Dalam kunjungan ke Trawas beliau menasehatkan agar senantiasa teguh menyusuri jalan ilmu, dikarenakan sangat butuhnya umat terhadap penuntut-penuntut ilmu. Hal itu dirasakan tidak lain dan bukan karena banyaknya penyeru-penyeru keburukan yang ada di tengah masyarakat, mereka mendakwahkan kebathilan dan kesesatan, sekiranya para masyarakat mengikutinya niscaya ia akan terjerumus ke lembah neraka Jahanam.
Demikian pula dikarenakan penyakit kebodohan melekat pada masyarakat, hingga dalam urusan agama mereka tidak mengetahuinya, terlebih urusan halal haram, sunnah dan bid'ah, hingga merancaukan pandangan mereka.
Di lain sisi pahala menebar aqidah dan manhaj yang lurus sangat besar di sisi Allah Ta'ala, bahkan ini merupakan sebaik-baik ucapan dan perkataan. Dikarenakan besar dan pentingnya menebar ilmu, maka Syaikh dalam wasiatnya menegaskan agar para penuntut ilmu dan da'i meluruskan niat-niat mereka dan menjaga hati dari berbagai kotoran dan penyakit serta memperhatikan Adab-adab penuntut ilmu, hingga mampu melaksanakan tugas mulia ini dengan baik.
Adab menuntut ilmu tidak terbatas hanya etika mengajar dan mendakwahkan ilmu saja. Akan tetapi adab-adab tersebut menyebar di segala aspek kehidupannya. Bagaimana etika penuntut ilmu tatkala berhadapan dengan masyarakat, dengan para pemimpin dan penguasa, dengan tokoh masyarakat, dengan orang bodoh, dengan keluarga, dengan saudara, kerabat, anak dan istri, tetangga, serta etika di saat berhadapan dengan pelaku mungkar, kejahatan, yang mana semua itu butuh pada ta'sil syar'i (kaidah2 syariat) yang hendaknya dikuasai dengan baik.
Memperbaiki diri pribadi dan hati merupakan pusat obyek perbaikan sebelum menata masyarakat sekitar. Hendaknya menyempurnakan ketaqwaan dan tawakal, roja, khouf, kepada Allah Ta'ala. Beliau mengambil contoh tawakal, dalamm firman Allah Ta'ala, "Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan menjadi pencukup baginya". Allah Ta'ala berfirman, "Bukankah Allah pencukup bagi hamba-hamba-Nya". Dalam ayat ini seorang hamba hendaknya yakin secara bulat bahwa Allah akan mencukupi hamba-hamba-Nya. Tidak membiasakan diri bergantung kepada makhluk, akan tetapi hanya bergantung secara bulat kepada Allah. Sebagaimana kisah nabi Zakariya dan juga Maryam yang dikisahkan dalam QS.Al Imron 36-40.
Demikian pula dikarenakan penyakit kebodohan melekat pada masyarakat, hingga dalam urusan agama mereka tidak mengetahuinya, terlebih urusan halal haram, sunnah dan bid'ah, hingga merancaukan pandangan mereka.
Di lain sisi pahala menebar aqidah dan manhaj yang lurus sangat besar di sisi Allah Ta'ala, bahkan ini merupakan sebaik-baik ucapan dan perkataan. Dikarenakan besar dan pentingnya menebar ilmu, maka Syaikh dalam wasiatnya menegaskan agar para penuntut ilmu dan da'i meluruskan niat-niat mereka dan menjaga hati dari berbagai kotoran dan penyakit serta memperhatikan Adab-adab penuntut ilmu, hingga mampu melaksanakan tugas mulia ini dengan baik.
Adab menuntut ilmu tidak terbatas hanya etika mengajar dan mendakwahkan ilmu saja. Akan tetapi adab-adab tersebut menyebar di segala aspek kehidupannya. Bagaimana etika penuntut ilmu tatkala berhadapan dengan masyarakat, dengan para pemimpin dan penguasa, dengan tokoh masyarakat, dengan orang bodoh, dengan keluarga, dengan saudara, kerabat, anak dan istri, tetangga, serta etika di saat berhadapan dengan pelaku mungkar, kejahatan, yang mana semua itu butuh pada ta'sil syar'i (kaidah2 syariat) yang hendaknya dikuasai dengan baik.
Memperbaiki diri pribadi dan hati merupakan pusat obyek perbaikan sebelum menata masyarakat sekitar. Hendaknya menyempurnakan ketaqwaan dan tawakal, roja, khouf, kepada Allah Ta'ala. Beliau mengambil contoh tawakal, dalamm firman Allah Ta'ala, "Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan menjadi pencukup baginya". Allah Ta'ala berfirman, "Bukankah Allah pencukup bagi hamba-hamba-Nya". Dalam ayat ini seorang hamba hendaknya yakin secara bulat bahwa Allah akan mencukupi hamba-hamba-Nya. Tidak membiasakan diri bergantung kepada makhluk, akan tetapi hanya bergantung secara bulat kepada Allah. Sebagaimana kisah nabi Zakariya dan juga Maryam yang dikisahkan dalam QS.Al Imron 36-40.