Rabu, 18 Desember 2024

PERTOLONGAN DENGAN KESABARAN


Surat Al-Baqarah Ayat 153-157 : 

“Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan dengan sabar dan salat. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (153)

“Dan janganlah kamu mengatakan tentang orang-orang yang gugur di jalan Allah bahwa mereka mati; sebenarnya mereka hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” (154)

“Dan sungguh, Kami akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar,” (155)

“(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata, ‘Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali.’” (156)

“Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (157)


---

Tafsir dan Penjelasan:

Ketika Allah selesai memberikan bimbingan kepada hamba-hamba-Nya agar selalu mengingat-Nya dan bersyukur kepada-Nya, Dia melanjutkan dengan mengarahkan mereka untuk memohon pertolongan melalui sabar dan salat. Barang siapa yang mampu menggabungkan antara dzikir kepada Allah, syukur, serta bersabar dan mendirikan salat dalam melaksanakan perintah-Nya serta menghadapi ujian yang menimpa, maka dia telah diberi petunjuk ke jalan yang benar dan dimudahkan menuju kebaikan.

Kedekatan Allah dengan orang-orang yang sabar, sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya: “Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar,” adalah motivasi terbesar bagi hamba-Nya untuk tetap teguh menghadapi cobaan. 
Sebab, siapa yang memiliki Allah bersamanya tidak perlu takut terhadap kesulitan, meskipun sebesar gunung.

Frasa “orang-orang yang mati” dan “orang-orang yang hidup” dalam ayat ini merupakan keterangan untuk menafikan anggapan yang keliru. 
Maksudnya adalah janganlah kamu mengatakan bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, melainkan mereka hidup. 
Namun, kamu tidak menyadari kehidupan mereka, karena kamu hanya menilai jasad mereka yang telah kehilangan ruh. Pengetahuanmu terbatas, sedangkan ilmu Allah Maha Luas, bagaikan air lautan yang tak mampu diambil seluruhnya oleh seekor burung dalam paruhnya.

Ayat ini menjadi dalil akan adanya adzab kubur, meskipun terdapat perbedaan pandangan sebagian orang. Namun, hadis-hadis sahih telah mutawatir, dan ayat-ayat Al-Qur’an pun menunjukkan hal tersebut, seperti firman-Nya: “Janganlah kamu mengira orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; mereka hidup di sisi Tuhannya dengan diberi rezeki.”


---

Makna Ujian dan Cobaan:

Kata “balā`” berasal dari kata yang berarti ujian atau cobaan. 
Firman-Nya “Kami akan menguji kamu” menunjukkan bahwa Allah menguji hamba-hamba-Nya untuk mengetahui apakah mereka bersabar atas takdir-Nya atau tidak.

 Kata “sesuatu” disebut dalam bentuk nakirah (tanpa artikel) untuk menunjukkan sesuatu yang kecil, yakni hanya sedikit dari hal-hal berikut:

Ketakutan: Ketidaktenangan akibat kekhawatiran akan bahaya dari musuh atau lainnya.

Kelaparan: Kekurangan makanan akibat paceklik atau kekeringan.

Kehilangan harta: Kehilangan yang terjadi akibat bencana atau kewajiban seperti zakat.

Kehilangan jiwa: Kematian atau gugurnya seseorang dalam perjuangan.

Kehilangan hasil panen (buah-buahan): Kerusakan akibat bencana. Hal ini disebut secara khusus meskipun termasuk dalam harta secara umum, karena pentingnya. Ada juga yang menafsirkan ini sebagai kehilangan anak-anak.


Firman-Nya: “Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar,” adalah perintah kepada Rasulullah ﷺ atau siapa saja yang mampu memberikan kabar gembira. Adapun makna kabar gembira ini telah dijelaskan sebelumnya.


Makna Sabar dan Istirja':

Kata sabar pada dasarnya berarti menahan diri. Dalam ayat ini, Allah menggambarkan orang-orang sabar sebagai mereka yang mengucapkan “Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji‘ūn” (Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali) ketika ditimpa musibah. 
Ucapan ini menunjukkan kepasrahan dan keridhaan terhadap takdir Allah.

Makna Musibah:
Musibah adalah bentuk tunggal dari maṣā’ib (bencana), yaitu setiap kemalangan yang menyakitkan manusia, sekalipun kecil.

Makna Kalimat Istirja':
Firman Allah “Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji‘ūn” mengandung pelajaran bahwa kalimat ini adalah tempat berlindung bagi orang-orang yang sedang diuji dan menjadi peneguh bagi mereka yang tertimpa musibah. 

Kalimat ini mengandung dua hal penting:

1. Pengakuan atas penghambaan kepada Allah.


2. Keyakinan terhadap kebangkitan dan kehidupan kembali setelah mati.



Makna Shalawat dalam Ayat Ini:

Dalam konteks ayat ini, kata shalawat diartikan sebagai ampunan dan pujian baik dari Allah, sebagaimana dikatakan oleh Az-Zajjaj. 
Oleh karena itu, penyebutan rahmat setelah shalawat bertujuan untuk mempertegas maknanya.

Menurut Al-Kashshaf, shalawat berarti kasih sayang dan kelembutan, sehingga istilah ini dipakai dalam makna yang serupa dengan ra’fah (belas kasih). Penggabungan antara shalawat dan rahmat seperti dalam firman-Nya:

“Rā’fatan wa raḥmatan” (QS. Al-Hadid: 27)

“Ra’ūfun raḥīmun” (QS. At-Tawbah: 117).
Maknanya adalah bahwa mereka mendapatkan kasih sayang yang terus menerus, baik berupa ampunan maupun rahmat.

Makna Rahmat:

Ada yang berpendapat bahwa rahmat di sini bermakna pengangkatan kesulitan dan pemenuhan kebutuhan.

Makna Al-Muhtadūn (Orang-Orang yang Mendapat Petunjuk):
Makna ini telah dijelaskan sebelumnya. Mereka disebut sebagai muhtadūn karena mereka melakukan hal-hal yang membawa mereka kepada jalan kebenaran, seperti istirjā' (mengucapkan Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji‘ūn) dan berserah diri kepada Allah.

Kisah tentang Kesabaran dan Salat:

Al-Hakim dan Al-Baihaqi dalam kitab Ad-Dalā'il meriwayatkan dari Ibrahim bin Abdurrahman bin 'Auf, bahwa Abdurrahman bin 'Auf suatu ketika jatuh pingsan karena sakit, hingga orang-orang mengira bahwa ia telah wafat. Mereka meninggalkan jasadnya dan menutupi tubuhnya dengan kain. Kemudian istrinya, Ummu Kultsum binti Uqbah, pergi ke masjid untuk meminta pertolongan melalui apa yang diperintahkan, yakni sabar dan salat. Setelah beberapa waktu, Abdurrahman tersadar dari pingsannya.

Asbabun Nuzul Ayat tentang Mati Syahid:

Ibnu Mandah dalam kitab Al-Ma‘rifah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa 'Umair bin Al-Humam gugur dalam Perang Badar. Berkenaan dengan dirinya dan yang lainnya, turunlah ayat: “Janganlah kalian mengatakan orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati” (QS. Al-Baqarah: 154).

Makna "Fi Sabilillah":

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Sa'id bin Jubair, bahwa makna "fi sabilillah" adalah dalam ketaatan kepada Allah, khususnya dalam memerangi kaum musyrik.

Kehidupan Ruh Syuhada di Akhirat:

Terdapat hadis-hadis yang menyebutkan bahwa ruh para syuhada berada di dalam tubuh burung-burung hijau yang memakan buah-buahan surga.


Hadis tentang Ruh Para Syuhada:

Di antara riwayatnya adalah dari Ka‘b bin Malik secara marfū‘ (disandarkan kepada Nabi ﷺ) dalam riwayat Ahmad, At-Tirmidzi (yang mensahihkannya), An-Nasa’i, dan Ibnu Majah.

Diriwayatkan pula bahwa ruh para syuhada berada dalam rupa burung putih, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dari Qatadah, yang mengatakan: "Telah sampai kepada kami," lalu beliau menyebutkan hal itu.

Riwayat yang serupa juga dikeluarkan oleh 'Abd bin Humaid dan Ibnu Jarir dari Qatadah.
Ada juga riwayat yang menyebutkan bahwa ruh mereka berada dalam rupa burung hijau, seperti yang dikeluarkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Al-Baihaqi dalam Syu‘ab Al-Iman dari Abu Al-‘Aliyah.

Hal serupa diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam kitab Al-Ba‘ts wa An-Nushūr dari Ka‘b, dan oleh Hannad bin As-Sari dari Hudhail.
Riwayat lain juga disebutkan oleh Abdurrazzaq dalam kitab Al-Mushannaf dari Abdullah bin Ka‘b bin Malik secara marfū‘.

Tafsir tentang Ujian dalam Ayat:
‘Abd bin Humaid dan Ibnu Jarir meriwayatkan dari ‘Atha’ tentang firman Allah: “Dan sungguh Kami akan menguji kalian dengan sedikit rasa takut dan lapar...” (QS. Al-Baqarah: 155), ia berkata: “Ayat ini merujuk kepada para sahabat Muhammad ﷺ.”

Ibnu Jarir, Ibnu Mundzir, Ibnu Abi Hatim, Ath-Thabarani, dan Al-Baihaqi dalam Syu‘ab Al-Iman meriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang firman Allah: “Dan sungguh Kami akan menguji kalian...” (QS. Al-Baqarah: 155), ia berkata:
"Allah memberitahukan kepada orang-orang mukmin bahwa dunia adalah tempat ujian, dan bahwa Dia akan menguji mereka di dalamnya. Kemudian Dia memerintahkan mereka untuk bersabar dan memberikan kabar gembira kepada mereka."


“Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 155).

 Allah mengabarkan bahwa apabila seorang mukmin menyerahkan diri kepada ketetapan Allah, kembali kepada-Nya, dan mengucapkan istirja’ (inna lillahi wa inna ilayhi raji‘un) saat ditimpa musibah, maka Allah akan mencatat untuknya tiga kebaikan:

1. Shalawat dari Allah,


2. Rahmat-Nya, dan


3. Petunjuk jalan yang meringankan.



Rasulullah ﷺ bersabda: “Barang siapa yang mengucapkan istirja’ saat ditimpa musibah, Allah akan menyembuhkan musibahnya, memperbaiki akibatnya, dan menggantikannya dengan sesuatu yang lebih baik yang ia ridhai.”

‘Abd bin Humaid, Ibnu Jarir, Ibnu Mundzir, dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Raja’ bin Haywah tentang firman Allah: “dan kekurangan dari buah-buahan” (QS. Al-Baqarah: 155), ia berkata: “Akan datang suatu masa kepada manusia, di mana pohon kurma tidak menghasilkan kecuali hanya satu buah saja.”

Ath-Thabarani dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda: *“Umatku diberikan sesuatu yang tidak diberikan kepada umat-umat lain, yaitu mereka mengatakan saat ditimpa musibah: ‘Inna lillahi wa inna ilayhi raji‘un.’”

Telah disebutkan pula dalam banyak hadis keutamaan mengucapkan istirja’ ketika menghadapi musibah.





Al Imam Al Biqo'i rahimahullah Ta'ala menafsirkan; 


Dan ketika Allah menutup ayat-ayat yang memerintahkan untuk menghadapkan wajah ke arah Ka'bah dalam shalat dengan perintah untuk bersyukur dan menjauhi kekufuran, dan hal itu merupakan puncak ibadah, yang pelakunya sangat membutuhkan pertolongan dari Allah, maka Dia merujuk pada firman-Nya dalam Ummul Kitab (Al-Fatihah): “Hanya kepada-Mu kami menyembah, dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan” (QS. Al-Fatihah: 5). 
Oleh karena itu, Dia memerintahkan mereka dengan apa yang terkandung dalam ayat itu berupa kesabaran dan shalat. Sebagaimana firman-Nya: “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar” (QS. Al-‘Ankabut: 45). 
Allah mengetahui bahwa mereka akan melaksanakan perintah ini, berbeda dengan Bani Israil yang dahulu membangkang ketika diperintahkan hal yang serupa di awal kisah mereka melalui firman-Nya: “Tegakkanlah shalat, tunaikan zakat, dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk” (QS. Al-Baqarah: 43), 
hingga firman-Nya: “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, dan sesungguhnya itu berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk” (QS. Al-Baqarah: 45). Dalam hal ini, ada isyarat bahwa mereka (umat Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam) adalah orang-orang yang khusyuk.

Konteks ayat ini sangat tepat, mengingat ia datang setelah gangguan dari Ahli Kitab yang menuduh mereka membatalkan agama karena perubahan arah kiblat dan hal-hal serupa dari ucapan-ucapan yang menyakitkan, sebagaimana disebutkan dalam ayat lain: “Dan sungguh kamu akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang musyrik banyak hal yang menyakitkan. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan” (QS. Ali Imran: 186).
 Selain itu, perintah ini juga datang setelah perintah untuk berzikir dan bersyukur, sebagai isyarat bahwa kunci dari kedua hal tersebut adalah sabar dan shalat. 
Seolah-olah dikatakan: “Janganlah kalian terpengaruh oleh cercaan orang-orang yang mencela urusan kiblat hingga itu mengalihkan kalian dari mengingat dan bersyukur kepada-Ku. 
Sebaliknya, bersabarlah dan shalatlah menghadap kiblat yang telah Aku perintahkan kepada kalian, dengan keyakinan bahwa sabar dan shalat adalah sebaik-baik pertolongan dalam segala urusan agama dan dunia.”

Lebih dari itu, dapat dikatakan: Ketika diketahui dari ayat-ayat ini bahwa konflik antara mereka dan para pembangkang akan semakin keras, Allah memerintahkan obat yang efektif, yaitu berpaling dari mereka dan fokus kepada dzikir dan syukur kepada-Nya. 
Dia kemudian menyusulkan perintah ini untuk menunjukkan bahwa urusan ini akan lebih berat dari yang mereka duga. Maka Dia berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman” (QS. Al-Baqarah: 153), 
dengan menyapa mereka secara umum, termasuk Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam.
 Namun, sepertinya Allah mengalihkan secara khusus konteks ini dari beliau, karena dalam ayat ini terdapat hal-hal yang menjaga kedudukan tinggi beliau Shallallahu alaihi wa sallam. 
Allah berfirman: “Jadikanlah sabar” atas apa yang kalian alami dari mereka dan kepada fokus kepada-Ku, agar Aku mencukupi kalian dalam setiap urusan penting.
 “Dan shalat”, karena ia adalah penolong terbesar, mengingat shalat mencakup seluruh bentuk ibadah. 
Barang siapa yang menghadap kepada Tuhannya dengan sepenuh hati melalui shalat, maka Allah akan melindunginya dan mencukupinya dari selain-Nya.
 Sebab itulah sifat yang besar dari setiap orang yang menghadapkan seluruh dirinya kepada-Nya.

Dan karena shalat tidak dapat tegak tanpa kesabaran, maka Allah mencukupkan penjelasan dengan alasan tersebut, dengan firman-Nya: “Sesungguhnya Allah”, yaitu Zat yang memiliki segala kesempurnaan, “bersama orang-orang yang sabar”. Dan sudah diketahui bahwa siapa yang Allah bersamanya, maka dia akan mendapatkan kemenangan. 
Al-Harali berkata: “Kesabaran yang paling ringan adalah kesabaran jiwa terhadap kemalasannya, dengan memaksanya untuk giat melaksanakan kewajiban.”

 Sebagaimana firman Allah: “Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan apa yang telah diberikan kepadanya” (QS. At-Talaq: 7), 
dan “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (QS. Al-Baqarah: 286).

 Maka ketika Allah memudahkan seseorang untuk bersungguh-sungguh dan bertekad, Dia akan menjadikan sesuatu yang sebelumnya berat untuk bersabar menjadi ringan, bahkan menjadi sesuatu yang manis, hingga hilanglah beban berat kesabaran.

Namun, jika seseorang tidak bersabar atas kemalasannya dan tidak bersungguh-sungguh dalam amalnya, maka ia akan terjerumus dalam hukuman yang jauh lebih berat daripada kesabaran pertama. Sebagaimana orang yang tidak bersabar meninggalkan makanan manis tidak akan bisa menghindari obat yang pahit. 
Jika ia mampu bersabar atas hukuman akibat hilangnya kesabaran pertama, ia akan mendapatkan keselamatan dari hukuman yang lebih berat. 
Tetapi jika ia tidak bersabar atas hukuman tersebut, ia akan jatuh ke dalam kebinasaan akibat siksa yang sangat pedih, sebagaimana firman-Nya kepada para pendosa: “Maka bersabarlah atau tidak bersabarlah, itu sama saja bagi kalian” (QS. Ath-Thur: 16).

Kemudian, Al-Harali berkata: “Awal agama adalah kesabaran, dan akhirnya adalah kemudahan. Barang siapa yang Allah bersamanya, maka Dia akan menghilangkan pahitnya kesabaran dengan menempatkan manisnya kedekatan (dengan-Nya), sebagaimana yang diisyaratkan oleh kata ‘bersama’.”




Al Imam Ibu Asyuur rahimahullah Ta'ala menafsirkan;


Ini adalah kalimat-kalimat sisipan antara firman Allah Ta'ala:

> "Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah wajahmu ke arah itu"
(Surat Al-Baqarah: 150),



dan kelanjutannya yang berupa alasan dalam firman-Nya:

> "Agar tidak ada alasan bagi manusia terhadap kamu"
(Surat Al-Baqarah: 150),



serta apa yang dihubungkan dengannya berupa firman-Nya:

> "Dan agar Aku menyempurnakan nikmat-Ku kepadamu"
(Surat Al-Baqarah: 150),



hingga firman-Nya:

> "Dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu kufur kepada-Ku"
(Surat Al-Baqarah: 152).



Ini juga termasuk antara firman-Nya:

> "Bukanlah kebajikan itu menghadapkan wajahmu ke arah timur atau barat"
(Surat Al-Baqarah: 177),



karena ayat-ayat tersebut merupakan pelengkap untuk menolak celaan terkait perubahan arah kiblat, sehingga ia memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan firman-Nya:

> "Agar tidak ada alasan bagi manusia terhadap kamu"
(Surat Al-Baqarah: 150),



yang berhubungan langsung dengan firman-Nya:

> "Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah wajahmu ke arah itu."
(Surat Al-Baqarah: 150).



Sisipan ini adalah bagian yang panjang, dimulai dengan mempersiapkan kaum Muslimin untuk tanggung jawab besar mereka dalam menolong agama Allah sebagai wujud syukur atas nikmat-nikmat-Nya yang telah disebutkan sebelumnya dalam ayat-ayat, berupa: menjadikan mereka sebagai umat yang terbaik, saksi atas manusia, keutamaan menghadapkan kiblat ke arah tempat paling mulia, dukungan atas kebenaran mereka dalam hal ini, perintah untuk meremehkan para zalim dan tidak takut kepada mereka, serta kabar gembira bahwa Allah telah menyempurnakan nikmat-Nya bagi mereka, memberi mereka petunjuk, dan mengutus seorang Rasul dari kalangan mereka.

Allah juga memberikan petunjuk kepada mereka untuk mematuhi hukum-hukum agung seperti syukur dan zikir. Karena dengan syukur dan zikir, jiwa dipersiapkan untuk melakukan amal-amal besar. Oleh karena itu, mereka diperintahkan untuk bersabar dan melaksanakan salat, yang keduanya merupakan bantuan bagi jiwa dalam melakukan amal yang agung. Maka, sangat sesuai jika perintah tersebut diiringi dengan perintah sabar dan salat. Selain itu, firman-Nya:

> "Agar tidak ada alasan bagi manusia terhadap kamu"
(Surat Al-Baqarah: 150)



menunjukkan bahwa ada orang-orang yang berniat mengganggu, meragukan, dan merencanakan tipu daya terhadap mereka. Maka, mereka diperintahkan untuk meminta pertolongan dengan sabar dan salat.

Seluruhnya saling berkaitan dan berkesinambungan, kecuali ayat:

> "Sesungguhnya Safa dan Marwah adalah sebagian dari syiar Allah"
(Surat Al-Baqarah: 158)



hingga firman-Nya:

> "Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui"
(Surat Al-Baqarah: 158),



yang akan dijelaskan posisinya nanti.

Permulaan ayat-ayat ini dimulai dengan seruan, karena hal itu menunjukkan adanya kabar penting yang besar. Sebab, dalam berita-berita besar yang mengejutkan, perlu disampaikan pengantar untuk mempersiapkan jiwa agar dapat menerimanya sebelum tiba-tiba menghadapinya.

Pembukaan dengan perintah meminta pertolongan melalui sabar menunjukkan bahwa akan ada seruan untuk melakukan amal besar dan menghadapi cobaan berat. Ini adalah persiapan untuk jihad, dan mungkin ini sebagai persiapan untuk Perang Badar Kubra. Sebab, peperangan pertama kaum Muslimin terjadi tidak lama sebelum perubahan arah kiblat. Perubahan kiblat terjadi pada bulan Rajab atau Sya'ban tahun kedua Hijriah, sedangkan Perang Bu’ath, Al-‘Usyairah, dan Badar pertama terjadi pada bulan Rabi’ dan Jumadil tahun yang sama, tanpa ada pertempuran besar. Adapun Badar Kubra terjadi pada bulan Ramadan tahun kedua Hijriah, dua bulan setelah perubahan kiblat.


Ayat tersebut juga menunjukkan bahwa kehidupan orang-orang yang terbunuh di jalan Allah bukanlah kehidupan fisik seperti kehidupan duniawi, tetapi kehidupan yang bersifat spiritual, di mana mereka menikmati kebahagiaan surgawi dan keutamaan yang agung. Allah menyebutkan dalam firman-Nya: "Tetapi kamu tidak menyadari." Ini menunjukkan bahwa kehidupan tersebut berada di luar kemampuan manusia untuk memahami karena bersifat non-materi.

Namun, kehidupan para syuhada ini lebih tinggi daripada kehidupan spiritual biasa yang dimiliki oleh semua ruh. Ruh mereka memiliki kesadaran yang lebih mendalam, kenikmatan langsung dari surga, dan pencerahan yang sempurna. Oleh karena itu, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Nabi ﷺ:

"Sesungguhnya ruh-ruh para syuhada berada dalam tembolok burung-burung hijau yang memakan buah-buahan surga dan minum dari airnya."

Hikmah di balik kehidupan ini adalah bahwa kenikmatan spiritual ruh bergantung pada perantara indra jasmani. Ketika ruh terpisah dari jasad di dunia, mereka dianugerahi "jasad" yang sesuai dengan keadaan surga, sehingga mereka dapat menikmati kenikmatan surgawi melalui perantara tersebut.


---


Al Imam Al Ha'fidz Ibnu Katsir rahimahullah Ta'ala menafsirkan;


Ketika Allah Ta'ala selesai menjelaskan perintah untuk bersyukur, Dia mulai menjelaskan tentang kesabaran dan mengarahkan untuk memohon pertolongan dengan kesabaran dan salat. Karena seorang hamba berada dalam salah satu dari dua keadaan: berada dalam nikmat sehingga dia bersyukur atasnya, atau dalam musibah sehingga dia bersabar atasnya.
 Sebagaimana disebutkan dalam hadis: "Sungguh mengagumkan keadaan seorang mukmin. Tidaklah Allah menetapkan suatu ketetapan baginya kecuali itu baik baginya: jika dia mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka itu baik baginya; dan jika dia tertimpa kesusahan, dia bersabar, maka itu baik baginya."

Allah Ta'ala menjelaskan bahwa sebaik-baik cara untuk memohon pertolongan dalam menghadapi musibah adalah dengan kesabaran dan salat, sebagaimana firman-Nya:

> "Dan mohonlah pertolongan dengan sabar dan salat. Sesungguhnya itu berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk." (QS. Al-Baqarah: 45).



Dalam hadis, disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ, jika menghadapi suatu urusan besar, beliau segera salat.

Kesabaran itu ada dua macam:

1. Kesabaran dalam meninggalkan hal-hal yang haram dan maksiat.


2. Kesabaran dalam melaksanakan ketaatan dan mendekatkan diri kepada Allah.



Yang kedua lebih besar pahalanya karena itulah yang menjadi tujuan utama. Sebagaimana dikatakan oleh Abdurrahman bin Zaid bin Aslam: "Kesabaran itu ada dalam dua keadaan: sabar untuk Allah dengan melakukan apa yang dicintai-Nya, meskipun berat bagi jiwa dan tubuh; dan sabar untuk Allah dengan meninggalkan apa yang dibenci-Nya, meskipun hawa nafsu condong kepadanya."

Barang siapa yang mampu demikian, maka dia termasuk orang-orang yang sabar, yang kelak mendapatkan salam penghormatan, insya Allah.

Ali bin Al-Husain Zainul Abidin berkata:
"Ketika Allah mengumpulkan orang-orang terdahulu dan terakhir (di Hari Kiamat), seorang penyeru akan menyeru:
 'Di manakah orang-orang yang sabar? Hendaklah mereka masuk surga tanpa hisab!' 
Maka sekelompok orang bangkit. Para malaikat menyambut mereka dan bertanya: 'Ke mana kalian hendak pergi, wahai anak Adam?' 
Mereka menjawab: 'Ke surga.' Para malaikat bertanya: 'Tanpa hisab?'
 Mereka menjawab: 'Ya.' Para malaikat bertanya lagi: 'Siapakah kalian?' 
Mereka menjawab: 'Kami adalah orang-orang yang sabar.' 
Para malaikat bertanya: 'Apa bentuk kesabaran kalian?' 
Mereka menjawab: 'Kami bersabar dalam ketaatan kepada Allah dan menjauhi maksiat kepada-Nya hingga Allah mewafatkan kami.'
 Para malaikat berkata: 'Benarlah kalian, masuklah ke dalam surga.
 Sungguh, sebaik-baik balasan bagi orang yang beramal.'”

Saya (penulis) berkata: Hal ini didukung oleh firman Allah Ta'ala:

> "Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahala mereka tanpa batas." (QS. Az-Zumar: 10).



Said bin Jubair berkata: "Kesabaran adalah pengakuan seorang hamba bahwa apa yang menimpanya berasal dari Allah, dan dia mengharapkan pahala dari Allah, meskipun seseorang mungkin tampak tegar namun hatinya sebenarnya gelisah."


---

Firman Allah Ta'ala:

> "Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah bahwa mereka mati. Sebaliknya, mereka hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya." (QS. Al-Baqarah: 154).



Allah Ta'ala mengabarkan bahwa para syuhada dalam kehidupan barzakh mereka hidup dan diberi rezeki. Sebagaimana disebutkan dalam hadis sahih Muslim:

"Sesungguhnya ruh-ruh para syuhada berada di dalam tembolok burung hijau yang berkelana di surga sekehendak mereka, kemudian kembali ke lentera-lentera yang tergantung di bawah Arsy. Lalu Tuhanmu memandang mereka dan bertanya: 'Apa yang kalian inginkan?' Mereka menjawab: 'Wahai Tuhan kami, apalagi yang kami inginkan? Engkau telah memberikan kami sesuatu yang tidak Engkau berikan kepada makhluk-Mu yang lain.' Kemudian Allah mengulang pertanyaan-Nya, hingga mereka berkata: 'Kami ingin Engkau mengembalikan kami ke dunia agar kami dapat berperang di jalan-Mu lagi hingga kami gugur untuk kedua kalinya karena kami melihat betapa besar pahala syahid.' Namun Allah berfirman: 'Aku telah menetapkan bahwa mereka tidak akan kembali ke dunia.’"

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Imam Syafi’i, dari Imam Malik, dari Az-Zuhri, dari Abdurrahman bin Ka'b bin Malik, dari ayahnya, Rasulullah ﷺ bersabda:

"Ruh seorang mukmin adalah burung yang bergantung pada pohon-pohon surga, hingga Allah mengembalikannya ke tubuhnya pada hari kebangkitan."

Hadis ini menunjukkan bahwa hal ini juga berlaku untuk seluruh orang mukmin, meskipun para syuhada disebutkan secara khusus dalam Al-Qur'an sebagai bentuk penghormatan, pemuliaan, dan pengagungan bagi mereka.



Al Imam Ibu Qayyim rahimahullah Ta'ala berkata; 

Manfaat (Fa'idah):

Allah Ta'ala telah mengaitkan sabar dengan semua rukun Islam dan maqam-maqam iman. 

Dia mengaitkannya dengan shalat, seperti firman-Nya:
 “Dan mohonlah pertolongan dengan sabar dan shalat” (QS. Al-Baqarah: 45).

Dia juga mengaitkannya dengan amal shalih secara umum, seperti firman-Nya: “Kecuali orang-orang yang bersabar dan mengerjakan amal-amal yang saleh” (QS. Hud: 11).

Dia menjadikannya seiring dengan takwa, seperti firman-Nya:
 “Barang siapa bertakwa dan bersabar” (QS. Yusuf: 90).

Dia menjadikannya seiring dengan syukur, seperti firman-Nya: 
“Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi setiap orang yang sabar lagi bersyukur” (QS. Ibrahim: 5).

Dia menjadikannya seiring dengan kebenaran, seperti firman-Nya: 
“Dan saling menasihatilah dalam kebenaran dan saling menasihatilah dalam kesabaran” (QS. Al-‘Asr: 3).

Dia menjadikannya seiring dengan kasih sayang, seperti firman-Nya:
 “Dan saling menasihatilah dalam kesabaran dan saling menasihatilah dalam kasih sayang” (QS. Al-Balad: 17).

Dia menjadikannya seiring dengan keyakinan, seperti firman-Nya: 
“Ketika mereka bersabar dan mereka meyakini ayat-ayat Kami” (QS. As-Sajdah: 24).

Dia menjadikannya seiring dengan kejujuran, seperti firman-Nya:
 “Laki-laki dan perempuan yang jujur, yang sabar” (QS. Al-Ahzab: 35).

Dia menjadikannya sebab kecintaan, kedekatan, pertolongan, dan bantuan-Nya serta balasan terbaik dari-Nya.
 Semua itu cukup menunjukkan keutamaan dan kemuliaan sabar.


Bab: Kedudukan Sabar

Di antara maqam “Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in” adalah maqam sabar.

Imam Ahmad rahimahullah berkata:
“Sabar disebutkan dalam Al-Qur’an di sekitar 90 tempat. 
Sabar adalah kewajiban menurut kesepakatan umat.
 Ia adalah separuh dari iman, karena iman terdiri atas dua bagian: separuhnya adalah sabar, dan separuhnya lagi adalah syukur. Sabar disebutkan dalam Al-Qur’an dalam 16 bentuk.”

Jenis-Jenis Sabar dalam Al-Qur'an:

1. Perintah untuk bersabar:

Seperti firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, mohonlah pertolongan dengan sabar dan shalat” (QS. Al-Baqarah: 45),

 “Bersabarlah, sesungguhnya kesabaranmu itu hanyalah dengan pertolongan Allah” (QS. An-Nahl: 127).


2. Larangan dari kebalikannya:

Seperti firman Allah: “Maka bersabarlah sebagaimana para rasul yang memiliki keteguhan hati bersabar, dan janganlah kamu tergesa-gesa terhadap mereka” (QS. Al-Ahqaf: 35).


3. Pujian bagi orang-orang yang bersabar:

Seperti firman-Nya: “(Yaitu) orang-orang yang sabar, yang jujur” (QS. Ali ‘Imran: 17).


4. Kecintaan Allah kepada orang-orang yang sabar:

Seperti firman-Nya: “Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar” (QS. Ali ‘Imran: 146).


5. Kedekatan Allah dengan mereka:

Seperti firman-Nya: “Dan bersabarlah, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar” (QS. Al-Baqarah: 249).


6. Kabar bahwa sabar adalah baik untuk mereka:

Seperti firman-Nya: “Dan jika kamu bersabar, maka itu lebih baik bagi orang-orang yang sabar” (QS. An-Nahl: 126).


7. Balasan terbaik bagi mereka:

Seperti firman-Nya: “Dan Kami pasti akan memberikan balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (QS. An-Nahl: 96).


8. Balasan tanpa batas:

Seperti firman-Nya: “Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas” (QS. Az-Zumar: 10).


9. Berita gembira untuk orang yang sabar:

Seperti firman-Nya: “Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar” (QS. Al-Baqarah: 155).


10. Jaminan pertolongan dan bantuan:

Seperti firman-Nya: “Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya Tuhanmu akan menolongmu dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda” (QS. Ali ‘Imran: 125).


11. Sabar adalah bagian dari azam:

Seperti firman-Nya: “Dan barang siapa bersabar dan memaafkan, sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang dianjurkan” (QS. Asy-Syura: 43).


12. Sabar adalah kunci memahami ayat dan tanda-tanda Allah:

Seperti firman-Nya: “Sesungguhnya dalam hal itu terdapat tanda-tanda bagi setiap orang yang sabar lagi bersyukur” (QS. Ibrahim: 5).


13. Sabar adalah sebab masuk surga:

Seperti firman-Nya: “Keselamatan atas kalian atas kesabaran kalian. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu” (QS. Ar-Ra’d: 24).


14. Sabar mengantarkan kepada kepemimpinan dalam agama:

Ibn Taimiyyah rahimahullah berkata: “Dengan sabar dan keyakinan, seseorang dapat mencapai kepemimpinan dalam agama.” 
Kemudian beliau membaca firman Allah: “Dan Kami jadikan di antara mereka pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami, ketika mereka bersabar dan mereka yakin terhadap ayat-ayat Kami” (QS. As-Sajdah: 24).



Kesabaran adalah pilar utama iman, sebagaimana kepala adalah bagian utama tubuh.
 Tanpa kesabaran, tidak ada iman, sebagaimana tanpa kepala, tubuh tidak ada. 
Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu berkata: “Kehidupan terbaik yang kami alami adalah dengan kesabaran.”

 Rasulullah ﷺ bersabda: “Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin. Semua urusannya adalah baik. Jika dia mendapatkan kebahagiaan, dia bersyukur, dan itu baik baginya. Jika dia ditimpa musibah, dia bersabar, dan itu pun baik baginya.”

Wallahu a‘lam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar