتَ فِي صَلَاتِكَ فَصَلِّ صَلَاةَ مُوَدِّعٍ، وَلَا تَكَلَّمْ بِكَلَامٍ تَعْتَذِرُ مِنْهُ غَدًا، وَأَجْمِعِ اليَأسَ مِمَّا فِي يَدَيِ النَّاسِ»

Dari hadist Abu Ayub Al Anshory radhiyallahu anhu, bahwasanya seseorang datang kepada Nabi Sallallahu alaihi wa sallam seraya berkata, " Berikanlah kepadaku nasihat yang singkat dan padat ", dan dalam riwayat yang lain disebutkan, " Ajarkan kepadaku dan persingkat ". Kemudian Nabi Sallallahu alaihi wa sallam bersabda, " Apabila salah seorang diantara kalian menunaikan sholat, maka tunaikanlah seakan akan menjadi sholat yang terakhir kalinya dikerjakan, dan janganlah kalian berbicara dan berucap hari ini kemudian kalian menyesal dan mencari udzur di esok hari, dan berputus asalah dari apa yang berada di tangan orang lain ".

Hadist ini memiliki derajat hasan dengan berbagai riwayat yang menjadi penguat, dan terkumpul dalam lafadz hadist yang agung ini tiga wasiat yang sangat mulia yang menggabungkan segala kebajikan, barangsiapa yang memahami dan mengamalkannya sungguh akan memperoleh keberuntungan di dunia dan di akhirat.

Yang pertama : Wasiat tentang sholat dan perhatian dan menegakkan nya dengan baik.

Yang kedua : Wasiat tentang menjaga dan mengendalikan lisan.

Yang ketiga :Wasiat agar berbuat konaah dan bergantungnya hati hanya kepada Allah Ta'ala.

Dalam wasiat pertama, Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengajak bagi yang mengerjakan yaitu memulai sholat agar menunaikan sholat tersebut seakan menjadi perpisahan atau terakhir kali mengerjakan nya, dimana ia berusaha maksimal mungkin menunaikan secara sempurna dalam ucapan dan gerakan, dan hal ini diketahui dengan baik bagi perjalanan orang-orang yang hidup berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Barangsiapa yang pergi meninggalkan suatu tempat dengan harapan akan kembali lagi di lain waktu tidak akan serupa dengan seseorang yang meninggalkan suatu tempat dan ia berniat tidak akan pernah kembali lagi, maka orang yang akan berpisah tentu akan berbuat semaksimal mungkin, demikian pula jika seseorang mengerjakan sholat dan ia sadar ini merupakan sholat yang terakhir ia tunaikan dan tidak lagi dapat mengerjakan sholat lainnya, maka niscaya ia akan bersungguh sungguh dalam menuaikan nya, sehingga menyempurnakan rukuk, sujud, segala kewajiban dan sunnah sunnah nya.

Oleh karena itu sepantasnya seorang hamba yang beriman sepantasnya mengingat wasiat ini di setiap sholat nya, mengerjakan sholat seolah-olah terakhir mengerjakannya, tidak pernah akan menunaikan setelah nya, jika merasa demikian niscaya akan membantu untuk menunaikan ibadah sholat dengan sempurna dan baik.

Dan barangsiapa yang telah sempurna dan baik sholat nya niscaya akan menjadikan baik seluruh amalan nya, mencegah dari perbuatan mungkar dankeburukan dan hatinya di penuhi dengan iman dan dapat merasakan manis nya iman dan ibadah sholat menjadi penyejuk hatinya dan menjadikan jiwa tenang dan meraih kebahagiaan.

Wasiat yang kedua, wasiat agar senantiasa menjaga lisan, bahwasanya lisan merupakan organ manusia yang paling berbahaya, dan satu ucapan kata selagi dapat menahan nya dari di ucapkan, maka ia senantiasa memilikinya, akan tetapi jika telah terucap dari lisannya, maka ia bertanggung jawab atas akibat nya . Oleh karena itu Nabi Sallallahu alaihi wa sallam bersabda, " Janganlah kalian berbicara dan berucap hari ini kemudian kalian menyesal dan mencari udzur di esok hari ", maksudnya adalah agar kita berjuang untuk berusaha menjaga lisan dari setiap kalimat yang hendak di ucapkan yang akan mendatangkan penyesalan dan permintaan maaf esok hari, sekiranya tidak terucap, niscaya tidak mengakibatkan keburukan, akan tetapi jika terucap, maka ia bertanggung jawab atas nya.

Suatu hari Rosulullah shalallahu alaihi wa sallam pernah berpesan kepada sahabat Mu'adz radhiyallahu anhu,

«أَلَا أُخْبِرُكَ بِمِلَاكِ ذَلِكَ كُلِّهِ؟ قُلْتُ: بَلَى، يَا نَبِيَّ الله! فَأَخَذَ بِلِسَانِهِ، قَالَ: كُفَّ عَلَيْكَ هَذَا، فَقُلْتُ: يَا نَبِيَّ الله! وَإِنَّا لَمُؤَاخَذُونَ بِمَا نَتَكَلَّمُ بِهِ؟ فَقَالَ: ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ يَا مُعَاذُ! وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِي النَّارِ عَلَى وُجُوهِهِمْ ـ أَوْ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ ـ إِلَّا حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ»

" Maukah aku beritahu tentang pencegahan itu semua. ...? Ia berkata, Iya wahai Nabi Allah. Maka Nabi Sallallahu alaihi wa sallam memegang lisannya seraya bersabda, " Tahan atasmu ini ". Kemudian Mu'adz bertanya kembali, Wahai Nabi Allah, apakah kita bertanggung jawab atas yang kita ucapkan. ...? Maka Nabi Sallallahu alaihi wa sallam bersabda, " Terbebani ibumu atas perbuatan mu wahai Mu'adz,....! bukankah banyak manusia tertelungkup diatas wajahnya atau mulutnya, kecuali itu merupakan hasil dari ucapan - ucapan lisannya. .? ". ( HR Ahmad dan At-Tirmidzi )

Sesungguhnya lisan memiliki bahaya yang sangat besar, sebagaimana telah sah riwayat dari suatu hadist dari Rosulillah Sallallahu alaihi wa sallam bersabda,

«إِذَا أَصْبَحَ ابْنُ آدَمَ، فَإِنَّ الأَعْضَاءَ كُلَّهَا تُكَفِّرُ اللِّسَانَ فَتَقُولُ: اتَّقِ اللهَ فِينَا، فَإِنَّمَا نَحْنُ بِكَ؛ فَإِنِ اسْتَقَمْتَ اسْتَقَمْنَا، وإِنِ اعْوَجَجْتَ اعْوَجَجْنَا»

" Jika datang waktu pagi bagi anak cucu Adam, sesungguhnya seluruh anggota badan semuanya mendebat lisan, seraya berkata, " Bertakwalah kepada Allah terhadap anggota badan ini, sesungguhnya kita bersamamu, jika engkau istiqomah niscaya kita dapat istiqomah, dan jika engkau berbuat menyeleweng, maka niscaya kita mengikuti nya ". (HR Ahmad dan At-Tirmidzi )

Wasiat Nabi Sallallahu alaihi wa sallam ini terkandung seruan agar kita melakukan muhasabah atas apa yang telah diucapkan, agar merenungkan nya, jika dijumpai terdapat kebaikan, maka hendaknya ia ucapkan, dan sekiranya terkandung atau mengakibatkan keburukan, maka dicegah jangan sampai terucap, dan jikalau yang akan ia ucapkan adalah samar, dimana ia tidak mengetahui, apakah mendatangkan manfaat atau mudhorot, maka lebih selamat nya agar ditahan tidak diucapkan, hingga nampak jelas apa dampak dan akibatnya, sebagaimana sabda Nabi Sallallahu alaihi wa sallam,

«مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِالله واليَوْمِ الآخِرِ؛ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمت

" Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia berkata baik atau diam ". ( HR  Al-Bukhary dan Muslim )

Dan kebanyakan manusia menjerumuskan diri kedalam mara bahaya yang besar lantaran ucapan ucapan nya, yang tidak berfikir sebelum nya, kemudian ia mengalami resiko di dunia dan akhirat yang tidak diharapkan, sedangkan orang yang berakal adalah senantiasa menimbang ucapannya, menjaga pembicaraan nya, dan tidak berucap kecuali sebagai mana petunjuk Nabi Sallallahu alaihi wa sallam yaitu tidak menyesal di kemudian hari.

Ungkapan,  «بكَلَامٍ تَعْتَذِرُ مِنْهُ غَدًا» , juga bermakna menyesal di esok hari dihadapan Al-Ka'liq Ta'ala, ataupun dihadapan seluruh manusia tatkala mereka menuntut tanggung jawab dan resiko yang timbul dari ucapan tersebut, demikian pula jika dihubungkan antara ibadah sholat, tatkala seseorang menyia-nyiakan dan tidak menunaikan dengan baik, bagaimana kelak tatkala berhadapan dengan Allah Ta'ala dan sholat adalah ibadah yang sangat urgen senantiasa di pertanggung jawabkan.

Wasiat yang ketiga, yaitu seruan agar memiliki sifat konaah yaitu merasa cukup, dan hanya bergantung hati ini kepada Allah Ta'ala, dan tidak rakus serta tamak akan harta yang dimiliki oleh orang lain, dan berputus asa dan tidak berkeinginan terhadap apa yang berada di tangan orang lain, sehingga tidak mengharapkan perolehan dari manusia, akan tetapi semata hanya berharap kepada Allah Ta'ala, sebagaimana secara lisan dan bahasa tubuh tidak meminta-minta ataupun berharap kecuali kepada Allah Ta'ala, dan ibadah sholat merupakan sarana interaksi diri dengan Allah Ta'ala, maka dapat dijadikan sebagai sarana  memohon pertolongan kepada Allah dan menaruh harapan kepada Nya agar terpenuhi keinginannya.

Barangsiapa yang berputus asa dari harta orang lain, niscaya ia akan hidup dengan penuh kewibawaan dan hidup mulia, dan sebaliknya jika berharap terhadap tangan orang lain ia akan hidup hina dan terhina, dan sesungguhnya berharap dan bergantung hati ini kepada Allah, tidak meminta-minta kecuali kepada Allah dan tidak bertawakkal kecuali hanya kepada Allah, maka Allah Ta'ala akan berikan kecukupan baik di dunia dan akhirat, sebagaimana firman Allah Ta'ala,

أَلَيْسَ ٱللَّهُ بِكَافٍ عَبْدَهُۥ

" Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-hamba-Nya ". (Q.S. Az-Zumar:36)

Allah Ta'ala berfirman,

وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُۥٓ

" Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. (Q.S. At-Thalak:3)

Dan sesungguhnya hidayah dan taufik semata-mata milik Allah Ta'ala, tidak ada sekutu bagi Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar