Rabu, 27 November 2024

PERANGAI ORANG YANG BERIMAN




Khutbah Jumat tanggal 22-1-1423 H
Oleh : As-Syaikh Abdul Razzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr hafizhahullah Ta'ala. 


Segala puji hanya milik Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan kepada-Nya, memohon ampun kepada-Nya, dan bertobat kepada-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri-diri kami dan keburukan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya. 
Dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. 
Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya. 
Semoga salawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada beliau, keluarga beliau, seluruh sahabatnya, serta orang-orang yang mengikutinya dengan baik hingga akhir zaman. 

Amma ba‘du:

Wahai orang-orang beriman, hamba-hamba Allah:

Aku berwasiat kepada kalian dan kepada diriku sendiri untuk bertakwa kepada Allah Ta‘ala, serta senantiasa merasa diawasi oleh-Nya dalam keadaan sembunyi maupun terang-terangan. 
Sesungguhnya takwa kepada Allah adalah sebaik-baik bekal yang akan menghantarkan kepada ridha Allah.
 Takwa adalah inti segala kebaikan.

Wahai hamba Allah....

“Tidak diragukan lagi kedudukan iman sangat tinggi dan posisinya amat mulia. Iman merupakan perkara terpenting dan kewajiban paling agung dalam segala hal. Segala kebaikan di dunia dan akhirat bergantung pada keberadaan iman, kesehatannya, dan kesempurnaannya. Betapa banyak manfaat iman yang melimpah, buahnya yang matang, hasilnya yang lezat, panen yang terus berulang, dan kebaikan yang terus-menerus.

Karena itulah orang-orang yang bersemangat berlomba-lomba memperhatikan iman, merealisasikan, dan menyempurnakannya. 

Seorang muslim yang diberi taufik oleh Allah niscaya akan memberikan perhatian yang lebih besar kepada imannya daripada segala sesuatu lainnya...” (Dari buku Asbab Ziyadat Al-Iman wa Nuqsanihi, hal. 3).

Wahai hamba-hamba Allah:....

Sebagaimana diketahui oleh semua orang, jaminan adalah hal yang sangat dihargai oleh manusia dalam jual beli dan seluruh kegiatan perdagangan mereka. 
Barang-barang yang dijamin tentu memiliki kedudukan yang lebih tinggi di mata manusia dibandingkan dengan barang-barang yang tidak memiliki jaminan. 
Hal ini menunjukkan betapa pentingnya sesuatu yang terjamin di tengah masyarakat dibandingkan dengan yang tidak. 
Kepercayaan terhadap suatu jaminan pun bervariasi, bergantung pada kredibilitas pemberinya. 
Karena itu, perhatian manusia terhadap jaminan semakin besar apabila yang memberikan jaminan dikenal jujur, amanah, dan terpercaya. 
Apalagi jika jaminan tersebut tidak memberikan kesulitan yang berat atau beban yang berat kepada penerimanya.

Wahai hamba-hamba Allah:...

Bagaimana jika yang memberikan jaminan itu adalah Rasulullah ﷺ, sosok yang benar dan terpercaya, yang tidak berbicara atas dasar hawa nafsu melainkan berdasarkan wahyu yang diwahyukan kepadanya? 
Dan bagaimana jika yang dijamin adalah surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang di dalamnya terdapat apa yang tidak pernah dilihat mata, tidak pernah didengar telinga, dan tidak pernah terlintas dalam hati manusia? 
Dan bagaimana pula jika amalan-amalan yang menjadi syarat untuk memperoleh jaminan tersebut ringan dan mudah, tanpa membutuhkan usaha yang berat atau kesulitan yang besar?

Perhatikanlah, semoga Allah merahmati kalian, teks jaminan agung berikut ini:

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya, Ibn Hibban dalam Sahih-nya, dan Al-Hakim dalam Mustadrak-nya, dari Ubadah bin As-Samit (semoga Allah meridainya), bahwa Nabi ﷺ bersabda:

“Berikanlah jaminan kepadaku enam perkara, maka aku akan menjamin untuk kalian surga: 
(1) jujurlah ketika kalian berbicara, 
(2) penuhilah janji kalian jika berjanji, 
(3) tunaikanlah amanah jika dipercaya, 
(4) jagalah kemaluan kalian, 
(5) tundukkan pandangan kalian, dan 
(6) jagalah tangan kalian (dari menyakiti orang lain).”
(Hadis Sahih)
Diriwayatkan oleh Ahmad (22757), Ibn Hibban (271), Al-Hakim (8066), dan dinilai hasan oleh Al-Albani dalam Sahih At-Targhib.


Wahai hamba-hamba Allah:...

Sungguh, ini adalah jaminan dengan jaminan, dan kesetiaan dengan kesetiaan.

 "Berikanlah jaminan kepadaku enam perkara, maka aku akan menjamin untuk kalian surga." 

Enam amalan ini begitu ringan, mudah, dan berasal dari pintu-pintu kebaikan yang tidak memberatkan. 
Barang siapa yang melaksanakannya sepanjang hidupnya dan menjaganya hingga wafat, maka surga dijamin untuknya dan jalannya ke sana pasti dan aman.

Allah Ta'ala berfirman:

"Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari sesuatu yang bercampur. Kami hendak mengujinya, karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. Sungguh, Kami telah menunjukinya jalan yang benar, baik ia bersyukur maupun kufur." (QS. Qaf: 31-35).

Hamba-hamba Allah:..

Adapun sifat pertama dari enam hal tersebut adalah jujur dalam berbicara.

 Seorang mukmin selalu jujur dalam perkataannya, tidak mengenal kebohongan sama sekali. Ia terus menjaga kejujuran dalam kehidupannya hingga kejujurannya itu membawanya ke surga.

 Dalam hadis disebutkan:

"Hendaklah kalian berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran membawa kepada kebajikan, dan kebajikan membawa kepada surga. Dan seseorang senantiasa jujur dan berusaha untuk jujur hingga ia dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur." (HR. Bukhari, no. 6094).


Adapun sifat kedua adalah menepati janji dan memegang teguh perjanjian. 

Ini adalah salah satu ciri khas orang-orang beriman dan tanda-tanda orang bertakwa. Mereka tidak dikenal suka mengingkari janji atau melanggar perjanjian. 
Menepati janji adalah fondasi utama dalam membangun masyarakat muslim. 
Seluruh transaksi, hubungan sosial, dan interaksi didasarkan pada sifat ini. 
Jika kesetiaan hilang, maka kepercayaan akan lenyap, hubungan akan memburuk, dan perselisihan akan merajalela.

Adapun sifat ketiga, ...
wahai hamba-hamba Allah, ...
adalah menunaikan amanah. Ini adalah salah satu sifat moral yang paling mulia. Allah memuji dan memuliakan orang-orang yang menunaikannya. Amanah adalah bagian dari kesempurnaan iman seseorang dan akhlaknya yang baik.

Sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Bukhari (no. 6094):
"Tunaikanlah amanah kepada yang berhak menerimanya."

Wahai hamba-hamba Allah:...

Dengan amanah, agama terjaga, kehormatan terlindungi, harta benda, tubuh, jiwa, dan ilmu pengetahuan juga ikut terpelihara.

 Dalam sebuah hadis, Rasulullah ﷺ bersabda:
"Tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki amanah, dan tidak ada agama bagi orang yang tidak memegang janji." (HR. Ahmad).

Jika amanah menyebar dalam masyarakat, maka masyarakat tersebut akan memiliki hubungan yang erat, kokoh, penuh kebaikan, dan jauh dari kekacauan.

Adapun sifat keempat, ...
wahai hamba-hamba Allah:
Yaitu menjaga kemaluan, yaitu menjauhkan diri dari perbuatan haram atau kebatilan.

 Allah Ta'ala berfirman:
"Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka tidak tercela. Tetapi barang siapa mencari di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas." (QS. Al-Mu’minun: 5-7).

Menjaga kemaluan adalah penjagaan terhadap keturunan, pemeliharaan silsilah, serta menjaga kesucian masyarakat dari segala bentuk penyakit dan kerusakan. Dengan menjaga kemaluan, seseorang masuk ke dalam ketaatan kepada Rabb semesta alam.

Adapun sifat kelima:
Yaitu menundukkan pandangan dari hal-hal yang haram. 

Allah Ta'ala berfirman:
"Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat." (QS. An-Nur: 30-31).

Menundukkan pandangan membawa banyak manfaat, wahai hamba-hamba Allah.
 Ia memberikan kelezatan iman, cahaya hati, kekuatan jiwa, dan kebersihan jiwa. Ia juga melindungi dari tergoda pada hal-hal haram dan menghindarkan diri dari kebatilan.

Adapun sifat keenam:
Yaitu menahan tangan dari menyakiti orang lain atau melanggar hak mereka. Hal ini mencakup semua bentuk kekerasan, baik fisik maupun simbolis, terhadap sesama manusia.


Wahai hamba-hamba Allah:....

Orang yang menyakiti hamba-hamba Allah akan dimurkai oleh Allah dan dibenci oleh manusia.
 Masyarakat akan menjauhinya karena perilakunya yang buruk dan rendahnya akhlaknya. 
Sebaliknya, jika seseorang menahan dirinya dari menyakiti orang lain, itu adalah tanda akhlaknya yang mulia, budi pekertinya yang luhur, dan interaksinya yang baik. Ia akan mendapatkan janji besar dari Allah atas perbuatannya tersebut.

Lebih dari itu, bagaimana jika seseorang tidak hanya berhenti menyakiti orang lain, tetapi juga berusaha menghilangkan gangguan dari jalan kaum mukminin?

 Rasulullah ﷺ bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah:
"Seorang laki-laki melewati dahan pohon yang melintang di jalan. Ia berkata, ‘Demi Allah, aku akan menyingkirkan ini dari jalan agar tidak mengganggu kaum muslimin.’ Maka Allah memasukkannya ke dalam surga." (HR. Muslim).

Wahai hamba-hamba Allah:...

Pintu-pintu surga terbuka lebar, jalannya jelas, dan jalur menuju ke sana mudah ditempuh.
 Maka marilah kita manfaatkan kesempatan ini sebelum semuanya berlalu. Mari kita perbanyak amal kebaikan sebelum ajal tiba.

Semoga Allah tidak membiarkan kita bergantung kepada diri kita sendiri walau sekejap mata pun.
 Semoga Dia menggunakan kita dalam ketaatan kepada-Nya, membantu kita merealisasikan sifat-sifat kebaikan, menjauhkan kita dari sifat-sifat keburukan, dan memalingkan kita darinya. 
Sungguh, Dia adalah sebaik-baik tempat meminta dan sebaik-baik pemberi pertolongan.


Khutbah kedua:

Segala puji hanya milik Allah yang Maha Pemurah, luas karunia-Nya, dan tak terbatas nikmat-Nya. 
Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya.
 Aku juga bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. 
Semoga Allah mencurahkan salawat dan salam kepada beliau, keluarganya, serta para sahabatnya.

Amma ba'du,...
 wahai hamba-hamba Allah:

Aku wasiatkan kepada kalian, begitu juga diriku sendiri, untuk senantiasa bertakwa kepada Allah.


Wahai hamba-hamba Allah:...

Bertakwalah kepada Allah Ta'ala dan jagalah kesadaran akan pengawasan-Nya dalam keadaan tersembunyi maupun terang-terangan.

Ketahuilah, semoga Allah merahmati kalian:
Bahwa tanggung jawab para orang tua terhadap anak-anak mereka sangat besar, dan kewajiban mereka terhadap anak-anak adalah hal yang agung. 
Setiap ayah akan ditanya tentang anak-anaknya pada Hari Kiamat, ketika ia berdiri di hadapan Allah Yang Maha Agung. 
Oleh karena itu, wahai hamba-hamba Allah, orang tua wajib memperhatikan pendidikan, pengasuhan, dan pembentukan akhlak anak-anak mereka. Mereka harus membimbing anak-anak untuk menanamkan kebiasaan baik, menjaga akhlak, serta menjauhi sifat buruk dan perbuatan hina.

Wahai hamba-hamba Allah:...

Ada kalanya sebagian anak tidak mengetahui beberapa sifat terpuji dan kebiasaan mulia, karena berbagai sebab.
 Di sinilah peran ayah dan ibu menjadi penting untuk memberikan arahan, perbaikan, bimbingan, nasihat, serta peringatan.
 Semua ini dilakukan agar pemuda dapat tumbuh lurus dalam ketaatan kepada Allah dan berkomitmen pada perintah-Nya.

Kemudian, ...
wahai hamba-hamba Allah:...

Salah satu hal terpenting yang harus ditanamkan pada jiwa para pemuda adalah pemahaman tentang nilai dan keagungan masjid. 
Mereka perlu diajarkan untuk menjaga kesuciannya dan berhati-hati agar tidak melanggar kehormatan masjid dengan cara apa pun. 
Maka, kita sebagai orang tua dan anak-anak harus bertakwa kepada Allah. Orang tua memberikan arahan, ibu memberikan penjelasan, sementara anak-anak saling menasihati dan mengingatkan satu sama lain untuk menghormati rumah Allah. Rumah-rumah Allah adalah tempat yang telah Allah izinkan untuk ditinggikan dan disebut nama-Nya.

Saya memohon kepada Allah Yang Maha Pemurah, dengan nama-nama-Nya yang indah dan sifat-sifat-Nya yang mulia, agar kita semua, sebagai orang tua dan anak-anak, diberikan taufik untuk menjaga amanah ini dengan baik.

Wahai hamba-hamba Allah,....

Mari kita tanamkan pada diri kita dan anak-anak kita pemahaman tentang kedudukan masjid sebagai rumah Allah, menjaga kehormatannya, serta memelihara hak-haknya. 
Semoga Allah memberkahi kita semua dalam mendidik anak-anak kita, memperbaiki keadaan mereka, membimbing mereka menuju kebaikan, dan menjauhkan mereka dari jalan kebinasaan.

Ya Allah,....
Kami memohon kepada-Mu dengan nama-nama-Mu yang indah dan sifat-sifat-Mu yang agung, karena Engkau adalah Allah yang rahmat dan pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu.
 Wahai Dzat yang memegang kendali segala urusan, kami memohon kepada-Mu, wahai Yang Maha Hidup lagi Maha Berdiri Sendiri, agar Engkau memperbaiki keadaan anak-anak kami, memberikan mereka pemahaman akan kebenaran dan petunjuk, serta menjauhkan mereka dari jalan-jalan keburukan dan kehancuran.

Ya Allah,...
Tiada daya dan upaya kami kecuali dengan-Mu, maka janganlah Engkau biarkan kami bergantung pada diri kami sendiri atau kepada selain-Mu, walau sekejap mata pun, wahai Pemilik Keagungan dan Kemuliaan.

Penutup:
Doa terakhir kami adalah segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam. Semoga Allah mencurahkan salawat dan salam kepada Nabi kami Muhammad, beserta keluarga dan para sahabatnya.

❒❒❒❒❒❒❒


KEDUDUKAN TAUHID BAGI SEORANG MUSLIM


Segala puji bagi Allah, Tuhan yang Maha Esa, pemilik 'Arsy yang agung dan mulia. Segala puji bagi Allah, yang Maha Kuasa lagi Maha Terpuji, Maha Agung, dan Maha Mulia, yang selalu melakukan apa yang dikehendaki-Nya. 
Dia adalah Tuhan yang disucikan dari segala sekutu dalam keesaan-Nya.

Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Kesaksianku ini adalah pengakuan yang murni, tanpa menyekutukan-Nya sedikit pun. 
Dan aku juga bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, yang memiliki keutamaan dan akhlak yang luhur, serta segala sifat yang terpuji. 
Semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam kepada beliau, keluarganya, serta seluruh sahabatnya.

Amma ba'du: ...
Wahai hamba-hamba Allah yang beriman, bertakwalah kepada Allah Ta'ala, dan sadarilah bahwa Allah selalu mengawasi kalian, baik dalam keadaan terang-terangan maupun tersembunyi. Ketakwaan kepada Allah adalah dengan berbuat ketaatan kepada-Nya berdasarkan cahaya petunjuk dari-Nya, dengan harapan akan mendapatkan pahala dari Allah, serta meninggalkan kemaksiatan kepada-Nya atas dasar cahaya dari Allah, karena takut akan azab-Nya.

Wahai hamba-hamba Allah, ...
ketahuilah—semoga Allah menjaga kalian—bahwa tujuan tertinggi, sasaran yang paling agung, dan cita-cita yang paling mulia adalah ketaatan kepada Allah.

Di antara definisi terbaik tentang ketakwaan adalah apa yang dikatakan oleh tabi'in Thalq bin Habib, yang berbunyi:

> "Takwa adalah amal ketaatan kepada Allah berdasarkan cahaya petunjuk dari-Nya, dengan harapan rahmat-Nya; serta meninggalkan maksiat kepada Allah berdasarkan cahaya petunjuk dari-Nya, karena takut akan azab-Nya."


Tuhan bumi dan langit, dan pengakuan akan keesaan-Nya, serta mengkhususkan-Nya dengan penuh ketundukan, kehinaan, dan kepasrahan. 
Menyerahkan wajah hanya kepada-Nya dengan penuh kepatuhan, kerendahan hati, rukuk, dan sujud; mengikhlaskan agama hanya untuk-Nya dan berlepas diri dari segala bentuk kesyirikan, baik yang kecil maupun besar, yang tersembunyi maupun yang nyata.

Wahai hamba-hamba Allah,...
 inilah tujuan terbesar yang karenanya makhluk diciptakan dan diutus para rasul.

 Allah berfirman:

> “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.”
(Az-Zariyat: 56)


Dan inilah pula tujuan diutusnya para rasul dan diturunkannya kitab-kitab suci. 

Allah berfirman:

> “Dan sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul (yang menyerukan): ‘Sembahlah Allah, dan jauhilah thagut.’”
(An-Nahl: 36)


Allah juga berfirman:

> “Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Aku, maka sembahlah Aku.”
(Al-Anbiya: 25)


Wahai hamba-hamba Allah, dengan tauhid, seorang hamba menjalani kehidupan yang sesungguhnya, penuh dengan keridhaan Allah, kemenangan dengan kemuliaan, dan nikmat yang besar. Sebaliknya, tanpa tauhid, kehidupan seseorang seperti hewan ternak, meskipun ia berjalan di atas bumi.

 Allah berfirman:

> “Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi.”
(Al-Furqan: 44)



Seseorang yang tidak memiliki tauhid adalah mati, meskipun tubuhnya hidup. Sementara itu, orang yang merealisasikan tauhid adalah orang yang hidup dengan kehidupan yang sejati. 

Allah berfirman:

> “Dan apakah orang yang mati kemudian Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, sehingga dia dapat berjalan di tengah-tengah manusia, serupa dengan orang yang berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar darinya?”
(Al-An’am: 122)

Allah juga berfirman:

> “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu.”
(Al-Anfal: 24)



Wahai hamba-hamba Allah, ...
dengan tauhid, negeri menjadi aman, tubuh menjadi sehat, dan manusia hidup bahagia. 

Allah berfirman:

> “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.”
(Al-An’am: 82)

Allah juga berfirman:

> “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan yang mengerjakan amal-amal shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa.”
(An-Nur: 55).


Dengan tauhid, wahai hamba-hamba Allah, tercapailah kebahagiaan manusia, ketenangan, dan kenyamanan. 

Allah berfirman:

> “Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti Kami akan berikan kepadanya kehidupan yang baik.”
(An-Nahl: 97)

Allah juga berfirman:

> “Barangsiapa mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Tetapi barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit.”
(Thaha: 123-124)

Dan Allah berfirman:

> “Thaha. Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi susah.”
(Thaha: 1-2)

Artinya, Al-Qur’an diturunkan untuk membawa kebahagiaan bagi Nabi dan orang-orang yang mengikutinya.



Wahai hamba-hamba Allah, ...
dengan tauhid, hati terbebas dari khayalan, was-was, dan pikiran buruk. Hati menjadi tenang, nyaman, dan tenteram. 

Allah berfirman:

> “Katakanlah: ‘Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia, Raja manusia, Sembahan manusia.’”
(An-Nas: 1-3)

Dan juga:

> “(Aku berlindung dari) kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia.”
(An-Nas: 4-6)


Dengan tauhid, wahai hamba-hamba Allah, setan akan terusir dan tidak tahan berada di tempat yang dipenuhi seruan tauhid. Jika setan mendengar azan, ia akan lari sambil mengeluarkan suara seperti kentut. Azan itu sendiri adalah seruan tauhid, pujian, dan pengagungan kepada Allah.

Ayat Kursi juga merupakan ayat tauhid yang mengandung dalil-dalil, bukti, dan kejelasan yang menerangkan keesaan Allah. Apabila seorang mukmin membaca Ayat Kursi saat hendak tidur, maka Allah akan mengutus penjaga yang melindunginya, dan setan tidak akan mendekatinya hingga pagi.

Dengan tauhid, wahai hamba-hamba Allah, seseorang akan selamat—dengan izin Allah—dari tipu daya para pelaku kejahatan, termasuk para penyihir.

(Kitab Ayat Kursi wa Baraahin Tauhidihi karya Syekh Abdul Razzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr, semoga Allah menjaganya).


Dengan tauhid, wahai hamba-hamba Allah, seseorang terhindar dari kejahatan dukun, peramal, dan orang-orang semacam mereka.

 Allah berfirman:

> “Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang beriman.”
(Al-Hajj: 38)

Allah juga berfirman:

> “Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman.”
(Ar-Rum: 47)


Wahai hamba-hamba Allah,...
 dengan tauhid, seorang hamba akan meraih segala kebaikan dan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Allah telah menetapkan dalam hukum-Nya yang agung bahwa kebahagiaan dan kenikmatan sejati hanya diperuntukkan bagi orang-orang beriman dan bertauhid, baik di dunia, di alam kubur, maupun di akhirat mereka. 

Allah berfirman:

> “Sesungguhnya orang-orang yang berbakti benar-benar berada dalam kenikmatan yang abadi.”
(Al-Infithar: 13)

Kami memohon kepada Allah agar Dia menjadikan kita hidup sebagai hamba yang bertauhid, yang mengikhlaskan agama hanya kepada-Nya, yang beriman kepada-Nya dengan penuh pengagungan kepada keagungan-Nya. Kami juga memohon perlindungan dari segala bentuk kesyirikan, baik yang kecil maupun besar, yang tersembunyi maupun nyata.

Aku sampaikan nasihat ini, dan aku memohon ampun kepada Allah untuk diriku dan kalian semua, serta seluruh kaum muslimin atas segala dosa. Mohonlah ampunan kepada-Nya, sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.


---

Khutbah Kedua:

Segala puji bagi Allah, Tuhan yang Maha Pemurah, yang melimpahkan kebaikan, anugerah, dan karunia-Nya. 
Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya. 
Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. 
Semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam kepada beliau, keluarganya, dan seluruh sahabatnya.

Amma ba’du, ...

wahai hamba-hamba Allah:...
 Tauhid kepada Allah adalah hal terpenting yang harus diingatkan kepada manusia.

 Allah Ta'ala berfirman:

> “Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman. Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.”
(Az-Zariyat: 55-56)


Seorang hamba senantiasa membutuhkan penguatan keimanan, pembaruan keislaman, dan penguatan hubungannya dengan Rabb-nya. 

Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

> “Sesungguhnya iman di dalam hati seseorang bisa usang seperti usangnya pakaian. Maka mintalah kepada Allah agar Dia memperbarui iman di hati kalian.”
(HR. Al-Hakim dan lainnya).


Dalam badai fitnah yang melanda dan arus hawa nafsu yang menggiring, manusia sangat membutuhkan penegasan kembali akan pentingnya tauhid. Anak-anak pun perlu dibesarkan dengan pendidikan tauhid yang kuat dan mulia. 

Allah berfirman:

> "Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, saat ia memberi pelajaran kepadanya: 'Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.'"
(Luqman: 13)


Wahai hamba-hamba Allah, ...
ketahuilah – semoga Allah merahmati kalian – bahwa kehidupan dunia ini hanyalah tempat persinggahan, bukan tempat tinggal yang abadi. Balasan atas amal perbuatan akan diberikan pada hari pertemuan dengan Allah. 

Allah berfirman:

> "Pada hari ketika harta dan anak-anak tidak lagi berguna, kecuali orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih."
(Asy-Syu’ara: 88-89)

Hati yang bersih adalah hati yang terbebas dari syirik dan segala hal yang menyebabkan kemurkaan Allah.

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

> "Orang yang cerdas adalah yang menundukkan dirinya dan beramal untuk kehidupan setelah mati. Sedangkan orang yang lemah adalah yang mengikuti hawa nafsunya dan berangan-angan terhadap Allah dengan harapan kosong."
(HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah, dinilai sahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami' no. 1590).

---

Makna Hadis:

Dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi, dijelaskan:

Orang yang cerdas adalah yang bijaksana, berpandangan jauh, dan mempertimbangkan akibat dari perbuatannya.

Orang yang menundukkan dirinya adalah yang menghitung amal perbuatannya, merendahkan jiwanya, menundukkannya, dan menjadikannya taat kepada Allah.

Beramal untuk kehidupan setelah mati berarti mempersiapkan diri sebelum ajal tiba, dengan cahaya petunjuk dari Rabb-nya.

Orang yang lemah adalah orang yang lalai dalam urusannya, mengikuti hawa nafsu, dan tidak menahan dirinya dari syahwat atau perbuatan yang diharamkan.

Berangan-angan terhadap Allah adalah berharap ampunan tanpa usaha untuk menaati-Nya atau meninggalkan larangan-Nya.


Semoga Allah menjadikan kita termasuk golongan orang yang cerdas dan diberi petunjuk untuk beramal saleh, serta menjauhkan kita dari golongan orang yang lemah dan terlena dengan angan-angan kosong.

MENGENAL ALLAH MELALUI NAMA-NAMA DAN SIFAT-SIFAT-NYA



MENGENAL ALLAH MELALUI NAMA-NAMA DAN SIFAT-SIFAT-NYA 


Segala puji bagi Allah Yang Maha Besar dan Maha Tinggi, pemilik keagungan, kebesaran, keindahan, dan kemuliaan. Dialah yang memiliki nama-nama yang indah (asmaul husna), sifat-sifat yang luhur, dan karunia yang luas. 
Aku memuji-Nya dengan pujian orang-orang yang bersyukur, memuji-Nya dengan pujian orang-orang yang senantiasa mengingat-Nya. 
Aku tidak mampu menghitung pujian kepada-Nya sebagaimana Dia memuji diri-Nya sendiri. 
Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Dialah Tuhan para makhluk terdahulu dan yang akan datang, pemelihara langit dan bumi, serta pencipta seluruh makhluk. 
Aku juga bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, pilihan dan kekasih-Nya, penjaga wahyu-Nya, dan penyampai syariat-Nya. 
Semoga shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada beliau, keluarganya, dan seluruh sahabatnya.

Amma ba’du, ...
wahai kaum mukminin hamba-hamba Allah, bertakwalah kepada Allah, karena barang siapa yang bertakwa kepada-Nya, maka Allah akan menjaganya dan memberinya petunjuk kepada kebaikan urusan agama dan dunianya.

Ketahuilah - semoga Allah merahmati kalian - ...
bahwa salah satu kedudukan agama yang agung dan derajatnya yang tinggi adalah mengenal Tuhan Yang Maha Besar dan Pencipta Yang Maha Mulia dengan mengenal nama-nama-Nya yang indah dan sifat-sifat-Nya yang luhur.


Wahai hamba-hamba Allah, ....
mengetahui Allah dengan mengenal nama-nama dan sifat-sifat-Nya adalah fondasi dari keimanan, akar dari keyakinan, dan landasan agama yang agung. Betapa mulianya kedudukan ini dan betapa tinggi derajatnya ketika seorang makhluk mengenal Penciptanya, Tuhannya, Pemiliknya, dan yang mengatur kehidupannya. Dengan itu, ia memahami keagungan, keindahan, keperkasaan, dan kebesaran-Nya, serta mengenal nama-nama-Nya yang indah dan sifat-sifat-Nya yang mulia berdasarkan wahyu yang datang dalam Kitab-Nya dan sunnah Rasul-Nya ﷺ.

Wahai hamba-hamba Allah, ....
dalam kitab Allah terdapat banyak ayat dan teks yang mengajak untuk mengenal Allah, nama-nama-Nya yang indah, dan sifat-sifat-Nya yang luhur. Selain itu, disebutkan pula dampak positif yang timbul dari pengenalan ini, baik di dunia maupun akhirat. Allah berfirman:

> “Hanya milik Allah asmaul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaul husna itu.”
(Al-A’raf: 180)



> “Katakanlah, ‘Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu menyeru, Dia memiliki nama-nama yang terbaik (asmaul husna).’”
(Al-Isra: 110)



> “Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia memiliki nama-nama yang terbaik (asmaul husna).”
(Thaha: 8)



> “Dia adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata. Dia adalah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. Dia adalah Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Maha Memberi Keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki Segala Keagungan. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.”
(Al-Hasyr: 22-23)



Syaikh kami, Abdul Razzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr berkata:
"Tidak diragukan lagi bahwa ilmu tentang nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya adalah ilmu syar'i yang paling mulia, tujuan yang paling luhur, dan cita-cita tertinggi. Hal ini karena ilmu tersebut berkaitan dengan Allah, Dzat yang paling agung dan mulia." (Fiqh Al-Asma' Al-Husna, hlm. 16)



Wahai hamba-hamba Allah, ....
terdapat dalam Al-Qur'an ayat-ayat yang jelas dan teks-teks yang terang yang mengajak untuk mempelajari nama-nama Allah, sifat-sifat-Nya, dan mengenal Allah melalui nama-nama tersebut. Dalam Al-Qur'an terdapat sekitar tiga puluh ayat yang mengajak kepada ilmu tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah, seperti firman Allah Ta'ala:

> “Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
(Al-Baqarah: 209)



> “Ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya dan bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(Al-Maidah: 98)



> “Ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”
(Al-Baqarah: 267)



> “Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
(Al-Baqarah: 244)



> “Maka ketahuilah bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah.”
(Muhammad: 19)



> “Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan bumi sebanyak itu pula.”
(At-Talaq: 12)



Dan masih banyak lagi ayat-ayat lain yang mengandung makna serupa.

Wahai hamba-hamba Allah, ....
sesungguhnya mengenal Allah dan mengetahui nama-nama-Nya yang indah serta sifat-sifat-Nya yang agung adalah salah satu ilmu yang memiliki dampak luar biasa bagi siapa saja yang memperhatikan dan memahaminya. Nabi ﷺ bersabda sebagaimana disebutkan dalam hadits yang sahih dari Abu Hurairah r.a. yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim:

> “Sesungguhnya Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu. Barang siapa yang menghafalnya, maka ia akan masuk surga.”
(HR. Al-Bukhari no. 2736 dan Muslim no. 2677)



Renungkanlah - semoga Allah merahmati kalian - dampak besar dan akhir yang mulia bagi siapa saja yang menghafal sembilan puluh sembilan nama Allah, karena hasil akhirnya dengan izin Allah adalah masuk surga. Namun, yang dimaksud dengan menghafal dalam hadits ini bukan hanya sekadar menghafal lafaznya tanpa memahami maknanya, tanpa mengetahui pengertiannya, dan tanpa mengamalkan konsekuensinya.

Yang dituntut dalam menghafal nama-nama Allah - wahai hamba-hamba Allah - adalah memahami makna-maknanya, menghafalnya, serta menghayati dan mengamalkan tuntutannya.



Wahai hamba-hamba Allah, memahami nama-nama Allah dan memenuhi konsekuensinya memiliki tiga tingkatan:

1. Tingkatan pertama: Menghafalnya.


2. Tingkatan kedua: Memahami maknanya.


3. Tingkatan ketiga: Mengamalkan bentuk ibadah yang sesuai dengan setiap nama tersebut.



Artinya - wahai hamba-hamba Allah - bahwa tidak ada satu pun dari nama-nama Allah yang mulia kecuali ia memiliki bentuk ibadah yang khusus terkait dengan nama itu. Ini merupakan salah satu hasil dari ilmu tentang nama tersebut. Bahkan, banyak dari nama-nama Allah yang melahirkan berbagai macam bentuk ibadah. Maka betapa mulianya, wahai hamba-hamba Allah, ketika seseorang mengenal Allah, mengetahui nama-nama dan sifat-sifat-Nya yang disebutkan dalam Kitab-Nya dan sunnah Nabi-Nya ﷺ. Mari kita berikan beberapa contoh agar maksudnya menjadi lebih jelas:

Allah Ta'ala berfirman:

> “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
(Asy-Syura: 11)



Dalam ayat yang mulia ini, Allah memberitakan tentang diri-Nya bahwa Dia adalah Maha Mendengar dan Maha Melihat. Banyak ayat lain dalam Al-Qur'an yang juga menyebutkan dua nama yang agung ini.

Jika kamu mengetahui - wahai orang yang beriman - bahwa salah satu dari nama Allah adalah As-Sami’ (Yang Maha Mendengar), maka kamu harus memahami sifat agung yang terkandung dalam nama ini, yaitu bahwa Allah mendengar semua suara. Tidak ada suara yang tersembunyi dari-Nya, baik yang pelan maupun yang keras. Bahkan, jika seluruh manusia dari zaman Nabi Adam hingga hari ini, dan hingga hari kiamat, berdiri di satu tempat pada waktu yang sama, masing-masing dari mereka menyampaikan permohonan yang berbeda dalam berbagai bahasa, maka Allah tetap mendengar mereka semua tanpa ada satu pun yang terlewatkan.

(Lihat perkataan Imam Ibnul Qayyim dalam Badai’ul Fawaid, 1/1)



Wahai hamba-hamba Allah, .....
sesungguhnya Allah mendengar semua suara, tidak ada suara yang tersembunyi dari-Nya, walaupun beragam bahasa dan dialek. Suara satu tidak akan bercampur dengan suara lain, dan permintaan seseorang tidak akan tertukar dengan yang lain. Allah Ta'ala berfirman dalam sebuah hadis qudsi yang diriwayatkan dalam Shahih Muslim:

"Wahai hamba-Ku, seandainya orang pertama dari kalian, yang terakhir dari kalian, manusia dan jin, berdiri di satu tempat lalu semuanya meminta kepada-Ku, Aku akan memberikan kepada setiap dari mereka apa yang dimintanya tanpa mengurangi apa yang Aku miliki, kecuali seperti jarum yang dimasukkan ke dalam lautan."
(HR. Muslim no. 2577)

Begitu juga dalam kisah Khawlah binti Tsa'labah ketika ia datang kepada Rasulullah ﷺ di rumah beliau untuk mengadukan perkaranya kepada Allah. Ketika itu Aisyah radhiyallahu 'anha berada di dalam rumah dan berkata:

"Mahasuci Allah yang pendengaran-Nya meliputi segala sesuatu. Aku mendengar sebagian ucapannya, sementara sebagian lainnya tidak aku dengar, padahal ia sedang berbicara dengan Rasulullah ﷺ."
Allah kemudian menurunkan ayat:
"Sungguh, Allah telah mendengar ucapan perempuan yang mengajukan pengaduan kepadamu tentang suaminya dan mengadukan (halnya) kepada Allah..."
(Al-Mujadilah: 1)
(HR. Ahmad no. 24195, dinilai sahih oleh Al-Albani dalam kitab As-Sunnah karya Ibn Abi ‘Asim no. 625)

Wahai orang beriman, jika kamu meyakini bahwa Allah mendengar ucapanmu, mengetahui perkataanmu, maka bagaimana mungkin kamu mengucapkan sesuatu yang tidak pantas didengar oleh Rabb-mu? Bagaimana mungkin kamu sibuk dengan ucapan yang sia-sia dan tidak bermanfaat? Seharusnya, kamu memanfaatkan lisanmu untuk berdzikir kepada Allah, membaca ayat-ayat-Nya, memuji-Nya, dan mengucapkan perkataan yang baik dan bermanfaat. Allah mendengar setiap perkataanmu, mengetahui keadaanmu, dan tidak ada yang tersembunyi dari-Nya.


Wahai orang beriman,...
 jika kamu meyakini bahwa Allah Maha Melihat (Al-Basir) dan ini adalah salah satu dari nama-nama-Nya yang indah (Al-Asma’ Al-Husna), maka hendaklah kamu memahami sifat yang terkandung dalam nama ini. 
Allah Maha Melihat segala sesuatu, menyaksikan semua makhluk dan semua peristiwa dari atas tujuh lapis langit. Allah melihat seekor semut hitam yang berjalan di atas batu hitam di kegelapan malam. 
Bahkan, Allah melihat aliran darah dalam urat-urat semut itu dan setiap bagian kecil dari tubuhnya. 
Allah menyaksikan semua itu dari atas tujuh lapis langit. 
Jika kamu mendekati semut itu dalam kondisi tersebut, kamu mungkin tidak dapat melihatnya, tetapi Allah melihatnya dengan sempurna.

Wahai orang beriman, ...
jika kamu mengetahui bahwa Allah Maha Melihatmu, maka tidakkah kamu merasa malu kepada-Nya? Tidakkah kamu merasa malu ketika hidup dalam nikmat dan karunia-Nya, di bawah kekuasaan-Nya, tetapi kemudian bermaksiat kepada-Nya dengan dosa, kesalahan, dan perbuatan buruk? Bukankah kamu tahu bahwa Allah Maha Melihatmu? Tidak ada yang tersembunyi dari pandangan-Nya, sekecil apa pun perbuatanmu.

Demikianlah, wahai hamba Allah, kita seharusnya merenungkan nama-nama Allah yang indah dan sifat-sifat-Nya yang mulia, memahaminya dengan mendalam, kemudian melaksanakan kewajiban dan hak-haknya. Ini mencakup mengawasi diri sendiri di hadapan Allah, merasa takut kepada-Nya, tunduk kepada-Nya, kembali kepada-Nya, dan memperbanyak ketaatan kepada-Nya. Sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian salaf: "Barang siapa yang mengenal Allah, maka ia akan lebih takut kepada-Nya."

Ibnu Qayyim al-Jawziyah rahimahullah menyebutkan makna-makna ini dalam banyak karya bermanfaatnya, di antaranya:


Barang siapa yang lebih mengenal Allah, maka ia akan lebih takut kepada-Nya, lebih mendambakan ibadah kepada-Nya, dan lebih menjauh dari maksiat kepada-Nya." Makna ini disebutkan dalam Al-Qur'an melalui firman Allah Ta'ala:

(“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah para ulama.”) [QS. Fathir: 28].

Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata: "Yaitu mereka yang mengetahui bahwa Allah berkuasa atas segala sesuatu."

Ketika kamu memahami nama-nama dan sifat-sifat Allah, serta memahami kemampuan-Nya yang besar, maka hal ini akan memberikan pengaruh yang luar biasa pada hidupmu. Ia akan melahirkan manfaat, pengaruh, dan buah yang berlimpah, yang sulit dihitung atau diukur.

Maka kita memohon kepada Allah Ta'ala agar memberikan kita pemahaman tentang nama-nama-Nya yang indah dan sifat-sifat-Nya yang mulia, serta menganugerahi kita ilmu yang bermanfaat dan amal saleh. Semoga Allah memberi kita semua petunjuk menuju jalan yang lurus. Aku menyampaikan apa yang kalian dengar dan memohon ampun kepada Allah untuk diriku, kalian, dan seluruh kaum Muslimin dari setiap dosa. Mintalah ampun kepada-Nya, sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.



Khutbah Kedua:

Segala puji bagi Allah yang Maha Baik dalam memberikan nikmat, luas dalam karunia, kemurahan, dan anugerah-Nya. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Semoga salawat dan salam selalu tercurahkan kepada beliau, keluarga beliau, dan seluruh sahabat beliau.

Amma ba’du,....
 wahai hamba-hamba Allah: Bertakwalah kepada Allah Ta'ala.

Telah disebutkan dalam Shahihain dari hadits Aisyah radhiyallahu 'anha bahwa ia berkata:

"Rasulullah ﷺ diutus membawa kemudahan. Ketika beliau memimpin shalat, ada seseorang yang membaca surat panjang dalam shalat berjamaah sehingga orang-orang pun mulai merasa keberatan. Maka mereka menyebutkan hal itu kepada Nabi ﷺ. Beliau pun berkata, ‘Mengapa dia berbuat demikian? Sebutkan kepadaku siapa dia!’”

Kemudian Nabi ﷺ mengingatkan mereka agar mempermudah dalam ibadah dan tidak menyusahkan orang lain.


Nabi ﷺ diberitahu bahwa ada seseorang yang selalu membaca surah tertentu dalam shalatnya. Nabi ﷺ lalu bertanya, "Apa yang dia baca?" Mereka menjawab, "Dia selalu membaca surah 'Qul Huwa Allahu Ahad' (Al-Ikhlas)." Nabi ﷺ bersabda, "Beritahukan kepadanya bahwa Allah mencintainya."

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Nabi ﷺ bersabda, "Kecintaanmu terhadap surah ini akan memasukkanmu ke dalam surga." Karena cinta terhadap nama-nama dan sifat-sifat Allah yang tercantum dalam surah ini menggerakkan hati untuk lebih dekat kepada Allah, melaksanakan ibadah kepada-Nya, menaati perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya.

Maka kita berdoa, "Ya Allah, kami memohon kepada-Mu kecintaan kepada-Mu, kecintaan kepada orang-orang yang mencintai-Mu, dan kecintaan kepada setiap amal yang mendekatkan kami kepada kecintaan-Mu, wahai Dzat Yang Maha Mulia."

KEUTAMAAN KALIMAT TAUHID





Segala puji hanya bagi Allah. Kita memuji-Nya, memohon pertolongan kepada-Nya, meminta ampunan kepada-Nya, dan bertobat kepada-Nya. Kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri-diri kita dan keburukan amal perbuatan kita. Barang siapa diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barang siapa disesatkan oleh-Nya, maka tidak ada yang dapat memberikan petunjuk kepadanya.

Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Semoga salawat dan salam senantiasa tercurah kepada beliau, keluarga beliau, dan seluruh sahabat beliau.

Amma ba’du:
Wahai kaum mukminin, hamba-hamba Allah, aku wasiatkan kepada kalian—juga kepada diriku sendiri—agar senantiasa bertakwa kepada Allah Ta'ala dan selalu merasa diawasi oleh-Nya, baik dalam keadaan tersembunyi maupun terang-terangan. Karena takwa kepada Allah adalah bekal terbaik yang dapat menghantarkan kita menuju keridaan Allah.

Ketahuilah—semoga Allah merahmati kalian—bahwa kalimat terbaik dan paling agung secara mutlak adalah kalimat tauhid: “Lā ilāha illallāh” (Tiada tuhan selain Allah). Kalimat inilah yang menjadi sebab penciptaan langit dan bumi serta seluruh makhluk, demi kalimat ini pula para rasul diutus, kitab-kitab diturunkan, syariat-syariat ditetapkan, timbangan amal dipasang, buku catatan amal dibuka, surga dan neraka disiapkan, dan makhluk pun terpecah menjadi mukmin dan kafir, orang baik dan orang jahat.

Kalimat ini adalah awal dari penciptaan, perintah, pahala, dan hukuman.

Kalimat tauhid “Lā ilāha illallāh” (Tiada tuhan selain Allah) adalah kalimat yang dengannya seluruh makhluk, baik generasi awal maupun akhir, akan ditanya pada Hari Kiamat. Kalimat ini adalah tali yang paling kokoh, kalimat ketakwaan, kalimat kesaksian, kunci kebahagiaan, dasar agama, pondasinya, dan inti dari segala urusan. Allah berfirman:

"Allah menyaksikan bahwa tidak ada tuhan selain Dia, begitu pula para malaikat dan orang-orang yang berilmu (bersaksi demikian) dengan penuh keadilan. Tidak ada tuhan selain Dia, Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana."
(QS. Ali Imran: 18)

Betapa banyak keutamaan yang mulia, kemuliaan yang agung, serta keistimewaan yang luar biasa dari kalimat ini, yang tidak mungkin dijelaskan secara menyeluruh atau dipahami sepenuhnya.

Wahai hamba Allah:
Setiap muslim wajib memahami bahwa kalimat tauhid “Lā ilāha illallāh”, meskipun merupakan kalimat terbaik, terindah, dan paling sempurna, tidak akan diterima oleh Allah hanya dengan melafalkannya dengan lisan tanpa adanya realisasi maknanya oleh hamba tersebut. Relevansi dari kalimat ini harus diwujudkan melalui:

1. Penolakan terhadap syirik.


2. Penetapan keesaan Allah dengan keyakinan sepenuh hati.


3. Amal perbuatan yang sesuai dengan kandungannya.



Hanya dengan memenuhi syarat-syarat ini seseorang menjadi muslim sejati dan benar-benar tergolong ke dalam golongan ahli “Lā ilāha illallāh”.

Wahai hamba Allah:
Kalimat tauhid ini mengandung makna bahwa apa pun selain Allah bukanlah tuhan. Pengakuan akan ketuhanan selain Allah adalah kebatilan terbesar, dan keyakinan tersebut adalah puncak kezaliman serta kesesatan. Allah Ta’ala berfirman:

"Siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyeru selain Allah, yang tidak dapat mengabulkan (doanya) hingga Hari Kiamat, sedangkan mereka (yang diseru) lalai dari doa mereka itu?"
(QS. Al-Ahqaf: 5-6)

"Demikian itu karena Allah, Dia-lah yang hak, dan sesungguhnya apa yang mereka seru selain Dia adalah kebatilan, dan sesungguhnya Allah, Dia-lah Yang Mahatinggi, Mahabesar."
(QS. Al-Hajj: 62)

"Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar."
(QS. Luqman: 13)

"Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datangnya hari ketika tidak ada lagi jual beli, persahabatan, atau syafaat."
(QS. Al-Baqarah: 254)

Wahai hamba Allah:
Ketahuilah bahwa kezaliman adalah meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. Di antara kezaliman terbesar adalah menyekutukan Allah dengan sesuatu yang tidak layak disembah.

(Lihat: Muqaddimah Zad al-Ma’ad fi Hady Khayr al-‘Ibad karya Imam Ibn al-Qayyim).

Menyembah selain Allah adalah suatu kezaliman, karena hal itu merupakan tindakan yang tidak sesuai pada tempatnya. Bahkan, ini adalah kezaliman yang paling besar dan paling berbahaya secara mutlak.

Wahai hamba Allah:
Kalimat “Lā ilāha illallāh” (Tiada tuhan selain Allah) memiliki makna yang harus dipahami dan makna ini harus diterapkan. Karena, menurut kesepakatan ulama, pengucapan kalimat ini tanpa memahami maknanya dan tanpa mengamalkan apa yang dituntut darinya tidaklah bermanfaat. Sebagaimana Allah berfirman:

"Dan orang-orang yang mereka seru selain Dia tidak dapat memberikan syafaat, kecuali orang yang bersaksi tentang kebenaran (tauhid) dan mereka mengetahui (apa yang disaksikannya)."
(QS. Az-Zukhruf: 86)

Makna ayat ini, sebagaimana dijelaskan para mufassir, adalah bahwa orang-orang yang bersaksi “Lā ilāha illallāh” harus memahami dengan hati mereka apa yang diucapkan oleh lisan mereka. Karena kesaksian itu memerlukan pengetahuan terhadap apa yang disaksikan. Jika kesaksian itu berasal dari ketidaktahuan, maka itu bukanlah kesaksian. Kesaksian juga menuntut kejujuran dan amal perbuatan sesuai dengan isinya.

Wahai hamba Allah:
Dari sini dapat dipahami bahwa kalimat tauhid ini memerlukan tiga hal:

1. Ilmu: Untuk menyelamatkan seorang hamba dari jalan orang Nasrani yang beramal tanpa ilmu.


2. Amal: Untuk menyelamatkan dari jalan orang Yahudi yang mengetahui tetapi tidak mengamalkan.


3. Kejujuran: Untuk menyelamatkan dari jalan orang munafik yang menampakkan sesuatu yang tidak ada dalam hatinya.



Dengan ilmu, amal, dan kejujuran ini, seseorang akan menjadi bagian dari golongan yang berjalan di atas jalan yang lurus (ṣirāṭ al-mustaqīm), yaitu mereka yang Allah beri nikmat, bukan mereka yang dimurkai, dan bukan pula mereka yang sesat.

Wahai hamba Allah:
Kalimat “Lā ilāha illallāh” tidak akan bermanfaat kecuali bagi orang yang memahami maknanya dengan menafikan (menolak) segala bentuk sekutu bagi Allah dan menetapkan keesaan-Nya, kemudian meyakininya dengan sepenuh hati serta mengamalkannya.

Adapun orang yang mengucapkannya hanya secara lahiriah tanpa keyakinan, maka ia adalah munafik. Orang yang mengucapkannya tetapi melakukan hal-hal yang bertentangan dengannya, seperti syirik, maka ia adalah kafir. Begitu pula orang yang mengucapkannya namun murtad dari Islam dengan mengingkari kewajiban-kewajibannya, maka kalimat itu tidak akan bermanfaat baginya.

Demikian juga, orang yang mengucapkan kalimat ini tetapi mempersembahkan jenis-jenis ibadah kepada selain Allah, seperti:

Berdoa,

Menyembelih (kurban),

Bernazar,

Meminta pertolongan,

Bertawakal,

Bertobat,

Berharap,

Takut,

Cinta, dan lain sebagainya.


Barang siapa mempersembahkan sesuatu yang hanya layak bagi Allah kepada selain-Nya, maka kalimat ini tidak akan memberikan manfaat baginya.


Barang siapa mempersembahkan ibadah kepada selain Allah, maka ia adalah musyrik kepada Allah Yang Mahaagung, meskipun ia mengucapkan “Lā ilāha illallāh”. Hal ini karena ia tidak mengamalkan tuntutan kalimat tersebut, yaitu tauhid dan keikhlasan, yang merupakan makna dan kandungannya.

Wahai hamba Allah:
Makna dari “Lā ilāha illallāh” adalah: "Tidak ada yang berhak disembah dengan benar kecuali satu Tuhan, yaitu Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya." Dengan kata lain, “Lā ilāha illallāh” berarti: "Tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah." Sebagaimana Allah berfirman:

"Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum engkau (Muhammad), melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Aku, maka sembahlah Aku."
(QS. Al-Anbiya: 25)

Dan juga firman-Nya:

"Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), 'Sembahlah Allah, dan jauhilah thaghut.'"
(QS. An-Nahl: 36)

Ayat-ayat ini menjelaskan bahwa makna “ilāh” adalah "yang disembah." Maka, makna “Lā ilāha illallāh” adalah memurnikan ibadah hanya kepada Allah semata dan menjauhi penyembahan terhadap selain-Nya (thaghut).

Oleh sebab itu, ketika Nabi Muhammad (shallallahu ‘alaihi wa sallam) berkata kepada kaum Quraisy: “Ucapkanlah, Lā ilāha illallāh”, mereka menjawab:

"Apakah dia menjadikan tuhan-tuhan itu hanya satu Tuhan saja? Sesungguhnya ini benar-benar sesuatu yang sangat mengherankan.”
(QS. Sad: 5)

Begitu pula ketika Nabi Hud (‘alaihis salam) berkata kepada kaumnya: “Ucapkanlah, Lā ilāha illallāh”, mereka menjawab:

"Apakah engkau datang kepada kami agar kami hanya menyembah Allah saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh nenek moyang kami?"
(QS. Al-A’raf: 70)

Mereka memahami bahwa maksud dari kalimat ini adalah menafikan keilahian dari selain Allah dan menetapkannya hanya kepada Allah, tanpa sekutu bagi-Nya.

Wahai hamba Allah:
Kalimat “Lā ilāha illallāh” mencakup dua hal utama:

1. Penafian: Menolak keilahian dari segala sesuatu selain Allah. Segala sesuatu selain Allah, baik itu malaikat, nabi, apalagi selainnya, tidak memiliki hak untuk disembah.


2. Penetapan: Menetapkan keilahian hanya kepada Allah semata, yang berarti seorang hamba tidak boleh memalingkan ibadah kepada selain-Nya dalam bentuk apa pun.



Sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Misbah Al-Munir pada pembahasan kata “ilah”.

Selain itu, Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wa sallam) bersabda:
"Siapa yang mengucapkan Lā ilāha illallāh dengan ikhlas, maka ia akan masuk surga."
(Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ad-Daraquthni).

Sesungguhnya hati yang bergantung kepada sesuatu yang menyebabkan ia memalingkan ibadah kepada selain Allah, seperti berdoa, menyembelih, bernazar, dan lainnya, adalah bentuk penyimpangan dari makna kalimat “Lā ilāha illallāh”.

Wahai hamba Allah:
Kalimat “Lā ilāha illallāh” bukanlah sekadar nama tanpa makna, atau ucapan tanpa hakikat, atau lafaz tanpa kandungan yang mulia. Sebaliknya, ia adalah nama dengan makna agung, ucapan dengan hakikat besar, dan lafaz yang mencakup inti tauhid, yaitu melepaskan diri dari segala bentuk penyembahan kepada selain Allah dan hanya menghadap kepada-Nya dengan penuh kepatuhan, ketundukan, rasa takut, harapan, kecintaan, tawakal, rukuk, sujud, doa, serta pengabdian sepenuhnya.

Orang yang benar-benar memahami dan mengamalkan kalimat “Lā ilāha illallāh” tidak akan memohon kecuali kepada Allah, tidak meminta pertolongan kecuali kepada-Nya, tidak bertawakal kecuali kepada-Nya, dan tidak menyembah selain Allah. Ia tidak akan mempersembahkan penyembelihan atau bentuk ibadah lain kepada selain Allah, serta menjauhi segala bentuk penyembahan kepada selain-Nya. Orang seperti inilah yang benar-benar menjadi pemilik kalimat “Lā ilāha illallāh” dengan tulus dan jujur.

Ya Allah, jadikanlah kami termasuk golongan orang-orang yang benar-benar memahami dan mengamalkan “Lā ilāha illallāh”. Ya Allah, hidupkanlah kami dengan kalimat ini dan wafatkanlah kami dalam keadaan tetap memegang teguh kalimat ini. Ya Allah, berilah kami taufik untuk melaksanakan hak-haknya dengan sebaik-baiknya dan masukkanlah kami ke dalam surga, negeri keselamatan.

Aku akhiri khutbah ini dengan memohon ampun kepada Allah untuk diri saya dan kalian semua. Maka, mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.



Khutbah Kedua

Segala puji bagi Allah Yang Maha Pemurah, Yang Maha Luas karunia, kebaikan, dan nikmat-Nya. Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Semoga Allah senantiasa mencurahkan salawat dan salam kepada Nabi Muhammad, keluarga, dan para sahabatnya seluruhnya.


Wahai hamba Allah:
Bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa, dan jadikanlah diri kalian selalu merasa diawasi oleh-Nya, sebagaimana seseorang yang yakin bahwa Tuhannya mendengar dan melihatnya.

Wahai hamba Allah:
Terdapat banyak nash yang menyebutkan keutamaan kalimat tauhid “Lā ilāha illallāh”. Nash-nash tersebut sangat banyak sehingga sulit untuk dihitung dan begitu luas sehingga tidak mungkin diuraikan secara menyeluruh. Semuanya menunjukkan betapa agungnya kedudukan kalimat ini.

Al-Allamah Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata:
"Di antara keutamaan kalimat tauhid ini adalah:

1. Kalimat ini menjadi sebab utama dalam menghilangkan kesulitan di dunia dan akhirat, serta mencegah datangnya hukuman keduanya.


2. Kalimat ini mencegah seseorang kekal di neraka, selama dalam hatinya terdapat keimanan meski seberat biji sawi.


3. Jika kalimat tauhid ini sempurna dalam hati, maka ia mencegah seseorang masuk neraka secara keseluruhan.


4. Kalimat ini memberikan petunjuk yang sempurna dan keamanan penuh bagi pemiliknya di dunia dan akhirat.


5. Kalimat ini menjadi sebab utama untuk meraih ridha Allah dan pahala-Nya. Orang yang paling berbahagia dengan syafaat Nabi Muhammad ﷺ adalah mereka yang mengucapkan “Lā ilāha illallāh” dengan ikhlas dari hatinya.


6. Keutamaan terbesar dari kalimat ini adalah bahwa penerimaan, kesempurnaan, dan ganjaran semua amal dan ucapan, baik yang lahir maupun batin, bergantung pada tauhid. Semakin kuat tauhid dan keikhlasan kepada Allah, semakin sempurna pula amal tersebut.


7. Kalimat ini memudahkan seseorang untuk melakukan kebaikan, meninggalkan kemungkaran, dan menghiburnya dalam menghadapi musibah. Orang yang ikhlas dalam keimanan dan tauhidnya akan merasa ringan dalam menjalankan ketaatan karena mengharapkan ridha dan pahala dari Allah. Demikian pula ia akan mudah meninggalkan dosa karena takut akan murka dan hukuman-Nya.


8. Jika tauhid sempurna dalam hati, Allah akan menghiasi hati pemiliknya dengan keimanan dan membuatnya membenci kekufuran, kefasikan, dan kemaksiatan. Dengan itu, ia akan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.


9. Kalimat ini meringankan penderitaan dan musibah yang dialami seorang hamba. Semakin sempurna tauhid dan iman seseorang, semakin lapang hatinya, tenang jiwanya, dan ridha atas takdir Allah yang menyakitkan.


10. Kalimat tauhid membebaskan seorang hamba dari perbudakan makhluk, ketergantungan kepada mereka, rasa takut terhadap mereka, atau berharap kepada mereka. Dengan ini, seorang hamba meraih kemuliaan sejati dan kehormatan yang tinggi.


11. Orang yang ikhlas dengan tauhidnya akan beribadah hanya kepada Allah, tidak berharap kecuali kepada-Nya, tidak takut kecuali kepada-Nya, tidak berserah kecuali kepada-Nya. Dengan demikian, ia akan mencapai kesempurnaan ibadah kepada Allah."


Semoga Allah memberikan kita pemahaman yang mendalam tentang keutamaan kalimat “Lā ilāha illallāh” dan menolong kita untuk mengamalkannya dengan benar.


Kemuliaan Kalimat Tauhid dan Pentingnya Memenuhi Syarat-Syaratnya

Kalimat “Lā ilāha illallāh” adalah kalimat yang penuh keberkahan, keagungan, dan manfaat besar bagi pemiliknya. Namun, seorang hamba perlu mengetahui bahwa kalimat tauhid ini memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi. Syarat-syarat ini merupakan ketentuan penting yang ditunjukkan oleh Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad ﷺ, yang harus direalisasikan.

Kisah dari Ulama Tabi’in:

Ketika Wahb bin Munabbih – salah satu ulama besar Tabi’in – ditanya, “Bukankah ‘Lā ilāha illallāh’ adalah kunci surga?” Beliau menjawab:
“Benar. Tetapi, tidak ada kunci kecuali memiliki gigi-gigi. Jika engkau datang membawa kunci yang memiliki gigi-gigi, maka pintu akan terbuka untukmu. Jika tidak, maka pintu tidak akan terbuka.”
Jawaban ini mengisyaratkan pentingnya memenuhi syarat-syarat kalimat tauhid.

Al-Hasan Al-Bashri – seorang ulama besar Tabi’in lainnya – pernah ditanya, “Bukankah orang yang mengucapkan ‘Lā ilāha illallāh’ akan masuk surga?” Beliau menjawab:
“Benar, tetapi hanya bagi orang yang menunaikan hak dan kewajibannya yang telah ditetapkan.”


Keutamaan Lain dari Tauhid:

1. Pahala Berlipat Ganda:
Tauhid yang sempurna dan ikhlas membuat amal sedikit menjadi besar. Semua amal dan ucapan yang dilakukan orang dengan keikhlasan penuh akan dilipatgandakan pahalanya tanpa batas.

Contohnya terdapat dalam hadits tentang Kartu (Al-Bithaqah) yang berisi kalimat “Lā ilāha illallāh”. Kalimat ini mengalahkan 99 gulungan dosa, setiap gulungan sepanjang mata memandang.

Ini terjadi karena keikhlasan yang sempurna dari hati orang yang mengucapkannya. Berbeda dengan orang yang mengucapkannya tanpa keikhlasan atau tauhid yang penuh.



2. Pertolongan dan Kemuliaan Dunia:
Allah menjanjikan kemenangan dan kehormatan kepada orang-orang yang bertauhid di dunia, termasuk petunjuk, kemudahan dalam kebaikan, perbaikan kondisi, serta taufik dalam ucapan dan perbuatan.


3. Perlindungan dari Bahaya:
Allah melindungi ahli tauhid dari kejahatan dunia dan akhirat. Mereka dianugerahi kehidupan yang baik, ketenangan hati, dan kedamaian dalam mengingat Allah.



Semua keutamaan ini telah dijelaskan dalam banyak ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi Muhammad ﷺ.

Semoga kita semua termasuk dalam golongan yang memahami, mengamalkan, dan merealisasikan kalimat “Lā ilāha illallāh” dengan benar. Wallahu a‘lam.


Wahai Hamba-Hamba Allah!

Ketahuilah bahwa kalimat tauhid “Lā ilāha illallāh” memiliki syarat-syarat yang harus diperhatikan, dijaga, dan dilaksanakan. Para ulama, melalui penelaahan mendalam terhadap Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad ﷺ, menemukan bahwa kalimat ini memiliki tujuh syarat yang tidak akan diterima kecuali dengan memenuhinya, yaitu:

1. Ilmu (Pengetahuan):
Memahami makna kalimat ini dengan benar, yang menafikan kebodohan.


2. Yakin:
Meyakini sepenuhnya kebenaran kalimat ini, yang menafikan keraguan dan kebimbangan.


3. Kejujuran:
Mengucapkannya dengan jujur dari hati, yang menafikan kebohongan.


4. Ikhlas:
Menjadikan seluruh ibadah murni hanya untuk Allah, yang menafikan syirik dan riya'.


5. Cinta:
Mencintai kalimat ini dan apa yang dikandungnya, yang menafikan kebencian dan penolakan.


6. Tunduk:
Patuh sepenuhnya terhadap konsekuensi kalimat ini, yang menafikan sikap meninggalkan perintah.


7. Penerimaan:
Menerima kalimat ini sepenuh hati, yang menafikan penolakan dan pembangkangan.



Dalil-dalil syarat ini:
Setiap syarat di atas memiliki puluhan dalil dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi ﷺ. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memberi perhatian penuh terhadap kalimat ini, lebih dari perhatian kita terhadap hal lain.

Semoga Allah memberi taufik kepada kita semua untuk mengamalkan kalimat tauhid ini, memenuhi syarat-syaratnya, dan melaksanakan hak-haknya, serta memasukkan kita ke dalam surga-Nya melalui keutamaan kalimat ini.

Wallahu a‘lam.

Sabtu, 23 November 2024

PENJAGAAN ALLAH KEPADA HAMBA-NYA


Jika Allah Mencintai Seorang Hamba, Dia Menjaganya dari Dunia
30 Dzulhijjah 1439

بسم الله الرحمن الرحيم

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya dalam kitabnya Az-Zuhd bahwa ia berkata:
Diceritakan kepadaku oleh Al-Abbas Al-Anbari, dia berkata:
Diceritakan kepada kami oleh Muhammad bin Jahdham, dia berkata:
Diceritakan kepada kami oleh Ismail bin Ja’far, dari ‘Umara bin Ghaziyyah, dari ‘Ashim bin ‘Umar bin Qatadah, dari Mahmud bin Labid, dari Qatadah bin Nu’man, dia berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

"Jika Allah عز وجل mencintai seorang hamba, Dia melindunginya dari dunia sebagaimana salah seorang dari kalian melindungi orang sakitnya dari air."

Hadis ini memiliki sanad yang sahih, disahihkan oleh Al-Albani.

Penjelasan Al-Manawi dalam Faydul Qadir:

"Jika Allah mencintai seorang hamba, Dia melindunginya" maksudnya adalah menjaganya dari kenikmatan dunia dan syahwatnya. Allah mencegah hamba tersebut dari terjerumus ke dalam perhiasan dunia agar hatinya tidak sakit karena cinta dan ketergantungan padanya. Dengan demikian, ia tidak terbiasa dengannya dan tidak membenci akhirat.

"Sebagaimana salah seorang dari kalian melindungi orang sakitnya dari air," maksudnya adalah melarangnya meminum air jika itu membahayakan. Air memiliki kondisi tertentu dalam pengobatan, bahkan kadang dilarang bagi orang sehat sekalipun, kecuali dalam jumlah sedikit, karena air dapat menyebabkan penurunan daya pikir dan melemahkan pencernaan. Maka, para dokter menyarankan untuk menguranginya.

Demikian pula, Allah, dengan kasih sayang-Nya, menjauhkan orang yang dicintai-Nya dari dunia agar tidak tercemar olehnya, sebagaimana orang sakit dijauhkan dari hal yang dapat membahayakannya. Dunia, dengan segala pesonanya, bisa menjadi ujian yang berat bagi orang-orang besar, penghalang bagi orang-orang yang mengenal Allah, hambatan bagi para pencari jalan kepada-Nya, dan pemutus hubungan bagi orang-orang beriman pada umumnya.

Perlindungan Allah terhadap Hamba-Nya

Salah satu bentuk penjagaan Allah terhadap hamba-Nya yang dicintai adalah mencegah mereka dari hal-hal yang merusak agama mereka. Penjagaan ini bisa berupa perlindungan langsung, meskipun kadang tidak disadari atau bahkan tidak disukai oleh hamba tersebut, sebagaimana firman Allah tentang Nabi Yusuf عليه السلام:
"Demikianlah, agar Kami memalingkan darinya keburukan dan kekejian. Sesungguhnya dia termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih." (QS. Yusuf: 24).

Al-Allamah As-Sa’di رحمه الله menjelaskan:
"Ketika Yusuf عليه السلام menyempurnakan dua hal ini, yaitu ikhlas kepada Allah dan merendahkan diri kepada-Nya, memohon perlindungan dan berpegang teguh kepada-Nya, Allah pun menjaganya dengan sempurna dari segala keburukan, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, dari dalam maupun dari luar."

Allah menceritakan kisah para nabi-Nya agar menjadi pelajaran bagi kita. Pelajaran dalam kisah ini adalah bahwa siapa saja yang memiliki bagian dari keikhlasan dan doa, ia akan mendapatkan bagian dari penjagaan Allah, sesuai dengan kadar ikhlas dan doanya. Namun, siapa yang tidak memiliki dua hal tersebut, ia akan diserahkan kepada dirinya sendiri, tidak mendapatkan penjagaan atau perlindungan, dan akan terjatuh dalam fitnah syahwat dan syubhat.

Penutupan

Hamba yang saleh dilindungi oleh Allah dari fitnah dunia, dijauhkan dari pintu-pintu keburukan, dan dibukakan pintu-pintu kebaikan. Sebagaimana disebutkan oleh Nu’aim bin Hammad dalam kitabnya Az-Zuhd:
Diceritakan kepada kami oleh Sufyan bin ‘Uyainah, dari Sulaiman bin Mihran, dari Khaithamah bin Abdurrahman, dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata:

"Sungguh, seseorang bisa saja mendekati sesuatu, baik dalam perdagangan atau kekuasaan, hingga ia merasa yakin telah mampu mencapainya. Namun, Allah عز وجل yang berada di atas tujuh langit, mengingat hamba tersebut dan berfirman: ‘Pergilah, jauhkan hal itu dari hamba-Ku ini, karena jika Aku memudahkannya untuknya, Aku akan memasukkannya ke dalam neraka.’ Maka datanglah malaikat dan menjauhkan hal tersebut darinya. Kemudian, ia terus menyangka bahwa tetangganya telah mengalahkannya atau seseorang telah menipunya, padahal yang menjauhkannya hanyalah Allah تبارك وتعالى."

Maka, kita memohon kepada Allah perlindungan, agar tidak menyerahkan kita kepada diri kita sendiri meskipun sekejap mata. Sesungguhnya Dia Maha Dermawan lagi Maha Pemurah.

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

KASIH SAYANG ALLAH


SIAPA YANG DILINDUNGI ALLAH DARI DUNIA, MAKA DIA MENGHENDAKI KEBAIKAN BAGINYA.



Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, dan salawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi kita Muhammad, penghulu para nabi dan rasul, serta keluarga dan sahabatnya sekalian. Amma ba'du:

Kehidupan dunia dipenuhi dengan berbagai jenis kenikmatan dan syahwat, seperti wanita, harta, anak-anak, ternak, dan tanaman. Allah Ta’ala berfirman:
“Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada syahwat, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah ada tempat kembali yang baik.” (QS. Ali Imran: 14).

Allah menghiasi dunia ini untuk manusia sebagai ujian, apakah mereka mendahulukan cinta kepada dunia dibandingkan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya ﷺ. Orang yang kuat imannya tidak akan mendahulukan apa pun dari dunia dibandingkan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya ﷺ. Adapun orang yang lemah imannya, ia menjadikan dunia sebagai tujuan utama dan puncak ilmunya. Akibatnya, ia terhanyut tanpa menyadari bahaya yang mengintainya.



Perhiasan dunia: Keindahannya yang fana dan sementara


Orang yang tidak memahami hakikat dunia akan terperdaya oleh perhiasannya. Ia bermain-main dengannya dengan hatinya, sibuk bersaing dalam mengumpulkan dunia, dan membanggakannya kepada orang lain. Namun akhirnya, ia akan meninggalkan dunia itu. Allah menggambarkan kehidupan dunia ini seperti hujan yang turun ke bumi, lalu menumbuhkan tanaman hingga menghijau. Tanaman itu membuat para petani kagum, tetapi kemudian datanglah ketetapan Allah yang merusaknya sehingga menjadi seakan-akan tidak pernah ada. Allah Ta’ala berfirman:
“Ketahuilah bahwa kehidupan dunia hanyalah permainan, sesuatu yang melalaikan, perhiasan, bermegah-megahan di antara kalian, dan berlomba-lomba dalam harta serta anak-anak, seperti hujan yang tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu mengering hingga kamu melihat warnanya kuning, lalu menjadi hancur. Di akhirat nanti ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (QS. Al-Hadid: 20).

Inilah hakikat dunia yang fana dan sementara.



Kekhawatiran Nabi ﷺ terhadap umatnya dari keindahan dunia


Rasulullah ﷺ sangat khawatir terhadap umatnya terperdaya oleh dunia. Dari Amr bin Auf radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:
"Demi Allah, bukanlah kemiskinan yang aku khawatirkan atas kalian. Tetapi aku khawatir jika dunia dilapangkan untuk kalian sebagaimana telah dilapangkan bagi orang-orang sebelum kalian." (Muttafaq ‘alaih).

Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan atas kalian adalah apa yang Allah keluarkan untuk kalian berupa keberkahan dunia.” Para sahabat bertanya: “Apa itu keberkahan dunia?” Beliau menjawab: “Keindahan dunia.” (Muttafaq ‘alaih).

Kekhawatiran beliau ini disebabkan manusia yang diberi kenikmatan dunia akan bersaing untuk mendapatkannya. Dari Uqbah bin Amir radhiyallahu ‘anhu, Nabi ﷺ bersabda:
“Demi Allah, aku tidak khawatir kalian akan menyekutukan Allah setelahku, tetapi aku khawatir kalian akan saling berlomba dalam dunia.” (Muttafaq ‘alaih).

Jika mereka saling bersaing dalam dunia, hal itu akan menghancurkan mereka. Dari ‘Auf bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi ﷺ bersabda:
“Apakah kalian khawatir terhadap kemiskinan? Ataukah kalian mengkhawatirkan dunia? Sungguh Allah akan membukakan untuk kalian negeri-negeri Persia dan Romawi, dan dunia akan dicurahkan kepada kalian hingga melimpah. Hanya saja aku khawatir kalian disesatkan olehnya.” (HR. Ahmad).



Bahaya persaingan terhadap dunia


Persaingan atas dunia telah menghancurkan banyak orang, baik secara fisik maupun moral. Nabi ﷺ memperingatkan bahwa di akhir zaman, manusia akan saling membunuh demi memperebutkan dunia, meskipun itu hanya berupa gunung emas. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi ﷺ bersabda:
“Hari Kiamat tidak akan terjadi hingga Sungai Eufrat mengering, lalu menampakkan gunung emas. Manusia saling membunuh untuk mendapatkannya. Dari setiap seratus orang, hanya satu yang selamat. Setiap orang berkata, ‘Mungkin aku yang akan selamat.’” (HR. Muslim).

Di zaman kita, persaingan atas dunia telah membinasakan banyak orang, baik secara jasmani maupun rohani.

Semoga Allah melindungi kita dari fitnah dunia dan menjadikan kita lebih mencintai-Nya serta Rasul-Nya ﷺ di atas segalanya.



Siapa yang memahami hakikat dunia tidak akan bersaing dengan orang lain untuknya.


Orang yang memahami hakikat dunia ini tidak akan berlomba-lomba dengan orang lain untuk mengejarnya. Dunia ini tidak sebanding dengan sayap seekor nyamuk di sisi Allah. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, Rasulullah ﷺ bersabda:
"Apa urusanku dengan dunia? Demi Allah, perumpamaanku dengan dunia hanyalah seperti seorang pengendara yang berteduh di bawah pohon pada siang hari yang panas, lalu pergi meninggalkannya." (HR. At-Tirmidzi).

Dari Sahl bin Sa’d radhiyallahu 'anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:
"Seandainya dunia ini bernilai di sisi Allah seperti sayap seekor nyamuk, niscaya Allah tidak akan memberikan seteguk air pun kepada orang kafir." (HR. At-Tirmidzi).

Imam Al-Mubarakfuri rahimahullah menjelaskan: “Maknanya, jika dunia ini memiliki nilai sekecil apa pun, Allah tidak akan memberi orang kafir seteguk air darinya, sebab orang kafir adalah musuh Allah, dan musuh tidak diberi sesuatu yang bernilai oleh pemberinya.”

Segala bentuk keindahan dunia tidak dapat dibandingkan dengan kenikmatan akhirat. Dari Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:
"Demi Allah, dunia dibandingkan dengan akhirat hanyalah seperti seseorang yang mencelupkan jarinya ke laut, lalu lihatlah apa yang tersisa pada jarinya." (HR. Muslim).

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata: “Makna hadis ini adalah bahwa dunia dibandingkan dengan akhirat sangat kecil dan fana kenikmatannya, sedangkan akhirat itu kekal dan kenikmatannya terus-menerus.”



Orang yang memahami dunia menjauh darinya agar tidak terfitnah


Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:
"Janganlah kalian terlalu sibuk dengan pertanian sehingga cenderung kepada dunia." (HR. At-Tirmidzi).

Imam Al-Mubarakfuri menjelaskan: “Maksudnya adalah larangan untuk sibuk dengan urusan dunia seperti pertanian yang dapat menghalangi seseorang dari beribadah kepada Allah dan mempersiapkan akhirat.”

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata: "Kami memiliki kain penutup yang bergambar burung. Setiap kali seseorang masuk rumah, ia akan melihat kain itu. Rasulullah ﷺ berkata kepadaku: 'Singkirkanlah kain ini, karena setiap kali aku masuk dan melihatnya, aku teringat dunia.'” (HR. Muslim).

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata: “Hal ini menunjukkan bahwa seseorang hendaknya menjauhkan diri dari apa pun yang dapat membuat hatinya terikat pada dunia agar tidak terfitnah olehnya.” Rasulullah ﷺ ketika melihat sesuatu yang menarik dari dunia, beliau berkata:
"Labbaik, sesungguhnya kehidupan yang sejati adalah kehidupan akhirat."



Orang yang Allah kehendaki kebaikan baginya akan memahami dunia dan bersaing untuk akhirat


Imam Ibnu Qayyim rahimahullah berkata: “Al-Qur’an penuh dengan peringatan untuk menjauhi dunia dan menggambarkan kehinaannya, serta ajakan untuk meraih akhirat. Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya, Dia akan menanamkan dalam hatinya pemahaman tentang hakikat dunia dan akhirat, sehingga ia memilih apa yang lebih layak untuk diprioritaskan.”

Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata: "Jika engkau melihat seseorang bersaing denganmu dalam urusan dunia, maka bersainglah dengannya dalam urusan akhirat." Wahb bin Munabbih rahimahullah berkata: "Jika engkau mampu agar tidak ada seorang pun yang mendahuluimu menuju Allah, maka lakukanlah."



Kebodohan manusia adalah mengira bahwa kesempitan rezeki adalah kehinaan


Allah berfirman:
"Adapun manusia, apabila Rabbnya mengujinya lalu memuliakannya dan memberinya kesenangan, maka dia berkata, 'Rabbku telah memuliakanku.' Tetapi apabila Rabbnya mengujinya lalu membatasi rezekinya, maka dia berkata, 'Rabbku telah menghinaku.' Sekali-kali tidak demikian." (QS. Al-Fajr: 15-17).

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan: “Bukan seperti yang mereka kira, bahwa kelapangan rezeki adalah penghormatan dan kesempitan rezeki adalah penghinaan. Allah memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki, baik Dia cintai maupun tidak.”



Allah melindungi hamba-Nya yang beriman dari dunia karena cinta-Nya


Dari Mahmud bin Labid radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:
"Sesungguhnya Allah melindungi hamba-Nya yang beriman dari dunia sebagaimana kalian melindungi makanan dan minuman dari orang sakit karena khawatir itu membahayakannya." (HR. Ahmad).

Ketika Allah menjauhkan hamba-Nya dari dunia yang dapat membahayakan akhiratnya, itu karena Dia mencintainya. Dari Qatadah bin Nu’man radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:
"Jika Allah mencintai seorang hamba, Dia akan melindunginya dari dunia sebagaimana salah seorang dari kalian melindungi orang sakitnya dari air." (HR. At-Tirmidzi).

Inilah nikmat terbesar bagi seorang mukmin, yakni ketika Allah melindunginya dari dunia karena kasih sayang-Nya. Hendaknya seorang hamba bersyukur atas perlindungan ini agar ia tidak terlalaikan oleh dunia dan tetap fokus pada akhiratnya. Berapa banyak orang yang terperdaya oleh dunia hingga binasa!

WASIAT DAN PERINGATAN


WASIAT DAN PERINGATAN 


Oleh: As Syaikh Ali Abdul Rahman Al-Hudhaifi hafizhahullah Ta'ala. 

Disampaikan pada: 13 September 2024 - 10 Rabi'ul Awwal 1446
Diterbitkan pada: 14 September 2024 - 11 Rabi'ul Awwal 1446

Poin-Poin Khutbah:

1. Wasiat untuk mengikuti petunjuk para rasul.


2. Kewajiban menjalankan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan.


3. Empat pertanyaan bagi manusia di akhirat.


4. Peringatan dari bid’ah maulid.



Kutipan:

Sesungguhnya hisab (perhitungan) itu sangat berat, dan Sang Maha Pengamat (Allah) Maha Tahu, tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya dan Dia Maha Mengetahui isi hati. Tidak akan bergerak dua kaki seorang hamba di hari kiamat, tidak akan melintasi sirat yang dibentangkan di atas Jahannam menuju surga sampai dia ditanya tentang empat hal...

Khutbah Pertama:

Segala puji bagi Allah, Tuhan yang telah menciptakan segala sesuatu dan menentukannya dengan takaran yang sempurna, serta meliputi segala sesuatu dengan rahmat dan ilmu-Nya; "Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun" (Faathir: 41). 

Saya memuji Tuhan saya dan bersyukur kepada-Nya atas segala nikmat-Nya yang tampak dan yang tersembunyi, baik yang kita ketahui maupun yang tidak kita ketahui, pujian yang banyak. 

Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah selain Allah, satu-satunya tanpa sekutu bagi-Nya, dengan sifat-sifat-Nya yang tinggi dan nama-nama-Nya yang indah. 

Aku juga bersaksi bahwa Nabi dan junjungan kami, Muhammad, adalah hamba dan rasul-Nya yang diutus sebagai rahmat bagi alam semesta, pembawa kabar gembira dan peringatan, penyeru kepada Allah dengan izin-Nya dan pelita yang terang. 

Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada hamba dan rasul-Mu, Muhammad, serta kepada keluarga dan sahabatnya, dengan shalawat dan salam yang banyak.

Amma ba’du: 

Bertakwalah kepada Allah dengan mencari keridhaan-Nya dan menjauhi apa yang diharamkan-Nya. 

Dia akan menulis ridha-Nya untuk kalian dan memasukkan kalian ke dalam derajat-derajat tertinggi di surga-Nya. 

Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya orang yang datang kepada Tuhannya dalam keadaan berdosa, maka baginya neraka Jahannam; dia tidak mati di dalamnya dan tidak pula hidup. Sedangkan orang yang datang kepada-Nya dalam keadaan beriman dan telah mengerjakan amal saleh, maka mereka memperoleh derajat yang tinggi, yaitu surga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah balasan bagi orang yang membersihkan diri” (Thaahaa: 74-76).

Wahai manusia,...
Allah Ta’ala berfirman: “Wahai anak cucu Adam, jika datang kepada kalian rasul-rasul dari kalangan kalian sendiri yang membacakan kepada kalian ayat-ayat-Ku, maka barang siapa yang bertakwa dan memperbaiki diri, maka tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati” (Al-A’raaf: 35).

 Wahai anak cucu Adam, ....
Allah telah menciptakan kalian untuk suatu urusan yang agung dan tanggung jawab yang besar, yang langit dan bumi enggan untuk memikulnya dan merasa takut untuk melakukannya karena takut tidak mampu dan mendapat azab atau tidak sempurna dalam menjalankannya sehingga mendapat celaan. 

Sesungguhnya tanggung jawab yang besar ini adalah beribadah kepada Allah Ta’ala dengan ihsan dan memperbaiki bumi dengan syariat-Nya, serta menjauhi segala bentuk kedzaliman dan kemaksiatan. 

Allah Ta’ala berfirman: “Barang siapa yang beramal saleh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri, dan barang siapa yang berbuat jahat maka (dosanya) atas dirinya sendiri, dan Tuhanmu tidak menzalimi hamba-hamba-Nya” (Fushshilat: 46).

Wahai anak manusia,....
 renungkanlah awal dan akhir urusanmu, serta kondisi-kondisi yang kamu alami di antara keduanya. 

Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam susah payah” (Al-Balad: 4). 

Para mufassir menjelaskan bahwa Allah menciptakan manusia untuk menghadapi kesulitan dunia dan akhirat, dan setelah itu ada kenikmatan bagi orang-orang yang sabar dan bertakwa, serta azab bagi yang mengikuti hawa nafsu yang haram. 

Allah Ta’ala berfirman: “Orang-orang yang zalim mengikuti kenikmatan yang melalaikan yang mereka peroleh, dan mereka adalah orang-orang yang berdosa” (Hud: 116).

Wahai manusia,....
 hasbunallah wa ni’mal wakil adalah ucapan yang disiapkan oleh Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- untuk menghadapi segala kesulitan, krisis, dan ujian besar. 

Beliau menganjurkan para sahabat untuk mengucapkannya. 
Kalimat ini juga diucapkan oleh Nabi Ibrahim -‘alaihis salam- ketika dilemparkan ke dalam api. 
Allahu Akbar, betapa besar hal-hal yang akan dihadapi manusia dalam kehidupan dunia dan akhirat. 

Dari Abu Dzar -radhiyallahu ‘anhu-, Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda: “Sesungguhnya aku melihat apa yang tidak kalian lihat dan mendengar apa yang tidak kalian dengar. Langit berderak (berat) dan layak baginya untuk berderak. Tidak ada tempat sejengkal pun kecuali ada malaikat yang bersujud kepada Allah. Demi Allah, andai kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan tertawa sedikit dan menangis banyak, tidak akan menikmati para istri di atas tempat tidur, dan akan keluar ke dataran tinggi berseru kepada Allah. Aku berharap aku hanya pohon yang ditebang” (HR. Tirmidzi).

Setelah kehidupan dunia, akan datang pertanyaan di kubur bagi setiap manusia.

 Dari Anas -radhiyallahu ‘anhu-, Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda: “Ketika jenazah diletakkan di dalam kuburnya dan para sahabatnya berpaling meninggalkannya, maka dia mendengar suara langkah kaki mereka. 
Lalu datanglah dua malaikat yang mendudukkannya dan bertanya, ‘Apa yang kamu katakan tentang lelaki ini?’ yakni Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam-. 
Maka orang beriman akan menjawab, ‘Aku bersaksi bahwa dia adalah hamba Allah dan rasul-Nya.’ 
Lalu dikatakan kepadanya, ‘Lihatlah tempatmu di neraka, yang telah diganti oleh Allah dengan tempat di surga,’ maka ia melihat keduanya. 
Adapun orang kafir dan munafik, dia akan berkata, ‘Aku tidak tahu, aku hanya mengatakan apa yang dikatakan orang-orang.’ Maka dikatakan kepadanya, ‘Tidak tahu dan tidak mengikuti (kebenaran).’ 
Lalu dipukullah dia dengan palu besi di antara telinganya, dia menjerit dengan suara yang bisa didengar oleh selain manusia dan jin” (HR. Bukhari dan Muslim).

 Allah mengokohkan orang-orang yang beriman dengan perkataan yang kokoh, dan menyesatkan orang-orang kafir dan munafik. 
Kesaksian di dunia tidak akan berguna bagi mereka. 
Kemudian Allah Ta’ala akan melanjutkan pertanyaan kepada para nabi ‘alaihimussalam: ‘Apakah kalian telah menyampaikan kepada umat-umat kalian?’ dari Nabi Nuh -‘alaihis salam- sampai penutup para nabi, penghulu umat manusia, Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam-. 

Allah Ta’ala berfirman: “Bagaimana jika Kami mendatangkan seorang saksi dari setiap umat dan mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka. Pada hari itu orang-orang yang kafir dan mendurhakai rasul berharap andai mereka ditelan bumi, dan mereka tidak dapat menyembunyikan sesuatu pun dari Allah” (An-Nisa’: 41-42). 

Allah Ta’ala juga berfirman: “Tahanlah mereka, sesungguhnya mereka akan ditanya: Mengapa kalian tidak saling menolong?” (Ash-Shaffat: 24-25).

Allah Ta’ala berfirman: "Maka Kami pasti akan menanyai orang-orang yang diutus kepada mereka dan Kami akan menanyai para rasul. Maka Kami pasti akan menceritakan kepada mereka dengan ilmu (Kami), dan Kami tidak jauh (dari mereka)." (Al-A'raf: 6-7).

Kemudian Allah akan bertanya kepada setiap manusia tentang diri mereka sendiri.

 Diriwayatkan dari Abu Barzah Al-Aslami -semoga Allah meridhainya- ia berkata: Rasulullah -shallallahu alaihi wa sallam- bersabda: "Tidak akan bergeser kedua kaki seorang hamba pada Hari Kiamat, hingga ia ditanya tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang ilmunya untuk apa ia amalkan, tentang hartanya dari mana ia peroleh dan ke mana ia belanjakan, dan tentang tubuhnya untuk apa ia gunakan." (HR. At-Tirmidzi, beliau mengatakan hadits ini hasan sahih).

Penghisaban itu sulit, dan Allah Maha Teliti, tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya. Tidak akan bergeser kedua kaki seorang hamba pada Hari Kiamat, dan tidak akan pindah dari tempatnya untuk menyeberangi shirath yang terbentang di atas Jahannam menuju surga, 
hingga ia ditanya tentang empat perkara: tentang umurnya untuk apa ia habiskan, hari demi hari, malam demi malam. 
Jika ia menjawab Tuhannya dengan jujur dan menghabiskan usianya dalam ketaatan, maka berbahagialah orang-orang yang taat. 

Allah Ta'ala berfirman: "Inilah hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang jujur kejujuran mereka. Bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selamanya. Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Itulah kemenangan yang agung." (Al-Maidah: 119).

Dan tentang hartanya, dari mana ia peroleh dan untuk apa ia belanjakan, ini adalah pertanyaan yang sulit, berdiri di hadapan pertanyaan ini merupakan kesusahan, tentang jalan masuk dan keluar harta, serta cara membelanjakannya. 
Harta yang halal akan membawa orang saleh ke surga tertinggi, sementara harta yang haram membuat pemiliknya sengsara dalam hidupnya, dan menjadi kesengsaraan bagi ahli warisnya setelah ia wafat. 

Diriwayatkan dari Khawlah Al-Anshariyyah -semoga Allah meridhainya- ia berkata: Aku mendengar Nabi -shallallahu alaihi wa sallam- bersabda: "Sesungguhnya ada orang-orang yang mengurus harta Allah dengan cara yang tidak benar, maka bagi mereka neraka pada Hari Kiamat." (HR. Al-Bukhari).

Betapa besarnya tanggung jawab atas harta, dan betapa banyak kejahatan serta kerusakannya bagi orang yang menghabiskannya untuk hawa nafsu, dan menghalangi orang yang berhak atasnya. Dan tentang ilmunya, apa yang ia amalkan dengannya, mengamalkan ilmu adalah mengajarkannya kepada orang yang membutuhkannya, serta mengajak pada kebaikan dan mencegah keburukan. 
Maka, sebaik-baik kebaikan adalah membimbing manusia kepada hal yang bermanfaat, dan menjauhkannya dari hal yang berbahaya, mengajak kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar.



Khutbah Kedua:

Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, Pemilik Hari Pembalasan. 
Aku memuji-Nya dan bersyukur kepada-Nya atas karunia-Nya yang jelas, 
dan aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, 
Yang Maha Kuat dan Maha Kokoh. 
Dan aku bersaksi bahwa Nabi dan junjungan kami, Muhammad, adalah hamba dan utusan-Nya yang terpercaya. 
Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada hamba dan utusan-Mu, Muhammad, juga kepada keluarga dan seluruh sahabatnya.

Amma ba’du: 

bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa, dan berpegang teguhlah pada tali Islam yang kuat. 
Barang siapa berpegang teguh dengan takwa, maka ia akan meraih kebaikan dan selamat dari keburukan dan kehancuran.

 Allah Ta'ala berfirman: "Sungguh Allah telah memberikan karunia kepada orang-orang beriman ketika Dia mengutus seorang rasul di tengah mereka dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan mereka, dan mengajarkan mereka Kitab dan hikmah (sunnah), padahal sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata." (Ali Imran: 164).

Allah mengutus Nabi Muhammad -shallallahu alaihi wa sallam- sebagai rahmat bagi alam semesta, tidak ada kebaikan yang diperoleh oleh seorang Muslim di dunia dan akhirat kecuali Allah memberikannya melalui tangan beliau. 

Hak Rasulullah -shallallahu alaihi wa sallam- setelah hak Allah adalah mencintainya, mendahulukan cintanya atas segala sesuatu, menaati perintahnya, menjauhi larangannya, membenarkan berita-beritanya, dan tidak beribadah kepada Allah kecuali dengan syariatnya.

 Rasulullah -shallallahu alaihi wa sallam- bersabda: "Tidak beriman salah seorang dari kalian sampai aku lebih ia cintai daripada ayahnya, anaknya, dan seluruh manusia." (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Anas -semoga Allah meridhainya-).

Ya Allah, kuatkan kami dalam agama-Mu, angkatlah kesulitan dan penderitaan dari kaum Muslimin, hilangkanlah bencana, kesulitan, dan cobaan dari penduduk Palestina, serta jatuhkanlah kehancuran atas musuh-musuh mereka. Ya Allah, janganlah biarkan orang-orang Zionis menguasai Masjid Al-Aqsa, jagalah dalam perlindungan dan penjagaan-Mu, wahai Tuhan semesta alam, selalu.

Ya Allah, lindungi negeri ini dengan batas-batasnya, lindungi negeri ini dengan tentara-tentaranya, jagalah dari kejahatan orang-orang kafir dan tipu muslihat mereka.

"Ya Allah, berilah petunjuk kepada Pelayan Dua Tanah Suci agar ia melakukan apa yang Engkau cintai dan ridhai, serta apa yang mendatangkan kebaikan bagi negara dan rakyatnya. Ya Allah, berilah petunjuk kepada Putra Mahkotanya agar ia melakukan apa yang Engkau cintai dan ridhai, serta apa yang membawa kebaikan dan perbaikan. Bantulah dia dalam segala kebaikan."

“Ya Tuhan kami, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, serta lindungilah kami dari siksa api neraka.” (Surah Al-Baqarah, Ayat 201)

Wahai hamba Allah, Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah untuknya dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (Surah Al-Ahzab, Ayat 56) 

Ya Allah, limpahkanlah shalawat kepada Nabi Muhammad, keluarganya, istri-istrinya, dan keturunannya. 
Ridhailah Ya Allah, para khalifah yang lurus; Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali. Ridhailah juga seluruh sahabat, para tabi'in, serta ridhailah kami bersama mereka dengan anugerah dan kemurahan-Mu, wahai Yang Maha Pengasih dari segala yang pengasih.

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil, berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kaum kerabat, dan melarang perbuatan keji, kemungkaran, serta permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (Surah An-Nahl, Ayat 90)

Ingatlah Allah yang Maha Agung, niscaya Dia akan mengingatmu, dan bersyukurlah kepada-Nya atas segala nikmat-Nya, niscaya Dia akan menambah (nikmat-Nya) kepadamu. "Dan mengingat Allah (shalat) lebih besar (keutamaannya dibanding ibadah lainnya). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Surah Al-Ankabut, Ayat 45)