Selasa, 25 Maret 2025

ANTARA KESALEHAN DAN IHSAN

Pesan Pembangunan dan Ihsan

Karena banyaknya dorongan kuat dalam Al-Qur'an terhadap kehidupan akhirat dan peringatan agar tidak terbuai dengan dunia, sebagian sahabat beranggapan bahwa kesalehan terletak pada kesibukan dalam ibadah dan meninggalkan dunia. Di antara mereka adalah Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu, yang begitu giat dalam beribadah hingga meninggalkan perhiasan kehidupan dunia.

Ketika Salman Al-Farisi mengunjunginya, ia melihat Ummu Darda’ dalam keadaan lusuh. Maka ia bertanya, "Apa yang terjadi padamu?" Ia menjawab, "Saudaramu, Abu Darda’, tidak memiliki kebutuhan terhadap dunia."

Lalu datanglah Abu Darda’, dan ia membuatkan makanan untuk Salman. Kemudian ia berkata, "Makanlah, aku sedang berpuasa." Salman menjawab, "Aku tidak akan makan sampai engkau juga makan." Maka Abu Darda’ pun ikut makan.

Saat malam tiba, Abu Darda’ bangun untuk shalat malam, tetapi Salman berkata kepadanya, "Tidurlah!" Maka Abu Darda’ pun tidur. Kemudian ia bangun lagi untuk shalat, tetapi Salman kembali berkata, "Tidurlah!" Hingga pada sepertiga malam terakhir, Salman berkata, "Sekarang bangunlah." Maka mereka pun shalat bersama.

Setelah itu, Salman berkata kepadanya, "Sesungguhnya Tuhanmu memiliki hak atasmu, dirimu memiliki hak atasmu, dan keluargamu memiliki hak atasmu. Maka berikanlah setiap yang berhak akan haknya."

Abu Darda’ kemudian menemui Nabi ﷺ dan menceritakan hal itu. Nabi ﷺ pun bersabda, "Salman benar." (HR. Bukhari)

Di sini, Salman mengembalikan keseimbangan dan meluruskan pemahaman, dan Rasulullah ﷺ membenarkannya. Rasulullah ﷺ juga menyampaikan hal serupa dalam beberapa kesempatan lain.

Dalam Sunan Abu Dawud dan Musnad Ahmad, dari Aisyah radhiyallahu ‘anha:

"Sesungguhnya Nabi ﷺ mengutus seseorang kepada Utsman bin Mazh’un (yang meninggalkan dunia untuk beribadah) lalu ia datang kepadanya. Nabi ﷺ berkata, ‘Wahai Utsman, apakah engkau berpaling dari sunnahku?’ Utsman menjawab, ‘Tidak, demi Allah, wahai Rasulullah, aku hanya mencari sunnahmu.’ Maka Nabi ﷺ bersabda, ‘Sesungguhnya aku tidur dan aku shalat, aku berpuasa dan aku berbuka, serta aku menikahi wanita. Maka bertakwalah kepada Allah, wahai Utsman. Sesungguhnya keluargamu memiliki hak atasmu, tamumu memiliki hak atasmu, dan dirimu memiliki hak atasmu. Maka berpuasalah dan berbukalah, shalatlah dan tidurlah.’”

Dalam Shahih Ibnu Hibban dan Sunan Al-Kubra karya Al-Baihaqi, Abdullah bin Amr berkata:

"Rasulullah ﷺ bersabda kepadaku, ‘Wahai Abdullah bin Amr, aku mendengar bahwa engkau berpuasa sepanjang hari dan shalat sepanjang malam. Jangan lakukan itu! Sesungguhnya tubuhmu memiliki hak atasmu, dan dirimu memiliki hak atasmu. Berpuasalah tiga hari dalam setiap bulan, itu seperti puasa sepanjang tahun.’ Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku mampu lebih dari itu.’ Maka beliau bersabda, ‘Puasalah seperti puasa Nabi Dawud, yaitu sehari puasa dan sehari berbuka.’" Abdullah bin Amr kemudian berkata, ‘Andai saja aku menerima keringanan itu.’”

Al-Qur'an juga memperkenalkan kepada manusia berbagai model dari hamba-hamba Allah yang saleh. Di antara mereka adalah para nabi yang menggabungkan antara kezuhudan dan kekayaan, serta akhlak yang mulia dan kekuatan. Mereka adalah Yusuf, Dawud, Sulaiman, dan Dzulkarnain.

Model-model ini menunjukkan bahwa Islam tidak membatasi kesalehan dan ketakwaan dalam satu bentuk tertentu. Ada kesalehan dan ketakwaan dalam keadaan hidup susah, seperti kisah Nabi Isa dan Nabi Ayyub ‘alaihimas salam, tetapi kesalehan dan ketakwaan juga bisa terwujud dalam kelimpahan dan kekayaan, dan itu adalah hal yang diakui dan diperbolehkan dalam Islam.

Islam dan Konsep Kesejahteraan

Maqashid syariah (tujuan syariah) tidak hanya membatasi manusia dalam memenuhi kebutuhan darurat (ḍarūriyyāt), tetapi juga mencakup kebutuhan sekunder (ḥājiyyāt) dan penyempurnaan (taḥsīniyyāt).

Di sini, perlu diperjelas bahwa konsep penyempurnaan dalam Islam bukanlah mengejar kemewahan atau mengumpulkan kenikmatan yang berlebihan, sebagaimana yang dipahami sebagian orang. Jika demikian, itu bisa masuk dalam kategori pemborosan yang terlarang. Sebaliknya, taḥsīniyyāt dalam Islam adalah mencapai tingkat ihsan dalam segala aspek kehidupan.

Rasulullah ﷺ bersabda:

"Sesungguhnya Allah telah menetapkan ihsan dalam segala sesuatu." (HR. Muslim)

Perintah untuk berbuat ihsan ini bersifat umum dan mencakup seluruh aspek kehidupan. Allah berfirman:

"Sesungguhnya Allah memerintahkan keadilan dan ihsan..." (QS. An-Nahl: 90)

"Dan berbuat ihsanlah, sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat ihsan." (QS. Al-Baqarah: 195)

Dalam Al-Qur'an, Allah menyebutkan kecintaan-Nya kepada orang-orang yang berbuat ihsan sebanyak lima kali.

Ihsan tidak akan terwujud kecuali jika seseorang telah memiliki kebutuhan dasar dan sekunder yang memadai. Jika tidak, maka amalnya akan tetap memiliki kekurangan, karena orang yang tidak memiliki sesuatu tidak bisa memberikannya kepada orang lain.

Tiga Dimensi Ihsan

  1. Ihsan dalam ibadah, sebagaimana sabda Nabi ﷺ:

    "Ihsan adalah engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu." (HR. Bukhari dan Muslim)

  2. Ihsan dalam muamalah, yang mencakup ihsan kepada keluarga, berbakti kepada orang tua, menyantuni fakir miskin, dan lain sebagainya.

  3. Ihsan dalam pekerjaan, sebagaimana sabda Nabi ﷺ:

    "Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla mencintai jika salah seorang dari kalian melakukan suatu pekerjaan, hendaknya ia menyempurnakannya." (HR. Ahmad, Ibnu Hibban, dan Ath-Thabarani dalam Al-Awsath)

Kesimpulan

Inilah pesan Islam dalam membangun peradaban, yang menggabungkan antara pembangunan dunia yang maju dan kembali kepada akhirat dengan husnul khatimah. Semua itu dilakukan dalam bingkai sistem nilai keimanan dan akhlak yang sempurna.

Ya Allah, bimbinglah kami di antara orang-orang yang Engkau beri petunjuk, berilah kami kesehatan di antara orang-orang yang Engkau beri kesehatan, uruslah urusan kami di antara orang-orang yang Engkau urus, berkahilah bagi kami dalam apa yang Engkau berikan, dan lindungilah kami dari keburukan apa yang Engkau tetapkan. Sesungguhnya Engkau Maha Memberi berkah dan Maha Tinggi...

Doha, 25 Ramadan 1446 H / 25 Maret 2025 M
#Seri_Faedah_Ramadhan_1446H

Minggu, 23 Maret 2025

MEMANFAATKAN WAKTU YANG MULIA



Tentang Memanfaatkan Waktu-Waktu yang Mulia untuk Berdoa dan Keutamaan Doa kepada Allah atas Makhluk-Nya


Segala puji bagi Allah, Raja Yang Maha Tinggi, Maha Besar, Yang Maha Esa, Satu-Satunya, Tempat Bergantung. Maha Mendengar, Maha Sabar, Maha Menghukum dan Maha Merendahkan, serta Maha Memberi dan Maha Mencegah. Dialah Tuhan yang Maha Mulia, Maha Kuasa, Maha Mengetahui segala sesuatu secara menyeluruh dan Maha Bijaksana. Segala sesuatu bergantung pada-Nya, dan Dia adalah Tuhan Yang Maha Lembut dan Maha Mengetahui.

Dia memperbaiki keadaan hamba-hamba-Nya dengan rahmat-Nya. Dia menutupi kekurangan makhluk dengan kasih sayang dan kemurahan-Nya. Dia adalah Hakim yang tidak pernah menzalimi seorang pun dan tidak tergesa-gesa dalam menghukum. Dialah Yang Maha Lembut yang mengetahui rahasia dunia yang tersembunyi dan mengetahui segala dosa besar manusia, mengampuni dosa-dosa orang yang berdosa, membangkitkan orang-orang yang lalai dengan kelembutan-Nya, serta memberikan pengampunan atas dosa, kesalahan, dan kelalaian mereka.

"Ruh para pecinta merasa tenang dengan mengingat Allah, dan orang-orang bertauhid berhenti di hadapan karunia-Nya. Jiwa para hamba merasa lemah dalam memahami hak Allah, dan orang-orang arif menyadari bahwa mereka tidak akan mampu memahami-Nya sepenuhnya."

Maha Suci Allah, yang tidak dapat dijangkau oleh pandangan mata dan tidak dapat dibandingkan dengan siapa pun. Dia Maha Mengetahui dan Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dialah yang bersemayam di atas ‘Arsy-Nya, memiliki segala yang ada di langit dan di bumi serta segala yang ada di bawah tanah.

Allah Ta’ala berfirman; 

ٱلرَّحْمَٰنُ عَلَى ٱلْعَرْشِ ٱسْتَوَىٰ ﴿٥

لَهُۥ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَمَا تَحْتَ ٱلثَّرَىٰ ﴿٦

وَإِن تَجْهَرْ بِٱلْقَوْلِ فَإِنَّهُۥ يَعْلَمُ ٱلسِّرَّ وَأَخْفَى ﴿٧

ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ لَهُ ٱلْأَسْمَآءُ ٱلْحُسْنَىٰ ﴿٨

"(yaitu) Yang Maha Pengasih, yang bersemayam di atas 'Arsy."

"Milik-Nyalah apa yang ada di langit, apa yang ada di bumi, apa yang ada di antara keduanya, dan apa yang ada di bawah tanah."

"Dan jika engkau mengeraskan ucapanmu, sungguh, Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi."

"(Dialah) Allah, tidak ada tuhan selain Dia, yang mempunyai nama-nama yang terbaik." (QS.Taahaa; 5-8)

Aku memuji-Nya dan bersyukur kepada-Nya atas segala nikmat dan kebaikan yang pertama dan terakhir.

Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya, tiada lawan, tiada bandingan, dan tiada tandingan. Aku menyimpan kesaksianku ini selamanya hingga datang waktu hari kiamat, agar dengannya aku selamat dari siksa api neraka Sa'ir.

Aku juga bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, seorang pemberi peringatan yang nyata, serta pelita yang menerangi. Semoga Allah senantiasa melimpahkan shalawat dan salam kepada beliau, keluarganya, serta para sahabatnya yang penuh ketakwaan dan kemuliaan.

Allah Ta'ala berfirman:


وَقَالَ رَبُّكُمُ ٱدْعُونِىٓ أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِى سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ ﴿٦٠﴾


"Dan Tuhanmu berfirman, "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan keadaan hina dina" (QS. Ghafir: 60)

Ini adalah bagian dari karunia-Nya yang Maha Mulia. Dia menganjurkan kita untuk beribadah dengan berdoa kepada-Nya dan menjanjikan akan mengabulkan doa-doa tersebut.

 Sebagaimana Sufyan ats-Tsauri berkata: 'Wahai Dzat yang paling mencintai hamba-Nya yang meminta kepada-Nya, maka semakin banyak seseorang meminta kepada-Nya, semakin Dia mencintainya. Dan wahai Dzat yang paling membenci hamba-Nya yang tidak meminta kepada-Nya. Tidak ada seorang pun yang seperti Engkau, ya Rabb.'"

Dalam hal ini, seorang penyair berkata:

"Allah murka jika Engkau meninggalkan permintaan kepada-Nya,
sedangkan manusia murka jika sering diminta."

Imam Ahmad meriwayatkan dari Nu‘man bin Basyir, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:

"Sesungguhnya doa adalah ibadah." Kemudian beliau membaca firman Allah:
*"Dan Tuhanmu berfirman: ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina’" (QS. Ghafir: 60).

Dan diriwayatkan juga dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:

"Barang siapa yang tidak berdoa kepada Allah, maka Allah akan murka kepadanya."

Dalam riwayat lain disebutkan:

"Barang siapa yang tidak meminta kepada Allah, maka Allah akan murka kepadanya."

Berdoa di waktu-waktu seperti bulan ini (Ramadan) dan saat-saat utama lainnya adalah mustajab.

Diriwayatkan juga bahwa ketika seseorang mengkhatamkan Al-Qur’an, maka doanya akan dikabulkan, sebagaimana disebutkan dalam Musnad Ad-Darimi dari Hamid Al-A‘raj, ia berkata:

"Barang siapa yang membaca Al-Qur’an, kemudian berdoa dan diaminkan doanya, maka ia akan mendapatkan pahala empat ribu malaikat."

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu, bahwa beliau menugaskan seseorang untuk mengawasi seorang laki-laki yang membaca Al-Qur'an. Jika laki-laki tersebut hendak menyelesaikan bacaan (khatam), maka orang itu memberitahu Ibnu Abbas, lalu beliau pun menghadiri khataman tersebut dan menyaksikannya.

Mujahid berkata: Dahulu mereka berkumpul ketika khatam Al-Qur'an, dan mereka berkata: "Rahmat turun."

Diriwayatkan dengan sanad yang sahih bahwa Mujahid dan Ubaidah bin Abi Lubabah mengutus seseorang kepada Al-Hakam bin Utaibah dan berkata: "Kami mengutusmu kepadamu karena kami ingin mengkhatamkan Al-Qur'an."

Doa dikabulkan ketika khatam Al-Qur'an, sehingga dianjurkan untuk menghadiri majelis khataman baik bagi yang membaca maupun yang tidak bisa membaca dengan baik.

Sebaiknya imam memilih waktu-waktu yang memiliki keutamaan, khususnya pada malam yang diharapkan sebagai Lailatul Qadr. Imam mengakhirkan rakaat terakhir tarawih sebelum witir dan berdoa, serta diaminkan oleh makmum.

Imam Ahmad menegaskan hal ini, dan Sufyan bin Uyaynah berkata: "Aku melihat penduduk Makkah melakukan hal tersebut.

Abbas ibnu Abdul Hakim berkata: "Aku mendapatkan orang-orang yang tinggal di kota Basroh dan Makkah melakukan hal ini, Juga disebutkan dari Utsman radhiyallahu anhu".

Dianjurkan bagi imam untuk memperbanyak doa dengan mengangkat kedua tangannya dan memanjangkannya, serta berdoa dengan ungkapan-ungkapan yang penting dan kata-kata yang mencakup makna luas. Hendaknya mayoritas doanya berkaitan dengan urusan akhirat dan ia berdoa untuk kaum Muslimin, kebaikan bagi para pemimpin mereka, serta seluruh rakyatnya.

Dianjurkan juga untuk mewangikan masjid dan menghiasinya pada malam yang diharapkan sebagai Lailatul Qadar. Dianjurkan mandi, memakai wewangian, dan mengenakan pakaian terbaik, sebagaimana hal ini juga disyariatkan pada hari-hari berkumpul dan perayaan.

Begitu pula dalam semua shalat, disunnahkan untuk berhias diri sebagaimana firman Allah Ta'ala:
"Wahai anak Adam, pakailah perhiasanmu di setiap (memasuki) masjid."

Tsabit al-Bannani dan Hamid ath-Thawil dahulu mengenakan pakaian terbaik mereka dan memakai wewangian, serta mewangikan masjid dengan dupa dan kayu gaharu pada malam yang diharapkan sebagai Lailatul Qadar.

Sahabat Nabi Tamim Al-Da'riy radhiyallahu  anhu memiliki pakaian berharga seribu dirham yang ia beli khusus. Ia mengenakannya pada malam yang ia harapkan sebagai Lailatul Qadar.

Wahai orang yang ketika shalat hanya melakukannya sekadarnya, ketika berpuasa merasa lemah, ketika diajak kepada kebaikan menunda-nunda, dan ketika diminta untuk bertaubat berkata, “Nanti!” Tak ada yang menggugah hatinya dari nasihat dan peringatan. Namun, ia masih berharap dapat tergolong dalam barisan orang-orang saleh? Tidak, sungguh itu mustahil.

Lihatlah orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam ibadah, sementara engkau hanya duduk diam. Mereka melangkah maju, sedangkan engkau tertinggal jauh. Berapa banyak orang yang masih bimbang antara keinginan dunia dan kezuhudan? Berapa banyak yang menghabiskan malam mereka untuk beribadah, sementara yang lain terlelap dalam tidur? Apa yang membuat mereka sibuk hingga melupakan manisnya hubungan dengan Tuhan mereka? Dengarlah kisah mereka, meskipun engkau tak dapat melihat mereka.

Sungguh mengherankan dirimu, saudaraku! Mengapa engkau masih lalai? Nasihat tidak menyentuh hatimu, peringatan tak menggugah jiwamu. Ketahuilah, kuburan telah dipenuhi oleh para sanak, saudara, anak-anak, kerabat, pejabat, dan orang-orang kaya yang dahulu terhormat. Kini mereka semua telah sama, terkubur dalam tanah, tanpa lagi kemuliaan dan kehormatan dunia.

Abu Nu‘aym meriwayatkan dari Anas bahwa Nabi ﷺ apabila memasuki bulan Ramadhan, beliau beribadah dan juga tidur. Namun, ketika memasuki malam ke-24, beliau bersungguh-sungguh dalam ibadah dan mengurangi tidurnya.

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Wākil bin al-Asqa‘ dari Nabi ﷺ bahwa beliau bersabda:
"Suhuf (lembaran-lembaran) Ibrahim diturunkan pada malam pertama bulan Ramadan, Taurat diturunkan pada malam keenam Ramadan, Injil diturunkan pada malam ketiga belas Ramadan, dan Al-Qur’an diturunkan pada malam kedua puluh empat Ramadan."

Ada sekelompok dari kalangan salaf yang bersungguh-sungguh dalam beribadah pada malam ke-24 Ramadan, di antara mereka adalah Anas, al-Hasan, dan penduduk Bashrah.

Diriwayatkan bahwa beliau ﷺ bersabda:
"Aku melihat matahari pada pagi hari setelah malam ke-24, ia terbit tanpa memiliki sinar yang kuat."
Demikian juga disebutkan oleh al-Bukhari dari Ibnu Abbas.
Namun, yang lebih kuat dalam riwayat adalah bahwa Lailatul Qadar jatuh pada malam ke-23.

Disebutkan bahwa Abu Ayyub As-Sikhtiyani biasa mandi pada malam kedua puluh tiga dan malam kedua puluh tujuh, mengenakan pakaian terbaiknya, dan berkata: "Malam kedua puluh tiga adalah malam penduduk Madinah, dan malam kedua puluh tujuh adalah malam penduduk Bashrah."

Dan di antara mereka yang mengatakan bahwa (Lailatul Qadar) adalah malam kedua puluh empat, mereka berdalil dengan turunnya Al-Qur'an, karena itu adalah malam pertama dari tujuh terakhir jika bulan tersebut sempurna tiga puluh hari.

Ada pula yang mengatakan bahwa Lailatul Qadar adalah malam kedua puluh lima, dan mereka berdalil dengan sabda Nabi ﷺ: "Dalam malam-malam yang ganjil." Dan Allah lebih mengetahui.

Aku (penulis) berkata: Yang benar dan yang lebih diharapkan adalah malam kedua puluh tujuh, sebagaimana ditunjukkan oleh banyak hadits, kabar, ayat, dan petunjuk lainnya, insya Allah Ta’ala. Ini juga merupakan pendapat Imam Ahlus Sunnah, Ahmad bin Hanbal, semoga Allah merahmatinya.

Wahai ini, di manakah engkau dari kaum yang menjadikan akhirat sebagai tujuan mereka, lalu mereka bersabar? Maka berbahagialah bagi mereka bagian dari kesabaran mereka. Demi Allah, betapa sedikitnya perniagaan para pedagang (di dunia ini) dibandingkan dengan apa yang mereka jual ketika mereka melihat apa yang mereka lihat. Dengan memperbaiki jualan mereka, mereka mendapatkan hasil yang sedikit, dan betapa ringannya apa yang mereka tinggalkan! Mereka tidak pernah berhenti hingga mendapatkan apa yang mereka tuntut. Mereka membeli kesungguhan di pasar ujian, lalu mereka tertawa di rumah keselamatan, sedangkan engkau tertidur di tempat tidur kelalaian.

Kapankah engkau akan menempuh jalan mereka, wahai pecinta perbuatan dosa?

Sesungguhnya itu hanyalah malam setelah malam, dan puasa sehari setelah sehari, serta bulan yang berlanjut ke bulan yang baru, hingga mereka masuk ke dalam kubur yang telah diketahui.

Dalam hadis yang masyhur disebutkan:
“Dusta orang yang mengaku mencintai-Ku, tetapi ia tidur dari-Ku. Bukankah setiap pecinta menyukai untuk menyendiri bersama kekasihnya? Maka, Aku melihat kepada para kekasih-Ku ketika kegelapan malam menutupi mereka. Aku menjadikan cahaya-Ku dalam hati mereka, lalu mereka berbicara kepada-Ku dengan kehadiran-Ku.

Esoknya, Aku akan menyinari para kekasih-Ku dengan cahaya-Ku di sisi-Ku.”

Maka, para kekasih-Ku telah berkumpul untuk mendengar dan menaati-Ku.

Mereka memiliki hati yang dengan rahasiaku menjadi terpikat,
Di atas jalanku dan petunjukku mereka telah dibentuk.
Mereka berjalan, tidak lemah dan tidak pula lemah semangat,
Dan mereka menghubungkan tali kekerabatanku, maka mereka tidak terputus.


Sabtu, 22 Maret 2025

SHOLAT TAHAJUD


SHOLAT TAHAJUD


Allah Ta'ala berfirman:

وَمِنَ ٱلَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِۦ نَافِلَةً لَّكَ عَسَىٰٓ أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُودًا ﴿٧٩

وَقُل رَّبِّ أَدْخِلْنِى مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنِى مُخْرَجَ صِدْقٍ وَٱجْعَل لِّى مِن لَّدُنكَ سُلْطَٰنًا نَّصِيرًا ﴿٨٠

"Dan pada sebagian malam, lakukanlah salat tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji."

Dan katakanlah (Muhammad), ya Tuhanku, masukkan aku ke tempat masuk yang benar dan keluarkan (pula) aku ke tempat keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi-Mu kekuasaan yang dapat menolong(ku)." (QS. Al-Isra: 79-80)

Ketahuilah bahwa shalat malam (qiyamullail) adalah kewajiban bagi Nabi ﷺ. Perintah ini datang dari Allah Ta’ala untuk Nabi-Nya ﷺ agar senantiasa mengerjakan shalat malam secara terus-menerus. Dan beliau ﷺ telah mendahului kita dalam mengamalkannya.

Qiyamullail memiliki manfaat yang besar.

Di antaranya:

  • Mengikuti sunnah Rasulullah ﷺ.
  • Aisyah Ummul Mukminin berkata: Rasulullah ﷺ bersabda kepada seseorang, "Janganlah engkau tinggalkan qiyamullail, karena sesungguhnya Rasulullah ﷺ tidak pernah meninggalkannya. Jika beliau sakit atau lemah, beliau mengerjakannya dalam keadaan duduk," atau beliau berkata, "karena lelah."

Dan dalam sebuah riwayat dari Aisyah, ia berkata: Telah sampai kepadaku tentang suatu kaum yang berkata, “Sesungguhnya kami tidak melakukan hubungan suami istri, tidak makan daging, dan tidak tidur di tempat tidur.” Maka Nabi ﷺ bersabda, “Tetapi aku mendekati istri, memakan daging, dan tidur. Maka barang siapa yang membenci sunnahku, ia bukan bagian dariku.”

Aisyah mengisyaratkan bahwa shalat malam memiliki dua keutamaan besar:

  1. Meneladani sunnah Rasulullah ﷺ. Allah berfirman:
    "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu."

  2. Menghapus dosa. Sebab telah disebutkan dalam riwayat bahwa shalat malam dapat menghapus dosa, mencegah penyakit dari tubuh, serta menjauhkan penyakit dari badan, dan lebih mendekatkan kepada keikhlasan.

Ibnu Majah meriwayatkan dari Said al-Muqbiri dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, "Boleh jadi seorang yang berpuasa tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya selain rasa lapar, dan boleh jadi seseorang yang shalat malam tidak mendapatkan apa-apa selain rasa lelah."

Al-Hasan berkata: Suatu kaum dulu melakukan kebaikan, namun mereka khawatir jika amalan mereka tidak diterima, sehingga mereka menangis karena takut akan azabnya.

Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
"Puasa yang paling utama setelah bulan Ramadan adalah puasa di bulan Allah, yaitu Muharram. Dan salat yang paling utama setelah salat wajib adalah salat malam."

Dalam Syair di katakan;

Wahai jiwa, orang-orang saleh telah menang dengan ketakwaan.
Wahai kesedihanku, malam telah menutupi mereka.
Mereka bermunajat dengan zikir di mihrab mereka,
Hati mereka untuk zikir telah tercerahkan.

Fajar mereka telah bersinar bagi mereka,
dan engkau, wahai jiwaku, tidakkah engkau sadar?
Waktu telah berlalu dalam kelalaian dan hawa nafsu,
dan pintu ampunan telah terbuka, itulah sebaik-baik bagian.
Apakah itu akan bermanfaat sebelum kakiku tergelincir?
Maka manfaatkanlah apa yang masih tersisa, dan ambillah kesempatan!

Saudara-saudaraku, manfaatkanlah waktu untuk berbuat kebajikan.

Hari-hari musim ini terbatas. Manfaatkanlah sisa malam-malam puasa yang jumlahnya sedikit. Bersungguh-sungguhlah dalam mencari kebaikan, karena amal orang yang berpuasa berlipat ganda.

Diceritakan bahwa seorang saleh shalat dua rakaat di malam hari, dalam shalatnya ia mengkhatamkan bacaan Al-Qur'an, lalu ia menghabiskan malam dengan menangis.

Wahai orang yang selalu berbuat maksiat! Kapan akan dikatakan: "Si Fulan telah bertaubat?"

Wahai orang yang lupa akan perjanjian lama dan khianat! Siapakah yang telah menciptakanmu dalam bentuk manusia? Siapakah yang telah menyesuaikan anggota tubuhmu dengan keagungan-Nya? Siapakah yang telah membuat tempatmu menakjubkan? Siapakah yang telah memberimu pendengaran dengan kebijaksanaan-Nya? Siapakah yang telah membuat akal menjadi pembimbing dan cahaya bagimu?

Mengapa engkau tetap lalai dan tidak sadar? Mengapa engkau tetap dalam kesalahan, padahal engkau menutupi kemaksiatan dengan pakaian ketaatan? Siapakah yang engkau abaikan rasa syukurnya, sehingga engkau tidak merasa takut kepada-Nya seperti kepada manusia?

Berapa banyak penyimpangan yang engkau lakukan, tetapi engkau tidak merasa malu di hadapan-Nya? Engkau berinteraksi dengan kehormatan yang tidak diridai oleh Tuhan para makhluk! Apakah engkau tidak merasa takut dengan akibatnya? Engkau berusaha keras untuk meraih kemuliaan manusia, tetapi mengabaikan kemuliaan Allah.

Jika manusia tahu apa yang engkau sembunyikan saat duduk di tempat sepi, niscaya mereka akan mengusirmu dari tempat itu. Maka bagaimana dengan Dzat yang Maha Mengetahui segala rahasia?

Sungguh, celaan bagi orang yang lalai, dan aman bagi orang yang berbuat kebajikan!

Dalam Syair:
Aku menangis atas dosa-dosaku karena besarnya kesalahanku,
Dan sudah seharusnya orang yang haus akibat kepahitan tangisan,
Seandainya tangisan dapat mendinginkan panasnya kesedihanku,
Maka air mataku akan bercampur dengan darah.

Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam kitab Shahih-nya dari Nafi‘ dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu anhu;
“Bahwa ada beberapa orang dari sahabat Nabi ﷺ bermimpi tentang Lailatul Qadr pada tujuh malam terakhir. Maka Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Aku melihat bahwa mimpi kalian bersepakat bahwa Lailatul Qadr ada pada tujuh malam terakhir. Maka barang siapa yang ingin mencarinya, hendaklah ia mencarinya pada tujuh malam terakhir.’”

Dikatakan; 

Bulan puasa telah datang mulia,
Bulan amanah, kesabaran, dan takwa.
Di dalamnya surga terbuka menyambutnya,
Jalan ibadah tampak jelas puasanya.

Di malamnya ada yang berdiri membaca wiridnya,
Bulan yang lebih utama dari semua bulan lainnya.
Maka bersungguh-sungguhlah, semoga kau meraihnya,
Dan berhati-hatilah, jangan sampai kau lalai.

Kau akan sembuh dari segala duka yang dalam,
Dan kemenangan bagi siapa yang menghendaki.
Bidadari di dalamnya berhias indah,
Menyambut mereka yang mendapatkan keutamaannya.

Tinggalkan orang lalai yang sibuk dengan permainan,
Yang tenggelam dalam hawa nafsu yang menipu.
Bulan ini lebih baik dari seribu bulan,
Dengan pahala yang besar dan keberkahan.

Berjuanglah, semoga kau mendapat balasannya,
Dan waspadalah, jangan sampai terlewatkan ampunannya.

Saudara-saudaraku, bagaimana mungkin seseorang tidak tertarik untuk berpuasa di bulan Ramadan dan menegakkan malam-malamnya? Bagaimana mungkin seseorang tidak bersedih atas bulan di mana semua dosa hamba diampuni? Bagaimana mungkin seseorang tidak menangis atas bulan yang berlalu, yang di dalamnya terdapat keuntungan yang besar dan kesempatan yang berharga?

Ada seorang pemuda yang selalu menangis lama dalam kegelapan. Ketika dikatakan kepadanya, “Kasihanilah dirimu sendiri,” ia menjawab, “Aku menangis hanya karena kelalaianku sendiri.”

Yazīd bin Murshid adalah seorang yang selalu menangis. Istrinya berkata kepadanya, “Apa yang membuatmu menangis terus-menerus?” Ia menjawab, “Kesedihan yang panjang telah membuat mataku mengering.”

Bisyr al-Hāfī tidak pernah tidur di malam hari. Ketika ditanya, “Kenapa kau tidak tidur?” Ia menjawab, “Aku takut perintah Allah datang kepadaku sementara aku dalam keadaan tidur.”

Setiap kali mereka merasakan pahitnya keinsafan, mereka berteriak dengan suara lantang:
Saudara-saudaraku, wahai betapa hati ini merasakan penderitaannya yang amat dalam,
Atau wahai betapa jiwanya merasakan kepedihan tangisan itu.

Dan ketahuilah, di atas anggota tubuh yang menundukkan diri dengan ketaatan, ada keutamaan bagi perbuatan yang baik dan mulia. Di atas punggung yang tidak terbebani ketakutan kepada Raja Yang Maha Mulia, di atas hati yang tidak hancur karena kematian dan kehilangan, di atas seorang lelaki yang tidak terusir dan tertimpa kezaliman. Atau di atas hati yang keras, yang telah berjalan menuju api neraka dan angin yang beracun. Atau di atas minuman dari rantai yang terikat dan siksa yang pedih. Atau di atas hati yang dipenuhi dosa yang berat. Atau di atas ketaatan yang kuat, sehingga ia tampak mulia dan terhormat. Atau di atas jalan menuju petunjuk yang jelas.

Wahai orang miskin, apakah engkau akan memutuskan hubungan dengan Tuhanmu? Apakah engkau tidak ingin kembali ke pintu Tuhanmu? Bukankah Dia yang menciptakanmu dan memberimu rezeki? Apakah engkau tidak tersentuh oleh kelembutan-Nya terhadap hati dan rezeki-Nya yang mencukupimu? Apakah engkau tidak diingatkan dengan Islam dan nikmatnya? Apakah engkau tidak mendekat kepada-Nya dengan anugerah dan pemberian-Nya? Tidakkah matamu melihat bagaimana keadaanmu yang lalai, selalu menunda-nunda, dan lebih memilih untuk bergegas menuju dosa dan kesalahan? Aku melihat bahwa bulan ini sedang berlalu, dan engkau tidak menjaga dirimu dari apa yang bisa membinasakanmu. Apakah engkau tidak merasa malu terhadap orang-orang yang menjaga dirinya dari hal-hal yang haram dan menjauhi larangan-Nya? Jika engkau kembali kepada-Nya dengan taubat dan ridha, dan jika engkau tetap teguh dalam ketakwaan dan kebaikan, maka sampai kapan engkau akan memutuskan hubungan dengan Tuhanmu?

Dan di antara yang dikatakan oleh sebagian mereka:

Wahai Dzat yang melihat segala yang ada dalam hati dan mendengarnya,
Wahai Dzat yang diharapkan pertolongannya dalam segala kesulitan yang berat,
Wahai Dzat yang memiliki perbendaharaan kerajaan dengan firman "Jadilah!" maka jadilah,
Tiadalah bagiku selain kuburku sebagai tempat berlindung dan jalan permohonan.
Tiadalah bagiku selain berharap kepada kemurahan-Mu dengan penuh harapan.
Dan siapakah yang aku panggil serta aku takut dengan namanya,
Tetapi kemurahan-Mu terlalu suci untuk melepaskan seorang hamba dalam keadaan marah?
Dengan kehinaan aku datang dan aku berdiri di hadapan pintu-Mu dengan penuh ilmu.

Engkau adalah tempat bersandar bagi setiap yang berharap,
Wahai keturunan dari ayah yang penyayang dan pemaaf,
Berilah keamanan, karena kebaikan itu seluruhnya ada pada-Mu.
Karena kehinaan, aku menyandarkan diriku ke kuburmu sebagai tempat berlindung,
Maka jika aku diusir, pintu mana lagi yang akan aku ketuk?
Seandainya kemurahan-Mu menolak orang yang datang ke kuburmu,
Niscaya keutamaan itu menjadi lebih besar, dan anugerah menjadi lebih luas,
Karena memang merendahkan diri di hadapan pintu-Mu justru membawa manfaat.

"Berdirilah, wahai orang miskin yang hina, dan merendahlah kepada Yang Maha Tinggi dan Maha Besar. Bersimpuhlah dengan hati yang hancur dan katakan: 'Wahai Tuhan semesta alam, wahai Dzat Yang Maha Mulia, Dzat Yang Maha Pemurah, aku adalah hamba-Mu, tawanan dosa-dosa, pemilik kesalahan dan keburukan.'

Berdirilah di depan pintu kemurahan-Nya, menantikan limpahan rahmat-Nya, menunggu kebaikan dan pemberian-Nya yang kekal, serta kebijaksanaan-Nya yang mendalam. Jadikan puncak keinginan kami adalah keridhaan-Mu, dan tujuan tertinggi kami adalah melihat-Mu, serta jauhkan kami dari syahwat karena kami ingin berjumpa dengan-Mu dan Engkau telah ridha kepada kami.

Sungguh, Dia memanggil orang yang berpaling, maka bagaimana mungkin Dia tidak menerima orang yang menghadap kepada-Nya? Maka apakah engkau tidak ingin mendapatkan setetes dari lautan kemurahan-Nya sehingga engkau bisa melampaui keburukan amalmu dengan keindahan pemberian-Nya? Sungguh, siapa yang berlindung dalam perlindungan-Nya, niscaya Dia akan mencukupinya. Siapa yang menuju-Nya, maka Dia akan memberinya petunjuk. Dan siapa yang beruntung bisa singgah di pintu-Nya, maka sungguh dia telah mencapai kemenangan. Sebaliknya, siapa yang berpaling dari panggilan-Nya dan melampaui batas dalam mengikuti hawa nafsunya, maka ia akan semakin jauh dan tersingkir."

Sebagian ulama rahimahumullah berkata: Sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala berlemah lembut kepada umat Muhammad ﷺ di bulan Ramadan. Dikatakan bahwa setan-setan dari kalangan jin dibelenggu agar mereka tidak bisa menggoda manusia sebagaimana yang mereka lakukan di waktu lain. Hal ini disebutkan dalam hadis-hadis sahih."

"Dan untuk itu – segala puji bagi Allah – maksiat berkurang di bulan Ramadan. Sebabnya adalah bahwa puasa menghalangi dari berbagai bentuk maksiat. Sebagaimana sabda Nabi ﷺ: 'Wahai para pemuda! Barang siapa di antara kalian mampu menikah, maka hendaklah ia menikah, karena itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Dan barang siapa tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa adalah perisai baginya.' (Diriwayatkan oleh Ibn Majah dan lainnya).

Dari Abu Hurairah, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda: 'Sesungguhnya di bulan Ramadan terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barang siapa yang terhalang darinya, maka sungguh ia telah terhalang dari seluruh kebaikan.' (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, An-Nasa'i, dan Ibn Majah).

Dalam riwayat Ibn Majah disebutkan: 'Sesungguhnya bulan ini telah mendatangi kalian, dan di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barang siapa yang terhalang dari keberkahannya, maka sungguh ia telah terhalang dari seluruh kebaikan, dan tidaklah seseorang terhalang dari kebaikannya kecuali ia adalah orang yang benar-benar terhalang.'

Juwaibir berkata: Aku bertanya kepada Ḍaḥḥāk: "Apakah wanita nifas, wanita haid, musafir, dan orang yang tidur mendapatkan bagian dari malam Lailatul Qadar?"

Dia menjawab: "Ya, siapa pun yang Allah terima amalnya akan diberikan bagian dari malam Lailatul Qadar."

Dan ketahuilah bahwa wanita nifas, wanita haid, musafir, dan orang yang tidur memperoleh bagian mereka dari malam Lailatul Qadar melalui zikir. 

Adapun orang yang tidur, maka tidak diragukan bahwa setiap orang yang tidur kehilangan bagiannya dari malam itu. Namun, yang dimaksud dengan orang yang tidur di sini adalah hatinya tetap berzikir, sebagaimana dikatakan oleh sebagian salaf:

"Ada orang yang shalat tetapi sebenarnya ia terhalang (dari pahala), dan ada orang yang tidur tetapi sebenarnya ia memperoleh pahala. Orang yang shalat tetapi terhalang adalah yang shalat namun hatinya lalai, sedangkan orang yang tidur tetapi memperoleh pahala adalah yang tidur namun hatinya tetap berzikir."

Mereka memahami rahasia dari pertanyaan ini, dan semoga Allah memberi mereka pahala.

Saudara-saudaraku,
Yang menjadi tolok ukur diterimanya amal bukan hanya pada kerja keras (ijtihad), tetapi juga pada kondisi hati. Betapa banyak orang yang bangun malam, tetapi hanya mendapatkan begadang semata. Berapa banyak orang yang bangun malam tetapi tetap terhalang (dari rahmat)? Dan berapa banyak orang yang tidur tetapi justru dirahmati? Yang ini bangun, tetapi hatinya lalai. Yang itu tidur, tetapi hatinya selalu berzikir.

Namun, seorang hamba diperintahkan untuk berusaha mendapatkan kebaikan dan bersungguh-sungguh dalam amal saleh. Setiap orang dimudahkan untuk tujuan ia diciptakan. Maka, bersegeralah dalam memanfaatkan kesempatan beramal di sisa bulan ini, agar dapat mengganti apa yang telah hilang dari umur (waktu yang terlewat).

Telah berlalu umur dalam kelalaian,
Betapa sia-sia apa yang telah kuhabiskan.
Apa yang tersisa dariku hanyalah kelemahan,
Lalu apa yang telah aku lakukan dengan kesadaran?

Jika kami diampuni, maka itu adalah anugerah,
Namun jika kami dihukum, itu adalah keadilan Allah.
Bulan yang diberkahi menjadi saksi turunnya rahmat,
Bulan yang di dalamnya cahaya zikir bersinar terang.

Adakah bulan yang sebanding,
dan di dalamnya ada malam Lailatul Qadar?
Betapa banyak kebaikan yang telah tetap,
haji pun tidak menyamai kebaikan yang ada di dalamnya.

Apa yang kau cari di malam ganjil,
beruntunglah orang yang menyadarinya.
Di dalamnya para malaikat turun,
membawa cahaya dan kabar gembira.

Dan dikatakan: "Salam,"
hingga terbitnya fajar.
Maka pilihlah malam itu,
betapa banyak yang dimerdekakan dari neraka,

namun siapa yang mengetahuinya?

Seorang dari kalangan salaf melihat dalam mimpinya sebuah tenda yang dipancangkan. Lalu ia bertanya, “Untuk siapa ini?” Dijawab, “Untuk orang-orang yang menghafal Al-Qur'an.” Maka setelah itu, ia tidak pernah tidur lagi.

Diriwayatkan bahwa Jibril berseru setiap malam: “Apakah ada yang ingin bangun? Apakah ada yang ingin bangun?”

Maha Suci Allah yang telah memilih sebagian makhluk-Nya dengan keutamaan yang diberikan kepada mereka, mengokohkan mereka di atas keyakinan, dan mengabaikan siapa yang Dia kehendaki dari keadaan orang-orang yang lalai. 

۞  وَلَٰكِن كَرِهَ ٱللَّهُ ٱنۢبِعَاثَهُمْ فَثَبَّطَهُمْ وَقِيلَ ٱقْعُدُوا۟ مَعَ ٱلْقَٰعِدِينَ ﴿٤٦

"tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka, maka Dia melemahkan keinginan mereka, dan dikatakan (kepada mereka), "Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu."" (Q.S.9:46)

Dalam Syair dikatakan :

Beruntunglah orang yang bersegera meraih ridha Allah,
Menuju jalan yang akan membimbingnya ke perjalanan akhirat.

Ia berdiri dan shalat dalam kegelapan malam,
Air matanya mengalir di pipinya, berlinang dari kedua mata yang penuh duka.

Ia mengikhlaskan qiyamnya hanya untuk Allah Yang Maha Agung,
Menjalankannya secara rahasia dan terang-terangan.

Kadang kala ia menghidupkan malamnya dengan rukuk dan sujud,
Menghadap Tuhannya di waktu malam hingga datangnya fajar.

Ketika itu, ia berpindah dari dunia fana,
Dengan pujian kepada Allah dalam keharuman istirahatnya.

Doa:

Ya Allah, terimalah dari hamba-hamba-Mu yang ikhlas apa yang telah mereka amalkan.
Janganlah Engkau menghinakan mereka, rahmatilah mereka,
Karena mereka telah menggantungkan rahmat hanya kepada-Mu.
Ampunilah dosa-dosa yang telah mereka kumpulkan, dan bebaskanlah mereka darinya.

Tuhanku, jika Engkau hanya merahmati orang-orang yang bersungguh-sungguh, lalu bagaimana dengan orang-orang yang lalai?
Jika Engkau hanya menerima orang-orang yang ikhlas, lalu bagaimana dengan orang-orang yang bercampur niatnya?
Jika Engkau hanya memuliakan orang-orang yang berbuat ihsan, lalu bagaimana dengan orang-orang yang bersalah?

Tuhanku, hidupkanlah hati yang telah mati karena jauhnya dari-Mu, dan janganlah Engkau siksa dengan pedihnya hukuman-Mu.
Tuhanku, berikanlah ampunan kepada hamba yang sering mengingat-Mu namun tetap lalai, dan kepada pendosa yang tetap berpaling.
Tuhanku, anugerahkanlah keutamaan-Mu kepada kami semua, ampunilah kami, kedua orang tua kami, serta seluruh kaum Muslimin, baik yang masih hidup maupun yang telah wafat, dengan rahmat-Mu, wahai Yang Maha Pengasih dari segala yang mengasihi.


Kamis, 20 Maret 2025

POTRET SALAFUSH SHALIH


POTRET PARA SALAF 


Segala puji bagi Allah yang memilih di antara hamba-hamba-Nya orang-orang yang layak untuk beribadah dan bertakwa, menjadikan mereka sebagai pelayan dan membagi-bagikan bagian mereka serta meninggikan kedudukan mereka. 

Dia mengkhususkan mereka dengan kedekatan-Nya, memandang mereka dengan rahmat-Nya, dan mengambil perjanjian atas mereka dengan janji yang kuat dan teguh. 

Maka Dia mendekatkan mereka, menghubungkan mereka dengan perjumpaan dan pertemuan dari kedekatan diri mereka ke hadirat kedekatan-Nya.

Dia memberi mereka minum dengan cawan tasbih dan pensucian, minuman yang telah dituangkan sejak dahulu. 

Maka setiap orang di antara mereka meneguk seteguk minuman-Nya, nyaman ketika mendengar khitab-Nya, dan terangkat ke hadirat keagungan-Nya serta mencapai tempat yang tinggi. Dia menjadikan mereka sebagai tempat penyimpanan rahasia-rahasia kekasih-Nya.

Ketika mereka berpaling dari selain-Nya, Dia membukakan bagi mereka pintu yang tidak terkunci, lalu terpancarlah hembusannya ke dalam relung-relung hati, sehingga mereka mencium aroma keghaiban yang tersembunyi dan menyebarkan wewangian rahasia-Nya.

Aku memuji-Nya, dan Dia adalah ahlinya pujian, kedermawanan, dan keutamaan. Aku bersyukur kepada-Nya dengan rasa syukur yang lebih tinggi dari tempat tertinggi rahasia-Nya.

Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, satu-satunya, tiada sekutu bagi-Nya. Kesaksian yang dengannya aku berharap memperoleh keselamatan pada hari pertemuan dengan-Nya. 

Dan aku bersaksi bahwa junjungan kita, Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, semoga Allah melimpahkan salawat dan salam kepada beliau serta para sahabatnya, yang setelah kepergian beliau, penduduk bumi merasa asing dan rindu.

Imam al-Wa‘izh Abu al-Faraj ‘Abd al-Rahman ibn al-Jawzi—semoga rahmat Allah atasnya—menyebutkan dalam beberapa kitab dan nasihat terkenalnya dari Wahb ibn Munabbih, bahwa ia pernah ditanya oleh sekelompok Khawariyiin (pengikut setia Nabi Isa alaihisalam):

"Wahai Utusan Allah!

 Siapakah para wali Allah yang tidak ada rasa takut atas mereka, dan mereka tidak bersedih hati?"

Isa ‘alayhis-salam menjawab:
"Mereka adalah orang-orang yang menatap batin dunia, sedangkan manusia memandang lahirnya. Mereka melihat dunia sebagaimana manusia melihat bangkainya, lalu mereka menjauhinya karena takut akan najisnya. 

Mereka mengetahui bahwa dunia akan membinasakan mereka, maka mereka pun membencinya dan meninggalkannya. Mereka menyadari bahwa dunia akan pergi meninggalkan mereka, maka mereka pun menganggapnya rendah dan menghindarinya. 

Dunia menimpa mereka sebagai cobaan, namun mereka bersabar; menimpa mereka sebagai musibah, namun mereka berserah diri. 

Apa yang datang kepada mereka dari dunia, mereka makan sekadar kebutuhan, dan mereka buang sisanya seperti orang yang takut terhadap racun.

Mereka melihat kemegahan dunia sebagai kehinaan, kebanggaannya sebagai kebodohan, kekayaannya sebagai kefakiran, dan kenikmatannya sebagai duka. 

Dunia bukanlah tujuan mereka, bukan pula kebahagiaan yang mereka cari, melainkan mereka jadikan dunia sebagai tempat persinggahan, seperti orang yang mengadakan perjalanan. 

Mereka menunda mengingat dunia, dan mendahulukan mengingat kematian. Mereka beriman kepada janji Allah, dan mereka merasakan kebahagiaan dengan janji-Nya, sebagaimana seseorang bergembira dengan berita baik.

Mereka adalah kaum yang membaca kitab-Nya, lalu mengamalkannya. Mereka memperhatikan perintah Tuhan mereka, lalu melaksanakannya. 

Mereka berpuasa di siang hari, tidak berharap akan balasan kecuali dari-Nya. Mereka salat di malam hari tanpa rasa takut terhadap siksa-Nya. 

Mereka menghindari kebinasaan, mereka mengamalkan kebaikan, dan mereka berada di jalan petunjuk."

Wahai saudara-saudaraku, dengarkanlah sifat-sifat kaum ini! 

Mereka menyembunyikan kehormatan, menegakkan malam dengan shalat, menyebarkan kedamaian, memberikan makanan, melazimkan puasa, dan shalat di malam hari ketika manusia sedang tidur.

Mereka menjauhi dosa dan memisahkan diri dari maksiat, serta menyendiri dalam munajat kepada Raja (Allah) dalam kegelapan malam. Mereka menaati Allah, maka Allah menghapus dosa-dosa mereka, mengangkat derajat mereka, membersihkan hati mereka, menutupi aib mereka, mengampuni dosa-dosa mereka, dan ketika mereka dizalimi, mereka memaafkan.

Mereka mengenali Tuhan mereka, maka mereka pun mengenal-Nya. Mereka melihat dunia sebagai ladang untuk beribadah, maka mereka pun berusaha menanam amal. Mereka menemukan keuntungan dalam ketaatan mereka, dan mereka berpegang teguh pada kejujuran serta kesetiaan dalam pergaulan.

Mereka berdoa di waktu sahur, sementara air mata mereka mengalir deras di atas pipi. Wahai, siapakah yang tidak terselimuti oleh kegelapan? Janganlah suara-suara mengganggu kami. Ya Allah, selamatkanlah kami dari kegelapan berbagai bencana.

Wahai Tuhan yang menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan mengampuni kesalahan mereka, siapakah yang akan kembali kepada-Mu jika Engkau menutup pintu harapan? Dan siapakah yang akan mencapai derajat yang tinggi jika tidak memiliki semangat dalam perjalanan menuju-Mu?

Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata:
"Ketika Rasulullah ﷺ bangun pada malam hari untuk tahajjud, beliau berdoa:

'Ya Allah, bagi-Mu segala puji. Engkaulah Pengatur langit dan bumi serta segala isinya. Bagi-Mu segala puji, Engkaulah Pemilik langit dan bumi serta segala isinya. Bagi-Mu segala puji, Engkaulah Cahaya langit dan bumi serta segala isinya. Bagi-Mu segala puji, Engkaulah Kebenaran, janji-Mu adalah benar, pertemuan dengan-Mu adalah benar, surga adalah benar, neraka adalah benar, para nabi adalah benar, Muhammad ﷺ adalah benar, hari kiamat adalah benar.

Ya Allah, kepada-Mu aku berserah diri, kepada-Mu aku beriman, kepada-Mu aku bertawakal, kepada-Mu aku kembali, dengan-Mu aku berargumen, dan kepada-Mu aku berhukum. Maka ampunilah aku atas dosa-dosa yang telah kulakukan dan yang akan kulakukan, yang aku sembunyikan dan yang aku nampakkan. Engkaulah yang Maha Mendahulukan dan Maha Mengakhirkan. Tiada Tuhan selain Engkau.'"

Diriwayatkan pula dari sebagian ulama rahimahumullah, bahwa ada seorang salih yang menghabiskan malamnya dalam shalat. Setelah selesai, ia bersujud dan menangis dengan tangisan yang sangat dalam. 

Lalu ia berkata dalam munajat nya ;

Tuhanku, pintu para raja telah tertutup, tetapi pintu-Mu tetap terbuka bagi mereka yang meminta.
Tuhanku, bintang-bintang telah menghilang, mata telah terpejam, dan Engkaulah Yang Maha Hidup, Maha Tegak, yang tidak pernah mengantuk dan tidak tidur.

Tuhanku, semua orang telah membentangkan tempat tidurnya dan setiap kekasih telah berbaring di samping kekasihnya. Namun, Engkaulah Kekasih para hamba yang bangun di waktu malam dan Penghibur mereka yang merasa kesepian.

Tuhanku, jika Engkau mengusirku dari pintu-Mu, lalu kepada siapa aku harus berlindung? Jika Engkau memutuskan aku dari rahmat-Mu, kepada siapa aku harus mencari perlindungan?

Tuhanku, jika Engkau menyiksaku, maka aku pantas menerima siksa dan hukuman. Namun, jika Engkau mengampuniku, Engkaulah Tuhan yang penuh kemurahan dan kemuliaan.

Kemudian, ia duduk, mengangkat kedua tangannya, menangis, dan berkata:
"Wahai Tuhanku, orang-orang yang mengenal-Mu telah mencapai kesucian, dengan karunia-Mu orang-orang saleh selamat, dan dengan rahmat-Mu orang-orang yang berdosa berani berharap. Wahai Tuhan yang memiliki ampunan yang indah, limpahan rahmat, dan manisnya pengampunan, jika Engkau tidak mengampuni, lalu siapa lagi yang berhak atas ketakwaan dan ampunan?"

Saudara-saudaraku: 

Ketahuilah bahwa ini adalah bulan yang diberkahi hari-harinya. Bulan ini adalah sebab untuk menghapus dosa-dosa dan kesalahan. Di dalamnya tersedia pahala dan kebaikan yang berlimpah, dan di akhir bulan ini, Allah memilih dari hamba-hamba-Nya orang-orang yang dibebaskan dari neraka.

Saudara-saudaraku: 

Ini adalah bulan puasa. Apakah kalian melihat orang yang menjaga batasan puasanya, menahan diri dari perkataan sia-sia dan dusta di dalamnya, serta mempersiapkan amal saleh untuk hari kebangkitan agar selamat? Berapa banyak puasa yang rusak tetapi tidak menggugurkan kewajibannya, dan berapa banyak orang yang berpuasa tetapi dihinakan oleh hisab (perhitungan) pada hari perhitungan? Berapa banyak orang yang durhaka di bulan ini sehingga bumi mengeluh darinya dan langit bersaksi atasnya?

Maka, siapakah di antara kita yang termasuk golongan yang diterima dan siapa yang termasuk golongan yang ditolak? Siapa yang mendekat dan siapa yang menjauh? Siapa yang bahagia dan siapa yang celaka? Sungguh, urusan ini telah menjadi serius. Demi Allah, betapa banyak orang yang bahagia di bulan ini dengan menjaga hari-harinya dan menjaga anggota tubuhnya dari perbuatan dosa.

Kebinasaan bagi orang yang tidak mendapatkan dari puasanya kecuali lapar dan dahaga.
Sekelompok orang dari kalangan para wali Allah berpuasa dengan sempurna, lalu Allah menolong mereka untuk menegakkan malam dengan salat, sehingga mereka berdiri dalam ibadah sepanjang malam. Mereka mengosongkan tubuh mereka dari segala kesibukan duniawi dan menyibukkan diri mereka hanya dengan ibadah. Keinginan mereka terhadap ibadah begitu besar sehingga mereka tidak memikirkan hal lain.

Orang yang beruntung adalah orang yang sibuk dengan pelayanan kepada Allah, sementara mereka yang lain sibuk dengan urusan duniawi. Mereka merasakan kenikmatan dalam munajat kepada-Nya, sehingga mereka berkata:
"Sungguh luar biasa keutamaan ini, kami menabungnya sebagai bekal untuk perpisahan dengan bulan puasa, dan kami merasa sedih dengan kepergian malam-malam tahajud dan qiyamullail, karena ini adalah musim untuk meraih rahmat dan ampunan."

Sebagian ulama salaf berkata: "Qiyamul lail meringankan panjangnya hari kiamat."
Diriwayatkan bahwa orang-orang yang rajin bangun malam akan memasuki surga dengan hisab yang ringan, dan mereka akan merasa nyaman dari lamanya waktu penantian di Padang Mahsyar.

At-Tirmidzi meriwayatkan dari Abdullah bin Amr bahwa Nabi ﷺ bersabda:
"Waktu yang paling dekat bagi seorang hamba dengan Rabbnya adalah di sepertiga malam terakhir. Jika engkau mampu termasuk di antara orang-orang yang berzikir kepada Allah pada saat itu, maka lakukanlah!"

Dalam Syair dikatakan;

"Barang siapa yang tidak menangisi masa mudanya sebelum uban menghiasi kepalanya dan semangatnya meredup, maka hendaklah ia tetap bersedih dengan penuh penyesalan."

 Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
"Tidak akan masuk neraka seseorang yang menangis karena takut kepada Allah, hingga susu kembali ke dalam putingnya (yang artinya mustahil terjadi).”

 Hasan al-Basri berkata:
"Jika seorang hamba menangis karena takut kepada Allah, maka Allah akan merahmati orang-orang di sekitarnya, meskipun jumlah mereka dua puluh ribu orang."

Kisah-kisah tentang tangisan karena takut kepada Allah:

  • Air mata Ibn Abbas mengalir deras bagaikan tali air yang mengalir.
  • Sa‘id bin Jubair menangis di malam hari hingga matanya tertutup (membengkak).
  • Sebagian orang berkata: "Para penceramah seharusnya lebih banyak menyesali dosa-dosa dan bersegera melakukan kebaikan daripada hanya mengingatkan orang lain."


Ingatlah saat berdirimu di hari kebangkitan dalam keadaan asing,
Api menyala dengan dahsyat karena kemurkaan dan kemarahan Tuhan.
Di tempat di mana Tuhan menampakkan keadilannya,
Dikatakan kepada orang yang berbuat dosa:

"Bacalah kitabmu, wahai hamba-Ku, dengan perlahan.

Ketika engkau membaca kitab yang tidak meninggalkan sedikit pun (dari amal perbuatanmu),
Allah Yang Maha Agung berfirman: 'Ambillah dia, wahai malaikat-Ku!'
Wahai Tuhan, janganlah Engkau membuat kami bersedih pada hari perhitungan.

Lihatlah apa yang ada di dalamnya, baik yang tersembunyi maupun yang terang-terangan.
Bawalah hamba-Ku menuju timbangan (untuk ditimbang amalnya).
Dosa-dosa kami sungguh besar,
Maka jadikanlah keberkahan-Mu ada dalam diri kami pada hari ini, wahai Penguasa kami."

Maka bayangkanlah dirimu, wahai saudaraku, ketika sakaratul maut telah menimpamu, dan engkau telah turun ke dalam kuburan serta ditinggalkan sendirian di dalamnya.

Kemudian ada seseorang berkata: "Si Fulan telah berwasiat," dan orang lain berkata: "Si Fulan telah meninggal dunia." Namun, lidahnya sudah membisu, ia telah melupakan orang-orang yang dikasihinya, tidak dapat berbicara dengan saudara-saudaranya, tidak mampu menjawab pertanyaan, dan tidak bisa lagi menanggapi ucapan orang lain.

Demikian pula dirimu, engkau akan diambil dari ranjangmu menuju papan jenazahmu, dan orang-orang akan membawa jenazahmu dari rumahmu. Mereka akan memandikanmu, mengafanimu, lalu membawamu ke liang kubur.

Keluarga, sahabat, dan saudara-saudaramu akan menangis karena kepergianmu. Setelah itu, mereka akan meninggalkanmu sendirian, dan engkau pun akan lenyap dari dunia ini tanpa keberadaan dan tanpa perasaan.

Maka bersegeralah dalam melakukan kebaikan selama engkau masih hidup di dunia, dan manfaatkanlah waktu di saat kesempatan masih ada. Hadapkanlah dirimu kepada karunia Allah, karena sungguh ada pintu anugerah yang hanya berada di tangan-Nya, khususnya pada bulan Ramadan.

Betapa banyak orang yang meraih derajat tinggi karena ketaatan, dan mereka menikmati waktu-waktu mereka dalam kesendirian dengan doa dan munajat kepada-Nya.

Dalam Syair dikatakan:
Apabila malam telah menjadi gelap seperti hati mereka,
Rasa takut mengusir tidur mereka, maka mereka pun bangun.
Sementara orang-orang yang merasa aman di dunia terlelap dalam tidur,
Mereka berada dalam kegelapan malam, namun mereka dalam keadaan sujud.
Dari malam itu, dada-dada mereka merasa lapang.


Imam al-Wa‘izh Ibn al-Jawzi menyebutkan dalam sebagian kitabnya, ia berkata:
Yusuf bin Asbath menulis surat kepada Hudzaifah al-Mar‘ashi, semoga Allah merahmati keduanya:
"Adapun setelah itu, maka aku berwasiat kepadamu ; 

**"Bertakwalah kepada Allah dan amalkanlah apa yang telah engkau ketahui dari-Nya, serta laksanakanlah kewajiban-kewajiban yang diperintahkan-Nya. Berhati-hatilah dari sifat riya, karena sesungguhnya tidak ada yang diberkahi selain Allah. Maka, tanggalkanlah dari kepalamu topeng orang-orang lalai, dan sadarilah bahwa engkau berada dalam perjalanan menuju kematian. Bersiaplah untuk perlombaan esok hari, karena dunia ini adalah medan perlombaan bagi para pesaing. Janganlah engkau tertipu oleh orang yang menampakkan keraguan dan menyibukkan diri dengan status serta meninggalkan amal.

Ketahuilah, wahai saudaraku tercinta, bahwa tidak ada pilihan lain bagiku selain berdiri di hadapan Allah Yang Maha Tinggi, yang akan meminta pertanggungjawaban kita atas perkara-perkara yang halus dan tersembunyi, serta dari Tuhan Yang Maha Agung atas segala yang nyata. Aku tidak merasa aman dari ujian-Nya, begitu pula engkau.

Maka, berhati-hatilah dari bisikan-bisikan hati, lirikan mata, dan ketertarikan dalam mendengarkan sesuatu yang tidak baik. Ketahuilah, wahai saudaraku tercinta, bahwa engkau harus memanfaatkan waktu untuk amal saleh pada waktunya, serta meninggalkan perkara-perkara yang dilarang dan mencintai orang-orang miskin, sebagaimana yang telah dianjurkan oleh junjungan kita, pemimpin orang-orang terdahulu dan yang akan datang."**

Dan di antara mereka ada yang berkata:

Apakah engkau terjaga ataukah tidur?
Bagaimana tidur dapat menutup matamu, wahai orang yang terbuai?
Seandainya engkau bangun di pagi hari dengan cemas,
Air matamu akan membanjiri pelupuk mata.

Siang harimu terbuai oleh kelalaian dan permainan,
Malam harimu terlelap dalam tidur dan kesenangan.
Sebagaimana seseorang bermimpi dalam tidurnya,
Demikian pula dunia itu hanyalah ilusi yang berlalu.

Engkau sibuk dengan sesuatu yang akan engkau tinggalkan,
Dan terlena dalam sesuatu yang akan engkau sesali kehilangannya.

Dan disebutkan dalam beberapa kitab bahwa Manshur bin Zadhan biasa mengkhatamkan Al-Qur'an antara waktu Zuhur dan Asar.
Ia mengkhatamkannya kembali antara Maghrib dan Isya'.
Kemudian ia menangis sepanjang malam hingga fajar tiba.
Air matanya membasahi seluruh janggutnya,
Dan tidak berhenti mengalir hingga seluruh janggutnya benar-benar basah.
Lalu ia meremas dan mengeringkan janggutnya di antara kedua tangannya.

Ia terus melakukan demikian hingga dua puluh tahun.
Kemudian dikatakan kepadanya,
"Jika Engkau mati hari atau besok, maka ia tidak mampu lagi untuk menambah amal ibadah nya ( karena sudah sangat banyak)."

Dan Ibnu Mas'ud berkata:

"Sungguh, bagi seorang pembaca Al-Qur'an,
seharusnya ia dikenal di malam hari ketika manusia tidur,
dikenal di siang hari ketika manusia sibuk,
dikenal dengan tangisannya ketika manusia tertawa,
dikenal dengan kesedihannya ketika manusia bergembira,
dikenal dengan ketundukannya ketika manusia sombong,
dikenal dengan diamnya ketika manusia banyak bicara."

Wahb bin al-Ward berkata:
Seseorang pernah bertanya kepadanya, “Tidakkah engkau tidur?” Ia menjawab, “Sesungguhnya keajaiban-keajaiban Al-Qur’an telah menghalangiku untuk tidur.”

Tiada Tuhan selain Allah!
Allah-lah yang telah memperbaiki keadaan orang-orang terdahulu. Kita bukanlah mereka, dan mereka pun bukanlah kita. Jika dunia ini hanya sekadar tanah liat yang dapat digenggam dengan tangan, maka betapa seringnya ayat-ayat Al-Qur’an dibacakan kepada kita, tetapi hati kita tetap keras, bahkan lebih keras dari batu.

Berapa banyak bulan Ramadan yang telah berlalu atas kita, dan keadaan kita tetap seperti keadaan orang-orang yang lalai? Tidak ada pemuda di antara kita yang menjauhi maksiat, tidak ada orang tua yang menahan diri dari hal yang buruk, dan orang tua yang seharusnya menjadi panutan malah tenggelam dalam kefasikan.

Maka, di manakah kita dibandingkan dengan mereka yang, ketika mendengar seruan Allah, segera memenuhi panggilan-Nya?
Ketika ayat-ayat-Nya dibacakan kepada mereka, hati mereka gemetar, kulit mereka merinding, dan mata mereka menangis. Tetapi kita? Lidah kita membaca Al-Qur’an, tetapi hati kita tidak memahami maknanya, telinga kita mendengar, tetapi tidak meresapi, dan mata kita melihat, tetapi tidak mengambil pelajaran.

Berapa banyak perbedaan antara kita dan orang-orang yang ikhlas?
Berapa banyak jarak antara kita dan orang-orang yang murni dalam keimanan? Setiap kali ucapan kita baik, perbuatan kita buruk.

Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung.


BERSUNGGUH-SUNGGUH DALAM IBADAH



Mengenai Dzikir Sepuluh Malam Terakhir, Mencari Lailatul Qadar, dan Keutamaan Bersungguh-sungguh dalam Amal


Segala puji bagi Allah yang menerangi hati para wali-Nya dengan cahaya kedekatan dan meninggikan derajat para kekasih-Nya. Dia menjadikan mereka sebagai pengingat di alam semesta, menyucikan rahasia orang-orang yang tulus dengan kebeningan cinta, dan mengkhususkan mereka dengan kemuliaan dalam agama dan kesetiaan. Dia memberikan mereka dari kelezatan hubungan dengan-Nya, meminumkan kepada mereka cawan cinta kasih, sehingga mereka datang mencari keridhaan-Nya dengan langkah-langkah para pelopor.

Mereka menanggung kesulitan karena beban kerinduan, hati mereka dipenuhi dengan cahaya perlindungan-Nya, dan Dia mengutus kepada mereka awan kelembutan-Nya. Dia memilih mereka dengan kasih sayang-Nya dan meridhoi mereka dengan penglihatan-Nya. Dia memberikan mereka kebahagiaan pada hari pertemuan, menampakkan keadilan-Nya dalam membinasakan kaum yang menentang, serta menetapkan hukuman atas mereka dengan penderitaan dan kesengsaraan.

Dia menjadikan bagi mereka dari kehinaan sebagai belenggu yang mengikat tangan dan leher mereka. Bagi mereka azab di dunia, dan bagi mereka di akhirat siksa yang lebih pedih, serta mereka tidak memiliki penolong dari Allah.

**"Wahai orang yang terputus dari hisab! Wahai orang yang musibahnya telah menutup wajahnya dari pintu! Wahai orang yang telah ditetapkan baginya siksa dalam kitab yang nyata! Demi Allah, sungguh kehancurannya tidak tertahankan!

Maha Suci Allah yang telah membangunkan para hamba yang tertidur, membangkitkan mereka dari kelalaian, serta mengarahkan perhatian mereka kepada tempat yang kekal. Mereka pun bangkit dengan tekad untuk bersegera dan berlomba-lomba menuju balasan, lalu mereka berdiri teguh di atas pijakan kesungguhan, bersaing dalam perlombaan. Allah Ta'ala telah menetapkan ketentuan-Nya atas orang-orang beriman dan kafir, dan memutuskan urusan kedua golongan itu dengan musibah yang mengguncangkan mereka dari kelalaian duniawi menuju negeri ini (akhirat), dan menjadikan waktu-waktu mereka dipenuhi cinta dan kasih sayang.

Aku memuji-Nya atas karunia-Nya yang melimpah, dan aku bersyukur kepada-Nya dengan syukur orang yang mengakui kelemahan dalam bersyukur. Aku merasa rendah diri di antara keagungan dan kebesaran-Nya.

Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, kesaksian yang murni, jernih sumbernya, dan aku berharap dengannya keselamatan dari api neraka yang sangat dahsyat, serta terhindar dari kehinaan dan kebinasaan. Aku juga bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, yang cahayanya menerangi seluruh makhluk dengan kesempurnaan mutlak.

Dengan beliaulah terjadi peristiwa Isra' di atas Buraq, hingga beliau mencapai batas tertinggi. Semoga Allah senantiasa mencurahkan salawat dan salam kepadanya, kepada keluarganya, dan para sahabatnya, yang selalu mengikuti jejak langkahnya, hingga hari kebangkitan nanti."**

Allah Ta'ala berfirman:

۞ لَيْسُوا۟ سَوَآءً ۗ مِّنْ أَهْلِ ٱلْكِتَٰبِ أُمَّةٌ قَآئِمَةٌ يَتْلُونَ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ ءَانَآءَ ٱلَّيْلِ وَهُمْ يَسْجُدُونَ ﴿١١٣

يُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ وَيَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَيُسَٰرِعُونَ فِى ٱلْخَيْرَٰتِ وَأُو۟لَٰٓئِكَ مِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ ﴿١١٤

"Mereka itu tidak (seluruhnya) sama. Di antara Ahli Kitab ada golongan yang jujur, mereka membaca ayat-ayat Allah pada malam hari, dan mereka (juga) bersujud (sholat)".

Mereka beriman kepada Allah dan hari akhir, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar dan bersegera (mengerjakan) berbagai kebajikan. Mereka termasuk orang-orang saleh."  QS. Ali Imran 113-114)

Ayat ini merupakan pujian kepada para pengikut Nabi ﷺ. Di antara para ulama Ahli Kitab, ada yang beriman kepada beliau ﷺ. Mereka adalah umat yang memiliki sifat-sifat tersebut—umat yang tegak dalam menjalankan perintah Allah, tunduk kepada syariat-Nya, dan berpegang teguh kepada-Nya.

Mereka adalah umat yang tegak (قائمة), yang berarti: mereka selalu konsisten dalam membaca ayat-ayat Allah pada waktu malam, sementara mereka bersujud. Maksudnya adalah mereka melaksanakan shalat malam (tahajjud), banyak membaca Al-Qur'an dalam shalat mereka, dan khusyuk dalam ibadah mereka, baik dalam sujud maupun berdiri.

Mereka membaca ayat-ayat Allah dengan penuh kekhusyukan dan tadabbur. Mereka beriman kepada Allah dan hari akhir. Mereka juga senantiasa mengajak kepada kebaikan (amar ma'ruf), mencegah kemungkaran (nahi munkar), dan bersegera dalam melakukan berbagai kebaikan.

Dalam ayat ini terdapat pujian bagi mereka serta penegasan akan kemuliaan dan kedudukan mereka di sisi Allah.

Dan ketahuilah bahwa para ulama banyak berbeda pendapat mengenai kapan Lailatul Qadr.

Yang benar adalah bahwa ia terjadi di bulan Ramadan dan memiliki keistimewaan serta pahala yang lebih besar dibanding malam-malam lainnya. Namun, terjadi perbedaan pendapat mengenai waktu pastinya.

Dalam hadis sahih dari Ibnu Umar, disebutkan bahwa seorang lelaki dari sahabat Nabi ﷺ melihat Lailatul Qadr dalam mimpi pada tujuh malam terakhir. Rasulullah ﷺ bersabda:

"Aku melihat bahwa mimpi kalian (tentang Lailatul Qadr) bertepatan pada tujuh malam terakhir. Maka, barang siapa ingin mencarinya, hendaklah ia mencarinya pada tujuh malam terakhir itu."

Dalam Sahih Muslim, disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

"Carilah Lailatul Qadr dalam sepuluh malam terakhir. Jika salah seorang dari kalian lemah atau tidak mampu, maka jangan sampai tertinggal dari tujuh malam terakhir."

Dalam hadis yang diriwayatkan Aisyah رضي الله عنها, disebutkan bahwa Nabi ﷺ bersabda:

"Carilah Lailatul Qadr di sepuluh malam terakhir bulan Ramadan."

Dalam riwayat al-Bukhari disebutkan: "Ia berada dalam malam-malam ganjil dari sepuluh malam terakhir bulan Ramadan."

Dari Ibnu Abbas رضي الله عنه, Rasulullah ﷺ bersabda:

"Carilah Lailatul Qadr dalam sepuluh malam terakhir bulan Ramadan, pada malam ke-9, ke-7, dan ke-5."

Dalam riwayat lain: "Ia ada di malam ke-7 yang tersisa."

Dalam hadis dari Abu Bakrah رضي الله عنه, disebutkan bahwa Lailatul Qadr lebih banyak terjadi pada malam-malam ganjil.

Abdullah bin Anas رضي الله عنه meriwayatkan bahwa para sahabat bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang Lailatul Qadr. Pada malam ke-30 Ramadan, Rasulullah ﷺ bersabda:

"Carilah malam itu pada malam ke-29."

Jadi, berdasarkan berbagai riwayat, Lailatul Qadr terjadi di sepuluh malam terakhir Ramadan, khususnya pada malam-malam ganjil.

Seorang laki-laki dari kaum itu berkata, "Wahai Rasulullah, apakah aku harus mencari Lailatul Qadar pada malam pertama?" Rasulullah ﷺ menjawab, "Bukan malam pertama, tetapi carilah pada tujuh malam terakhir." Namun, beliau tidak memastikan bahwa malam itu pasti terjadi setiap tahun. (Hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad).

Abu Said al-Khudri biasa mandi setiap malam pada tanggal dua puluh tiga, dua puluh lima, dan dua puluh tujuh, lalu memakai pakaian baru. Ia mengatakan, "Malam dua puluh empat adalah untuk para pemuda," yang berarti untuk orang-orang yang kuat penglihatannya.

Terdapat riwayat tentang berbagai tanda yang muncul pada malam yang diberkahi ini, yang menunjukkan bahwa Allah menyembunyikannya agar manusia bersemangat dalam beribadah, sebagaimana Allah menyembunyikan waktu mustajab pada hari Jumat.

Menurut mazhab Syafi'i, malam Lailatul Qadar terjadi pada malam dua puluh tujuh Ramadan, dan ini adalah pendapat yang masyhur dalam mazhabnya.

Diriwayatkan dari Ali dan Ibn Mas'ud bahwa Lailatul Qadar terjadi pada malam dua puluh tiga atau dua puluh tujuh.

Imam al-Syafi'i berkata, "Malam Lailatul Qadar terjadi pada malam dua puluh tiga." Ini juga merupakan pendapat penduduk Madinah, berdasarkan sabda Nabi ﷺ, "Hitunglah malam yang kesembilan, kesebelas, dan ketiga belas dalam sepuluh malam terakhir."

Dikatakan juga, "Janganlah merasa aman dari sepuluh malam terakhir." Hal ini digunakan sebagai dalil bagi mereka yang berpendapat bahwa Lailatul Qadar terjadi pada malam dua puluh tiga. Namun, malam dua puluh tiga bukanlah yang terakhir dalam sepuluh malam terakhir, sehingga pendapat ini tidak pasti.

Dalam Shahih Muslim, diriwayatkan dari Abdullah bin Unais bahwa Nabi ﷺ bersabda, "Pada malam Lailatul Qadar, aku bermimpi bahwa aku sujud di tanah yang basah dan berlumpur." Maka, pada pagi hari tanggal dua puluh tiga, beliau melaksanakan shalat Subuh, dan bekas air dan lumpur terlihat di dahinya.

Rasyid bin Sa’id meriwayatkan dari Zuhrah bin Ma’bad, ia berkata:
“Aku mengalami mimpi basah di tanah musuh saat berada di laut pada malam kedua puluh tiga Ramadhan. Lalu aku pergi untuk mandi, tetapi aku jatuh ke dalam air. Namun aku merasa air ini tawar, aku pun memanggil teman-temanku untuk memberi tahu mereka bahwa aku berada di air yang tawar.”

Ibnu Abdul Barr berkata: “Malam ini dikenal sebagai ‘Lailah al-Juhani’ di Madinah,” yakni malam yang dinisbatkan kepada Abdullah bin Anis al-Juhani.

"Dan telah diriwayatkan oleh Malik dalam Al-Muwatta' darinya (yaitu Nabi ﷺ), bahwa beliau bersabda: 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku adalah seorang lelaki yang tinggal di pinggiran kota, maka perintahkanlah aku untuk turun ke sana pada suatu malam.' Maka Rasulullah ﷺ bersabda kepadanya: 'Turunlah pada malam kedua puluh tiga.' Dan akan datang penjelasan lebih lanjut tentangnya, insya Allah Ta'ala."

Fasal ;

Dikatakan dalam al-Lata’if: Ketika para sahabat mendengar firman Allah Ta’ala:

"Bersegeralah menuju ampunan dari Tuhan kalian",
Allah Ta’ala berfirman;
"Berlombalah menuju surga yang luasnya seluas langit dan bumi",
mereka memahami bahwa maksud dari perintah itu adalah bahwa setiap individu dari mereka harus bersungguh-sungguh dalam beramal sehingga dapat mencapai derajat tinggi tersebut. Maka, salah seorang dari mereka, ketika melihat seseorang melakukan suatu amal yang tidak mampu ia lakukan, ia merasa sedih karena tidak bisa mengamalkannya seperti yang lain. Kesedihannya itu bukanlah karena dunia, tetapi karena kehilangan pahala di akhirat, sebagaimana firman Allah تعالى:
"Itulah keutamaan yang mereka berlomba-lomba untuk mendapatkannya".

Kemudian datang sekelompok orang yang membalikkan keadaan; mereka malah berlomba-lomba dalam urusan dunia dan melupakan akhirat.

Al-Hasan berkata: "Jika engkau melihat seseorang bersaing denganmu dalam urusan dunia, maka bersainglah dengannya dalam urusan akhirat."

Wahb bin al-Ward berkata: "Jika engkau mampu agar tidak ada seorang pun yang lebih taat kepada Allah darimu, maka lakukanlah."

Sebagian ulama salaf berkata: "Seandainya seseorang mendengar ada orang lain yang lebih taat kepada Allah darinya, maka seharusnya ia merasa sedih karena hal itu."

Yang lain berkata: "Seandainya seseorang mendengar bahwa ada orang lain yang lebih taat kepada Allah darinya, namun ia tidak merasa sedih karena itu, maka ia bukanlah orang yang memiliki kecintaan yang benar kepada Allah."

Seorang lelaki berkata kepada Mālik bin Dīnār: "Aku melihat dalam mimpi seorang penyeru menyeru: 'Wahai manusia, wahai manusia, perjalanan telah dimulai! Namun, aku tidak melihat seorang pun yang menaiki kendaraan kecuali Muḥammad bin Wāsiʿ.' Maka aku berteriak kemudian jatuh pingsan.'

 firman Allah:

وَالسَّابِقُونَ السَّابِقُونَ ۝ أُو۟لَٰئِكَ ٱلْمُقَرَّبُونَ

"(Dan orang-orang yang terdahulu, merekalah yang terdahulu. Mereka itulah orang-orang yang didekatkan (kepada Allah))."

Orang yang memiliki tekad tinggi, jiwa yang mulia, dan cahaya syariat yang membara, tidak akan merasa puas dengan hal-hal duniawi yang fana. Sesungguhnya, semangatnya selalu mengarah kepada derajat yang tinggi dan kemuliaan yang abadi. Ia tidak akan berhenti dari pencariannya, sekalipun harus mengorbankan dirinya. Barang siapa yang berada dalam jalan Allah, Allah akan menggantikannya dengan sesuatu yang lebih baik.

Dikatakan kepada sebagian orang yang bersungguh-sungguh dalam ibadah: "Mengapa tubuh ini tidak merasakan kelelahan?" Dia menjawab: "Aku menginginkan kemuliaan yang abadi."

Jika jiwa-jiwa memiliki ambisi yang besar, maka tubuh akan mampu bertahan meskipun melewati kesulitan.

ʿUmar bin ʿAbd al-ʿAzīz berkata: "Sesungguhnya jiwaku selalu merindukan sesuatu, tetapi ketika ia mendapatkannya, ia menginginkan sesuatu yang lebih tinggi. Ketika ia mencapai kekhilafahan dunia ini, ia merindukan yang lebih tinggi darinya, hingga akhirnya ia mendambakan surga."

Seorang budak datang kepada Umar bin Abdul Aziz dan berkata kepadanya bahwa dia melihat dalam mimpi seolah-olah jembatan shirath telah dibentangkan di atas neraka Jahannam, sementara neraka itu menggelegak dengan para penghuninya. Dia menyebutkan bahwa dia melihat seseorang yang melewatinya, lalu api mengambilnya. Dia berkata, "Aku melihatmu berada di atas shirath, wahai Amirul Mukminin! Maka ia jatuh pingsan di tempat dengan keadaan bergetar." Sambil menangis aku berseru di telinganya, "Aku melihatmu selamat! Demi Allah, engkau telah selamat."

Sebagian ulama salaf (orang-orang terdahulu) yang mendapat rahmat Allah berkata: "Aku melihat seorang pemuda di puncak gunung, dengan bekas sujud di dahinya dan air mata mengalir di pipinya. Aku bertanya kepadanya, 'Siapa kamu, semoga Allah merahmatimu?' Dia menjawab, 'Aku adalah seorang budak yang melarikan diri dari pemilik Nya.' Aku bertanya, 'Apakah engkau mau kembali dan meminta maaf kepada majikan?' Dia menjawab, 'Permintaan maaf memerlukan alasan yang kuat.' 'Bagaimana seorang yang sengaja berbuat salah dapat meminta maaf?' Aku berkata, 'Engkau membutuhkan seseorang yang dapat memberikan syafaat kepadanya.'"

Mereka semua takut padanya. Aku bertanya: "Siapa dia?" Mereka berkata: "Majikan ku yang telah membesarkan ku sejak kecil, tetapi kini setelah aku tua aku durhaka kepada nya." Aku merasa sangat  malu kepadanya ketika melihat kelembutan dan kebaikan perbuatannya dan betapa buruknya perbuatanku. Kemudian dia berteriak dan jatuh mati. Semoga rahmat Allah tercurah kepadanya.

Lalu keluar seorang wanita tua dan berkata: "Siapa yang membantu membunuh orang yang putus asa ini?" Aku berkata: "Aku ingin membantumu mengurus jenazahnya." Dia berkata: "Biarkan jasad orang yang putus asa ini berbaring disini, semoga majikannya melihat  jasad orang ini lalu berbelas kasih dan memaafkan nya ."

Maka demikianlah keadaan kaum itu dalam memperlakukan para wali mereka, sementara kita menggabungkan antara kebaikan dan keburukan. Maka tiada daya dan upaya kecuali dengan Allah.

Ahmad dan dua Syaikh (Bukhari dan Muslim) meriwayatkan dari Anas bin Malik, ia berkata:

" Pamanku, Anas bin Nadhar, tidak menyaksikan (perang) pada hari Badar" Maka ia merasa sedih dan berkata: "Perang pertama yang disaksikan oleh Rasulullah ﷺ, aku tidak hadir di dalamnya! Jika Allah memberikanku kesempatan untuk menyaksikan peperangan setelahnya bersama Rasulullah ﷺ, pasti Allah akan melihat apa yang aku lakukan."

Ketika perang Uhud terjadi, ia berkata: "Aku takut untuk mengatakan hal lain selain yang telah kukatakan itu." Maka ia berperang bersama Rasulullah ﷺ .

Sa'ad bin Mu'adz bertemu dengannya dan bertanya: "Ke mana engkau (hendak pergi)?" Ia menjawab: "Demi Allah, aku mencium bau surga di balik Uhud ini!"

Lalu mereka pun bertempur hingga ia terbunuh. Kemudian ia ditemukan dalam keadaan tubuhnya penuh luka, dengan lebih dari delapan puluh bekas tusukan pedang, tombak, dan panah. Tidak ada seorang pun yang mengenalinya kecuali saudarinya, yang mengenalinya dari jari-jarinya.

Maka turunlah ayat ini:

"Di antara orang-orang mukmin terdapat orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Maka di antara mereka ada yang gugur dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu (giliran), serta mereka tidak sedikit pun mengubah (janjinya)." (QS. Al-Ahzab: 23).

Para sahabat berpendapat bahwa ayat ini turun mengenai dirinya dan para sahabatnya.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah (ﷺ) bersabda:
"Aroma surga tercium dari jarak perjalanan lima ratus tahun, tetapi tidak akan mendapatinya orang yang mengungkit  ungkit pemberian, orang yang durhaka kepada orang tuanya, dan peminum khamr."
(Diriwayatkan oleh Al-Thabrani dan Abu Nu'aym).

Juga dari Nabi (ﷺ), beliau bersabda:
"Barang siapa membunuh seorang yang memiliki perjanjian (dengan kaum Muslimin), maka ia tidak akan mencium aroma surga, padahal aromanya bisa tercium dari jarak perjalanan tujuh puluh tahun."
(Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan lainnya).

Dari Tsauban radhiyallahu anhu, Rasulullah (ﷺ) bersabda:
"Setiap wanita yang meminta cerai dari suaminya tanpa alasan yang dibenarkan, maka haram baginya mencium bau surga."

Ibnu al-Qayyim berkata dalam kitab Ḥādī al-Arwāḥ:

 "Angin surga ada dua jenis: angin yang terdapat di dunia, yang dapat dihirup oleh ruh-ruh, namun terkadang tidak bisa ; dan angin yang dirasakan oleh indra penciuman tubuh, sebagaimana tubuh mencium aroma bunga dan lainnya. Angin ini dapat pula dialami oleh para penghuni surga ketika di akhirat, baik dari jarak dekat maupun jauh.

Adapun di dunia, maka siapa pun yang dikehendaki Allah dari hamba-hamba-Nya dan rasul-Nya bisa merasakan aroma tersebut. Ini seperti yang dialami oleh Anas bin al-Naḍr, yang menemukan wangi surga. Bisa jadi itu termasuk dalam kategori ini, dan Allah-lah yang lebih mengetahui."

Allah Ta’ala telah menjadikan di dunia ini jejak-jejak dari surga, dengan menumbuhkan di dalamnya aroma yang harum, kenikmatan yang menggoda, pemandangan yang indah, buah-buahan yang baik, kebahagiaan, kesenangan, serta ketenangan mata.

Abu Nu'aym meriwayatkan dari hadis al-A'masy dari Abu Sufyan dari Jabir yang berkata:

Rasulullah ﷺ bersabda:
"Allah berkata kepada surga: 'Engkau perindah dan perindah bagi penghunimu.' Maka surga semakin bertambah baik dan indah. Demikian juga dengan embusan udara dingin yang dirasakan manusia pada waktu sahur, itu berasal darinya. Sebagaimana Allah menjadikan api dunia sebagai peringatan akan api neraka di akhirat."

Allah Ta’ala berfirman:
"Kami jadikan (panas dan dingin) itu sebagai peringatan."

Nabi ﷺ juga mengabarkan bahwa panas dan dingin yang sangat adalah bagian dari hembusan neraka Jahannam. Maka, hendaknya kita menyaksikan tanda-tanda neraka dan mengingatkan diri kita dengannya. Dan hanya kepada Allah kita memohon pertolongan.

Orang-orang yang mengenal Allah merasakan kelezatan dalam kesendirian mereka ketika bermunajat kepada-Nya. Mereka melihat nikmat yang diberikan-Nya sebagai tujuan utama mereka, sedangkan dunia bagi mereka adalah hal yang tidak berarti.

Ibrahim bin Adham berkata:
"Seandainya para raja dan anak-anak raja mengetahui kelezatan yang kami rasakan dalam bermunajat kepada Allah, niscaya mereka akan memerangi kami dengan pedang untuk merebutnya."

Orang lain berkata:
"Orang-orang miskin dari kalangan penduduk dunia, mereka telah pergi dari dunia tanpa merasakan hal yang terbaik di dalamnya."

Lalu ditanya: "Apa yang terbaik di dalamnya?"
Dia menjawab: "Cinta kepada Allah Ta’ala, mengenal-Nya, dan mengingat-Nya."

Dan seseorang berkata: "Sesungguhnya, ada saat-saat bagi hati di mana ia bergembira dengan kebahagiaan."

Orang lain berkata: "Sesungguhnya, ada saat-saat di mana aku berkata: Jika penghuni surga berada dalam keadaan seperti ini, maka sungguh mereka berada dalam kehidupan yang baik."

Syekh al-Islam Ibnu Taimiyyah, semoga Allah mensucikan jiwanya, berkata: "Sesungguhnya di dunia ini ada surga; barang siapa yang tidak memasukinya, maka ia tidak akan masuk ke dalam surga akhirat."

Maha Suci Allah, betapa indahnya surga ibadah-Nya sebelum bertemu dengan-Nya! Pintu-pintunya terbuka bagi mereka di dunia amal. Maka mereka pun menikmatinya bersama pasangan, kerabat, dan teman-teman yang baik, serta mengosongkan pikiran mereka untuk mencarinya dan berlomba menuju ke sana.

Dalam Syair dikatakan;
"Seandainya engkau melihat keadaan orang-orang yang diliputi cinta,
Ketika bintang-bintang bergerak menuju cakrawala,
Sebagian manusia memohon ampun atas dosa mereka,
Sementara yang lain sedang shalat, dan yang ini sedang bersujud."

Dan seharusnya seorang hamba berlomba dalam kebaikan dan bersaing untuk mencapai derajat yang tinggi.

Diriwayatkan bahwa Allah Ta’ala mewahyukan kepada Nabi Dawud alaihisalam: 

"Wahai Dawud, sesungguhnya aku sangat gembira apabila seorang hamba meminta ampun kepada-Ku, dan Aku lebih mengasihinya ketika ia bertobat dari dosanya, dan Aku lebih mencintainya ketika ia kembali kepada-Ku. Wahai Dawud, apakah para pemuda Bani Israil telah kehilangan akal mereka sehingga tidak mau kembali kepada-Ku, padahal Aku begitu rindu kepada mereka? Wahai Dawud, bagaimana ini? Jika saja orang-orang yang berpaling itu mengetahui betapa Aku menanti mereka, betapa Aku rindu agar mereka meninggalkan maksiat dan kembali kepada-Ku, serta betapa Aku mengharapkan mereka dari hamba-hamba-Ku yang mencintai-Ku, niscaya mereka akan mati karena kerinduan kepada-Ku."

Wahai hamba Allah, ketahuilah bahwa Allah adalah Rabb segala sebab, pembuka segala pintu, Yang Maha Mengetahui segala yang tersembunyi. Maka, di manakah orang-orang yang berdosa? Hendaklah orang-orang yang takut kepada-Nya merendahkan diri, dan hendaklah air mata para pendosa mengalir dari kedalaman hati yang gelisah. Sesungguhnya Allah memberi dan memuji, menutup dosa dan mengampuni, sementara seorang hamba melakukan dosa dan bersikap melampaui batas, namun Allah tetap mengampuni.

Yang Maha Besar menerima yang sedikit, dan menerima taubat orang yang kembali meskipun ia kurang (sempurna), serta membebaskan tawanan yang terikat. Maka, anugerah Tuhan begitu besar, dan nikmat-Nya begitu luas.

Syair:

Limpahkanlah karunia-Mu kepadaku, wahai Pencipta kebaikan,
Agar Engkau menjauhkanku dari hukuman atas dosaku.

Aku memohon dengan penuh keindahan, karena aku yakin kepada-Mu,
Aku mengingat masa-masa pertemuan di taman keridaan,

Air mataku pun mengalir deras hingga seakan-akan tak berhenti.

Engkaulah tempat perlindunganku, wahai Tuanku dan sandaranku,
Harapanku adalah syafaat-Mu, maka terimalah aku.

Sungguh, ampunan yang indah dari-Mu menenangkanku,
Kekasihku tampak dalam mimpiku, menghampiriku dan membahagiakanku.

Air mataku mengalir deras, namun tak membasahi kelopak mataku.

Ya Allah, wahai Tuhan Yang Maha Pemurah dan Maha Agung, wahai Pemilik anugerah dan keutamaan, kami kembali kepada-Mu dengan anugerah dan rahmat-Mu.
Teguhkanlah kami untuk kembali kepada-Mu, dan sibukkanlah kami dengan berkhidmat kepada-Mu.

Ya Allah, wahai Yang Maha Mengetahui segala yang tersembunyi, wahai Yang Maha Menampakkan segala rahasia, ampunilah dosa-dosa kami yang menyebabkan kebinasaan,
dan tutupilah segala aib kami pada hari perhitungan.

Ya Allah, ampunilah kami, kedua orang tua kami, dan seluruh kaum Muslimin, baik yang masih hidup maupun yang telah wafat,
dengan rahmat-Mu, wahai Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang.



Selasa, 18 Maret 2025

KEUTAMAAN QIYAMULLAIL


Keutamaan Qiyamullail (Salat Malam)

Segala puji bagi Allah yang kemuliaan-Nya terukir pada semua makhluk-Nya dengan tanda-tanda keberadaan-Nya. Dia menyempurnakan ciptaan-Nya dengan keindahan dan menghiasi mereka dengan kebijaksanaan-Nya. Setiap mata yang melihat-Nya akan terpukau, dan akal akan terhenti memahami kebesaran-Nya. Tidak ada yang dapat meliputi esensi-Nya dan sifat-sifat-Nya, sehingga akal orang-orang yang beriman pun lemah untuk menyelami rahasia-Nya. Eksistensi-Nya nyata, tetapi akal tidak bisa sepenuhnya memahami-Nya.

Itu semua karena Dia adalah Tuhan yang Mahatinggi dari kebohongan orang-orang yang sesat, dan Mahasuci dari anggapan orang-orang yang menutup hati. Dia telah mengancam mereka yang menentang perintah-Nya dengan azab yang pedih dan siksa yang berat.

Dia adalah Raja Yang Mahaagung, Penguasa yang memiliki kerajaan dan kekuasaan mutlak. Dia memiliki kebesaran dan keperkasaan, serta keabadian yang tak pernah berakhir. Dia tidak binasa dan tidak berubah, serta tetap dalam kemuliaan yang tiada tara.

Dia adalah Yang Maha Perkasa, yang menundukkan orang-orang yang sombong, serta Maha Pengasih yang menghancurkan kezaliman dengan kasih sayang-Nya. Dia menyempurnakan ciptaan-Nya dengan kebijaksanaan, mengalahkan orang-orang yang menentang-Nya dengan keadilan-Nya, dan memberikan petunjuk kepada mereka yang berusaha memahami hakikat Ilahi. Cahaya-Nya tidak bisa digapai oleh makhluk, dan kebesaran-Nya tidak dapat diselami oleh akal yang lemah. Dia adalah tempat tujuan bagi hati yang ingin meraih ilmu dan kebahagiaan hakiki.

Wahai jiwa yang rindu, bersiaplah untuk meraih kasih sayang-Nya dengan mendekatkan diri kepada-Nya. Bangunlah di malam hari untuk berbicara dengan-Nya dan bermunajat dalam kesunyian. Bukankah itu cukup bagi orang-orang yang merindukan-Nya? Beribadahlah dengan penuh kecintaan dan bersujud di hadapan-Nya dalam keheningan malam, hingga engkau benar-benar dekat dengan-Nya.

Wahai hamba yang lalai, bermunajatlah kepada-Nya dengan kerendahan hati, berbicaralah kepada-Nya dengan penuh kelembutan. Janganlah engkau termasuk golongan orang-orang munafik yang berpaling, atau mereka yang acuh tak acuh terhadap-Nya. Dekatkanlah dirimu kepada-Nya dengan cinta, dan bersimpuhlah di hadapan-Nya dengan penuh harapan.

Tuhanmu akan menolongmu jika engkau taat kepada-Nya, dan Dia akan melindungimu jika engkau berlindung kepada-Nya. Jika engkau memanggil-Nya, Dia akan menjawabmu, dan jika engkau bersabar dalam beribadah kepada-Nya serta mencari keridhaan-Nya, maka Dia akan menempatkanmu bersama hamba-hamba pilihan-Nya.

Allah membagi manusia dalam ciptaan-Nya: di antara mereka ada yang kafir dan ada yang beriman, ada yang taat dan ada yang durhaka, ada yang mendapatkan anugerah istimewa dari-Nya karena mencintai-Nya. 

Allah berfirman: "Dan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal." (Al-A‘la: 17). 

Dia memberikan pahala yang besar bagi orang-orang yang mencari keridhaan-Nya dan menyediakan bagi mereka balasan yang tiada terhingga.

Aku memuji dan bersyukur kepada Allah atas nikmat-Nya yang tidak dapat dihitung secara keseluruhan maupun secara rinci. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dia senantiasa ada tanpa pernah lenyap, dan kuasa atas segala sesuatu. Aku juga bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, kekasih dan utusan-Nya, yang paling mulia di antara para pendahulu dan yang terakhir. Beliau adalah rahmat bagi seluruh alam. Semoga Allah senantiasa mencurahkan rahmat dan keselamatan kepada beliau, keluarganya, serta para sahabatnya.

Allah Ta'ala berfirman:
"Lambung mereka jauh dari tempat tidur mereka; mereka berdoa kepada Tuhan mereka dengan rasa takut dan harap, serta mereka menginfakkan rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Maka tidak ada seorang pun yang mengetahui apa yang disembunyikan bagi mereka berupa kebahagiaan sebagai balasan atas apa yang mereka lakukan." (QS. As-Sajdah: 16-17)

Allah juga berfirman:
"Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam." (QS. Adz-Dzariyat: 17)

Dan Allah berfirman:
"Dan di sebagian malam, maka bertahajudlah dengannya sebagai ibadah tambahan bagimu; semoga Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji." (QS. Al-Isra': 79)

Ini adalah pujian dari Allah Ta’ala kepada orang-orang yang bangun malam, serta dorongan untuk mendirikan shalat malam untuk berzikir, berdoa, memohon ampun, dan bermunajat kepada-Nya. Ini adalah pujian yang paling indah bagi mereka dan peringatan agar manusia tidak kehilangan pahala besar dari bangun malam ini.

Rasulullah ﷺ bersabda kepada Mu'adz bin Jabal:
"Shalat seorang hamba di sebagian malam dapat menghapus dosa-dosa." Kemudian beliau membaca ayat: "Lambung mereka jauh dari tempat tidur mereka..."

Diriwayatkan bahwa orang-orang yang bertahajud akan masuk surga tanpa hisab.

Dari Asma' binti Yazid, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda:

"Apabila Allah mengumpulkan orang-orang terdahulu dan yang kemudian pada hari kiamat, maka seorang penyeru akan datang dengan suara yang terdengar oleh semua makhluk: ‘Akan mengetahui orang-orang yang pertama kali mendapatkan kemuliaan!’ Kemudian penyeru itu kembali memanggil: ‘Di manakah orang-orang yang dahulu tidak disibukkan oleh perniagaan dan jual beli dari mengingat Allah?’ Maka mereka pun bangkit, dan jumlah mereka sedikit. Kemudian penyeru itu kembali memanggil: ‘Di manakah orang-orang yang senantiasa memuji Allah dalam keadaan senang maupun susah?’ Maka mereka pun bangkit, dan jumlah mereka sedikit. Setelah itu, manusia lainnya dihisab."

Hadis ini diriwayatkan oleh Ibn Abi al-Dunya.

Al-Bayhaqi juga meriwayatkan hadis serupa dari Abu Nu'aim bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

"Manusia akan dikumpulkan di satu tanah lapang pada hari kiamat, lalu seorang penyeru menyeru: ‘Di manakah orang-orang yang lambungnya jauh dari tempat tidur mereka (yaitu orang-orang yang bertahajud)?’ Maka mereka pun bangkit, dan jumlah mereka sedikit. Kemudian mereka masuk surga tanpa hisab."

Dari Aisyah radhiyallahuanha, beliau berkata:

"Dahulu Rasulullah ﷺ bangun di malam hari untuk salat hingga kakinya bengkak. Maka aku berkata kepada beliau: ‘Mengapa engkau melakukan ini, padahal Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu dan yang akan datang?’ Maka beliau menjawab: ‘Tidakkah aku ingin menjadi hamba yang bersyukur?’”

(Hadis ini disepakati oleh Al Bukhari dan Muslim).

Dari Abu Ubaidah berkata: Abdullah berkata: "Sesungguhnya hal ini tertulis dalam Taurat: 

'Sungguh Allah telah menyiapkan bagi orang-orang yang menjauhi tempat tidur mereka dari tempat peraduan mereka sesuatu yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak pernah terlintas di hati manusia. Tidak ada malaikat yang dekat mengetahuinya, dan tidak ada nabi yang diutus mengetahuinya.' Dia berkata: 'Maka tak seorang pun mengetahui apa yang disembunyikan bagi mereka sebagai penyejuk mata mereka.'" Hadis ini disahihkan oleh Al-Hakim.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dari Nabi ﷺ, beliau bersabda: "Barang siapa bermalam dalam keadaan suci dari hadas kecil, dalam keadaan berzikir kepada Allah, lalu ia bangun dan berdoa kepada Allah, maka matanya akan dikelilingi oleh para bidadari hingga pagi hari."

Ibnu Majah meriwayatkan dari Jabir bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: "Barang siapa yang memperbanyak shalat di malam hari, maka wajahnya akan tampak indah di siang hari."

Qabisah bin Uqbah berkata: "Aku melihat Sufyan Ats-Tsauri dalam mimpi setelah wafatnya, lalu aku bertanya kepadanya: 'Apa yang Allah lakukan kepadamu?' Maka dia menjawab: 

"Aku memandang kepada Tuhanku secara langsung, lalu Dia berkata kepadaku:
'Sungguh, engkau dahulu adalah seorang yang tekun berdiri (salat) ketika malam telah gelap.
Maka sekarang Aku ampuni dosamu, pilihlah istana mana saja yang engkau inginkan.'

Berbahagialah dengan keridaan-Ku terhadapmu, wahai Ibnu Sa‘id,
dengan jubah kehormatan yang dihiasi dan hati yang penuh cinta.
Bebanmu telah Aku angkat, maka kini ia tidak lagi membebanimu dari kejauhan."

Nabi ﷺ selalu menjaga kebiasaan dalam shalat malam, dan beliau tidak pernah meninggalkannya, baik dalam keadaan mukim maupun safar.
Beliau memiliki empat puluh rakaat yang selalu beliau jaga, baik di malam maupun siang hari, dan beliau tidak pernah meninggalkannya.
Kadang-kadang beliau menambah sesuai kehendak Allah.
Beliau mendirikan tujuh belas rakaat shalat fardhu, sebelas rakaat shalat malam secara terus-menerus,
Sepuluh rakaat shalat sunnah rawatib, atau terkadang beliau menjadikannya dua belas rakaat.
Selain itu, beliau juga melakukan shalat dhuha, tahiyatul masjid, dan sejenisnya.

Oleh karena itu, seorang hamba hendaknya selalu menjaga wirid ibadah ini hingga wafat.
Sebab, semakin cepat seseorang merespon panggilan dan segera membuka pintu bagi jiwanya untuk beribadah,
maka setiap hari dan malamnya ia akan mendapatkan empat puluh rakaat.

Ketika Nabi ﷺ memasuki sepuluh malam terakhir bulan Ramadan, beliau membangunkan keluarganya dan mengencangkan ikat pinggangnya,
artinya beliau bersungguh-sungguh dalam ibadah lebih dari biasanya.
Penjelasan yang lebih tepat adalah bahwa beliau menjauhi istri-istrinya dan tidak mendekati mereka sampai berakhirnya Ramadan.

Dalam hadits Anas disebutkan: "Beliau menggulung tempat tidurnya dan menjauhi wanita."

Dan Nabi ﷺ sering melakukan i'tikaf pada sepuluh hari terakhir (Ramadhan).

Orang yang beri'tikaf dilarang mendekati wanita dengan sentuhan atau hubungan (suami istri). Allah Ta’ala berfirman:

"Dan janganlah kamu campuri mereka sedang kamu beri'tikaf dalam masjid" (Al-Baqarah: 187).

Namun, beliau ﷺ tetap mendatangi keluarganya di awal sepuluh hari pertama, kemudian menjauhi mereka dan fokus mencari malam Lailatul Qadr di sepuluh hari terakhir.

Beliau biasa mengetuk pintu rumah Fatimah dan Ali serta berkata kepada mereka: "Tidakkah kalian bangun untuk shalat?"

Beliau juga membangunkan Aisyah pada malam hari jika telah selesai dari tahajudnya dan ingin membangunkannya.

Dianjurkan agar pasangan suami istri saling membangunkan untuk shalat. Jika salah satu enggan bangun, dianjurkan untuk memercikkan air ke wajahnya.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah (ﷺ) bersabda:
"Semoga Allah merahmati seorang laki-laki yang bangun malam lalu salat, kemudian membangunkan istrinya. Jika istrinya enggan, ia memercikkan air ke wajahnya. Dan semoga Allah merahmati seorang wanita yang bangun malam lalu salat, kemudian membangunkan suaminya. Jika suaminya enggan, ia memercikkan air ke wajahnya."
(Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan selainnya).

Dalam riwayat lain dari Nabi (ﷺ):
"Jika seorang laki-laki membangunkan keluarganya di malam hari lalu mereka salat dua rakaat bersama, maka mereka akan dicatat sebagai orang-orang yang banyak berdzikir kepada Allah."

Allah Ta'ala berfirman: "Dan bertolong-tolonganlah dalam kebaikan dan ketakwaan."
Nabi (ﷺ) juga bersabda: "Orang-orang yang mulia di antara umatku adalah para penghafal Al-Qur'an."

Dalam kitab "Al-Muwatta’" disebutkan bahwa Umar bin Khattab radhiyallahu  anhu selalu salat malam selama yang Allah kehendaki. Ketika telah mencapai pertengahan malam, ia membangunkan keluarganya untuk salat dan berkata kepada mereka: "Shalat! Shalat!"
Lalu ia membaca ayat ini:

  "Dan perintahkanlah keluargamu untuk salat, dan bersabarlah dalam mengerjakannya."

Ada seorang wanita yang sangat mencintai Abu Muhammad. Suatu malam ia berkata kepadanya, "Malam telah berlalu, perjalanan kita masih jauh, perbekalan kita sedikit, dan orang-orang saleh telah melangkah lebih dulu. Sementara kita masih tertinggal."

Wahai orang yang tidur di malam hari, sampai kapan kau akan tidur?
Ambillah dari malam dan waktu-waktunya (yakni manfaatkanlah waktu malam).

Barang siapa tidur hingga malam berlalu begitu saja,
Dia tidak akan mendapatkan rumah (tempat tujuan) meskipun bersungguh-sungguh.

Bangunlah, wahai kekasihku, telah dekat waktu yang dijanjikan,
Ambillah minuman jika kantuk telah lenyap.

Sungguh, hanya sekejap pandangan (di akhirat) adalah janji bagi kalian.


Fasal; 


Allah Ta’ala berfirman:
"Sesungguhnya orang-orang yang berbuat baik akan mendapat kenikmatan, mereka melihat (wajah) Tuhan mereka." (Al-Mutaffifin: 22-23)

Muslim dan lainnya meriwayatkan dari Shuhaib, dari Nabi ﷺ bahwa beliau bersabda:
"Apabila penghuni surga telah masuk ke dalamnya, Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman: ‘Apakah kalian menginginkan sesuatu tambahan?’ Mereka menjawab: ‘Bukankah Engkau telah memutihkan wajah kami? Bukankah Engkau telah memasukkan kami ke dalam surga dan menyelamatkan kami dari neraka?’ Kemudian Allah menyingkapkan hijab-Nya, maka mereka tidak diberikan sesuatu yang lebih mereka cintai daripada memandang Tuhan mereka."

Kemudian beliau membaca ayat:
"Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya." (Yunus: 26)

At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan lainnya meriwayatkan dari Abu Hurairah dengan sanad yang terpercaya, ia berkata:
"Sesungguhnya para sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah! Apakah kita akan melihat Tuhan kita pada hari kiamat?’ Rasulullah ﷺ menjawab: ‘Apakah kalian merasa sulit melihat bulan di malam purnama?’ Mereka menjawab: ‘Tidak.’ Beliau bersabda: ‘Demikian pula kalian akan melihat Tuhan kalian."

Penghuni surga apabila mereka masuk ke dalamnya berdasarkan amal perbuatan mereka, mereka akan diberi izin pada hari Jumat untuk mengunjungi Allah. Mereka akan melihat-Nya di sebuah lembah di surga. Tempat itu akan dipenuhi oleh mimbar-mimbar dari cahaya, mutiara, yaqut, emas, dan perak. Orang yang paling rendah kedudukannya (di antara mereka) akan duduk di atas gundukan kesturi dan kafur. Mereka tidak akan melihat orang yang berada di tempat lebih tinggi sebagai orang yang lebih utama daripada mereka.

Abu Hurairah berkata: Aku berkata, "Wahai Rasulullah, apakah kita akan melihat Tuhan kita?" Beliau bersabda, "Ya." Aku bertanya, "Apakah kalian ragu dalam melihat matahari dan bulan saat malam purnama?" Kami menjawab, "Tidak." Beliau bersabda, "Begitu pula kalian tidak akan ragu dalam melihat Tuhan kalian."

Beliau melanjutkan, "Tidak ada seorang pun yang tinggal di majelis itu kecuali Allah akan berbicara dengannya secara langsung, hingga Dia berkata kepada seseorang, 'Wahai Fulan, ingatkah engkau ketika melakukan ini dan itu?' Ia akan mengakui sebagian kesalahannya di dunia, lalu berkata, 'Wahai Tuhanku, tidakkah Engkau mengampuniku?' Allah berfirman, 'Tentu, dengan ampunan-Ku engkau mencapai kedudukan ini.'"

Kemudian, Allah menampakkan kepada mereka kemuliaan-Nya, dan awan yang membawa wewangian akan menaungi mereka dengan aroma yang belum pernah mereka cium sebelumnya. Lalu Tuhan kita, Tabaraka wa Ta'ala, berfirman, "Bangkitlah menuju apa yang telah Aku persiapkan untuk kalian dari kemuliaan. Ambillah apa yang kalian inginkan."

Maka mereka pergi ke pasar yang telah dipenuhi oleh para malaikat, di mana terdapat sesuatu yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak pernah terlintas di dalam hati manusia. Mereka mengambilnya sesuai keinginan mereka, lalu kembali kepada keluarga mereka dalam keadaan dengan rupa yang lebih indah daripada sebelumnya.

Maka keluarga mereka berkata, "Demi Allah, kalian kembali dalam keadaan lebih tampan dan bercahaya." Mereka menjawab, "Itu karena kami telah bertemu dengan Tuhan kami yang Maha Mulia. Dan di pasar itu, para penghuni surga saling bertemu satu sama lain. Maka datanglah seseorang yang memiliki kedudukan tinggi dan bertemu dengan yang lebih rendah darinya. Namun, tidak ada di antara mereka sesuatu yang hina—melainkan hanya kemuliaan—karena tidak ada yang melihat dirinya lebih baik dari orang lain. Mereka tidak berhenti dari percakapan mereka sampai mereka melihat pakaian yang paling indah dikenakan kepadanya. Dan hal itu agar tidak ada yang merasa sedih di dalamnya (surga). Kemudian kami kembali ke tempat tinggal kami, lalu istri-istri kami menyambut kami dengan bahagia dan berkata: "Sungguh, engkau telah bertambah keelokan dan keharuman setelah kepergianmu!"

Maka mereka menjawab: "Hari ini kami telah duduk bersama Tuhan Yang Maha Agung, maka Dia telah memberikan anugerah kepada diri kami dengan keadaan yang lebih baik daripada sebelumnya."

Wahai saudara-saudaraku! Betapa mulianya anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Pemurah, dan betapa agungnya pujian-Nya di dalam firman-Nya yang mulia!

Tidak ada kebahagiaan yang lebih besar selain diberikan kemuliaan dan pengagungan oleh-Nya, dan tidak ada kedekatan yang lebih utama daripada diutamakan dan didahulukan.

Dan tidak ada kemuliaan yang lebih besar dari pujian-Nya, sebagaimana firman-Nya:

"Sesungguhnya pahala (kebaikan) itu untuk orang-orang yang bertakwa di sisi Tuhan mereka."

Beramallah di dunia ini dengan ikhlas dan ketaatan, dan beruntunglah pada hari kiamat dengan meraih keuntungan dalam kebersamaan. Tinggalkan kelalaian dan kemalasan, serta jauhi kecerobohan dan ketidaksungguhan. Kenakan pakaian ketakwaan dan perbekalannya, serta biasakan diri untuk berjaga dan berjuang di dunia ini dengan kesungguhan dan ketabahan. Karena mereka akan bangga jika telah datang kepada mereka berbagai kehormatan.

"Sesungguhnya orang-orang yang berbakti akan berada dalam kenikmatan." (Al-Infitar: 13)

Beramallah di dunia dengan kesendirian dan khalwat (menyendiri dalam ibadah), serta bergantunglah kepada istikharah (memohon petunjuk Allah) dalam setiap keputusan. Berhati-hatilah dari hal-hal yang menjauhkan dan menghambat (dari jalan Allah), karena sesungguhnya mereka yang terpilih adalah orang-orang yang selalu dekat dengan kejujuran, kejernihan, dan kesabaran.

"Sesungguhnya orang-orang yang berbakti akan berada dalam kenikmatan." (Al-Infitar: 13)

Mereka terus-menerus berada di antara lapar dan begadang, dan hati mereka menjauhi kelalaian dan kesenangan berlebih. Mereka menutup pendengaran mereka dari perkataan sia-sia dan penglihatan mereka dari pandangan yang tidak baik. Mereka menjauhi segala sesuatu yang dilarang oleh Tuan mereka, dan mereka menjalankan segala yang diperintahkan. Mereka menerima ketentuan-Nya dengan pendengaran dan penglihatan mereka, serta menimbangnya dengan perkataan dan hati mereka. Mereka menyiapkan bekal yang dapat memperbaiki urusan mereka di waktu sahur.

Mereka menangis karena takut (kepada Allah), dan air mata mereka mengalir saat beribadah di keheningan malam, sementara ketenangan dan keteguhan tetap ada dalam hati mereka.

Istana mereka berada di surga yang tinggi, tempat tinggal mereka di istana yang megah. Mereka berada dalam pengampunan yang menyeluruh dan hidup dalam kenikmatan abadi. Pepohonan yang rindang menaungi mereka, dan buah-buahan dari berbagai jenis selalu tersedia untuk mereka. Lantai di bawah mereka terbuat dari kesturi yang harum, dan cahaya matahari tidak menyengat mereka, karena kesejukan dan kenyamanan melingkupi kehidupan mereka. Mereka memiliki kerajaan yang agung.

"Sungguh, orang-orang yang berbakti berada dalam kenikmatan yang besar." (Al-Mutaffifin: 22)

Di dunia, mereka bersungguh-sungguh dalam ibadah, mereka berjaga di malam hari untuk beribadah, dan mereka berpuasa di siang hari. Mereka memberi makan orang lain meskipun mereka sendiri membutuhkannya. Mereka berlomba-lomba dalam amal yang diridai Tuhan mereka, dan mereka berusaha sekuat tenaga untuk memperoleh pahala yang besar.

Wajah mereka tampak elok, anak-anak kecil melayani mereka dengan penuh penghormatan, dan di antara mereka ada yang saling bersalaman dengan penuh kasih. Mereka dulu di dunia merasa takut kepada Allah, tetapi kini mereka berada di antara bidadari yang berdiam di kemah-kemah mutiara, duduk di atas singgasana emas dan perak, serta mengenakan pakaian sutra yang mewah.

Mereka adalah orang-orang yang Allah firmankan tentang mereka:

"Di atas dipan-dipan, mereka memandang." (Al-Mutaffifin: 23)

Mereka dahulu menanggung beban perjuangan dan kelelahan di dunia. Mereka bangun di malam hari dan berusaha keras dalam ibadah, meninggalkan kesenangan dunia karena mereka tahu bahwa dunia hanyalah sementara dan fana. Mereka menyucikan amal mereka dari segala noda riya dan keinginan duniawi, sehingga mereka layak mendapatkan tempat yang tinggi di surga.

Nikmat terbesar bagi mereka adalah ketika Allah menampakkan diri-Nya kepada mereka dan berkata: "Salam sejahtera bagi kalian, wahai para penghuni surga!" Maka mereka pun bersukacita dengan perjumpaan itu.

"Di atas dipan-dipan, mereka memandang." (Al-Mutaffifin: 23)

Sisi-sisi tubuh mereka menjauhi tempat tidur, dan air mata mengalir di pipi mereka. Mereka berada di antara berdiri, bersujud, dan rukuk. Maka beruntunglah mereka, dan Aku menyaksikan serta mendengar mereka. Lalu Aku memberi balasan kepada mereka, demi perjuangan mereka, dengan taman yang penuh kebahagiaan. 

Hati-hati yang telah diobati oleh nasihat-nasihat Al-Qur’an. Wajah-wajah yang sering dicuci oleh air mata kesedihan. Wajah-wajah yang telah berubah oleh kobaran kegelisahan. Wajah-wajah yang mengungkapkan isi hati lebih dari kata-kata. Mereka memanfaatkan waktu dengan berjaga, menjaga zaman mereka, menyibukkan mata dengan tangisan, dan lisan dengan Al-Qur'an. Maka ketika engkau melihat mereka pada hari pembalasan, engkau akan melihat kemenangan yang besar. 

Wajah-wajah mereka tidak pernah berpaling kepada selainku, mereka tidak meminta kepada selainku, dan hati mereka hanya bergantung kepadaku. Tangisan mereka bukan karena kehilangan sesuatu selain mengingatanku. Andaikan mata orang-orang lalai melihat apa yang telah Aku persiapkan untuk mereka, niscaya mereka akan bersaing dalam meraihnya dan berusaha mendapatkan keutamaan yang agung serta kerajaan yang besar. 

Wahai orang yang lalai! Kaum itu telah memperoleh kemenangan, sementara engkau merugi. Mereka bergegas menuju kekasih mereka dengan segera, tetapi engkau lamban. Mereka berpegang teguh pada perintah dan menjauhi larangan, sementara engkau terlena oleh hawa nafsu. Dunia telah menipu dirimu, sehingga engkau tertipu. Sedangkan mereka telah mendapatkan kehormatan dan kebahagiaan, sehingga mereka kini berada dalam kenikmatan yang abadi. 

Mereka bersuka cita di wajah mereka, dalam kenikmatan yang abadi. (QS. Al-Mutaffifin: 24)

Ya Allah, wahai Dzat yang Maha Pemurah dan Maha Mulia, wahai Dzat yang memiliki pemberian yang besar, wahai Dzat yang memiliki kebaikan yang abadi yang menyelimuti seluruh makhluk. Kami memohon kepada-Mu agar menjadikan kami termasuk golongan yang mendapatkan ridha-Mu, yang Engkau masukkan ke dalam surga-Mu dan Engkau jauhkan dari siksa neraka-Mu. Sesungguhnya Engkau adalah Dzat yang Maha Dermawan, Maha Pemurah, Maha Penyayang.

Ya Allah, rahmatilah kami pada hari kebangkitan para saksi, dan berilah kami keamanan dari ketakutan pada hari kiamat. Teguhkan kami dengan amalan-amalan yang membuat kami bahagia di tempat keabadian. Janganlah Engkau hinakan kami pada hari kiamat, sesungguhnya Engkau tidak pernah mengingkari janji.

Ya Allah, ampunilah kami, orang tua kami, dan seluruh kaum Muslimin, baik yang masih hidup maupun yang telah wafat, dengan rahmat-Mu, wahai Dzat yang Maha Penyayang.