Jumat, 22 November 2013

PERAYAAN HARI ASYURO

Alhamdulillah, was sholatu was salamu ala Rosulillah, wa ba`du; 

Tidak diragukan lagi bahwa hari Asyuro' adalah barokah dari Syahrullah Muharrom, yaitu hari yang kesepuluh darinya. Dan penyandaran bulan tersebut kepada Allah menunjukkan akan muliya dan agungnya bulan tersebut, karena Allah tidaklah diberikan sandaran melainkan dari makhluk yang memiliki keistimewaan.

 Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Seutama-utama puasa setelah bulan Ramadhon adalah puasa bulan muharrom". (HR Muslim, Abu Dawud, Tirmidzy, An-Nasa'i, Ibnu Majah dan Ahmad).

Kehususan hari kesepuluh bulan Muharrom memiliki sejarah yang agung, dimana Allah menyelamatkan Musa dan kaumnya, sedangkan fira'un serta bala tentaranya ditengelamkan ke laut, hingga Nabi Musa 'alaihis sallam berpuasa pada hari tersebut dalam rangka bersyukur kepada Allah Ta'ala. Dan kaum Quraisy jahiliyah juga turut serta berpuasa, demikian umat yahudi. Maka Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Kami lebih berhak dan lebih utama untuk Musa dari pada mereka para yahudi". (HR Bukhary dan Muslim).

Maka Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam berpuasa dan memerintahkan umatnya agar berpuasa dan dahulu hukumnya wajib, kemudian menjadi sunnah setelah difardhukan puasa Ramadhon. Dan dianjurkan pula berpuasa di hari ke sembilannya dalam rangka menyelisihi kaum yahudi. Diantara keutamaan puasa hari itu adalah dapat menghapus dosa setahun yang telah lampau.

Adapun perkara bid'ah yang diada-adakan kelompok rofidhoh (kelompok syiah) adalah menampakkan kesedihan dan duka yang mendalam, hingga dijadikan hari berkabung. Adapun kelompok an-nashibah (orang-orang yang benci dan memusuhi Ali -radhiyallahu 'anhu- lihat Majmu fatawa 25/301 ) mereka menjadikan hari tersebut hari perayaan dan gembira serta berpesta. Maka kedua kelompok ini tidak memiliki dasar kecuali hadist palsu.

Berkata Ibnu Taimiyah, "Seperti apa yang dilakukan kelompok ahli ahwa' pada hari Asyuro' dari bersedih, berduka, berkabung, merupakan perkara yang diada-adakan yang tidak ada syariatnya dari Allah dan Rasul-Nya, juga tidak ada dari contoh Salaf juga Ahli Bait Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, juga dari lainnya. Akan tetapi di hari terbunuhnya Husain radhiyallahu 'anhu hendaknya disikapi sebagaimana mestinya yang dicontohkan syari'at seperti istir'ja. Adapun yang diada-adakan ahlu bid'ah dari lawan rafidhoh yang memalsukan hadist seperti, "Keutamaan mandi pada hari tersebut, bercelak, bersalam-salaman, ini semua adalah perkara bid'ah".

Dari sini diketahui bahwa yang disyariatkan pada hari Asyuro' adalah berpuasa, bukan menjadikan sebagai hari perayaan kesedihan maupun kegembiraan. 

( Iktido'ushirotul mustaqim ibnu taimiyah 133-2 / 129)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar