Minggu, 22 Desember 2024

KEWAJIBAN KEPADA NABI SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM


KEWAJIBAN KEPADA NABI SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM 


Prof.DR. Abdurrazzaq Al Badr Hafizhahullah Ta’ala. 


Segala puji bagi Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan kepada-Nya, memohon ampunan-Nya, dan bertobat kepada-Nya. 
Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri-diri kami dan keburukan amal perbuatan kami. 
Barang siapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barang siapa yang Dia sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. 
Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. 
Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, kekasih dan sahabat-Nya yang terpercaya, yang diamanahi wahyu-Nya dan menyampaikan syariat-Nya kepada umat manusia. Semoga salawat dan salam Allah senantiasa tercurah kepada beliau, keluarganya, dan seluruh sahabatnya.

Amma ba'du....

Wahai hamba-hamba Allah, .....
bertakwalah kalian kepada Allah, karena barang siapa yang bertakwa kepada-Nya, Allah akan melindunginya dan membimbingnya kepada kebaikan dalam urusan agama dan dunianya.

Wahai kaum mukminin, ...
sungguh nikmat Allah kepada kita begitu banyak, tidak terhitung jumlahnya dan tidak dapat dijangkau sepenuhnya. 
Dan salah satu nikmat terbesar dari Allah kepada kita adalah Dia mengutus kepada kita seorang Rasul yang mulia, seorang penasihat yang terpercaya, seorang pengajar yang penuh kasih, dan seorang pendidik yang tulus, semoga salawat dan salam senantiasa tercurah kepada beliau. Allah mengutusnya sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, serta sebagai rahmat bagi seluruh alam.


Dari mimbar yang mulia ini, di dalam rangkaian mutiara yang indah, kami menyampaikan peringatan kepada umat manusia, sebagai petunjuk bagi para pencari kebenaran, dan sebagai cahaya yang dengannya Allah memberi petunjuk ke jalan-Nya yang lurus:

Allah Ta'ala berfirman;
“Maka Allah menjadikan mereka merasakan akibat perbuatannya, dan bagi orang-orang kafir azab yang pedih. Sesungguhnya Allah telah mengutus kepada kalian seorang rasul yang membacakan kepada kalian ayat-ayat-Nya, agar mengeluarkan orang-orang yang beriman dan beramal shalih dari kegelapan kepada cahaya. 
Dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan mengerjakan kebajikan, niscaya Dia memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. 
Sungguh, Allah telah memberikan rezeki yang baik kepadanya.” (QS. Ath-Thalaq: 10-11)

Allah Ta'ala berfirman;
“Sungguh, telah datang kepada kalian seorang rasul dari kalangan kalian sendiri. Berat terasa olehnya penderitaan kalian, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagi kalian, dan amat belas kasih lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS. At-Taubah: 128)

Allah Ta'ala berfirman;
“Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya, menyucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah, meskipun sebelumnya mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Al-Jumu’ah: 2)

Wahai hamba-hamba Allah,...
 sungguh nikmat diutusnya Rasul yang mulia adalah nikmat yang sangat besar dan karunia yang agung. 
Maka, wajib atas kita untuk mengingat hal ini. 
Wahai hamba-hamba Allah, ini adalah momen untuk berdiri, bahkan berkali-kali berdiri, untuk menjelaskan kewajiban kita terhadap Rasul kita yang mulia, semoga salawat dan salam senantiasa tercurah kepada beliau. 
Apa kewajiban bagi orang yang beriman kepadanya? Dan apa saja hak Rasulullah atas umatnya?

Wahai hamba-hamba Allah,...
 termasuk bagian dari iman kepada Rasulullah adalah keyakinan bahwa beliau adalah penyampai risalah Allah,

 sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:

"Taatilah Allah dan taatilah Rasul; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya kewajiban Rasul Kami hanyalah menyampaikan dengan jelas." (QS. An-Nur: 54)

Dan kita harus meyakini bahwa Rasulullah ﷺ telah menyampaikan agama Allah secara sempurna tanpa ada tambahan atau pengurangan sedikit pun,

 sebagaimana firman Allah Ta’ala:

"Wahai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu; jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu), berarti kamu tidak menyampaikan amanat-Nya." (QS. Al-Ma’idah: 67)

Rasulullah tidak wafat hingga Allah menegaskan dan menjelaskan bahwa risalah telah disampaikan secara sempurna.


Di antara iman kepada Rasulullah ﷺ adalah keyakinan bahwa agama yang beliau sampaikan dan syariat yang dibawa olehnya adalah syariat Islam, agama Allah yang tidak menerima agama selainnya,

 sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:

"Sesungguhnya agama di sisi Allah hanyalah Islam." (QS. Ali Imran: 19)

Dan Allah Ta’ala juga berfirman:

"Barang siapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidak akan diterima darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi." (QS. Ali Imran: 85)

Di antara iman kepada Rasulullah ﷺ adalah keyakinan bahwa beliau adalah penutup para nabi, sehingga tidak ada nabi setelahnya, 

sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:

"Muhammad itu bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kalian, tetapi dia adalah Rasul Allah dan penutup para nabi." (QS. Al-Ahzab: 40)

Dalam Sunan Abu Dawud, dari hadits Tsauban, Rasulullah ﷺ bersabda:

"Sesungguhnya akan ada di tengah umatku tiga puluh orang pendusta besar, semuanya mengaku bahwa dirinya adalah nabi. Ketahuilah, tidak ada nabi setelahku."
(HR. Abu Dawud, no. 4252)

Di antara iman kepada Rasulullah ﷺ adalah keyakinan tentang universalitas risalah beliau, bahwa beliau diutus sebagai rahmat bagi seluruh alam dan untuk seluruh manusia. 

Allah Ta’ala berfirman:

"Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam." (QS. Al-Anbiya: 107)

Beliau juga diutus kepada jin dan manusia, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

"Dan (ingatlah) ketika Kami menghadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al-Qur'an..."
(QS. Al-Ahqaf: 29)

Wahai hamba-hamba Allah, di antara iman kepada Rasulullah ﷺ adalah keyakinan tentang keutamaan dan kesempurnaan beliau dalam beribadah kepada Allah dan dalam menjalankan tugas risalah dengan sempurna. Beliau ﷺ adalah manusia terbaik dalam ketaatan kepada Allah, paling sempurna dalam ibadah, dan paling bertakwa kepada-Nya.

Rasulullah ﷺ bersabda:
"Tidaklah beriman salah seorang dari kalian sampai aku lebih dia cintai daripada dirinya sendiri."
(HR. Bukhari dan Muslim, dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu)

Dan dalam riwayat Bukhari dari Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu, disebutkan bahwa Umar berkata:
"Wahai Rasulullah, sungguh engkau lebih aku cintai daripada segala sesuatu kecuali diriku sendiri."
Lalu Rasulullah ﷺ bersabda:
"Tidak, demi Allah, hingga aku lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri."
Maka Umar berkata:
"Sekarang, demi Allah, engkau lebih aku cintai daripada diriku sendiri."
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Sekarang (imanmu) telah sempurna, wahai Umar."

Maka, Rasulullah ﷺ lebih berhak atas dirimu daripada dirimu sendiri. Cinta kepadanya harus didahulukan dari cinta kepada dirimu sendiri. Ketaatan kepadanya lebih utama daripada ketaatan kepada dirimu sendiri. 

Hal ini ditegaskan dalam firman Allah Ta’ala:

"Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dibandingkan diri mereka sendiri."
(QS. Al-Ahzab: 6)

Makna ayat ini adalah bahwa Rasulullah ﷺ lebih berhak atas diri setiap orang mukmin daripada hak dirinya sendiri. 
Oleh karena itu, cinta kepada Rasulullah ﷺ harus lebih besar daripada cinta kepada diri sendiri. Begitu juga, ketaatan kepadanya lebih diutamakan daripada ketaatan kepada diri sendiri. Rasulullah ﷺ harus didahulukan dalam cinta atas diri sendiri, orang tua, anak-anak, harta, dan segala sesuatu lainnya.

Allah Ta’ala berfirman:

"Katakanlah, jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian."
(QS. Ali Imran: 31)

Dan dalam ayat lainnya, Allah Ta’ala berfirman:
"Katakanlah: Jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian."
(QS. At-Tawbah: 24)

Oleh karena itu, wahai hamba-hamba Allah, sesungguhnya cinta yang sejati kepada Rasulullah ﷺ tidaklah cukup hanya dengan ucapan atau klaim belaka. 
Banyak orang yang mengklaim mencintainya, tetapi cinta yang sejati hanya dapat dibuktikan melalui amal nyata, bukan hanya melalui kata-kata. 
Cinta kepada Rasulullah ﷺ yang sejati adalah dengan mengikuti perintah-perintah beliau, membenarkan apa yang beliau sampaikan, dan menjauhi larangan-larangan beliau.

Tidak termasuk dalam cinta yang sejati kepada Nabi ﷺ adalah menciptakan bid'ah (perbuatan baru dalam agama) atau mengikuti hawa nafsu, meskipun itu dimaksudkan untuk menunjukkan rasa cinta.

 Rasulullah ﷺ telah bersabda:

"Barang siapa yang membuat sesuatu yang baru dalam urusan agama kami ini, maka ia akan mendapat balasan."
(HR. Bukhari dan Muslim)

Dan tidak termasuk dalam cinta yang sejati kepada Nabi ﷺ adalah berlebihan dalam memujinya, mengangkat derajatnya melebihi kedudukan sebagai hamba dan utusan Allah. 

Imam Ibn Qayyim berkata: "Cinta sejati kepada Nabi ﷺ adalah dengan mengikuti jejak beliau, bukan dengan berlebih-lebihan dalam pujian yang mengarah pada kesyirikan."

Rasulullah ﷺ memperingatkan umatnya dengan keras terhadap segala bentuk ghuluw (berlebihan) dalam memujinya.
Beliau mendengar beberapa orang mengatakan, "Apa yang dikehendaki oleh Allah dan apa yang dikehendaki olehmu," maka beliau marah dan mengingatkan mereka untuk tidak berlebihan dalam memujinya.

Beliau juga bersabda:
"Janganlah kalian berlebihan dalam memujiku seperti yang dilakukan oleh orang-orang Nasrani terhadap Isa bin Maryam. Sesungguhnya aku hanyalah hamba-Nya, maka katakanlah, 'Hamba Allah dan utusan-Nya.'"
(HR. Bukhari)

Imam Al-Badr menjelaskan:
Ghuluw terhadap Nabi ﷺ, yang dilakukan oleh sebagian golongan, terutama para sufi, terkadang sampai pada titik yang menganggap Nabi ﷺ memiliki sifat-sifat Allah, baik dalam hal rububiyah, uluhiyah, maupun nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Sebagai contoh, 
dalam karya puisi Burdah, Al-Busiri berkata:
"Wahai yang paling mulia, yang tiada tempat berlindung selain Engkau, ketika datangnya bencana besar,
Sesungguhnya dari kemurahan-Mu dunia dan akhirat, dan dari ilmu-Mu ilmu di dalam Lauh dan Qalam."

Ini adalah bentuk ghuluw terhadap Nabi ﷺ dengan memberikan kepadanya sifat-sifat yang hanya milik Allah dalam hal rububiyah (ketuhanan), uluhiyah (pengabdian), dan asma' wa sifat (nama dan sifat). 
Dalam hal uluhiyah, beliau mengatakan: "Tiada tempat berlindung selain Engkau," yang menunjukkan permohonan bantuan langsung kepada Nabi ﷺ, yang seharusnya hanya ditujukan kepada Allah. Demikian pula dalam hal rububiyah, 
ia mengatakan, "Sesungguhnya dari kemurahan-Mu dunia dan akhirat," yang seharusnya hanya terkait dengan Allah.

Seharusnya, jika mereka mengerti sabda Nabi ﷺ yang mengatakan, "Sesungguhnya aku hanyalah manusia seperti kalian," mereka tidak akan sampai pada level ghuluw seperti ini dan tidak akan memberikan sifat-sifat ketuhanan kepada Nabi ﷺ.

Dengan demikian, pengetahuan yang benar tentang Nabi ﷺ adalah dengan mengerti bahwa beliau adalah manusia biasa yang diutus oleh Allah sebagai utusan-Nya, bukan dengan menganggap beliau memiliki sifat-sifat Tuhan.


Tidak ada bentuk ghuluw (berlebihan) dalam mencintai Nabi ﷺ.

Nabi ﷺ memperingatkan umatnya agar tidak berlebihan dalam memujinya, sebagaimana beliau bersabda:
"Janganlah kalian berlebihan dalam memujiku seperti orang-orang Nasrani yang berlebihan terhadap Isa bin Maryam. Sesungguhnya aku hanyalah hamba-Nya, maka katakanlah, 'Hamba Allah dan utusan-Nya.'" (HR. Bukhari)

Dalam beberapa hadis lainnya, Nabi ﷺ juga menegaskan bahwa ghuluw tidak termasuk dalam bentuk kecintaan kepada beliau.
Dalam salah satu hadis, Aisyah Radhiyallahu anha mengatakan bahwa dalam saat-saat terakhir hidup Nabi ﷺ, beliau berbicara dengan lembut dan mengingatkan untuk tidak berlebihan.

Hak Nabi ﷺ atas umatnya:
Di antara hak Nabi ﷺ yang harus diyakini dan dipenuhi oleh umatnya adalah menolong, menghormati, dan memuliakan beliau. 
Allah Ta'ala berfirman dalam Al-Qur’an:
"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, mohonlah salawat dan salam untuk Nabi."
(QS. Al-Ahzab: 56)

Membela dan menghormati Nabi ﷺ:
Menolong Nabi ﷺ berarti mengikuti ajaran beliau, memuliakan dan menghormati beliau dalam kata dan perbuatan.

 Sebagaimana Allah Ta'ala berfirman:
"Dan orang-orang yang mengikuti Nabi yang ummi yang mereka temui dalam Taurat dan Injil, yang memerintahkan mereka untuk melakukan kebaikan..."
(QS. Al-A'raf: 157)

Jadi, kecintaan kepada Nabi ﷺ tidak dapat dipisahkan dari pengamalan ajaran-ajaran beliau dan pengabdian yang tulus kepada Allah.

Mengikuti Nabi ﷺ dan meneladani beliau
Mencintai Nabi ﷺ berarti mengikuti jejak beliau, meneladani dan mencontohkan perilaku beliau. Ini adalah contoh yang diikuti oleh para sahabat Nabi ﷺ, terutama para Muhajirin dan Ansar, serta generasi salaf yang shalih. Menolong Nabi ﷺ bukanlah sesuatu yang terbatas pada aturan atau hal-hal baru yang muncul, melainkan merupakan kewajiban agama yang harus dijalankan sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam yang benar. Dengan begitu, seorang hamba akan meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Doa untuk menjadi penolong agama Allah dan Rasul-Nya
Kami memohon kepada Allah dengan nama-nama-Nya yang Maha Indah dan sifat-sifat-Nya yang Maha Tinggi agar menjadikan kami sebagai penolong agama Allah, Rasul-Nya, dan agama-Nya dengan sebenar-benarnya, agar Dia memudahkan kami untuk mencintai Nabi ﷺ lebih dari diri kami sendiri, keluarga, dan harta benda kami. Semoga kami diberi taufik untuk mengikuti dan meneladani beliau ﷺ, dan semoga kami dikumpulkan bersama beliau di hari kiamat di bawah panji beliau. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar doa, Maha Mengabulkan permohonan, dan Dia adalah sebaik-baik penolong.



Khutbah Kedua; 


Segala puji bagi Allah yang Maha Agung, Pemberi kebaikan, Maha Pemurah dan Maha Memberi, saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Semoga Allah memberikan salawat dan salam kepada beliau, keluarga, dan seluruh sahabatnya.

Nasihat untuk bertakwa kepada Allah
Wahai hamba-hamba Allah, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa. Perhatikanlah dalam segala keadaan, baik dalam keadaan tersembunyi maupun terbuka, karena Allah selalu mendengar dan melihat segala perbuatan kita.

Menjaga amal dan tujuan hidup
Ketahuilah bahwa dunia ini adalah tempat untuk beramal, berbuat baik, dan menanam kebajikan yang akan menuai hasil di akhirat. 
Orang yang cerdas adalah yang dapat menundukkan nafsunya dan berbuat untuk kehidupan setelah mati, sedangkan orang yang lemah adalah yang mengikuti hawa nafsunya dan hanya berharap pada Allah tanpa usaha yang nyata.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar