Rabu, 26 Februari 2014

PERANGAI MULIYA

Jika kita mengarungi kehidupan ini banyak sekali kita temukan berbagai hal yang mungkin tidak masuk di akal dan sulit dicerna oleh pikiran maupun perasaan. Diantaranya apa yang diriwayatkan Sahabat Muliya Abu Hurairah rodhiyallahu'anhu dari Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda, "Tidaklah harta akan berkurang lantaran sedekah, tidaklah seorang hamba memberikan maaf kecuali menambah baginya kemuliyaan, dan tidaklah seorang hamba merendahkan hati karena Allah kecuali Allah akan mengangkat derajatnya". (HR.Muslim).

Berkata Syaikh Abdurrohman As-Sa'dy rohimahullah, "Hadist ini membicarakan keutamaan sedekah, memberi maaf bagi yang berbuat salah, dan anjuran agar tawadhu' atau rendah hati dan merendahkan diri karena Allah, serta disebutkan pula buah dan hasil dari perangai tersebut segera maupun akan datang, serta dijelaskan pula ketidakbenaran prasangka yang keliru dari berkurangnya harta tatkala disedekahkan, hilangnya kemuliyaan tatkala memberi maaf, serta tidak  terangkatnya derajat bagi yang melakukan tawadlu. Ini adalah prasangka yang salah dan keliru, lagi tidak benar.

Harta tidak akan berkurang lantaran bebuat sedekah, jika dianggap berkurang dari sisi nominal, maka sungguh harta tersebut bertambah dari sisi lain, seperti menjadi barokah, terhindar dari petaka dan bencana serta terbebas dari berbagai keburukan, bahkan menjadi bertambahnya harta yang diinfakkan tersebut, serta membukakan pintu rizki bagi pemiliknya dan menjadi banyak dan melimpah. Apakah sebanding berkurangnya harta tersebut bila disejajarkan aneka keberkahan dan selamat dari keburukan ???

Sedekah yang benar-benar karena mencari wajah Allah dan sesuai porsinya tidak akan mengurangi harta, hal ini sesuai apa yang dinyatakan Nabi صلى الله عليه وسلم , demikian pula kita saksikan banyak kejadian dan banyak pengalaman yang menjadi bukti. Itu semua terlepas dari pahala yang banyak dan ganjaran yang berlipat yang akan Allah berikan kelak di akhirat.

Adapun memberikan maaf bagi orang yang berbuat jahat dan keburukan baik dengan perbuatan dan ucapan, maka jangan dianggap ini merupakan sikap hina dan kehinaan, akan tetapi ini adalah muliya dan kemuliyaan. Karena inilah  kemuliyaan yang hakiki di sisi Allah dan para makhluknya, walau sesungguhnya ia mampu menuntut balas dan dendam pada musuhnya.

Diantara hikmah memberikan maaf adalah mendapatkan kebaikan dan sanjungan di hadapan makhluk serta berubahnya musuh menjadi kawan, serta mendapat dukungan secara ucapan dan perbuatan dari berbagai kalangan di hadapan lawannya, dan balasan Allah terhadap hamba sesuai kadar amal perbuatan, jika ia memberi maaf, niscaya Allah سبحانه وتعالى memberikan maaf atas kesalahan-kesalahannya. 

Demikian pula orang yang bertawadhu' rendah hati karena Allah di hadapan para hamba, niscaya Allah akan menganggkat derajatnya. Allah سبحانه وتعالى menyebutkan pengangkatan derajat dalam firman-Nya, "Allah menganggkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu diantara kalian dengan beberapa derajat". (QS.Al Mujadilah: 11). 

Diantara buah ilmu dan iman adalah tawadhu' rendah hati, karena di dalamnya mengandung konsisten terhadap kebenaran, tunduk terhadap perintah Allah dan Rosul-Nya, serta berendah hati di hadapan makhluk Allah, di hadapan kaum tua, dan muda, berpangkat maupun tidak berpangkat. Lawan itu semua adalah sikap sombong yaitu menolak kebenaran dan merendahkan martabat manusia.

Ketiga perangai di dalam hadist di atas merupakan bagian sifat orang yang muhsin. 
* Kelompok pertama ia berbuat ihsan dengan hartanya, ia memberikan hartanya kepada orang yang membutuhkan. 
* Kelompok kedua ia berbuat ihsan dengan sikapnya yang memberi maaf atas kesalahan orang. 
* Dan yang ketiga kelompok yang berbuat ihsan dengan akhlaknya dengan merendah hati di hadapan makhluk.

Kalimat 'Tidaklah seseorang tawadhu' rendah hati karena Allah', ini selayaknya diperhatikan agar berniat lurus dan ikhlas karena mencari wajah Allah semata dalam bersikap rendah hati, karena sebagian manusia terkadang ia menampakkan tawadhu' rendah hati di hadapan orang kaya agar ia mendapat sebagian dunia mereka, atau di hadapan para penguasa dan berjabatan agar ia mendapat tujuan yang ia sembunyikan. Dan terkadang seseorang tawadhu' lantaran riya agar dilihat dan didengar.   Semua tujuan ini adalah tidak dibenarkan dan tidak akan membawa manfaat, kecuali bila ia tawadhu' karena Allah semata dalam rangka ibadah kepada Allah, mencari pahala dan berbuat ihsan pada makhluk yang disertai keikhlasan kepada Allah.

- Syarah Arbain Syaikh Abdurrohman As-Sa'dy, 108 -

Tidak ada komentar:

Posting Komentar