Sabtu, 19 Oktober 2024

TAFSIR SURAH ASH-SHAF


05

*DAURAH MINHAJUS SUNNAH – 1446 H*

TRAWAS MOJOKERTO – 11 Rabiul Akhir 1446 H/14 Oktober 2024



مَقَاصِدُ سُورَةِ الصَّفِّ
BEBERAPA TUJUAN PENTING DARI SURAH ASH-SHAF



Oleh Syaikh Abdul Malik Ramadhoni al-Jazairiy hafizhahullah
#Bagian 01


سَبَبُ نُزولِ سُورةِ الصَّفِّ
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَن يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَن يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. 

 
Sebab Turunnya Surah Ash-Shaff

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Sesungguhnya segala puji bagi Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan-Nya, dan memohon ampunan-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kami dan keburukan amal perbuatan kami. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barang siapa yang disesatkan oleh Allah, maka tidak ada yang dapat memberi petunjuk kepadanya. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, Dia satu-satunya, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya.
 

أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ عِلْمَ مَقَاصِدِ سُورِ القُرْآنِ الكَرِيمِ يَبْحَثُ عَنِ المَعَانِي العَامَّةِ الَّتِي مِن أَجْلِهَا أُنزِلَتِ السُّورَةُ، وَالمَقَاصِدِ الَّتِي تَهْدِفُ إِلَيْهَا إِجْمَالًا، وَالأُصُولِ العَظِيمَةِ الَّتِي يُؤَسِّسُ عَلَيْهَا العِلْمُ النَّافِعُ وَالعَمَلُ الصَّالِحُ، وَهُوَ أَقْرَبُ إِلَى مَا يُسَمَّى اليَوْمَ بِالتَّفْسِيرِ المَوضُوعِيِّ.
 

Adapun setelah itu, maka ilmu mengenai tujuan surah-surah dalam Al-Qur'an Al-Karim mencari makna-makna umum yang menjadi sebab diturunkannya suatu surah, tujuan-tujuan yang dimaksudkan secara umum, serta prinsip-prinsip besar yang mendasari ilmu yang bermanfaat dan amal saleh. Ilmu ini lebih dekat dengan apa yang saat ini dikenal sebagai tafsir tematik.
 

وَبَحْثُهُ يُعِينُ عَلَى تَدَبُّرِ كِتَابِ اللَّهِ، قَالَ الشَّاطِبِيُّ تَعَلَّهُ فِي «المُوَافَقَاتِ» (4/ 209): «قَالَ تَعَالَى: «أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ القُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا (مُحَمَّد: ٢٤)، فَالتَّدَبُّرُ إِنَّمَا يَكُونُ لِمَنْ الْتَفَتَ إِلَى المَقَاصِدِ، وَذَلِكَ ظَاهِرٌ فِي أَنَّهُمْ أَعْرَضُوا عَن مَقَاصِدِ القُرْآنِ، فَلَمْ يَحْصُلْ مِنْهُمْ تَدَبُّرٌ».
 

Pembahasan mengenai hal ini membantu dalam merenungkan Kitab Allah. Imam Al-Syathibi menyebutkan dalam bukunya Al-Muwafaqat (4/209): "Allah Ta'ala berfirman: 'Apakah mereka tidak merenungkan Al-Qur'an ataukah hati mereka sudah terkunci?' (Muhammad: 24). Perenungan (tadabbur) hanya akan dilakukan oleh mereka yang memperhatikan tujuan-tujuannya, dan ini jelas menunjukkan bahwa mereka yang berpaling dari tujuan Al-Qur'an tidak mendapatkan tadabbur darinya."
 

وَلِصُعُوبَةِ هَذَا العِلْمِ كَانَ نَوْعًا مِنَ الإِعْجَازِ القُرْآنِيِّ، وَلِذَلِكَ كَانَ مِن ثَمَرَاتِهِ أَنَّهُ يُقَوِّي الإِيمَانَ؛ لِأَنَّهُ يُبَرْهِنُ عَلَى عَدَمِ خُرُوجِ المَعَانِي المُخْتَارَةِ عَنِ الوَحْدَةِ المَوضُوعِيَّةِ، مَعَ عَدَمِ تَشْتِيتِ الأَذْهَانِ بِإِلْقَاءِ مَعْلُومَاتٍ مُتَعَدِّدَةٍ دُونَ تَرْتِيبٍ بَيْنَهَا وَلَا تَنَاسُبٍ؛ لِأَنَّ ذَلِكَ يَمْنَعُ تَنَاسُقَهَا إِنْ لَمْ يَكُن بَيْنَهَا رَابِطٌ.
 

Karena sulitnya ilmu ini, ia menjadi salah satu bentuk keajaiban Al-Qur'an. Oleh karena itu, salah satu buahnya adalah memperkuat keimanan, karena ilmu ini membuktikan bahwa makna-makna yang dipilih tidak keluar dari kesatuan tematik, serta tidak membingungkan pikiran dengan melemparkan banyak informasi tanpa urutan atau keterkaitan, karena hal itu akan menghalangi keselarasan jika tidak ada hubungan di antara mereka.
 

وَقَدِ اخْتَرْتُ مِن سُورِ القُرْآنِ سُورَةَ الصَّفِّ؛ لِمَا حَوَتْهُ مِن مَقَاصِدَ عَظِيمَةٍ تَدْعُو الحَاجَةُ إِلَى الِاطِّلَاعِ عَلَيْهَا.
 

Saya telah memilih Surah Ash-Shaff dari surah-surah dalam Al-Qur'an karena ia mengandung tujuan-tujuan besar yang sangat perlu untuk diperhatikan.
 
وَمِن أَهْلِ العِلْمِ الَّذِينَ اعْتَنَوْا بِهَذَا النَّوْعِ مِنَ العُلُومِ بُرهَانُ الدِّينِ البِقَاعِيُّ، فَأَلَّفَ كِتَابًا سَمَّاهُ: "مَصَاعِدُ النَّظَرِ لِلإِشْرَافِ عَلَى مَقَاصِدِ السُّوَرِ". وَلَمَّا وَصَلَ إِلَى سُورَةِ الصَّفِّ، قَالَ (81/3): «وَمَقْصُودُهَا: الحَثُّ عَلَى الاجْتِهَادِ التَّامِّ، وَالاجْتِمَاعِ عَلَى قَلْبٍ وَاحِدٍ، فِي جِهَادِ مَنْ دَعَتِ المُمْتَحَنَةُ إِلَى البَرَاءَةِ مِنْهُم، بِحَمْلِهِم عَلَى الدِّينِ الحَقِّ، أَوْ مَحْقِهِمْ عَنْ جَدِيدِ الأَرْضِ؛ تَنْزِيهًا لِلْمَلِكِ الأَعْلَى عَنِ الشِّرْكِ، وَصِيَانَةً لِلجَنَابِ الأَقْدَسِ عَنِ الإِفْكِ، وَدَلَالَةً عَلَى الصِّدْقِ فِي البَرَاءَةِ مِنْهُمْ وَالعَدَاوَةِ لَهُمْ».
 

Di antara ulama yang perhatian terhadap ilmu jenis ini adalah Burhanuddin Al-Biqa'i, yang menulis sebuah kitab berjudul *" "مَصَاعِدُ النَّظَرِ لِلإِشْرَافِ عَلَى مَقَاصِدِ السُّوَرِ". Ketika beliau sampai pada Surah Ash-Shaff, beliau berkata (81/3): "Tujuannya adalah mendorong kepada usaha yang maksimal dan bersatu di atas satu hati dalam berjihad melawan mereka yang telah diperingatkan oleh Surah Al-Mumtahanah agar berlepas diri dari mereka, baik dengan membawa mereka kepada agama yang benar atau dengan menghancurkan mereka dari muka bumi; demi menyucikan kerajaan Yang Maha Tinggi dari kesyirikan dan menjaga keagungan Allah dari kedustaan, serta menunjukkan kejujuran dalam berlepas diri dari mereka dan memusuhi mereka."
 

وَأَدَلُّ مَا فِيهَا عَلَى هَذَا المَقصَدِ: الصَّفُّ، بِتَأَمُّلِ آيَتِهِ، وَتَدَبُّرِ مَا لَهُ مِنْ جَلِيلِ النَّفْعِ فِي أَوَّلِهِ، وَأَثْنَائِهِ، وَغَايَتِهِ.
 

Dan yang paling jelas menunjukkan tujuan ini adalah Ash-Shaff (barisan), dengan merenungkan ayat-ayatnya, serta memikirkan manfaat besar yang terdapat pada awal, tengah, dan akhirnya.
 

وَقَدْ أَتَيْتُ فِي هَذَا الكِتَابِ عَلَى تَفْصِيلِ القَوْلِ فِيمَا اخْتَرْتُهُ مِن مَقَاصِدَ، وَأَضَفْتُ إِلَيْهَا غَيْرَهَا مِمَّا وَجَدْتُهُ عِندَ غَيْرِهِ مِنْ أَهْلِ العِلْمِ، وَلَا سِيَّمَا وَهِيَ سُورَةٌ عُنِيَتْ بِبَابٍ عَظِيمٍ مِنْ أَبْوَابِ هَذَا الدِّينِ، لِمَا يَتَطَلَّعُ إِلَيْهِ النَّاشِئَةُ خَاصَّةً، أَلَا وَهُوَ الجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ، وَرَكَّزْتُ عَلَى ضَوَابِطِهِ كَيْلَا يَتَفَلَّتَ المَوْضُوعُ مِنْ فِقْهِ الجِهَادِ، إِلَى قِتَالِ فَوْضَى وَإِفْسَادٍ!
 

Dalam kitab ini, saya telah merinci penjelasan tentang tujuan-tujuan yang saya pilih, dan saya tambahkan hal-hal lain yang saya temukan dari ulama lain. Terutama karena surah ini membahas tentang salah satu bab yang agung dari agama ini, yang sangat diinginkan oleh generasi muda, yaitu jihad di jalan Allah. Saya juga menekankan tentang prinsip-prinsipnya agar topik ini tidak menyimpang dari pemahaman jihad yang benar menuju peperangan yang kacau dan merusak!
 

وَاللهُ أَسْأَلُ أَنْ يَتَقَبَّلَهُ مِنِّي، وَمِنْ أَهْلِ العِلْمِ الَّذِينَ بَصَّرُونَا بِمَا يَنْفَعُنَا فِي دِينِنَا، كَمَا أَسْأَلُهُ أَنْ يَجْعَلَهُ سَبَبًا فِي سُلُوكِ المُسْلِمِينَ الطَّرِيقَ المُوصِلَ إِلَى عِزِّهِمْ، وَاسْتِرْجَاعِ مَجْدِهِمْ، مِنْ غَيْرِ اسْتِدْرَاجٍ وَلَا إِمْلَاءٍ، إِنَّهُ سَمِيعٌ مُجِيبٌ.
 

Saya memohon kepada Allah agar Dia menerimanya dari saya, dan dari para ulama yang telah membimbing kami dengan ilmu yang bermanfaat bagi agama kami. Saya juga memohon kepada-Nya agar menjadikannya sebagai sebab bagi kaum Muslimin dalam menempuh jalan yang akan membawa mereka menuju kejayaan mereka dan mengembalikan kemuliaan mereka, tanpa tipu daya dan penangguhan. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan.





06

*DAURAH MINHAJUS SUNNAH – 1446 H*

TRAWAS MOJOKERTO – 11 Rabiul Akhir 1446 H/14 Oktober 2024



مَقَاصِدُ سُورَةِ الصَّفِّ
BEBERAPA TUJUAN PENTING DARI SURAH ASH-SHAF



Oleh Syaikh Abdul Malik Ramadhoni al-Jazairiy hafizhahullah
#Bagian 02


سَبَبُ نُزُولِ السُّورَة
رَوَى الإِمَامُ أَحْمَد (23788) و (23789) وَالتِّرْمِذِي (3309) وَابْنُ أَبِي حَاتِم فِي تَفْسِيرِهِ» (18880) بِإِسْنَادٍ صَحِيحٍ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ سَلَامٍ قَالَ: «تَذَاكَرْنَا بَيْنَنَا، قُلْنَا: أَيُّكُمْ يَأْتِي رَسُولَ اللهِ ﷺ فَيَسْأَلُهُ: أَيُّ الأَعْمَالِ أَحَبُّ إِلَى اللهِ؟ وَهِبْنَا أَنْ يَقُومَ مِنَّا أَحَدٌ، فَأَرْسَلَ رَسُولُ اللهِ ﷺ إِلَيْنَا رَجُلًا رَجُلًا حَتَّى جَمَعَنَا، فَجَعَلَ بَعْضُنَا يُشِيرُ إِلَى بَعْضٍ، فَقَرَأَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللهِ ﷺ سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ) [الصَّفُّ: (1)]، إِلَى قَوْلِهِ: كَبُرَ مَقْتًا عِندَ اللَّهِ (الصَّفُّ: 3)، قَالَ: فَتَلَاهَا مِنْ أَوَّلِهَا إِلَى آخِرِهَا».
 

Sebab Turunnya Surah Ash-Shaff
Imam Ahmad (23788) dan (23789), Tirmidzi (3309), dan Ibnu Abi Hatim dalam tafsirnya (18880) meriwayatkan dengan sanad yang sahih dari Abdullah bin Salam yang berkata: "Kami saling berdiskusi, dan kami berkata: Siapakah di antara kita yang akan mendatangi Rasulullah ﷺ dan menanyakan: Amal apakah yang paling dicintai oleh Allah? Kami merasa enggan untuk berdiri, lalu Rasulullah ﷺ mengutus seorang dari kami satu per satu hingga kami dikumpulkan. Sebagian dari kami menunjuk sebagian lainnya, lalu Rasulullah ﷺ membacakan kepada kami ayat: 'Bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi...' (Ash-Shaff: 1) hingga firman-Nya: 'Sangat besar kebencian di sisi Allah...' (Ash-Shaff: 3). Beliau membacakannya dari awal hingga akhir."
 

قَالَ: فَتَلَاهَا عَلَيْنَا ابْنُ سَلَامٍ مِنْ أَوَّلِهَا إِلَى آخِرِهَا، قَالَ: فَتَلَاهَا عَلَيْنَا عَطَاءُ بْنُ يَسَارٍ مِنْ أَوَّلِهَا إِلَى آخِرِهَا، قَالَ يَحْيَى: فَتَلَاهَا عَلَيْنَا هِلَالٌ مِنْ أَوَّلِهَا إِلَى آخِرِهَا، قَالَ الأَوْزَاعِي: فَتَلَاهَا عَلَيْنَا يَحْيَى مِنْ أَوَّلِهَا إِلَى آخِرِهَا».
 

Beliau berkata: "Kemudian Abdullah bin Salam membacakannya kepada kami dari awal hingga akhir." Atha' bin Yasar juga membacakannya kepada kami dari awal hingga akhir. Yahya berkata: "Hilal membacakannya kepada kami dari awal hingga akhir." Al-Auza'i berkata: "Yahya juga membacakannya kepada kami dari awal hingga akhir."
 

هَذَا النَّوْعُ مِنَ الحَدِيثِ يُسَمَّى الحَدِيثَ المُسَلْسَلَ بِالقِرَاءَةِ؛ لأَنَّ كُلَّ رَاوٍ رَوَاهُ مَعَ قِرَاءَةِ السُّورَةِ كُلِّهَا اقْتِدَاءً بِالرَّسُولِ ﷺ. وَقَدْ رَوَاهُ المُفَسِّرُ الحَافِظُ عِمَادُ الدِّينِ ابْنُ كَثِيرٍ بِإِسْنَادِهِ إِلَيْهِ، لَكِنَّهُ تَأَسَّفَ عَلَى كَوْنِ شَيْخِهِ لَمَّا رَوَاهُ لَمْ يَتْلُ السُّورَةَ لأَنَّهُ كَانَ أُمِّيًّا، إِلَّا أَنَّهُ أَدْرَكَ رِوَايَتَهُ مَعَ تَسَلْسُلِ قِرَاءَةِ السُّورَةِ مِنْ شَيْخٍ لَهُ آخَرَ، أَلَا وَهُوَ الذَّهَبِيُّ تَعَلَّمَهُ.
 

Hadits jenis ini disebut hadits musalsal bil qira'ah (berantai dengan bacaan), karena setiap perawi meriwayatkannya dengan membaca keseluruhan surah, meniru Rasulullah ﷺ. Hadits ini diriwayatkan oleh ahli tafsir, Imam Al-Hafizh Imaduddin Ibnu Katsir, dengan sanadnya, namun beliau menyayangkan bahwa gurunya ketika meriwayatkannya tidak membacakan surah tersebut karena gurunya buta huruf. Namun, beliau menyadari riwayat tersebut beserta rantai bacaannya dari seorang guru lain, yaitu Adz-Dzahabi yang mengajarkannya.
 

فَقَالَ فِي تَفْسِيرِهِ: «وَقَدْ أَخْبَرَنِي بِهَذَا الحَدِيثِ الشَّيْخُ المُسْنِدُ أَبُو العَبَّاسِ أَحْمَدُ بْنُ أَبِي طَالِبٍ الحَجَّارُ قِرَاءَةً عَلَيْهِ وَأَنَا أَسْمَعُ ... فَذَكَرَ بِإِسْنَادِهِ مِثْلَهُ، وَتَسَلْسَلَ لَنَا قِرَاءَتُهَا إِلَى شَيْخِنَا أَبِي العَبَّاسِ الحَجَّارِ وَلَمْ يَقْرَأهَا؛ لأَنَّهُ كَانَ أُمِّيًّا، وَضَاقَ الوَقْتُ عَنْ تَلْقِينِهَا إِيَّاهُ».
 

Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir berkata: "Syaikh Al-Musnid Abu Al-Abbas Ahmad bin Abi Thalib Al-Hajjar meriwayatkan hadits ini kepadaku dengan bacaan surah ini sambil aku mendengarkan... Beliau menyebutkan dengan sanad yang sama, dan rantai bacaan ini berlanjut kepada guru kami, Abu Al-Abbas Al-Hajjar, namun beliau tidak membacakannya karena beliau buta huruf, dan waktu yang ada tidak cukup untuk mengajarkan surah ini kepadanya."
 

وَلَكِنْ أَخْبَرَنِي الحَافِظُ الكَبِيرُ أَبُو عَبْدِ اللهِ مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ عُثْمَانَ الذَّهَبِيُّ عَنْهُ أَخْبَرَنَا القَاضِي تَقِيُّ الدِّينِ سُلَيْمَانُ بْنُ الشَّيْخِ أَبِي عُمَرَ، أَخْبَرَنَا أَبُو المُنَجَّا بْنُ اللَّتِي، فَذَكَرَهُ بِإِسْنَادِهِ، وَتَسَلْسَلَ لِي مِنْ طَرِيقِهِ، وَقَرَأهَا عَلَيَّ بِكَمَالِهَا، وَلِلَّهِ الحَمْدُ وَالمِنَّةُ».
 

Namun, Al-Hafizh besar Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Utsman Adz-Dzahabi menceritakan hadits ini kepadaku, dan beliau berkata: "Qadhi Taqiyuddin Sulaiman bin Syaikh Abu Umar menceritakannya kepada kami, dan beliau berkata: 'Abu Al-Munajja bin Al-Lati menceritakannya kepada kami', lalu menyebutkannya dengan sanadnya, dan rantai bacaannya sampai kepadaku, dan beliau membacakannya kepadaku secara lengkap. Segala puji dan karunia hanya milik Allah."


سَبَبُ نُزُولِ السُّورَة
رَوَى الإِمَامُ أَحْمَد (23788) و (23789) وَالتِّرْمِذِي (3309) وَابْنُ أَبِي حَاتِم فِي تَفْسِيرِهِ» (18880) بِإِسْنَادٍ صَحِيحٍ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ سَلَامٍ قَالَ: «تَذَاكَرْنَا بَيْنَنَا، قُلْنَا: أَيُّكُمْ يَأْتِي رَسُولَ اللهِ ﷺ فَيَسْأَلُهُ: أَيُّ الأَعْمَالِ أَحَبُّ إِلَى اللهِ؟ وَهِبْنَا أَنْ يَقُومَ مِنَّا أَحَدٌ، فَأَرْسَلَ رَسُولُ اللهِ ﷺ إِلَيْنَا رَجُلًا رَجُلًا حَتَّى جَمَعَنَا، فَجَعَلَ بَعْضُنَا يُشِيرُ إِلَى بَعْضٍ، فَقَرَأَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللهِ ﷺ سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ) [الصَّفُّ: (1)]، إِلَى قَوْلِهِ: كَبُرَ مَقْتًا عِندَ اللَّهِ (الصَّفُّ: 3)، قَالَ: فَتَلَاهَا مِنْ أَوَّلِهَا إِلَى آخِرِهَا».
 
Sebab Turunnya Surah Ash-Shaff
Imam Ahmad (23788) dan (23789), Tirmidzi (3309), dan Ibnu Abi Hatim dalam tafsirnya (18880) meriwayatkan dengan sanad yang sahih dari Abdullah bin Salam yang berkata: "Kami saling berdiskusi, dan kami berkata: Siapakah di antara kita yang akan mendatangi Rasulullah ﷺ dan menanyakan: Amal apakah yang paling dicintai oleh Allah? Kami merasa enggan untuk berdiri, lalu Rasulullah ﷺ mengutus seorang dari kami satu per satu hingga kami dikumpulkan. Sebagian dari kami menunjuk sebagian lainnya, lalu Rasulullah ﷺ membacakan kepada kami ayat: 'Bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi...' (Ash-Shaff: 1) hingga firman-Nya: 'Sangat besar kebencian di sisi Allah...' (Ash-Shaff: 3). Beliau membacakannya dari awal hingga akhir."
 
قَالَ: فَتَلَاهَا عَلَيْنَا ابْنُ سَلَامٍ مِنْ أَوَّلِهَا إِلَى آخِرِهَا، قَالَ: فَتَلَاهَا عَلَيْنَا عَطَاءُ بْنُ يَسَارٍ مِنْ أَوَّلِهَا إِلَى آخِرِهَا، قَالَ يَحْيَى: فَتَلَاهَا عَلَيْنَا هِلَالٌ مِنْ أَوَّلِهَا إِلَى آخِرِهَا، قَالَ الأَوْزَاعِي: فَتَلَاهَا عَلَيْنَا يَحْيَى مِنْ أَوَّلِهَا إِلَى آخِرِهَا».
 
Beliau berkata: "Kemudian Abdullah bin Salam membacakannya kepada kami dari awal hingga akhir." Atha' bin Yasar juga membacakannya kepada kami dari awal hingga akhir. Yahya berkata: "Hilal membacakannya kepada kami dari awal hingga akhir." Al-Auza'i berkata: "Yahya juga membacakannya kepada kami dari awal hingga akhir."
 

هَذَا النَّوْعُ مِنَ الحَدِيثِ يُسَمَّى الحَدِيثَ المُسَلْسَلَ بِالقِرَاءَةِ؛ لأَنَّ كُلَّ رَاوٍ رَوَاهُ مَعَ قِرَاءَةِ السُّورَةِ كُلِّهَا اقْتِدَاءً بِالرَّسُولِ ﷺ. وَقَدْ رَوَاهُ المُفَسِّرُ الحَافِظُ عِمَادُ الدِّينِ ابْنُ كَثِيرٍ بِإِسْنَادِهِ إِلَيْهِ، لَكِنَّهُ تَأَسَّفَ عَلَى كَوْنِ شَيْخِهِ لَمَّا رَوَاهُ لَمْ يَتْلُ السُّورَةَ لأَنَّهُ كَانَ أُمِّيًّا، إِلَّا أَنَّهُ أَدْرَكَ رِوَايَتَهُ مَعَ تَسَلْسُلِ قِرَاءَةِ السُّورَةِ مِنْ شَيْخٍ لَهُ آخَرَ، أَلَا وَهُوَ الذَّهَبِيُّ تَعَلَّمَهُ.
 

Hadits jenis ini disebut hadits musalsal bil qira'ah (berantai dengan bacaan), karena setiap perawi meriwayatkannya dengan membaca keseluruhan surah, meniru Rasulullah ﷺ. Hadits ini diriwayatkan oleh ahli tafsir, Imam Al-Hafizh Imaduddin Ibnu Katsir (wafat 774 H), dengan sanadnya, namun beliau menyayangkan bahwa gurunya ketika meriwayatkannya tidak membacakan surah tersebut karena gurunya buta huruf. Namun, beliau menyadari riwayat tersebut beserta rantai bacaannya dari seorang guru lain, yaitu Adz-Dzahabi (wafat 748 H) yang mengajarkannya.
 

فَقَالَ فِي تَفْسِيرِهِ: «وَقَدْ أَخْبَرَنِي بِهَذَا الحَدِيثِ الشَّيْخُ المُسْنِدُ أَبُو العَبَّاسِ أَحْمَدُ بْنُ أَبِي طَالِبٍ الحَجَّارُ قِرَاءَةً عَلَيْهِ وَأَنَا أَسْمَعُ ... فَذَكَرَ بِإِسْنَادِهِ مِثْلَهُ، وَتَسَلْسَلَ لَنَا قِرَاءَتُهَا إِلَى شَيْخِنَا أَبِي العَبَّاسِ الحَجَّارِ وَلَمْ يَقْرَأهَا؛ لأَنَّهُ كَانَ أُمِّيًّا، وَضَاقَ الوَقْتُ عَنْ تَلْقِينِهَا إِيَّاهُ».
 

Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir berkata: "Syaikh Al-Musnid Abu Al-Abbas Ahmad bin Abi Thalib Al-Hajjar meriwayatkan hadits ini kepadaku dengan bacaan surah ini sambil aku mendengarkan... Beliau menyebutkan dengan sanad yang sama, dan rantai bacaan ini berlanjut kepada guru kami, Abu Al-Abbas Al-Hajjar, namun beliau tidak membacakannya karena beliau buta huruf, dan waktu yang ada tidak cukup untuk mengajarkan surah ini kepadanya."
 

وَلَكِنْ أَخْبَرَنِي الحَافِظُ الكَبِيرُ أَبُو عَبْدِ اللهِ مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ عُثْمَانَ الذَّهَبِيُّ عَنْهُ أَخْبَرَنَا القَاضِي تَقِيُّ الدِّينِ سُلَيْمَانُ بْنُ الشَّيْخِ أَبِي عُمَرَ، أَخْبَرَنَا أَبُو المُنَجَّا بْنُ اللَّتِي، فَذَكَرَهُ بِإِسْنَادِهِ، وَتَسَلْسَلَ لِي مِنْ طَرِيقِهِ، وَقَرَأهَا عَلَيَّ بِكَمَالِهَا، وَلِلَّهِ الحَمْدُ وَالمِنَّةُ».
 

Namun, Al-Hafizh besar Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Utsman Adz-Dzahabi menceritakan hadits ini kepadaku, dan beliau berkata: "Qadhi Taqiyuddin Sulaiman bin Syaikh Abu Umar menceritakannya kepada kami, dan beliau berkata: 'Abu Al-Munajja bin Al-Lati menceritakannya kepada kami', lalu menyebutkannya dengan sanadnya, dan rantai bacaannya sampai kepadaku, dan beliau membacakannya kepadaku secara lengkap. Segala puji dan karunia hanya milik Allah."


وَيُسَمَّى الحَدِيثُ المُسَلْسَلُ: وَمِثَالُهُ فِي تَسَلْسُلِ اللَّفْظِ حَدِيثُ الدُّعَاءِ دُبُرَ الصَّلَاةِ: رَوَاهُ أَبُو دَاوُد (1522) وَالنَّسَائِي (1303) بِإِسْنَادٍ صَحِيحٍ، مِن طَرِيقِ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ الحُبُلِيِّ عَنْ الصُّنَابِحِيِّ عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ أَخَذَ بِيَدِهِ وَقَالَ: «يَا مُعَاذُ، وَاللهِ إِنِّي لَأُحِبُّكَ»، فَقَالَ: «أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ: لَا تَدَعَنَّ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ تَقُولُ: اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ».
 

Dan ini disebut sebagai hadits musalsal. Contohnya dalam hadits yang berantai secara lafaz adalah hadits doa setelah shalat: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (1522) dan An-Nasa'i (1303) dengan sanad yang sahih, dari Abu Abdurrahman Al-Hubuli, dari Ash-Shunabihi, dari Mu'adz bin Jabal bahwa Rasulullah ﷺ memegang tangannya dan bersabda: "Wahai Mu'adz, demi Allah, sesungguhnya aku mencintaimu." Lalu Rasulullah ﷺ berkata: "Aku wasiatkan kepadamu, wahai Mu'adz: Jangan tinggalkan setelah setiap shalat untuk mengucapkan: 'Ya Allah, bantulah aku untuk mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah dengan baik kepada-Mu.' "
 

وَأَوْصَى بِذَلِكَ مُعَاذُ الصُّنَابِحِيَّ، وَأَوْصَى بِهِ الصُّنَابِحِيُّ أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ.
 

Dan Mu'adz mewasiatkan hal tersebut kepada Ash-Shunabihi, dan Ash-Shunabihi mewasiatkan hal yang sama kepada Abu Abdurrahman.


وَقَدْ رَوَاهُ ابْنُ أَبِي الدُّنْيَا فِي كِتَابِ الشُّكْرِ (109) مُسَلْسَلًا بِطَرِيقَةٍ عَجِيبَةٍ وَجَمِيلَةٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا الجَرَوِيُّ حَدَّثَنِي عَمْرُو بْنُ أَبِي سَلَمَةَ ثَنَا أَبُو عُبَيْدَةَ الحَكَمُ بْنُ عَبْدَةَ ثَنَا حَيْوَةُ بْنُ شُرَيْحٍ عَنْ عُقْبَةَ بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ الحُبُلِيِّ عَنْ الصُّنَابِحِيِّ عَنْ مُعَاذٍ قَالَ: قَالَ لِي النَّبِيُّ ﷺ: «إِنِّي أُحِبُّكَ، فَقُلْ: اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ».
 

Ibnu Abi Dunya meriwayatkan hadits ini dalam Kitab Asy-Syukr (109) dengan rantai sanad yang menakjubkan dan indah. Beliau berkata: "Telah meriwayatkan kepada kami Al-Jarawi, yang meriwayatkan dari Amru bin Abi Salamah, yang meriwayatkan dari Abu Ubaidah Al-Hakam bin Abdat, yang meriwayatkan dari Haiwah bin Syuraih, dari Uqbah bin Muslim, dari Abu Abdurrahman Al-Hubli, dari Ash-Shunabihi, dari Mu'adz yang berkata: Nabi ﷺ bersabda kepadaku: 'Sesungguhnya aku mencintaimu, maka ucapkanlah: Ya Allah, bantulah aku untuk mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah dengan baik kepada-Mu.' "
 

قَالَ الصُّنَابِحِيُّ: قَالَ لِي مُعَاذٌ: إِنِّي أُحِبُّكَ، فَقُلْ هَذَا الدُّعَاءَ. قَالَ أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ: وَأَنَا أُحِبُّكَ، فَقُلْ... قَالَ حَيْوَةُ: قَالَ لِي عُقْبَةُ: وَأَنَا أُحِبُّكَ، فَقُلْ... قَالَ أَبُو عُبَيْدَةَ: قَالَ لِي حَيْوَةُ: وَأَنَا أُحِبُّكَ، فَقُلْ... قَالَ لِي عَمْرُو: قَالَ لِي أَبُو عُبَيْدَةَ: وَأَنَا أُحِبُّكَ، فَقُلْ... فَقَالَ لِي حَسَنٌ - يَعْنِي الجَرَوِيَّ - وَأَنَا أُحِبُّكَ، فَقُلْ... قَالَ لَنَا أَبُو بَكْرٍ بْنُ أَبِي الدُّنْيَا: وَأَنَا أُحِبُّكُمْ، فَقُولُوا...
 

Ash-Shunabihi berkata: "Mu'adz berkata kepadaku: 'Aku mencintaimu, maka ucapkanlah doa ini.' Abu Abdurrahman berkata: 'Aku juga mencintaimu, maka ucapkanlah...' Haiwah berkata: 'Uqbah berkata kepadaku: 'Aku juga mencintaimu, maka ucapkanlah...' Abu Ubaidah berkata: 'Haiwah berkata kepadaku: 'Aku juga mencintaimu, maka ucapkanlah...' Amru berkata kepadaku: 'Abu Ubaidah berkata kepadaku: 'Aku juga mencintaimu, maka ucapkanlah...' Hasan, yang dimaksud adalah Al-Jarawi, berkata kepadaku: 'Aku juga mencintaimu, maka ucapkanlah...' Abu Bakar bin Abi Dunya berkata kepada kami: 'Aku juga mencintai kalian, maka ucapkanlah...' "
 

وَأَنَا أَقُولُ لَكُمْ يَا أَتْبَاعَ الرَّسُولِ ﷺ: وَأَنَا أُحِبُّكُمْ، فَقُولُوا دُبَرَ كُلِّ صَلَاةٍ: اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ.
 

Dan aku berkata kepada kalian, wahai para pengikut Rasulullah ﷺ: Aku mencintai kalian, maka ucapkanlah setelah setiap shalat: "Ya Allah, bantulah aku untuk mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah dengan baik kepada-Mu."
 

وَمِنْهُ الصِّفَةُ الَّتِي حَدَّثَ بِهَا المُحَدِّثُ، كَمَا فِي كِتَابِ «مُسَلْسَلَاتِ التِّيمِيِّ» (مَخْطُوط) وَهُوَ لِقَوَامِ السُّنَّةِ، كَالأَخْذِ بِيَدِ السَّامِعِ عِنْدَ التَّحْدِيثِ، قَالَ: «أَخْبَرَنَا الإِمَامُ أَبُو مُحَمَّدٍ الحَسَنُ بْنُ أَحْمَدَ السَّمَرْقَنْدِيُّ - وَأَخَذَ بِيَدِي - أَنْبَأَ أَبُو العَبَّاسِ جَعْفَرُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ المُعْتَزِّ المُسْتَغْفِرِيُّ - وَأَخَذَ بِيَدِي - حَدَّثَنِي أَبُو الحَسَنِ عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ سَعِيدٍ السَّرْخَسِيُّ - وَأَخَذَ بِيَدِي يَوْمَ خُرُوجِي مِنْ سَرْخَسَ، وَهَذَا آخِرُ حَدِيثٍ سَمِعْتُهُ مِنْهُ - حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ أَبِي دَاوُدَ أَبُو العَبَّاسِ - وَأَخَذَ بِيَدِي - أَنْبَأَ أَبُو الحَسَنِ أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ البَلْخِيُّ - وَأَخَذَ بِيَدِي - ثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ شَمْوِيَةَ - وَأَخَذَ بِيَدِي - ثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ هُدْبَةَ - وَأَخَذَ بِيَدِي - ثَنَا أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ - وَأَخَذَ بِيَدِي - ثَنَا رَسُولُ اللهِ ﷺ».
 

Dan termasuk dalam hal ini adalah sifat yang dibawa oleh para perawi hadits, seperti yang disebutkan dalam kitab "Musalsalat At-Timi" (manuskrip), yang merupakan karya Qawam As-Sunnah, yaitu mengambil tangan pendengar ketika meriwayatkan. Beliau berkata: "Telah mengabarkan kepada kami Imam Abu Muhammad Al-Hasan bin Ahmad As-Samarqandi (dan beliau memegang tanganku), kemudian Abu Al-Abbas Ja'far bin Muhammad bin Al-Mu'taz Al-Mustaghfiri (dan beliau memegang tanganku) menceritakan kepadaku, lalu Abu Al-Hasan Ali bin Muhammad bin Sa'id As-Sarkhasi (dan beliau memegang tanganku pada hari kepergianku dari Sarkhas), yang merupakan hadits terakhir yang aku dengar darinya, menceritakan kepadaku, kemudian Muhammad bin Ahmad bin Abi Dawud Abu Al-Abbas (dan beliau memegang tanganku), lalu Abu Al-Hasan Ahmad bin Muhammad Al-Balkhi (dan beliau memegang tanganku), hingga Anas bin Malik (dan beliau memegang tanganku), yang akhirnya menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda."
 

وَجَاءَ رَجُلٌ مِنَ الحَرَّةِ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ ! مَتَى السَّاعَةُ؟ قَالَ: وَمَاذَا أَعْدَدْتَ لَهَا؟ قَالَ: لَمْ أُعِدَّ لَهَا كَثِيرَ صَلَاةٍ وَلَا صِيَامٍ وَلَا صَدَقَةٍ، إِلَّا أَنِّي أُحِبُّ اللهَ وَرَسُولَهُ، قَالَ: «المَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ».
 

Kemudian datang seorang lelaki dari Harrah dan bertanya: "Wahai Rasulullah, kapan hari kiamat?" Rasulullah ﷺ menjawab: "Apa yang telah engkau persiapkan untuknya?" Lelaki itu berkata: "Aku tidak menyiapkan banyak shalat, puasa, atau sedekah, namun aku mencintai Allah dan Rasul-Nya." Maka Rasulullah ﷺ bersabda: "Seseorang akan bersama orang yang ia cintai."
 

وَمِنْهُ المُسَلْسَلُ بِأَسْمَاءِ الرُّوَاةِ المُتَشَابِهَةِ، وَمِثَالُهُ كِتَابُ «الأَحَادِيثِ المِائَةِ المُخْرَجَةِ مِنَ الصَّحِيحِ المُسَلْسَلَةِ بِالمُحَمَّدِينَ»، وَهُوَ جُزْءٌ فِيهِ الأَحَادِيثُ المِائَةُ المُخْرَجَةُ مِن كِتَابِ الصَّحِيحِ لِمُؤَلِّفِهِ ضِيَاءُ الدِّينِ مُحَمَّدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الخَطِيبِيُّ الكَشْمِيهَنِيُّ المَرْوَزِيُّ (ت: 578 هـ) ، جَمَعَ فِيهِ أَسْمَاءَ الرُّوَاةِ الَّذِينَ اسْمُهُمْ مُحَمَّدٌ فِي كُلِّ إِسْنَادٍ.
 

Termasuk juga hadits musalsal dengan nama-nama perawi yang sama. Contohnya adalah kitab "Al-Ahadits Al-Mi’ah Al-Mukhrajah min Ash-Shahih Al-Musalsalah bi Muhammadīn", yang merupakan bagian dari hadits-hadits yang diambil dari Kitab Ash-Shahih oleh penulisnya, Dhiyauddin Muhammad bin Muhammad bin Abdurrahman Al-Khatibi Al-Kashmihani Al-Marwazi (w. 578 H), yang mengumpulkan nama-nama perawi yang semuanya bernama Muhammad dalam setiap sanad.
 

وَهَذَا العِلْمُ يَدُلُّنَا عَلَى أَمْرَيْنِ امْتَازَ بِهِمَا عُلَمَاءُ الحَدِيثِ: الأَوَّلُ: مَا كَانُوا عَلَيْهِ مِنَ الدِّقَّةِ المُتَنَاهِيَةِ فِي نَقْلِ حَدِيثِ رَسُولِ اللهِ ﷺ. الثَّانِي: مَا كَانُوا عَلَيْهِ مِنَ التَّمَسُّكِ بِالهَدْيِ النَّبَوِيِّ رَحِمَهُمُ اللهُ.
 

Ilmu ini menunjukkan kepada kita dua hal yang menjadi keistimewaan para ulama hadits:
Pertama, tingkat ketelitian mereka yang luar biasa dalam menyampaikan hadits Rasulullah ﷺ.
Kedua, kuatnya mereka berpegang teguh pada petunjuk Nabi ﷺ, semoga Allah merahmati mereka. 


07

 DAURAH MINHAJUS SUNNAH – 1446 H 

TRAWAS MOJOKERTO – 12 Rabiul Akhir 1446 H/15 Oktober 2024



مَقَاصِدُ سُورَةِ الصَّفِّ
BEBERAPA TUJUAN PENTING DARI SURAH ASH-SHAF



Oleh Syaikh Abdul Malik Ramadhoni al-Jazairiy hafizhahullah
#Bagian 03

مَقَاصِدُ سُورَةِ الصَّفِّ
المقصد الأول: عبودية الله وحده هي الغاية، والجهاد وسيلة
 
ابتدأ الله سبحانه وتعالى سُورةَ الصَّفِّ بالإخبار بأنَّ جميع المخلوقات تعبده، وعبر عن ذلك بالتسبيح فقال: سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ [الصَّفُّ: 1]، والتسبيح عنوان العبادة، ولذلك يُطلق على الصَّلاةِ تسبيحا، قال ابن جرير في تفسيره: (411/14) وللعرب في التسبيح أماكن تستعمله فيها، فمنها الصلاة. كَانَ كَثِيرٌ مِن أَهلِ التَّأْوِيلِ يَتَأَوَّلُونَ قَولَ اللَّهِ: فَلَوْلَا أَنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُسَبِّحِينَ [الصافات: 143]: فلولا أَنَّهُ كَانَ مِن المُصلِّينَ».
 

Allah memulai Surah Ash-Shaff dengan memberitahukan bahwa seluruh makhluk menyembah-Nya, dan Dia mengekspresikannya melalui tasbih. Allah berfirman: "Bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan Dialah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana." (Ash-Shaff: 1). Tasbih adalah simbol dari ibadah, oleh karena itu, tasbih juga digunakan sebagai istilah untuk shalat. Ibnu Jarir dalam tafsirnya (411/14) menyebutkan bahwa orang Arab menggunakan kata tasbih untuk beberapa hal, termasuk shalat. Banyak ahli tafsir yang menafsirkan firman Allah: "Kalau dia bukan termasuk orang yang bertasbih." (Ash-Shaffat: 143) sebagai "Kalau dia bukan termasuk orang yang shalat."
 

وفي السنة أحاديث كثيرة فيها إطلاق لفظ التسبيح على الصَّلاةِ، منها ما رواه البخاري (1046) ومسلم (701) عن عامر بن ربيعة قالَ: «رَأَيْتُ رَسُولَ الله ﷺ وهو على الرَّاحِلَةِ يُسَبِّحُ، يُومَى بَرَأْسِهِ قِبْلَ أَي وَجْهِ تَوَجَّه».
 

Dalam sunnah, terdapat banyak hadits yang menggunakan istilah tasbih untuk shalat, seperti yang diriwayatkan oleh Bukhari (1046) dan Muslim (701) dari 'Amir bin Rabi'ah, yang berkata: "Aku melihat Rasulullah ﷺ sedang berada di atas kendaraan dan beliau melakukan tasbih (shalat), dan beliau mengisyaratkan dengan kepalanya ke arah mana pun yang beliau hadapi."
 

ثمَّ خَتَمَ اللهُ سُورةَ الصَّفِّ بالكلام عن الجهاد في سبيل الله، ولا بدَّ مِن رَبط بينَ البَدء والانتهاء؛ والسر في ذلك أنَّ الجهاد وسيلة إلى تحقيق العبودية، وهذا الربط الذي جاءَ بِهِ كِتابُ الله عَجِيبٌ وجَميلٌ.
 

Kemudian Allah menutup Surah Ash-Shaff dengan pembicaraan tentang jihad di jalan Allah, dan harus ada hubungan antara permulaan dan akhir surah ini. Rahasianya adalah bahwa jihad merupakan sarana untuk mencapai penghambaan kepada Allah, dan kaitan ini dalam Al-Qur'an sangat menakjubkan dan indah.
 

وسواءٌ حَصَلَت هَذهِ العبوديَّةُ بَدءًا بجهاد النفس؛ إذ العابد لا يرقى إلى مستوى العبودية لله حَتَّى يُجاهد نَفْسَه؛ لأنَّ النَّفْسَ تَرْكنُ إلى الكسل، وترغب في تحصيل الخير بلا عملٍ! فَلَا بُدَّ مِن حَملِها على الطَّاعَاتِ بلا كلل، ومن أَطْرِها على شكرِ المُنعِم بَلَا مَلَلٍ. قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿وَالَّذِينَ جَهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ﴾ [العَنكَبُوت: ٦٩].
 

Penghambaan ini bisa dimulai dengan jihad melawan hawa nafsu; karena seorang hamba tidak bisa mencapai tingkatan penghambaan kepada Allah sampai dia berjihad melawan dirinya sendiri, karena jiwa cenderung kepada kemalasan dan ingin memperoleh kebaikan tanpa usaha! Maka, perlu memaksa jiwa untuk taat tanpa lelah dan memaksanya untuk bersyukur kepada Sang Pemberi nikmat tanpa jemu. Allah Ta'ala berfirman: "Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik." (Al-Ankabut: 69).
 

أو كانت انتهاء بمجاهدة المستكبرين عن أداء حق رب العالمين، والحاسدين المعتدين على العابدين، قالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ﴾ [الأنفال: 39]. قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ في تفسيره: (3/ 299): يعني حتَّى لَا يَكون شِرك بالله، وحتَّى لَا يُعبد دونَه أَحدٌ، وَتَضمحِلَّ عِبادة الأوثان والآلهة والأنداد، وتكون العبادة والطاعةُ لله وَحدَه.
 

Atau bisa juga jihad ini merupakan akhir dengan melawan orang-orang yang sombong untuk menunaikan hak Tuhan seluruh alam, dan orang-orang yang iri hati serta menyerang hamba-hamba Allah. Allah Ta'ala berfirman: "Dan perangilah mereka sampai tidak ada lagi fitnah dan sampai agama hanya untuk Allah semata." (Al-Anfal: 39). Ibnu Jarir dalam tafsirnya (3/299) menyebutkan bahwa ini berarti agar tidak ada lagi kesyirikan kepada Allah, tidak ada yang disembah selain Dia, serta berakhirnya penyembahan kepada berhala dan tuhan-tuhan palsu, sehingga ibadah dan ketaatan hanya untuk Allah semata.
 

ولا يبعد أن يكون القارئ قد انتبه إلى معنى هذا المقصد؛ فمن أَجلِه شُيِّدت المعابد، بل هو أسمى المحامد وأعلى المقاصد؛ لأنَّ اللهَ خَلَقَنا لتحقيقه؛ كما قالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ﴾ [الذاريات: 56].
 

Tidaklah jauh jika pembaca menyadari makna dari tujuan ini, karena untuk inilah tempat-tempat ibadah dibangun. Bahkan ini adalah pujian yang tertinggi dan tujuan yang paling mulia, karena Allah menciptakan kita untuk mencapainya. Sebagaimana firman Allah Ta'ala: "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku." (Adz-Dzariyat: 56).
 

وهذا هو سر افتتاح عددٍ مِن سُورِ القُرْآنِ الكَريم بالتنويه بتسبيح المخلوقات لله، كما ابتدئت أُخرى بذكر الحمد، والعجيب في الأمر هنا أنَّ عَددَ السُّورَ الَّتِي ابتدأت بهذا التسبيح خمس، كما أَنَّ عَدَدَ السُّورِ الَّتي ابتدأت بالتحميد خمس.
 
Inilah rahasia dari pembukaan beberapa surah dalam Al-Qur'an dengan penekanan pada tasbihnya makhluk-makhluk kepada Allah, sebagaimana beberapa surah lainnya dimulai dengan pujian (hamd). Hal yang menarik di sini adalah jumlah surah yang dimulai dengan tasbih ada lima, sama dengan jumlah surah yang dimulai dengan hamd (pujian).


والَّذي تُسبِّحه الخلائق هو المنزَّه عن كلِّ عَيبٍ، فَتُضافُ إِلَيْهِ كَلمةُ (سُبحانَ) الَّتِي هِيَ اسمٌ وُضِعَ موضع المصدر، فيُقالُ: سُبحانَ الله؛ لأنَّه لَا وُجودَ لمخلوق منزه عن كلِّ عَيْبٍ، فَكَيْفَ إِذَا كَانَ هَذا المسبَّحُ كاملًا في كل صفاته، وله الكمال المطلق في كل محاسنه؟! فهو الحري بأن يُعبَدَ دون غيره. قال البقاعي في نظم الدرر في تناسب الآياتِ والسُّور: «مَن كانَ على غاية النزاهة عن كلِّ نَقْصٍ، كَانَ جديرًا بأن لَا نَعبُدَ إِلَّا إِيَّاه، وأن نعرض عن كل ما سواه، لكونه متصفًا بما ذكر».
 

Dan makhluk yang bertasbih kepada-Nya adalah yang Maha Suci dari segala kekurangan, maka kata "Subhan" disematkan kepada-Nya sebagai kata yang digunakan dalam posisi sumber (masdar), sehingga dikatakan "Subhanallah"; karena tidak ada makhluk yang benar-benar suci dari segala kekurangan. Bagaimana lagi jika Dzat yang disucikan ini memiliki kesempurnaan dalam semua sifat-Nya dan memiliki kesempurnaan mutlak dalam segala hal yang terpuji? Dia-lah yang paling layak untuk disembah tanpa yang lain. Al-Biqa'i berkata dalam Nadhm Ad-Durar mengenai hubungan ayat dan surah: 'Barang siapa yang benar-benar suci dari segala kekurangan, maka dia layak disembah dan tidak ada yang lain selain dia, karena dia memiliki semua sifat yang disebutkan.'
 

والجامع لكل صفات الكمال، هُوَ الَّذي يُحمَدُ دائما وأبدًا وعلى كل حال، فلذلك جَمَعَ اللهُ بَينَهما في التَّنزيل، في مِثْلِ قَولِه تَعَالَى : وَيُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمْدِهِ [الرعد: 13]، وقوله: ﴿فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَكُن مِّنَ السَّاجِدِينَ﴾ [الحجر: 98]، وقوله: ﴿فَاصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا﴾ [طه: 130] وغيرها.
 

Dan Dia yang mengumpulkan semua sifat kesempurnaan adalah yang senantiasa dipuji selama-lamanya dan dalam segala keadaan. Karena itu, Allah menyatukan keduanya (tasbih dan tahmid) dalam wahyu-Nya, seperti dalam firman-Nya: "Dan guruh bertasbih dengan memuji-Nya" (Ar-Ra'd: 13), dan firman-Nya: "Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu termasuk orang-orang yang bersujud" (Al-Hijr: 98), serta firman-Nya: "Maka bersabarlah atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu sebelum matahari terbit dan sebelum terbenamnya" (Thaha: 130).
 

كما يُجمع بينهما في بعض الأذكار المسنونة بأن يُقالَ: سُبحانَ الله والحمد لله، أو سُبحان الله وبحمده. ولذلك استفتح الله هذه السُّورة بالتسبيح؛ للتنبيه على ضرورة إفراده بالعبادة.
 

Sebagaimana keduanya (tasbih dan tahmid) juga disatukan dalam beberapa dzikir yang disunnahkan, seperti mengucapkan "Subhanallah walhamdulillah" atau "Subhanallah wabihamdihi". Oleh karena itu, Allah memulai surah ini dengan tasbih untuk mengingatkan pentingnya mengesakan-Nya dalam ibadah.
 

وقد جمع الله بينهما في آيات مواقيت الصَّلاةِ أي مواقيت العبادة، فقال: ﴿فَسُبْحَانَ اللَّهِ حِينَ تُمْسُونَ وَحِينَ تُصْبِحُونَ وَلَهُ الْحَمْدُ فِي السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَعَشِيًّا وَحِينَ تُظْهِرُونَ﴾ [الروم: 17-18]، فذكر التسبيح بدءًا، وذكر التحميد انتهاء.
 

Allah juga menyatukan tasbih dan tahmid dalam ayat-ayat yang menjelaskan waktu-waktu shalat, yaitu waktu-waktu untuk beribadah. Allah berfirman: "Maka bertasbihlah kepada Allah ketika kamu berada di waktu sore dan ketika kamu berada di waktu pagi, dan bagi-Nya lah segala puji di langit dan di bumi, serta pada waktu petang dan ketika kamu berada di waktu zuhur" (Ar-Rum: 17-18), menyebutkan tasbih di awal dan tahmid di akhir.
 

وهذا يُشبهُ سُورة الإسراء، حيث ابتدئت بالتسبيح، كما قالَ سُبحانَه وتَعَالَى: ﴿سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَا﴾ [الإسراء: 1]، وختمت بالحمد فقال: ﴿وَقُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُن لَّهُ شَرِيكَ فِي الْمُلْكِ وَلَمْ يَكُن لَّهُ وَلِيٌّ مِّنَ الذُّلِ وَكَبِّرْهُ تَكْبِيرًا﴾ [الإسراء: 111].
 
Ini mirip dengan Surah Al-Isra', yang dimulai dengan tasbih, sebagaimana Allah berfirman: "Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha" (Al-Isra': 1), dan ditutup dengan tahmid, sebagaimana Allah berfirman: "Dan katakanlah: Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan-Nya, dan tidak ada bagi-Nya pelindung dari kehinaan, dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya" (Al-Isra': 111).
 

والسر في ذلك هو أنَّ المستحق للعبادة هو الجامع الخصلتين: الأولى: أنَّه طاهِرٌ مِن كلِّ العُيوب. والثانية: أنَّه كامل في كلِّ صِفاتِ الكَمال.
 

Rahasia di balik ini adalah bahwa yang layak untuk diibadahi adalah yang mengumpulkan dua sifat:
Pertama, Dia suci dari segala kekurangan.
Kedua, Dia sempurna dalam segala sifat kesempurnaan.
 

ومن هذا التفصيل نفهمُ أَنَّ التَّسبيحَ لَا يَعْني مجرَّدَ عِبادة الله، بل فيه معنى إفراده بالعبادة.
 

Dari penjelasan ini kita memahami bahwa tasbih tidak hanya berarti beribadah kepada Allah, tetapi juga mengandung makna mengesakan-Nya dalam ibadah.
 
Bersambung
Zaki Rakhmawan Abu Usaid

Jumat, 18 Oktober 2024

TAFSIR SURAH ASH-SHAF


05

*DAURAH MINHAJUS SUNNAH – 1446 H*

TRAWAS MOJOKERTO – 11 Rabiul Akhir 1446 H/14 Oktober 2024



مَقَاصِدُ سُورَةِ الصَّفِّ
BEBERAPA TUJUAN PENTING DARI SURAH ASH-SHAF



Oleh Syaikh Abdul Malik Ramadhoni al-Jazairiy hafizhahullah
#Bagian 01


سَبَبُ نُزولِ سُورةِ الصَّفِّ
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَن يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَن يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. 

 
Sebab Turunnya Surah Ash-Shaff

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Sesungguhnya segala puji bagi Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan-Nya, dan memohon ampunan-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kami dan keburukan amal perbuatan kami. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barang siapa yang disesatkan oleh Allah, maka tidak ada yang dapat memberi petunjuk kepadanya. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, Dia satu-satunya, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya.
 

أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ عِلْمَ مَقَاصِدِ سُورِ القُرْآنِ الكَرِيمِ يَبْحَثُ عَنِ المَعَانِي العَامَّةِ الَّتِي مِن أَجْلِهَا أُنزِلَتِ السُّورَةُ، وَالمَقَاصِدِ الَّتِي تَهْدِفُ إِلَيْهَا إِجْمَالًا، وَالأُصُولِ العَظِيمَةِ الَّتِي يُؤَسِّسُ عَلَيْهَا العِلْمُ النَّافِعُ وَالعَمَلُ الصَّالِحُ، وَهُوَ أَقْرَبُ إِلَى مَا يُسَمَّى اليَوْمَ بِالتَّفْسِيرِ المَوضُوعِيِّ.
 

Adapun setelah itu, maka ilmu mengenai tujuan surah-surah dalam Al-Qur'an Al-Karim mencari makna-makna umum yang menjadi sebab diturunkannya suatu surah, tujuan-tujuan yang dimaksudkan secara umum, serta prinsip-prinsip besar yang mendasari ilmu yang bermanfaat dan amal saleh. Ilmu ini lebih dekat dengan apa yang saat ini dikenal sebagai tafsir tematik.
 

وَبَحْثُهُ يُعِينُ عَلَى تَدَبُّرِ كِتَابِ اللَّهِ، قَالَ الشَّاطِبِيُّ تَعَلَّهُ فِي «المُوَافَقَاتِ» (4/ 209): «قَالَ تَعَالَى: «أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ القُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا (مُحَمَّد: ٢٤)، فَالتَّدَبُّرُ إِنَّمَا يَكُونُ لِمَنْ الْتَفَتَ إِلَى المَقَاصِدِ، وَذَلِكَ ظَاهِرٌ فِي أَنَّهُمْ أَعْرَضُوا عَن مَقَاصِدِ القُرْآنِ، فَلَمْ يَحْصُلْ مِنْهُمْ تَدَبُّرٌ».
 

Pembahasan mengenai hal ini membantu dalam merenungkan Kitab Allah. Imam Al-Syathibi menyebutkan dalam bukunya Al-Muwafaqat (4/209): "Allah Ta'ala berfirman: 'Apakah mereka tidak merenungkan Al-Qur'an ataukah hati mereka sudah terkunci?' (Muhammad: 24). Perenungan (tadabbur) hanya akan dilakukan oleh mereka yang memperhatikan tujuan-tujuannya, dan ini jelas menunjukkan bahwa mereka yang berpaling dari tujuan Al-Qur'an tidak mendapatkan tadabbur darinya."
 

وَلِصُعُوبَةِ هَذَا العِلْمِ كَانَ نَوْعًا مِنَ الإِعْجَازِ القُرْآنِيِّ، وَلِذَلِكَ كَانَ مِن ثَمَرَاتِهِ أَنَّهُ يُقَوِّي الإِيمَانَ؛ لِأَنَّهُ يُبَرْهِنُ عَلَى عَدَمِ خُرُوجِ المَعَانِي المُخْتَارَةِ عَنِ الوَحْدَةِ المَوضُوعِيَّةِ، مَعَ عَدَمِ تَشْتِيتِ الأَذْهَانِ بِإِلْقَاءِ مَعْلُومَاتٍ مُتَعَدِّدَةٍ دُونَ تَرْتِيبٍ بَيْنَهَا وَلَا تَنَاسُبٍ؛ لِأَنَّ ذَلِكَ يَمْنَعُ تَنَاسُقَهَا إِنْ لَمْ يَكُن بَيْنَهَا رَابِطٌ.
 

Karena sulitnya ilmu ini, ia menjadi salah satu bentuk keajaiban Al-Qur'an. Oleh karena itu, salah satu buahnya adalah memperkuat keimanan, karena ilmu ini membuktikan bahwa makna-makna yang dipilih tidak keluar dari kesatuan tematik, serta tidak membingungkan pikiran dengan melemparkan banyak informasi tanpa urutan atau keterkaitan, karena hal itu akan menghalangi keselarasan jika tidak ada hubungan di antara mereka.
 

وَقَدِ اخْتَرْتُ مِن سُورِ القُرْآنِ سُورَةَ الصَّفِّ؛ لِمَا حَوَتْهُ مِن مَقَاصِدَ عَظِيمَةٍ تَدْعُو الحَاجَةُ إِلَى الِاطِّلَاعِ عَلَيْهَا.
 

Saya telah memilih Surah Ash-Shaff dari surah-surah dalam Al-Qur'an karena ia mengandung tujuan-tujuan besar yang sangat perlu untuk diperhatikan.
 
وَمِن أَهْلِ العِلْمِ الَّذِينَ اعْتَنَوْا بِهَذَا النَّوْعِ مِنَ العُلُومِ بُرهَانُ الدِّينِ البِقَاعِيُّ، فَأَلَّفَ كِتَابًا سَمَّاهُ: "مَصَاعِدُ النَّظَرِ لِلإِشْرَافِ عَلَى مَقَاصِدِ السُّوَرِ". وَلَمَّا وَصَلَ إِلَى سُورَةِ الصَّفِّ، قَالَ (81/3): «وَمَقْصُودُهَا: الحَثُّ عَلَى الاجْتِهَادِ التَّامِّ، وَالاجْتِمَاعِ عَلَى قَلْبٍ وَاحِدٍ، فِي جِهَادِ مَنْ دَعَتِ المُمْتَحَنَةُ إِلَى البَرَاءَةِ مِنْهُم، بِحَمْلِهِم عَلَى الدِّينِ الحَقِّ، أَوْ مَحْقِهِمْ عَنْ جَدِيدِ الأَرْضِ؛ تَنْزِيهًا لِلْمَلِكِ الأَعْلَى عَنِ الشِّرْكِ، وَصِيَانَةً لِلجَنَابِ الأَقْدَسِ عَنِ الإِفْكِ، وَدَلَالَةً عَلَى الصِّدْقِ فِي البَرَاءَةِ مِنْهُمْ وَالعَدَاوَةِ لَهُمْ».
 

Di antara ulama yang perhatian terhadap ilmu jenis ini adalah Burhanuddin Al-Biqa'i, yang menulis sebuah kitab berjudul *" "مَصَاعِدُ النَّظَرِ لِلإِشْرَافِ عَلَى مَقَاصِدِ السُّوَرِ". Ketika beliau sampai pada Surah Ash-Shaff, beliau berkata (81/3): "Tujuannya adalah mendorong kepada usaha yang maksimal dan bersatu di atas satu hati dalam berjihad melawan mereka yang telah diperingatkan oleh Surah Al-Mumtahanah agar berlepas diri dari mereka, baik dengan membawa mereka kepada agama yang benar atau dengan menghancurkan mereka dari muka bumi; demi menyucikan kerajaan Yang Maha Tinggi dari kesyirikan dan menjaga keagungan Allah dari kedustaan, serta menunjukkan kejujuran dalam berlepas diri dari mereka dan memusuhi mereka."
 

وَأَدَلُّ مَا فِيهَا عَلَى هَذَا المَقصَدِ: الصَّفُّ، بِتَأَمُّلِ آيَتِهِ، وَتَدَبُّرِ مَا لَهُ مِنْ جَلِيلِ النَّفْعِ فِي أَوَّلِهِ، وَأَثْنَائِهِ، وَغَايَتِهِ.
 

Dan yang paling jelas menunjukkan tujuan ini adalah Ash-Shaff (barisan), dengan merenungkan ayat-ayatnya, serta memikirkan manfaat besar yang terdapat pada awal, tengah, dan akhirnya.
 

وَقَدْ أَتَيْتُ فِي هَذَا الكِتَابِ عَلَى تَفْصِيلِ القَوْلِ فِيمَا اخْتَرْتُهُ مِن مَقَاصِدَ، وَأَضَفْتُ إِلَيْهَا غَيْرَهَا مِمَّا وَجَدْتُهُ عِندَ غَيْرِهِ مِنْ أَهْلِ العِلْمِ، وَلَا سِيَّمَا وَهِيَ سُورَةٌ عُنِيَتْ بِبَابٍ عَظِيمٍ مِنْ أَبْوَابِ هَذَا الدِّينِ، لِمَا يَتَطَلَّعُ إِلَيْهِ النَّاشِئَةُ خَاصَّةً، أَلَا وَهُوَ الجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ، وَرَكَّزْتُ عَلَى ضَوَابِطِهِ كَيْلَا يَتَفَلَّتَ المَوْضُوعُ مِنْ فِقْهِ الجِهَادِ، إِلَى قِتَالِ فَوْضَى وَإِفْسَادٍ!
 

Dalam kitab ini, saya telah merinci penjelasan tentang tujuan-tujuan yang saya pilih, dan saya tambahkan hal-hal lain yang saya temukan dari ulama lain. Terutama karena surah ini membahas tentang salah satu bab yang agung dari agama ini, yang sangat diinginkan oleh generasi muda, yaitu jihad di jalan Allah. Saya juga menekankan tentang prinsip-prinsipnya agar topik ini tidak menyimpang dari pemahaman jihad yang benar menuju peperangan yang kacau dan merusak!
 

وَاللهُ أَسْأَلُ أَنْ يَتَقَبَّلَهُ مِنِّي، وَمِنْ أَهْلِ العِلْمِ الَّذِينَ بَصَّرُونَا بِمَا يَنْفَعُنَا فِي دِينِنَا، كَمَا أَسْأَلُهُ أَنْ يَجْعَلَهُ سَبَبًا فِي سُلُوكِ المُسْلِمِينَ الطَّرِيقَ المُوصِلَ إِلَى عِزِّهِمْ، وَاسْتِرْجَاعِ مَجْدِهِمْ، مِنْ غَيْرِ اسْتِدْرَاجٍ وَلَا إِمْلَاءٍ، إِنَّهُ سَمِيعٌ مُجِيبٌ.
 

Saya memohon kepada Allah agar Dia menerimanya dari saya, dan dari para ulama yang telah membimbing kami dengan ilmu yang bermanfaat bagi agama kami. Saya juga memohon kepada-Nya agar menjadikannya sebagai sebab bagi kaum Muslimin dalam menempuh jalan yang akan membawa mereka menuju kejayaan mereka dan mengembalikan kemuliaan mereka, tanpa tipu daya dan penangguhan. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan.





06

*DAURAH MINHAJUS SUNNAH – 1446 H*

TRAWAS MOJOKERTO – 11 Rabiul Akhir 1446 H/14 Oktober 2024



مَقَاصِدُ سُورَةِ الصَّفِّ
BEBERAPA TUJUAN PENTING DARI SURAH ASH-SHAF



Oleh Syaikh Abdul Malik Ramadhoni al-Jazairiy hafizhahullah
#Bagian 02


سَبَبُ نُزُولِ السُّورَة
رَوَى الإِمَامُ أَحْمَد (23788) و (23789) وَالتِّرْمِذِي (3309) وَابْنُ أَبِي حَاتِم فِي تَفْسِيرِهِ» (18880) بِإِسْنَادٍ صَحِيحٍ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ سَلَامٍ قَالَ: «تَذَاكَرْنَا بَيْنَنَا، قُلْنَا: أَيُّكُمْ يَأْتِي رَسُولَ اللهِ ﷺ فَيَسْأَلُهُ: أَيُّ الأَعْمَالِ أَحَبُّ إِلَى اللهِ؟ وَهِبْنَا أَنْ يَقُومَ مِنَّا أَحَدٌ، فَأَرْسَلَ رَسُولُ اللهِ ﷺ إِلَيْنَا رَجُلًا رَجُلًا حَتَّى جَمَعَنَا، فَجَعَلَ بَعْضُنَا يُشِيرُ إِلَى بَعْضٍ، فَقَرَأَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللهِ ﷺ سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ) [الصَّفُّ: (1)]، إِلَى قَوْلِهِ: كَبُرَ مَقْتًا عِندَ اللَّهِ (الصَّفُّ: 3)، قَالَ: فَتَلَاهَا مِنْ أَوَّلِهَا إِلَى آخِرِهَا».
 

Sebab Turunnya Surah Ash-Shaff
Imam Ahmad (23788) dan (23789), Tirmidzi (3309), dan Ibnu Abi Hatim dalam tafsirnya (18880) meriwayatkan dengan sanad yang sahih dari Abdullah bin Salam yang berkata: "Kami saling berdiskusi, dan kami berkata: Siapakah di antara kita yang akan mendatangi Rasulullah ﷺ dan menanyakan: Amal apakah yang paling dicintai oleh Allah? Kami merasa enggan untuk berdiri, lalu Rasulullah ﷺ mengutus seorang dari kami satu per satu hingga kami dikumpulkan. Sebagian dari kami menunjuk sebagian lainnya, lalu Rasulullah ﷺ membacakan kepada kami ayat: 'Bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi...' (Ash-Shaff: 1) hingga firman-Nya: 'Sangat besar kebencian di sisi Allah...' (Ash-Shaff: 3). Beliau membacakannya dari awal hingga akhir."
 

قَالَ: فَتَلَاهَا عَلَيْنَا ابْنُ سَلَامٍ مِنْ أَوَّلِهَا إِلَى آخِرِهَا، قَالَ: فَتَلَاهَا عَلَيْنَا عَطَاءُ بْنُ يَسَارٍ مِنْ أَوَّلِهَا إِلَى آخِرِهَا، قَالَ يَحْيَى: فَتَلَاهَا عَلَيْنَا هِلَالٌ مِنْ أَوَّلِهَا إِلَى آخِرِهَا، قَالَ الأَوْزَاعِي: فَتَلَاهَا عَلَيْنَا يَحْيَى مِنْ أَوَّلِهَا إِلَى آخِرِهَا».
 

Beliau berkata: "Kemudian Abdullah bin Salam membacakannya kepada kami dari awal hingga akhir." Atha' bin Yasar juga membacakannya kepada kami dari awal hingga akhir. Yahya berkata: "Hilal membacakannya kepada kami dari awal hingga akhir." Al-Auza'i berkata: "Yahya juga membacakannya kepada kami dari awal hingga akhir."
 

هَذَا النَّوْعُ مِنَ الحَدِيثِ يُسَمَّى الحَدِيثَ المُسَلْسَلَ بِالقِرَاءَةِ؛ لأَنَّ كُلَّ رَاوٍ رَوَاهُ مَعَ قِرَاءَةِ السُّورَةِ كُلِّهَا اقْتِدَاءً بِالرَّسُولِ ﷺ. وَقَدْ رَوَاهُ المُفَسِّرُ الحَافِظُ عِمَادُ الدِّينِ ابْنُ كَثِيرٍ بِإِسْنَادِهِ إِلَيْهِ، لَكِنَّهُ تَأَسَّفَ عَلَى كَوْنِ شَيْخِهِ لَمَّا رَوَاهُ لَمْ يَتْلُ السُّورَةَ لأَنَّهُ كَانَ أُمِّيًّا، إِلَّا أَنَّهُ أَدْرَكَ رِوَايَتَهُ مَعَ تَسَلْسُلِ قِرَاءَةِ السُّورَةِ مِنْ شَيْخٍ لَهُ آخَرَ، أَلَا وَهُوَ الذَّهَبِيُّ تَعَلَّمَهُ.
 

Hadits jenis ini disebut hadits musalsal bil qira'ah (berantai dengan bacaan), karena setiap perawi meriwayatkannya dengan membaca keseluruhan surah, meniru Rasulullah ﷺ. Hadits ini diriwayatkan oleh ahli tafsir, Imam Al-Hafizh Imaduddin Ibnu Katsir, dengan sanadnya, namun beliau menyayangkan bahwa gurunya ketika meriwayatkannya tidak membacakan surah tersebut karena gurunya buta huruf. Namun, beliau menyadari riwayat tersebut beserta rantai bacaannya dari seorang guru lain, yaitu Adz-Dzahabi yang mengajarkannya.
 

فَقَالَ فِي تَفْسِيرِهِ: «وَقَدْ أَخْبَرَنِي بِهَذَا الحَدِيثِ الشَّيْخُ المُسْنِدُ أَبُو العَبَّاسِ أَحْمَدُ بْنُ أَبِي طَالِبٍ الحَجَّارُ قِرَاءَةً عَلَيْهِ وَأَنَا أَسْمَعُ ... فَذَكَرَ بِإِسْنَادِهِ مِثْلَهُ، وَتَسَلْسَلَ لَنَا قِرَاءَتُهَا إِلَى شَيْخِنَا أَبِي العَبَّاسِ الحَجَّارِ وَلَمْ يَقْرَأهَا؛ لأَنَّهُ كَانَ أُمِّيًّا، وَضَاقَ الوَقْتُ عَنْ تَلْقِينِهَا إِيَّاهُ».
 

Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir berkata: "Syaikh Al-Musnid Abu Al-Abbas Ahmad bin Abi Thalib Al-Hajjar meriwayatkan hadits ini kepadaku dengan bacaan surah ini sambil aku mendengarkan... Beliau menyebutkan dengan sanad yang sama, dan rantai bacaan ini berlanjut kepada guru kami, Abu Al-Abbas Al-Hajjar, namun beliau tidak membacakannya karena beliau buta huruf, dan waktu yang ada tidak cukup untuk mengajarkan surah ini kepadanya."
 

وَلَكِنْ أَخْبَرَنِي الحَافِظُ الكَبِيرُ أَبُو عَبْدِ اللهِ مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ عُثْمَانَ الذَّهَبِيُّ عَنْهُ أَخْبَرَنَا القَاضِي تَقِيُّ الدِّينِ سُلَيْمَانُ بْنُ الشَّيْخِ أَبِي عُمَرَ، أَخْبَرَنَا أَبُو المُنَجَّا بْنُ اللَّتِي، فَذَكَرَهُ بِإِسْنَادِهِ، وَتَسَلْسَلَ لِي مِنْ طَرِيقِهِ، وَقَرَأهَا عَلَيَّ بِكَمَالِهَا، وَلِلَّهِ الحَمْدُ وَالمِنَّةُ».
 

Namun, Al-Hafizh besar Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Utsman Adz-Dzahabi menceritakan hadits ini kepadaku, dan beliau berkata: "Qadhi Taqiyuddin Sulaiman bin Syaikh Abu Umar menceritakannya kepada kami, dan beliau berkata: 'Abu Al-Munajja bin Al-Lati menceritakannya kepada kami', lalu menyebutkannya dengan sanadnya, dan rantai bacaannya sampai kepadaku, dan beliau membacakannya kepadaku secara lengkap. Segala puji dan karunia hanya milik Allah."


سَبَبُ نُزُولِ السُّورَة
رَوَى الإِمَامُ أَحْمَد (23788) و (23789) وَالتِّرْمِذِي (3309) وَابْنُ أَبِي حَاتِم فِي تَفْسِيرِهِ» (18880) بِإِسْنَادٍ صَحِيحٍ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ سَلَامٍ قَالَ: «تَذَاكَرْنَا بَيْنَنَا، قُلْنَا: أَيُّكُمْ يَأْتِي رَسُولَ اللهِ ﷺ فَيَسْأَلُهُ: أَيُّ الأَعْمَالِ أَحَبُّ إِلَى اللهِ؟ وَهِبْنَا أَنْ يَقُومَ مِنَّا أَحَدٌ، فَأَرْسَلَ رَسُولُ اللهِ ﷺ إِلَيْنَا رَجُلًا رَجُلًا حَتَّى جَمَعَنَا، فَجَعَلَ بَعْضُنَا يُشِيرُ إِلَى بَعْضٍ، فَقَرَأَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللهِ ﷺ سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ) [الصَّفُّ: (1)]، إِلَى قَوْلِهِ: كَبُرَ مَقْتًا عِندَ اللَّهِ (الصَّفُّ: 3)، قَالَ: فَتَلَاهَا مِنْ أَوَّلِهَا إِلَى آخِرِهَا».
 
Sebab Turunnya Surah Ash-Shaff
Imam Ahmad (23788) dan (23789), Tirmidzi (3309), dan Ibnu Abi Hatim dalam tafsirnya (18880) meriwayatkan dengan sanad yang sahih dari Abdullah bin Salam yang berkata: "Kami saling berdiskusi, dan kami berkata: Siapakah di antara kita yang akan mendatangi Rasulullah ﷺ dan menanyakan: Amal apakah yang paling dicintai oleh Allah? Kami merasa enggan untuk berdiri, lalu Rasulullah ﷺ mengutus seorang dari kami satu per satu hingga kami dikumpulkan. Sebagian dari kami menunjuk sebagian lainnya, lalu Rasulullah ﷺ membacakan kepada kami ayat: 'Bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi...' (Ash-Shaff: 1) hingga firman-Nya: 'Sangat besar kebencian di sisi Allah...' (Ash-Shaff: 3). Beliau membacakannya dari awal hingga akhir."
 
قَالَ: فَتَلَاهَا عَلَيْنَا ابْنُ سَلَامٍ مِنْ أَوَّلِهَا إِلَى آخِرِهَا، قَالَ: فَتَلَاهَا عَلَيْنَا عَطَاءُ بْنُ يَسَارٍ مِنْ أَوَّلِهَا إِلَى آخِرِهَا، قَالَ يَحْيَى: فَتَلَاهَا عَلَيْنَا هِلَالٌ مِنْ أَوَّلِهَا إِلَى آخِرِهَا، قَالَ الأَوْزَاعِي: فَتَلَاهَا عَلَيْنَا يَحْيَى مِنْ أَوَّلِهَا إِلَى آخِرِهَا».
 
Beliau berkata: "Kemudian Abdullah bin Salam membacakannya kepada kami dari awal hingga akhir." Atha' bin Yasar juga membacakannya kepada kami dari awal hingga akhir. Yahya berkata: "Hilal membacakannya kepada kami dari awal hingga akhir." Al-Auza'i berkata: "Yahya juga membacakannya kepada kami dari awal hingga akhir."
 

هَذَا النَّوْعُ مِنَ الحَدِيثِ يُسَمَّى الحَدِيثَ المُسَلْسَلَ بِالقِرَاءَةِ؛ لأَنَّ كُلَّ رَاوٍ رَوَاهُ مَعَ قِرَاءَةِ السُّورَةِ كُلِّهَا اقْتِدَاءً بِالرَّسُولِ ﷺ. وَقَدْ رَوَاهُ المُفَسِّرُ الحَافِظُ عِمَادُ الدِّينِ ابْنُ كَثِيرٍ بِإِسْنَادِهِ إِلَيْهِ، لَكِنَّهُ تَأَسَّفَ عَلَى كَوْنِ شَيْخِهِ لَمَّا رَوَاهُ لَمْ يَتْلُ السُّورَةَ لأَنَّهُ كَانَ أُمِّيًّا، إِلَّا أَنَّهُ أَدْرَكَ رِوَايَتَهُ مَعَ تَسَلْسُلِ قِرَاءَةِ السُّورَةِ مِنْ شَيْخٍ لَهُ آخَرَ، أَلَا وَهُوَ الذَّهَبِيُّ تَعَلَّمَهُ.
 

Hadits jenis ini disebut hadits musalsal bil qira'ah (berantai dengan bacaan), karena setiap perawi meriwayatkannya dengan membaca keseluruhan surah, meniru Rasulullah ﷺ. Hadits ini diriwayatkan oleh ahli tafsir, Imam Al-Hafizh Imaduddin Ibnu Katsir (wafat 774 H), dengan sanadnya, namun beliau menyayangkan bahwa gurunya ketika meriwayatkannya tidak membacakan surah tersebut karena gurunya buta huruf. Namun, beliau menyadari riwayat tersebut beserta rantai bacaannya dari seorang guru lain, yaitu Adz-Dzahabi (wafat 748 H) yang mengajarkannya.
 

فَقَالَ فِي تَفْسِيرِهِ: «وَقَدْ أَخْبَرَنِي بِهَذَا الحَدِيثِ الشَّيْخُ المُسْنِدُ أَبُو العَبَّاسِ أَحْمَدُ بْنُ أَبِي طَالِبٍ الحَجَّارُ قِرَاءَةً عَلَيْهِ وَأَنَا أَسْمَعُ ... فَذَكَرَ بِإِسْنَادِهِ مِثْلَهُ، وَتَسَلْسَلَ لَنَا قِرَاءَتُهَا إِلَى شَيْخِنَا أَبِي العَبَّاسِ الحَجَّارِ وَلَمْ يَقْرَأهَا؛ لأَنَّهُ كَانَ أُمِّيًّا، وَضَاقَ الوَقْتُ عَنْ تَلْقِينِهَا إِيَّاهُ».
 

Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir berkata: "Syaikh Al-Musnid Abu Al-Abbas Ahmad bin Abi Thalib Al-Hajjar meriwayatkan hadits ini kepadaku dengan bacaan surah ini sambil aku mendengarkan... Beliau menyebutkan dengan sanad yang sama, dan rantai bacaan ini berlanjut kepada guru kami, Abu Al-Abbas Al-Hajjar, namun beliau tidak membacakannya karena beliau buta huruf, dan waktu yang ada tidak cukup untuk mengajarkan surah ini kepadanya."
 

وَلَكِنْ أَخْبَرَنِي الحَافِظُ الكَبِيرُ أَبُو عَبْدِ اللهِ مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ عُثْمَانَ الذَّهَبِيُّ عَنْهُ أَخْبَرَنَا القَاضِي تَقِيُّ الدِّينِ سُلَيْمَانُ بْنُ الشَّيْخِ أَبِي عُمَرَ، أَخْبَرَنَا أَبُو المُنَجَّا بْنُ اللَّتِي، فَذَكَرَهُ بِإِسْنَادِهِ، وَتَسَلْسَلَ لِي مِنْ طَرِيقِهِ، وَقَرَأهَا عَلَيَّ بِكَمَالِهَا، وَلِلَّهِ الحَمْدُ وَالمِنَّةُ».
 

Namun, Al-Hafizh besar Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Utsman Adz-Dzahabi menceritakan hadits ini kepadaku, dan beliau berkata: "Qadhi Taqiyuddin Sulaiman bin Syaikh Abu Umar menceritakannya kepada kami, dan beliau berkata: 'Abu Al-Munajja bin Al-Lati menceritakannya kepada kami', lalu menyebutkannya dengan sanadnya, dan rantai bacaannya sampai kepadaku, dan beliau membacakannya kepadaku secara lengkap. Segala puji dan karunia hanya milik Allah."


وَيُسَمَّى الحَدِيثُ المُسَلْسَلُ: وَمِثَالُهُ فِي تَسَلْسُلِ اللَّفْظِ حَدِيثُ الدُّعَاءِ دُبُرَ الصَّلَاةِ: رَوَاهُ أَبُو دَاوُد (1522) وَالنَّسَائِي (1303) بِإِسْنَادٍ صَحِيحٍ، مِن طَرِيقِ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ الحُبُلِيِّ عَنْ الصُّنَابِحِيِّ عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ أَخَذَ بِيَدِهِ وَقَالَ: «يَا مُعَاذُ، وَاللهِ إِنِّي لَأُحِبُّكَ»، فَقَالَ: «أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ: لَا تَدَعَنَّ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ تَقُولُ: اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ».
 

Dan ini disebut sebagai hadits musalsal. Contohnya dalam hadits yang berantai secara lafaz adalah hadits doa setelah shalat: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (1522) dan An-Nasa'i (1303) dengan sanad yang sahih, dari Abu Abdurrahman Al-Hubuli, dari Ash-Shunabihi, dari Mu'adz bin Jabal bahwa Rasulullah ﷺ memegang tangannya dan bersabda: "Wahai Mu'adz, demi Allah, sesungguhnya aku mencintaimu." Lalu Rasulullah ﷺ berkata: "Aku wasiatkan kepadamu, wahai Mu'adz: Jangan tinggalkan setelah setiap shalat untuk mengucapkan: 'Ya Allah, bantulah aku untuk mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah dengan baik kepada-Mu.' "
 

وَأَوْصَى بِذَلِكَ مُعَاذُ الصُّنَابِحِيَّ، وَأَوْصَى بِهِ الصُّنَابِحِيُّ أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ.
 

Dan Mu'adz mewasiatkan hal tersebut kepada Ash-Shunabihi, dan Ash-Shunabihi mewasiatkan hal yang sama kepada Abu Abdurrahman.


وَقَدْ رَوَاهُ ابْنُ أَبِي الدُّنْيَا فِي كِتَابِ الشُّكْرِ (109) مُسَلْسَلًا بِطَرِيقَةٍ عَجِيبَةٍ وَجَمِيلَةٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا الجَرَوِيُّ حَدَّثَنِي عَمْرُو بْنُ أَبِي سَلَمَةَ ثَنَا أَبُو عُبَيْدَةَ الحَكَمُ بْنُ عَبْدَةَ ثَنَا حَيْوَةُ بْنُ شُرَيْحٍ عَنْ عُقْبَةَ بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ الحُبُلِيِّ عَنْ الصُّنَابِحِيِّ عَنْ مُعَاذٍ قَالَ: قَالَ لِي النَّبِيُّ ﷺ: «إِنِّي أُحِبُّكَ، فَقُلْ: اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ».
 

Ibnu Abi Dunya meriwayatkan hadits ini dalam Kitab Asy-Syukr (109) dengan rantai sanad yang menakjubkan dan indah. Beliau berkata: "Telah meriwayatkan kepada kami Al-Jarawi, yang meriwayatkan dari Amru bin Abi Salamah, yang meriwayatkan dari Abu Ubaidah Al-Hakam bin Abdat, yang meriwayatkan dari Haiwah bin Syuraih, dari Uqbah bin Muslim, dari Abu Abdurrahman Al-Hubli, dari Ash-Shunabihi, dari Mu'adz yang berkata: Nabi ﷺ bersabda kepadaku: 'Sesungguhnya aku mencintaimu, maka ucapkanlah: Ya Allah, bantulah aku untuk mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah dengan baik kepada-Mu.' "
 

قَالَ الصُّنَابِحِيُّ: قَالَ لِي مُعَاذٌ: إِنِّي أُحِبُّكَ، فَقُلْ هَذَا الدُّعَاءَ. قَالَ أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ: وَأَنَا أُحِبُّكَ، فَقُلْ... قَالَ حَيْوَةُ: قَالَ لِي عُقْبَةُ: وَأَنَا أُحِبُّكَ، فَقُلْ... قَالَ أَبُو عُبَيْدَةَ: قَالَ لِي حَيْوَةُ: وَأَنَا أُحِبُّكَ، فَقُلْ... قَالَ لِي عَمْرُو: قَالَ لِي أَبُو عُبَيْدَةَ: وَأَنَا أُحِبُّكَ، فَقُلْ... فَقَالَ لِي حَسَنٌ - يَعْنِي الجَرَوِيَّ - وَأَنَا أُحِبُّكَ، فَقُلْ... قَالَ لَنَا أَبُو بَكْرٍ بْنُ أَبِي الدُّنْيَا: وَأَنَا أُحِبُّكُمْ، فَقُولُوا...
 

Ash-Shunabihi berkata: "Mu'adz berkata kepadaku: 'Aku mencintaimu, maka ucapkanlah doa ini.' Abu Abdurrahman berkata: 'Aku juga mencintaimu, maka ucapkanlah...' Haiwah berkata: 'Uqbah berkata kepadaku: 'Aku juga mencintaimu, maka ucapkanlah...' Abu Ubaidah berkata: 'Haiwah berkata kepadaku: 'Aku juga mencintaimu, maka ucapkanlah...' Amru berkata kepadaku: 'Abu Ubaidah berkata kepadaku: 'Aku juga mencintaimu, maka ucapkanlah...' Hasan, yang dimaksud adalah Al-Jarawi, berkata kepadaku: 'Aku juga mencintaimu, maka ucapkanlah...' Abu Bakar bin Abi Dunya berkata kepada kami: 'Aku juga mencintai kalian, maka ucapkanlah...' "
 

وَأَنَا أَقُولُ لَكُمْ يَا أَتْبَاعَ الرَّسُولِ ﷺ: وَأَنَا أُحِبُّكُمْ، فَقُولُوا دُبَرَ كُلِّ صَلَاةٍ: اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ.
 

Dan aku berkata kepada kalian, wahai para pengikut Rasulullah ﷺ: Aku mencintai kalian, maka ucapkanlah setelah setiap shalat: "Ya Allah, bantulah aku untuk mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah dengan baik kepada-Mu."
 

وَمِنْهُ الصِّفَةُ الَّتِي حَدَّثَ بِهَا المُحَدِّثُ، كَمَا فِي كِتَابِ «مُسَلْسَلَاتِ التِّيمِيِّ» (مَخْطُوط) وَهُوَ لِقَوَامِ السُّنَّةِ، كَالأَخْذِ بِيَدِ السَّامِعِ عِنْدَ التَّحْدِيثِ، قَالَ: «أَخْبَرَنَا الإِمَامُ أَبُو مُحَمَّدٍ الحَسَنُ بْنُ أَحْمَدَ السَّمَرْقَنْدِيُّ - وَأَخَذَ بِيَدِي - أَنْبَأَ أَبُو العَبَّاسِ جَعْفَرُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ المُعْتَزِّ المُسْتَغْفِرِيُّ - وَأَخَذَ بِيَدِي - حَدَّثَنِي أَبُو الحَسَنِ عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ سَعِيدٍ السَّرْخَسِيُّ - وَأَخَذَ بِيَدِي يَوْمَ خُرُوجِي مِنْ سَرْخَسَ، وَهَذَا آخِرُ حَدِيثٍ سَمِعْتُهُ مِنْهُ - حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ أَبِي دَاوُدَ أَبُو العَبَّاسِ - وَأَخَذَ بِيَدِي - أَنْبَأَ أَبُو الحَسَنِ أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ البَلْخِيُّ - وَأَخَذَ بِيَدِي - ثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ شَمْوِيَةَ - وَأَخَذَ بِيَدِي - ثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ هُدْبَةَ - وَأَخَذَ بِيَدِي - ثَنَا أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ - وَأَخَذَ بِيَدِي - ثَنَا رَسُولُ اللهِ ﷺ».
 

Dan termasuk dalam hal ini adalah sifat yang dibawa oleh para perawi hadits, seperti yang disebutkan dalam kitab "Musalsalat At-Timi" (manuskrip), yang merupakan karya Qawam As-Sunnah, yaitu mengambil tangan pendengar ketika meriwayatkan. Beliau berkata: "Telah mengabarkan kepada kami Imam Abu Muhammad Al-Hasan bin Ahmad As-Samarqandi (dan beliau memegang tanganku), kemudian Abu Al-Abbas Ja'far bin Muhammad bin Al-Mu'taz Al-Mustaghfiri (dan beliau memegang tanganku) menceritakan kepadaku, lalu Abu Al-Hasan Ali bin Muhammad bin Sa'id As-Sarkhasi (dan beliau memegang tanganku pada hari kepergianku dari Sarkhas), yang merupakan hadits terakhir yang aku dengar darinya, menceritakan kepadaku, kemudian Muhammad bin Ahmad bin Abi Dawud Abu Al-Abbas (dan beliau memegang tanganku), lalu Abu Al-Hasan Ahmad bin Muhammad Al-Balkhi (dan beliau memegang tanganku), hingga Anas bin Malik (dan beliau memegang tanganku), yang akhirnya menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda."
 

وَجَاءَ رَجُلٌ مِنَ الحَرَّةِ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ ! مَتَى السَّاعَةُ؟ قَالَ: وَمَاذَا أَعْدَدْتَ لَهَا؟ قَالَ: لَمْ أُعِدَّ لَهَا كَثِيرَ صَلَاةٍ وَلَا صِيَامٍ وَلَا صَدَقَةٍ، إِلَّا أَنِّي أُحِبُّ اللهَ وَرَسُولَهُ، قَالَ: «المَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ».
 

Kemudian datang seorang lelaki dari Harrah dan bertanya: "Wahai Rasulullah, kapan hari kiamat?" Rasulullah ﷺ menjawab: "Apa yang telah engkau persiapkan untuknya?" Lelaki itu berkata: "Aku tidak menyiapkan banyak shalat, puasa, atau sedekah, namun aku mencintai Allah dan Rasul-Nya." Maka Rasulullah ﷺ bersabda: "Seseorang akan bersama orang yang ia cintai."
 

وَمِنْهُ المُسَلْسَلُ بِأَسْمَاءِ الرُّوَاةِ المُتَشَابِهَةِ، وَمِثَالُهُ كِتَابُ «الأَحَادِيثِ المِائَةِ المُخْرَجَةِ مِنَ الصَّحِيحِ المُسَلْسَلَةِ بِالمُحَمَّدِينَ»، وَهُوَ جُزْءٌ فِيهِ الأَحَادِيثُ المِائَةُ المُخْرَجَةُ مِن كِتَابِ الصَّحِيحِ لِمُؤَلِّفِهِ ضِيَاءُ الدِّينِ مُحَمَّدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الخَطِيبِيُّ الكَشْمِيهَنِيُّ المَرْوَزِيُّ (ت: 578 هـ) ، جَمَعَ فِيهِ أَسْمَاءَ الرُّوَاةِ الَّذِينَ اسْمُهُمْ مُحَمَّدٌ فِي كُلِّ إِسْنَادٍ.
 

Termasuk juga hadits musalsal dengan nama-nama perawi yang sama. Contohnya adalah kitab "Al-Ahadits Al-Mi’ah Al-Mukhrajah min Ash-Shahih Al-Musalsalah bi Muhammadīn", yang merupakan bagian dari hadits-hadits yang diambil dari Kitab Ash-Shahih oleh penulisnya, Dhiyauddin Muhammad bin Muhammad bin Abdurrahman Al-Khatibi Al-Kashmihani Al-Marwazi (w. 578 H), yang mengumpulkan nama-nama perawi yang semuanya bernama Muhammad dalam setiap sanad.
 

وَهَذَا العِلْمُ يَدُلُّنَا عَلَى أَمْرَيْنِ امْتَازَ بِهِمَا عُلَمَاءُ الحَدِيثِ: الأَوَّلُ: مَا كَانُوا عَلَيْهِ مِنَ الدِّقَّةِ المُتَنَاهِيَةِ فِي نَقْلِ حَدِيثِ رَسُولِ اللهِ ﷺ. الثَّانِي: مَا كَانُوا عَلَيْهِ مِنَ التَّمَسُّكِ بِالهَدْيِ النَّبَوِيِّ رَحِمَهُمُ اللهُ.
 

Ilmu ini menunjukkan kepada kita dua hal yang menjadi keistimewaan para ulama hadits:
Pertama, tingkat ketelitian mereka yang luar biasa dalam menyampaikan hadits Rasulullah ﷺ.
Kedua, kuatnya mereka berpegang teguh pada petunjuk Nabi ﷺ, semoga Allah merahmati mereka. 


07

 DAURAH MINHAJUS SUNNAH – 1446 H 

TRAWAS MOJOKERTO – 12 Rabiul Akhir 1446 H/15 Oktober 2024



مَقَاصِدُ سُورَةِ الصَّفِّ
BEBERAPA TUJUAN PENTING DARI SURAH ASH-SHAF



Oleh Syaikh Abdul Malik Ramadhoni al-Jazairiy hafizhahullah
#Bagian 03

مَقَاصِدُ سُورَةِ الصَّفِّ
المقصد الأول: عبودية الله وحده هي الغاية، والجهاد وسيلة
 
ابتدأ الله سبحانه وتعالى سُورةَ الصَّفِّ بالإخبار بأنَّ جميع المخلوقات تعبده، وعبر عن ذلك بالتسبيح فقال: سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ [الصَّفُّ: 1]، والتسبيح عنوان العبادة، ولذلك يُطلق على الصَّلاةِ تسبيحا، قال ابن جرير في تفسيره: (411/14) وللعرب في التسبيح أماكن تستعمله فيها، فمنها الصلاة. كَانَ كَثِيرٌ مِن أَهلِ التَّأْوِيلِ يَتَأَوَّلُونَ قَولَ اللَّهِ: فَلَوْلَا أَنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُسَبِّحِينَ [الصافات: 143]: فلولا أَنَّهُ كَانَ مِن المُصلِّينَ».
 

Allah memulai Surah Ash-Shaff dengan memberitahukan bahwa seluruh makhluk menyembah-Nya, dan Dia mengekspresikannya melalui tasbih. Allah berfirman: "Bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan Dialah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana." (Ash-Shaff: 1). Tasbih adalah simbol dari ibadah, oleh karena itu, tasbih juga digunakan sebagai istilah untuk shalat. Ibnu Jarir dalam tafsirnya (411/14) menyebutkan bahwa orang Arab menggunakan kata tasbih untuk beberapa hal, termasuk shalat. Banyak ahli tafsir yang menafsirkan firman Allah: "Kalau dia bukan termasuk orang yang bertasbih." (Ash-Shaffat: 143) sebagai "Kalau dia bukan termasuk orang yang shalat."
 

وفي السنة أحاديث كثيرة فيها إطلاق لفظ التسبيح على الصَّلاةِ، منها ما رواه البخاري (1046) ومسلم (701) عن عامر بن ربيعة قالَ: «رَأَيْتُ رَسُولَ الله ﷺ وهو على الرَّاحِلَةِ يُسَبِّحُ، يُومَى بَرَأْسِهِ قِبْلَ أَي وَجْهِ تَوَجَّه».
 

Dalam sunnah, terdapat banyak hadits yang menggunakan istilah tasbih untuk shalat, seperti yang diriwayatkan oleh Bukhari (1046) dan Muslim (701) dari 'Amir bin Rabi'ah, yang berkata: "Aku melihat Rasulullah ﷺ sedang berada di atas kendaraan dan beliau melakukan tasbih (shalat), dan beliau mengisyaratkan dengan kepalanya ke arah mana pun yang beliau hadapi."
 

ثمَّ خَتَمَ اللهُ سُورةَ الصَّفِّ بالكلام عن الجهاد في سبيل الله، ولا بدَّ مِن رَبط بينَ البَدء والانتهاء؛ والسر في ذلك أنَّ الجهاد وسيلة إلى تحقيق العبودية، وهذا الربط الذي جاءَ بِهِ كِتابُ الله عَجِيبٌ وجَميلٌ.
 

Kemudian Allah menutup Surah Ash-Shaff dengan pembicaraan tentang jihad di jalan Allah, dan harus ada hubungan antara permulaan dan akhir surah ini. Rahasianya adalah bahwa jihad merupakan sarana untuk mencapai penghambaan kepada Allah, dan kaitan ini dalam Al-Qur'an sangat menakjubkan dan indah.
 

وسواءٌ حَصَلَت هَذهِ العبوديَّةُ بَدءًا بجهاد النفس؛ إذ العابد لا يرقى إلى مستوى العبودية لله حَتَّى يُجاهد نَفْسَه؛ لأنَّ النَّفْسَ تَرْكنُ إلى الكسل، وترغب في تحصيل الخير بلا عملٍ! فَلَا بُدَّ مِن حَملِها على الطَّاعَاتِ بلا كلل، ومن أَطْرِها على شكرِ المُنعِم بَلَا مَلَلٍ. قَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿وَالَّذِينَ جَهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ﴾ [العَنكَبُوت: ٦٩].
 

Penghambaan ini bisa dimulai dengan jihad melawan hawa nafsu; karena seorang hamba tidak bisa mencapai tingkatan penghambaan kepada Allah sampai dia berjihad melawan dirinya sendiri, karena jiwa cenderung kepada kemalasan dan ingin memperoleh kebaikan tanpa usaha! Maka, perlu memaksa jiwa untuk taat tanpa lelah dan memaksanya untuk bersyukur kepada Sang Pemberi nikmat tanpa jemu. Allah Ta'ala berfirman: "Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik." (Al-Ankabut: 69).
 

أو كانت انتهاء بمجاهدة المستكبرين عن أداء حق رب العالمين، والحاسدين المعتدين على العابدين، قالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ﴾ [الأنفال: 39]. قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ في تفسيره: (3/ 299): يعني حتَّى لَا يَكون شِرك بالله، وحتَّى لَا يُعبد دونَه أَحدٌ، وَتَضمحِلَّ عِبادة الأوثان والآلهة والأنداد، وتكون العبادة والطاعةُ لله وَحدَه.
 

Atau bisa juga jihad ini merupakan akhir dengan melawan orang-orang yang sombong untuk menunaikan hak Tuhan seluruh alam, dan orang-orang yang iri hati serta menyerang hamba-hamba Allah. Allah Ta'ala berfirman: "Dan perangilah mereka sampai tidak ada lagi fitnah dan sampai agama hanya untuk Allah semata." (Al-Anfal: 39). Ibnu Jarir dalam tafsirnya (3/299) menyebutkan bahwa ini berarti agar tidak ada lagi kesyirikan kepada Allah, tidak ada yang disembah selain Dia, serta berakhirnya penyembahan kepada berhala dan tuhan-tuhan palsu, sehingga ibadah dan ketaatan hanya untuk Allah semata.
 

ولا يبعد أن يكون القارئ قد انتبه إلى معنى هذا المقصد؛ فمن أَجلِه شُيِّدت المعابد، بل هو أسمى المحامد وأعلى المقاصد؛ لأنَّ اللهَ خَلَقَنا لتحقيقه؛ كما قالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ﴾ [الذاريات: 56].
 

Tidaklah jauh jika pembaca menyadari makna dari tujuan ini, karena untuk inilah tempat-tempat ibadah dibangun. Bahkan ini adalah pujian yang tertinggi dan tujuan yang paling mulia, karena Allah menciptakan kita untuk mencapainya. Sebagaimana firman Allah Ta'ala: "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku." (Adz-Dzariyat: 56).
 

وهذا هو سر افتتاح عددٍ مِن سُورِ القُرْآنِ الكَريم بالتنويه بتسبيح المخلوقات لله، كما ابتدئت أُخرى بذكر الحمد، والعجيب في الأمر هنا أنَّ عَددَ السُّورَ الَّتِي ابتدأت بهذا التسبيح خمس، كما أَنَّ عَدَدَ السُّورِ الَّتي ابتدأت بالتحميد خمس.
 
Inilah rahasia dari pembukaan beberapa surah dalam Al-Qur'an dengan penekanan pada tasbihnya makhluk-makhluk kepada Allah, sebagaimana beberapa surah lainnya dimulai dengan pujian (hamd). Hal yang menarik di sini adalah jumlah surah yang dimulai dengan tasbih ada lima, sama dengan jumlah surah yang dimulai dengan hamd (pujian).


والَّذي تُسبِّحه الخلائق هو المنزَّه عن كلِّ عَيبٍ، فَتُضافُ إِلَيْهِ كَلمةُ (سُبحانَ) الَّتِي هِيَ اسمٌ وُضِعَ موضع المصدر، فيُقالُ: سُبحانَ الله؛ لأنَّه لَا وُجودَ لمخلوق منزه عن كلِّ عَيْبٍ، فَكَيْفَ إِذَا كَانَ هَذا المسبَّحُ كاملًا في كل صفاته، وله الكمال المطلق في كل محاسنه؟! فهو الحري بأن يُعبَدَ دون غيره. قال البقاعي في نظم الدرر في تناسب الآياتِ والسُّور: «مَن كانَ على غاية النزاهة عن كلِّ نَقْصٍ، كَانَ جديرًا بأن لَا نَعبُدَ إِلَّا إِيَّاه، وأن نعرض عن كل ما سواه، لكونه متصفًا بما ذكر».
 

Dan makhluk yang bertasbih kepada-Nya adalah yang Maha Suci dari segala kekurangan, maka kata "Subhan" disematkan kepada-Nya sebagai kata yang digunakan dalam posisi sumber (masdar), sehingga dikatakan "Subhanallah"; karena tidak ada makhluk yang benar-benar suci dari segala kekurangan. Bagaimana lagi jika Dzat yang disucikan ini memiliki kesempurnaan dalam semua sifat-Nya dan memiliki kesempurnaan mutlak dalam segala hal yang terpuji? Dia-lah yang paling layak untuk disembah tanpa yang lain. Al-Biqa'i berkata dalam Nadhm Ad-Durar mengenai hubungan ayat dan surah: 'Barang siapa yang benar-benar suci dari segala kekurangan, maka dia layak disembah dan tidak ada yang lain selain dia, karena dia memiliki semua sifat yang disebutkan.'
 

والجامع لكل صفات الكمال، هُوَ الَّذي يُحمَدُ دائما وأبدًا وعلى كل حال، فلذلك جَمَعَ اللهُ بَينَهما في التَّنزيل، في مِثْلِ قَولِه تَعَالَى : وَيُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمْدِهِ [الرعد: 13]، وقوله: ﴿فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَكُن مِّنَ السَّاجِدِينَ﴾ [الحجر: 98]، وقوله: ﴿فَاصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا﴾ [طه: 130] وغيرها.
 

Dan Dia yang mengumpulkan semua sifat kesempurnaan adalah yang senantiasa dipuji selama-lamanya dan dalam segala keadaan. Karena itu, Allah menyatukan keduanya (tasbih dan tahmid) dalam wahyu-Nya, seperti dalam firman-Nya: "Dan guruh bertasbih dengan memuji-Nya" (Ar-Ra'd: 13), dan firman-Nya: "Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu termasuk orang-orang yang bersujud" (Al-Hijr: 98), serta firman-Nya: "Maka bersabarlah atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu sebelum matahari terbit dan sebelum terbenamnya" (Thaha: 130).
 

كما يُجمع بينهما في بعض الأذكار المسنونة بأن يُقالَ: سُبحانَ الله والحمد لله، أو سُبحان الله وبحمده. ولذلك استفتح الله هذه السُّورة بالتسبيح؛ للتنبيه على ضرورة إفراده بالعبادة.
 

Sebagaimana keduanya (tasbih dan tahmid) juga disatukan dalam beberapa dzikir yang disunnahkan, seperti mengucapkan "Subhanallah walhamdulillah" atau "Subhanallah wabihamdihi". Oleh karena itu, Allah memulai surah ini dengan tasbih untuk mengingatkan pentingnya mengesakan-Nya dalam ibadah.
 

وقد جمع الله بينهما في آيات مواقيت الصَّلاةِ أي مواقيت العبادة، فقال: ﴿فَسُبْحَانَ اللَّهِ حِينَ تُمْسُونَ وَحِينَ تُصْبِحُونَ وَلَهُ الْحَمْدُ فِي السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَعَشِيًّا وَحِينَ تُظْهِرُونَ﴾ [الروم: 17-18]، فذكر التسبيح بدءًا، وذكر التحميد انتهاء.
 

Allah juga menyatukan tasbih dan tahmid dalam ayat-ayat yang menjelaskan waktu-waktu shalat, yaitu waktu-waktu untuk beribadah. Allah berfirman: "Maka bertasbihlah kepada Allah ketika kamu berada di waktu sore dan ketika kamu berada di waktu pagi, dan bagi-Nya lah segala puji di langit dan di bumi, serta pada waktu petang dan ketika kamu berada di waktu zuhur" (Ar-Rum: 17-18), menyebutkan tasbih di awal dan tahmid di akhir.
 

وهذا يُشبهُ سُورة الإسراء، حيث ابتدئت بالتسبيح، كما قالَ سُبحانَه وتَعَالَى: ﴿سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَا﴾ [الإسراء: 1]، وختمت بالحمد فقال: ﴿وَقُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُن لَّهُ شَرِيكَ فِي الْمُلْكِ وَلَمْ يَكُن لَّهُ وَلِيٌّ مِّنَ الذُّلِ وَكَبِّرْهُ تَكْبِيرًا﴾ [الإسراء: 111].
 
Ini mirip dengan Surah Al-Isra', yang dimulai dengan tasbih, sebagaimana Allah berfirman: "Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha" (Al-Isra': 1), dan ditutup dengan tahmid, sebagaimana Allah berfirman: "Dan katakanlah: Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan-Nya, dan tidak ada bagi-Nya pelindung dari kehinaan, dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya" (Al-Isra': 111).
 

والسر في ذلك هو أنَّ المستحق للعبادة هو الجامع الخصلتين: الأولى: أنَّه طاهِرٌ مِن كلِّ العُيوب. والثانية: أنَّه كامل في كلِّ صِفاتِ الكَمال.
 

Rahasia di balik ini adalah bahwa yang layak untuk diibadahi adalah yang mengumpulkan dua sifat:
Pertama, Dia suci dari segala kekurangan.
Kedua, Dia sempurna dalam segala sifat kesempurnaan.
 

ومن هذا التفصيل نفهمُ أَنَّ التَّسبيحَ لَا يَعْني مجرَّدَ عِبادة الله، بل فيه معنى إفراده بالعبادة.
 

Dari penjelasan ini kita memahami bahwa tasbih tidak hanya berarti beribadah kepada Allah, tetapi juga mengandung makna mengesakan-Nya dalam ibadah.
 
Bersambung
Zaki Rakhmawan Abu Usaid

SYARAH HADIST ARBAIN AN-NAWAWIY


03

*DAURAH MINHAJUS SUNNAH – 1446 H*

TRAWAS MOJOKERTO – 11 Rabiul Akhir 1446 H/14 Oktober 2024


SYAIKH HAMED BIN ABDUL AZIIZ AL-ATIIQ hafizhahullah

SYARAH Al-ARBAIN AN-NAWAWIYAH – Syarah 40 Hadits an-Nawawiyah
 
*PERTEMUAN PERTAMA:*
 

الحمد لله والصلاة وسلم على عبده ورسوله صلى الله عليه وعلى آله وصحبه وسلم تسليما كثيرا. المقدم غفر الله له وصف بأوصاف يشهد أني لست من أهلها، وأستغفر الله وأتوب إليه، وأسأل الله عز وجل أن يغفر لي وله. لكنه قال: "اصبر على جفاء المعلم". ما شاء الله، لا إن شاء الله ليس هناك لا جفاء ولا مرارة، لن تروا إن شاء الله إلا الرفق، ولا حول ولا قوة إلا بالله. نسأل الله أن يعفو عنا أجمعين ويغفر لنا أجمعين.
 

"Segala puji bagi Allah dan shalawat serta salam kepada hamba-Nya dan Rasul-Nya, semoga Allah memberi rahmat dan kesejahteraan kepada beliau, keluarganya, serta para sahabatnya. Pembawa acara, semoga Allah mengampuninya, telah menggambarkan dengan sifat-sifat yang aku bersaksi bahwa aku bukanlah dari golongan yang memiliki sifat-sifat itu. Aku memohon ampunan dan bertobat kepada Allah, dan aku memohon kepada Allah Yang Maha Mulia agar Dia mengampuni aku dan dia. Namun dia berkata: 'Bersabarlah terhadap ketegasan guru.' Masya Allah, tidak, insya Allah tidak akan ada ketegasan atau kepahitan. Kalian insya Allah tidak akan melihat kecuali kelembutan. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah. Kita memohon kepada Allah agar Dia mengampuni kita semua dan memberikan maaf kepada kita semua."


المشايخ الأكارم، هذا هو الدرس الأول في شرح هذا الكتاب المبارك، ألا وهو الأربعون النووية من أحاديث النبي صلى الله عليه وسلم. وبما أن الوقت، يعني في هذا الوقت أو الجزء من هذا الوقت أو الحصة كما هو مكتوب، ما يقارب نصف ساعة تقريبًا بقي، فلذلك أحب أن أقدم بمقدمات مشايخي الأكارم متعلقة بالعلم والدعوة إلى الله عز وجل. وربما لو بقي وقت، نأخذ شيئًا مما يتعلق بطريقة الشرح، كيف ستكون وكيف سنسير عليها جميعًا إن شاء الله، ولا حول ولا قوة إلا بالله.
 

Para syaikh yang mulia, ini adalah pelajaran pertama dalam penjelasan kitab yang diberkahi ini, yaitu Al-Arba'in An-Nawawiyah yang berisi hadits-hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Karena waktu yang tersisa, kira-kira sekitar setengah jam lagi, saya ingin memberikan beberapa pendahuluan terkait ilmu dan dakwah kepada Allah Azza wa Jalla. Dan mungkin jika masih ada waktu, kita akan membahas sedikit mengenai metode penjelasan dan bagaimana kita akan berjalan bersama-sama, insya Allah. Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah.
 

أقول يا مشايخي، أول هذه الأمور، أول هذه المقدمات: النية، النية. النية، النية. "وما أمروا إلا ليعبدوا الله مخلصين له الدين". يا مشايخي الأكارم، مشايخي وإخواني وأبنائي، هذا الذي بين أيدينا من العمل من أشرف العبادات والأعمال، لكن بشرط أن تصح فيه النية.
 

Saya katakan, wahai syaikh-syaikh saya, hal pertama dari semua ini, pendahuluan pertama adalah: niat, niat. Niat, niat. "Dan tidaklah mereka diperintahkan kecuali untuk menyembah Allah dengan ikhlas dalam menjalankan agama bagi-Nya." Wahai para syaikh yang mulia, syaikh-syaikh saya, saudara-saudara saya, dan anak-anak saya, pekerjaan yang kita lakukan ini adalah salah satu dari ibadah yang paling mulia, tetapi dengan syarat niat di dalamnya harus benar.
 
فإذا لم تصح فيه النية صار من أكبر الكبائر، والعياذ بالله. يقول النبي صلى الله عليه وسلم كما في الصحيح من حديث أبي هريرة: "أول من تسعر بهم النار يوم القيامة ثلاثا". وذكر منهم "وقارئ للقرآن". يأتي به الله يوم القيامة، فيعرفه الله بنعمه فيقول: "ماذا عملت فيها؟" فيقول: "يا ربي، قرأت فيك القرآن، فتعلمته وعلمته".
 

Jika niat tidak benar, maka itu menjadi salah satu dosa besar, dan kita berlindung kepada Allah dari hal itu. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah: "Orang pertama yang akan dijerumuskan ke dalam api neraka pada hari kiamat ada tiga." Dan di antara mereka disebutkan "seorang yang membaca Al-Qur'an." Allah akan mendatangkan orang itu pada hari kiamat, lalu Allah memperlihatkan nikmat-nikmat-Nya kepadanya dan berkata: "Apa yang telah engkau lakukan dengan nikmat-nikmat ini?" Orang itu menjawab: "Ya  Rabbku, aku membaca Al-Qur'an karena-Mu, maka aku mempelajarinya dan mengajarkannya."
 

هذا العلم، العلم الشرعي المتعلق بالقرآن، في تعلم القرآن في ألفاظه ومعانيه وأحكامه ودلالاته. تعلمت القرآن وعلمته، فيقول الله عز وجل له: "كذبت، إنما قرأت القرآن ليقال: قارئ، ليقال: قارئ، ليقال: الشيخ، ليقال: الإمام، ليقال: الفقيه، ليقال: العالم، ليقال: الدكتور، ليقال: أي شيء من أمور الدنيا، والعياذ بالله. وقد قيل، قيل في الدنيا وحصلت نصيبك في الدنيا. خذوه إلى النار".
 

Ini adalah ilmu, ilmu syar'i yang berkaitan dengan Al-Qur'an, mempelajari Al-Qur'an dari segi lafaz-lafaznya, makna-maknanya, hukum-hukumnya, dan dalil-dalilnya. Orang itu berkata bahwa dia telah mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya. Namun Allah Azza wa Jalla berkata kepadanya: "Engkau berdusta, engkau membaca Al-Qur'an supaya dikatakan bahwa engkau adalah seorang pembaca Al-Qur'an, supaya dikatakan bahwa engkau seorang syaikh, supaya dikatakan bahwa engkau seorang imam, supaya dikatakan bahwa engkau seorang faqih, supaya dikatakan bahwa engkau seorang alim, supaya dikatakan bahwa engkau seorang doktor, supaya dikatakan bahwa engkau apapun yang terkait dengan dunia, dan kita berlindung kepada Allah dari itu. Dan apa yang dikatakan telah terwujud di dunia, engkau telah mendapatkan bagianmu di dunia. Bawalah dia ke neraka."
 

ثم تلا رسول الله صلى الله عليه وسلم قوله تعالى: "من كان يريد الحياة الدنيا وزينتها نوف إليهم أعمالهم فيها". يحصل ما يريد في الدنيا، سيقال عنه الشيخ والقارئ والعالم والفقيه والدكتور. سيقال، نوف إليهم أعمالهم فيها وهم فيها لا يبخسون. لكن أولئك أن ليس لهم في الآخرة إلا النار.
 

Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membacakan firman Allah Ta'ala: "Barang siapa yang menginginkan kehidupan dunia dan perhiasannya, Kami akan penuhi perbuatan mereka di dalamnya." (Surah Hud (11:15-16)). Mereka akan mendapatkan apa yang mereka inginkan di dunia, mereka akan disebut sebagai syaikh, Qori’ pembaca Al-Qur'an, alim, faqih, doktor. Itu akan dikatakan tentang mereka, dan Kami akan penuhi perbuatan mereka di dunia dan mereka tidak akan dirugikan. Namun bagi mereka tidak ada apa-apa di akhirat selain neraka.
 

"أولئك الذين ليس لهم في الآخرة إلا النار، وحبط ما صنعوا فيها، وباطل ما كانوا يعملون". نعوذ بالله من ذلك. نعوذ بالله من عمل وعبادة تكون علينا حسرة وندامة بين يدي الله تعالى. نسأل الله أن يرزقنا الإخلاص في القول والعمل.
 

"Mereka adalah orang-orang yang tidak mendapatkan apa-apa di akhirat kecuali neraka. Dan sia-sialah apa yang telah mereka usahakan di dunia, dan hilanglah apa yang telah mereka kerjakan." Kita berlindung kepada Allah dari hal itu. Kita berlindung kepada Allah dari amal dan ibadah yang menjadi penyesalan dan kerugian di hadapan Allah Ta'ala. Kita memohon kepada Allah agar memberikan kita keikhlasan dalam perkataan dan perbuatan.
 

وهذه النية يا مشايخي الأكارم، إخواني وأبنائي، هذه النية يمكن المؤمن أن يعددها. اليوم يقولون: الذكاء الاجتماعي، الذكاء المالي، الذكاء الصناعي، الذكاء التقني، أنواع الذكاء. ينبغي للمؤمن عموما، وطالب العلم خصوصا، أن يكون عنده ذكاء شرعي، ذكاء في تعبده لله تعالى. تستطيع بالعبادة الواحدة أن تعبد الله عز وجل بعشر عبادات.
 

Dan niat ini, wahai para syaikh yang mulia, saudara-saudaraku dan anak-anakku, seorang mukmin dapat memperbanyak niatnya. Hari ini orang-orang berbicara tentang kecerdasan sosial, kecerdasan finansial, kecerdasan industri, kecerdasan teknologi, berbagai jenis kecerdasan. Seorang mukmin secara umum, dan seorang penuntut ilmu secara khusus, harus memiliki kecerdasan syar'i, kecerdasan dalam beribadah kepada Allah Ta'ala. Dengan satu ibadah, kamu bisa menyembah Allah Azza wa Jalla melalui sepuluh ibadah.
 

العبادة الواحدة تستطيع أن تعبد الله عز وجل بها بعبادة واحدة، وتستطيع أن تعبد الله بالعبادة الواحدة عشر عبادات. بماذا؟ بالنية.
 

Dengan satu ibadah, kamu bisa menyembah Allah Azza wa Jalla dengan satu ibadah, dan kamu juga bisa menyembah Allah dengan satu ibadah melalui sepuluh ibadah. Bagaimana caranya? Dengan niat.

فمثلا حينما تعلم تستطيع أن تنوي بذلك نية واحدة، وتستطيع أن تنوي بذلك عدة نيات فتعبد الله عز وجل بالعبادة الواحدة عدة عبادات. فتنوي بطلب طاعة الله، وتنوي بطلب العلم طاعة رسول الله صلى الله عليه وسلم، وتنوي بطاعة العلم نشر كتاب الله، وتنوي بطلب العلم نشر سنة رسول الله عليه وسلم، تنوي بطلب العلم نشر التوحيد، تنوي بطلب العلم نشر السنة، تنوي بطلب العلم النهي عن الشرك والكفر والإلحاد والبدعة، تنوي بطلب العلم الدعوة للسلفية، والنهي عن الحزبية.
 

Sebagai contoh, ketika kamu menuntut ilmu, kamu bisa berniat dengan satu niat, dan kamu bisa berniat dengan beberapa niat sekaligus, sehingga kamu menyembah Allah Azza wa Jalla dengan satu ibadah melalui beberapa ibadah. Kamu bisa berniat untuk menaati Allah, dan berniat dengan menuntut ilmu untuk menaati Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, berniat dengan menuntut ilmu untuk menyebarkan Kitab Allah, berniat dengan menuntut ilmu untuk menyebarkan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, berniat dengan menuntut ilmu untuk menyebarkan tauhid, berniat untuk menyebarkan sunnah, berniat untuk melarang syirik, kekufuran, ateisme, dan bid'ah, berniat untuk menyeru kepada manhaj salaf, dan melarang fanatisme kelompok.

 
تنوي بطلب العلم رفع الجهل عن نفسك، تنوي بطلب العلم رفع الجهل عن أهلك، تنوي بطلب العلم رفع الجهل عن أمة صلى الله عليه وسلم. وتستطيع أن تزيد في هذه النيات. فانظروا كم أضعنا على أنفسنا من العبادات بعدم التفقه في النية، والنظر في النية، ومجاهدة النية، والبحث في العمل الواحد عن عدة نوايا كثيرة.
 

Kamu bisa berniat dengan menuntut ilmu untuk mengangkat kebodohan dari dirimu, berniat untuk mengangkat kebodohan dari keluargamu, berniat untuk mengangkat kebodohan dari umat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Kamu bisa menambah niat-niat ini. Maka lihatlah, berapa banyak ibadah yang kita sia-siakan karena kita tidak memahami niat, tidak memperhatikan niat, tidak berjuang untuk niat, dan tidak mencari beberapa niat dalam satu amal.
 

مثال على ذلك حينما أنت تريد أن تسافر إلى بلد أو جزيرة أخرى تستطيع أن تكون نية واحدة وتستطيع أن تكون نوايا كثيرة: الدعوة للتوحيد والسنة والدعوة للسلفية، النهي عن الشرك، النهي عن الكفر، النهي عن الإلحاد، النهي عن البدعة، النهي عن الحزبية. تنوي صلة الرحم، تنوي زيارة أخ لك في الله، تنوي عيادة المريض، وتكثر من هذه النوايا قدر استطاعتك.
 

Sebagai contoh, ketika kamu ingin bepergian ke negara lain atau pulau lain, kamu bisa berniat dengan satu niat, dan kamu bisa berniat dengan banyak niat: menyeru kepada tauhid dan sunnah, menyeru kepada manhaj salaf, melarang syirik, melarang kekufuran, melarang ateisme, melarang bid'ah, dan melarang fanatisme kelompok. Kamu bisa berniat untuk menyambung silaturahmi, berniat untuk mengunjungi saudara seiman, berniat untuk menjenguk orang sakit, dan kamu bisa memperbanyak niat-niat ini sebanyak yang kamu mampu.
 

تنوي إعانة إخوانك الضعفاء، قد تكون دعوتهم جديدة وقد يكونون من المستضعفين في منطقتهم، فتنوي تقويتهم وأن تشد على أيديهم. وهكذا حاول وأنت تطلب العلم أن تكثر، وأنت حين طلبك للعلم والدعوة إلى الله أن تكفر من النيات الصالحة.
 

Kamu bisa berniat untuk membantu saudara-saudaramu yang lemah, mungkin dakwah mereka baru, atau mereka termasuk yang lemah di daerah mereka. Maka kamu berniat untuk memperkuat mereka dan memberi dukungan kepada mereka. Demikianlah, ketika kamu menuntut ilmu, cobalah untuk memperbanyak niat, dan ketika kamu menuntut ilmu dan berdakwah kepada Allah, perbanyaklah niat-niat yang baik.
 

وبمشايخي الأكارم فاز الفائزون. أبو بكر الصديق ما سبقهم بمزيد صيام وصلاة، ولكن بشيء وقر في قلبه النية. رجلان يعملان عملًا واحدًا بنية صالحة، لكن هذا يعبد الله عز وجل بعبادة واحدة، والذي بجانبه يعبد الله بعشر عبادات وعشرين عبادة وثلاثين عبادة.
 

Dengan ini, wahai para syaikh yang mulia, orang-orang yang beruntung telah menang. Abu Bakar As-Siddiq tidak mendahului mereka dengan banyaknya puasa dan shalat, tetapi dengan sesuatu yang tertanam dalam hatinya, yaitu niat. Dua orang melakukan satu amal yang sama dengan niat yang baik, tetapi yang satu menyembah Allah Azza wa Jalla dengan satu ibadah, sedangkan orang yang di sebelahnya menyembah Allah dengan sepuluh, dua puluh, bahkan tiga puluh ibadah.
 

الأمر الثاني يا مشايخي الأكارم، إخواني وأبنائي، هذا العلم الذي نطلبه لا يكون علمًا صحيحًا مقبولًا إلا بموافقة سنة النبي صلى الله عليه وسلم. أليس العلم عبادة؟ بلى. أليس من أشرف العبادات؟ بلى. فيشترط له ما يشترط لكل عبادة. كما يشترط له النية، له المتابعة.
 

Hal kedua, wahai para syaikh yang mulia, saudara-saudaraku, dan anak-anakku, ilmu yang kita tuntut ini tidak akan menjadi ilmu yang benar dan diterima kecuali jika sesuai dengan sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Bukankah ilmu itu ibadah? Ya. Bukankah ia termasuk ibadah yang paling mulia? Ya. Maka, ilmu memerlukan syarat yang sama dengan setiap ibadah, yaitu niat dan ittiba' (mengikuti sunnah).

 
كيف تطلب العلم؟ هل تطلب العلم على طريقة النبي صلى الله عليه وسلم وأصحابه؟ بتعظيم الكتاب والسنة على طريقة سلف الأمة؟ أم تطلب العلم على طريقة المخالفين؟ تقديم العقل، العاطفة، التجربة، الكثرة، الرؤى والمنامات، الإلهام والهواتف. هل هذه طريقة النبي صلى الله عليه وسلم؟ كلا. لم تكن هذه طريقة النبي صلى الله عليه وسلم ولا طريقة الصحابة.
 

Bagaimana caramu menuntut ilmu? Apakah kamu menuntut ilmu dengan cara Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya? Dengan mengagungkan Al-Qur'an dan sunnah sesuai cara salaf umat ini? Atau kamu menuntut ilmu dengan cara orang-orang yang menyelisihi? Mengutamakan akal, perasaan, pengalaman, banyaknya orang, mimpi, ilham, atau bisikan hati? Apakah ini cara Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam? Tidak. Ini bukan cara Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dan bukan cara para sahabat radhiallahu’anhum.
 

وما ضل من من الخلق في هذا الباب إلا لأنهم تركوا الطريق الصحيح لطلب العلم على هدي النبي صلى الله عليه وسلم وهدي أصحابه. فإن لم يستجيبوا لك فاعلم أنما يتبعون أهواءهم. القسمة ثنائية مشايخ الأكارم. القسمة في العلم وفي كل العبادات ثنائية: إما اتباع وإما ابتداع. فإن لم يستجيبوا لك فاعلم أنما يتبعون أهواءهم. خير الهدي هدي محمد صلى الله عليه وسلم، وشر الأمور محدثاتها.
 

Dan tidak ada yang tersesat dari makhluk dalam hal ini kecuali karena mereka meninggalkan jalan yang benar dalam menuntut ilmu sesuai petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan petunjuk para sahabatnya. Jika mereka tidak mengikuti petunjukmu, maka ketahuilah bahwa mereka hanya mengikuti hawa nafsu mereka. Pembagian dalam ilmu, wahai para syaikh yang mulia, adalah dua: mengikuti atau berbuat bid'ah. Jika mereka tidak mengikutimu, maka ketahuilah bahwa mereka mengikuti hawa nafsu mereka. Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, dan seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan (dalam agama).


 القسمة ثنائية لا ثالث لهما يا عباد الله. لما قام المتكلمون أصولهم من الجهمية وأتباعهم من المعتزلة، ورد عليهم أهل السنة بالكتاب والسنة وما كان عليه سلف الأمة، جاءت فرقة تريد أن تأخذ من هؤلاء ومن هؤلاء وهي فرقة الأشاعرة والماتريدية، وزعمت أنها ستأخذ من أهل الحديث الكتاب والسنة وستأخذ من الجهمية والمعتزلة العقل.
 
Pembagian itu dua, tidak ada yang ketiga, wahai hamba-hamba Allah. Ketika para ahli kalam yang berpegang pada prinsip-prinsip Jahmiyah dan diikuti oleh Mu'tazilah muncul, Ahlus Sunnah menolak mereka dengan kitab dan sunnah serta apa yang menjadi pegangan salaf umat ini. Lalu muncul kelompok yang ingin mengambil dari kedua belah pihak, yaitu kelompok Asy'ariyah dan Maturidiyah. Mereka mengklaim bahwa mereka akan mengambil kitab dan sunnah dari Ahlul Hadits, tetapi juga mengambil akal dari Jahmiyah dan Mu'tazilah.
 

فما الذي حدث؟ انتج ذلك مسخا حتى ان بعض اصحابه لا لا يستطيعون التعبير عنه، مثل مسألة الكسب عند الأشاعرة، وغير ذلك من المسائل التي لا يستطيعون هم بأنفسهم أن يعبروا عنها أحيانا. فلا طريق لكم إلا طريقة النبي صلى الله عليه وسلم وأصحابه في العلم، التمسك في طريقة العلم بالكتاب والسنة وما كان عليه سلف الأمة.
 

Apa yang terjadi? Hal itu menghasilkan sesuatu yang cacat, sampai-sampai sebagian pengikutnya tidak bisa menjelaskannya, seperti masalah "kasb" pada Asy'ariyah, dan masalah-masalah lainnya yang bahkan mereka sendiri kadang-kadang tidak mampu menjelaskannya. Maka tidak ada jalan lain bagi kalian kecuali mengikuti jalan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya dalam ilmu, berpegang teguh pada metode ilmu melalui kitab dan sunnah, serta apa yang dipegang oleh salaf umat ini.
 

هذا الأصل وهو التمسك بكتاب الله وسنة النبي صلى الله عليه وسلم وما كان عليه سلف الأمة ظاهر في كتاب الله وسنة رسول الله وإجماع أهل السنة والجماعة. قال الله تعالى: "ومن يشاقق الرسول من بعد ما تبين له الهدى ويتبع غير سبيل المؤمنين نوله ما تولى ونصله جهنم وساءت مصيرا".
 

Prinsip ini, yaitu berpegang teguh kepada Kitab Allah, sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dan apa yang dipegang oleh salaf umat ini, sangat jelas dalam Kitab Allah, sunnah Rasul-Nya, dan ijma' Ahlus Sunnah wal Jamaah. Allah Ta'ala berfirman: "Dan barangsiapa menentang Rasul setelah jelas baginya petunjuk dan mengikuti selain jalan orang-orang yang beriman, Kami akan biarkan dia di jalan yang dia pilih, dan Kami akan masukkan dia ke dalam neraka Jahannam, dan itu adalah seburuk-buruk tempat kembali." (Surah An-Nisa' (4:115))
 

وقال سبحانه: "فإن آمنوا بمثل ما آمنتم به فقد اهتدوا". القسمة الثنائية: إما اتباع وإما ابتداع. فإن آمنوا بمثل ما آمنتم به فقد اهتدوا، وإن لم يؤمنوا بمثل ما آمنتم به فقد ضلوا، والعياذ بالله.
 
Dan Allah Ta'ala berfirman: "Jika mereka beriman sebagaimana kalian beriman, sungguh mereka telah mendapat petunjuk." (Surah Al-Baqarah (2:137)). Pembagian itu dua: mengikuti atau membuat bid'ah. Jika mereka beriman seperti kalian beriman, mereka telah mendapat petunjuk, namun jika mereka tidak beriman seperti kalian beriman, maka mereka tersesat, dan kita berlindung kepada Allah dari itu.
 

وقال سبحانه: "والسابقون الأولون من المهاجرين والأنصار والذين اتبعوهم بإحسان رضي الله عنهم ورضوا عنه". الله عز وجل جعل رضاه موقوفا على هاتين الطائفتين.
 

Allah Ta'ala berfirman: "Dan orang-orang yang terdahulu dari kalangan Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya." (Surah Al-Bayyinah (98:8)) Allah Azza wa Jalla menggantungkan keridhaan-Nya kepada dua kelompok ini.
 

أما الآن، ما الذي بقي؟ الذين اتبعوهم بإحسان. أسأل الله أن يجعلني وإياكم منهم. أما سنة النبي صلى الله عليه وسلم، فالأحاديث في ذلك كثيرة، منها حديث أمير المؤمنين معاوية بن أبي سفيان رضي الله عنه عند الإمام أحمد وأصحاب السنن: قال النبي صلى الله عليه وسلم: "ستفترق أمتي على ثلاث وسبعين فرقة، كلها في النار إلا واحدة".
 

Sekarang, apa yang tersisa? Mereka yang mengikuti para sahabat dengan baik. Saya memohon kepada Allah agar menjadikan saya dan kalian termasuk dari mereka. Adapun tentang sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, ada banyak hadits yang menjelaskannya, di antaranya adalah hadits Amirul Mukminin Mu'awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu 'anhu yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan para perawi hadits lainnya: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Umatku akan terpecah menjadi 73 golongan, semuanya di neraka kecuali satu."
 

قالوا: من هي يا رسول الله؟ قال: "من كان على مثل ما أنا عليه اليوم وأصحابي". هذا الحديث العظيم يضعفه أهل الطرق المبتدعة الذين يقولون إن الطريق إلى الله بعدد أنفاس البشر.
 

Para sahabat bertanya: "Siapakah mereka, ya Rasulullah?" Nabi menjawab: "Mereka yang berada di atas jalan yang aku dan para sahabatku berada di atasnya hari ini." (HR. At-Tirmidzi no. 2641 dan at-Thabrani no.14646, Al-Hakim no. 444, shohih).  Hadits agung ini dilemahkan oleh para pengikut jalan-jalan bid'ah, yang mengatakan bahwa jalan menuju Allah sebanyak nafas manusia.
 

لذلك لا يقنعون بالطريقة النبوية حتى يضيفوا إلى ذلك الطريقة الفلانية والطريقة الفلانية، وكل من نسب نفسه إلى هذه الطرق هو معترف وشاهد على نفسه بمخالفة طريقة محمد صلى الله عليه وسلم، لأنه لو كان تابعا لرسول الله لنسب نفسه إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم ولم ينسب نفسه إلى فلان وفلان.
 

Oleh karena itu, mereka tidak puas dengan cara Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sampai mereka menambahkan cara-cara lain, seperti metode ini dan itu. Setiap orang yang mengaitkan dirinya dengan metode-metode ini sebenarnya mengakui dan menyaksikan bahwa mereka menyelisihi cara Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, karena jika mereka adalah pengikut Rasulullah ﷺ, mereka akan mengaitkan diri mereka dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bukan dengan si fulan dan si fulan.
 

يقولون هذا الحديث ضعيف حتى يقولون: "كل الفرق ناجية"، والعياذ بالله. يظنون هذا الحديث هو الوحيد في الباب. هذا الحديث ما هو إلا حديث من عشرات، منها حديث العرباض بن سارية رضي الله عنه قال: "وعظنا رسول الله صلى الله عليه وسلم موعظة بليغة، وجلت منها القلوب وذرفت منها العيون".
 

Mereka mengatakan bahwa hadits ini lemah, sampai-sampai mereka mengatakan: "Semua golongan selamat," dan kita berlindung kepada Allah dari itu. Mereka menyangka bahwa hadits ini adalah satu-satunya hadits dalam bab ini. Padahal hadits ini hanyalah salah satu dari puluhan hadits lainnya, di antaranya adalah hadits 'Irbadh bin Sariyah radhiyallahu 'anhu yang berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menasihati kami dengan nasihat yang mendalam, hati-hati menjadi takut karenanya dan mata-mata berlinang air mata."  (HR. Abu Dawud no. 4607, Ahmad no. 17185)
 

قلنا: يا رسول الله، كأنها موعظة مودع، فأوصنا. فقال: "أوصيكم بتقوى الله، والسمع والطاعة، وإنه من يعش منكم فسيرى اختلافا كثيرا، فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين، تمسكوا بها وعضوا عليها بالنواجذ، وإياكم ومحدثات الأمور، فإن كل محدثة بدعة".
 

Kami berkata: "Ya Rasulullah, seolah-olah ini adalah nasihat perpisahan, maka berilah kami wasiat." Rasulullah bersabda: "Aku wasiatkan kalian agar bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat, dan sesungguhnya siapa yang hidup di antara kalian akan melihat banyak perselisihan. Maka berpegang teguhlah kepada sunnahku dan sunnah para khalifah yang mendapat petunjuk. Gigitlah ia dengan gigi geraham kalian, dan berhati-hatilah terhadap perkara baru, karena setiap perkara baru adalah bid'ah."
 

مشايخي الأكارم، هذا الحديث حديث العرباض مطابق لفظا ومعنى لحديث معاوية. تأملوا في حديث معاوية قال: "ستفترق أمتي على ثلاث وسبعين فرقة". حديث العرباض: "إنه من يعش منكم فسيرى اختلافا كثيرا". الاختلاف هنا مذكور، الفرق هنا ذكر العدد، وهنا لم يذكر العدد.
 


Wahai para syaikh yang mulia, hadits 'Irbadh ini secara lafaz dan makna sesuai dengan hadits Mu'awiyah. Perhatikanlah dalam hadits Mu'awiyah, beliau berkata: "Umatku akan terpecah menjadi 73 golongan." Sedangkan dalam hadits 'Irbadh: "Siapa yang hidup di antara kalian akan melihat banyak perselisihan." Di sini disebutkan perselisihan, sementara di hadits lainnya disebutkan jumlah golongannya, dan di sini tidak disebutkan jumlah.
 

في حديث معاوية طلبوا من النبي صلى الله عليه وسلم صفة الفرقة الناجية، فقال: "من كان على مثل ما أنا عليه اليوم وأصحابي".
 

Dalam hadits Mu'awiyah, para sahabat meminta kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ciri-ciri dari golongan yang selamat, maka beliau menjawab: "Mereka yang berada di atas jalan yang aku dan para sahabatku berada di atasnya hari ini."


 في حديث العرباض: "فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين من بعدي". لا إله إلا الله، تمامًا حديثان متطابقان لفظًا ومعنى. ومثله حديث ابن مسعود رضي الله عنه: خط لنا رسول الله صلى الله عليه وسلم خطًا مستقيمًا، وخط عن يمينه وشماله خطوطًا صغيرة، فقال: "هذا صراط الله، وهذه هي سبل، وعلى رأس كل سبيل شيطان يدعو إليه". ثم تلا قول الله تعالى: "وأن هذا صراطي مستقيمًا فاتبعوه ولا تتبعوا السبل فتفرق بكم عن سبيله".
 
Dalam hadits 'Irbadh disebutkan: "Maka berpeganglah kalian kepada sunnahku dan sunnah para khalifah yang mendapatkan petunjuk setelahku." Tiada  Rabb selain Allah, sungguh kedua hadits ini (hadits 'Irbadh dan hadits Mu'awiyah) benar-benar sama dalam lafaz dan makna. Demikian pula hadits Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menggambar garis lurus untuk kami, lalu beliau menggambar beberapa garis kecil di kanan dan kirinya, kemudian beliau bersabda: "Ini adalah jalan Allah, dan ini adalah jalan-jalan yang di atas setiap jalan ada setan yang mengajak kepadanya." Lalu beliau membaca firman Allah Ta'ala: "Dan bahwa ini adalah jalanku yang lurus, maka ikutilah dia dan jangan mengikuti jalan-jalan lain, karena jalan-jalan itu akan memisahkan kalian dari jalan-Nya." (HR. Ahmad no. 4142, an-Nasaai dalam as-Sunan al-Kubro no. 11174).
 

لاحظوا في حديث ابن مسعود، الطريق إلى الله كم؟ واحد. الفرق المخالفة سبل كثيرة. مطابق لحديث العرباض وحديث معاوية. ما علامة الصراط المستقيم؟ "وأن هذا صراطي مستقيمًا فاتبعوه". هذا الاتباع: "عليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين". "من كان على مثل ما أنا عليه اليوم وأصحابي".
 

Perhatikan dalam hadits Ibnu Mas'ud, berapa jumlah jalan menuju Allah? Satu. Sementara jalan-jalan yang menyimpang adalah banyak. Ini sesuai dengan hadits 'Irbadh dan hadits Mu'awiyah. Apa tanda jalan yang lurus? "Dan bahwa ini adalah jalanku yang lurus, maka ikutilah dia." Inilah mengikuti: "Berpeganglah kepada sunnahku dan sunnah para khalifah yang mendapatkan petunjuk." Dan "Mereka yang berada di atas apa yang aku dan para sahabatku berada di atasnya hari ini."
 

وفي حديث معاوية أمير المؤمنين في الصحيحين وغيرهما، ومن حديث غيره رضي الله عنه: "لا تزال طائفة من أمتي ظاهرين على الحق قائمة بأمر الله، لا يضرهم من خذلهم ولا من خالفهم حتى يأتي أمر الله وهم كذلك".
 

Dan dalam hadits Mu'awiyah, Amirul Mukminin, yang diriwayatkan dalam Shahihain dan hadits lainnya, disebutkan: "Akan selalu ada sekelompok dari umatku yang berada di atas kebenaran, menegakkan urusan Allah, tidak akan memudaratkan mereka orang yang meninggalkan mereka atau orang yang menentang mereka, sampai datang perintah Allah sementara mereka tetap dalam keadaan demikian."
 

فإن دل على ماذا؟ الفرقة الناجية الطائفة المنصورة، وتفرق الأمة بعد النبي صلى الله عليه وسلم إلى هذه الفرق. قال ابن تيمية رحمه الله تعالى: "ولا عيب على من أظهر مذهب السلف وانتسب إليه، بل يجب قبول ذلك منه، فإن مذهب السلف لا يكون إلا حقًا بالاتفاق".
 

Maka apa yang ditunjukkan oleh hal ini? Golongan yang selamat, kelompok yang mendapat pertolongan, serta perpecahan umat setelah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ke dalam berbagai golongan ini. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: "Tidak ada celaan bagi orang yang menampakkan manhaj salaf dan menisbahkan dirinya kepadanya, bahkan harus diterima darinya, karena manhaj salaf tidak lain kecuali kebenaran berdasarkan kesepakatan."
 

وهذا الذي دل عليه الكتاب والسنة، والدل عليه العقل الصحيح السليم. يا مشايخي الأكارم، أي عين مبصرة وقلب بصير اليوم لا يرى التفرق الذي حل بالأمة والاختلاف؟ من يستطيع أن ينكر ذلك؟ لا ينكره إلا أعمى البصر وأعمى البصيرة والعياذ بالله.
 

Dan ini yang ditunjukkan oleh Al-Qur'an dan sunnah, serta akal yang sehat. Wahai para syaikh yang mulia, mata mana yang awas dan hati mana yang terang benderang hari ini yang tidak melihat perpecahan yang terjadi pada umat ini dan perselisihan yang ada? Siapa yang bisa mengingkari hal ini? Hanya orang yang buta matanya dan buta hatinya yang mengingkari hal ini, kita berlindung kepada Allah dari hal tersebut.
 



4

*DAURAH MINHAJUS SUNNAH – 1446 H*

TRAWAS MOJOKERTO – 11 Rabiul Akhir 1446 H/14 Oktober 2024


SYAIKH HAMED BIN ABDUL AZIIZ AL-ATIIQ hafizhahullah

SYARAH Al-ARBAIN AN-NAWAWIYAH – Syarah 40 Hadits an-Nawawiyah
 
*PERTEMUAN PERTAMA:*


تفرق موجود، الفرق تكفر بعضها بعضًا، ويبدع بعضها بعضًا، ويضلل بعضها بعضًا. هذا موجود. لو لم يوجد في كتاب الله وسنة النبي صلى الله عليه وسلم ما يدل على وجوب اتباع السلف الصالح، لكان في العقل السليم ما يدل على ذلك.
 

Perpecahan ini nyata, golongan-golongan saling mengkafirkan satu sama lain, saling membid'ahkan, dan saling menyesatkan satu sama lain. Ini nyata. Bahkan jika tidak ada di dalam Kitab Allah dan sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang menunjukkan kewajiban mengikuti salafus salih, akal yang sehat saja sudah cukup untuk menunjukkan hal tersebut.
 

كيف؟ لو دخل علينا من هذا الباب رجل وقال: أشهد أن لا إله إلا الله وأن محمدًا رسول الله، قال: إنه دخل في الإسلام الآن. ثم قال: إني علمت قبل دخولي في الإسلام أن المسلمين قد اختلفوا إلى فرق وطوائف، ولا أعلم الحق مع من؟ والهدى عند من؟ فقال له قائل: هذه الفرق اليوم على وجه الأرض كلها لا تنتحل مذهب السلف.
 

Bagaimana caranya? Jika seseorang masuk melalui pintu ini dan berkata: "Aku bersaksi bahwa tidak ada  Rabb selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah." Dia mengatakan bahwa dia baru saja masuk Islam. Lalu dia berkata: "Aku tahu sebelum aku masuk Islam bahwa kaum Muslimin telah terpecah menjadi berbagai golongan dan sekte, dan aku tidak tahu siapa yang berada di atas kebenaran? Dan siapa yang memiliki petunjuk?" Lalu seseorang berkata kepadanya: "Semua golongan yang ada di muka bumi hari ini tidak berpegang kepada manhaj salaf."
 

ولا تمتسب إلى السلف، ويوجد طائفة واحدة تنتسب للنبي صلى الله عليه وسلم ولأصحابه، وتتبع النبي صلى الله عليه وسلم وأصحابه في الاعتقاد والعمل والسلوك والأخلاق. ماذا تختار؟ العاقل، أي عاقل، يقول: النجاة قطعًا لا يمكن أن تكون على خلاف هدي النبي صلى الله عليه وسلم وأصحابه.
 

Dan mereka tidak menisbahkan diri mereka kepada salaf. Ada satu kelompok yang menisbahkan diri mereka kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya, serta mengikuti Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya dalam keyakinan, amal, perilaku, dan akhlak. Apa yang akan kamu pilih? Orang yang bijaksana, siapa pun yang menggunakan akalnya, pasti akan mengatakan: "Keselamatan tentu tidak mungkin bertentangan dengan petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya."
 

لا يمكن أن يكون الحق عند غير النبي صلى الله عليه وسلم وأصحابه. قطعًا إن الحق مع رسول الله ومع أصحابه. إذا سأبقى معهم، لذلك هذا هو الفيصل يوم القيامة.
 

Tidak mungkin kebenaran berada di tempat selain Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Pasti, kebenaran ada bersama Rasulullah dan para sahabatnya. Jika demikian, aku akan tetap bersama mereka. Oleh karena itu, ini adalah pemisah pada hari kiamat.
 

الملائكة يوم القيامة يفرزون الناس بذلك. الفرز يوم القيامة بحسب هذا الأصل. يقول النبي صلى الله عليه وسلم كما في الصحيح: " أَلَا لَيُذَادَنَّ رِجَالٌ عَنْ حَوْضِي ". حينما يأمر الله عز وجل للأنبياء أن يردوا مع أممهم إلى حوض كل نبي منهم، فيرد النبي صلى الله عليه وسلم ويتقدم أمته، تقف الملائكة بين الحوض وبين أمة النبي صلى الله عليه وسلم.
 

Para malaikat pada hari kiamat akan memisahkan manusia berdasarkan prinsip ini. Pemisahan pada hari kiamat berdasarkan prinsip ini. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda dalam hadits yang sahih: "Ingatlah, akan ada orang-orang yang diusir dari telagaku (pada Hari Kiamat)."  (HR. Muslim no. 249).  Ketika Allah memerintahkan para nabi untuk datang bersama umat mereka ke telaga setiap nabi, maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam akan datang dan maju bersama umatnya, lalu para malaikat berdiri di antara telaga dan umat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
 
من الذي يمر؟ ما معيار الفرز؟ الفرز معياره قال عليه الصلاة والسلام: "أقوام من أمتي يوم القيامة عن حوضي" يعني يريد أن يشرب فيؤخذ ويمنع من الشرب. اذهب لا تشرب، لا تشرب، فيقول النبي صلى الله عليه وسلم: "أمتي، أمتي". الذي عرفهم أنهم من أمتي. فيقولون: "إنك لا تدري ما أحدثوا بعدك". هذا معيار الفرز يوم القيامة: الاتباع للنبي صلى الله عليه وسلم وأصحابه.
 

Siapa yang akan diizinkan lewat? Apa standar pemisahannya? Pemisahannya berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam: "Sekelompok dari umatku akan dihalau dari telagaku." Artinya, mereka ingin minum tetapi akan diambil dan dihalau. "Pergi, kamu tidak boleh minum!" Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata: "Umatku, umatku!" Nabi mengenali mereka sebagai umatnya. Para malaikat berkata: "Engkau tidak tahu apa yang mereka lakukan setelahmu."  (HR. Al-Bukhari no. 7501 dan Muslim no. 193).  Ini adalah standar pemisahan pada hari kiamat: mengikuti Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya.
 

وهذا الأصل من شدة وضوحه وبيانه في كتاب الله وسنة النبي صلى الله عليه وسلم والإجماع. ماذا قال النبي صلى الله عليه وسلم؟ "تركتكم على البيضاء ليلها كنهارها لا يزيغ عنها إلا هالك". هذا الحديث مرعب يا مشايخ، والله إنه مرعب، مخيف حد الرعب.
 

Dan prinsip ini sangat jelas dan gamblang dalam Kitab Allah, sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, serta ijma'. Apa yang dikatakan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam? "Aku tinggalkan kalian di atas jalan yang terang benderang, malamnya seperti siangnya, tidak ada yang menyimpang darinya kecuali orang yang binasa." (HR. Abu Dawud no. 4607, at-Tirmidzi no. 2676, Ibnu Majah no. 43, dan Ahmad no. 17144). Hadits ini sangat menakutkan, wahai para syaikh, sungguh hadits ini sangat menakutkan, menakutkan sampai pada tingkat yang menggetarkan.
 

كيف؟ النبي صلى الله عليه وسلم يقول: " لا يزيغ عنها إلا هالك ". لا يضل إلا من أراد، لماذا؟ لأنني أعطيته الطريق الصحيحة. ما الذي منعه أن يسلك هذا الطريق؟ "تركتكم على البيضاء". طريق مستقيم، "وأن هذا صراطي مستقيم".
 

Bagaimana bisa? Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: " tidak ada yang menyimpang darinya kecuali orang yang binasa." Tidak ada yang tersesat kecuali orang yang menginginkannya. Mengapa? Karena aku telah memberinya jalan yang benar. Apa yang menghalangi dia untuk menempuh jalan ini? "Aku tinggalkan kalian di atas jalan yang terang benderang." Jalan yang lurus, "Dan bahwa ini adalah jalanku yang lurus."


أبيض ليلها كنهارها مضيء، هل يمكن أن يخطئ الإنسان هذا الطريق من بين الطرق الأخرى؟ لو أنك خرجت مع زوجتك وأولادك إلى البرية خارج المدينة أو خارج القرية للاستجمام، ولما جن عليكم الليل تذكرت أنك نسيت بعض الأغراض. فقلت لولدك أن يأخذ السيارة ويذهب للمدينة أو القرية القريبة ليأتي بهذه الأغراض. فقال لك ولدك: لكني أعرف الطريق، فقلت له: الطرق كثيرة، منها الملون ومنها الملتوي ومنها القصير، وطريق واحد من بين هذه الطرق مستقيم طويل يصل إلى القرية، ولونه أبيض ومضاء بالأنوار. توكل على الله. هل سيضيع الطريق؟ يستحيل.
 

Putih, malamnya seperti siang, terang benderang, apakah mungkin seseorang salah jalan dari antara jalan-jalan lainnya? Misalkan kamu pergi bersama istri dan anak-anakmu ke padang gurun di luar kota atau desa untuk berekreasi. Ketika malam tiba, kamu teringat bahwa ada beberapa barang yang tertinggal. Lalu kamu berkata kepada anakmu untuk mengambil mobil dan pergi ke kota atau desa terdekat untuk mengambil barang-barang tersebut. Anakmu berkata, "Tapi aku tahu jalannya." Lalu kamu berkata, "Ada banyak jalan, ada yang berwarna-warni, ada yang berkelok, ada yang pendek, tapi hanya satu jalan yang lurus, panjang, menuju desa, dan warnanya putih serta diterangi lampu. Bertawakkallah kepada Allah." Apakah dia akan tersesat? Mustahil.
 

لن يضيع الطريق إلا إذا كان لا يريد الوصول للمدينة. لأنه منذ أن يخرج، بسجد طرق كثيرة كثيرة، لكن طريق واحد أبيض مستقيم مضاء بالأنوار، والبقية مظلمة ملتوية قصيرة ملونة بألوان أخرى. لذلك قال: "لا يهلك على الله هالك". بعد هذا البيان، لا يهلك أحد من الأمة إلا إذا أراد الضلالة.
 

Dia tidak akan tersesat kecuali jika dia memang tidak ingin sampai ke kota. Karena sejak dia keluar, banyak sekali jalan yang ada, tapi hanya ada satu jalan yang putih, lurus, dan diterangi cahaya, sementara sisanya gelap, berkelok-kelok, pendek, dan berwarna-warni. Oleh karena itu, Nabi bersabda: "Tidak ada yang binasa di jalan Allah kecuali mereka yang benar-benar ingin tersesat."  (Ibnu Hibban no. 871).  Setelah penjelasan ini, tidak ada seorang pun dari umat yang akan binasa kecuali jika dia benar-benar ingin tersesat.
 

إذا وصله هذا البيان أن النبي صلى الله عليه وسلم وأن الله تعالى قال له: إذا رأيت الخلاف والافتراق، فالحل سهل وبسيط: اسأل عما كان عليه رسول الله وأصحابه فقط. نعلم الأمة هذا. نقول للأمة: إذا رأيتم الافتراق، الأمر سهل وبسيط. النبي صلى الله عليه وسلم قال: أحب الدين إلى الله الحنيفية السمحة، البسيطة، السهلة، الواضحة، البينة. فقط اسأل عما كان عليه رسول الله وأصحابه، وستنجو بإذن الله.
 

Jika telah sampai kepadanya penjelasan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan Allah Ta'ala telah berfirman kepadanya: Jika kamu melihat perselisihan dan perpecahan, solusinya mudah dan sederhana: tanyakan apa yang dianut oleh Rasulullah dan para sahabatnya, hanya itu. Mari kita ajarkan hal ini kepada umat. Kita katakan kepada umat: Jika kalian melihat perpecahan, solusinya mudah dan sederhana. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Agama yang paling dicintai oleh Allah adalah yang hanif (lurus), mudah, sederhana, jelas, dan terang." (HR. al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrod no. 287). Tanyakan saja apa yang dianut oleh Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya, dan kamu akan selamat dengan izin Allah.
 

لأن الله سيسأل كل واحد: ماذا أجبتم المرسلين؟ ليس: ماذا أجبتم شيوخ الطرق ورؤوس الضلالة والبدع. أسأل الله عز وجل أن يرزقني وإياكم العلم النافع والعمل الصالح، وأن يوفقنا إلى اتباع كتابه وسنة رسوله، وما كان عليه أصحاب رسوله صلى الله عليه وسلم. إنه على كل شيء قدير، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين.
 

Karena Allah akan bertanya kepada setiap orang: "Apa jawabanmu kepada para rasul?" Bukan: "Apa jawabanmu kepada para syaikh tarekat dan para pemimpin kesesatan serta bid'ah?" Saya memohon kepada Allah Azza wa Jalla agar Dia menganugerahkan kepada saya dan kalian ilmu yang bermanfaat dan amal yang saleh, dan agar Dia memberi kita taufik untuk mengikuti Kitab-Nya dan sunnah Rasul-Nya, serta apa yang dipegang oleh para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan akhir dari doa kami adalah segala puji bagi Allah,  Rabb seluruh alam.
 

ونستأنف إن شاء الله تعالى شرح الكتاب في الغد. والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته.  


Kita akan melanjutkan, insya Allah Ta'ala, penjelasan kitab ini besok. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.  




11 

*DAURAH MINHAJUS SUNNAH – 1446 H*

TRAWAS MOJOKERTO – 12 Rabiul Akhir 1446 H/15 Oktober 2024


SYAIKH HAMED BIN ABDUL AZIIZ AL-ATIIQ hafizhahullah
Bagian 02 Pembukaan Syarah Arbain an-Nawawiy


الحمد لله والصلاة والسلام على عبده ورسوله ﷺ وعلى آله وصحبه وسلم تسليمًا كثيرًا


Segala puji bagi Allah, salawat dan salam semoga tercurah kepada hamba-Nya dan Rasul-Nya ﷺ, kepada keluarganya dan sahabat-sahabatnya, serta semoga terlimpah salam yang banyak.


المقدّم غفر الله له، وصف يشهد الله أنّي لستُ من أهلها، وأستغفر الله وأتوب إليه، وأسأل الله عز وجل أن يغفر لي وله.


Pembicara (yang mempersembahkan) semoga Allah mengampuninya, dan (penyampaian) ini sesungguhnya Allah menjadi saksi bahwa saya bukanlah termasuk orang yang berhak untuk ini, dan saya memohon ampun kepada Allah dan bertobat kepada-Nya. Saya memohon kepada Allah Yang Maha Agung agar mengampuni saya dan beliau.


لكنه قال: "اصبر على جفاء المعلم" ما شاء الله، لا إن شاء الله، ليس هناك لا جفاء ولا مرارة. لن تروا إن شاء الله إلا الرفق. ولا حول ولا قوة إلا بالله، نسأل الله أن يعفو عنا أجمعين ويغفر لنا أجمعين.


Namun dia berkata, "Bersabarlah atas sikap kasar guru." Masya Allah, tidak, insya Allah, tidak ada kekasaran ataupun kepahitan. Kalian tidak akan melihat, insya Allah, kecuali kelembutan. Tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah. Kita memohon kepada Allah agar memaafkan kita semua dan mengampuni kita semua.


المشايخ الأكارم، هذا هو الدرس الأول في شرح هذا الكتاب المبارك، ألا وهو الأربعون النووية من أحاديث النبي ﷺ.

Para syaikh yang terhormat, ini adalah pelajaran pertama dalam penjelasan kitab yang diberkahi ini, yaitu AL-ARBA'IN AN-NAWAWIYYAH, yang berisi Hadits-Hadits Nabi ﷺ.


وبما أن الوقت يعني في هذا الجزء من هذا الوقت أو الحصة كما هو مكتوب ما يقارب نصف ساعة تقريبًا بقي


Karena waktu yang tersisa pada bagian ini dari pelajaran ini, atau sesi ini sebagaimana yang tertulis, sekitar setengah jam kurang lebih masih tersisa.


أحب أن أقدم بمقدمات مشايخي الأكارم متعلقة بالعلم والدعوة إلى الله عز وجل


Saya ingin memulai dengan beberapa pengantar kepada syaikh-syaikh yang terhormat, yang berkaitan dengan ilmu dan dakwah kepada Allah Yang Maha Agung.


وربما لو بقي وقت نأخذ شيئًا مما يتعلق بطريقة الشرح كيف تكون، كيف سنسير عليها جميعًا إن شاء الله تعالى، ولا حول ولا قوة إلا بالله


Dan mungkin, jika masih ada waktu, kita akan membahas sedikit tentang metode penjelasan, bagaimana caranya, bagaimana kita akan berjalan bersamanya, insya Allah Ta'ala. Tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah.


أقول يا مشايخي، أول هذه الأمور النية، النية، النية. وما أمروا إلا ليعبدوا الله مخلصين له الدين


Saya berkata, wahai para syaikh, hal pertama yang harus diperhatikan adalah niat, niat, niat. Dan mereka tidak diperintah kecuali untuk menyembah Allah dengan ikhlas mengabdikan agama untuk-Nya.


يا مشايخي الأكارم، مشايخي وإخواني وأبنائي، هذا الذي بين أيدينا من العمل من أشرف العبادات والأعمال لكن بشرط أن تصح فيه النية


Wahai para syaikh yang terhormat, wahai syaikh-syaikhku, saudara-saudaraku, dan anak-anakku, pekerjaan yang ada di hadapan kita ini adalah termasuk ibadah dan amal yang paling mulia, tetapi dengan syarat niatnya harus benar.


فإذا لم تصح فيه النية صار من أكبر الكبائر والعياذ بالله


Jika niatnya tidak benar, maka itu termasuk dosa besar yang paling besar, na'udzubillah.


يقول النبي ﷺ كما في الصحيح حديث أبي هريرة: أول من تسعر بهم النار يوم القيامة ثلاثًا


Nabi ﷺ bersabda sebagaimana disebutkan dalam Haditssahih dari Abu Hurairah: "Orang pertama yang akan disiksa di neraka pada hari kiamat ada tiga."


وذكر منهم وقارئ للقرآن يأتي به الله يوم القيامة فيعرفه الله بنعمه فيقول ماذا عملت فيها؟


Dan di antara mereka yang disebutkan adalah seorang pembaca Al-Qur'an. Allah akan mendatangkannya pada hari kiamat dan memperlihatkan nikmat-Nya kepadanya. Allah berfirman, "Apa yang telah engkau lakukan dengan nikmat-nikmat tersebut?"


فيقول يا ربي قرأت فيك القرآن فتعلمته وعلمته


Dia berkata, "Wahai Rabbku, aku membaca Al-Qur'an untuk-Mu, mempelajarinya dan mengajarkannya."


فيقول الله عز وجل له كذبت، إنما قرأت القرآن ليقال قارئ


Lalu Allah Yang Maha Agung berfirman kepadanya, "Engkau berdusta! Sesungguhnya engkau membaca Al-Qur'an agar disebut sebagai qari."


ليقال قارئ، ليقال الشيخ، ليقال الإمام، ليقال الفقيه، ليقال العالم، ليقال الدكتور، ليقال أي شيء من أمور والعياذ بالله


Agar disebut sebagai qari, agar disebut sebagai syaikh, agar disebut sebagai imam, agar disebut sebagai faqih, agar disebut sebagai ulama, agar disebut sebagai doktor, agar disebut dengan hal-hal duniawi lainnya, na'udzubillah.


وقد قيل، قيل في الدنيا، وحصلت نصيبك في الدنيا، خذوه إلى النار


Dan memang sudah disebutkan (di dunia), engkau telah mendapatkan bagianmu di dunia. Bawa dia ke neraka!


ثم تلا رسول الله ﷺ قوله تعالى: من كان يريد الحياة الدنيا وزينتها نوف إليهم أعمالهم فيها


Kemudian Rasulullah ﷺ membacakan firman Allah Ta'ala: "Barangsiapa yang menginginkan kehidupan dunia dan perhiasannya, Kami sempurnakan balasan amal-amal mereka di dunia."

 
يَحْصُل ما يُرِيدُ في الدنيا، سيُقال عنه الشَّيْخ والقارئ والعالم والفقيه، والدكتور. سيُقال: نُوَفِّي إليهم أعمالهم فيها وهم فيها لا، لكن أولئك الذين ليس لهم في الآخرة إلا النار. أولئك الذين ليس لهم في الآخرة إلا النار. وحَبِطَ ما صَنَعُوا فيها وباطل ما كانوا يعملون. نَعُوذُ بالله من ذلك.

Dia mendapatkan apa yang dia inginkan di dunia. Mereka akan mengatakan dia adalah seorang syaikh, qari, ulama, faqih, dan doktor. Akan dikatakan, “Kami sempurnakan balasan amal-amal mereka di dunia, tetapi mereka tidak akan mendapatkan apa pun di akhirat kecuali neraka.” Orang-orang tersebut tidak akan mendapatkan apa-apa di akhirat kecuali neraka. Semua yang mereka lakukan di dunia menjadi sia-sia dan amal mereka menjadi batil. Kita berlindung kepada Allah dari hal tersebut.

أَعُوذُ بالله من عملٍ وعبادةٍ تكون علينا وبالاً وحَسْرَةً بين يدي الله تعالى. نسأل الله أن يرزقنا الإخلاص في القول والعمل. وهذه النية، يا مشايخي الأكارم، إخواني وأبنائي، هذه النية يمكن للمؤمن أن يُعَدِّدَها.

Aku berlindung kepada Allah dari amal dan ibadah yang menjadi beban dan penyesalan di hadapan Allah Ta'ala. Kita memohon kepada Allah agar memberikan keikhlasan dalam ucapan dan perbuatan. Dan niat ini, wahai para syaikh yang terhormat, saudara-saudaraku, dan anak-anakku, seorang mukmin bisa memperbanyak niatnya.

اليوم يقولون الذكاء الاجتماعي، الذكاء المالي، الذكاء الصناعي، الذكاء التقني. أنواع الذكاء. ينبغي للمؤمن عموماً، وطالب العلم خصوصاً، أن يكون عنده ذكاء شرعي.

Hari ini orang-orang membicarakan kecerdasan sosial, kecerdasan finansial, kecerdasan buatan, kecerdasan teknologi, dan berbagai macam kecerdasan. Seorang mukmin, secara umum, dan penuntut ilmu, khususnya, harus memiliki kecerdasan syar'i (kecerdasan dalam agama).

ذكاء في تعبده لله تعالى. تستطيع بالعبادة الواحدة أن تعبد الله عز وجل بعشر عبادات. العبادة الواحدة تستطيع أن تعبد الله عز وجل بها بعبادة واحدة، وتستطيع أن تعبد الله بالعبادة الواحدة عشر عبادات. بماذا؟ بالنية.

Kecerdasan dalam beribadah kepada Allah Ta'ala. Kamu bisa dengan satu ibadah menyembah Allah dalam sepuluh ibadah. Satu ibadah dapat kamu jadikan sebagai satu ibadah kepada Allah, atau kamu bisa menjadikannya sebagai sepuluh ibadah kepada Allah. Bagaimana caranya? Dengan niat.

فمثلاً حينما تطلب العلم تستطيع أن تنوي بذلك نية واحدة، وتستطيع أن تنوي بذلك عدة نيات، فتعبد الله عز وجل بالعبادة الواحدة عدة عبادات. فتنوي بطلب العلم طاعة الله.

Sebagai contoh, ketika kamu menuntut ilmu, kamu bisa berniat dengan satu niat, atau kamu bisa berniat dengan banyak niat, sehingga dengan satu ibadah kamu menyembah Allah dengan beberapa ibadah. Kamu berniat menuntut ilmu untuk menaati Allah.

وتنوي بطلب العلم طاعة رسول الله صلى الله عليه وسلم، وتنوي بطاعة العلم نشر كتاب الله، وتنوي بطلب العلم نشر سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم، تنوي بطلب العلم نشر التوحيد.

Kamu berniat menuntut ilmu untuk menaati Rasulullah ﷺ, berniat untuk menyebarkan Kitab Allah, berniat untuk menyebarkan sunnah Rasulullah ﷺ, dan berniat menyebarkan tauhid.

تنوي بطلب العلم نشر السُّنة، تنوي بطلب العلم النهي عن الشرك والكفر والإلحاد والبدعة، تنوي بطلب العلم الدعوة للسلفية والنهي عن الحزبية.

Kamu berniat menuntut ilmu untuk menyebarkan sunnah, melarang perbuatan syirik, kekufuran, atheisme, dan bid'ah. Kamu juga berniat untuk menyeru kepada ajaran salaf dan melarang sektarianisme.

تنوي بطلب العلم رفع الجهل عن نفسك، تنوي بطلب العلم رفع الجهل عن أهلك، تنوي بطلب العلم رفع الجهل عن أمة محمد صلى الله عليه وسلم.

Kamu berniat menuntut ilmu untuk mengangkat kebodohan dari dirimu, mengangkat kebodohan dari keluargamu, dan mengangkat kebodohan dari umat Muhammad ﷺ.

وتستطيع أن تزيد في هذه النيات. فانظروا كم أضعنا على أنفسنا العبادات بعدم التفقه في النية، والنظر في النية، ومجاهدة النية.

Kamu bisa menambahkan lebih banyak niat dalam hal ini. Maka lihatlah, berapa banyak ibadah yang kita sia-siakan karena kurang memperhatikan niat, kurang meninjau niat, dan kurang berjuang memperbaiki niat.





12 

*DAURAH MINHAJUS SUNNAH – 1446 H*

TRAWAS MOJOKERTO – 12 Rabiul Akhir 1446 H/15 Oktober 2024

SYAIKH HAMED BIN ABDUL AZIIZ AL-ATIIQ hafizhahullah
Bagian 03 -  Syarah Arbain an-Nawawiy

والبحث في العمل الواحد عن عدة نوايا كثيرة. مثال على ذلك حينما أنت تريد أن تسافر إلى بلد أو جزيرة أخرى تستطيع أن تكون نية واحدة، وتستطيع أن تكون نوايا كثيرة.

Mencari banyak niat dalam satu perbuatan. Contoh lain, ketika kamu ingin bepergian ke negara atau pulau lain, kamu bisa memiliki satu niat, atau kamu bisa memiliki banyak niat.

الدعوة للتوحيد والسُّنة، قول السلفية، النهي عن الشرك، النهي عن الكفر، النهي عن الإلحاد، النهي عن البدعة، النهي عن الحزبية، تنوي صلة الرحم، تنوي زيارة أخ لك في الله، تنوي عيادة المريض.

Niat berdakwah kepada tauhid, sunnah, ajaran salaf, melarang syirik, kekufuran, atheisme, bid'ah, dan sektarianisme. Kamu berniat untuk menyambung silaturahmi, mengunjungi saudaramu karena Allah, atau menjenguk orang sakit.

من هذه النوايا قدر استطاعتك. تنوي إعانة إخوانك الضعفاء، قد تكون دعوتهم جديدة، وقد يكونون من المستضعفين في منطقتهم، فتنوي تقويتهم وأن تشد على أيديهم.

Kamu bisa memiliki niat untuk membantu saudaramu yang lemah, yang mungkin baru menerima dakwah, atau mereka termasuk orang-orang yang tertindas di wilayah mereka. Kamu berniat memperkuat mereka dan memberikan dukungan kepada mereka.


وهكذا حاول وأنت تطلب العلم أن تكثر، وأن طلبك للعلم والدعوة إلى الله أن تكثر من النيات الصالحة. وبهذا يا مشايخي الأكارم فاز الفائزون.

Begitulah, cobalah ketika kamu menuntut ilmu agar memperbanyak niat-niat yang baik. Dengan cara ini, wahai syaikh-syaikh yang terhormat, para pemenang menjadi pemenang.

أبو بكر الصديق ما سبقهم بمزيد صيام وصلاة، ولكن وقر في قلبه النية. رجلان يعملان عملاً واحداً بنية صالحة، لكن هذا يعبد الله عز وجل بعبادة واحدة، والذي بجانبه يعبد الله بعشر وعشرين عبادة وثلاثين عبادة.

Abu Bakar As-Siddiq tidak mendahului mereka dengan banyak puasa dan shalat, tetapi yang membedakan adalah niat yang tertanam di dalam hatinya. Dua orang melakukan satu perbuatan yang sama, dengan niat yang baik. Namun, yang satu menyembah Allah dengan satu ibadah, sementara yang lain menyembah Allah dengan sepuluh, dua puluh, bahkan tiga puluh ibadah.


الأمر الثاني يا مشايخي الأكارم إخواني وأبنائي هذا العلم الذي نطلبه لا يكون علمًا صحيحًا مقبولًا إلا بموافقة سنة النبي صلى الله عليه وسلم.

Hal kedua, wahai syaikh-syaikh yang terhormat, saudara-saudaraku, dan anak-anakku, ilmu yang kita pelajari ini tidak akan menjadi ilmu yang benar dan diterima kecuali jika sesuai dengan sunnah Nabi ﷺ.

أليس العلم عبادة؟ بلى.
أليس من أشرف العبادات؟ بلى.
فيُشترَط له ما يُشترَط لكل عبادة كما يُشترَط له النية يُشترَط له المتابعة.
كيف تطلب العلم؟ هل تطلب العلم على طريقة النبي صلى الله عليه وسلم وأصحابه؟ بتعظيم الكتاب والسنة على طريقة سلف الأمة؟

Bukankah ilmu itu adalah ibadah? Betul.
Bukankah ia termasuk ibadah yang paling mulia? Betul.
Untuk itu, diperlukan syarat seperti halnya setiap ibadah, yaitu niat dan mengikuti tuntunan.
Bagaimana kamu menuntut ilmu? Apakah kamu menuntut ilmu dengan cara Nabi ﷺ dan para sahabatnya? Dengan mengagungkan Kitab Allah dan Sunnah Nabi sesuai dengan metode Salafush Shalih?


أم تطلب العلم على طريقة في تقديم العقل الذوق العاطفة التجربة الكثرة الرؤى والمنامات الإلهام والهواتف؟ هل هذه طريقة النبي صلى الله عليه وسلم؟ كلا، لم تكن هذه طريق النبي صلى الله عليه وسلم ولا طريقة الصحابة.


Ataukah kamu menuntut ilmu dengan mengedepankan akal, perasaan, emosi, pengalaman, banyaknya mimpi dan ilham? Apakah ini adalah cara Nabi ﷺ? Tidak, ini bukan cara Nabi ﷺ, dan bukan pula cara para sahabat.


وما ضل من ضل من الخلق في هذا الباب إلا لأنهم تركوا الطريق الصحيح لطلب العلم على هدي النبي صلى الله عليه وسلم وهدي أصحابه. فإن لم يستجيبوا لك فاعلم أن ما يتبعون أهواءهم.

Orang-orang yang tersesat dalam masalah ini tidak lain karena mereka meninggalkan jalan yang benar dalam menuntut ilmu sesuai petunjuk Nabi ﷺ dan para sahabatnya. Jika mereka tidak menuruti kamu, ketahuilah bahwa mereka hanya mengikuti hawa nafsu mereka.

ثنائية مشايخي الأكارم القسمة في العلم وفي كل العبادات ثنائية: إما اتباع وإما ابتداع. فإن لم يستجيبوا لك فاعلم أنما يتبعون أهواءهم.

Wahai para syaikh yang terhormat, dalam ilmu dan setiap ibadah, hanya ada dua pilihan: mengikuti (ajaran yang benar) atau berbuat bid'ah. Jika mereka tidak menuruti kamu, ketahuilah bahwa mereka hanya mengikuti hawa nafsu mereka.

خير الهدي هدي محمد صلى الله عليه وسلم وشر الأمور محدثاتها. القسمة ثنائية لا ثالث لهما يا عباد الله.

Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad ﷺ, dan seburuk-buruk perkara adalah perkara baru (dalam agama). Pilihannya hanya dua, tidak ada yang ketiga, wahai hamba-hamba Allah.

لما قام المتكلمون أصولهم من الجهمية وأتباعهم من المعتزلة ورد عليهم أهل السنة بالكتاب والسنة وما كان عليه سلف الأمة جاءت فرقة تريد أن تأخذ من هؤلاء ومن هؤلاء، وهي فرقة الأشاعرة والماتوريدية.

Ketika kaum mutakallim (ahli kalam) mendirikan prinsip-prinsip mereka dari ajaran Jahmiyyah dan pengikut Mu'tazilah, Ahlus Sunnah menolak mereka dengan Kitab dan Sunnah serta mengikuti apa yang dipegang oleh Salafush Shalih. Lalu datanglah suatu golongan yang ingin mengambil dari keduanya, yaitu golongan Asy'ariyyah dan Maturidiyyah.

وزعمت أنها ستأخذ من أهل الحديث الكتاب والسنة وستأخذ من الجهمية والمعتزلة العقل.

Mereka mengklaim bahwa mereka akan mengambil dari Ahlul Hadits Kitab dan Sunnah, serta mengambil dari Jahmiyyah dan Mu'tazilah penggunaan akal.


فما الذي حدث؟ انتج ذلك مسخًا حتى إن بعض أصحابه لا يستطيعون التعبير عنه، مثل مسألة الكسب عند الأشاعرة.


Apa yang terjadi? Hal ini menghasilkan sesuatu yang membingungkan, hingga sebagian pengikutnya sendiri tidak mampu menjelaskannya, seperti masalah kasb (usaha manusia) menurut Asy'ariyyah.


وغير ذلك من المسائل التي لا يستطيعون بأنفسهم أن يعبروا عنها أحيانًا. فلا طريق لكم إلا طريقة النبي صلى الله عليه وسلم وأصحابه في العلم.


Dan banyak masalah lain yang mereka sendiri kadang-kadang tidak dapat menjelaskan. Tidak ada jalan bagi kalian kecuali mengikuti cara Nabi ﷺ dan para sahabatnya dalam ilmu.

التمسك في طريقة العلم بالكتاب والسنة وما كان عليه سلف الأمة. وهذا الأصل وهو التمسك بكتاب الله وسنة النبي صلى الله عليه وسلم وما كان عليه سلف الأمة.

Berpegang teguh pada metode menuntut ilmu dengan Kitab Allah, Sunnah, dan apa yang dipegang oleh Salafush Shalih. Inilah prinsip dasar, yaitu berpegang teguh pada Kitab Allah, Sunnah Nabi ﷺ, dan apa yang dipegang oleh Salafush Shalih.


ظاهر في كتاب الله وسنة رسول الله وإجماع أهل السنة والجماعة. قال الله تعالى: {ومن يشاقق الرسول من بعد ما تبين له الهدى ويتبع غير سبيل المؤمنين نوله ما تولى ونصله جهنم وساءت مصيرا}.

Prinsip ini jelas terdapat dalam Kitab Allah, Sunnah Rasulullah ﷺ, dan ijma' (kesepakatan) Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Allah Ta'ala berfirman: "Dan barangsiapa yang menentang Rasul setelah jelas petunjuk baginya dan mengikuti jalan selain jalan orang-orang beriman, Kami akan membiarkan dia dengan apa yang dia pilih dan Kami masukkan dia ke dalam neraka Jahannam, dan itulah seburuk-buruk tempat kembali."

سبحانه فإن آمنوا، الله عز وجل يخاطب رسول الله صلى الله عليه وسلم وأصحابه: {فإن آمنوا بمثل ما آمنتم به فقد اهتدوا}.

Maha Suci Allah, Dia berbicara kepada Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya: Jika mereka (manusia) beriman seperti yang kalian imani, maka mereka telah mendapatkan petunjuk.

أما اتباع وإما ابتداع. القسم الثنائية: إما هدى وإما ضلالة لا ثالث لهما. فإن آمنوا مثل ما آمنتم به فقد اهتدوا، مفهوم المخالفة: وإن لم يؤمنوا بمثل ما آمنتم به فقد ضلوا والعياذ بالله.

Pilihan hanya ada dua: mengikuti atau berbuat bid'ah. Pilihan ini hanya ada dua: hidayah atau kesesatan, tidak ada pilihan ketiga. Jika mereka beriman seperti yang kalian imani, maka mereka telah mendapat petunjuk. Sebaliknya, jika mereka tidak beriman seperti yang kalian imani, maka mereka telah tersesat, na'udzubillah.


وقال سبحانه: والسابقون الأوّلون من المهاجرين والأنصار والذين اتبعوهم بإحسانٍ. الله عز وجل جعل رضاه موقوفًا على هاتين الطائفتين.


Allah Ta'ala berfirman: "Orang-orang yang pertama kali masuk Islam dari kalangan Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik." Allah Ta'ala menggantungkan keridhaan-Nya kepada dua golongan ini.


والسابقون الأوّلون من المهاجرين والأنصار الذين اتبعوهم بإحسانٍ، رضي الله عنهم. رضى الله لا يكون إلا لهاتين الطائفتين. أما الأنصار والمهاجرون فقد توفّاهم الله تعالى، ما الذي بقي؟ الذين اتبعوهم بإحسانٍ، أسأل الله أن يجعلني وإياكم منهم.


Dan orang-orang yang pertama kali masuk Islam dari kalangan Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka. Keridhaan Allah tidak akan tercapai kecuali kepada kedua golongan ini. Adapun Muhajirin dan Anshar, Allah telah mewafatkan mereka. Maka siapa yang tersisa? Orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Saya memohon kepada Allah agar menjadikan saya dan kalian termasuk golongan tersebut.


وأما سنة النبي صلى الله عليه وسلم فالحديث في ذلك كثيرة، منها حديث أمير المؤمنين معاوية ابن أبي سفيان وغيره، عند يحمد أصحاب السنن، أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: "وستفترق هذه الأمة على ثلاث وسبعين فرقة، كلها في النار إلا واحدة."


Adapun sunnah Nabi ﷺ, terdapat banyak Haditsmengenai hal ini, di antaranya adalah Haditsdari Amirul Mukminin Mu'awiyah bin Abi Sufyan dan lainnya yang diriwayatkan oleh para ulama ahli sunan. Nabi ﷺ bersabda, "Umat ini akan terpecah menjadi 73 golongan, semuanya akan masuk neraka kecuali satu golongan." (HR. At-Tirmidzi no. 2641, al-Hakim no. 444, Abu Dawud no. 4597, Shohih lighoirihi Takhrij Kitabis Sunnah no. no. 2)


قالوا: من هي يا رسول الله؟ قال: "من كان على مثل ما أنا عليه اليوم وأصحابي."


Mereka bertanya, "Siapakah golongan itu, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Mereka yang berada di atas jalan yang aku dan para sahabatku berada di atasnya hari ini."


هذا الحديث العظيم يضعفه أهل البدع من أصحاب الطرق المبتدعة الذين يقولون إن الطريق إلى الله بعدد أنفاس البشر، لذلك لا يقنعون بالطريقة النبوية، يضيف إلى ذلك الطريقة الفلانية والطريقة الفلانية والطريقة الفلانية.


Hadits yang agung ini dilemahkan oleh ahli bid'ah dari golongan pengikut jalan-jalan bid'ah, yang mengatakan bahwa jalan menuju Allah sebanyak jumlah nafas manusia. Oleh karena itu, mereka tidak puas dengan cara Nabi ﷺ dan menambahkan jalan ini dan jalan itu.


كل من نسب نفسه إلى هذه الطرق هو معترف وشاهد على نفسه بمخالفة طريقة محمد صلى الله عليه وسلم.


Setiap orang yang menisbahkan dirinya kepada jalan-jalan ini telah mengakui dan bersaksi bahwa dirinya telah menyimpang dari jalan Muhammad ﷺ.


لأنه لو كان تابعًا لرسول الله لنسب نفسه إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم، ولم ينسب نفسه لفلان وفلان ممن دونه عليه الصلاة والسلام.


Karena jika dia adalah pengikut Rasulullah ﷺ, tentu dia akan menisbahkan dirinya kepada Rasulullah ﷺ, bukan kepada si fulan dan fulan yang berada di bawah Rasulullah ﷺ.

يقولون هذا الحديث ضعيف، حتى وكل الفرق ناجية والعياذ بالله، يظنون أن هذا الحديث هو الوحيد في الباب. هذا الحديث ما هو إلا حديث من عشرات.


Mereka mengatakan bahwa Hadits ini lemah, bahkan mereka mengklaim bahwa semua golongan akan selamat, na'udzubillah. Mereka berpikir bahwa Hadits ini adalah satu-satunya dalam bab ini, padahal ini hanya salah satu dari puluhan Hadits.





13

*DAURAH MINHAJUS SUNNAH – 1446 H*

TRAWAS MOJOKERTO – 12 Rabiul Akhir 1446 H/15 Oktober 2024

SYAIKH HAMED BIN ABDUL AZIIZ AL-ATIIQ hafizhahullah
Bagian 05 -  Syarah Arbain an-Nawawiy


منها حديث العرباض بن سارية: وعظنا رسول الله صلى الله عليه وسلم موعظةً بليغةً، منها القلوب وذرفت منها العيون. فقلنا: يا رسول الله، كأنها موعظة مودع، فأوصنا. فقال: "أوصيكم بتقوى الله والسمع والطاعة، وإنه من يعش منكم فسيرى اختلافًا كثيرًا."


Di antaranya adalah Hadits dari 'Irbadh bin Sariyah. Rasulullah ﷺ memberikan kepada kami nasihat yang mendalam, hingga hati kami menjadi lembut dan air mata kami berlinang. Kami berkata, "Wahai Rasulullah, ini seperti nasihat perpisahan. Berilah kami wasiat." Beliau bersabda, "Aku wasiatkan kepada kalian agar bertakwa kepada Allah, mendengar, dan taat. Sesungguhnya, barang siapa yang hidup di antara kalian setelahku, dia akan melihat banyak perselisihan." 


"بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين من بعدي. تمسكوا بها وعضوا عليها بالنواجذ، وإياكم ومحدثات الأمور، فإن كل محدثة بدعة."


"Berpegang teguhlah kepada sunnahku dan sunnah para khulafaur rasyidin yang mendapatkan petunjuk setelahku. Gigitlah ia erat-erat dengan gigi geraham kalian, dan berhati-hatilah terhadap perkara-perkara baru (dalam agama), karena setiap perkara baru adalah bid'ah." (HR. Abu Dawud no. 4607, Ahmad no. 17185, shohih Abi Dawud no. 4607).


مشايخي الأكارم، هذا الحديث حديث العرباض طابق لفظًا ومعنى لحديث من؟ حديث معاوية. تأملوا في حديث معاوية، قال: "ستفترق أمتي على ثلاث وسبعين فرقة."


Wahai para syaikh yang terhormat, Hadits'Irbadh ini secara lafadz dan makna sejalan dengan Haditssiapa? Dengan Hadits Mu'awiyah. Perhatikanlah Hadits Mu'awiyah, Nabi ﷺ berkata, "Umatku akan terpecah menjadi 73 golongan." (HR. Abu Dawud no. 4597, Ahmad no. 16937, shohih lighoirihi, lihat Takhrij Kitabis Sunnah no. 2).


حديث العرباض: "إنه من يعش منكم فسيرى كثيرًا من الاختلاف." هنا وهنا مذكور الفرق. هنا ذُكِر العدد وهنا لم يُذكر العدد.

Dalam Hadits 'Irbadh disebutkan, "Barang siapa yang hidup di antara kalian, dia akan melihat banyak perselisihan." Di sini perselisihan disebutkan, dan di Hadits yang lain disebutkan jumlah golongan, sementara di sini tidak disebutkan jumlahnya.


في حديث معاوية طلبوا من النبي صلى الله عليه وسلم صفة الفرقة الناجية، فقال: "من كان على مثل ما أنا عليه اليوم وأصحابي." في حديث العرباض بن سارية، قال: "فعليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين من بعدي."


Dalam Hadits Mu'awiyah, mereka meminta Nabi ﷺ untuk menjelaskan ciri-ciri golongan yang selamat. Beliau bersabda, "Mereka yang berada di atas jalan yang aku dan para sahabatku berada di atasnya hari ini." Sedangkan dalam Hadits 'Irbadh bin Sariyah, Nabi ﷺ bersabda, "Berpegang teguhlah kepada sunnahku dan sunnah para khulafaur rasyidin yang mendapatkan petunjuk setelahku."


لا إله إلا الله، تمامًا. حديثان متطابقان لفظًا ومعنى. ومثله حديث ابن مسعود.


La ilaha illallah. Kedua Hadits ini secara lafadz dan makna benar-benar sejalan. Hal yang sama juga terdapat dalam Hadits Ibnu Mas'ud.


حديث ابن مسعود رضي الله عنه: خط لنا رسول الله صلى الله عليه وسلم خطًا مستقيمًا، وخط عن يمينه وشماله خطوطًا صغيرة. فقال: "هذا صراط الله، وهذه السبل، وعلى رأس كل سبيل شيطان يدعو إليه."


HaditsIbnu Mas'ud, semoga Allah meridhainya: Rasulullah ﷺ menggambar untuk kami sebuah garis lurus, lalu menggambar garis-garis kecil di kanan dan kirinya. Beliau bersabda, "Ini adalah jalan Allah, dan ini adalah jalan-jalan (kesesatan). Di setiap ujung jalan-jalan ini ada setan yang menyeru ke arahnya."


ثم تلا قول الله تعالى: {وأن هذا صراطي مستقيمًا فاتبعوه ولا تتبعوا السبل فتفرق بكم عن سبيله}.


Kemudian Nabi ﷺ membacakan firman Allah Ta'ala: "Dan inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah ia. Dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu akan memisahkan kalian dari jalan-Nya." (HR. Ahmad no. 4437, an-Nasai dalam as-Sunan al-Kubro no. 11174, lihat Hidayatur Ruwat oleh Syaikh al-Albani no. 165)


لاحظوا في حديث ابن مسعود: الطريق إلى الله كم؟ واحد، الفرق المخالفة سُبُل كثيرة، مطابق لحديث العرباض وحديث معاوية.

Perhatikan dalam Hadits Ibnu Mas'ud, berapa jumlah jalan menuju Allah? Satu. Adapun jalan-jalan yang menyimpang, banyak. Ini sejalan dengan Hadits 'Irbadh dan Hadits Mu'awiyah.


ما علامة الصراط المستقيم؟ {وأن هذا صراطي مستقيمًا فاتبعوه}. هذا هو الاتباع.


Apa tanda jalan yang lurus? "Dan inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah." Inilah yang disebut mengikuti.


عليكم بسنتي وسُنّة الخلفاء الراشدين المهديّين من بعدي. من كان على مثل ما أنا عليه اليوم وأصحابي. وفي حديث معاوية أمير المؤمنين في الصحيحين وغيرهما، ومن حديث غيره رضي الله عنه: لا تزال طائفة من أُمّتي ظاهرين على الحق، قائمة بأمر الله، لا يضرّهم من خذلهم ولا من خالفهم، حتى يأتي أمر الله وهم كذلك.


Berpegang teguhlah pada sunnahku dan sunnah para khulafaur rasyidin yang mendapatkan petunjuk setelahku. Barang siapa yang berada di atas jalan yang aku dan para sahabatku berada di atasnya hari ini. Dalam Hadits dari Mu'awiyah, Amirul Mukminin, yang diriwayatkan dalam Sahihain dan yang lainnya, serta dalam Hadits lainnya, disebutkan: “Akan selalu ada sekelompok dari umatku yang tampak di atas kebenaran, menegakkan urusan Allah, tidak membahayakan mereka siapa pun yang mengecewakan mereka atau yang menyelisihi mereka, hingga datang ketetapan Allah, dan mereka tetap dalam keadaan seperti itu.”


فيَدُلّ على ماذا؟ الفرقة الناجية الطائفة المنصورة وتَفَرّق الأمة بعد النبي صلى الله عليه وسلم إلى هذه الفِرَق.


Lalu ini menunjukkan apa? Menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah firqah najiyah (golongan yang selamat) dan thaifah manshurah (golongan yang mendapat pertolongan), serta perpecahan umat setelah Nabi ﷺ menjadi berbagai kelompok.

قال ابن تيمية رحمه الله تعالى: لا عيب على من أظهر مذهب السلف وانتسب إليه، بل يجب قبول ذلك منه، فإنّ مذهب السلف لا يكون إلا حقًا بالاتفاق.


Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Tidak ada celaan bagi orang yang menampakkan mazhab salaf dan menisbahkan dirinya kepadanya. Bahkan, wajib diterima darinya, karena mazhab salaf tidak mungkin kecuali adalah kebenaran berdasarkan kesepakatan.”


وهذا الذي دلّ عليه الكتاب والسنة والإجماع، دلّ عليه العقل الصحيح السليم.


Dan inilah yang ditunjukkan oleh Kitab (Al-Qur'an), Sunnah, dan ijma' (kesepakatan ulama), serta didukung oleh akal sehat yang benar.






14

*DAURAH MINHAJUS SUNNAH – 1446 H*

TRAWAS MOJOKERTO – 12 Rabiul Akhir 1446 H/16 Oktober 2024

SYAIKH HAMED BIN ABDUL AZIIZ AL-ATIIQ hafizhahullah
Bagian 06 -  Syarah Arbain an-Nawawiy


يا مشايخي الأكارم، أيّ عين مُبصِرة وقلب بصير اليوم لا يرى تفرّق الذي حلّ بالأمة والاختلاف؟ من؟ من يستطيع أن يُنكر ذلك؟ لا يُنكره إلا أعمى البصر وأعمى البصيرة والعياذ بالله.


Wahai para Syaikh yang terhormat, mata yang melihat dan hati yang bijaksana hari ini tidak akan bisa mengabaikan perpecahan yang menimpa umat dan perbedaan yang ada. Siapa? Siapa yang bisa menyangkal hal ini? Tidak ada yang menyangkalnya kecuali orang yang buta mata dan buta hati, na'udzubillah.


تفرّق موجود. الفِرَق تكفّر بعضها بعضًا، ويبدّع بعضها بعضًا، ويضلّل بعضها بعضًا. هذا موجود.


Perpecahan itu nyata adanya. Kelompok-kelompok saling mengkafirkan satu sama lain, saling menyesatkan, dan saling menganggap sesat di antara mereka. Ini semua ada.


لو لم يُوجد في كتاب الله وسنة النبي صلى الله عليه وسلم ما يدلّ على وجوب اتباع السلف الصالح، لكان في العقل السليم ما يدلّ على ذلك.


Jika tidak ada petunjuk dalam Kitab Allah dan Sunnah Nabi ﷺ yang menunjukkan kewajiban mengikuti salafush shalih, akal sehat yang benar sudah cukup menunjukkan hal itu.


كيف؟ لو دخل علينا من هذا الباب رجل وقال: أشهد أن لا إله إلا الله وأن محمدًا رسول الله، قال: إنه دخل في الإسلام الآن.


Bagaimana bisa? Jika seorang pria masuk melalui pintu ini dan berkata, "Aku bersaksi bahwa tidak ada Sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah," lalu dia mengatakan bahwa dia baru saja masuk Islam.


ثم قال: إني علمت قبل في الإسلام أن المسلمين قد اختلفوا إلى فِرَق وطوائف، ولا أعلم الحق مع من؟ والهدى عند من؟



Kemudian dia berkata, “Aku telah mengetahui sebelumnya bahwa di dalam Islam, kaum Muslimin telah berselisih menjadi berbagai kelompok dan golongan. Aku tidak tahu siapa yang berada di atas kebenaran? Dan siapa yang membawa hidayah?”


فقال له قائل: هذه الفِرَق الموجودة اليوم على وجه الأرض؟ كلها لا تنتحل مذهب السلف ولا تمتاز بانتسابها إلى السلف.


Lalu seseorang berkata kepadanya, “Kelompok-kelompok yang ada di dunia hari ini? Semuanya tidak menisbahkan diri kepada mazhab salaf dan tidak berpegang teguh pada salaf.”


ويوجد واحدة تنتسب للنبي صلى الله عليه وسلم ولأصحابه، وتتبع النبي صلى الله عليه وسلم وأصحابه في الاعتقاد والعمل والسلوك والأخلاق.


Namun, ada satu kelompok yang menisbahkan dirinya kepada Nabi ﷺ dan para sahabatnya, serta mengikuti Nabi ﷺ dan para sahabatnya dalam akidah, amal, perilaku, dan akhlak.


تختار العاقل ماذا سيقول؟ أيّ عاقل يقول: النجاة قطعًا لا يمكن أن تكون على خلاف هدي النبي صلى الله عليه وسلم وأصحابه.


Apa yang akan dikatakan oleh orang yang berakal? Setiap orang yang berakal akan mengatakan bahwa keselamatan pasti tidak mungkin berada di luar tuntunan Nabi ﷺ dan para sahabatnya.

 لا يمكن أن يكون الحق عند غير النبي صلى الله عليه وسلم وأصحابه.
قطعًا، إن الحق مع رسول الله ومع أصحابه، إذا سابِقِي معهم.
لذلك، هذا هو الفَصْل يوم القيامة. الملائكة يوم القيامة يفرزون الناس بذلك.


Tidak mungkin kebenaran berada di luar Nabi ﷺ dan para sahabatnya.
Pasti, kebenaran berada bersama Rasulullah dan para sahabatnya, jika kita tetap mengikuti mereka. Oleh karena itu, inilah yang menjadi pemisah pada hari kiamat. Para malaikat pada hari kiamat akan memisahkan manusia berdasarkan hal ini.


الفَرْز يوم القيامة بحسب هذا الأصل. يقول النبي صلى الله عليه وسلم كما في الصحيح: ألا لَيُذادَنَّ رِجالٌ عن حَوْضِي كما يُذادُ البَعِيرُ الضّالُّ أُنادِيهِمْ ألا هَلُمَّ فيُقالُ: إنَّهُمْ قدْ بَدَّلُوا بَعْدَكَ فأقُولُ سُحْقًا سُحْقًا. وفي رواية: فَلَيُذادَنَّ رِجالٌ عن حَوْضِي


Pemisahan pada hari kiamat dilakukan berdasarkan prinsip ini. Nabi ﷺ bersabda sebagaimana dalam Hadits yang sahih: "Sesungguhnya akan ada orang-orang yang diusir dari telagaku, sebagaimana unta yang tersesat diusir. Aku akan memanggil mereka: 'Kemari!' Namun dikatakan kepadaku: 'Mereka telah mengubah (ajaran) setelahmu.' Maka aku akan berkata: 'Menjauh! Menjauh!'" Dalam riwayat lain: "Sesungguhnya akan ada orang-orang yang diusir dari telagaku." (HR. Muslim no. 249)



فيَرِد النبي صلى الله عليه وسلم ويتقدّم أمته، تقف الملائكة بين الحوض وبين أمة النبي صلى الله عليه وسلم. من الذي يمر؟ ما معيار الفَرْز؟ الفَرْز خياره.


Kemudian Nabi ﷺ datang dan memimpin umatnya, dan para malaikat berdiri antara telaga dan umat Nabi ﷺ. Siapakah yang diizinkan melewati? Apa kriteria pemisahan ini? Pemisahan ini didasarkan pada pilihannya.


قال عليه الصلاة والسلام: ليذادن أقوام من أمتي يوم القيامة عن حوضي، يعني يريد أن يشرب فيُؤخَذ ويُمنَع من الشرب.


Beliau ﷺ bersabda: “Akan dijauhkan beberapa kaum dari umatku pada hari kiamat dari telagaku, mereka ingin minum, tetapi mereka diambil dan dilarang minum.”


اذهب لا تشرب، لا تشرب، لا تشربي، لا تشربي، لا تشربوا. فيقول النبي صلى الله عليه وسلم: أمتي، أمتي! الذي عَرَفَهُم أنهم من أمتي.


“Mereka akan dikatakan, ‘Pergi! Jangan minum, jangan minum.’ Nabi ﷺ kemudian berkata: ‘Umatku, umatku!’ Nabi ﷺ  mengenali mereka sebagai bagian dari umatnya.”


فيقولون: إنك لا تدري ما أحدثوا بعدك. معيار الفَرْز يوم القيامة؟ الاتباع للنبي صلى الله عليه وسلم وأصحابه.


Para malaikat menjawab: “Engkau tidak tahu apa yang mereka lakukan setelah engkau (wafat).” Apa kriteria pemisahan pada hari kiamat? Ketaatan kepada Nabi ﷺ dan para sahabatnya.


إنك لا تدري ما أحدثوا بعدك. فيقول: سحقًا سحقًا أي فَرْدًا لهم وبعدًا لهم، والعياذ بالله.


“Engkau tidak tahu apa yang mereka lakukan setelah engkau (wafat),” Nabi ﷺ kemudian berkata: “Menjauh, menjauh! (dari rahmat Allah).” Na’udzubillah.


وهذا الأصل شدة وضوحه وبيانه في كتاب الله وسنة النبي صلى الله عليه وسلم. والإجماع، ماذا قال النبي صلى الله عليه وسلم؟ تركتكم على البيضاء.


Prinsip ini sangat jelas dalam Kitab Allah dan Sunnah Nabi ﷺ, serta dalam ijma' (kesepakatan ulama). Apa yang Nabi ﷺ katakan? “Aku tinggalkan kalian di atas jalan yang terang.”


ليلها كنهارها، لا يزيغ عنها إلا هالك. هذا الحديث مُرعِب يا مشايخ، والله إنه مُرعِب، مخيف حد الرعب.

“Malamnya seperti siangnya, tidak ada yang menyimpang darinya kecuali orang yang binasa.” Haditsini mengerikan, wahai para syaikh, sungguh mengerikan, menakutkan hingga ke puncak ketakutan.


كيف؟ النبي صلى الله عليه وسلم يقول: لا يضل إلا من أراد الضلال، لا يضل إلا من أراد الضلال. لماذا؟ لأنني أعطيته الطريق الصحيحة.


Bagaimana bisa? Nabi ﷺ berkata: “Tidak ada yang tersesat kecuali mereka yang menginginkan kesesatan. Tidak ada yang tersesat kecuali mereka yang menginginkan kesesatan.” Mengapa? Karena aku telah memberinya jalan yang benar.


ما الذي منعه أن يسلك هذا الطريق؟ تركتكم على البيضاء، طريق مستقيم، وأن هذا صراطي مستقيم، أبيض، ليلها كنهارها، مُضيء.


Apa yang menghalangi mereka untuk menempuh jalan ini? “Aku tinggalkan kalian di atas jalan yang terang, jalan yang lurus. Ini adalah jalan-Ku yang lurus, putih, malamnya seperti siangnya, bercahaya.”


هل يمكن أن يخطئ الإنسان هذا الطريق من بين الطرق الأخرى؟ لو أنك خرجت مع زوجتك وأولادك إلى البرية خارج المدينة أو خارج القرية للاستجمام، ولما جن عليكم الليل تذكرت أنك نسيت بعض الأغراض.

Apakah mungkin seseorang tersesat dari jalan ini di antara jalan-jalan lainnya? Misalnya, jika kamu keluar bersama istri dan anak-anakmu ke padang pasir di luar kota atau desa untuk bersantai, dan ketika malam tiba, kamu ingat bahwa kamu lupa membawa beberapa barang.


فقلت لولدك أن يأخذ السيارة ويذهب إلى المدينة أو القرية القريبة ليأتي بالأغراض. فقال لك ولدك: لكني لا أعرف الطريق.


Kemudian kamu berkata kepada anakmu untuk mengambil mobil dan pergi ke kota atau desa terdekat untuk mengambil barang-barang tersebut. Anakmu berkata, “Tapi aku tidak tahu jalan.”


فقلت له: الطرق كثيرة، منها الملوّن ومنها الملتوي، ومنها القصير، وطريق واحد من بين هذه الطرق مستقيم طويل يصل إلى القرية ولونه أبيض ومضاء بالأنوار، توكل على الله.


Kamu pun berkata kepadanya: “Ada banyak jalan, ada yang berwarna, ada yang berliku, ada yang pendek. Namun, ada satu jalan di antara jalan-jalan ini yang lurus dan panjang, yang menuju ke desa, berwarna putih, dan diterangi oleh lampu-lampu. Bertawakkallah kepada Allah.”


هل سيضل الطريق؟ يستحيل. لن يضيع الطريق إلا إذا كان لا يريد الوصول للمدينة.


Apakah dia akan tersesat? Mustahil. Dia tidak akan tersesat kecuali jika dia tidak ingin sampai ke kota.


لأنه منذ أن يخرج، سيجد طرقًا كثيرة، لكن طريقًا واحدًا أبيض مستقيم مضاء بالأنوار، والبقية مظلمة ملتوية قصيرة ملونة بألوان أخرى.

Karena sejak dia keluar, dia akan menemukan banyak jalan, tetapi hanya ada satu jalan yang putih, lurus, dan diterangi oleh lampu-lampu, sedangkan yang lainnya gelap, berliku, pendek, dan berwarna-warni.


لذلك قال: لا يهلك على الله هالك بعد هذا البيان. لا يهلك أحد من الأمة إلا إذا أراد الضلالة.


Oleh karena itu, Nabi ﷺ berkata: “Tidak akan binasa seorang pun di sisi Allah setelah penjelasan yang jelas ini.” Tidak ada yang akan binasa dari umat ini kecuali jika dia menginginkan kesesatan. (lihat HR. Muslim no. 131)


إذا وصله هذا البيان أن النبي صلى الله عليه وسلم، وأن الله تعالى قال له: إذا رأيت الخلاف والافتراق، فالحل سهل وبسيط، اسأل عما كان عليه رسول الله وأصحابه.


Jika sampai kepadanya penjelasan bahwa Nabi ﷺ dan Allah Ta'ala telah mengatakan kepadanya: “Jika kamu melihat perselisihan dan perpecahan, solusinya mudah dan sederhana, tanyakan tentang apa yang dipegang oleh Rasulullah dan para sahabatnya.”


فقط علّموا الأمة هذا. نقول للأمة: إذا رأيتم الافتراق، الأمر سهل وبسيط.


Ajarkan hal ini kepada umat. Katakan kepada mereka: “Jika kalian melihat perpecahan, urusannya mudah dan sederhana.”


النبي صلى الله عليه وسلم قال: أحب الدين إلى الله الحنيفية السمحة، البسيطة السهلة الواضحة، فقط اسأل عما كان عليه رسول الله وأصحابه، وستنجو بإذن الله.


Nabi ﷺ bersabda: “Agama yang paling dicintai oleh Allah adalah yang lurus, mudah, sederhana, dan jelas.” (Lihat HR. Ahmad 1/847, Silsilah Ahaadits as-Shohihah 6/1026) Tanyakan saja apa yang dipegang oleh Rasulullah dan para sahabatnya, dan kamu akan selamat, inSya Allah.”


لأن الله سيسأل كل واحد: ماذا أجبتم المرسلين؟ ليس ما أجبتم شيوخ الطرق ورؤوس الضلالة والبدع.


Karena Allah akan bertanya kepada setiap orang: “Apa jawabanmu terhadap para rasul?” Bukan “Apa jawabanmu terhadap Syaikh-Syaikh tarekat dan pemimpin-pemimpin kesesatan dan bid'ah.”


أسأل الله عز وجل أن يرزقني وإياكم العلم النافع والعمل الصالح، وأن يوفقنا إلى اتباع كتابه وسنة رسوله، وما كان عليه أصحابه صلى الله عليه وسلم، إنه على كل شيء قدير.


Saya memohon kepada Allah agar memberikan kepada saya dan kalian ilmu yang bermanfaat dan amal yang saleh, serta memberi kita taufik untuk mengikuti Kitab-Nya dan Sunnah Rasul-Nya, serta apa yang dipegang oleh para sahabatnya ﷺ. Sungguh, Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.


وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين، ونستأنف إن شاء الله تعالى شرح الكتاب في الغد. والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته.


Dan akhir dari doa kami adalah segala puji bagi Allah, Rabb seluruh alam. Kita akan melanjutkan penjelasan kitab ini besok, inSya Allah Ta'ala. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.




15 

*DAURAH MINHAJUS SUNNAH – 1446 H*

TRAWAS MOJOKERTO – 13 Rabiul Akhir 1446 H/16 Oktober 2024

SYAIKH HAMED BIN ABDUL AZIIZ AL-ATIIQ hafizhahullah
Bagian 07 -  Syarah Arbain an-Nawawiy


الحمد لله والصلاة والسلام على عبده ورسوله ﷺ وعلى آله وصحبه وسلم تسليمًا كثيرًا


Segala puji bagi Allah, salawat dan salam semoga tercurah kepada hamba-Nya dan Rasul-Nya ﷺ, kepada keluarganya dan sahabat-sahabatnya, serta semoga terlimpah salam yang banyak.

أما بعد: 

فأسأل الله سبحانه وتعالى أن يجعل اجتماعنا هذا اجتماعاً مباركاً.  
وأسأله سبحانه وتعالى أن يجعلني وإياكم من العلماء العاملين الربانيين، وأسأله سبحانه وتعالى أن يجعلني وإياكم من أهل التوحيد والسنة، إنه على كل شيء قدير.

 Amma ba'du: 
Saya memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar menjadikan pertemuan kita ini sebagai pertemuan yang diberkahi.  
Dan saya memohon kepada-Nya agar menjadikan kita semua termasuk golongan ulama yang mengamalkan ilmunya, serta menjadikan kita semua sebagai orang-orang yang berada di atas tauhid dan sunnah. Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.

 
 مشايخي، إخواني وأبنائي، بين أيدينا كتاب "الأربعين" للنووي رحمه الله تعالى، وبين أيديكم الأحاديث مباشرة، لكن قبل هذه الأحاديث التي بين أيديكم، هناك مقدمة للمؤلف رحمه الله تعالى. نقرأ هذه المقدمة، نشرع في شرح الأحاديث، ولا حول ولا قوة إلا بالله. 


 Para syaikh, saudara-saudaraku, dan anak-anakku, di hadapan kita ada kitab "Al-Arba'in" karya Imam An-Nawawi رحمه الله تعالى, dan di hadapan kalian langsung ada hadits-haditsnya. Namun sebelum kita membahas hadis-haditstersebut, ada mukadimah dari penulis رحمه الله تعالى.  Kita akan membacanya terlebih dahulu sebelum kita memulai penjelasan hadis-haditstersebut. Tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah. 

 
 وقبل أن أبدأ، مشايخي الأكارم، أحب أن أتفق على طريقة سيرنا في هذا الشرح، ولا حول ولا قوة إلا بالله. 


 Sebelum saya mulai, wahai para syaikh yang mulia, saya ingin menyepakati metode yang akan kita gunakan dalam penjelasan ini. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah. 

 
 أولاً يا مشايخي، لا يمكن أن نملي، لا يمكن الإملاء. لا يوجد إملاء، وإنما سيكون عن طريق الإلقاء. 


 Pertama, wahai para syaikh, kita tidak akan menggunakan metode dicatat langsung dari apa yang saya ucapkan. Tidak akan ada metode catatan langsung, melainkan dengan cara penyampaian lisan. 

 
 ومن فاته شيء من الكتابة فيرجع إلى التسجيل. التسجيل موجود وأظنه ينزل مباشرة، يعني في نفس الوقت ينزل التسجيل مباشرة. 


 Barang siapa yang terlewat dalam penulisan, bisa kembali merujuk pada rekaman. Rekaman tersedia, dan saya kira bisa langsung diakses pada waktu yang sama. 
 

 الأمر الثاني، مشايخي الأكارم، احرص على الفهم والكتابة. 

 Kedua, wahai para syaikh yang mulia, utamakan pemahaman dan penulisan. 

 
 احرص على الفهم والكتابة. من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين. والفقه في أصله هو الفهم. 

 Utamakan pemahaman dan penulisan. Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya, maka Allah akan memahamkannya dalam agama. Dan pada dasarnya, fiqih adalah pemahaman. 

 
 فالأصل في التعلم هو الفهم. والحفظ والكتابة وسيلته. 

 TUJUAN UTAMA DARI BELAJAR adalah PEMAHAMAN, sedangkan hafalan dan penulisan hanyalah sarana. 

 
 فعندنا غاية وهي الفهم، وعندنا وسيلة وهي الحفظ والكتابة. 


 Kita memiliki tujuan yaitu pemahaman, dan kita memiliki sarana yaitu hafalan dan penulisan. 

 
 فإذا تعارضت الغاية مع الوسيلة قدمت الغاية. انتبه. 


*JIKA TERJADI KONFLIK ANTARA TUJUAN DAN SARANA, MAKA YANG HARUS DIDAHULUKAN ADALAH TUJUANNYA.* Perhatikan baik-baik. 

 
 بمعنى إذا تعارض الفهم مع الكتابة، لا يصح أن الإنسان يقدم الكتابة على الفهم، لأنه أضاع المقصود من العلم أصلاً. 


 Artinya, jika pemahaman bertentangan dengan penulisan, tidak seharusnya seseorang lebih mementingkan menulis daripada memahami, karena itu akan menghilangkan maksud utama dari ilmu itu sendiri. 

 ثم إن الذي يقدم على الفهم ربما أخطأ في كتابته. 


 Lalu, orang yang mengutamakan pemahaman mungkin saja akan salah dalam menulisnya. 
 

 لأنه كما قال الله عز وجل: {ما جعل الله لرجل من قلبين في جوفه}، الذي يشرح يلقي المعلومة قد تكون سريعة، وهذا يكتب، فربما كتب خطأ. 

 Karena, seperti yang Allah سبحانه وتعالى firmankan: "Allah tidak menjadikan dua hati dalam dada seorang laki-laki," orang yang sedang menjelaskan mungkin berbicara dengan cepat, dan orang yang menulis mungkin menuliskan sesuatu dengan keliru. 
 

 فأضاع المفهوم وأضاع المكتوب. 

 Akhirnya, baik pemahaman maupun tulisan bisa menjadi keliru. 

  ما الحل؟ الحل أن تكتب إذا كنت بطيئًا رؤوس أقلام وعناوين وقواعد وضوابط، وتقتنصها من الشرح. وأما الكلام التفصيلي، فترجئه إلى سماع ماذا؟ إلى سماع الدرس. 

 Apa solusinya? Solusinya adalah, jika Anda menulis dengan lambat, cukup tuliskan poin-poin utama, judul, aturan, atau kaidah yang Anda tangkap dari penjelasan. Sedangkan penjelasan detailnya, bisa Anda tulis nanti ketika mendengarkan kembali rekamannya. 

 
 الأمر الذي يليه، مشايخي، من اتخذ هذه الطريقة، التي هي تقديم الفهم على الكتابة وتأجيل الكتابة التفصيلية إلى سماع الدرس بعد ذلك، ينبغي عليه أن يحذر من التسويف. 


 Selanjutnya, wahai para syaikh, bagi siapa pun yang menggunakan metode ini, yaitu mengutamakan pemahaman daripada menulis, dan menunda penulisan detail hingga mendengarkan rekaman pelajaran, hendaknya berhati-hati dari menunda-nunda pekerjaan. 

 
 بمعنى لا تقل: سأكتب إذا رجعت إلى بلدي. ربما إذا رجعت إلى بلدك لن تكتب شيئًا. 

 Artinya, jangan mengatakan, "Saya akan menulisnya ketika saya kembali ke negara saya." Karena mungkin saja ketika Anda kembali, Anda tidak menulis apa pun. 

 ومن جرب عرف. وضحك المشايخ: كلنا ذاك الرجل يا مشايخ إلا من شاء الله عز وجل. 

 Orang yang pernah mengalaminya pasti tahu. Para syaikh tertawa: Kita semua adalah orang yang sama dalam hal ini, kecuali yang dikehendaki Allah سبحانه وتعالى. 

 التسويف هو بوابة الشيطان إلى الترك.   
التسويف بوابة الشيطان إلى الترك، فيأتيك الشيطان ويقول لك: "اترك ما يأتي لاحقًا"، ويقول لك: "لا تُصَلِّ النافلة الراتبة"، ويقول لك: "اجعلها في البيت، فإن البيت أفضل".  
ولا شك أن الصلاة في البيت أفضل، ولكن بشرط أن تعرف نفسك أنك إذا ذهبت إلى البيت، فستصلي.  


 *PENUNDAAN ADALAH PINTU SETAN MENUJU PENGABAIAN*
Penundaan adalah pintu setan menuju pengabaian. Setan datang kepadamu dan berkata, "Tunda nanti saja," atau berkata, "Jangan shalat sunnah rawatib sekarang." Lalu berkata, "Lakukan saja di rumah, karena shalat di rumah lebih utama."  
Tidak diragukan lagi, shalat di rumah memang lebih utama, tetapi dengan syarat kamu yakin bahwa ketika sampai di rumah, kamu akan benar-benar melakukannya.

 أما الذي ضحك عليه الشيطان في صلاة الفجر، ثم ضحك عليه في صلاة الظهر، فإن المؤمن لا يُلدغ من جُحرٍ مرتين.   
رأيت أنك إذا تركت، قل له: "أُصلي الراتبة في المسجد وإن كانت أقل أجرًا، خيرٌ من أن أُسَوِّف وأترك".  
فلذلك، يا مشايخي الأكارم، وصيتي لكم: إذا رجعت الليلة، لا تترك إلى الغد. الليلة، استمع ودَوِّن، فإذا لم تفعل، فسيطير العلم.  

 Tetapi bagi orang yang telah ditipu setan saat shalat Subuh, dan ditipu lagi saat shalat Zuhur, maka seorang mukmin tidak akan terperosok ke dalam lubang yang sama dua kali.   
Jika kamu merasa akan meninggalkan, katakan kepadanya, "Lebih baik aku shalat sunnah di masjid meskipun pahalanya lebih sedikit, daripada aku menunda dan akhirnya meninggalkannya."  
Oleh karena itu, wahai para syaikh yang mulia, nasihat saya kepada kalian: Jika kalian pulang malam ini, jangan tunda hingga besok. Malam ini, dengarkan dan catat. Jika tidak, ilmu akan hilang.

 أقولها لكم يا مشايخ عن علم: المبادرة، المبادرة، المبادرة، وإياك والتسويف، إياك والتسويف، إياك والتسويف.   
الحمد لله، أنتم جئتم لتتفرغوا للعلم في هذه الأيام، لا زوجات ولا أولاد ولا وظائف، يفرغون للعلم، ولله الحمد والمنَّة.  
فلذلك، استثمروا هذه الفرصة في ماذا؟ في تدوين ما فاتكم.

 Saya katakan kepada kalian, wahai para syaikh, berdasarkan ilmu: segera bertindak, segera bertindak, segera bertindak, dan hindari penundaan, hindari penundaan, hindari penundaan.   
Alhamdulillah, kalian datang untuk mencurahkan waktu sepenuhnya untuk ilmu dalam beberapa hari ini, tanpa istri, tanpa anak, tanpa pekerjaan, semuanya fokus pada ilmu. Segala puji bagi Allah atas nikmat ini.  
Oleh karena itu, manfaatkan kesempatan ini untuk apa? Untuk mencatat apa yang kalian lewatkan.

 الأمر الذي يليه، مشايخي الأكارم، طريقتي في هذا الشرح تقدم في الدورة الماضية. أسأل الله عز وجل أن يجعل فيها الخير والبركة والنفع للإسلام والمسلمين.   
الطريقة يا مشايخي الأكارم، كما اعتدت، أن نركز على مقصود المؤلف والمقصود من الكتاب، وهذا شيءٌ امتن الله عز وجل به عليه.  
أسأل الله عز وجل أن يكون هذا من توفيقه، ولا حول ولا قوة إلا بالله.

 Selanjutnya, wahai para syaikh yang mulia, metode saya dalam penjelasan ini telah digunakan dalam program sebelumnya. Saya memohon kepada Allah عز وجل agar menjadikannya bermanfaat bagi Islam dan kaum Muslimin.   
Metodenya, wahai para syaikh yang mulia, seperti biasa, kita akan fokus pada tujuan penulis dan tujuan dari kitab tersebut, dan ini adalah sesuatu yang Allah عز وجل anugerahkan kepada saya.  
Saya memohon kepada Allah عز وجل agar ini termasuk dalam pertolongan-Nya, dan tidak ada daya serta kekuatan kecuali dengan Allah.


 وهو أنك إذا شرحت كتابًا، فركِّز على مقصود الكتاب، يعني الفن الذي من أجله أُلِّف الكتاب، وركِّز على مقصود المؤلف، ولا تتشتت ولا تُشتت نفسك ولا تُشتت طلابك.   

 Ketika kamu menjelaskan sebuah kitab, fokuslah pada tujuan dari kitab tersebut, yaitu bidang ilmu yang menjadi alasan penulisan kitab itu, dan fokuslah pada tujuan penulisnya. Jangan menyebar dan mengalihkan perhatian dirimu sendiri atau murid-muridmu.   




16 

*DAURAH MINHAJUS SUNNAH – 1446 H*

TRAWAS MOJOKERTO – 13 Rabiul Akhir 1446 H/16 Oktober 2024

SYAIKH HAMED BIN ABDUL AZIIZ AL-ATIIQ hafizhahullah
Bagian 08 -  Syarah Arbain an-Nawawiy


هذه الأربعين النووية فيها من الفوائد لو أردنا أن نستقصي ما يدخل فيها سنجد أنه يدخل في كل علوم الشريعة، بل الآلة المساندة لعلوم الشريعة.

Kitab "Al-Arba'in An-Nawawiyyah" ini mengandung banyak manfaat. Jika kita ingin menelusuri semua yang masuk dalam kitab ini, kita akan menemukan bahwa kitab ini mencakup semua ilmu syariat, bahkan ilmu bantu yang mendukung syariat.

 نستطيع من الحديث الواحد أن نأخذ فوائد لغوية، فوائد في النحو، في الصرف، في البيان، في البديع، في الفقه، في الأصول، في القرآن، في السنة، في المصطلح، في الحديث، في أصول الفقه، وهكذا.   
لكن هذه الطريقة في تقديري حسب تجربتي، يا مشايخ، ماذا تفعل؟ تُحدِثُ بعد ذلك أعراضًا جانبية ضارة لطالب العلم.

 Dari satu hadits saja, kita bisa mengambil manfaat dalam aspek bahasa, tata bahasa, ilmu saraf, balaghah, ilmu badi', fiqh, ushul fiqh, tafsir Al-Qur'an, sunnah, musthalah hadis, dan ilmu-ilmu lainnya.   
Namun, menurut pengalaman saya, wahai para syaikh, metode ini dapat menimbulkan efek samping yang merugikan bagi para penuntut ilmu.

 الضرر الأول: العلم على المتعلم.   
يعني افترض، مشايخنا، أننا اتخذنا هذه الطريقة، فكم نحتاج حتى ننتهي من الأربعين النووية؟  
كم نحتاج؟ قد نحتاج إلى سنة.

 BAHAYA PERTAMA: ILMU MENJADI BEBAN BAGI PELAJAR.   
Misalnya, wahai para syaikh, jika kita menggunakan metode ini, berapa lama waktu yang kita butuhkan untuk menyelesaikan pembahasan "Al-Arba'in An-Nawawiyyah"?  
Berapa lama? Bisa jadi kita memerlukan waktu satu tahun.

  يا مشايخ، ترى هذا ليس من التأصيل، لأنني رأيت من يفعل هذه الطريقة ويجلس في الأربعين النووية وأمثالها أكثر من سنة 
 
bagian dari  ta’shil  (metode pengokohan dasar ilmu), karena saya pernah melihat orang-orang yang menggunakan metode ini dan menghabiskan lebih dari satu tahun hanya untuk mempelajari kitab  Arba’in Nawawiyah  dan sejenisnya.


 هذا يطيل العلم أو يطيل وقت طلب العلم. ما الذي يترتب على ذلك؟ يترتب على ذلك يأس بعض الناس وقنوطهم من العلم. 

Metode ini memperpanjang waktu pembelajaran. Apa yang terjadi akibatnya? Hal ini membuat sebagian orang menjadi putus asa dan kehilangan semangat dalam menuntut ilmu.

 يعني طالب العلم لما يجي يقول: الأربعين النووية جلست فيها سنة، طيب أنا وش بقي من عمري؟ لا زال عندي هذا، هذا جزء من أحد العلوم، طيب ماذا أفعل؟ الفقه مع التفسير مع أصول التفسير مع الفقه مع الحديث مع مصطلح الحديث؟ 

Artinya, ketika seorang penuntut ilmu berkata, “Saya menghabiskan satu tahun hanya untuk mempelajari  Arba’in Nawawiyah , lalu berapa sisa umur saya?” Sementara, ini baru bagian kecil dari salah satu cabang ilmu. Bagaimana dengan cabang ilmu lainnya seperti fiqh, tafsir, ushul tafsir, hadis, dan musthalah hadis?


 فيصاب باليأس والقنوط ويترك العلم، يظن أن المشكلة عنده. 

Akhirnya, dia merasa putus asa dan berhenti menuntut ilmu. Dia mengira bahwa masalahnya ada pada dirinya.

 المشكلة ليست عنده، المشكلة في الطريقة، يا مشايخي الأكارم. 

Padahal, masalahnya bukan terletak pada dirinya, melainkan pada metode yang digunakan, wahai para syaikh yang mulia.

 الأمر الذي يليه أن هذه الطريقة لا تحقق التأصيل العلمي ولا البناء العلمي الصحيح. 

Selanjutnya, metode ini tidak dapat mencapai  ta’shil ilmiah  (pengokohan dasar ilmu) atau membangun fondasi ilmu yang benar.


 كيف؟ قال الله عز وجل: {وَلَكِن كُونُوا رَبَّانِيِّينَ}، قال السلف: الربانيون هم الذين يُعَلِّمُونَ صِغَارَ العِلْمِ قَبْلَ كِبَارِهِ، يعني التدرج والبناء العلمي. 

Bagaimana caranya? Allah سبحانه وتعالى berfirman:  "Tetapi hendaklah kamu menjadi rabbaniyin (ulama yang mengajarkan ilmu dengan bertahap)," (Ali-Imran - Ayat 79).  Para ulama salaf berkata,  "Rabbaniyun adalah orang-orang yang mengajarkan ilmu-ilmu kecil sebelum yang besar,"  yaitu bertahap dan membangun ilmu secara sistematis.

 هذه الطريقة في اقتناص كل الفوائد تجعل طالب العلم ما عنده بناء، لماذا؟ لأنه يأخذ في سطر واحد عشرة فنون. 

Metode mempelajari semua manfaat sekaligus ini membuat penuntut ilmu tidak memiliki fondasi ilmu yang kokoh. Kenapa? Karena dalam satu baris, ia mencoba mempelajari sepuluh cabang ilmu sekaligus.

 وإن المنبت لا أرضًا قطع ولا ظهرًا أبقى. 

“Orang yang terlalu tergesa-gesa tidak memetik hasil apa pun.” Artinya, ia tidak akan menyelesaikan satu pun dari sepuluh cabang ilmu tersebut dengan benar.


 الذي يفعل هذه الطريقة لن يحصل علماً من هذه العشرة فنون، العلم المحقق المدقق. 

Orang yang menggunakan metode ini tidak akan mendapatkan ilmu yang terperinci dan mendalam dari sepuluh cabang ilmu tersebut.


 ماذا سيحصل؟ سيحصل الثقافة، الثقافة التي تُنال بكثرة القراءة والسماع والمطالعة، لكنه لا يحصل على العلم المدقق المبني على أصوله. 

Apa yang akan dia dapatkan? Dia hanya mendapatkan pengetahuan umum yang diperoleh dari banyak membaca, mendengarkan, dan mempelajari, tetapi dia tidak mendapatkan ilmu yang terperinci dan terstruktur berdasarkan prinsip-prinsipnya.


 أما الذي يعمل بالطريقة التأصيلية، وهي التركيز على مقصود الكتاب ومقصود المؤلف، تجده يبني نفسه، بفضل الله وجوده، بناءً عملياً علمياً. 

Adapun orang yang mengikuti metode  ta’shil  (pengokohan dasar ilmu), yaitu dengan fokus pada tujuan kitab dan maksud penulisnya, maka dia membangun dirinya, dengan izin Allah, menjadi fondasi ilmu yang kokoh dan terstruktur.


 يبدأ بمُتْنٍ صغير، يأخذ المسائل المتعلقة فيه، ثم يأتي بالمتن المتوسط، ماذا يفعل؟ يُرَسِّخُ ما قبله ويزيد عليه، ثم يأتي المتن الكبير فيُرَسِّخُ الأول ثم المتوسط ثم يبني الجديد بناءً تاماً مُحْكماً بإذن الله تعالى. 

Dia mulai dengan mempelajari kitab kecil, mengambil pelajaran-pelajaran yang ada di dalamnya, kemudian berpindah ke kitab tingkat menengah. Apa yang dia lakukan? Dia memperkuat apa yang sudah dipelajari sebelumnya dan menambah pengetahuan baru. Lalu dia lanjut ke kitab tingkat lanjut, di mana dia memperkuat pelajaran dari kitab dasar dan menengah, kemudian membangun ilmu baru secara sempurna dan kokoh dengan izin Allah Ta'ala.


 مما تُحدِثُهُ الطريقة المذكورة في التطويل فيما يتعلق بالشروح أنها تجعل طالب العلم يضيع في المعلومات. 

(KEDUA): Dampak negatif lain dari metode mempelajari semuanya sekaligus adalah hal ini membuat penuntut ilmu bingung dengan banyaknya informasi.

 لا يستطيع أن يتناولها. 

(KETIGA): (Dampak negative lainnya) Dia tidak mampu menyerapnya semua.


 مثال ذلك، مشايخي الأكارم، لو كان لرجل مستودعان مخزنان فيهما أغراضه: مخزن مرتب وكل قسم من الأغراض والأدوات قد قسمها إلى أقسام، ويعرف كل قسم أين يضع هذه الحاجة. 

Sebagai contoh, wahai para syaikh yang mulia, jika seseorang memiliki dua gudang yang menyimpan barang-barangnya. Satu gudang teratur, di mana setiap kategori barang telah disusun dengan rapi, dan dia tahu di mana harus meletakkan setiap barang.


 القسم الثاني غير مرتب، هذا فيه عشرة آلاف قطعة، وهذا فيه عشرة آلاف قطعة. 

Gudang kedua tidak teratur. Gudang ini berisi sepuluh ribu barang, begitu juga gudang lainnya.


 إذا دخل في الجزء المرتب، ماذا يفعل؟ يحصل عليها بسهولة، يذهب للقسم نفسه مرتب وتحت هذا الترتيب ترتيب حتى يصل إلى القطع الصغيرة. 

Jika dia masuk ke gudang yang teratur, dia akan dengan mudah menemukan barang yang dia cari, karena setiap bagian terorganisir dengan rapi hingga ke bagian terkecil.


 نفس الأدوات ونفس المواد موجودة في مستودع غير مرتب. أراد أن يأتي بقطعة ليست صغيرة كبيرة، كم يحتاج؟ ممكن أن لا يجد أصلاً القطعة، أليس كذلك؟ 


Sekarang, dengan barang yang sama di gudang yang tidak teratur, jika dia ingin menemukan barang yang besar, berapa lama waktu yang dia butuhkan? Mungkin dia bahkan tidak akan menemukannya sama sekali, bukan begitu?


 كذلك، المشايخ، العلم يحتاج إلى ترتيب في أخذه، وفي حفظه، وفي أدائه. 


Begitu pula, wahai para syaikh, ILMU MEMERLUKAN KETERATURAN DALAM MEMPELAJARINYA, MENGHAFALNYA, DAN MENGAMALKANNYA.


 وفقك الله عز وجل إلى ترتيب العلم في أخذه وحفظه وأدائه، كان في ذلك الخير والبركة بإذن الله تعالى. 

Jika Allah عز وجل memberikanmu taufik untuk mengatur ilmu dalam mempelajarinya, menghafalnya, dan mengamalkannya, maka di dalamnya terdapat kebaikan dan berkah dengan izin Allah Ta'ala.


 وهذا مما تميز به شيخنا الشيخ ابن عثيمين رحمه الله تعالى، قد أعطاه الله عز وجل شيئاً عظيماً في هذا الباب، ترتيب العلم. 

Inilah salah satu keistimewaan dari guru kita, Syaikh Ibnu Utsaimin رحمه الله تعالى. Allah عز وجل telah menganugerahkannya keistimewaan besar dalam hal pengaturan ilmu.

 فتجد الشيخ حينما يشرح، تجده يرتب لك العلم ترتيباً. 

Ketika Syaikh memberikan penjelasan, kamu akan melihat bahwa beliau mengatur ilmu dengan sangat terstruktur.


 فمن فوائد طريقة التأصيل، أو من سلبيات الطريقة التي تأتي إلى الجزئية فيطرح كل ما فيها من علوم، أنها تجعل العلم غير مرتب في عقلك.   
رأسك مليء من المعلومات، لكن لو سألك أحدهم، ستكون مثل الذي دخل مستودعًا غير مرتب.  
تذهب يمينًا ويسارًا في عقلك، تحاول تحريك المعلومة يمينًا ويسارًا، وتعرف أنها موجودة، ولكن في النهاية تقول: "لم أجدها."  
هي موجودة، لكن المشكلة ماذا؟ المشكلة أنها غير مرتبة، لم تكن على طريقة التأصيل العلمي.


 Salah satu manfaat dari metode ta’shil (pengokohan ilmu), atau salah satu kelemahan dari metode yang hanya membahas setiap bagian ilmu secara terpisah, adalah bahwa hal ini membuat ilmu menjadi tidak teratur di dalam pikiranmu.   
Kepalamu penuh dengan informasi, tetapi ketika seseorang bertanya kepadamu, kamu akan seperti orang yang masuk ke gudang yang tidak teratur.  
Kamu bergerak ke kanan dan ke kiri di dalam pikiranmu, mencoba mengingat informasi tersebut, tetapi pada akhirnya kamu berkata: “Saya tidak menemukannya.”  
Informasinya sebenarnya ada, tapi masalahnya adalah apa? Masalahnya adalah informasi tersebut tidak teratur, tidak diorganisir dengan metode pengokohan ilmu.


 فلذلك ستكون الطريقة بإذن الله تعالى، ولا حول ولا قوة إلا بالله، التركيز في هذا الكتاب على مقصود الكتاب.   
لذلك قرأنا المقدمة، ومقصود المؤلف: المؤلف ألَّف هذا الكتاب لمقصودٍ.  
ما يصح أن نبحث عن مقصود آخر، هو ألَّفه لمقصود معين.  
فأنت تبحث أولًا عن فنِّ الكتاب، وتُركِّز عليه، ثم تُركِّز على مقصود المؤلف، ثم نركِّز على القواعد والضوابط.


 Oleh karena itu, metode kita, dengan izin Allah Ta'ala, dan tidak ada daya serta kekuatan kecuali dengan Allah, adalah fokus pada tujuan dari kitab ini.   
Inilah mengapa kita membaca muqadimahnya dan memahami maksud penulis. Penulis menulis kitab ini dengan tujuan tertentu.  
Tidak tepat jika kita mencari tujuan lain. Dia menulisnya untuk tujuan yang spesifik.  
Pertama-tama, kamu harus memahami disiplin ilmu dalam kitab ini, fokus pada itu, kemudian fokus pada tujuan penulis, lalu fokus pada kaidah-kaidah dan aturan-aturan.

 مشايخي، العلم كثير، أفراد العلم كثيرة جدًّا، لا يمكن أن نتتبع العلم، يستحيل ذلك. لا يمكن أن نحيط بها في الدروس.   
الذي نستطيع أن نحيط به، أو بجزءٍ كبيرٍ منه، هو القواعد والأصول والضوابط.

 Wahai para syaikh, ilmu itu banyak, sangat banyak sekali cabang-cabang ilmu. Kita tidak mungkin melacak semuanya, itu tidak mungkin. Kita tidak mungkin mencakup semuanya dalam pelajaran-pelajaran ini.   
Yang bisa kita pahami, atau sebagian besar darinya, adalah kaidah-kaidah, prinsip-prinsip, dan aturan-aturan.


 وأفراد المسائل، طرحها بدون قواعد وضوابط لا ينتج طالب علمٍ مجتهد، وإنما ينتج مقلِّدًا.   
والمقلِّد بإجماع المسلمين ليس بعالم، لأن الله عز وجل يقول: {فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ}.  
القسمة الثنائية: إما عالم وإما جاهل غير عالم.

 Membahas berbagai masalah cabang tanpa kaidah dan aturan tidak akan menghasilkan penuntut ilmu yang menjadi mujtahid, melainkan hanya menjadi seorang pengikut (muqallid).   
Dan muqallid, menurut kesepakatan ulama, bukanlah seorang ulama, karena Allah سبحانه وتعالى   berfirman:  “Maka tanyakanlah kepada orang yang berilmu jika kamu tidak mengetahui   (An-Nahl - Ayat 43)
Pembagian hanya dua: yaitu ulama atau orang awam yang tidak memiliki ilmu.


 المقلد بإجماع أهل السنة لا يُعدُّ عالمًا. فحينما تحرص على أخذ أفراد المسائل: ما حكم كذا؟ ما حكم كذا؟ ما حكم كذا؟، ما ستحتاج؟ كل ما جاءتك مسألة تبحث لك عن شيخ حتى يعطيك حكم المسألة. 

 Menurut kesepakatan Ahlussunnah, seorang muqallid tidak dianggap sebagai ulama. Jadi, jika kamu hanya fokus mempelajari masalah-masalah cabang, seperti: ‘Apa hukumnya ini? Apa hukumnya itu?’, apa yang akan kamu lakukan? Setiap kali kamu mendapatkan masalah, kamu akan mencari seorang syaikh untuk memberikanmu hukum masalah tersebut. 


 تكون مقلدًا لشيخك، لو جاءت أي مسألة جديدة، لا تستطيع أن تجتهد، ولا تستطيع أن ترجح، ولا تستطيع أن تتكلم في مثل المسائل. 

 Kamu akan menjadi seorang muqallid untuk syaikhmu. Jika ada masalah baru, kamu tidak akan mampu berijtihad, tidak bisa memberikan pendapat yang kuat, dan tidak dapat berbicara mengenai masalah-masalah tersebut. 


 أما طريقة القواعد والضوابط فإنها تنتج طالب العلم المهيأ لأن يكون عالمًا مجتهدًا. 

 Namun, metode yang berdasarkan kaidah dan aturan menghasilkan penuntut ilmu yang siap menjadi seorang ulama dan mujtahid. 


 وهذا الذي نريده منكم، يا مشايخي الأكارم. نريد طالب العلم الذي يعرف الأدلة ويعرف القواعد ويعرف طريقة الاستدلال وطريقة الاستنباط وطريقة الترجيح، حتى ينفع الله عز وجل به، ولا حول ولا قوة إلا بالله. 

 Inilah yang kami inginkan dari kalian, wahai para syaikh yang mulia. Kami menginginkan penuntut ilmu yang memahami dalil-dalil, memahami kaidah-kaidah, memahami metode istidlal (mengambil dalil), metode istinbat (menyimpulkan hukum), dan metode tarjih (memilih pendapat yang lebih kuat), agar Allah عز وجل memberikan manfaat darinya. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah. 

 الأمر الذي يليه، مشايخي، الأسئلة ستكون عبر الأسئلة المكتوبة. وحتما لن نستطيع أن نجيب على كل أسئلتكم، هذا يستحيل، ولكن نُسدِّد ونُقارِب. 

 Selanjutnya, wahai para syaikh, pertanyaan akan disampaikan melalui pertanyaan tertulis. Dan tentu saja, kami tidak akan bisa menjawab semua pertanyaan kalian. Itu mustahil, tetapi kami akan mencoba sebaik mungkin dan mendekati jawaban yang benar. 

  يعني أن الخير لنا، يا مشايخي، أن ننتهي من الأربعين النووية في هذه الدورة، حتى يرجع طالب العلم وقد أنهى الأربعين النووية. 

 Artinya, lebih baik bagi kita, wahai para syaikh, untuk menyelesaikan kitab Arba'in An-Nawawiyah dalam program ini, agar para penuntut ilmu bisa kembali dengan membawa penyelesaian kitab tersebut. 


 لأننا لو ما انتهينا، قد لا تتيسر لبعضنا أن يتمها مرة أخرى. فمن الخير يا مشايخ المقدم عندي أن ننتهي من الأربعين النووية. فإذا انتهينا من الأربعين النووية وبقي وقت، سنخصصه للأسئلة واللقاء المفتوح، ولا حول ولا قوة إلا بالله. 

 Karena jika kita tidak menyelesaikannya, mungkin beberapa dari kita tidak akan punya kesempatan lagi untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu, menurut saya, lebih baik kita menyelesaikan Arba'in An-Nawawiyah. Jika kita sudah selesai dan masih ada waktu, kita akan menyiapkan waktu untuk pertanyaan dan pertemuan terbuka, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah. 


 مشايخ، اربطوا الأحزمة قبل الإقلاع، ولا حول ولا قوة إلا بالله. عندنا عبارة تقولها الخطوط السعودية: دع لنا القيادة واستمتع أنت بالرحلة. ها؟ لكن نحن إن شاء الله تعالى جميعا نقود هذه الرحلة ونستمتع بالرحلة، ولا حول ولا قوة إلا بالله. 

 Wahai para syaikh, kencangkan sabuk pengaman sebelum kita lepas landas, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah. Ada kalimat yang sering dikatakan oleh maskapai penerbangan Saudi: 'Serahkan kemudi kepada kami dan nikmati perjalananmu.' Tapi inSya Allah, kita semua akan memimpin perjalanan ini bersama-sama dan menikmati perjalanannya, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah. 

Bersambung
Zaki Rakhmawan Abu Usaid