Kamis, 05 September 2024

BERSYUKUR


BERSYUKUR 


Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang

Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam. Semoga rahmat dan salam tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad, sang pemegang janji yang jujur. 
Ya Allah, keluarkanlah kami dari kegelapan kebodohan dan khayalan menuju cahaya pengetahuan dan ilmu, serta dari lumpur hawa nafsu menuju taman kedekatan dengan-Mu.


Saudara-saudara sekalian, kita akan membahas nama baru dari Asmaul Husna, yaitu "Asy-Syakur".

Penyebutan nama *Asy-Syakur* dalam Al-Qur'an disandingkan dengan nama *Al-Ghafur* dan *Al-Halim*

Allah Ta'ala menamai diri-Nya dengan nama "Asy-Syakur". 

Allah Ta'ala berfirman:
 "Agar Allah menyempurnakan pahala mereka dan menambah dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri." (QS. Fathir: 30). 

Artinya, Allah Maha Pengampun dosa dan Maha Mensyukuri amal saleh. 

Nama ini disebut bersanding dengan nama *Al-Ghafur* (Maha Pengampun) dalam dua tempat. 

Yang pertama sudah disebutkan, dan yang kedua adalah;

 Firman Allah Ta'ala: 
"Dan mereka berkata, 'Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan kesedihan dari kami. Sesungguhnya Tuhan kami adalah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.'" (QS. Fathir: 34). 

Nama ini juga disebut bersanding dengan nama *Al-Halim* (Maha Penyantun) 

Dalam firman-Nya: 
"Jika kamu meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang baik, niscaya Allah akan melipatgandakannya untukmu dan mengampunimu. Dan Allah Maha Mensyukuri lagi Maha Penyantun." (QS. At-Taghabun: 17).

**"Laghafurun Syakur"**
**"Syakurun Halim"**

Jika kamu jatuh dalam dosa, Allah adalah *Al-Ghafur* (Maha Pengampun), 
Dan jika kamu melakukan amal yang baik, Allah adalah *Asy-Syakur* (Maha Mensyukuri). 
Jika kamu melakukan amal saleh, Allah adalah *Asy-Syakur* (Maha Mensyukuri), Dan jika kamu tergelincir, Allah adalah *Al-Halim* (Maha Penyantun). 

*"Laghafurun Syakur"* dan *"Syakurun Halim."*


Tanda keimanan seorang Muslim adalah selalu berada di antara kesabaran dan rasa syukur

Ada ayat lain: "Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi setiap orang yang sabar dan bersyukur." (QS. Ibrahim: 5). 

Seorang mukmin harus menjadi orang yang sabar dan bersyukur, yaitu mengambil pelajaran dari kesempurnaan Allah Ta'ala sebagai bentuk pendekatan diri kepada-Nya.
 Seorang mukmin harus sangat sabar saat mengalami musibah dan sangat bersyukur saat menerima nikmat. Kamu berada di antara dua keadaan: keadaan yang tidak kamu harapkan, maka bersabarlah, dan keadaan yang kamu inginkan, maka bersyukurlah.
 Seorang mukmin adalah "sabar" dan "syukur."

Iman adalah separuhnya sabar dan separuhnya syukur. 
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: 
"Sungguh menakjubkan urusan orang mukmin! Sesungguhnya semua urusannya adalah baik. Jika dia mendapat kesenangan, dia bersyukur, maka itu baik baginya. Jika dia ditimpa kesulitan, dia bersabar, maka itu baik baginya. Dan hal ini tidak dimiliki oleh siapapun kecuali orang mukmin." (HR. Muslim). 

Hal yang paling indah dari iman ini adalah bahwa dalam segala situasi, ketika keadaan tidak sesuai dengan keinginanmu, kamu bersabar, dan ketika sesuai dengan keinginanmu, kamu bersyukur.


Allah Ta'ala berfirman dalam hadits qudsi:
"Wahai hamba-Ku, jika orang pertama dan terakhir dari kalian, manusia dan jin kalian, berdiri di satu tempat dan meminta kepada-Ku, lalu Aku beri setiap orang permintaannya, itu tidak akan mengurangi apa yang ada di sisi-Ku kecuali seperti jarum yang dicelupkan ke laut. Karena pemberian-Ku hanya dengan perkataan, dan mengambilnya juga dengan perkataan. Barang siapa yang menemukan kebaikan, maka hendaknya dia memuji Allah (bersyukur), dan barang siapa yang menemukan hal yang lain, maka janganlah dia menyalahkan kecuali dirinya sendiri." (HR. Muslim).

Tanda keimananmu adalah kamu selalu berada di antara kesabaran dan syukur.

 Tetapi Nabi Shallallahu alaihi wa sallam sangat beradab kepada Allah, dia berkata: "Ya Rabb, jika Engkau tidak marah kepadaku, maka aku tidak peduli. Dan aku hanya berharap kepada-Mu sampai Engkau ridha, tetapi keselamatan-Mu lebih luas bagiku." (HR. Thabrani).

*Manusia adalah makhluk yang diberi kebebasan, bukan dipaksa*

Wahai saudara-saudara, manusia diberi kebebasan, dan dunia adalah kehidupan yang cepat.

Allah Ta'ala berfirman;
"Barang siapa yang menginginkan kehidupan dunia dan berusaha keras untuknya, Kami akan mempercepat baginya apa yang Kami kehendaki bagi siapa yang Kami kehendaki. Kemudian Kami sediakan untuknya neraka jahanam, yang akan dimasukinya dalam keadaan tercela dan terhina. Dan barang siapa yang menginginkan akhirat dan berusaha untuknya, sedangkan dia beriman, maka usaha mereka itu akan diterima."* (QS. Al-Isra: 18-19).

Sekarang perhatikan; 
AllahTa’alaberfirman; 
"Kami memberikan kepada keduanya, baik kepada orang-orang ini maupun orang-orang itu, dari karunia Tuhanmu. Dan karunia Tuhanmu tidak terhalang." (QS. Al-Isra: 20). 
Kamu bebas memilih, mintalah apa saja yang kamu inginkan, tetapi Allah tidak berurusan dengan harapan dan angan-angan, melainkan dengan kejujuran.

Allah tidak berurusan dengan harapan, tetapi dengan kejujuran: 
AllahTa’alaberfirman;
"Dan barang siapa yang menginginkan akhirat." (QS. Al-Isra: 19).

Dan dia benar dalam menginginkannya, tanda kebenarannya adalah: 
"Dan berusaha keras untuknya sedangkan dia beriman, maka usaha mereka itu akan diterima."* (QS. Al-Isra: 19).


**Setiap langkah menuju ridha Allah membawa kesuksesan, kemudahan, dan kebahagiaan**

Nama yang agung ini muncul dalam hadits dengan makna yang serupa. Dalam hadits shahih Bukhari dan Muslim, Allah Ta'ala berfirman:
 "Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku kepada-Ku. Dan Aku bersamanya ketika dia mengingat-Ku. Jika dia mengingat-Ku dalam dirinya, Aku mengingatnya dalam diri-Ku. Jika dia mengingat-Ku di tengah orang banyak, Aku mengingatnya di tengah orang yang lebih baik dari mereka. Jika dia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika dia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa. Dan jika dia mendatangi-Ku dengan berjalan, Aku mendatanginya dengan berlari kecil." (HR. Bukhari dan Muslim).

Begitu kamu mendekat kepada Allah, berusaha mendapatkan ridha-Nya, memalingkan pandanganmu dari hal-hal yang tidak baik, jujur dalam ucapanmu, berbuat baik kepada fakir miskin, merawat anak yatim, atau menyelamatkan hewan kecil dari kehancuran, maka Allah akan membalas kebaikanmu dengan kebaikan-Nya, dengan penerimaan, dan kamu akan melihat balasan-Nya dengan cepat dan berlipat ganda. Tidak ada seorangpun yang tidak memiliki pengalaman ini bersama Allah. Jika kamu menyedekahkan hartamu, Allah akan melipatgandakannya. 
Jika kamu membantu orang lemah, Allah akan membantumu menghadapi yang lebih kuat. Jika kamu memberi makan orang miskin, Allah akan mengaruniakan kepadamu kelebihan dari karunia-Nya.


**Barang siapa yang bersyukur kepada Allah, ia akan meraih kebahagiaan dunia dan akhirat**

Allah adalah *Asy-Syakur* (Maha Mensyukuri). 
Misalnya, seseorang memberikan kebaikan kepadamu, kamu pasti akan mengucapkan terima kasih. Kamu adalah manusia biasa, dan kamu tidak bisa menahan diri untuk tidak berterima kasih kepada orang yang telah berbuat baik kepadamu. 

Allah yang menciptakan manusia, yang memiliki asmaul husna dan sifat-sifat yang sempurna, tidak akan membiarkan amal kebaikanmu kepada makhluk-Nya tanpa membalasnya.
 Dia adalah *Asy-Syakur* (Maha Mensyukuri).

Tidak ada manusia yang lebih bijaksana, lebih cerdas, atau lebih beruntung daripada mereka yang berdagang dengan Allah. Dalam perdagangan dunia, keuntungan sebesar 38% sudah dianggap luar biasa. Biasanya keuntungan hanya 12%, 9%, atau bahkan 5%. Tetapi jika kamu berdagang dengan Allah, keuntunganmu bisa mencapai miliaran kali lipat.


Saudara-saudara sekalian, "asy-Syakuur" dalam bahasa Arab adalah dalam bentuk **fa'ul**,
 yang merupakan bentuk mubalaghah (intensifikasi) dari **ismul fa'il** yaitu **syaakir**. 

Syaakir berarti orang yang bersyukur, sementara **asy-Syakuur** adalah bentuk yang lebih mendalam. 
Kata kerjanya adalah **syakara**, **yasykuru**, dengan bentuk masdar: **syukran**, **syakuuran**, dan **syukraanan**. 

Asal dari kata **syukur** adalah peningkatan, pertumbuhan, dan kemunculan, sedangkan hakikat syukur adalah memuji orang yang berbuat baik dengan menyebutkan kebaikannya.

Saudara-saudara sekalian, seorang mukmin itu **syakuur**. 

Apa pun yang diberikan kepadanya, baik berupa bantuan atau hadiah, ia bersyukur, baik dengan lisannya, dengan menulis surat, melalui senyuman, atau dengan tindakan baik, atau bahkan dengan memberikan hadiah balasan. 

Salah satu sifat mukmin adalah memandang besar setiap nikmat, sekecil apa pun itu. Jika seseorang memberikan sesuatu, kita harus mengucapkan terima kasih, harus menyampaikan rasa syukur kita, dengan cara apa pun.

Namun, syukur seorang hamba yang sesungguhnya adalah pengakuan hati atas nikmat dari Tuhan, ungkapan lisan yang bersumber dari keyakinan hati, dan tindakan dengan anggota tubuh yang mencerminkan rasa syukur tersebut.

Orang yang bersyukur adalah orang yang mengakui nikmat Allah dengan hatinya:
Siapa yang disebut sebagai orang yang bersyukur? 
Dia adalah orang yang mengakui nikmat Allah dalam hatinya. 
Misalnya, Allah memuliakanmu dengan gelar akademis yang tinggi, dan sekarang engkau menjadi seorang dokter. 
Engkau dihormati, memiliki penghasilan yang baik, bahkan sangat baik, dan orang-orang menghormatimu. 
Engkau memiliki istri dan anak-anak. Setiap kali seorang dokter mukmin memasuki klinik atau rumahnya, ia berkata, "Ya Tuhan, segala puji bagi-Mu yang telah memudahkan jalan bagiku untuk studi lanjut ini, memberikan kedudukan ini, dan memberikan rezeki ini. Engkau telah memberikan istri yang saleh dan anak-anak yang baik."

Maka, tanda-tanda seorang mukmin adalah selalu mengingat nikmat Allah atas dirinya. Sedangkan orang yang tidak beriman berkata, sebagaimana firman Allah Ta'ala;
"Sesungguhnya aku diberi ini semata-mata karena ilmu yang ada padaku" (QS. Al-Qashash: 78). 

Tetapi apakah engkau tidak belajar? Ya, aku belajar. 
Namun, ada banyak yang belajar tetapi tidak berhasil. 
Aku mendapatkannya dengan kerja keras dan keringatku. 
Kata-kata seperti itu mencerminkan keterasingan dari Allah. 
Semakin jauh seseorang dalam jalan keimanan, semakin ia melihat nikmat Allah atas dirinya dan melewati sekadar nikmat menuju kepada Sang Pemberi nikmat.

Jadi, siapa mukmin itu? Mukmin adalah orang yang melampaui nikmat menuju kepada Sang Pemberi nikmat. 

Sedangkan orang yang tidak beriman hanya berhenti pada nikmat itu sendiri. Mereka menikmati rumah, makanan, minuman, istri, anak-anak, kendaraan mewah, dan posisi tinggi dalam masyarakat, tetapi melupakan anugerah Allah atas mereka.

Nikmat Allah atas manusia tidak terhitung banyaknya:
Namun, jika kalian bersyukur,
 "Aku akan menambah (nikmat-Ku) kepadamu" (QS. Ibrahim: 7). 

Setelah itu, Allah juga mengatakan, 
"Dan jika kalian menghitung nikmat Allah, kalian tidak akan sanggup menghitungnya" (QS. Ibrahim: 34).

Ayat ini sangat mengagumkan. 
Jika seseorang memberimu satu lira, dan aku memintamu untuk menghitungnya, tentu mudah saja. 
Tetapi Allah berkata bahwa kita tidak akan mampu menghitung nikmat-nikmat-Nya meskipun hanya satu.


Misalnya, nikmat penglihatan. Jika seseorang diberikan anak-anak, dan dia menerima banyak hadiah, mungkin dia akan mencoba menghitung setiap hadiah, mencatatnya agar bisa membalas pemberian tersebut. 
Namun, antara menghitung hadiah-hadiah ini dan mengembalikannya, mana yang lebih mudah? Tentunya menghitung jauh lebih mudah. Tapi Allah mengatakan bahwa kalian bahkan tidak mampu menghitung berkat dari satu nikmat saja, apalagi membalasnya. "Jika kalian menghitung nikmat Allah, kalian tidak akan mampu menghitungnya" (QS. Ibrahim: 34).

Kesehatan yang sempurna adalah salah satu nikmat terbesar dari Allah kepada manusia:
Bayangkan jika seseorang kehilangan penglihatannya, maka seluruh keindahan dunia ini tertutup darinya. Suatu kali, mereka menceritakan kepadaku tentang seorang penulis besar di Mesir, seorang sastrawan, yang kehilangan penglihatannya. Dia berlibur di Swiss. Lalu aku berkata kepada mereka, "Seandainya dia mendapatkan kamar ber-AC di Sa'id (wilayah Mesir), sama seperti di Swiss, apa bedanya jika dia tidak bisa melihat? Setiap tempat dingin akan terasa sama saja baginya, bahkan kamar yang kecil dan sederhana sekalipun." Karena pandangannya terhalang, dia tidak dapat menikmati pemandangan indah.

"Jika kalian menghitung nikmat Allah, kalian tidak akan mampu menghitungnya."

 Maka, syukur seorang hamba yang sejati adalah pengakuan hati terhadap anugerah Tuhan. Ketika kamu minum segelas air, apakah kamu bisa berkata, "Ya Tuhan, segala puji bagi-Mu karena ginjalku bekerja dengan baik"?

Saya punya kerabat yang menderita gagal ginjal. 
Dia dirawat di rumah sakit, dan perawatnya dengan keras berkata kepadanya, "Mesinnya rusak minggu ini, jangan minum air." 
Sedangkan kita bisa minum kapan saja kita merasa haus, minum air dingin tanpa batas. 
Itu adalah nikmat yang mungkin tidak kita sadari.

Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam mengajarkan kita untuk bersyukur atas nikmat kecil dan besar:

Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam ketika keluar dari kamar kecil, beliau mengucapkan, 
"Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan gangguan dariku dan menyembuhkanku" (HR. Ibnu Majah). 

Dan beliau juga bersabda,
 "Segala puji bagi Allah yang memberi aku rasa nikmat dari makanan dan meninggalkan kekuatannya dalam tubuhku, serta menghilangkan gangguannya dariku" (HR. Al-Jami’ As-Shaghir).

Perhatikan, makanan memiliki rasa nikmat. Ada orang yang hanya bisa mendapatkan nutrisi melalui infus, tetapi mereka tetap ingin menikmati makanan. 
Makanan memiliki rasa nikmat, kekuatan, dan akhirnya menghasilkan kotoran. 

Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersyukur, 
"Dia memberiku rasa nikmatnya, meninggalkan kekuatannya dalam tubuhku, dan menghilangkan gangguannya dariku."

Anak yang sehat adalah nikmat dari Allah yang tak ternilai harganya:

Melihat anak-anak yang sehat di hadapanmu adalah salah satu nikmat terbesar dari Allah. Allah telah memberimu anak-anak yang bebas dari cacat.

 Terkadang, cacat pada seorang anak bisa membuat hidup seseorang menjadi sangat sulit. 
Suatu kali, seseorang berkata kepadaku, "Jika seseorang melahirkan bayi yang sehat, itu seperti menerima hadiah senilai satu juta lira."
 Dia berkata demikian karena putrinya melahirkan seorang bayi dengan kelainan jantung. 
Warna kulit bayinya membiru, dan mereka mengatakan bahwa bayi itu membutuhkan operasi, namun hanya ada spesialis di Lebanon yang bisa melakukannya. 
Biaya operasinya mencapai hampir satu juta lira dalam hitungan jam setelah bayi itu lahir.

Jadi, jika kamu diberi anak yang sehat, itu adalah nikmat yang tak ternilai harganya.

 Jika kamu memiliki istri yang saleh, itulah salah satu nikmat terbesar dari Allah. Allah membantu mereka yang merasa ragu dengan istrinya. 

Seorang mukmin yang memiliki istri yang baik, yang menjaga kesucian dan kehormatannya, merasa tenang bahkan saat bepergian atau tidak di rumah. 

Dia memiliki kedamaian yang tak terbatas. Namun, orang yang meragukan istrinya hidup dalam kegelisahan yang membara.

Jika kamu memiliki tempat tinggal, besar atau kecil, tinggi atau rendah, itu juga merupakan nikmat dari Allah.

 **"Segala puji bagi Allah yang telah memberiku tempat tinggal, sementara banyak yang tidak memiliki tempat tinggal."**

Jika kamu, sebagai seorang mukmin, masuk ke rumahmu dan bersyukur kepada Allah, memandang istrimu dan bersyukur kepada Allah, memandang anak-anakmu dan bersyukur kepada Allah, menikmati makananmu dan bersyukur kepada Allah, maka kamu akan menjadi seorang mukmin yang penuh syukur.
 Inilah keadaan seorang mukmin, selalu bersyukur kepada Allah.

Maka, syukur sejati seorang hamba adalah pengakuan hati terhadap nikmat Tuhan, ungkapan lisan yang berdasarkan keyakinan hati, dan perbuatan yang mencerminkan rasa syukur dengan anggota tubuh.

Tingkatan-tingkatan syukur:

1. Mengaitkan nikmat kepada Allah:

Ada definisi lain dari syukur, yaitu syukur adalah pengetahuan, syukur adalah cinta, dan syukur adalah tindakan. 
Ada tiga tingkatan syukur.
 Yang pertama adalah ketika kamu mengaitkan nikmat kepada Allah, inilah salah satu bentuk syukur. 
Qarun berkata, "Sesungguhnya aku hanya diberi itu karena ilmu yang ada padaku" (QS. Al-Qashash: 78), 
maka Allah menenggelamkannya bersama rumahnya ke dalam bumi.

Firaun berkata, "Bukankah kerajaan Mesir ini milikku?" (QS. Az-Zukhruf: 51), 
dan Allah membinasakannya. 

Kaum Bilqis berkata, "Kami adalah orang-orang yang kuat dan gagah berani" (QS. An-Naml: 33), 
dan Allah membinasakan mereka.

 Iblis berkata, "Aku lebih baik darinya" (QS. Al-A’raf: 12), 
dan Allah membinasakannya. 

Maka, tingkatan pertama syukur adalah mengakui bahwa semua nikmat berasal dari Allah.

2. Hati yang dipenuhi dengan cinta kepada Allah:

Tingkatan syukur yang lebih tinggi adalah ketika hatimu dipenuhi dengan cinta kepada Allah atas semua nikmat yang telah Dia berikan kepadamu.


3. Membalas nikmat Allah Ta'ala dengan melayani hamba-hamba-Nya

Tingkatan ketiga, yang merupakan tingkatan paling tinggi, adalah membalas nikmat Allah Ta'ala dengan melayani hamba-hamba-Nya, dengan menasihati mereka, berbuat baik kepada mereka, ikhlas terhadap mereka, menjaga orang miskin di antara mereka, membantu orang yang lemah, dan memberi makan orang yang lapar. 

Dalilnya adalah firman Allah Ta'ala: "Beramallah, wahai keluarga Daud, sebagai tanda syukur. Sedikit sekali di antara hamba-hamba-Ku yang bersyukur." (QS. Saba: 13).

Firman-Nya ;
"Beramallah, wahai keluarga Daud, sebagai tanda syukur",
 mengajarkan bahwa syukur pada tingkatan tertinggi adalah amal shalih.

 Sebagai contoh, jika seseorang memberikanmu pelayanan besar, hanya mengucapkan "terima kasih" tidaklah cukup. 

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: 
"Barang siapa yang berbuat baik kepadamu, maka balaslah kebaikannya." (HR. An-Nasa'i). 
Balaslah kebaikan dengan kebaikan, dan hadiah dengan hadiah.

Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda: 
"Saling memberi hadiahlah kalian, maka kalian akan saling mencintai." (HR. Malik dari Malik bin 'Atâ' Al-Khurasâni). 

Ini adalah bentuk partisipasi timbal balik; jika seseorang memberimu hadiah, maka berilah hadiah juga kepadanya. 
Ini adalah bentuk syukur tingkat ketiga, yakni membalas setiap kebaikan dengan amal.


**Nikmat dari Allah berupa keberadaan, rezeki, petunjuk, dan bimbingan**

Kita memiliki definisi lainnya terkait nikmat, yakni nikmat keberadaan.

 Allah berfirman:
 "Bukankah telah datang atas manusia suatu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?" (QS. Al-Insan: 1). 

Kadang-kadang, ketika saya membuka sebuah buku dan membaca tanggal penerbitannya, saya melihat bahwa buku itu diterbitkan sebelum saya lahir. 
Saya berkata, "Subhanallah! Saat buku ini dicetak, saya belum ada, belum menjadi sesuatu yang disebut." 

Allah Ta’ala memberikan kita nikmat keberadaan.

Kita juga memiliki alat pernapasan yang membutuhkan udara, dan udara itu tersedia. 

Kita membutuhkan air, dan air juga tersedia. 

Kita membutuhkan makanan, dan makanan juga ada. 

Kita membutuhkan seseorang yang merawat urusan kita, dan orang tersebut ada. 

Kita membutuhkan anak-anak yang memenuhi rumah dengan kebahagiaan, dan anak-anak itu ada. 

Kita membutuhkan tempat tinggal, dan tempat tinggal itu ada. 

Kita membutuhkan pekerjaan untuk mencari nafkah, dan pekerjaan itu juga ada. 

Ini adalah nikmat rezeki, Allah memberi kita nikmat keberadaan, dan kemudian nikmat rezeki.

Setelah itu, Allah memberi kita semua nikmat petunjuk dan bimbingan. 

Dia mengutus para nabi-Nya, menurunkan kitab-kitab, mengutus para rasul, dan memperlihatkan tanda-tanda kebesaran-Nya yang tak terhitung. 

Dengan berbagai cara, Allah menunjukkan kepada kita petunjuk-Nya. 

Jadi, ada nikmat keberadaan, nikmat rezeki, dan nikmat petunjuk serta bimbingan.


**Mengenal Allah Ta'ala adalah nikmat terbesar yang diberikan kepada manusia**

Namun, nikmat terbesar dari semuanya adalah nikmat pengetahuan. 

Allah berfirman: 
"Dan Dia mengajarkan kepadamu apa yang tidak kamu ketahui, dan karunia Allah kepadamu amat besar." (QS. An-Nisa': 113).

 Jika seorang anak kecil berkata kepadamu, "Aku punya uang banyak," berapa yang akan kamu perkirakan? Mungkin dua ratus lira. 
Ayahnya adalah seorang guru, dan pada saat hari raya, dia menerima hadiah dari kerabatnya dan mengumpulkannya hingga dua ratus lira. Baginya, itu jumlah yang besar.

Namun, jika seorang pejabat tinggi di Pentagon berkata, "Kami telah menyiapkan jumlah besar untuk perang ini," 
berapa yang akan kamu perkirakan? Mungkin dua ratus miliar dolar. 
Kata yang sama, tetapi diucapkan oleh orang yang berbeda, menyebabkan persepsi yang berbeda. 
Anak kecil mengatakan "banyak" dan kita memperkirakannya sebesar dua ratus lira, sementara pejabat tinggi mengatakan "banyak" dan kita memperkirakannya sebesar dua ratus miliar. 

Maka, bagaimana dengan ketika Raja segala raja, Penguasa segala penguasa berkata: 
"Dan karunia Allah kepadamu amat besar."

Artinya, nikmat terbesar adalah mengenal Allah. 
Jika kamu mengenal-Nya, kamu telah mengenal segalanya. 
Namun, jika pengetahuan ini tidak ada, maka kamu kehilangan segalanya. 

Allah Ta'ala berfirman dalam sebuah hadits: 
"Wahai anak Adam, carilah Aku, maka kamu akan menemukan-Ku. Jika kamu menemukan-Ku, kamu telah menemukan segalanya. Jika kamu kehilangan-Ku, maka kamu telah kehilangan segalanya, dan Aku lebih baik untukmu daripada segalanya." (Dari Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir).

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar