*FAWAID – DARI KITAB SABIIL AR-RASYAAD FI TAQRIIR MASAAILIL I’TIQOOD*
#Faidah-DAURAH_SYAR’IYYAH_21_STAI_ALI_BIN_ABI_THALIB_1444H
#Syaikh_Prof_Dr_Ibrahim_bin-Amir_ar-Ruhaily_hafizhahullah
BAGIAN KEEMPAT:
ثالثا: إثبات أسماء الله تعالى.
*KETIGA: PENETAPAN ASMA ALLAH TA’ALA*
* ويتضمن أصلين عليهما مدار إثبات الأسماء عند أهل السنة:
Mengandung dua prinsip atas keduanya adalah poros penetapan Asma menurut Ahlus Sunnah:
الأصل الأول: تقرير القواعد العامة الواجب اعتقادها في أسماء الله تعالى:
PRINSIP PERTAMA:
Ketetapan Kaidah Umum Yang Wajib diyakini dari Nama-Nama Allah Ta’ala
القاعدة الأولى: أسماء الله تعالى كلها حسنى.
أي: بالغة الغاية في الحسن والكمال، فهي أحسن الأسماء وأكملها، فليس في الأسماء أحسن منها، ولا يقوم غيرها مقامها، ولا يؤدي معناها، وتفسير الاسم منها بغيره ليس تفسيرا بمرادف محض، بل هو على سبيل التقريب والتفهيم .
KAEDAH PERTAMA:
Semua nama-nama Allah adalah HUSNA –( kebaikan yang paling tinggi)
yaitu: sampai kepada tingkatan tertinggi dalam keindahan dan kesempurnaan, jadi itu adalah nama-nama yang terbaik dan terlengkap. Tidak ada nama yang lebih baik dari nama-nama Allah, dan nama lainnya tidak dapat menggantikan posisi darinya dan tidak dapat dijangkau akal keindahan maknanya. Tafsir nama dari nama-nama Allah dengan nama selainnya adalah bukan tafsiran dengan tafsir sinonim murni, melainkan dalam rangka mudah dalam cara pendekatan dan pemahaman. (Lihat Badai’ al-Fafawaid 1/168)
قال الله تعالى: وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ [سورة الأعراف :180] .
Allah Ta’ala berfirman:
وَلِلّٰهِ الْاَسْمَاۤءُ الْحُسْنٰى فَادْعُوْهُ بِهَاۖ
Dan Allah memiliki Asma'ul-husna (nama-nama yang terbaik), maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebutnya Asma'ul-husna itu (QS. Al-A’roof: 180)
* ووجه كونها حسنى من وجهين:
Sudut pandang dinilai sebagai suatu HUSNA (kebaikan yang paling baik) bisa diukur dengan dua sudut pandang:
الأول: لدلالتها على أحسن وأعظم وأجل وأشرف مسمى وهـو الله تبارك
وتعالى.
PERTAMA: Dengan Dalil-Dalilnya bahwa Nama dan Sifat Allah adalah yang paling bagus, paling agung dan paling tinggi serta paling mulia sesuai dengan penamaan yang dinisbatkan kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala.
الثاني: لأنها متضمنة لأحسن وأكمل صفات الكمال التي لا نقص فيها بوجـه من الوجوه
KEDUA: Karena Nama dan sifat Allah mengandung apa yang paling baik dan paling sempurna dari sifat-sifat kesempurnaan yang tidak ada kekurangan di dalamnya dari seluruh sudut pandang. (Lihat Minhajus Sunnah 5/409, Badaiul Fawaid 1/163, dan Mukhtashor Al-Asilah wal Ajwibah al-Ushuliyah hal 56).
القاعدة الثانية: أسماء الله مشتقة من صفاته وهي ليست جامدة، وكـل اسـم يتضمن الصفة التي اشتق منها.
KAIDAH KEDUA:
Nama-nama Allah bentuk turunan dari sifat-sifat-Nya, dan nama-nama itu bukan bentuk tunggal (berdiri sendiri), dan setiap nama Allah mencakup sifat bentukannya.
فالله يتضمن صفة الألوهية، و الرحمن يتضمن صفة الرحمة، والعليم يتضمن صفة العلم، والقدير يتضمن صفة القدرة
Maka bagi nama Allah mengandung sifat Al-Uluhiyah, dan ar-Rahman itu mengandung sifat rahmat (kasih sayang), al-‘Aliim mengandung sifat ilmu (mengetahui), al-Qodir mengandung sifat Qudrah (kuasa). (Lihat Madarijus Salikin 1/60).
(Tambahan dari Syaikh hafizhahullah)
Nama nama Allah itu bisa berasal dari beberapa sifat. Namun beberapa sifat itu tidak berasal dari beberapa nama.
القاعدة الثالثة: أسماء الله عز وجل أعلام وأوصاف، والوصف بهـا لا ينافي العلمية، بخلاف أوصاف العباد فإنها تنافي علميتهم؛ لأن أوصافهم مشتركة، فنافتها العلمية المختصة، بخلاف أوصافه تعالى
KAIDAH KETIGA:
Nama nama Allah Azza Wa Jalla adalah nama dan sifat, dan sifat tidak meniadakan nama, berbeda dengan sifat-sifat hamba maka itu meniadakan nama mereka. Karena sifat-sifat mereka bisa dikatakan musytarakah – dipakai bersama-sama, maka ini meniadakan nama secara pengkhususannya, berbeda dengan sifat-sifat Allah Ta’ala. (lihat Badai’ul Fawaid 1/162)
القاعدة الرابعة: أسماء الله الحسنى لها اعتباران: اعتبـار مـن حيـث الـذات، واعتبار من حيث الصفات، فهـي بالاعتبار الأول مترادفة، وبالاعتبـار الثـاني متباينة
KAIDAH KEEMPAT:
Nama-nama Rabb memiliki dua pertimbangan: pertimbangan (pertama) dalam hal dzat, dan pertimbangan (kedua) dalam hal sifat, dalam pertimbangan pertama adalah adanya faktor identic (faktor kesamaan nama), dan dalam pertimbangan kedua berbeda (adanya faktor perbedaan tidak setiap sifat Allah bisa langsung diambil sebagai nama Allah). (lihat Badai’ul Fawaid 1/162)
(Tambahan Nama Al-Hayyu الحَيُّ (Yang Maha Hidup) mengandung sifat الحياةُ (Al-Hayaatu – Hidup) dan tidak katakan nama Allah حَيي hayiya (fi’il dari masdhar الحياة )
القاعدة الخامسة: أن الاسـم مـن أسمائه لـه دلالات: دلالـة علـى الـذات والصفة بالمطابقة، ودلالة على أحدهما بالتضمن، ودلالة على الصفة الأخرى باللزوم.
مثال ذلك: (الخالق) يدل على ذات الله، وعلى صفة الخلق بالمطابقة، ويدل على الذات وحدها وعلى صفة الخلق وحدها بالتضمن، ويدل علـى صـفتي العلم والقدرة بالالتزام.
KAIDAH KELIMA:
Nama dari Nama-Nama Allah itu menunjukkan beberapa dalalah, Dalalah atas dzat dan sifat dengan dalalah al-Muthobaqoh, dan dalalah atas salah satu dari keduanya dengan dalalah at-tadhomun, dan dalalah atas sifat lainnya dengan dalalah al-luzum.
Contoh yang demikian adalah:
Nama (الخالق ) ini
menunjukkan kepada Dzat Allah, dan menunjukkan kepada sifat penciptaan dengan dalalah muthobaqoh (Tanda-tanda keselarasan).
dan menunjukkan kepada dzat Allah saja dan menunjukkan kepada sifat penciptaan saja dengan dalalah at-Tadhommun (Tanda-Tanda Penyertaan).
Dan menunjukkan kepada dua sifat al-Ilmu (Mengetahui) dan Al-Qudroh (kekuasaan) dengan dalalah iltizam. (Tanda-Tanda Iltizam (Komitmen)) (lihat Bada’iul Fawaid 1/162) dan al-Qowaidul Mutsla hal 11)
(tambahan penjelasan)
فأما دلالة المطابقة: فهي دلالة اللفظ على تمام وكمال معناه الذي وضع له، مثل: دلالة البيت على الجدران والسقف، فإذا قلنا: بيت فإنه يدل على وجود الجدران والسقف.
Adapun Dalalah al-Muthobaqoh atau Tanda-tanda keselarasan: itu adalah makna kata untuk kelengkapan dan kesempurnaan makna yang ditetapkan untuk-Nya, seperti: Tanda rumah di dinding dan langit-langit, jika kita mengatakan: rumah, itu menunjukkan adanya dinding dan langit-langit. (bisa dikatakan Dalalah al-Muthobaqoh adalah Informasi dari lafadh penuh utuh sesuai dengan yang ditetapkan.)
ودلالة التضمن: هو دلالة اللفظ على جزء معناه الذي وضع له، كما لو قلنا: البيت وأردنا السقف فقط، أو قلنا: البيت وأردنا الجدار فقط، فإذا أردنا واحداً منهما فهذا يسمونه المتضمن، يعني: فرداً واحداً من أفراد المعنى الآخر.
Dan Dalalah At-Tadhommun atau Tanda-Tanda Penyertaan: itu adalah tanda-tanda lafazh pada bagian maknanya yang diletakkan untuk itu, seolah-olah kita mengatakan: rumah dan kami hanya menginginkan atapnya saja, atau kami berkata: rumah dan kami menginginkannya dindingnya saja, dan jika kita menginginkan salah satunya, maka mereka menyebutnya tersirat, artinya: salah satu individu dari makna lainnya. (bisa dikatakan Dalalah At-Tadhommun adalah Informasi dari lafadh tidak utuh, hanya sebagian dari makna yang ditetapkan.)
ودلالة الالتزام: هي دلالة اللفظ على معنى خارج اللفظ يلزم منه هذا اللفظ.
Dan Dalalah Iltizam atau Tanda-Tanda Iltizam (Komitmen): itu adalah tanda-tanda lafazh terhadap makna yang diluar lafazh tersebut yang harus diikutkan dalam lafazh ini. (bisa dikatakan Dalalah Iltizam adalah Informasi dari lafadh tidak sesuai dengan yang ditetapkan akan tetapi makna yang diinformasikan melekat erat dalam pemikiran dengan makna yang ditetapkan Informasi dari lafadh tidak sesuai dengan yang ditetapkan akan tetapi makna yang diinformasikan melekat erat dalam pemikiran dengan makna yang ditetapkan)
فإذا قلنا: كلمة السقف مثلاً، فالسقف لا يدخل فيه الحائط فإن الحائط شيء والسقف شيء آخر، لكنه يلزم منه؛ لأنه يتصور وجود سقف لا حائط له يحمله، فهذه هي دلالة الالتزام أو اللزوم.
Jika kita mengatakan: kata langit-langit, misalnya, langit-langit tidak termasuk dinding, karena dinding adalah satu hal dan langit-langit adalah hal lain, tetapi itu dibutuhkan untuk diharuskan bersamanya; Karena ia membayangkan adanya langit-langit tanpa dinding untuk menopangnya, ini adalah tanda komitmen atau keharusan.
القاعدة السادسة: أسماء الله تعالى غير محصورة في عدد معين، فمن أسمائه ما أنزله في كتبه وعلمه رسله، ومن أسمائه ما استأثر بعلمه ولم يطلع عليـه أحـدا من خلقه.
KAIDAH KEENAM:
Nama-nama Allah Ta’ala tidak terbatas dengan jumlah tertentu, (karena) ada nama-nama Allah yang Allah turunkan pada kitab-kitabnya dan Allah ajarkan kepada para rasul-Nya serta nama-nama Allah yang Allah khususkan dengan ilmu-Nya dan tidak ada yang mengetahui seorang pun dari makhluk-Nya
ويشهد لهذا ما جاء عن النبي ﷺ من حـديث عبـد الله بن مسعود في دعـاء (الكرب) وفيه: ( ه: «أسألك بكل اسم هو لك سميت به نفسك، أو أنزلته في كتابك، أو علمته أحدا من خلقك، أو استأثرت به في علم الغيب عندك»
Sebagai bukti pendalilannya adalah dari hadits Nabi ﷺ dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu dalam doa al-Karb (doa gundah gulana), dan didalam doa tersebut ada lafazh:
أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ، سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ،
Aku memohon dengan seluruh nama-nama-Mu, yang engkau namai diri-Mu, atau nama yang engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau telah engkau ajarkan kepada seseorang dari hamba-Mu, atau nama yang masih Engkau simpan di sisi-Mu, (HR. Ahmad, hadist no. 4318, Shohih lihat Silsilah Ahadits as-Shohihah no. 199).
وأما قوله ﷺ: «إن لله تسعة وتسعين اسما من أحصاها دخل الجنة» ، فـلا يدل على حصر الأسماء في هذا العدد والمعنى له أسماء بهذا العدد من شأنها أن من أحصاها دخل الجنة، وهذا لا ينفي أن يكون له أسماء غيرهـا، وقـد نقـل الإمام النووي الله اتفاق العلماء على أن هـذا الـحـديث لا يدل على حصـر
أسمائه سبحانه.
Sedangkan sabda Rasulullah ﷺ, Sesungguhnya Allah mempunyai 99 nama (100 kurang satu ) barangsiapa yang menghafalkannya, menjaganya, mengamalkannya, mengimaninya masuk surga. (HR. Al-Bukhori no. 2736).
Ini tidak menunjukkan pembatasan nama-nama Allah dengan jumlah tertentu. Dan makna bahwa nama-nama dengan jumlah ini (99) bagi barangsiapa saja yang menghafalkannya, menjaganya, mengamalkannya dan mengimaninya akan masuk surga, ini bukan meniadakan bahwa Allah tidak mempunyai nama selain 99 nama. (lihat Badaiul Fawaid 1/167)
Dan telah dinukilkan oleh Imam an-Nawawi rahimahullah tentang kesepakatan ulama atas hadits 99 nama ini tidak lah menunjukkan kepada pembatasan nama-nama Allah Subhanahu.
(lihat Syarah an-Nawawi 5/17)
Bersambung
Zaki Rakhmawan Abu Usaid