Kamis, 26 Desember 2013

ETIKA PERDEBATAN

Oleh : Asy Syaikh Abdul Malik Al-Juhany.

Alhamdulillah, washolatu was salamu ala' Rosulillah, wa ba'du.

Banyak dijumpai dalam perdebatan baik secara langsung maupun di dunia maya, aku melihat telah melupakan adab munakosyah, maka disini dengan memohon pertolongan Allah Azza wa Jalla aku rangkum ushul adab nikhosy dan perdebatan hingga menjadi dasar serta etika yang akhirnya membuahkan apa yang diharapkan.

» Tujuan debat adalah untuk menggapai Al-Hak, bukan untuk mencari menang, jika ini dilanggar maka akan timbul kesombongan terhadap kebenaran, dan menolaknya sehingga menjadi debat yang sengit tidak berujung. Berkata Imam Syafi'i, "Tidaklah aku bermunadhoroh/ debat kecuali aku tidak peduli, Allah berikan Al-Hak/ kebenaran pada lisanku atau lisan dia". Kebenaran adalah tujuan utama bagi mereka para ulama, bukan untuk mencari kemenangan pribadi.

» Perhatian pada ilmu dan cara meraihnya, serta tata cara pemaparan hujjah, dan menjauh dari perkara keji & bodoh, banyak dijumpai dalam perdebatan, jika ia merasa lemah dari argumen maka ia mencela lawan bicara, bahkan tidak segan untuk mencerca dan melakukan tuduhan yang buruk atau memfitnah sesuatu yang tidak nyata dalam rangka lari dari dalil dan hujjah.

 » Hendaknya tidak melakukan debat kecuali dengan seorang yang Alim atau penuntut ilmu, adapun orang jahil maka ia tidak pantas untuk melakukan debat, karena ia tidak mengetahui kaidah-kaidah ilmiyah, tidak meiliki keahlian di bidang-bidang ilmu. Seperti halnya ahli kesehatan ia tidak pantas bicara tentang syariah, demikian wartawan, seniman, tidak memiliki hak berbicara dalam masalah fikhiyah.

» Disepakatinya kaidah dan ushul yang umum, yang dijadikan sebagai rujukan tatkala khilaf dan perbedaan, hingga memudahkan menuju jalan yang shohih dan menyampaikan ke jalan Al-Hak. Dari sini diketahui berjidal dan debat dengan ahli bid'ah adalah debat kusir, karena tidak pernah ada kesepakatan dengan ushul Ahlissunnah, seperti halnya kelompok Rafidhoh, yang ingkar terhadap Al-Qur'an dan tidak pernah beriman terhadap As-Sunnah, demikian pula hadist-hadist kecuali yang hanya diriwayatkan oleh Ahli Bait, menurut keyakinan mereka, maka yang demikian adanya, bagaimana mungkin akan diajak berdiskusi? Mereka tidak menerima usul ahlissunnah, tidak pula iman kepadanya, oleh karenanya para salaf memberikan peringatan dan larangan berdebat dengan ahli bid'ah, karena mereka akan memberikan dampak buruk lantaran syubhatnya, dan Ahlussunnah tidak pernah akan mendapat manfaat apapun dari ahli bid'ah dan ilmunya.

» Tidak keluar dari pembicaraan tatkala debat terjadi, karena keluar dari pokok masalah adalah bentuk lari dari debat dan lemah dalam menghadapi.

 » Menegakkan dalil saja tidak dirasa cukup, karena disana dibutuhkan pula menjawab dalil lawan, dengan jawaban yang memuaskan, tidak hanya sekedar jawaban yang tidak mengena.

» Kritikan hendaknya ditujukan kepada ucapan dan pendapat, bukan pada individunya, hingga tidak layak untuk mencela lawannya atau cacian dan cercaan yang tidak ada kaitannya dengan materi pembicaraan, karena ini tidak akan mampu menggiring kepada jalan Al-Hak sedikitpun.

 » Iltizam dengan adab hiwar dan nikosh, jika melalui lisan maka tidak mengangkat suara berlebihan, memutus pembicaraan, tatapan mata yang tajam, tidak ada celaan dan pelecehan. Oleh karenanya orang yang mudah emosi, bersempit dada, hendaknya tidak melakukan diskusi, karena dengan buruknya akhlak dia akan menjadikannya tidak mampu berpikir jernih, bukan karena lemah hujah-hujahnya, melainkan akan kehilangan kesetabilan pada dirinya.

» Rujuk dan kembali kepada Al-Hak adalah suatu keutamaan, dan tidak terus-menerus bergelimang dengan kebathilan, maka kapanpun Al-Hak dijumpai baik dari lawan bicaranya maka wajib utk tunduk kepada kebenaran tersebut dan wajib diterima, serta mengakui lawan bicara tersebut, bahkan hendaknya ia bersyukur atas penjelasan kebenaran tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar