Rabu, 11 September 2024

MENGINGAT ALLAH TA'ALA


MENGINGAT ALLAH TA'ALA



Alhamdulillah, Was Sholatu was Salamu ala Rosulillah, wa ba'du;

Dzikir memiliki makna yang luas dan dapat dibagi menjadi dua:

A) Makna Umum:

Ini mencakup semua bentuk ibadah seperti salat, puasa, haji, membaca Al-Qur'an, memuji Allah, berdoa, bertasbih, bertahmid, memuliakan Allah, dan berbagai bentuk ketaatan lainnya. Semua ini dilakukan sebagai bentuk mengingat Allah, menaati-Nya, dan menyembah-Nya.

Syaikhul Islam berkata: 
"Segala sesuatu yang diucapkan oleh lisan dan dipahami oleh hati yang mendekatkan kepada Allah Ta'ala, seperti mempelajari ilmu, mengajarkannya, memerintahkan kebaikan, dan melarang kemungkaran, itu adalah bagian dari dzikir kepada Allah Ta'ala."

B) Makna Khusus:

Dzikir kepada Allah dengan kalimat-kalimat yang datang dari Allah Ta'ala, seperti membaca Al-Qur'an, atau dengan kalimat yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihiwasallam, yang mengandung pujian, penyucian, pemuliaan, dan penegasan keesaan Allah. 
Dzikir yang dimaksud dalam sunah ini adalah makna khusus.

Dzikir yang paling agung adalah membaca Kitab Allah. 
Ibadah dengan membacanya telah membuat mata para salaf tak bisa terpejam dan membuat mereka terjaga sepanjang malam, 
sebagaimana firman Allah, 
"Dan di waktu sahur mereka memohon ampun." (Az-Zariyat: 18).

Mereka mengisi malam mereka dengan membaca Kitab Allah dan dzikir lainnya yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. 
Malam yang penuh berkah itu telah mereka manfaatkan sebaik mungkin, sementara kita sering menyia-nyiakannya.


Bagaimana para sahabat dengan Al-Qur'an?

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah membaca surat Al-Baqarah, An-Nisa', dan Ali Imran dalam satu rakaat salat malam. 

Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu anhu juga pernah mengatakan, 
"Aku pernah salat bersama Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pada suatu malam, beliau berdiri hingga aku hampir melakukan sesuatu yang buruk, yaitu aku hampir duduk dan meninggalkan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam."

Dalam Shahih Bukhari dan Muslim, Abdullah bin Amr Radhiyallahu anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepadanya,
 "Bacalah Al-Qur'an setiap bulan," 
Abdullah berkata, "Aku kuat (untuk lebih cepat dari itu)." 
Nabi berkata, "Bacalah dalam 20 malam," Abdullah berkata, "Aku masih kuat." Nabi menjawab, "Bacalah dalam tujuh hari, jangan lebih dari itu."

Para sahabat sangat mencintai Al-Qur'an, hingga mereka merasa menyesal jika terlewat membacanya. 
Maka Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam memberikan kesempatan bagi mereka untuk menggantinya. 

Dalam hadits riwayat Muslim, Umar bin Khattab Radhiyallahu anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, 
"Barangsiapa yang tertidur dan terlewatkan dari bacaannya, lalu dia membacanya di antara salat fajar dan zuhur, maka dia akan ditulis seolah-olah membacanya di malam hari."

Akan halnya pembagian bacaan Al-Qur'an, Ows bin Hudzaifah Radhiyallahu anhu bertanya kepada para sahabat tentang bagaimana mereka membagi Al-Qur'an. Mereka menjawab, 
"Tiga surat, lima surat, tujuh surat, sembilan surat, sebelas surat, tiga belas surat, dan hizb terakhir adalah surat-surat pendek."

Maksud dari "tiga" adalah membaca tiga surat pertama di hari pertama, 
lalu lima surat berikutnya di hari kedua, 
dan seterusnya hingga selesai dalam satu minggu. 
Begitulah generasi pertama dengan dzikir terbesar, yaitu Al-Qur'an, dan generasi sesudah mereka mengikuti jejak tersebut.

Abu Abdurrahman berkata,
 "Kami belajar Al-Qur'an dari orang-orang yang ketika mereka mempelajari sepuluh ayat, mereka tidak akan beralih ke sepuluh ayat berikutnya hingga mereka memahami apa yang terkandung di dalamnya. Maka kami belajar Al-Qur'an dan mengamalkannya."


Dzikir Menjadi Kehidupan bagi Hati

Banyak dari kita, terutama di zaman sekarang, merasakan kekerasan hati dan kelalaian.
 Hidupnya hati adalah dengan dzikir. 
Dalam Shahih Bukhari, Abu Musa Radhiyallahu anhu meriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Perumpamaan orang yang mengingat Allah dengan orang yang tidak mengingat-Nya adalah seperti yang hidup dan yang mati." 

Dalam riwayat Muslim disebutkan, "Perumpamaan rumah yang di dalamnya disebut nama Allah dengan rumah yang tidak disebut nama Allah di dalamnya adalah seperti yang hidup dan yang mati."


Ibn al-Qayyim Rahimahullah dalam Kitab *Madarij as-Salikin* pada Bab "Manzilah Dzikir" mengatakan:

"Di antara manzilah 'Iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in' adalah manzilah dzikir. 
Ini adalah manzilah terbesar dari orang-orang yang beriman, dari mana mereka mengambil bekal, dalam dzikir mereka berdagang, dan selalu kembali kepadanya. Dzikir adalah tanda kewalian; siapa yang diberi dzikir, ia akan terhubung dengan Allah, dan siapa yang dicegah darinya, ia akan terasing. 
Dzikir adalah makanan hati orang-orang yang beriman, yang jika hati mereka terpisah dari dzikir, maka tubuh mereka akan menjadi kuburan bagi hati mereka. Dzikir adalah pembersih hati, pengobatnya jika hati mengalami penyakit, dan semakin dalam seseorang berzikir, semakin bertambah kecintaan dan kerinduan kepada Allah. Dzikir adalah pintu terbesar yang terbuka antara Allah dan hamba-Nya, yang tidak akan tertutup kecuali oleh kelalaian hamba itu sendiri."* (Selesai kutipan).

Ibn al-Qayyim juga menyebutkan dalam kitabnya *Al-Wabil as-Sayyib*, lebih dari seratus manfaat dzikir. 
Dianjurkan untuk merujuk kepadanya, karena di dalamnya terdapat dorongan untuk menjaga ibadah agung ini. Ia juga memaparkan contoh-contoh para pengingat Allah, terutama gurunya, Syaikhul Islam Ibn Taimiyah Rahimahullah.

Allah SWT memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk memperbanyak dzikir di banyak tempat, di antaranya:

1. Allah memerintahkan agar banyak berdzikir,
sebagaimana firman-Nya:  
   "Wahai orang-orang yang beriman, ingatlah Allah dengan mengingat yang banyak. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang."
   (QS. Al-Ahzab: 41-42)

2. Allah menjanjikan pengampunan dan pahala besar bagi yang banyak berdzikir, baik laki-laki maupun perempuan, sebagaimana firman-Nya:  
   "Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang berserah diri, yang beriman, yang taat, yang jujur, yang sabar, yang khusyuk, yang bersedekah, yang berpuasa, yang menjaga kehormatannya, dan yang banyak mengingat Allah, Allah telah menyediakan bagi mereka ampunan dan pahala yang besar."
   (QS. Al-Ahzab: 35)

3. Allah memperingatkan dari sifat orang munafik, yang di antaranya adalah sedikitnya dzikir,
sebagaimana firman-Nya:  
   "Sesungguhnya orang-orang munafik menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Apabila mereka berdiri untuk salat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya di hadapan manusia. Dan mereka tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali."
   (QS. An-Nisa: 142)

4. Allah memperingatkan kita dari kesibukan dunia yang mengalihkan dari dzikir,
sebagaimana firman-Nya:  
   "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi."
   (QS. Al-Munafiqun: 9)

5. Pahami keutamaan yang besar dan kemuliaan yang tinggi,
sebagaimana firman Allah Ta'ala dalam hadis Qudsi:  
   "Aku sesuai dengan persangkaan hamba-Ku terhadap-Ku, dan Aku bersamanya ketika dia mengingat-Ku. Jika dia mengingat-Ku dalam dirinya, Aku mengingatnya dalam diri-Ku. Jika dia mengingat-Ku di hadapan orang banyak, Aku mengingatnya di hadapan makhluk yang lebih baik dari mereka."
   (HR. Bukhari dan Muslim)

6. Allah memuji orang-orang yang berakal karena mereka mengingat-Nya dalam segala keadaan,
 sebagaimana firman-Nya:  
   "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal. Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi seraya berkata, 'Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia; Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.'"
   (QS. Ali Imran: 190-191)

Dalam sunnah Rasulullah SAW - yang akhlaknya adalah Al-Qur'an - dijelaskan bahwa beliau senantiasa berdzikir dalam setiap waktunya dan keadaannya. Aisyah RA berkata, "Rasulullah SAW mengingat Allah dalam segala keadaannya."(HR. Muslim)

Sekarang bayangkan, wahai saudaraku, bagaimana dengan kita? Dapatkah kita mendekati atau meniru keadaan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dalam dzikir?


Jadi, apakah kita dalam sebagian waktu kita termasuk orang-orang yang senantiasa berdzikir?

Yang lebih menakjubkan lagi, Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya bagaimana Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam berdzikir bahkan saat beliau sedang sibuk. 

Dari al-Agharr al-Muzani Radhiyallahuanhu, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: 
“Sesungguhnya hatiku sering diliputi sedikit kelalaian, dan aku memohon ampun kepada Allah dalam sehari seratus kali.” (HR. Muslim)

An-Nawawi Rahimahullah berkata:

"Yang dimaksud di sini adalah sesuatu yang menutupi hati. Al-Qadhi mengatakan: Ada yang berpendapat maksudnya adalah waktu-waktu terjadinya kelalaian dari dzikir yang menjadi kebiasaannya untuk terus-menerus melakukannya. Jika beliau lalai sejenak, beliau menganggapnya sebagai dosa dan memohon ampun untuk itu. Ada juga yang mengatakan bahwa kelalaian itu adalah karena beliau memikirkan keadaan umatnya, serta apa yang beliau ketahui tentang kondisi mereka setelahnya, sehingga beliau beristighfar untuk mereka. Ada pula yang mengatakan bahwa sebab kelalaian itu adalah kesibukannya dalam mengurusi maslahat umatnya, memikirkan urusan mereka, melawan musuh, mengatur strategi, serta mengurus orang-orang yang baru masuk Islam, sehingga kesibukan itu menyita beliau dari tingkat dzikir yang paling tinggi, dan beliau menganggapnya sebagai dosa dibandingkan dengan kedudukan beliau yang agung..."

Ada juga yang mengatakan bahwa ketakutan para nabi dan malaikat adalah bentuk ketakutan penuh penghormatan, meskipun mereka aman dari azab Allah Ta'ala."

Dzikir itu ada dua macam: mutlak dan muqayyad (terikat):

Seorang hamba harus berusaha berdzikir kepada Allah dengan hati dan lisannya, karena ini adalah keadaan yang paling sempurna, bukan hanya dengan lisannya saja. 
Ada sebagian orang yang tidak merasakan apa yang diucapkannya dalam dzikir, karena dalam dzikirnya hanya lisannya yang bergerak. Namun, jika hatinya ikut tergerak dan merenung, maka keimanan akan bertambah dan hati akan menjadi lembut.

Ketahuilah juga, wahai saudaraku yang diberkahi:

Dzikir dari segi tempatnya terbagi menjadi dua jenis: dzikir muqayyad dan dzikir mutlak.

- **Dzikir muqayyad adalah dzikir yang terikat dengan tempat, waktu, atau keadaan tertentu.
- **Dzikir mutlak adalah dzikir yang tidak terikat dengan sesuatu apa pun, melainkan dapat dilakukan sepanjang hari.

Dzikir setelah salat, atau dzikir yang dilakukan setelah adzan, serta semua dzikir yang diajarkan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dalam tempat, waktu, atau keadaan tertentu, harus didahulukan atas dzikir mutlak, karena dengan itu kita mengikuti Nabi Shallallahualaihiwasallam

Jadi, jika seseorang selesai dari salat wajibnya, yang lebih utama baginya adalah membaca dzikir setelah salat, bukan dzikir lain meskipun itu baik, seperti membaca Al-Qur'an, karena inilah yang dilakukan oleh Nabi SAW. Kebaikan yang sempurna adalah mengikuti beliau Shallallahualaihiwasallam.

Dengan dzikir, seorang hamba bisa termasuk golongan yang mendahului:

Pembahasan tentang dzikir dan manfaatnya sangat panjang, namun seorang muslim hendaknya tidak termasuk golongan yang sedikit mengingat Rabbnya. Ia harus segera menjaga keutamaan besar yang terkandung dalam dzikir, dan secara bertahap membiasakan dirinya untuk beribadah ini. 
Ia membiasakan dirinya yang mungkin sudah lama jauh dari ketaatan, dengan mengambil satu jenis dzikir dari sunnah Nabi Shallallahu alaihiwasallam, dan menjaganya untuk waktu yang lama hingga dzikir itu menjadi bagian dari amalannya sehari-hari. Setelah itu, ia mengangkat dirinya untuk menambah dzikir lain, hingga akhirnya ia termasuk golongan *mufarridun*, yaitu orang-orang yang banyak mengingat Allah, baik laki-laki maupun perempuan.

Mereka termasuk golongan yang mendahului sebagaimana disebutkan dalam sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. 

Seperti yang diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih nya dari Abu Hurairah Radhiyallahuanhu, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: 
“Rasulullah SAW berjalan di jalan menuju Makkah, lalu beliau melewati sebuah gunung yang disebut Jumdan, maka beliau bersabda:
 'Berjalanlah, ini adalah Jumdan, telah mendahului para mufarridun.' 
Mereka bertanya, 'Siapa para mufarridun itu, ya Rasulullah?' 
Beliau menjawab, 'Orang-orang yang banyak berdzikir kepada Allah, baik laki-laki maupun perempuan.’”* (HR. Muslim)

Nabi SAW menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan *mufarridun* adalah orang-orang yang banyak berdzikir kepada Allah, baik laki-laki maupun perempuan.
 
Secara bahasa, *mufarridun* berasal dari kata *infirad*, yang berarti terpisah. 
Seolah-olah mereka terpisah dari yang lainnya karena banyak berdzikir kepada Allah, sehingga tidak banyak orang yang bisa mencapai derajat mereka, sebagaimana yang disebutkan oleh sebagian ulama. 
Sungguh buruk jika hati kosong dari dzikir kepada Allah, dan lisan kering dari mengucapkannya.

Dan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam berkata kepada seseorang yang datang kepadanya, ia berkata: 
“Sesungguhnya syariat-syariat Islam begitu banyak bagiku, maka tunjukkan kepadaku satu amalan yang dapat aku pegang erat-erat.”
Beliau Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: 
“Jangan biarkan lisanmu kering dari mengingat Allah 'Azza wa Jalla.” (HR. Tirmidzi)

Maka wahai saudaraku yang diberkahi,
 apa yang tidak bisa kamu lakukan semuanya, jangan tinggalkan semuanya. Ambillah satu dzikir dan pegang erat-erat hingga kamu bisa menambahkan dzikir lain, demikian seterusnya. Ini lebih baik daripada melewati umurmu tanpa ada tambahan amalan dari ibadah yang agung ini.

Di antara dzikir yang datang dalam sunnah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam banyak sekali jenisnya, di antaranya:

1. Dari Abu Hurairah radhiyallahuanhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: 
“Barang siapa yang mengucapkan: ‘La ilaha illallah wahdahu la syarika lah, lahul mulku walahul hamdu, wahuwa 'ala kulli syai'in qadir,’ seratus kali dalam sehari, maka baginya pahala sebanding dengan memerdekakan sepuluh budak, ditulis untuknya seratus kebaikan, dihapuskan darinya seratus kesalahan, dan pada hari itu ia terlindung dari setan hingga sore hari. Tidak ada seorang pun yang datang dengan amalan yang lebih baik daripada apa yang ia lakukan, kecuali orang yang mengerjakan lebih dari itu. Dan barang siapa yang mengucapkan ‘Subhanallah wa bihamdih’ seratus kali dalam sehari, dihapuskan kesalahannya walaupun sebanyak buih di lautan.”(HR. Bukhari dan Muslim)

2. Dari Abu Ayyub Radhiyallahuanhu, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Barang siapa yang mengucapkan: ‘La ilaha illallah wahdahu la syarika lah, lahul mulku walahul hamdu wahuwa 'ala kulli syai’in qadir,’ sebanyak sepuluh kali, maka seakan-akan ia memerdekakan empat orang dari keturunan Ismail.”(HR. Bukhari dan Muslim)

3. Dari Sa'ad bin Abi Waqqas Radhiyallahu, ia berkata: “Kami berada di sisi Rasulullah shallallahualaihiwasallam, lalu beliau bersabda: ‘
Adakah salah seorang di antara kalian yang tidak mampu mendapatkan seribu kebaikan setiap hari?’ 
Salah seorang dari para sahabatnya bertanya: ‘Bagaimana salah satu dari kami bisa mendapatkan seribu kebaikan?’ 
Beliau bersabda: ‘Ia mengucapkan seratus tasbih, maka ditulis baginya seribu kebaikan atau dihapus darinya seribu kesalahan.’”(HR. Muslim)

4. Dari Abu Hurairah radhiyallahuanhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: 
“Barang siapa yang mengucapkan ‘Subhanallah wa bihamdih’ seratus kali dalam sehari, dihapuskan dosa-dosanya walaupun sebanyak buih di lautan.”(HR. Bukhari dan Muslim)  

Dalam riwayat Muslim: 
“Barang siapa yang mengucapkannya di pagi hari dan sore hari seratus kali, tidak ada seorang pun yang datang pada hari kiamat dengan amalan yang lebih baik daripada yang ia kerjakan, kecuali orang yang mengucapkan seperti yang ia ucapkan atau lebih dari itu.” (HR. Muslim)

Hadits-hadits tentang berbagai macam dzikir dan keutamaannya banyak sekali.

 Apa yang disebutkan di atas adalah di antara dzikir yang paling masyhur dan shahih, sementara masih banyak yang lainnya. Di antaranya adalah hadits dari Abu Musa Al-Asy’ari Radhiyallahuanhu, ia berkata: “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepadaku: 
‘Maukah kamu aku tunjukkan sebuah harta dari harta karun surga?’ Aku berkata: ‘Tentu.’ Beliau bersabda: ‘Ucapkanlah: La hawla wa la quwwata illa billah (Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah).’” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Hurairah radhiyallahuanhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: 
“Sesungguhnya mengucapkan ‘Subhanallah, walhamdulillah, wa la ilaha illallah, wallahu akbar’ lebih aku cintai daripada apa yang disinari oleh matahari.” (HR. Muslim)

Istighfar juga termasuk jenis dzikir, sebagaimana disebutkan dalam hadits al-Agharr al-Muzani Radhiyallahu anhu dalam riwayat Muslim, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: 
“Sesungguhnya hatiku sering diliputi sedikit kelalaian, dan aku memohon ampun kepada Allah dalam sehari seratus kali.” (HR. Muslim)

Ini adalah perbuatan beliau Shallallahu alaihi wa sallam dan beliau juga menganjurkan untuk memperbanyak istighfar sebagaimana dalam hadits shahih Muslim dari al-Agharr Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: 
“Wahai manusia, bertaubatlah kepada Allah, karena aku bertaubat kepada-Nya seratus kali dalam sehari.” (HR. Muslim)

Dalam riwayat Bukhari, dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu ia berkata: 
“Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
 ‘Demi Allah, aku memohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya lebih dari tujuh puluh kali dalam sehari.’” (HR. Bukhari)  


Oleh karena itu, seorang hamba hendaknya tidak lalai dari istighfar.

Saya akhiri pembahasan tentang dzikir—juga semua sunnah harian—dengan dzikir yang agung yang terdapat dalam kedua kitab shahih, disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: 
“Dua kalimat yang ringan di lisan, berat di timbangan, dan dicintai oleh Ar-Rahman: ‘Subhanallah wa bihamdih, subhanallahil 'azhim.’”(HR. Bukhari dan Muslim)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar