🕌 Anjuran untuk Memperbanyak Zikir kepada Allah Ta‘ala
Khutbah Pertama
Segala puji bagi Allah, Dzat Yang Maha Kaya dan Maha Pemurah, yang telah menyempurnakan nikmat-Nya atas kita. Mahasuci Dia, yang menghitung segala sesuatu dengan bilangan yang pasti, yang rahmat dan ilmunya meliputi segala sesuatu. Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya, sedangkan semua makhluk akan ditanya.
Aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa junjungan kita Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, kekasih dan pilihan-Nya dari seluruh makhluk, yang paling tinggi kedudukannya, paling besar baktinya, paling banyak dzikirnya kepada Allah, yang memiliki akhlak paling mulia dan manhaj (jalan hidup) paling sempurna. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada beliau, keluarganya, istri-istrinya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan ihsan hingga Hari Kiamat.
Amma ba‘du — wahai kaum mukminin, aku wasiatkan kepada diriku sendiri dan kalian agar bertakwa kepada Allah Ta‘ala. Sesungguhnya Allah tidak menciptakan manusia sia-sia. Dia menciptakan kehidupan dan kematian untuk menguji siapa di antara mereka yang paling baik amalnya. Maka bertakwalah kepada Allah, wahai hamba-hamba Allah, takutlah kepada-Nya dan carilah keridhaan-Nya. Sebagaimana firman-Nya:
“Hai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah memperbaiki amal-amalmu dan mengampuni dosamu. Barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh dia telah beroleh kemenangan besar.” (QS. al-Ahzab: 70–71)
Wahai umat Islam, Allah menciptakan manusia dalam keadaan lemah. Lemah di awal penciptaannya dan lemah pula di akhirnya. Sebagaimana firman-Nya:
“Allah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian menjadikan sesudah lemah itu kekuatan, kemudian menjadikan sesudah kekuatan itu lemah kembali dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (QS. ar-Rum: 54)
Manusia dalam kehidupan dunia ini tidak lepas dari kesulitan, cobaan, dan kesedihan. Maka dia butuh sesuatu yang menguatkannya, menghibur hatinya, dan meneguhkan jiwanya.
Salah satu sebab terbesar yang menolong seorang hamba adalah dzikrullah (mengingat Allah). Dzikir adalah amalan paling mudah, yang dapat memenuhi waktu seorang muslim, menghidupkan hatinya, menghibur kesepiannya, dan membuat Tuhannya ridha. Dzikir kepada Allah tidak membuat teman duduk bosan, dan tidak membuat hati jemu.
“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ketahuilah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS. ar-Ra‘d: 28)
Dan di antara dzikir yang paling agung adalah kalimat: لا حول ولا قوة إلا بالله (Laa haula wa laa quwwata illa billaah) — “Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah.” Kalimat ini disebut dalam hadits sebagai salah satu harta simpanan surga.
Dalam Shahihain dari Abu Musa al-Asy‘ari radhiyallahu ‘anhu:
Ketika Rasulullah ﷺ berangkat ke Khaibar, para sahabat bertakbir dengan suara keras. Beliau bersabda:
“Rendahkanlah suara kalian, karena kalian tidak sedang menyeru kepada Tuhan yang tuli atau jauh, tetapi kepada Tuhan yang Maha Mendengar lagi Maha Dekat, dan Dia bersama kalian.”
Abu Musa berkata: Aku berada di belakang kendaraan Rasulullah ﷺ, lalu aku mengucapkan: Laa haula wa laa quwwata illa billaah. Beliau pun bersabda:
“Wahai Abdullah, maukah aku tunjukkan kepadamu satu kalimat yang merupakan harta simpanan dari harta-harta surga?”
Aku menjawab: “Tentu, wahai Rasulullah.”
Beliau bersabda: “(Ucapkanlah) Laa haula wa laa quwwata illa billaah.”
Makna “harta simpanan dari surga” ialah pahala dan keutamaannya sangat besar, tersimpan bagi orang yang mengucapkannya di surga, sebagaimana harta berharga disimpan di dunia. Kalimat ini singkat dalam ucapan, namun sangat luas dalam makna. Ia mengandung pengakuan akan tauhid, pengagungan kepada Allah, tawakal, dan penyerahan diri sepenuhnya kepada-Nya.
Sesungguhnya seorang hamba tidak memiliki daya untuk meninggalkan maksiat tanpa perlindungan Allah, dan tidak memiliki kekuatan untuk taat tanpa pertolongan Allah. Tidak ada perubahan dari lemah menjadi kuat, dari sakit menjadi sehat, dari susah menjadi lapang, dari kekurangan menjadi cukup, melainkan dengan izin Allah semata.
Oleh karena itu, “Laa haula wa laa quwwata illa billaah” menolak kesedihan, menghapus kegelisahan, dan menenangkan hati. Orang yang senantiasa mengucapkannya menyerahkan urusannya kepada Allah, melepaskan diri dari kekuatan dirinya dan seluruh makhluk, menuju kekuatan Allah semata. Maka bagaimana mungkin Allah — Dzat Yang Maha Pemurah dan Maha Kuasa — akan menelantarkan hamba yang bersandar kepada-Nya?
Dalam Musnad Imam Ahmad dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi ﷺ bersabda:
“Maukah aku tunjukkan kepadamu harta simpanan dari harta-harta surga?”
Ia menjawab: “Tentu.”
Beliau bersabda: “Laa haula wa laa quwwata illa billaah.”
Lalu Allah berfirman: ‘Hambaku telah berserah diri dan pasrah kepada-Ku.’”
Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan:
“Kalimat Laa haula wa laa quwwata illa billaah memiliki pengaruh luar biasa dalam menghapus kesedihan dan kegundahan, karena ia mengandung kesempurnaan tawakal dan penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah. Tidak ada pergerakan, perubahan, atau kekuatan di alam ini kecuali dengan kehendak-Nya. Bahkan dalam sebagian atsar disebutkan: Tidaklah seorang malaikat turun dari langit atau naik kepadanya kecuali dengan ucapan Laa haula wa laa quwwata illa billaah.”
Wahai kaum mukminin, Nabi ﷺ menganjurkan umatnya untuk memperbanyak ucapan ini. Di antara keutamaannya adalah bahwa ia menghapus dosa, menghindarkan dari neraka bagi yang mengucapkannya menjelang mati, dan menjadi sebab terkabulnya doa.
Dalam Shahih al-Bukhari disebutkan:
“Barang siapa terbangun di malam hari lalu mengucapkan:
Laa ilaha illallaahu wahdahu laa syariika lah, lahul mulku walahul hamdu wahuwa ‘ala kulli syai’in qadiir, Subhaanallaah, walhamdulillaah, walaa ilaaha illallaah, wallaahu akbar, walaa haula walaa quwwata illa billaah,
kemudian berdoa: Rabbighfir li atau memohon sesuatu kepada Allah, maka doanya akan dikabulkan. Jika ia berwudhu lalu shalat, maka shalatnya diterima.”
Dan dalam Musnad Ahmad disebutkan bahwa Nabi ﷺ bersabda:
“Aku bertemu dengan Nabi Ibrahim ‘alaihis salaam pada malam Isra’, lalu beliau berkata:
‘Wahai Muhammad, sampaikan kepada umatmu agar memperbanyak menanam pohon surga, karena tanahnya subur dan luas.’
Aku bertanya: ‘Apa tanamannya, wahai Ibrahim?’
Beliau menjawab: ‘Laa haula wa laa quwwata illa billaah.’”
Maka perbanyaklah, wahai hamba-hamba Allah, mengucapkan Laa haula wa laa quwwata illa billaah. Biasakanlah diri dan keluarga kalian untuk itu. Beruntunglah orang yang mengucapkannya dengan penuh keyakinan, selamatlah di hari kiamat, karena ia termasuk dari kalimat “al-baqiyaat ash-shaalihaat” (amal-amal yang kekal lagi baik).
Sayyidina ‘Utsman radhiyallahu ‘anhu pernah ditanya: “Apa yang dimaksud al-baqiyat ash-shalihat?” Beliau menjawab:
“Yaitu: Laa ilaha illallaah, Subhanallaah, Alhamdulillaah, Allaahu akbar, dan Laa haula wa laa quwwata illa billaah.”
Sebagaimana firman Allah:
“Dan amal-amal yang kekal lagi saleh itu lebih baik di sisi Tuhanmu pahalanya dan lebih baik untuk menjadi harapan.” (QS. al-Kahfi: 46)
Semoga Allah memberkahiku dan kalian dengan al-Qur’an yang agung, dan menjadikan kita semua termasuk orang-orang yang mengambil manfaat dari ayat-ayat dan dzikir yang penuh hikmah. Sesungguhnya Dia Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Maka mohonlah ampun kepada-Nya, sesungguhnya Dia Maha Pengampun.
Khutbah Kedua
Segala puji bagi Allah yang telah membuka bagi hamba-hamba-Nya pintu rahmat-Nya, mensyariatkan bagi mereka ucapan-ucapan yang dapat menghantarkan mereka menuju ridha dan surga-Nya serta menjauhkan dari murka dan azab-Nya.
Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada beliau, keluarganya, dan para sahabatnya.
Amma ba‘du — wahai kaum mukminin, kalimat Laa haula wa laa quwwata illa billaah adalah kalimat yang agung dan penuh keberkahan. Ia merupakan puncak tawakal dan ketergantungan kepada Allah.
Dalam Sunan Abu Dawud disebutkan bahwa ketika disebut tentang thiyarah (takhayul pertanda buruk), Rasulullah ﷺ bersabda:
“Yang terbaik di antara pertanda itu adalah optimisme (fa’l), dan tidak seharusnya menghalangi seorang muslim. Maka apabila seseorang melihat sesuatu yang tidak disukainya, hendaklah ia berkata:
‘Ya Allah, tiada yang mendatangkan kebaikan kecuali Engkau, tiada yang menolak keburukan kecuali Engkau, dan tiada daya serta kekuatan kecuali dengan-Mu.’”
Demikian pula, disunnahkan bagi orang yang keluar dari rumahnya untuk urusan agama atau dunia agar berdoa:
“Bismillaah, tawakkaltu ‘alallaah, laa haula wa laa quwwata illa billaah.”
Maka akan dikatakan kepadanya:
“Engkau diberi petunjuk, dicukupi, dan dijaga.”
Lalu syaitan menjauh darinya, dan berkata kepada syaitan lain:
“Bagaimana mungkin kamu bisa menggoda seseorang yang telah diberi petunjuk, dicukupi, dan dijaga?”
(HR. Abu Dawud, shahih)
Juga diketahui bahwa kalimat ini diucapkan saat adzan, ketika muadzin berkata: “Hayya ‘alash shalaah, hayya ‘alal falaah,” maka kita menjawab: “Laa haula wa laa quwwata illa billaah.”
Tujuannya adalah memohon pertolongan Allah agar diberi kekuatan melaksanakan perintah tersebut.
Namun sebagian orang keliru — mereka mengucapkannya dalam keadaan keluh kesah atau saat musibah, bukan dalam makna tawakal dan ridha. Sebagian lain mengucapkannya dengan tergesa tanpa memahami maknanya, sehingga kehilangan keutamaannya yang besar.
Wahai kaum mukminin, ketahuilah bahwa Allah memerintahkan kalian dengan perintah yang mulia, yang dimulai dengan pujian kepada diri-Nya sendiri:
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk beliau dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. al-Ahzab: 56)
Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad, kepada keluarga dan keturunannya sebagaimana Engkau melimpahkan shalawat kepada keluarga Ibrahim. Dan berkahilah Nabi Muhammad serta keluarga dan keturunannya sebagaimana Engkau memberkahi keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia.
Ya Allah, ridailah para khalifah yang lurus dan para sahabat beliau seluruhnya, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan ihsan hingga Hari Kiamat.
Ya Allah, muliakanlah Islam dan kaum muslimin, jadikan negeri kami aman dan tenteram, makmur serta diberkahi, begitu pula seluruh negeri kaum muslimin.
Ya Allah, perbaikilah pemimpin-pemimpin kami dan para penguasa kaum muslimin. Tunjukilah mereka kepada kebenaran yang Engkau ridai.
Ya Allah, lindungilah agama kami, pemimpin kami, dan keamanan negeri kami. Ya Allah, tolonglah para penjaga perbatasan dan para pejuang kami.
Ya Allah, dengan rahmat-Mu kami memohon pertolongan, perbaikilah seluruh urusan kami, jangan Engkau serahkan kami kepada diri kami walau sekejap mata.
Ya Allah, lapangkanlah bagi orang-orang yang sedang gelisah, hilangkan kesedihan mereka, lunasilah utang orang-orang yang berutang, dan sembuhkanlah orang-orang yang sakit di antara kami dan kaum muslimin.
Ya Allah, kami berlindung kepada-Mu dari hilangnya nikmat-Mu, berubahnya kesehatan kami, datangnya azab-Mu secara tiba-tiba, dan dari seluruh kemurkaan-Mu.
Ya Allah, ampunilah kaum muslimin dan muslimat, mukminin dan mukminat, yang masih hidup maupun yang telah wafat.
“Wahai Tuhan kami, terimalah dari kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. al-Baqarah: 127)
“Dan terimalah tobat kami, sesungguhnya Engkau Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Baqarah: 128)
“Maha Suci Tuhanmu, Tuhan Yang Maha Perkasa dari apa yang mereka sifatkan. Dan kesejahteraan atas para rasul. Dan segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.” (QS. ash-Shaffat: 180–182)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar