Rabu, 18 Desember 2024

UJIAN DAN COBAAN


UJIAN DAN COBAAN 

Allah Ta'ala berfirman;

﴿وَلَنَبۡلُوَنَّكُم بِشَیۡءࣲ مِّنَ ٱلۡخَوۡفِ وَٱلۡجُوعِ وَنَقۡصࣲ مِّنَ ٱلۡأَمۡوَ ٰ⁠لِ وَٱلۡأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَ ٰ⁠تِۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّـٰبِرِینَ ۝١٥٥ ٱلَّذِینَ إِذَاۤ أَصَـٰبَتۡهُم مُّصِیبَةࣱ قَالُوۤا۟ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّاۤ إِلَیۡهِ رَ ٰ⁠جِعُونَ ۝١٥٦﴾ [البقرة ١٥٥-١٥٦]


“Dan sungguh, Kami akan menguji kamu dengan sedikit rasa takut, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata, ‘Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali.’ Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah: 155-157)





Al Imam Al-Qurthuby menjelaskan terkait ayat ini:

1. Firman Allah "وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ" (Dan sungguh, Kami pasti akan menguji kamu): 
Huruf "و" dibaca fathah menurut Sibawaih karena pertemuan dua huruf mati. 
Menurut ulama lain, ketika huruf ini bergabung dengan "النون الثقيلة" (nun tasydid), 
kata kerja ini menjadi seperti angka lima belas. 
Kata "البلاء" dapat bermakna baik atau buruk, dan asal katanya adalah ujian atau cobaan.

2. Tujuan ujian: 

Ayat ini menjelaskan bahwa ujian diberikan untuk membedakan orang yang berjihad dan bersabar melalui pengamatan yang nyata, sehingga mereka layak mendapatkan balasan. 
Ujian ini juga menjadi tanda bagi generasi setelah mereka agar mengetahui bahwa kesabaran mereka terjadi setelah kebenaran menjadi jelas. 
Selain itu, pemberitahuan tentang ujian ini bertujuan agar mereka bersiap menghadapi musibah sehingga dapat mengurangi rasa putus asa.

3. Makna "بِشَيْءٍ" (sedikit): 

Kata ini meskipun berbentuk tunggal, maknanya mencakup berbagai hal. 
Ada juga yang membaca dalam bentuk jamak sebagai "بِأَشْيَاءَ". 
Mayoritas ulama membaca dalam bentuk tunggal karena mencakup semua jenis ujian secara singkat.

4. Jenis ujian:

"مِنَ ٱلۡخَوۡفِ" 
(ketakutan) : 
Ketakutan terhadap musuh atau rasa cemas dalam peperangan, menurut Ibnu Abbas. 
Imam Syafi'i menafsirkan sebagai rasa takut kepada Allah.

"وَٱلۡجُوعِ" 
(kelaparan): 
Kekurangan makanan akibat musim kering atau bencana, menurut Ibnu Abbas. Imam Syafi'i mengaitkan dengan rasa lapar dalam ibadah puasa Ramadan.

"وَنَقۡصࣲ مِّنَ ٱلۡأَمۡوَ ٰ⁠لِ" 
(kekurangan harta):
 Disebabkan oleh peperangan atau bencana alam yang merusak. 
Syafi’i menafsirkannya dengan zakat yang wajib dikeluarkan.

"وَٱلۡأَنفُسِ"
 (jiwa): 
Kematian akibat perang, penyakit, atau sebab lainnya.

"وَٱلثَّمَرَ ٰ⁠تِ"
 (buah-buahan): 
Kekurangan hasil bumi, atau kematian anak-anak, karena anak dianggap "buah hati" seseorang.

5. Firman Allah
 "وَبَشِّرِ ٱلصَّـٰبِرِینَ" 
(Sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar):

Sabda Rasulullah ﷺ: "Sesungguhnya kesabaran yang sejati adalah pada saat musibah pertama kali menimpa." (HR. Bukhari dan Muslim).

Kesabaran yang besar adalah ketika seseorang tetap teguh saat musibah datang dengan tiba-tiba, karena ini menunjukkan kekuatan hati.

Sahl bin Abdullah berkata: "Ketika Allah berfirman 'dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar,' kesabaran menjadi kehidupan bagi mereka."

Kesabaran memiliki dua jenis:

Kesabaran menjauhi maksiat, yang merupakan tanda seorang mujahid.

Kesabaran melaksanakan ketaatan, yang merupakan tanda seorang hamba yang taat.


6. Pandangan ulama tentang kesabaran:

Ruwaim: 

Kesabaran adalah meninggalkan keluhan.

Dzu An-Nun Al-Misri: 

Kesabaran adalah meminta pertolongan kepada Allah.

Abu Ali: 

Kesabaran adalah tidak keberatan terhadap takdir Allah.

Allah juga menyebut Nabi Ayyub sebagai orang yang sabar meskipun ia pernah berkata: "Sungguh, aku telah ditimpa musibah."




Al Imam Al Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah Ta'ala menafsirkan;


Allah Ta’ala mengabarkan bahwa Dia akan menguji hamba-hamba-Nya yang beriman, yaitu menguji dan mencoba mereka, sebagaimana firman-Nya: “Dan sungguh, Kami benar-benar akan menguji kamu sehingga Kami mengetahui orang-orang yang berjihad di antara kamu dan orang-orang yang sabar, dan akan Kami uji berita tentang kamu.” (QS. Muhammad: 31).

 Kadang-kadang Allah menguji mereka dengan kesenangan, dan kadang-kadang dengan kesusahan seperti rasa takut dan kelaparan, 

sebagaimana firman-Nya: “Maka Allah membuat mereka merasakan pakaian kelaparan dan ketakutan.” (QS. An-Nahl: 112). 

Sebab, seseorang yang lapar dan takut, kondisi itu akan terlihat jelas pada dirinya, sehingga Allah menyebutnya sebagai “pakaian” kelaparan dan ketakutan.

Dalam ayat ini, Allah menyebutkan bahwa ujian itu berupa 
“sedikit rasa takut dan kelaparan”, yakni sedikit dari keduanya, 
serta “kekurangan harta”, yaitu sebagian dari harta mereka hilang; 
“jiwa”, yakni kematian sahabat, kerabat, dan orang-orang tercinta; 
dan “buah-buahan”, yaitu hasil kebun dan ladang yang tidak berbuah seperti biasanya. 
Sebagaimana disebutkan oleh sebagian ulama salaf, bahwa ada pohon kurma yang hanya menghasilkan satu buah saja. Semua ini merupakan bentuk ujian dari Allah kepada hamba-hamba-Nya. 
Siapa yang bersabar, Allah akan memberinya pahala, dan siapa yang berputus asa, Allah akan menimpakan hukuman-Nya. 
Oleh karena itu, Allah berfirman: “Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.”

Sebagian ahli tafsir menyebutkan bahwa maksud dari “rasa takut” di sini adalah takut kepada Allah,
 “kelaparan” adalah puasa di bulan Ramadan,
 “kekurangan harta” adalah zakat,
 “jiwa” adalah penyakit,
 dan “buah-buahan” adalah anak-anak. Namun, tafsiran ini memerlukan kajian lebih lanjut. Wallahu a’lam.

Kemudian Allah menjelaskan siapa orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang dipuji-Nya. 

Allah berfirman: “(Mereka adalah) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata, ‘Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali.’”

 Maksudnya, mereka menghibur diri mereka dengan ucapan tersebut atas musibah yang menimpa mereka. 
Mereka sadar bahwa mereka adalah milik Allah yang bebas melakukan apa saja terhadap hamba-hamba-Nya. 
Mereka juga yakin bahwa sekecil apa pun amal perbuatan tidak akan disia-siakan oleh Allah pada hari kiamat. 
Hal ini membuat mereka mengakui bahwa mereka adalah hamba Allah dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya di akhirat. 
Karena itu, Allah memberitahukan apa yang diberikan kepada mereka: “Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dari Tuhan mereka.” 
Maksudnya, pujian dari Allah untuk mereka dan rahmat-Nya.

Said bin Jubair berkata: “(Rahmat itu) adalah keamanan dari azab.” “Dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk,” yakni mereka memperoleh petunjuk menuju kebenaran. 

Umar bin Khattab berkata: “Nikmat sekali dua keadilan dan tambahan.” 
Maksudnya, ‘Mereka itu akan mendapatkan keberkahan yang sempurna dari Tuhan mereka dan rahmat,’ itulah dua keadilan. ‘Dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk,’ itulah tambahan, 
yaitu sesuatu yang diletakkan di antara dua keadilan sebagai tambahan dalam beban. Demikian pula orang-orang tersebut, mereka diberi pahala atas kesabaran mereka, bahkan ditambahkan lebih banyak lagi.

Banyak hadis yang menyebutkan pahala istirja' (mengucapkan ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un’ saat tertimpa musibah). 

Salah satunya adalah riwayat Imam Ahmad:

Ummu Salamah berkata: “Suatu hari Abu Salamah datang kepadaku dari Rasulullah ﷺ, lalu berkata: ‘Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda sesuatu yang sangat membahagiakan.’ 
Beliau bersabda:
 ‘Tidaklah seorang Muslim tertimpa musibah, lalu ia mengucapkan istirja’ dan berdoa: ‘Ya Allah, berikanlah aku pahala dalam musibahku ini dan gantikanlah dengan yang lebih baik darinya,’ kecuali Allah akan memberikan hal itu kepadanya.’” Ummu Salamah berkata: *“Aku menghafal ucapan tersebut darinya. 
Ketika Abu Salamah wafat, aku pun mengucapkan istirja’ dan berdoa: ‘Ya Allah, berikanlah aku pahala dalam musibahku ini dan gantikanlah dengan yang lebih baik darinya.’ 
Tetapi kemudian aku berkata kepada diriku sendiri: ‘Siapa yang lebih baik dari Abu Salamah?’ 
Setelah masa iddahku selesai, Rasulullah ﷺ datang melamarku. 
Saat itu, aku sedang menyamak kulit, lalu aku mencuci tanganku dan mengizinkan beliau masuk. 
Beliau duduk di atas bantalan kulit yang diisi serat kurma, kemudian beliau melamarku. 
Setelah selesai, aku berkata: ‘Ya Rasulullah, aku tidak keberatan menikah denganmu, tetapi aku adalah wanita yang sangat pencemburu, aku khawatir engkau akan melihat sesuatu dariku yang membuat Allah menghukumku. 
Aku juga sudah tua, dan aku memiliki banyak anak.’ 
Rasulullah ﷺ menjawab: 
‘Adapun soal kecemburuanmu, semoga Allah menghilangkannya darimu. 
Adapun soal usiamu, aku juga mengalami hal yang sama. 
Dan mengenai anak-anakmu, mereka adalah tanggunganku juga.’” 
Ummu Salamah berkata: “Aku pun menerima lamaran Rasulullah ﷺ.
Allah menggantikan Abu Salamah dengan Rasulullah ﷺ, yang jauh lebih baik darinya.”

Dalam Shahih Muslim, dari Ummu Salamah, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:
"Tidak ada seorang hamba yang ditimpa musibah, lalu ia mengucapkan, 'Innā lillāhi wa innā ilayhi rāji'ūn. Allāhumma ajurnī fī muṣībatī wa akhlif lī khayran minhā (Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali. Ya Allah, berilah aku pahala dalam musibahku dan gantikanlah untukku dengan yang lebih baik darinya),' kecuali Allah akan memberikan pahala atas musibahnya dan menggantikannya dengan yang lebih baik darinya."

Ummu Salamah berkata, "Ketika Abu Salamah wafat, aku mengucapkan sebagaimana yang diperintahkan Rasulullah ﷺ, maka Allah menggantikan untukku dengan yang lebih baik darinya, yaitu Rasulullah ﷺ."

Imam Ahmad juga meriwayatkan: Diriwayatkan kepada kami oleh Yazid dan ‘Abbad bin ‘Abbad, keduanya berkata: Diriwayatkan kepada kami oleh Hisyam bin Abi Hisyam, dari ‘Abbad bin Ziyad, dari ibunya, dari Fathimah binti Al-Husain, dari ayahnya (Husain bin Ali), dari Nabi ﷺ, beliau bersabda:
"Tidak ada seorang Muslim atau Muslimah yang ditimpa musibah, kemudian ia mengingatnya, meskipun waktu telah lama berlalu (atau seperti yang dikatakan oleh ‘Abbad: telah berlalu waktu yang panjang), lalu ia memperbarui istirja’ (mengucapkan 'Innā lillāhi wa innā ilayhi rāji'ūn'), kecuali Allah akan memperbarui pahala untuknya sebagaimana pada hari ia ditimpa musibah."

Riwayat ini juga diceritakan oleh Ibn Majah dalam Sunan-nya, dari Abu Bakar bin Abi Syaibah, dari Waki’, dari Hisyam bin Ziyad, dari ibunya, dari Fathimah binti Al-Husain, dari ayahnya (Husain).


Riwayat ini juga diceritakan oleh Ismail bin 'Ulayyah dan Yazid bin Harun, dari Hisyam bin Ziyad, dari ayahnya, dari Fatimah, dari ayahnya.

Imam Ahmad berkata: Diriwayatkan kepada kami oleh Yahya bin Ishaq As-Salihini, ia berkata: Diberitakan kepada kami oleh Hammad bin Salamah, dari Abu Sinan, ia berkata: "Aku menguburkan seorang anakku. 
Ketika aku masih berada di dalam kubur, Abu Talhah (maksudnya adalah Al-Khaulani) memegang tanganku dan mengeluarkanku, lalu berkata, 'Maukah aku memberi kabar gembira kepadamu?' 
Aku menjawab, 'Tentu.' 
Ia berkata, 'Telah menceritakan kepadaku Adh-Dhahhak bin Abdurrahman bin Arzab, dari Abu Musa, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda: 
Allah berfirman,
 "Wahai Malaikat Maut, apakah engkau telah mencabut nyawa anak hamba-Ku? Apakah engkau telah mencabut penyejuk matanya dan buah hatinya?" 
Malaikat Maut menjawab, "Ya." 
Allah bertanya, "Apa yang dikatakannya?" Malaikat Maut menjawab, "Ia memuji-Mu dan mengucapkan istirja' (Innā lillāhi wa innā ilayhi rāji‘ūn)." 
Allah berfirman, "Bangunkan untuknya sebuah rumah di surga, dan namakanlah rumah itu dengan 'Baitul Hamd' (Rumah Pujian)."'

Riwayat ini juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Ali bin Ishaq, dari Abdullah bin Al-Mubarak, lalu disebutkan riwayat tersebut. 
Demikian pula, riwayat ini diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Suwaid bin Nashr, dari Ibnu Al-Mubarak dengan sanad yang sama. At-Tirmidzi berkata: "Hadis ini hasan gharib." Nama Abu Sinan adalah Isa bin Sinan.





Disebutkan dalam Kitab Fath al-Qadir karya al-Syaukani rahimahullah Ta'ala;


Ketika Allah Ta'ala selesai memberikan bimbingan kepada hamba-hamba-Nya agar mereka senantiasa mengingat dan bersyukur kepada-Nya, Dia melanjutkan dengan memerintahkan mereka untuk memohon pertolongan melalui sabar dan salat. Siapa saja yang menggabungkan antara mengingat Allah, bersyukur kepada-Nya, dan memohon pertolongan dengan sabar dan salat untuk menjalankan perintah Allah dan menghadapi cobaan yang datang, maka dia telah diberi petunjuk kepada kebenaran dan diberi taufik untuk kebaikan.

"Allah bersama orang-orang yang sabar" adalah jaminan yang paling besar bagi hamba-Nya agar mereka terus bersabar dalam menghadapi berbagai ujian berat. Sebab, siapa pun yang ditemani oleh Allah, tidak akan takut terhadap ancaman, walaupun ancaman itu sebesar gunung.

"Jangan mengatakan mereka itu mati, tetapi mereka hidup."

Frasa "mati" dan "hidup" dalam ayat ini merupakan keterangan dari sesuatu yang tersembunyi, 
maksudnya: "Janganlah kamu mengatakan bahwa orang-orang yang terbunuh di jalan Allah itu mati, tetapi mereka hidup." Namun, kehidupan mereka tidak dapat kamu rasakan ketika melihat jasad mereka yang telah kehilangan roh, karena penilaianmu hanya berdasarkan apa yang tampak. Ilmumu tentang hal itu sangat terbatas jika dibandingkan dengan ilmu Allah. Kehidupan mereka di alam barzakh adalah kehidupan yang nyata.

Ayat ini juga menunjukkan adanya azab kubur, meskipun ada sebagian yang mengingkarinya. 
Namun, azab kubur telah disebutkan dalam banyak hadis sahih dan ayat-ayat Al-Qur’an, seperti firman Allah: "Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhan mereka dengan mendapat rezeki."

Makna Ujian dan Cobaan:

Kata balā’ (ujian) pada dasarnya berarti cobaan. 
Firman-Nya "Kami akan menguji kamu" bermakna: 
Kami akan menguji kamu untuk melihat apakah kamu bersabar terhadap ketetapan-Nya atau tidak. 
Penyebutan "dengan sedikit" menunjukkan bahwa ujian itu sebenarnya hanya sebagian kecil dari berbagai cobaan besar.

Ketakutan: 
Kekhawatiran terhadap ancaman dari musuh atau bahaya lainnya.

Kelaparan: 
Kelaparan akibat kekeringan atau kekurangan sumber daya.

Kekurangan harta: 
Kerugian akibat bencana, atau kewajiban seperti zakat.

Kekurangan jiwa: 
Kematian atau kehilangan dalam jihad.

Kekurangan buah-buahan: 
Kerusakan hasil pertanian atau kematian anak-anak, yang disebut sebagai pengkhususan dari hal umum (harta).


Firman-Nya "Sampaikan kabar gembira kepada orang-orang yang sabar" adalah perintah kepada Rasulullah ﷺ atau siapa saja yang mampu memberikan kabar gembira.

Makna Kesabaran dan Istirja':

Sabar secara etimologi berarti menahan diri. 
Allah menyebut mereka yang sabar sebagai orang-orang yang mengatakan "Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya kami kembali" saat tertimpa musibah. Kalimat ini adalah bentuk kepasrahan dan kerelaan terhadap takdir.

Musibah adalah segala bencana yang menimpa manusia, meskipun kecil.


Firman-Nya "Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya kami kembali" adalah ungkapan yang menjadi tempat perlindungan bagi orang-orang yang tertimpa musibah. Kalimat ini mencakup pengakuan akan penghambaan kepada Allah, serta keyakinan akan kebangkitan dan hari akhir.

Keberkahan dan Rahmat:

Salawat di sini bermakna ampunan dan pujian baik dari Allah menurut Az-Zajjaj.

Ada pula yang menyebut salawat bermakna kasih sayang dan kebaikan yang berturut-turut, seperti dalam firman-Nya: "Raufun Rahim."


Tafsir ini menunjukkan bagaimana Allah memberikan berbagai bentuk kasih sayang yang terus-menerus kepada orang-orang yang sabar.


Makna Rahmat dan Petunjuk
Dikatakan bahwa yang dimaksud dengan rahmat dalam ayat ini adalah penghilangan kesulitan dan pemenuhan kebutuhan.

Sedangkan kata 
"المهتدون"
 (orang-orang yang mendapat petunjuk), sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, digunakan di sini untuk menggambarkan mereka yang telah melakukan tindakan yang mengantarkan kepada jalan kebenaran, yaitu mengembalikan segala sesuatu kepada Allah (istirja') dan menerima dengan lapang dada atas ketetapan-Nya (tawakal dan ridha).

Kisah Abdullah bin Auf dan Hikmah Salat dan Sabar :

Al-Hakim dan Al-Baihaqi dalam kitab Dalail meriwayatkan dari Ibrahim bin Abdurrahman bin Auf:

 "Abdurrahman bin Auf pernah pingsan karena sakit hingga mereka menyangka bahwa nyawanya telah dicabut. 
Orang-orang pun berdiri dari sisinya dan menutupi tubuhnya dengan kain. 
Istrinya, Ummu Kultsum binti Uqbah, pergi ke masjid untuk meminta pertolongan dengan sabar dan salat sebagaimana yang diperintahkan Allah. 
Setelah beberapa waktu berlalu, tiba-tiba Abdurrahman bin Auf tersadar dari pingsannya."


Ayat Turun untuk Para Syuhada
Ibnu Mandah dalam kitab al-Ma'rifah meriwayatkan dari Ibnu Abbas:

 "Umayr bin al-Humam terbunuh dalam Perang Badar. Ayat ini (Al-Baqarah: 154) turun mengenai dia dan yang lainnya."


Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Said bin Jubair bahwa firman Allah
 "في سبيل الله" 
(di jalan Allah)
 bermakna dalam ketaatan kepada Allah, yaitu dalam memerangi kaum musyrik.

Ruh Para Syuhada di Surga
Beberapa hadis juga menyebutkan bahwa ruh para syuhada berada di dalam perut burung-burung hijau yang memakan buah-buahan surga.

Di antara riwayat-riwayat tersebut, ada yang berasal dari Ka'ab bin Malik, diriwayatkan secara marfu’ oleh Ahmad, Tirmidzi (yang mensahihkannya), Nasa’i, dan Ibnu Majah.

Diriwayatkan pula bahwa ruh para syuhada berada dalam bentuk burung-burung putih, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dari Qatadah. 
Ia berkata, "Kami telah menerima berita mengenai hal ini," lalu ia menyebutkannya.

Riwayat serupa juga dikeluarkan oleh Abd bin Humaid dan Ibnu Jarir dari Qatadah dengan redaksi yang mirip. 
Ada pula riwayat yang menyebutkan bahwa ruh para syuhada berada dalam bentuk burung-burung hijau, 
sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Al-Baihaqi dalam Syu'ab al-Iman dari Abu al-‘Aliyah.

Ibnu Abi Syaibah juga meriwayatkan dalam kitab al-Ba'th wa al-Nushur dari Ka'ab, dan Hannad bin al-Sari meriwayatkan hal yang sama dari Hudhail.

Riwayat ini juga dikeluarkan oleh Abdurrazzaq dalam al-Mushannaf dari Abdullah bin Ka'ab bin Malik secara marfu’.

Adapun tafsir tentang firman Allah:
 "وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍ مِنَ ٱلْخَوْفِ وَٱلْجُوعِ" 
(Dan sungguh, Kami akan menguji kalian dengan sedikit rasa takut dan lapar), 

Atha’ meriwayatkan bahwa ayat ini merujuk kepada para sahabat Nabi Muhammad ﷺ.

Ibnu Jarir, Ibnu Mundzir, Ibnu Abi Hatim, Thabarani, dan Baihaqi dalam Syu'ab al-Iman meriwayatkan dari Ibnu Abbas mengenai firman Allah: 
"وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ" 
(Sungguh, Kami akan menguji kalian). 
Ia berkata: "Allah mengabarkan kepada orang-orang mukmin bahwa dunia adalah tempat ujian dan bahwa Dia akan menguji mereka di dalamnya. 
Allah memerintahkan mereka untuk bersabar dan memberikan kabar gembira kepada mereka, 
seraya berfirman: 'Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.' Allah juga mengabarkan bahwa ketika seorang mukmin menerima keputusan Allah, kembali kepada-Nya, 
dan mengucapkan istirja’ (Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un) saat menghadapi musibah, maka Allah mencatat baginya tiga kebaikan: 
salawat dari Allah, rahmat, dan petunjuk menuju jalan yang benar."

Rasulullah ﷺ bersabda:
"Barang siapa yang mengucapkan istirja’ saat musibah, Allah akan memperbaiki musibahnya, memperindah akibatnya, dan menggantikannya dengan sesuatu yang lebih baik yang diridainya."

Abd bin Humaid, Ibnu Jarir, Ibnu Mundzir, dan Ibnu Abi Hatim juga meriwayatkan dari Raja' bin Haywah mengenai firman Allah:
 "ونقصٍ من الثمراتِ" 
(dan kekurangan dari buah-buahan). 
Ia berkata: "Akan datang suatu masa kepada manusia ketika pohon kurma hanya menghasilkan satu buah kurma saja."

Thabarani dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Nabi ﷺ bersabda:
"Umatku diberi sesuatu yang tidak diberikan kepada umat-umat sebelumnya, yaitu mereka mengucapkan ketika musibah menimpa mereka: 'Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un.'"

Dalam keutamaan istirja' saat menghadapi musibah, terdapat banyak hadis yang menjelaskan keutamaannya.




Al Qosimy rahimahullah Ta'ala menafsirkan; 

Firman Allah Ta'ala: "Dan sungguh, Kami akan menguji kalian dengan sedikit 

Penafsiran ayat: Firman-Nya “Kami akan menguji kalian dengan sesuatu” ditujukan kepada orang-orang yang beriman bersama Nabi ﷺ. 

Mereka yang secara khusus dimaksudkan di sini, meskipun mencakup pula siapa saja yang serupa dengan mereka, karena mereka adalah orang-orang yang langsung terlibat dalam dakwah, jihad, dan melawan orang-orang kafir. 
Setiap orang yang memperjuangkan kebenaran dan menyeru kepadanya pasti akan menghadapi ujian berupa hal-hal yang disebutkan, baik semuanya maupun sebagian.

Frasa "sesuatu" diungkapkan dalam bentuk nakirah (umum) untuk menunjukkan kecilnya (ringannya) ujian tersebut; 
yakni, hanya sedikit dari setiap ujian ini. 
Hal ini menunjukkan bahwa setiap musibah yang menimpa manusia, seberat apa pun, pasti ada yang lebih ringan dari itu, sehingga menghibur mereka dan menunjukkan bahwa rahmat Allah selalu menyertai mereka dalam segala keadaan. Allah memberitahukan tentang hal ini sebelum kejadian, agar mereka mempersiapkan diri, sehingga keimanan mereka semakin kuat ketika menyaksikan apa yang telah diberitakan itu.

Penjelasan ujian-ujian tersebut:

1. “Dari rasa takut” - Ketakutan terhadap musuh atau penyebaran desas-desus yang mengintimidasi.

2. “Kelaparan” - Kekurangan makanan akibat kesibukan dalam jihad atau kehabisan bekal saat berada di medan perang.

3. “Kekurangan harta” - Karena mereka harus meninggalkan usaha pertanian untuk berjihad, atau kehilangan sebagian harta akibat hijrah.

4. “Kekurangan jiwa” - Kehilangan nyawa sebagai syuhada di jalan Allah, atau kehilangan anggota tubuh dalam peperangan.

5. “Kekurangan buah-buahan” - Hasil panen berkurang karena mereka tidak dapat mengurus kebun mereka akibat berjihad atau hijrah.

Semua ini merupakan ujian dari Allah kepada hamba-hamba-Nya, sebagaimana firman-Nya dalam ayat lain: 
“Dan sungguh, Kami akan menguji kalian sehingga Kami mengetahui siapa di antara kalian yang berjihad dan bersabar.” (QS. Muhammad: 31).

Keutamaan orang-orang yang sabar: Kemudian Allah menjelaskan keutamaan orang-orang yang sabar dengan firman-Nya:
"Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata, ‘Sesungguhnya kami milik Allah, dan kepada-Nyalah kami kembali.’”

Kalimat “Sesungguhnya kami milik Allah” menunjukkan bahwa segala sesuatu adalah milik-Nya; 
maka manusia tidak sepatutnya takut kepada selain-Nya, karena Allah menguasai segalanya. 
Manusia juga tidak perlu khawatir atas rezekinya, karena rezeki seorang hamba adalah tanggung jawab Tuannya. 
Jika rezeki itu tertunda, pasti akan kembali diberikan. Harta, jiwa, dan hasil panen yang diambil oleh Allah adalah milik-Nya, dan Dia berhak melakukan apa pun atasnya.

Kalimat “Dan kepada-Nyalah kami kembali” menunjukkan bahwa kita akan kembali kepada-Nya di akhirat, sehingga apa pun yang hilang di dunia ini akan digantikan oleh Allah dengan kebaikan yang lebih besar. 
Dengan keyakinan ini, musibah yang menimpa akan terasa lebih ringan.

Makna sabar yang sesungguhnya: 

Menurut Imam Raghib, sabar di sini bukan sekadar ucapan di lisan, karena mengucapkan kalimat tersebut sambil menunjukkan keluhan atau ketidaksabaran tidaklah bermanfaat. 
Yang dimaksud adalah memahami tujuan penciptaan manusia, menerima ujian dengan lapang dada, dan menyadari bahwa perjalanan menuju Allah penuh dengan rintangan yang harus dilalui.

Oleh karena itu, Allah memerintahkan kabar gembira bagi mereka yang memiliki ilmu sejati, memahami tujuan hidupnya, dan melatih diri untuk bersabar menghadapi ujian. Kesabaran sejati hanya mungkin dilakukan oleh mereka yang memahami nilai keutamaan tujuan hidupnya.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar