Kamis, 19 Desember 2024

MANIFESTASI KEAGUNGAN ISLAM


 MANIFESTASI KEAGUNGAN ISLAM 


Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Dia telah menganugerahkan kepada kita nikmat Islam yang agung, menyempurnakannya untuk kita, menyempurnakan nikmat-Nya atas kita, dan meridhai Islam sebagai agama kita. Allah berfirman:

"Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu" (QS. Al-Ma'idah: 3).

Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya. Dialah yang memiliki kerajaan, segala puji hanya milik-Nya, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. 
Allah telah mensyariatkan agama ini untuk mengangkat manusia menuju puncak kesempurnaan, akhlak mulia, dan perbuatan terpuji. Sebagaimana firman-Nya:

"Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang menjelaskan. 
Dengan kitab itulah Allah memberi petunjuk kepada orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan mengeluarkan mereka dari gelap gulita kepada cahaya dengan izin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus" (QS. Al-Ma'idah: 15-16).

Aku bersaksi bahwa Nabi kita, Muhammad, adalah Rasul Allah. Allah mengutusnya dengan petunjuk dan agama yang benar untuk memenangkan agama ini di atas seluruh agama lainnya. 
Melalui beliau, Allah memberi petunjuk kepada manusia, mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya. 
Nabi datang membawa agama yang sempurna untuk menyempurnakan akhlak mulia. Rasulullah bersabda:

"Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia."

Maka, ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad, keluarganya, dan sahabatnya, sebanyak-banyaknya.

Amma ba'du:

Wahai kaum mukminin,....

Allah Ta'ala telah mensyariatkan agama ini untuk memperbaiki kehidupan kita dan menjadikan kita bahagia di dunia dan akhirat. 
Agama kita adalah satu-satunya agama yang mampu mewujudkan kebahagiaan bagi individu dan masyarakat, karena Islam adalah agama yang menyeluruh dan sesuai dengan fitrah manusia. 
Allah yang menciptakan alam semesta, Dia-lah yang paling tahu apa yang memperbaiki atau merusaknya.

 Sebagaimana firman-Nya:

"Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (segala sesuatu)? Dan Dia-lah Yang Maha Lembut, Maha Mengetahui" (QS. Al-Mulk: 14).

Bisakah kita menentukan apa yang paling diinginkan oleh individu untuk dirinya? 

Apa yang ia cari dalam hidupnya? 

Apa yang diimpikan oleh jiwanya, dan apa tujuan besar yang ia kejar dengan segala daya dan upayanya? 

Adakah manusia yang mampu memberikan semua yang ia inginkan?

 Tidak, tidak ada manusia yang bisa melakukannya. 
Namun, kita dapat memahami hal itu jika kita merenungi diri kita sendiri, melihat manusia di sekitar kita, dan mempelajari keadaan manusia sepanjang sejarahnya, baik yang dekat maupun yang jauh.

Ketika kita memahami bahwa manusia yang dimaksud adalah manusia yang normal, bukan yang menyimpang; manusia yang sehat, bukan yang rusak, kita akan memahami kebesaran Islam. 
Oleh karena itu, pembahasan kita kali ini adalah tentang beberapa manifestasi keagungan Islam melalui poin-poin utama berikut:

1. Definisi Islam.


2. Sistem-sistem yang ada di muka bumi.


3. Manifestasi keagungan Islam.


4. Penutup.



Poin Pertama:    

     Definisi Islam

Islam adalah berserah diri kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya, tunduk kepada-Nya dengan ketaatan, dan berlepas diri dari kesyirikan serta pelakunya.

Islam adalah agama yang diridhai Allah Ta'ala untuk seluruh umat manusia. 
Allah menyatakan bahwa Dia tidak akan menerima agama selain Islam,

 sebagaimana firman-Nya:
"Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam" (QS. Ali Imran: 19).

Dan firman-Nya:
"Barang siapa mencari agama selain Islam, maka tidak akan diterima darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi" (QS. Ali Imran: 85).

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam juga menjelaskan definisi Islam dalam Hadis Jibril Alaihi salam yang berisi rukun-rukun Islam. Dalam hadis tersebut, 
Jibril bertanya kepada Nabi:
"Wahai Muhammad, kabarkanlah kepadaku tentang Islam?" 
Maka Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menjawab:
"Islam adalah engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan salat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadan, dan berhaji ke Baitullah jika engkau mampu melakukannya."
Jibril pun berkata: "Benar." (HR. Bukhari, dalam Kitab Al-Iman).

Tidak diragukan lagi, Islam adalah agama yang benar, yang diturunkan dari sisi Allah Ta'ala. 
Islam merupakan pedoman hidup yang sempurna, berdasarkan kitab Allah yang tidak ada kebatilan di dalamnya, baik dari depan maupun belakangnya, karena ia adalah wahyu dari Tuhan Yang Maha Bijaksana dan Maha Terpuji. 
Pedoman ini juga didukung oleh sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. 
Hal ini berbeda dengan sistem-sistem lain yang ada, baik itu berupa agama ataupun ideologi.


Poin Kedua: 

     Sistem-sistem yang Ada di Dunia

Sistem-sistem yang ada di dunia, selain Islam, terbagi menjadi tiga jenis berikut:

1. Sistem Agama yang Telah Terdistorsi:
Sistem ini awalnya bersumber dari wahyu ilahi dan memiliki kitab suci dari Allah Ta'ala. 
Namun, ia telah mengalami penyimpangan, perubahan, pengurangan, dan penambahan, sehingga firman Allah bercampur dengan perkataan manusia dan hawa nafsu mereka. 
Contohnya adalah agama Yahudi dan Kristen.


2. Sistem Agama Buatan Manusia:
Sistem ini disebut agama karena melibatkan ritual ibadah yang ditujukan kepada sesembahan, baik itu berupa makhluk hidup, benda mati, harta, hawa nafsu, atau syahwat. 
Namun, agama ini sepenuhnya merupakan ciptaan manusia, tanpa dasar dari Allah Ta'ala. 
Biasanya, ia tidak memberikan solusi bagi kehidupan manusia, hanya berupa ritual yang samar atau menakutkan. 
Contohnya adalah Hindu, Buddha, pemujaan setan, penyembahan berhala, dan lain-lain.


3. Sistem Sekuler Buatan Manusia:
Sistem ini bersifat sekuler karena berfokus pada pengaturan kehidupan duniawi manusia demi kepentingan materi. 
Sistem ini disebut buatan manusia karena ia lahir dari pemikiran, usaha, dan teori manusia. 
Contohnya adalah sekularisme, komunisme, kapitalisme, eksistensialisme, dan lain sebagainya.



Sistem-sistem ini tidak mampu memenuhi kebutuhan manusia karena sifatnya yang terbatas. 
Sementara itu, Islam tetap unggul dengan kemurnian, kesempurnaan, dan keluhurannya. 
Islam adalah satu-satunya sistem yang mampu bertahan di tengah pergulatan budaya, pemikiran, dan peradaban, karena Islam memiliki karakteristik yang memungkinkannya untuk terus bertahan. Allah Ta'ala telah berjanji bahwa kemenangan akhir adalah milik orang-orang bertakwa. 

Allah berfirman:

"Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka, tetapi Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang kafir membencinya. Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik membencinya" (QS. At-Taubah: 32-33).

Dan inilah kebenaran yang jelas yang disadari oleh sebagian tokoh Barat dan diakui melalui lisan mereka — dan kebenaran adalah apa yang diakui oleh musuh.

Penulis Inggris Hilaire Belloc mengatakan:
"Saya tidak meragukan bahwa peradaban yang bagian-bagiannya terikat oleh hubungan yang kokoh, yang unsur-unsurnya bersatu dengan erat, dan yang mengandung keyakinan seperti Islam, tidak hanya memiliki masa depan yang gemilang; tetapi juga akan menjadi ancaman bagi musuh-musuhnya."



Poin Ketiga: 

        Manifestasi Keagungan Islam

Manifestasi ini merupakan ciri dan sifat yang membedakan Islam dari agama dan sistem lain.

Pertama: Agama Ilahi
Islam adalah agama Allah Ta'ala yang diridhai-Nya untuk seluruh umat manusia. Inilah salah satu ciri terbesarnya yang menjadi dasar dari semua ciri lainnya. Semua keistimewaan lain merupakan hasil dan buah dari sifat ini.

Islam adalah agama yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, yang dijamin penjagaannya, pembelaannya, dan keunggulannya atas seluruh agama lain. 
Islam bersumber dari Allah melalui Al-Qur’an yang agung dan sunnah Nabi yang suci.

1. Al-Qur'an
Al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, yang dijaga oleh Allah sebagaimana firman-Nya:
"Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya." (QS. Al-Hijr: 9).

2. Sunnah
Sunnah adalah sumber kedua, juga merupakan wahyu dari Allah Ta'ala, sebagaimana Allah berfirman tentang Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam:
"Dan tidaklah dia (Muhammad) berbicara menurut hawa nafsunya. Ucapannya itu tidak lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)." (QS. An-Najm: 3-4).

Allah Ta'ala menjelaskan tugas Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam sebagai penyampai agama-Nya kepada manusia, 
sebagaimana firman-Nya:
"Dan kewajiban Rasul tidak lain hanyalah menyampaikan (amanat Allah)." (QS. Al-Ankabut: 18 dan QS. An-Nur: 54).

Dan firman-Nya:
"Kewajibanmu hanyalah menyampaikan." (QS. Asy-Syura: 48).

Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam menjadi perantara dalam menyampaikan syariat Allah kepada makhluk-Nya dan menjelaskan ajaran tersebut, 
sebagaimana Allah berfirman:
"Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) ruh (Al-Qur'an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidak mengetahui apakah Kitab (Al-Qur'an) dan apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al-Qur'an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengannya siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus." (QS. Asy-Syura: 52-53).



Tujuan Ilahi dari Islam

Sebagaimana Islam bersumber dari Allah Ta'ala, tujuan akhirnya adalah meraih keridhaan Allah dan melaksanakan ibadah kepada-Nya. 
Inilah tujuan penciptaan jin dan manusia, sebagaimana firman Allah:
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh." (QS. Az-Zariyat: 56-58).

Buah dari Sifat Ilahi Islam

1. Menjelaskan Kebenaran Agung
Islam menjelaskan kebenaran-kebenaran besar yang tidak dapat diketahui manusia kecuali melalui wahyu, seperti pengetahuan tentang Sang Pencipta, sifat-sifat-Nya, perintah dan larangan-Nya, asal-usul penciptaan, dan tujuan hidup manusia.


2. Bebas dari Kekurangan
Sebagai agama yang berasal dari Allah, Islam bebas dari kekurangan, kontradiksi, hawa nafsu, dan ketidakadilan. Allah, yang Maha Mengetahui, telah menetapkan syariat ini tanpa cela, 
sebagaimana firman-Nya:
"Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur'an? Kalau sekiranya Al-Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya." (QS. An-Nisa: 82).


3. Sesuai dengan Ilmu Pengetahuan dan Akal Sehat
Islam menghormati ilmu dan akal sehat. Ia memuliakan para ulama dan berbicara kepada akal orang-orang yang berpikir. Allah berfirman:
"Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu." (QS. Al-Ankabut: 43).


4. Membebaskan Manusia dari Perbudakan
Islam membebaskan manusia dari perbudakan sesama manusia dan hawa nafsu. Ia mengarahkan ibadah hanya kepada Allah, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam ketika menafsirkan ayat:
"Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah." (QS. At-Taubah: 31).
Nabi bersabda:
"Mereka tidak menyembah mereka, tetapi ketika para ulama itu menghalalkan sesuatu, mereka menghalalkannya, dan ketika mereka mengharamkan sesuatu, mereka pun mengharamkannya." (HR. Tirmidzi).


Sebagaimana ucapan Rabi' bin Amir Radhiyallahu anhu kepada panglima Persia, Rustum:
"Allah telah mengutus kami untuk membebaskan siapa saja yang Dia kehendaki dari perbudakan manusia kepada penyembahan Allah, dari sempitnya dunia kepada luasnya, dan dari kezaliman agama-agama kepada keadilan Islam." (Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa An-Nihayah, 7/47).


Memenuhi tuntutan jiwa manusia, yaitu dengan mensyariatkan hal-hal yang bermanfaat bagi jiwa dan yang dapat memperbaikinya. 
Islam adalah agama Allah yang menciptakan manusia dan mengetahui apa yang sesuai dengan fitrahnya:
“Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (apa yang kalian tampakkan dan sembunyikan)? Dan Dia adalah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” [Al-Mulk: 14].


Kedua:     Agama yang Komprehensif

Allah Ta'ala telah mensyariatkan agama yang lengkap dalam hukum-hukumnya untuk seluruh umat manusia dan jin, mencakup segala tindakan dan hubungan mereka di mana pun mereka berada, di atas permukaan bumi atau di bawah langit mana pun. 

Allah berfirman:
“Dan Kami telah menurunkan Al-Kitab kepadamu sebagai penjelas segala sesuatu.” [An-Nahl: 89].

Islam adalah agama dan negara, keyakinan dan ibadah, hukum dan peradilan, syariat dan undang-undang, Al-Qur'an dan pedang, jihad dan dakwah, politik dan ekonomi, ilmu dan akhlak, serta petunjuk.

Bukti komprehensivitas Islam tampak dalam beberapa aspek berikut:

1. Islam adalah agama yang mencakup dua makhluk berakal, yaitu manusia dan jin.

Untuk manusia, hal ini jelas dalam ayat-ayat Al-Qur'an, 
seperti firman Allah:
“Dan Kami tidak mengutusmu melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam.” [Al-Anbiya: 107].

“Katakanlah, wahai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian semua.” [Al-A’raf: 158].

Untuk jin, Allah berfirman:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” [Adz-Dzariyat: 56].

Kisah ini tampak dari bagaimana sekelompok jin mendengar Al-Qur'an, kemudian menyampaikan berita tersebut kepada kaumnya untuk memberi peringatan dan kabar gembira. 

Allah berfirman:
“Dan (ingatlah) ketika Kami mengarahkan sekelompok jin kepadamu yang mendengarkan Al-Qur'an. Maka ketika mereka menghadirinya, mereka berkata, 'Diamlah dan dengarkan!' Ketika selesai, mereka kembali kepada kaumnya untuk memberi peringatan.” [Al-Ahqaf: 29-32].



2. Islam adalah agama yang berlaku untuk sepanjang zaman, dari diutusnya Nabi Muhammad hingga hari kiamat.


3. Islam adalah agama yang mencakup seluruh tempat, tidak terbatas pada suatu wilayah atau bangsa tertentu.
Islam mengajarkan bahwa hukum Allah harus diterapkan di mana pun seorang Muslim berada.


4. Islam mencakup seluruh fase kehidupan manusia, dari hubungan sosial hingga masalah individu.
Islam membimbing manusia ke arah kebaikan, kemuliaan, keselamatan, dan petunjuk.


5. Islam mengatur hubungan manusia dengan alam semesta dan kehidupan.
Hukum-hukum Islam terkait erat dengan pergerakan alam, seperti perputaran matahari untuk menentukan waktu sholat dan bulan untuk menentukan puasa atau haji.
Allah Ta'ala adalah Pemilik seluruh makhluk, 
sebagaimana firman-Nya:
“Kepunyaan-Nyalah apa yang ada di langit, di bumi, di antara keduanya, dan yang ada di bawah tanah.” [Thaha: 6].


6. Islam mengarahkan pandangan manusia kepada dunia dan akhirat secara bersamaan.
Dunia adalah ladang bagi akhirat; manusia diperintahkan untuk mencari kebaikan akhirat sambil tidak melupakan bagian duniawi. 

Allah berfirman:
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu di dunia.” [Al-Qashash: 77].



Dengan demikian, Islam adalah sistem hidup yang menyeluruh, mencakup semua aspek kehidupan manusia. 
Hal ini membantah klaim yang mengatakan bahwa agama hanya untuk urusan spiritual saja, 
seperti pepatah: “Yang untuk Tuhan biarkan untuk Tuhan, dan yang untuk Kaisar biarkan untuk Kaisar.”

Allah Ta'ala memiliki wewenang atas segalanya, 
sebagaimana firman-Nya:
“Katakanlah: Sesungguhnya urusan itu seluruhnya milik Allah.” [Ali Imran: 154].

“Hanya milik Allah segala urusan, sebelum dan sesudahnya.” [Ar-Rum: 4].

Islam mengecam keras mereka yang hanya memilih sebagian ajaran agama dan meninggalkan yang lain, 
sebagaimana Allah berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan Rasul-Nya, dan bermaksud membedakan antara (keimanan kepada) Allah dan Rasul-Nya dengan mengatakan, 'Kami beriman kepada sebagian dan kami kafir kepada sebagian (yang lain),' mereka itulah orang-orang kafir yang sebenar-benarnya.” [An-Nisa: 150-151].


Dan Allah memerintahkan kita untuk masuk ke dalam Islam secara keseluruhan, sebagaimana firman-Nya:

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” [Al-Baqarah: 208].



Ketiga:      Universalitas Islam

Universalitas Islam menunjukkan bahwa risalah Islam tidak terbatas pada zaman, generasi, atau tempat tertentu. 
Risalah ini ditujukan kepada semua bangsa, suku, dan kelas masyarakat. 
Islam adalah petunjuk Tuhan semesta alam untuk seluruh manusia, rahmat Allah bagi semua hamba-Nya.

Allah Ta'ala berfirman:
“Katakanlah, wahai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah untuk kalian semua.” [Al-A'raf: 158].

“Maha Berkah Allah yang telah menurunkan Al-Furqan kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan bagi seluruh alam.” [Al-Furqan: 1].

“Dan Kami tidak mengutusmu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.” [Al-Anbiya: 107].

Dalam hadis, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
"Aku diutus sebagai rasul kepada siapa pun yang hidup di zamanku dan kepada siapa pun yang akan lahir setelahku.”

Dan sabdanya:
"Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak seorang pun dari umat ini, baik Yahudi maupun Nasrani, yang mendengar tentang aku kemudian tidak beriman kepadaku, kecuali ia akan masuk neraka.” (HR. Muslim).

Universalitas Islam terlihat nyata sejak awal kemunculannya, seperti melalui peran individu dari berbagai bangsa: 
kaum Habasyah (Bilal), 
Romawi (Shuhaib), 
Persia (Salman), 
dan Quraisy (Umar). 
Bahkan, surat-surat yang dikirim Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam kepada para pemimpin dan raja pada masanya mempertegas universalitas ini.



Keempat:   Islam adalah Agama Fitrah

Yang dimaksud dengan fitrah adalah keadaan dasar manusia yang suci, yakni sifat alami yang diciptakan Allah pada setiap manusia, yang siap menerima agama yang benar. 

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
"Setiap anak yang dilahirkan berada dalam keadaan fitrah (suci). Maka, kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi, sebagaimana seekor binatang melahirkan anaknya dalam keadaan sempurna; apakah kalian melihat ada yang cacat pada anak tersebut?” (HR. Bukhari dan Muslim).

Allah Ta'ala berfirman:
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.” [Ar-Rum: 30].

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
"Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku semuanya dalam keadaan lurus (hanif). Kemudian, setan-setan mendatangi mereka dan menyesatkan mereka dari agama mereka, mengharamkan atas mereka apa yang telah Aku halalkan, dan memerintahkan mereka untuk menyekutukan-Ku tanpa ada dasar yang Aku turunkan.” (HR. Muslim).



Kelima:    

 Islam Adalah Agama Keseimbangan (Wasathiyah)

Islam adalah agama keadilan, keutamaan, dan keseimbangan. 
Islam menggabungkan tuntutan ruh dan jasad, individu dan masyarakat, tanpa mendominasi salah satu aspek di atas yang lain. 
Islam memberikan panduan yang sesuai untuk keselamatan jiwa, kesehatan fisik, keberhasilan individu, dan kebaikan masyarakat.

Sebagaimana Islam memerintahkan umatnya untuk beribadah demi akhirat, ia juga mengarahkan mereka untuk bekerja mencari rezeki di dunia, yang dianggap sebagai bentuk ibadah. 

Allah Ta'ala berfirman:
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu di dunia, dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” [Al-Qashash: 77].

Umat Islam adalah umat yang moderat.

 Allah Ta'ala berfirman:
“Dan demikianlah Kami jadikan kalian sebagai umat yang tengah (adil dan moderat), agar kalian menjadi saksi atas manusia, dan agar Rasul menjadi saksi atas kalian.” [Al-Baqarah: 143].

Dan firman Allah Ta'ala:
 "Ummatan wasathan" (umat yang tengah)

Artinya, umat yang adil. "Wasath" atau "tengah" dalam sesuatu juga berarti yang terbaik, paling adil, dan paling utama.

Imam Ibnu Jarir rahimahullah berkata:
"Sesungguhnya Allah menyebut mereka sebagai umat yang tengah karena posisi mereka yang adil dalam agama."

Banyak sekali contoh tentang keseimbangan (wasathiyah) dalam Islam.

 Berikut beberapa contoh:

1. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
Tiga orang datang ke rumah istri-istri Nabi Shallallahu alaihi wa sallam untuk menanyakan tentang ibadah beliau. 
Ketika mereka diberitahu, mereka merasa ibadah beliau seolah sedikit. 
Mereka berkata: "Di mana posisi kami dibandingkan dengan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam? 
Padahal Allah telah mengampuni dosa-dosanya yang lalu dan yang akan datang." Salah satu dari mereka berkata: 
"Aku akan shalat malam sepanjang waktu." Yang lain berkata: 
"Aku akan berpuasa terus-menerus tanpa berbuka." 
Dan yang lain lagi berkata: 
"Aku akan menjauhi perempuan dan tidak akan menikah selamanya." 
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam kemudian menemui mereka dan bersabda: "Kalian yang mengatakan begini dan begitu? 
Demi Allah, aku adalah yang paling takut kepada Allah di antara kalian dan yang paling bertakwa kepada-Nya. 
Tetapi aku berpuasa dan berbuka, 
aku shalat dan tidur, 
dan aku menikahi perempuan. 
Barang siapa yang tidak suka dengan sunnahku, maka ia bukan bagian dariku.” [HR. Bukhari dan Muslim].


2. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pernah melihat sebuah tali yang terikat di antara dua tiang. Ketika beliau bertanya, beliau diberitahu bahwa tali itu digunakan oleh Zainab untuk berpegangan ketika merasa lelah dalam shalat. 
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
"Lepaskan tali ini. 
Hendaknya salah seorang dari kalian shalat saat ia dalam keadaan bersemangat. Jika merasa lelah, maka duduklah." [HR. Bukhari dan Muslim].


3. Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhuma meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepadanya:
"Wahai Abdullah, apakah aku diberitahu bahwa kamu berpuasa sepanjang hari dan bangun sepanjang malam?" 
Abdullah menjawab: "Benar, wahai Rasulullah." 
Rasulullah bersabda: "Jangan lakukan itu. Berpuasalah dan berbukalah, bangunlah (untuk shalat) dan tidurlah. 
Sesungguhnya tubuhmu memiliki hak atasmu, matamu memiliki hak atasmu, dan istrimu memiliki hak atasmu." [HR. Bukhari dan Muslim].


4. Dari Abu Juhaifah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
"Nabi Shallallahu alaihi wa sallam mempersaudarakan antara Salman dan Abu Darda’. 
Suatu hari Salman mengunjungi rumah Abu Darda’ dan melihat Ummu Darda’ dalam keadaan tidak terawat. 
Ia bertanya: ‘Mengapa demikian?’ 
Ummu Darda’ menjawab: ‘Saudaramu, Abu Darda’, tidak memiliki kebutuhan duniawi terhadap kami.’ 
Kemudian Salman berkata kepada Abu Darda’: ‘Makanlah.’ 
Abu Darda’ menjawab: ‘Aku sedang berpuasa.’ 
Salman berkata: ‘Aku tidak akan makan hingga kamu makan.’ 
Maka Abu Darda’ pun makan. 
Pada malam harinya, Abu Darda’ ingin bangun untuk shalat malam, tetapi Salman berkata: ‘Tidurlah.’ 
Ketika akhir malam, Salman berkata: ‘Sekarang bangunlah.’ 
Mereka pun bangun dan shalat. 
Setelah itu Salman berkata: ‘Sesungguhnya Tuhanmu memiliki hak atasmu, dirimu memiliki hak atasmu, dan keluargamu memiliki hak atasmu. 
Maka berikanlah hak kepada setiap yang berhak.’ 
Abu Darda’ kemudian menceritakan hal ini kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, dan beliau bersabda: ‘Salman benar.’”



Dari hadis-hadis dan peristiwa ini, terlihat jelas keseimbangan Islam dalam segala aspek. 
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam melarang sikap berlebihan (ghuluw) dalam agama, tetapi pada saat yang sama juga mengingatkan bahaya kelalaian atau sikap meremehkan kewajiban. 
Syariat Allah adalah jalan tengah, tanpa berlebihan ataupun mengurangi apa yang telah Allah tetapkan.



Keenam:   
        
         Islam adalah Agama Akhlak

Islam adalah agama yang menekankan akhlak mulia. 
Tidak ada hukum syariat dalam Islam kecuali ia mengandung tujuan yang luhur dan kemuliaan akhlak. 
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
"Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia." [HR. Bukhari].

Beliau juga bersabda:
"Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan paling dekat denganku di Hari Kiamat adalah orang yang paling baik akhlaknya. 
Dan sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh dariku di Hari Kiamat adalah orang yang banyak bicara (sia-sia), suka berkata berlebihan, dan sombong." Para sahabat bertanya: "Wahai Rasulullah, kami tahu siapa orang yang banyak bicara dan suka berkata berlebihan. 
Tapi siapa orang sombong itu?" 
Rasulullah menjawab: "Orang yang angkuh."* [HR. Tirmidzi].

Dalam hadis lain disebutkan:
"Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik akhlaknya." [HR. Bukhari dan Muslim].

Seorang Muslim dituntut untuk memiliki perilaku yang baik, luhur dalam akhlak, dan mulia dalam interaksi. 
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, para sahabat, serta generasi awal umat Islam adalah contoh terbaik dari masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai akhlak yang ideal.



Pujian Allah terhadap Akhlak Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam 

Ketika Allah Ta'ala memuji Nabi-Nya, Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, pujian tersebut datang dalam ungkapan yang paling mulia dan agung, 

sebagaimana firman-Nya:
"Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berada di atas akhlak yang agung." (QS. Al-Qalam: 4).

Ketika seorang Muslim membaca Al-Qur'an atau menelaah Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, ia akan mendapati bahwa Allah Ta'ala menegaskan sifat-sifat orang-orang beriman sebagai sifat-sifat yang mulia. 
Allah menjelaskan secara rinci untuk menunjukkan ketinggian akhlak Islam dan tujuannya, yaitu untuk membentuk manusia dengan akhlak yang luhur dan ilahi. 

Allah berfirman:
"Sungguh, beruntunglah orang-orang mukmin, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tidak berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka tidak tercela." (QS. Al-Mu’minun: 1-6).

Allah juga berfirman tentang sifat "Hamba-hamba Allah Yang Maha Pengasih":
"Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu (ialah) orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati, dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik. 
Dan orang-orang yang menghabiskan waktu malam untuk beribadah kepada Tuhan mereka dengan bersujud dan berdiri. Dan orang-orang yang berkata: 'Ya Tuhan kami, jauhkanlah azab neraka Jahannam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal.' Sesungguhnya Jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat tinggal. Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak pula kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain bersama Allah, dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya) kecuali dengan alasan yang benar, dan tidak berzina." (QS. Al-Furqan: 63-68).



Akhlak Mulia dalam Hukum-Hukum Islam

Ketinggian akhlak Islam tercermin dalam berbagai hukum dan syariat Allah:

Shalat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.

Zakat mendidik jiwa untuk bersikap dermawan.

Puasa mengajarkan empati terhadap orang miskin.

Haji melarang perbuatan rafats (kata-kata kotor), fusuq (dosa), dan perdebatan, serta melatih kesabaran dan pengorbanan.

Dalam muamalah, Islam mengajarkan kejujuran, menghindari penipuan, kecurangan, dan monopoli.


Akhlak Islam juga terlihat dalam situasi-situasi sulit, seperti di medan perang. 

Allah berfirman:
"Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian, tetapi janganlah kalian melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." (QS. Al-Baqarah: 190).

Allah juga berfirman:
"Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat melampaui batas. Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa, dan janganlah tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya." (QS. Al-Maidah: 2).



       Penerapan Akhlak dalam Perang

Dalam Islam, bahkan dalam situasi perang yang paling sulit sekalipun, akhlak tetap dijunjung tinggi. 
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam melarang pembunuhan terhadap anak-anak, wanita, orang tua, dan orang-orang yang tidak bersalah. 
Jika mengirim pasukan, beliau memberikan wasiat untuk bertindak dengan baik, penuh kasih, dan tidak berlebihan.

Dari Buraidah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
"Ketika Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam mengangkat seorang pemimpin atas pasukan, beliau selalu berpesan kepadanya untuk bertakwa kepada Allah dan berbuat baik kepada pasukan Muslim yang bersamanya. 
Kemudian beliau berkata: 'Berperanglah di jalan Allah, lawanlah orang-orang yang kafir kepada Allah. 
Berperanglah, tetapi jangan berkhianat, jangan melampaui batas, jangan mencincang mayat, dan jangan membunuh anak kecil.'” (HR. Muslim).

Hal ini juga dicontohkan oleh para Khulafaur Rasyidin. Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu, misalnya, memberikan wasiat kepada pasukan Usamah:
"Janganlah kalian berkhianat, jangan mencincang mayat, jangan membunuh anak kecil, orang tua, atau wanita. 
Jangan merusak pohon, jangan memotong pohon yang berbuah, jangan menyembelih ternak kecuali untuk makanan. 
Jika kalian bertemu dengan orang-orang yang mengkhususkan diri beribadah di tempat-tempat ibadah mereka, maka biarkanlah mereka dengan apa yang mereka lakukan."


          Menepati Janji

Islam sangat menekankan pentingnya menepati janji dan memenuhi perjanjian.

 Allah berfirman:
"Dan penuhilah janji kepada Allah apabila kamu berjanji, dan janganlah kamu melanggar sumpah setelah kamu menguatkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat." (QS. An-Nahl: 91).

Allah juga berfirman:
"Dan penuhilah janji. Sesungguhnya janji itu pasti dimintai pertanggungjawabannya." (QS. Al-Isra: 34).

Sifat menepati janji adalah ciri orang-orang beriman sejati, 

sebagaimana firman-Nya:
"Dan orang-orang yang menepati janji mereka apabila mereka berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya) dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 177).


Dari sini, haram hukumnya membunuh seorang dzimmi (orang kafir yang hidup dalam negeri Islam) tanpa alasan yang dibenarkan. 

Imam Bukhari meriwayatkan dari Abdullah bin Umar –semoga Allah meridainya– bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda: “Barang siapa yang membunuh seorang mu’ahid (non-Muslim yang hidup di bawah perlindungan umat Islam), maka ia tidak akan mencium bau surga, meskipun wangi surga itu tercium dari jarak perjalanan empat puluh tahun.”

Islam juga menyerukan perdamaian jika kaum kafir menginginkannya,

 sebagaimana Allah berfirman dalam Surah Al-Anfal:
“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Anfal: 61)

Yang dimaksud dengan "perdamaian" di sini adalah perdamaian yang adil dan tidak memihak, yang menjaga kehormatan dan kemuliaan kaum Muslimin serta menjamin hak-hak mereka. 
Perdamaian ini lahir dari kekuatan, kehormatan, dan harga diri, bukan perdamaian karena kelemahan, penghinaan, atau penyerahan. 
Islam tidak menerima perdamaian yang didasarkan pada kompromi, kebohongan, atau pelepasan hak. 

Allah berfirman:
“Janganlah kamu merasa lemah, dan janganlah pula kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Ali Imran: 139)

Juga Allah berfirman:
“Maka janganlah kamu merasa lemah dan mengajak kepada perdamaian, padahal kamu lah yang lebih tinggi (derajatnya), dan Allah bersama kamu dan Dia tidak akan mengurangi amal-amalmu.” (QS. Muhammad: 35)


           Penutup:

Wahai kaum Muslimin,
Jika kalian menginginkan kemuliaan, kehormatan, kebebasan, perdamaian, keadilan, dan kehidupan yang baik dan bermartabat, kalian tidak akan menemukannya kecuali dalam naungan agama yang agung ini!

Ini adalah agama yang mulia, agama yang lurus, yang dengannya Allah memberi petunjuk ke jalan yang lurus. 
Allah memilihnya untuk kita, menyatukan kita dalam kalimat tauhid, dan mengutus para rasul untuk memberi kabar gembira dan peringatan, menyeru umat manusia kepada-Nya dan kepada tauhid-Nya. 

Allah berfirman:
“(Kami telah mengutus) para rasul sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah setelah diutusnya para rasul. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisa: 165)

Allah juga berfirman:
“Dia menurunkan para malaikat dengan membawa wahyu atas perintah-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya: 'Berilah peringatan bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Aku, maka bertakwalah kepada-Ku.'” (QS. An-Nahl: 2)

Dalam agama ini terdapat keberuntungan dunia dan akhirat serta kebahagiaan abadi yang tiada berujung. 
Agama ini menghubungkan hamba yang lemah dengan Tuhan yang Maha Perkasa, hamba yang miskin dengan Tuhan yang Maha Kaya. 
Di dalamnya terdapat ketenangan hati, kebahagiaan jiwa, dan kedamaian badan, serta keselamatan di akhirat. 

Allah berfirman:
“Barang siapa mengikuti petunjuk-Ku, dia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thaha: 123-124)

Maka, barang siapa yang mengikuti petunjuk Allah dan mengamalkannya, ia akan mendapat petunjuk di dunia dan tidak celaka di akhirat. 
Namun, barang siapa yang berpaling dari peringatan Allah, ia akan menghadapi kehidupan yang sempit meskipun tampaknya memiliki kekayaan dan kemewahan.

Wahai umat Islam!

Betapa agungnya agama ini, dan betapa banyak pengorbanan yang diberikan oleh para nabi, sahabat, dan ulama demi menegakkannya! Mereka menghadapi tantangan, penyiksaan, bahkan kematian demi menyebarkan agama ini.

Semoga kita kembali kepada semangat Islam yang sejati, agar kita bahagia di dunia dan akhirat.
Kita memohon kepada Allah agar menjaga kita dengan Islam di setiap waktu dan keadaan, serta menggunakan kita dalam pelayanan agama-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penolong dan Maha Kuasa.

Selesai dengan karunia dan rahmat Allah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar