Tafsir Al-Tabari – Ibn Jarir Al-Tabari (310 H)
(Surah Al-Baqarah, Ayat 163):
“Dan Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Esa; tidak ada Tuhan selain Dia, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.”
Tafsir mengenai firman Allah Ta'ala:
“Dan Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Esa; tidak ada Tuhan selain Dia, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.”
Abu Ja‘far (Al-Tabari) berkata:
Kami telah menjelaskan sebelumnya makna “al-uluhiyyah” (ketuhanan), bahwa ia merupakan bentuk pengabdian makhluk kepada Allah.
Maka makna firman-Nya “Dan Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Esa; tidak ada Tuhan selain Dia, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang”
adalah:
“Dzat yang berhak atas kalian, wahai manusia, untuk kalian taati, dan yang berhak atas ibadah kalian hanyalah Tuhan Yang Esa dan Pemelihara Yang Esa.
Maka janganlah kalian menyembah selain Dia dan janganlah kalian menyekutukan-Nya dengan apa pun. Karena siapa pun yang kalian sekutukan dengan-Nya dalam ibadah kalian, ia hanyalah makhluk ciptaan Tuhan kalian, sebagaimana kalian adalah makhluk. Tuhan kalian adalah Tuhan Yang Esa, tiada tandingan dan tiada yang menyerupai-Nya.”
Perbedaan Pendapat tentang Makna Keesaan-Nya
Ada yang berkata bahwa makna keesaan Allah adalah menafikan keserupaan dan kesamaan dari-Nya. Sebagaimana dikatakan: “Si Fulan adalah satu-satunya di antara manusia – dia adalah satu-satunya di antara kaumnya”, yang berarti bahwa ia tidak memiliki tandingan atau keserupaan di antara manusia atau kaumnya. Demikian pula makna perkataan “Allah Yang Esa”, yang berarti Allah tidak memiliki tandingan atau keserupaan.
Mereka mengklaim bahwa dalil yang menunjukkan kebenaran penafsiran ini adalah bahwa kata “satu” dapat dipahami dalam empat makna:
- Bermakna “satu” dari jenis tertentu, seperti seorang manusia yang “satu” dari jenis manusia.
- Bermakna tidak terbagi, seperti sebuah bagian yang tidak bisa dibagi lagi.
- Bermakna keserupaan dan kesamaan, seperti ucapan seseorang “kedua benda ini adalah satu”, yang bermaksud bahwa keduanya serupa sehingga menjadi seperti satu hal.
- Bermakna penafian keserupaan atau kesamaan.
Mereka berkata: Ketika tiga makna pertama dari makna “satu” tidak berlaku bagi Allah, maka makna keempat, yaitu penafian keserupaan dan kesamaan, adalah yang benar.
Pendapat lain mengatakan bahwa makna “keesaan-Nya” adalah keunikan-Nya dari segala sesuatu dan keunikan segala sesuatu dari-Nya. Mereka berkata bahwa Dia adalah satu-satunya yang tidak ada sesuatu pun yang masuk ke dalam-Nya, dan Dia tidak masuk ke dalam sesuatu. Mereka juga menyatakan bahwa satu-satunya makna yang benar dari kata “satu” adalah ini, dan mereka menolak tiga makna lainnya yang disebutkan sebelumnya.
Makna Firman-Nya: “Tidak ada Tuhan selain Dia”
Firman ini adalah pernyataan dari Allah Ta'ala bahwa tidak ada Tuhan bagi seluruh alam semesta selain Dia. Tidak ada yang berhak disembah oleh para hamba kecuali Dia.
Segala sesuatu selain Dia adalah ciptaan-Nya, dan kewajiban seluruh makhluk adalah menaati-Nya, tunduk kepada perintah-Nya, dan meninggalkan penyembahan kepada selain-Nya, termasuk sekutu-sekutu dan tuhan-tuhan palsu. Mereka harus meninggalkan berhala dan patung, karena semuanya adalah ciptaan-Nya.
Semua makhluk wajib mengakui keesaan dan ketuhanan-Nya, karena tidak ada yang pantas disembah selain Dia.
Segala nikmat yang mereka dapatkan di dunia berasal dari-Nya, bukan dari sesembahan mereka berupa berhala atau sekutu-sekutu yang mereka sembah bersama-Nya. Nikmat di akhirat juga berasal dari-Nya. Sedangkan sekutu-sekutu yang mereka sembah tidak memiliki kuasa untuk memberikan manfaat atau mudarat, baik di dunia maupun di akhirat.
Ayat ini menjadi peringatan dari Allah Ta'ala kepada para penyembah berhala atas kesesatan mereka, sekaligus merupakan ajakan untuk kembali dari kekufuran mereka dan bertobat dari perbuatan syirik.
Tafsir Ibnu Katsir – Ibnu Katsir (774 H)
(Surah Al-Baqarah, Ayat 163):
“Dan Tuhan kalian adalah Tuhan Yang Esa; tidak ada Tuhan selain Dia, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.”
Penjelasan Tafsir:
Allah Ta'ala mengabarkan tentang keesaan-Nya dalam keilahian, bahwa tidak ada sekutu bagi-Nya, tidak ada yang setara dengan-Nya, melainkan Dia adalah Allah yang Esa, Ahad (Tunggal), Fard (Sendiri), dan Shamad (bergantung kepada-Nya segala sesuatu). Tidak ada Tuhan selain Dia. Dia adalah Ar-Rahman (Maha Pengasih) dan Ar-Rahim (Maha Penyayang).
Penjelasan tentang kedua nama ini (Ar-Rahman dan Ar-Rahim) telah disebutkan sebelumnya di awal surah (yaitu di awal Surah Al-Fatihah).
Hadis Tentang Nama Allah yang Agung:
Dalam sebuah hadis dari Syahr bin Hawsyab, dari Asma binti Yazid bin As-Sakan, Rasulullah ﷺ bersabda:
"Nama Allah yang Agung terdapat dalam dua ayat ini:
﴿وَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ﴾ (Al-Baqarah: 163)
dan ﴿الم * اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ﴾ (Ali Imran: 1-2)."
(Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Sunan-nya dengan nomor 1496, dan oleh At-Tirmidzi dalam Sunan-nya dengan nomor 3478. At-Tirmidzi berkata: "Hadis ini hasan sahih.")
Tafsir Al-Qurthubi – Al-Qurthubi (671 H)
(Surah Al-Baqarah, Ayat 163):
“Dan Tuhan kalian adalah Tuhan Yang Esa; tidak ada Tuhan selain Dia, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.”
Penjelasan Tafsir:
Ayat ini mencakup dua pembahasan:
Pembahasan Pertama:
Firman-Nya: “Dan Tuhan kalian adalah Tuhan Yang Esa.”
Setelah Allah memperingatkan tentang bahaya menyembunyikan kebenaran, Dia menjelaskan bahwa hal pertama yang wajib ditampakkan dan tidak boleh disembunyikan adalah tauhid (keesaan Allah). Kemudian Allah mengaitkannya dengan penjelasan dalil-dalil dan ilmu tentang cara berpikir logis, yaitu dengan merenungkan keajaiban ciptaan. Dengan cara ini, Allah mengajarkan bahwa setiap ciptaan pasti memiliki Sang Pencipta yang tidak menyerupai apa pun.
Ibnu Abbas berkata: Ketika kaum kafir Quraisy berkata: “Wahai Muhammad, sebutkan kepada kami nasab Tuhanmu!”, maka Allah menurunkan Surah Al-Ikhlas dan ayat ini (Al-Baqarah: 163).
Kaum musyrik saat itu memiliki 360 berhala, lalu Allah menjelaskan bahwa hanya Dia-lah Tuhan Yang Esa.
Pembahasan Kedua:
Firman-Nya: “Tidak ada Tuhan selain Dia.”
Ayat ini mengandung penafian (la ilaha) dan penegasan (illa Allah). Bagian awalnya adalah penolakan kekufuran, sedangkan akhirnya adalah penegasan keimanan. Maknanya adalah: “Tidak ada yang berhak disembah selain Allah.”
Diriwayatkan dari Asy-Syibli (rahimahullah) bahwa ia biasa mengatakan: “Allah,” tetapi tidak mengatakan “La ilaha.” Ketika ditanya alasannya, ia menjawab: “Aku khawatir jika aku mengucapkan kata penolakan (la ilaha), lalu aku tidak sempat mencapai kata penegasan (illa Allah).”
Komentar: Pendapat ini adalah bagian dari ilmu yang mendalam dan halus yang berasal dari sebagian ahli tasawuf. Namun, pemahaman ini tidak memiliki hakikat yang kuat, karena Allah sendiri di dalam Al-Qur’an menyebutkan konsep penafian dan penegasan ini berulang kali. Rasulullah ﷺ juga menjanjikan pahala besar bagi orang yang mengucapkan kalimat ini dengan ikhlas, seperti yang diriwayatkan dalam banyak hadis, termasuk oleh Imam Malik, Al-Bukhari, dan Muslim.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah ﷺ bersabda:
"Barang siapa yang akhir ucapannya adalah La ilaha illa Allah, maka ia akan masuk surga.” (Diriwayatkan oleh Muslim)
Namun, yang dimaksud bukan hanya ucapan di lisan, melainkan keyakinan di dalam hati. Jika seseorang mengucapkan “La ilaha” lalu meninggal dunia dengan keyakinan yang benar tentang keesaan Allah dan sifat-sifat-Nya, maka ia tetap termasuk ahli surga menurut kesepakatan Ahlus Sunnah.
Penutup:
Makna nama Allah “Al-Wahid” (Yang Esa), “La ilaha illa Hu” (Tidak ada Tuhan selain Dia), dan “Ar-Rahman Ar-Rahim” telah dibahas lebih mendalam dalam kitab “Al-Kitab Al-Asna fi Syarh Asma' Allah Al-Husna”. Segala puji bagi Allah.
Tafsir As-Samarqandi – As-Samarqandi (373 H)
(Surah Al-Baqarah, Ayat 163):
“Dan Tuhan kalian adalah Tuhan Yang Esa; tidak ada Tuhan selain Dia, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.”
Penjelasan Tafsir:
Firman Allah: “Dan Tuhan kalian adalah Tuhan Yang Esa”
- Maqatil berkata:
- Maksudnya adalah Tuhan kalian adalah Tuhan yang satu.
- Adh-Dhahhak berkata:
- Orang-orang musyrik Arab memiliki 360 berhala yang mereka sembah selain Allah. Maka Allah menyeru mereka kepada tauhid dan keikhlasan dalam beribadah kepada-Nya dengan berfirman: “Dan Tuhan kalian adalah Tuhan Yang Esa.”
Dikatakan juga bahwa ayat ini turun mengenai suatu kelompok dari kaum Majusi yang disebut Manawiyah. Pemimpin mereka dikenal dengan nama Mani. Ia berkata kepada kaumnya:
"Aku melihat segala sesuatu berpasangan dan berlawanan, seperti malam dan siang, cahaya dan kegelapan, panas dan dingin, kebaikan dan keburukan, kebahagiaan dan kesedihan. Yang cocok untuk satu hal tidak akan cocok untuk lawannya. Maka, siapa pun yang menciptakan cahaya dan kebaikan, tidak mungkin menjadi pencipta kegelapan dan keburukan. Oleh karena itu, mereka adalah dua pencipta: satu yang menciptakan kebaikan dan satu yang menciptakan keburukan."
Maka turunlah ayat ini: “Dan Tuhan kalian adalah Tuhan Yang Esa,” yang berarti bahwa Pencipta kalian adalah Pencipta yang satu, yang menciptakan segala sesuatu.
Firman Allah: “Tidak ada Tuhan selain Dia, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang”
Sebagian orang mengatakan bahwa kalimat ini setengahnya adalah kekufuran, yaitu: “Tidak ada Tuhan,” dan setengahnya adalah keimanan, yaitu: “selain Dia.” Namun, pendapat ini tidak benar, karena Allah memerintahkan Rasul-Nya untuk memerintahkan mereka mengucapkan: “La ilaha illallah.” Maka, tidak mungkin Allah memerintahkan sesuatu yang berupa kekufuran.
Sebagian lainnya mengatakan bahwa setengah pertama ayat ini telah dihapus (mansukh), sedangkan setengah kedua adalah pengganti (nasikh). Pendapat ini juga tidak sahih, karena sesuatu yang dihapus adalah hal yang sebelumnya diperbolehkan. Sedangkan kekufuran tidak pernah diperbolehkan.
Penjelasan terbaik mengenai ayat ini adalah:
- Firman-Nya: “Tidak ada Tuhan” adalah penafian terhadap sesembahan orang-orang kafir.
- Firman-Nya: “selain Dia” adalah penetapan bagi sesembahan kaum mukminin.
Atau bisa dikatakan:
- “Tidak ada Tuhan” adalah penafian keilahian bagi yang tidak berhak memilikinya.
- “Selain Dia” adalah penetapan keilahian bagi Allah yang memang berhak memilikinya.
Tafsir Al-Alusi – Al-Alusi (1270 H)
(Surah Al-Baqarah, Ayat 163):
“Dan Tuhan kalian adalah Tuhan Yang Esa; tidak ada Tuhan selain Dia, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.”
Penjelasan Tafsir:
Firman Allah: “Dan Tuhan kalian adalah Tuhan Yang Esa”
Ayat ini, sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Abbas, turun ketika orang-orang kafir Quraisy berkata kepada Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, “Jelaskan kepada kami tentang Tuhanmu.”
Makna umum ayat:
- Seruan ini bersifat umum, mencakup semua orang yang layak menerima seruan. Meskipun ayat ini memiliki konteks sebab turunnya, maknanya tidak terbatas pada konteks tersebut.
- Kalimat ini disambungkan dengan ayat sebelumnya (“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan”) melalui kaitan cerita yang sama, yaitu:
- Ayat sebelumnya untuk membuktikan kenabian Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.
- Ayat ini untuk menetapkan keesaan Allah Ta’ala.
Pendapat lain:
- Seruan ini ditujukan kepada orang-orang yang menyembunyikan kebenaran (Ahlul Kitab). Ayat ini mengingatkan mereka untuk tidak menyembunyikan keesaan Allah, karena mereka sering mengatakan bahwa Uzair dan Isa adalah anak-anak Allah.
Makna kata “Ilah”
- Kata “Ilah” disandarkan kepada orang-orang yang diajak bicara dengan pengertian bahwa Allah adalah satu-satunya yang berhak disembah, meskipun banyak berhala palsu yang disembah.
- Pengulangan kata “Ilah” beserta deskripsi “Yang Esa” menunjukkan bahwa keesaan Allah adalah aspek utama yang menjadi pertimbangan. Tanpa penegasan ini, cukup dengan mengatakan, “Dan Tuhan kalian Esa.”
Makna “Yang Esa”
- Mayoritas ulama menyatakan bahwa maksud “Yang Esa” adalah bahwa Allah tidak memiliki tandingan, tidak ada yang menyerupai-Nya, baik dalam Dzat, sifat, maupun perbuatan-Nya.
- Ada pula yang menafsirkan bahwa “Yang Esa” berarti Allah tidak terbagi-bagi, tidak mungkin dibagi, dan tidak memiliki komponen.
- Pendapat yang paling benar adalah: Allah tidak memiliki tandingan atau keserupaan dalam hal keesaan-Nya dan hak-Nya untuk disembah. Allah adalah sumber segala kesempurnaan, bebas dari segala kekurangan.
Firman Allah: “Tidak ada Tuhan selain Dia”
Kalimat ini bisa diartikan sebagai:
- Berita kedua untuk menjelaskan kalimat sebelumnya.
- Sifat tambahan untuk penjelasan keesaan Allah.
- Kalimat sisipan yang memperkuat makna tauhid.
Menurut sebagian ulama, kalimat ini juga menghilangkan kesalahpahaman bahwa mungkin saja ada tuhan lain, tetapi tidak berhak disembah.
Makna “La Ilaha Illa Huwa”
- Penafian dalam kalimat ini berlaku pada semua sesembahan palsu, menganggapnya seolah tidak ada, karena tidak memiliki dasar kebenaran.
- Ada yang berpendapat bahwa penafian berlaku pada semua sesembahan, baik yang benar maupun yang salah. Pendapat ini lebih tepat karena sesembahan palsu memang eksis di dunia nyata, tetapi statusnya sebagai sesembahan yang benar tidak pernah ada.
Firman Allah: “Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang”
- Dua nama ini adalah berita tambahan untuk memperjelas sifat Allah.
- Penegasan ini menunjukkan bahwa semua nikmat, baik di dunia maupun di akhirat, bersumber dari Allah semata. Karena itu, tidak ada yang berhak disembah kecuali Dia. Semua makhluk bergantung kepada-Nya dalam keberadaan dan kesempurnaannya.
Hubungan antara Nama “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahim” dengan Tauhid
Kedua nama ini—Ar-Rahman (Yang Maha Pengasih) dan Ar-Rahim (Yang Maha Penyayang)—menjelaskan sifat Allah yang menunjukkan betapa besar kasih sayang-Nya kepada semua makhluk. Hal ini memberikan penguatan terhadap konsep tauhid (keesaan Allah), karena:
Allah sebagai satu-satunya sumber rahmat:
- Segala bentuk nikmat dan kasih sayang yang dirasakan makhluk, baik di dunia maupun di akhirat, berasal dari Allah semata. Tidak ada makhluk lain yang memiliki kekuasaan untuk memberikan atau menahan rahmat-Nya kecuali atas izin-Nya.
- Ini menjadi dalil rasional bahwa hanya Allah yang layak disembah dan dijadikan sandaran, karena Dia adalah pemberi segala kebutuhan hidup.
Kaitan dengan konsep ibadah:
- Karena rahmat-Nya meliputi semua makhluk tanpa diskriminasi, manusia wajib tunduk kepada-Nya dalam bentuk ibadah, ketaatan, dan pengabdian.
Penghiburan bagi makhluk:
- Sifat Ar-Rahman menunjukkan bahwa rahmat Allah mencakup seluruh makhluk, tanpa memandang status atau amal perbuatan mereka di dunia.
- Sifat Ar-Rahim lebih khusus, karena menunjukkan rahmat yang abadi yang diberikan kepada hamba-hamba yang beriman, terutama di akhirat.
Kesimpulan Tafsir Ayat
Tauhid (Keesaan Allah):
Ayat ini secara jelas menegaskan bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang berhak disembah, tidak ada sekutu, tidak ada tandingan, dan tidak ada yang menyerupai-Nya.Penghapusan kemusyrikan:
Penafian dalam kalimat “La Ilaha Illa Huwa” menghapuskan segala keyakinan tentang adanya tuhan-tuhan lain, baik yang nyata maupun yang hanya ada dalam pikiran.Penguatan keyakinan melalui sifat-sifat Allah:
Nama-nama Allah seperti Ar-Rahman dan Ar-Rahim memperkuat keyakinan manusia akan sifat kasih sayang-Nya, yang memberikan semua bentuk rahmat kepada makhluk-Nya, baik di dunia maupun akhirat.Panggilan kepada semua manusia:
Ayat ini adalah seruan universal yang mengajak semua manusia untuk mengenal Allah sebagai Tuhan yang Esa, meninggalkan penyembahan kepada selain-Nya, dan mengarahkan ibadah hanya kepada-Nya.
Semua penjelasan ini menunjukkan bahwa tauhid adalah inti dari ajaran Islam, dan sifat-sifat Allah memberikan dasar yang kuat bagi hamba-Nya untuk menjalankan ketaatan kepada-Nya dengan keyakinan penuh.
Tafsir As-Sa'di – Ayat 163 dari Surah Al-Baqarah
Allah Ta’ala, yang merupakan sebaik-baik yang berkata, memberitahukan bahwa "Ilah (Tuhan) kalian adalah Tuhan yang Esa", yakni Dia adalah satu-satunya yang Maha Tunggal dan tidak memiliki sekutu dalam zat-Nya, nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, maupun perbuatan-perbuatan-Nya.
- Tidak ada sekutu dalam zat-Nya: Tidak ada yang sebanding dengan-Nya.
- Tidak ada sekutu dalam nama-nama-Nya: Tidak ada nama yang setara dengan nama-nama-Nya.
- Tidak ada sekutu dalam sifat-sifat-Nya: Tidak ada yang menyerupai sifat-sifat-Nya.
- Tidak ada sekutu dalam perbuatan-perbuatan-Nya: Tidak ada yang bisa menciptakan dan mengatur alam semesta selain Dia.
Kewajiban Beribadah Kepada Allah
Jika Allah adalah satu-satunya Tuhan yang Maha Esa, maka hanya Dia yang berhak untuk disembah dan diibadahi dengan segala bentuk ibadah. Tidak ada yang pantas dijadikan sekutu dalam ibadah kepada-Nya. Allah adalah "Ar-Rahman, Ar-Rahim", yang memiliki sifat rahmat yang begitu agung dan tidak ada yang menandinginya.
- Rahmat-Nya mencakup segala sesuatu:
Berkat rahmat-Nya, seluruh makhluk diciptakan, memperoleh segala bentuk kebaikan, serta terhindar dari berbagai keburukan. - Rahmat-Nya menjangkau semua makhluk hidup:
Dengan rahmat-Nya, Allah memberikan petunjuk kepada manusia tentang diri-Nya melalui nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Allah juga menjelaskan segala hal yang dibutuhkan manusia untuk kepentingan agama dan dunia mereka melalui pengutusan para rasul dan penurunan kitab-kitab suci.
Konsekuensi dari Rahmat Allah
Jika semua nikmat yang diterima manusia berasal dari Allah, sementara tidak ada satu makhluk pun yang dapat memberikan manfaat tanpa izin-Nya, maka hal ini menguatkan bahwa:
- Allah adalah satu-satunya yang berhak mendapatkan seluruh bentuk ibadah, seperti cinta, takut, harap, pengagungan, tawakal, dan berbagai macam ketaatan lainnya.
- Sebaliknya, berpaling dari ibadah kepada Allah menuju ibadah kepada makhluk adalah sebesar-besarnya kezaliman dan seburuk-buruknya keburukan.
Menyekutukan Allah dengan makhluk, baik itu berupa penyembahan kepada makhluk yang diciptakan dari tanah atau makhluk yang lemah dan tidak berdaya, adalah tindakan yang sangat tercela. Hal ini karena Allah adalah Pencipta yang Maha Kuasa dan Maha Perkasa, yang segala sesuatu tunduk kepada-Nya.
Kandungan Ayat
Ayat ini menegaskan keesaan Allah (tauhid) dan keilahian-Nya, serta menafikan keilahian dari selain-Nya. Ayat ini juga menjelaskan bukti utama keesaan Allah, yaitu rahmat-Nya yang mencakup segala nikmat dan menolak segala bencana. Dengan demikian, ini menjadi dalil umum atas keesaan Allah Ta’ala.
Tafsir Nazhm ad Durar karya Al Biqo'i Al Biqo'i th : 885 H
Dan Tuhan kalian adalah Tuhan yang Esa, tiada tuhan selain Dia, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. [Al-Baqarah: 163]
Ketika Allah yang Maha Suci dan Maha Tinggi mencurahkan kepada mereka (manusia) dari lautan hujjah (argumen) yang tersebar dengan ombak-ombaknya, dan menetapkan apa yang Dia kehendaki dari syariat-syariat Islam dengan bentuk yang sempurna dan kokoh, serta ketika konteks yang telah disebutkan sebelumnya mengenai pahala bagi orang yang taat dan hukuman bagi yang durhaka telah mengarahkan kepada pemahaman bahwa maknanya adalah: "Maka Tuhan kalian adalah Tuhan yang Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya yang dapat menghalangi kehendak-Nya. Tidak ada tuhan selain Dia, Yang Maha Menghukum musuh-musuh-Nya dan Yang Maha Agung dalam keagungan-Nya."
Kemudian Dia menghubungkan pernyataan ini dengan firman-Nya: "Dan Tuhan kalian adalah Tuhan yang Esa," sebagai pengulangan untuk memberikan peringatan kepada setiap orang munafik dan kafir serta sebagai pengingat dengan penuh kasih kepada setiap orang yang setia dan taat.
Dan karena yang dimaksud adalah bahwa keesaan itu dianggap sebagai hakikat dalam Dzat Tuhan yang sebenarnya, maka sama sekali tidak mungkin bahwa Tuhan yang hak itu terbagi dalam jenis, zat, sifat, perbuatan, atau dalam hal lainnya dengan cara apa pun. Maka Dia mengulangi kata "Tuhan" dengan firman-Nya: "Tuhan yang Esa," yakni yang sama sekali tidak terbagi dalam hal apa pun, baik dalam keserupaan maupun dalam hal lainnya. Dan meskipun demikian, Dia adalah "Tidak ada tuhan selain Dia."
Ini adalah penegasan terhadap keesaan Allah dengan menafikan selain-Nya dan menetapkan bahwa hanya Dia yang ada. Maka sama sekali tidak masuk akal dan tidak mungkin dalam pikiran bahwa ada sesuatu yang layak menjadi Tuhan selain Dia. Karena itu, tidak ada yang berhak disembah kecuali Dia. Hal ini karena Dia adalah "Yang Maha Pengasih" yaitu yang memberikan rahmat umum berupa nikmat yang bersifat sementara kepada wali-wali-Nya dan musuh-musuh-Nya, dan "Yang Maha Penyayang" yaitu yang memberikan rahmat khusus berupa nikmat yang kekal kepada wali-wali-Nya.
Maka, keesaan dalam ketuhanan menetapkan bahwa Dia memiliki seluruh keagungan, dan di tangan-Nya ada seluruh kemuliaan dan kekuasaan. Dengan sifat-Nya yang penuh rahmat, Dia mencurahkan nikmat yang besar maupun kecil. Maka segala sesuatu selain Dia hanyalah kenikmatan atau makhluk yang diberi nikmat oleh-Nya. Oleh karena itu, Dia adalah satu-satunya yang ditakuti atas siksaan-Nya dan diharapkan rahmat-Nya. Dia mengampuni siapa yang Dia kehendaki dan melaknat siapa yang kafir kepada-Nya, serta menjadikan mereka kekal dalam azab tanpa ada yang mampu menghalangi-Nya.
Tidaklah jauh untuk dikatakan, meskipun jaraknya panjang, bahwa huruf "waw" dalam firman-Nya: "Dan Tuhan kalian" berfungsi sebagai penghubung terhadap firman-Nya di awal surah: "Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu" [Al-Baqarah: 29], sebelum firman-Nya: "Dan ketika Tuhanmu berkata kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi." [Al-Baqarah: 30].
Karena tauhid (keesaan Allah) adalah tujuan utama yang darinya seluruh ibadah muncul. Maka ketika Dia berfirman: "Wahai manusia, sembahlah Tuhan kalian" [Al-Baqarah: 21], Dia mengikutinya dengan firman-Nya: "Yang menciptakan kalian" [Al-Baqarah: 21] hingga akhir ayat dengan menyebutkan sifat-sifat yang menjadi dalil atas kelayakan-Nya untuk disembah.
Ketika dalil tersebut ditegakkan, Dia berfirman: "Maka janganlah kalian menjadikan tandingan-tandingan bagi Allah." [Al-Baqarah: 22] Ini sebagai pemberitahuan bahwa Dia tidak memiliki sekutu dalam ibadah sebagaimana telah jelas bahwa Dia tidak memiliki sekutu dalam penciptaan.
Dia kemudian mengikuti ayat tersebut dengan apa yang sesuai dengan konteks itu, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kemudian Dia kembali lagi kepada penegasan tauhid dengan firman-Nya: "Bagaimana kalian bisa kafir kepada Allah, padahal sebelumnya kalian mati, lalu Dia menghidupkan kalian." [Al-Baqarah: 28] hingga akhir ayat.
Kemudian Dia mengulangi dalil tersebut dalam bentuk yang lebih jelas dan lebih luas dibandingkan sebelumnya.
Ketika keesaan Allah telah ditetapkan secara sempurna tanpa adanya ruang untuk keraguan, pembahasan tentang tauhid ini menjadi lebih sesuai dengan ayat-ayat yang mendahuluinya, yaitu ayat-ayat yang menyebutkan berbagai urusan penting seperti penjelasan tentang orang-orang yang menyembunyikan kebenaran, orang-orang yang bertobat, dan orang-orang yang terus-menerus dalam kemaksiatan, serta balasan yang telah disiapkan untuk masing-masing golongan tersebut.
Oleh sebab itu, Allah mengikutkan ayat ini (Dan Tuhan kalian adalah Tuhan yang Esa) sebagai penghubung kepada apa yang telah dijelaskan sebelumnya dengan cara yang lebih tegas dalam menetapkan tauhid. Hal ini merupakan penjelasan tentang apa yang menjadi kebenaran, serta sebagai isyarat bahwa Allah Maha Tinggi tidaklah seperti raja-raja dunia. Para raja dunia terkadang terhalang untuk memberikan pahala kepada sebagian orang yang taat atau menghukum sebagian orang yang bermaksiat karena adanya hambatan dari para pengikut mereka.
Namun, Allah adalah Tuhan yang Maha Esa, tiada tandingan bagi-Nya, bahkan tidak ada yang mendekati-Nya (dalam kesempurnaan). Maka, tidak ada yang dapat menghalangi kehendak dan perintah-Nya.
Tidaklah mengherankan jika pengulangan dalil ini diperbolehkan, karena ini adalah kebiasaan para ahli balaghah (retorika) di mana salah seorang dari mereka, jika ingin menguatkan suatu argumen untuk maksud tertentu, ia memulai dengan dalil yang mencukupi, kemudian mengikutinya dengan menjelaskan hasil-hasil yang dapat dipetik darinya. Setelah itu, ia kembali menegaskan dalil tersebut dengan cara lain agar hati menjadi lebih tenang dan pikiran lebih yakin.
Terkadang dalil itu memiliki cabang-cabang yang panjang dan bercabang banyak, sehingga setiap bagian dijelaskan sesuai kebutuhan. Jika ia mendapati lawannya belum sepenuhnya tunduk, maka ia akan mengulangi dalil tersebut dalam bentuk yang berbeda, menghubungkannya dengan argumen sebelumnya sebagai pengingat. Ini adalah kebiasaan yang tidak asing dalam tradisi mereka, baik dalam dialog maupun pidato.
Barang siapa yang memperhatikan perdebatan al-Baqillani dan orang-orang semisalnya dari kalangan ulama yang memiliki hafalan luas dan mendalam dalam ilmu, ia akan memahami hal ini dengan baik.
Al-Haralli berkata:
Karena inti dari kitab suci ini adalah mengajak makhluk kepada kebenaran, pengenalan Hak Tuhan terhadap makhluk-Nya, serta penjelasan keistimewaan orang-orang yang dipilih oleh Allah Ta'ala dari kalangan yang terliputi oleh prinsip keimanan: para malaikat-Nya, nabi-nabi-Nya, dan rasul-rasul-Nya, serta siapa saja yang mengikuti mereka dari kalangan wali-wali dan kekasih-kekasih Allah. Juga pengungkapan bukti-bukti tersebut melalui mereka, sebagai penegakan hujah kepada orang-orang di bawah mereka untuk mengikat mereka kepada para pengikutnya.
Karena kerugian bagi makhluk adalah perpecahan, maka manfaat bagi mereka hanyalah melalui persatuan. Ketika Allah menjelaskan kepada mereka bahwa asal-usul mereka berasal dari kesatuan bapak, yaitu Adam, yang telah mengumpulkan seluruh keturunannya; dari kesatuan bapak Ibrahim, yang mengumpulkan agama Islam; dan dari kesatuan kenabian Muhammad ﷺ, yang mengumpulkan agama yang sempurna, maka menjadi jelas bagi mereka keburukan perpecahan dan perbedaan. Dan mereka memahami manfaat persatuan dalam berbagai aspek kehidupan. Ini menjadi tanda akan pentingnya kembali kepada kesatuan ketuhanan, yaitu mengesakan Allah dalam kebenaran.
Dalam memahami kesatuan ini, ada berbagai tingkatan, mulai dari apa yang terlihat secara lahiriah seperti kesatuan ruh, jiwa, dan akal, hingga kesatuan yang lebih mendalam. Allah Ta'ala kemudian berfirman untuk menegaskan apa yang telah ditampakkan melalui kesatuan-kesatuan lahiriah ini: ‘Dan Tuhan kalian adalah Tuhan yang Esa’. Jika buruknya perpecahan terlihat jelas dalam konteks kesatuan bapak manusia (Adam), maka bagaimana hal itu bisa diterima dalam konteks kesatuan bapak agama (Ibrahim), apalagi dengan kesatuan nabi yang menyempurnakan (Muhammad ﷺ), terlebih lagi dengan kesatuan Tuhan Yang Maha Esa, yang Maha Pemurah kepada seluruh makhluk-Nya, serta Maha Penyayang yang memberikan perhatian khusus kepada wali-wali dan kekasih-kekasih-Nya.
Maka Allah mengumpulkan mereka dalam kesatuan-Nya, yang menjadi asal dari segala kesatuan yang lain. Semua nama-nama Allah memiliki kesatuan yang akhirnya kembali kepada kesatuan ketuhanan yang hakiki. Ini adalah bentuk peribadatan kepada-Nya, baik yang tampak maupun yang tersembunyi. Tidak ada yang lebih sempurna daripada kesatuan Allah yang tidak dapat dicapai oleh akal maupun indera, karena Allah adalah yang Maha Gaib, tidak dapat dijangkau oleh zat, kuantitas, ataupun kualitas.
Kemudian, berdasarkan pengalaman dan kenyataan, telah terbukti bahwa kenyamanan ada dalam bersandar pada yang satu, sedangkan kelelahan terjadi dalam mengikuti banyak hal. Setiap yang banyak memiliki tujuan berbeda, yang seringkali bertentangan satu sama lain. Oleh karena itu, ajakan terbesar untuk mempersatukan makhluk adalah mengajak mereka kepada kesatuan ketuhanan, sebagaimana mereka diajak untuk berkumpul dalam nama rububiyah dalam firman-Nya: ‘Wahai manusia, sembahlah Tuhan kalian’ (QS. Al-Baqarah: 21).
Maka, seruan ini diangkat dari tingkatan rububiyah ke tingkatan ketuhanan, hingga akhirnya seruan itu mencapai Allah Yang Maha Esa. Ke-Esaan-Nya tertanam dalam fitrah seluruh makhluk dan merupakan sesuatu yang melekat secara alami dalam diri mereka, kecuali jika fitrah itu telah disimpangkan. Kesyirikan hanya terjadi pada tingkatan ketuhanan, bukan pada tingkatan rububiyah. Maka, seruan kepada kesatuan ketuhanan ini adalah inti dari ajakan untuk bersatu, dengan menambahkan nama ‘ilah’ kepada mereka sesuai dengan tingkat pemahaman mereka dalam beribadah.
Karena dalam ketuhanan terdapat dugaan yang keliru tentang banyaknya tuhan, Allah kemudian mengikutinya dengan kalimat tauhid: ‘Tidak ada Tuhan selain Dia.’ Ini adalah penolakan terhadap dugaan tersebut, tanpa menyebut nama Allah secara eksplisit untuk memberi ruang bagi seruan ini mencapai tingkatan yang lebih tinggi.
Dan karena tauhid dalam ketuhanan adalah perkara gaib dari Allah, maka Allah menjelaskannya melalui manifestasi sifat-Nya yang Maha Pengasih yang meliputi seluruh makhluk, serta sifat-Nya yang Maha Penyayang yang khusus bagi orang-orang pilihan-Nya. Hal ini dapat disaksikan dalam dunia ini melalui bukti-bukti rahmat-Nya yang umum maupun yang khusus.
Keseluruhan ayat ini mengandung keagungan yang luar biasa, dari keghaiban ketuhanan hingga puncak perhatian khusus dari sifat Maha Penyayang. Oleh karena itu, ayat ini bersama dengan ayat yang terdapat di awal surat Ali Imran, yaitu ‘Allah, tidak ada Tuhan selain Dia, Yang Hidup, Yang Berdiri sendiri’ (QS. Ali Imran: 2), menjadi nama Allah Yang Maha Agung yang meliputi segala yang gaib dan nyata, menggabungkan sifat rahmat dan siksa dalam manifestasi-Nya, serta meliputi keagungan dalam esensi-Nya yang tersembunyi.
Dengan demikian, tingkatan tertinggi dari seruan ini adalah untuk mengangkat makhluk kepada keterikatan dengan nama Allah Yang Maha Agung, yang mengangkat mereka dari keterikatan rendah kepada diri mereka sendiri. Ini adalah bentuk awal perhatian khusus Allah kepada umat ini yang menjadi penutup risalah-Nya.”
Selesai.
Ensiklopedia Tafsir Ma'tsur – Institut Al-Syathibi
﴿وَإِلَـٰهُكُمۡ إِلَـٰهࣱ وَ ٰحِدࣱۖ لَّاۤ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلرَّحۡمَـٰنُ ٱلرَّحِیمُ﴾ [Al-Baqarah: 163]
﴿وَإِلَـٰهُكُمۡ إِلَـٰهࣱ وَ ٰحِدࣱۖ لَّاۤ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلرَّحۡمَـٰنُ ٱلرَّحِیمُ ١٦٣﴾ – Sebab Turunnya Ayat
4708 – Dari Abdullah bin Abbas, melalui jalur Al-Kalbi dari Abu Shalih: Ayat ini turun berkaitan dengan orang-orang kafir Quraisy yang berkata, "Wahai Muhammad, jelaskan dan nisbatkan Tuhanmu kepada kami." Maka Allah menurunkan Surah Al-Ikhlas dan ayat ini. (HR Al-Tsauri).
4709 – Dari Abdullah bin Abbas, melalui jalur Juwaibir dari Al-Dhahhak: Orang-orang musyrik memiliki 360 berhala di Ka'bah yang mereka sembah selain Allah dengan kebohongan dan kejahatan. Maka Allah menjelaskan kepada mereka bahwa Dia adalah Tuhan yang Esa. Lalu turunlah ayat: ﴿وَإِلَـٰهُكُمۡ إِلَـٰهࣱ وَ ٰحِدࣱۖ لَّاۤ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلرَّحۡمَـٰنُ ٱلرَّحِیمُ﴾.
﴿وَإِلَـٰهُكُمۡ إِلَـٰهࣱ وَ ٰحِدࣱۖ لَّاۤ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلرَّحۡمَـٰنُ ٱلرَّحِیمُ ١٦٣﴾ – Tafsir Ayat
4710 – Dari Abdullah bin Abbas, melalui jalur Abu Rawq dari Al-Dhahhak: ﴿لَّاۤ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ﴾ maksudnya adalah keesaan Allah (tauhid).
4711 – Qatadah bin Sulaiman berkata: Allah berbicara kepada Ahli Kitab, ﴿وَإِلَـٰهُكُمۡ إِلَـٰهࣱ وَ ٰحِدࣱ﴾ yang berarti Tuhan kalian adalah Tuhan yang Esa. Dia menegaskan keesaan-Nya, ﴿لَّاۤ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلرَّحۡمَـٰنُ ٱلرَّحِیمُ﴾.
4712 – Dari Muhammad bin Ishaq, melalui jalur Salamah: ﴿لَّاۤ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ﴾, artinya tidak ada sekutu bagi-Nya dalam urusan-Nya.
﴿وَإِلَـٰهُكُمۡ إِلَـٰهࣱ وَ ٰحِدࣱۖ لَّاۤ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلرَّحۡمَـٰنُ ٱلرَّحِیمُ ١٦٣﴾ – Atsar yang Berkaitan dengan Ayat Ini
4713 – Dari Asma' binti Yazid bin As-Sakan, Rasulullah ﷺ bersabda:
"Nama Allah yang Agung terdapat pada dua ayat ini: ﴿وَإِلَـٰهُكُمۡ إِلَـٰهࣱ وَ ٰحِدࣱ...﴾ dan ﴿اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلۡحَيُّ ٱلۡقَيُّومُ﴾ [Ali Imran: 1-2]."
4714 – Dari Anas, Nabi ﷺ bersabda:
"Tidak ada yang lebih berat bagi para jin yang durhaka selain ayat-ayat ini dalam Surah Al-Baqarah: ﴿وَإِلَـٰهُكُمۡ إِلَـٰهࣱ وَ ٰحِدࣱ﴾."
4715 – Dari Ibrahim bin Wathimah, melalui jalur ‘Iraak bin Khalid: Ayat-ayat yang dengannya Allah menghindarkan seseorang dari gangguan jiwa bagi siapa saja yang membaca setiap hari adalah: ﴿وَإِلَـٰهُكُمۡ إِلَـٰهࣱ وَ ٰحِدࣱ...﴾, Ayat Kursi, penutup Surah Al-Baqarah, ﴿إِنَّ رَبَّكُمُ ٱللَّهُ ٱلَّذِی خَلَقَ ٱلسَّمَـٰوَ ٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ﴾ [Al-A’raf: 54-56], dan akhir Surah Al-Hasyr. Ayat-ayat ini dikatakan tertulis di sudut-sudut Arsy. Dia berkata, "Tulislah ayat-ayat ini untuk anak-anak kalian agar terlindung dari ketakutan dan gangguan jiwa."
Catatan:
- Riwayat pertama disebutkan oleh Al-Tsaury 2/31 dan sanadnya sangat lemah. (Lihat pengantar ensiklopedia).
- Riwayat kedua dikutip oleh Al-Wahidi dalam "Al-Wasith" 1/245 dan disebutkan oleh Al-Tsaury 2/32. Sanadnya juga sangat lemah.
- Riwayat ketiga dikeluarkan oleh Ibnu Abi Hatim 1/272.
- Riwayat lainnya berasal dari Tafsir Qatadah 1/153, Ibnu Abi Hatim 1/271, dan Abu Daud 2/613 (1496).
Tafsir Ibnu Abi Hatim — Ibnu Abi Hatim Al-Razi (327 H)
وَإِلَـٰهُكُمۡ إِلَـٰهࣱ وَ ٰحِدࣱۖ لَّاۤ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلرَّحۡمَـٰنُ ٱلرَّحِیمُ
[Al-Baqarah: 163]
Firman Allah: ﴿وَإِلَـٰهُكُمۡ إِلَـٰهࣱ وَ ٰحِدࣱ﴾ (Ayat 163)
[1460] Diriwayatkan kepada kami oleh Yahya bin Abdak Al-Qazwini, ia berkata: Diriwayatkan kepada kami oleh Makki bin Ibrahim, ia berkata: Diriwayatkan kepada kami oleh Ubaidullah bin Abi Ziyad, dari Syahr bin Hawsyab, dari Asma’, yaitu binti Yazid, bahwa ia mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya di dalam dua ayat ini terdapat nama Allah yang agung: ﴿وَإِلَـٰهُكُمۡ إِلَـٰهࣱ وَ ٰحِدࣱ...﴾ dan ﴿اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلۡحَيُّ ٱلۡقَيُّومُ﴾ [Al-Baqarah: 255].”
[1461] Diriwayatkan kepada kami oleh Isham bin Rawwad, ia berkata: Diriwayatkan kepada kami oleh Adam, ia berkata: Diriwayatkan kepada kami oleh Abu Ja’far Al-Razi, ia berkata: Diriwayatkan kepadaku oleh Sa’id bin Masruq dari Abu Dhuhha, mengenai firman Allah: ﴿وَإِلَـٰهُكُمۡ إِلَـٰهࣱ وَ ٰحِدࣱ﴾, ia berkata: Ketika ayat ini diturunkan, orang-orang musyrik merasa heran dan berkata, “Muhammad mengatakan: Tuhan kalian adalah Tuhan yang Esa. Maka hendaklah ia mendatangkan tanda jika ia benar.” Lalu Allah menurunkan ayat: ﴿إِنَّ فِي خَلۡقِ ٱلسَّمَـٰوَ ٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱخۡتِلَـٰفِ ٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ...﴾ [Al-Baqarah: 164] hingga firman-Nya: ﴿لَأٓيَـٰتٖ لِّقَوۡمٖ يَعۡقِلُونَ﴾ [Al-Baqarah: 164].
[1462] Diriwayatkan kepada kami oleh ayahku, ia berkata: Diriwayatkan kepada kami oleh Abu Hudzaifah, ia berkata: Diriwayatkan kepada kami oleh Syibl, dari Ibnu Abi Nujaih, dari Atha’, ia berkata: Ayat ini turun kepada Nabi ﷺ di Madinah:
﴿وَإِلَـٰهُكُمۡ إِلَـٰهࣱ وَ ٰحِدࣱ لَّاۤ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلرَّحۡمَـٰنُ ٱلرَّحِیمُ﴾. Maka orang-orang kafir Quraisy di Mekah berkata: “Bagaimana mungkin satu Tuhan mencukupi seluruh manusia?” Lalu Allah menurunkan ayat:
﴿إِنَّ فِي خَلۡقِ ٱلسَّمَـٰوَ ٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱخۡتِلَـٰفِ ٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ...﴾ [Al-Baqarah: 164]. Dengan ayat-ayat ini, kalian akan mengetahui bahwa Dia adalah Tuhan Yang Esa, Tuhan segala sesuatu, dan Pencipta segala sesuatu.
Firman Allah: ﴿لَّاۤ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلرَّحۡمَـٰنُ ٱلرَّحِیمُ﴾
[1463] Diriwayatkan kepada kami oleh Abu Zur’ah, ia berkata: Diriwayatkan kepada kami oleh Minjab bin Al-Harith, ia berkata: Diberitakan kepada kami oleh Bisyr bin Umarah, dari Abu Rawq, dari Al-Dhahhak, dari Ibnu Abbas: ﴿لَّاۤ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ﴾, ia berkata: Ini adalah tauhid-Nya.
[1464] Diriwayatkan kepada kami oleh Muhammad bin Yahya, ia berkata: Diberitakan kepada kami oleh Abu Ghassan, ia berkata: Diriwayatkan kepada kami oleh Salamah, ia berkata: Muhammad bin Ishaq berkata: ﴿لَّاۤ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ﴾ artinya tidak ada sekutu bagi-Nya dalam urusan-Nya.
Firman Allah: ﴿ٱلرَّحۡمَـٰنُ ٱلرَّحِیمُ﴾
Penjelasannya telah disebutkan sebelumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar