Cinta kepada Nabi - Shallallahu ‘Alaihi Wasallam - (Kebahagiaan Dunia dan Keselamatan Akhirat)
Poin-Poin Khutbah:
1. Pengertian Cinta kepada Nabi - Shallallahu ‘Alaihi Wasallam -
2. Kewajiban Cinta kepada Nabi - Shallallahu ‘Alaihi Wasallam -
3. Tanda-Tanda Cinta kepada Nabi - Shallallahu ‘Alaihi Wasallam -
4. Keadaan Para Sahabat dalam Mencintai Nabi - Shallallahu ‘Alaihi Wasallam -
5. Buah dari Cinta kepada Nabi - Shallallahu ‘Alaihi Wasallam -
Pembukaan:
Segala puji bagi Allah yang menjadikan cinta kepada Muhammad - Shallallahu ‘Alaihi Wasallam - sebagai bagian dari iman, dan menjadikan sunnahnya sebagai jalan menuju surga. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya, yang memerintahkan cinta kepada Nabi yang mulia. Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, sebaik-baik orang yang mendirikan shalat dan berpuasa. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada beliau, keluarganya, dan para sahabatnya yang mulia.
Pengantar:
Demi ayah dan ibuku, engkau adalah yang terbaik dari seluruh makhluk
Shalawat dan salam Tuhan-ku terlimpah dengan harum
Wahai penutup para rasul yang mulia, Muhammad
Dengan wahyu dan Al-Qur'an, engkau disucikan
Untukmu, wahai Rasulullah, cinta yang tulus
Dengan penuh cinta, lidah mengucapkan dan hati mengungkapkan
Untukmu, wahai Rasulullah, cinta yang tulus
Melebihi cinta siapa pun di muka bumi
Untukmu, wahai Rasulullah, cinta yang tulus
Yang tidak akan pernah berakhir dan tidak akan pernah berubah.
Pengertian Cinta kepada Nabi - Shallallahu ‘Alaihi Wasallam -:
Dalam khutbah ini, kita akan membahas sebuah masalah keimanan yang termasuk dalam pokok aqidah seorang Muslim yang harus dipegang hingga ia bertemu dengan Tuhannya - ‘Azza wa Jalla - dengan selamat dan mendapat keberuntungan dengan izin-Nya.
Masalah ini adalah cinta kepada Rasulullah - Shallallahu ‘Alaihi Wasallam - yang telah Allah kirimkan untuk mengeluarkan kita dari kegelapan menuju cahaya, dari kesesatan menuju hidayah.
Beliau menerima risalah dari Tuhannya - ‘Azza wa Jalla - dan menyampaikannya serta menunaikannya dengan sebaik-baiknya.
Shalawat dan salam dari Allah semoga tercurah kepadanya hingga beliau wafat dan agama ini sempurna bagi umatnya. Beliau tidak meninggalkan satu pun perkara, baik yang kecil maupun besar, kecuali telah dijelaskan dan diterangkan kepada umatnya. Beliau meninggalkan kita di atas jalan yang terang benderang, malamnya seperti siang, tidak akan tersesat darinya kecuali orang yang binasa.
Semua ini adalah bentuk kasih sayang dan cinta beliau - Shallallahu ‘Alaihi Wasallam - kepada umatnya. Semoga Allah memberikan balasan terbaik kepada beliau atas apa yang telah beliau lakukan untuk Islam dan umatnya, dan semoga Allah menjadikan cinta kepada beliau dan mengikuti beliau lebih kami cintai daripada diri kami sendiri, anak-anak kami, orang tua kami, ibu kami, dan seluruh manusia.
Saudara-Saudara Muslim, Apa Makna Cinta kepada Rasulullah - Shallallahu ‘Alaihi Wasallam?
Makna cinta tersebut adalah bahwa hati seorang Muslim condong kepada Rasulullah - Shallallahu ‘Alaihi Wasallam - dengan kecenderungan yang menjadikannya mendahulukan beliau atas semua yang dicintai, baik itu diri sendiri, orang tua, anak, dan seluruh manusia.
Hal ini dikarenakan keistimewaan yang Allah berikan kepada beliau dengan sifat-sifat mulia, akhlak yang agung, serta berbagai kebaikan dan berkah yang Allah salurkan melalui tangan beliau untuk umatnya. Allah telah memberi karunia kepada hamba-hamba-Nya dengan mengutus beliau sebagai nabi dan rasul.
Secara umum, cinta pada dasarnya adalah kecenderungan terhadap sesuatu yang sesuai dengan kehendak orang yang mencintai.
Kecenderungan ini bisa muncul dari hal-hal yang menyenangkan dan menyegarkan, seperti mencintai rupa, suara, makanan, dan sejenisnya.
Kecenderungan juga bisa timbul dari penilaian akal terhadap makna-makna batin, seperti mencintai orang-orang saleh, ulama, dan orang-orang yang memiliki keutamaan secara umum.
Semua makna ini terdapat pada Nabi - Shallallahu ‘Alaihi Wasallam - karena beliau menggabungkan keindahan lahiriah dan batiniah, serta kesempurnaan sifat-sifat kemuliaan dan berbagai macam kebajikan, serta kebaikan beliau kepada seluruh umat Islam dengan membimbing mereka ke jalan yang lurus, keberlangsungan nikmat, dan penyelamatan dari neraka.
Kita terhubung dan terikat dengan Rasulullah - Shallallahu ‘Alaihi Wasallam - dari berbagai sisi.
Dari sisi akal, kita mengenal dan mempelajari sejarah hidup, hadits, ajaran, dan sunnah beliau, baik yang wajib maupun yang dianjurkan, dan sebagainya. Dari sisi hati, cinta ini berupa perasaan yang kuat, emosi yang menggebu, cinta yang meluap, dan kecenderungan yang sangat kuat yang mengikat jiwa dan hati kepada Rasulullah - Shallallahu ‘Alaihi Wasallam - karena berbagai makna lahiriah dan batiniah yang ada pada beliau.
Kemudian, cinta yang tampak dalam tindakan.
Dalam hal ini, cinta tersebut diterjemahkan ke dalam tindakan mengikuti sunnah dan amal perbuatan beliau - Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Kita tidak bisa mengatakan bahwa cinta hanya sekadar mengikuti, lalu di mana perasaan hati? Dan tidak pula bisa dikatakan bahwa cinta hanya sekadar perasaan dan emosi yang mendalam, lalu di mana kejujuran dalam mengikuti? Tidak akan cukup jika hanya salah satu dari keduanya! Lalu di mana pengetahuan dan ilmu yang membentuk pemahaman terhadap sejarah hidup beliau, ajaran beliau, dan keadaan beliau - Shallallahu ‘Alaihi Wasallam?
Oleh karena itu, kita terikat dalam cinta ini dengan hati dan jiwa, dengan akal dan pikiran, serta dengan seluruh anggota tubuh, keadaan, dan perbuatan.
Barulah cinta tersebut akan sempurna, sehingga menjadi cinta yang tulus, murni, nyata, dan mencakup aspek batin dan lahir.
Dengan demikian, cinta tersebut akan sempurna dari segala aspeknya sehingga kita bisa memenuhi sebagian dari hak Rasulullah - Shallallahu ‘Alaihi Wasallam - atas kita.
Cinta seorang Muslim kepada Rasulullah - Shallallahu ‘Alaihi Wasallam - adalah suatu amalan hati yang paling mulia, sesuatu yang dirasakan dalam hati, dan merupakan perasaan baik yang memenuhi jiwa. Meski demikian, tingkat perasaan cinta ini dapat bervariasi sesuai dengan kekuatan atau kelemahan iman seseorang.
Imam Ibnul Qayyim dalam Nawiyat-nya berkata:
"Syarat cinta adalah engkau harus menyetujui apa yang dicintai
Tanpa melawan kehendak cinta tersebut
Jika engkau mengaku cinta padahal engkau melanggar
Apa yang dicintai, maka engkau adalah seorang pembohong
Apakah engkau mencintai musuh kekasih dan mengaku
Mencintainya? Itu tidak mungkin terjadi
Begitu pula engkau memusuhi para kekasihnya dengan penuh kebencian
Di mana letak cinta, wahai saudara setan?"
Kewajiban Mencintai Nabi - Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:
Allah Ta'ala telah mewajibkan kita untuk mencintai Nabi-Nya - Shallallahu ‘Alaihi Wasallam - dan mengancam orang yang menyelisihinya dalam hal ini dengan firman-Nya:
"Katakanlah: Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik." [At-Taubah: 24]
Semua hal yang disebutkan dalam ayat ini adalah hal-hal yang manusia secara naluriah mencintainya, dan bukan maksud ayat ini untuk melarang atau mencela orang yang melakukannya, melainkan yang dimaksud adalah mencela orang yang lebih mendahulukan cinta pada hal-hal tersebut daripada cinta kepada Allah, Rasul-Nya, dan jihad di jalan-Nya.
Sebab, cinta kepada hal-hal tersebut telah tertanam dalam jiwa kita. Di antara dalil-dalil Al-Qur'an yang menunjukkan kewajiban mendahulukan cinta kepada Nabi - Shallallahu ‘Alaihi Wasallam - atas semua yang dicintai adalah firman Allah Ta'ala:
"Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri."[Al-Ahzab: 6].
Ibnul Qayyim - rahimahullah - berkata dalam "Raudhah Al-Muhibbin" (1/276):
"Allah Ta'ala berfirman:
'Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri.'
Dan iman mereka tidak akan sempurna sampai Rasul lebih mereka cintai daripada diri mereka sendiri, apalagi anak-anak mereka dan orang tua mereka."
Adapun dalil dari sunnah, salah satunya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah - radhiyallahu 'anhu - bahwa Rasulullah - Shallallahu ‘Alaihi Wasallam - bersabda:
"Tidak beriman salah seorang dari kalian hingga aku lebih ia cintai daripada orang tuanya, anaknya, dan seluruh manusia."
Hadits ini adalah salah satu dalil paling jelas tentang kewajiban mencintai Rasulullah - Shallallahu ‘Alaihi Wasallam - karena seorang mukmin tidak berhak mendapatkan predikat iman yang sempurna, dan tidak termasuk dalam golongan orang-orang yang selamat, sampai Rasulullah - Shallallahu ‘Alaihi Wasallam - lebih ia cintai daripada orang tuanya, anaknya, dan seluruh manusia.
Makna dan konsekuensi dari ini adalah bahwa perintah dan larangan Rasulullah - Shallallahu ‘Alaihi Wasallam - harus didahulukan atas segala perintah dan larangan lainnya.
Cinta yang ada dalam hati memerlukan ketaatan dan kepatuhan secara lahiriah, sehingga jika ada cinta yang nyata, maka cinta itu akan menghasilkan cinta terhadap ucapan Nabi - Shallallahu ‘Alaihi Wasallam - dan mendahulukan ucapannya atas siapa pun, serta menjadikan perintah dan larangannya selalu di hadapan matanya sepanjang waktu dan sepanjang hidupnya.
Dia mengenalinya dalam setiap waktunya, hidup bersamanya dalam setiap gerakan dan diamnya, dan melihat bahwa sunnah serta petunjuknya lebih menyenangkan baginya daripada segala sesuatu.
Dalam riwayat Al-Bukhari (6632), dari Abdullah bin Hisyam yang berkata:
"Kami bersama Nabi - Shallallahu 'Alaihi Wasallam - dan beliau sedang memegang tangan Umar bin Khattab, lalu Umar berkata kepadanya: 'Wahai Rasulullah, engkau lebih aku cintai daripada segala sesuatu kecuali diriku sendiri.
' Maka Nabi - Shallallahu 'Alaihi Wasallam - bersabda: 'Tidak, demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, hingga aku lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri.'
Lalu Umar berkata kepadanya: 'Sekarang, demi Allah, engkau lebih aku cintai daripada diriku sendiri.'
Maka Nabi - Shallallahu 'Alaihi Wasallam - bersabda: 'Sekarang (engkau telah benar), wahai Umar.'"
Ibnu Hajar berkata: "Yakni, sekarang engkau telah memahami dan mengucapkan apa yang seharusnya."
Di antara dalil lain adalah hadits Nabi - Shallallahu 'Alaihi Wasallam - yang terkenal dan terjaga:
"Ada tiga hal yang jika dimiliki oleh seseorang, dia akan merasakan manisnya iman: (1) Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada yang lain, (2) mencintai seseorang hanya karena Allah, (3) membenci untuk kembali kepada kekufuran sebagaimana ia membenci dilemparkan ke dalam api."
Ada banyak hadits lainnya, di antaranya adalah hadits Anas tentang seorang laki-laki yang datang dan bertanya kepada Nabi - Shallallahu 'Alaihi Wasallam -: "Wahai Rasulullah, kapan kiamat terjadi?" Nabi - Shallallahu 'Alaihi Wasallam - mengabaikannya, kemudian kembali kepadanya dan berkata: "Apa yang telah engkau persiapkan untuk itu?" Ia menjawab: "Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya." Maka Nabi - Shallallahu 'Alaihi Wasallam - bersabda: "Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai."
Dalam riwayat lain, Anas berkata: "Kami tidak pernah merasakan kebahagiaan yang lebih besar setelah Islam selain dari perkataan Nabi - Shallallahu 'Alaihi Wasallam -: 'Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai.' Aku mencintai Allah, Rasul-Nya, Abu Bakar, dan Umar, dan aku berharap bisa bersama mereka, meskipun aku tidak bisa melakukan amalan seperti mereka."
Ada juga hadits dari Abu Hurairah - radhiyallahu 'anhu - yang merupakan hadits yang sangat indah dan luar biasa, diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya, meskipun tidak banyak dikenal oleh orang: Rasulullah - Shallallahu 'Alaihi Wasallam - bersabda:
"Di antara umatku yang paling mencintaiku adalah orang-orang yang datang setelahku, salah satu dari mereka akan berharap bisa melihatku meskipun harus mengorbankan keluarganya dan hartanya."
Juga terdapat hadits dari Ibnu Abbas, di mana Nabi - Shallallahu 'Alaihi Wasallam - bersabda:
"Cintailah Allah karena nikmat yang Dia anugerahkan kepada kalian, cintailah aku karena cinta kalian kepada Allah, dan cintailah keluargaku karena cintaku kepada mereka."
Hadits ini diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam Sunannya dan dianggap hasan, juga diriwayatkan oleh Al-Hakim yang menganggapnya sahih, dan disepakati oleh Adz-Dzahabi.
Beliau berkata: "Yakni, cintailah Allah karena nikmat-nikmat yang Dia anugerahkan kepada kalian - karena nikmat-Nya yang banyak atas kalian - cintailah aku karena cinta kalian kepada Allah - Subhanahu wa Ta'ala - dan cintailah keluargaku karena cintaku kepada mereka."
Oleh karena itu, kita semua mencintai Rasulullah - Shallallahu 'Alaihi Wasallam - dengan cinta yang wajib dan juga cinta yang penuh pilihan dan penghormatan kepada beliau - 'Alaihis Shalatu was Salam.
Kewajiban cinta ini tidak memerlukan dalil lagi, namun kita ingin menanamkan dan memperbesar cinta ini di dalam hati kita. Kita melihat ayat-ayat yang terus dibacakan hingga hari kiamat, yang mewajibkan cinta ini dan menjadikannya sangat besar dan mulia kedudukannya, disandingkan dengan cinta kepada Allah - 'Azza wa Jalla - dan lebih unggul dari segala cinta dan kecintaan duniawi dalam berbagai bentuk dan jenisnya.
Semoga dengan itu kita menyadari dan memahami besarnya kewajiban ini ketika kita memahami nash-nash yang tegas dan jelas, bahwa cintanya harus lebih besar daripada cinta kepada diri sendiri yang ada di dalam dirimu, daripada napas yang terus berhembus, dan daripada hati yang berdebar, apalagi cinta kepada istri, anak-anak, ibu, atau ayah. Betapa agungnya cinta ini, yang merupakan cinta terbesar kepada makhluk dari Bani Adam di dunia dan di seluruh ciptaan! Cinta ini yang berhak diterima oleh Pemimpin para makhluk - Shallallahu 'Alaihi Wasallam - dan wajib atas setiap mukmin yang beriman kepada Allah - Subhanahu wa Ta'ala.
Putra paling berbakti di dunia ini dan paling mulia dalam bersyukur, serta makhluk paling mulia di antara seluruh manusia.
Melalui dirinya, Allah telah memberikan rahmat kepada umat manusia, dan dari dirinya, cahaya kebenaran telah muncul di alam semesta.
Maha Suci Allah yang telah mempersiapkan Muhammad dan menyucikannya dengan ketakwaan, ilmu, dan pengetahuan. Sehingga, keyakinan terhadap kebenaran menjadi bagian dari akhlaknya, dan dia adalah hamba Allah yang paling mampu bersabar.
Dia secara terbuka menyampaikan perintah Allah, mengajak dengan kabar gembira, dan menasihati siapa pun yang dia temui dengan ayat-ayat dan peringatan. Dia dihiasi dengan kemampuan memperbaiki kerusakan dan membimbing kepada jalan kebaikan, baik di desa maupun di kota.
Dia mengajak manusia kepada tauhid, cinta, dan kesetiaan. Dia memberikan yang terbaik dan meyakinkan dengan tindakan.
Ketekunan dan tekad adalah beberapa dari sifatnya, dia adalah orang yang paling berani dan paling bijaksana di antara mereka yang memiliki kemampuan. Allah, Penguasa alam semesta, melindunginya dengan perlindungan terbaik, sehingga dia tumbuh menjadi seseorang yang memiliki asal-usul dan buah yang baik.
Oleh karena itu, cinta kepada Nabi Muhammad - Shallallahu 'Alaihi Wasallam - bukanlah hal yang sepele atau pilihan, di mana seseorang bisa mencintainya jika ia mau, atau tidak mencintainya jika tidak mau.
Namun, cinta ini adalah kewajiban bagi setiap Muslim dan merupakan bagian inti dari iman, dan cinta ini harus lebih kuat dari cinta terhadap segala sesuatu, bahkan cinta seseorang terhadap dirinya sendiri.
Bukti Cinta kepada Nabi:
Wahai orang-orang beriman, ada banyak bukti tentang keikhlasan cinta kepada Nabi - Shallallahu 'Alaihi Wasallam - dan di sini saya sebutkan sepuluh di antaranya:
Pertama:
Membela Nabi di masa hidupnya dan membela sunnahnya setelah wafat. Pembelaan terhadap Nabi selama hidupnya adalah hal yang Allah khususkan bagi para sahabatnya.
Mereka telah menjalankan kewajiban yang Allah tetapkan kepada mereka dalam membela Nabi kita - Shallallahu 'Alaihi Wasallam - dengan sebaik-baiknya. Ini adalah salah satu bukti terbesar dari keikhlasan cinta mereka kepada Nabi - Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
Tidak ada bukti yang lebih nyata daripada pengorbanan mereka dengan jiwa mereka demi Nabi - Shallallahu 'Alaihi Wasallam - seringkali ketika pertempuran memanas, salah seorang dari mereka menjadikan dirinya sebagai perisai untuk melindungi Rasulullah - Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
Kedua:
Keinginan untuk selalu bersamanya, ini juga merupakan hal yang khusus bagi para sahabat.
Namun, bagi kita, itu adalah sebuah harapan. Imam An-Nawawi - rahimahullah - dalam syarahnya terhadap Shahih Muslim (2/16) mengatakan: "Al-Qadhi Iyadh - rahimahullah - berkata: 'Di antara cinta kepada Nabi - Shallallahu 'Alaihi Wasallam - adalah membela sunnahnya, melindungi syariatnya, dan berharap bisa hadir di masa hidupnya, sehingga seseorang akan mengorbankan hartanya dan jiwanya untuknya.'"
Ketiga:
Menaati perintahnya. Tidak masuk akal jika seseorang mengaku mencintainya, tetapi tidak ada bagian dari sunnah dan petunjuknya dalam hidupnya.
Cinta yang sejati haruslah melahirkan keteladanan kepada Nabi - Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
Cinta yang sejati diikuti oleh ketaatan terhadap jalannya dan caranya.
```
Kamu bermaksiat kepada Allah dan kamu mengaku mencintai-Nya,
Ini adalah hal yang mustahil menurut logika yang luar biasa.
Jika cintamu itu tulus, pasti kamu akan menaati-Nya,
Karena seorang pecinta pasti taat kepada yang dicintainya.
```
Sebagaimana yang dikatakan Ibn al-Jawzi dengan mengutip perkataan Majnun Layla:
"Jika ditanya kepada si gila, apakah Layla lebih diinginkannya
atau dunia beserta segala isinya,
ia akan menjawab: debu dari telapak kaki Layla
lebih aku cintai dan menyembuhkan kesedihanku."
Ibn al-Jawzi berkata: "Ini adalah pandangan para pecinta tanpa keraguan, bahwa setiap pencinta akan menganggap sesuatu yang paling kecil dari yang dicintainya lebih berharga daripada segala sesuatu di dunia ini.
Maka, segala sesuatu yang paling kecil dari Allah dan Rasul-Nya lebih besar dan lebih dicintai oleh setiap orang beriman dibandingkan segala sesuatu di dunia ini."
Keempat:
Berusaha untuk menyebarkan sunnah dan berdakwah kepadanya. Dengan demikian, orang-orang yang benar-benar mencintai Nabi mereka akan menghabiskan waktu hidup mereka untuk berdakwah dan menerangkan sunnahnya, menulis buku untuk membela sunnah, dan membantah orang-orang yang mencela dan menyerang sunnahnya.
Kelima:
Tidak menerima perlakuan buruk terhadap Nabi. Ibn Abbas - رضي الله عنهما - meriwayatkan bahwa seorang buta memiliki seorang wanita budak yang sering mencela Nabi - صلى الله عليه وسلم - dan menghina beliau. Dia berusaha menegur dan melarangnya, namun tidak berhasil. Suatu malam, wanita itu kembali mencela Nabi - صلى الله عليه وسلم - dan menghinanya. Maka dia mengambil sebuah alat pemukul dan menekankannya ke perut wanita tersebut hingga membunuhnya.
Ketika pagi hari tiba, dia melaporkan hal itu kepada Nabi - صلى الله عليه وسلم -, maka Rasulullah - صلى الله عليه وسلم - mengumpulkan orang-orang dan berkata: "Aku mohon kepada Allah, apakah ada orang yang melakukan hal ini yang berhutang padaku, maka hendaklah dia berdiri." Orang buta itu berdiri dan mendekati Nabi - صلى الله عليه وسلم - dan berkata: "Ya Rasulullah, aku adalah orang yang melakukannya.
Wanita itu sering mencela dan menghina engkau, aku menegurnya, tetapi ia tidak mau berhenti. Dia juga sering melakukan hal itu. Malam tadi, ketika dia kembali mencela engkau, aku mengambil alat pemukul dan menekankannya ke perutnya hingga membunuhnya." Maka Nabi - صلى الله عليه وسلم - berkata:
"Ketahuilah, darahnya dianggap sia-sia." Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Dawood dan an-Nasa'i.
Keenam:
Banyak bersalawat kepada Nabi - صلى الله عليه وسلم -.
Dari Ubay bin Ka'b, beliau mengatakan: "Ketika sepertiga malam berlalu, Rasulullah - صلى الله عليه وسلم - bangkit dan berkata: 'Wahai manusia, ingatlah Allah, ingatlah Allah. Telah datang goncangan yang diikuti oleh goncangan berikutnya.
Kematian telah datang dengan segala isinya.' Ubay berkata: 'Ya Rasulullah, aku banyak bersalawat kepadamu.
Berapa banyak dari salawatku yang aku dedikasikan untukmu?' Rasulullah - صلى الله عليه وسلم - menjawab: 'Apa saja yang engkau mau.' Ubay bertanya: 'Bagaimana jika aku dedikasikan seperempat dari salawatku?' Rasulullah - صلى الله عليه وسلم - menjawab: 'Apa saja yang engkau mau, jika engkau menambah, itu lebih baik bagimu.' Ubay bertanya lagi: 'Bagaimana jika aku dedikasikan setengah dari salawatku?' Rasulullah - صلى الله عليه وسلم - menjawab: 'Apa saja yang engkau mau, jika engkau menambah, itu lebih baik bagimu.' Ubay bertanya: 'Bagaimana jika aku dedikasikan dua pertiga dari salawatku?' Rasulullah - صلى الله عليه وسلم - menjawab: 'Apa saja yang engkau mau, jika engkau menambah, itu lebih baik bagimu.' Ubay bertanya: 'Bagaimana jika aku dedikasikan seluruh salawatku untukmu?' Rasulullah - صلى الله عليه وسلم - menjawab: 'Jika demikian, engkau akan terbebas dari kesulitanmu dan dosamu akan diampuni.'” Hadis ini diriwayatkan oleh at-Tirmidzi.
Ketujuh:
Menjauhi bid'ah, karena bid'ah menyesatkan dari jalan Nabi - صلى الله عليه وسلم - dan telaga beliau di akhirat.
Tidak mungkin seseorang yang ingin mengikuti Nabi - صلى الله عليه وسلم - mengetahui hal tersebut dan tetap terlibat dalam bid'ah, apalagi jika seseorang mencintai Nabi - صلى الله عليه وسلم - mengetahui bahwa bid'ah dapat menjauhkan dirinya dari Nabi di kolam beliau, maka bagaimana bisa ia terlibat dalam bid'ah?
Dari Abu Hurairah - رضي الله عنه - Rasulullah - صلى الله عليه وسلم - pernah mengunjungi pemakaman dan berkata: 'Salam sejahtera bagi kalian, wahai tempat tinggal orang-orang beriman. Insya Allah, kami akan menyusul kalian. Aku berharap kami telah bertemu dengan saudara-saudara kami.' Mereka bertanya: 'Bukankah kami ini saudara-saudaramu, wahai Rasulullah?' Rasulullah - صلى الله عليه وسلم - menjawab: 'Kalian adalah sahabat-sahabatku, saudara-saudara kami adalah orang-orang yang belum datang.' Mereka bertanya: 'Bagaimana engkau mengenal orang-orang yang belum datang dari umatmu, wahai Rasulullah?' Rasulullah - صلى الله عليه وسلم - menjawab: 'Pernahkah engkau melihat seorang pria yang memiliki kuda putih bercampur kuda hitam, apakah dia tidak mengenali kudanya?' Mereka menjawab: 'Ya.' Rasulullah - صلى الله عليه وسلم - menjawab: 'Mereka akan datang dengan wajah bercahaya dan tangan bercahaya dari wudhu. Aku adalah orang yang mendahului mereka di telaga. Akan tetapi, akan ada orang-orang yang diusir dari kolamku seperti unta yang tersesat, mereka dipanggil: 'Kemari!' Tetapi dikatakan: 'Mereka telah mengubah ajaran setelahmu.' Maka aku akan berkata: 'Sia-sia, sia-sia!'' Hadis ini diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.
Kedelapan:
Mencintai para sahabat dan keluarga Rasulullah serta melaksanakan wasiatnya - صلى الله عليه وسلم - tentang mereka.
Tidak diragukan lagi bahwa mencela dan merendahkan mereka sama dengan mencela dan merendahkan Rasulullah - صلى الله عليه وسلم. Seseorang berada dalam agama sahabat karibnya; oleh karena itu, akal sehat tidak dapat membayangkan seseorang yang benar-benar mencintai Rasulullah - صلى الله عليه وسلم - namun membenci atau memusuhi para sahabat dan keluarganya.
Keluarga beliau adalah keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja'far, dan keluarga Abbas.
Mereka adalah orang-orang yang diharamkan menerima sedekah setelah Rasulullah - صلى الله عليه وسلم.
Mereka inilah keluarganya, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya.
Banyak hadits lain yang menunjukkan hal ini, dengan makna dan signifikansi yang besar.
Oleh karena itu, para ulama menyebutkan banyak pendapat dalam konteks ini.
Ibn Taimiyah - رحمه الله - berkata: "Keluarga Muhammad - صلى الله عليه وسلم - adalah orang-orang yang diharamkan menerima sedekah." Hal yang sama juga dikatakan oleh Imam Syafi'i, Ahmad bin Hanbal, dan ulama lainnya. Hadits-hadits tentang keutamaan ini tersebar luas, sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur'an tentang istri-istri Nabi dalam keluarganya,
seperti dalam firman Allah:
"Wahai istri-istri Nabi, kalian tidaklah seperti wanita-wanita yang lain" (QS. Al-Ahzab: 32)
Dan juga dalam firman-Nya:
"Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin daripada diri mereka sendiri, dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka" (QS. Al-Ahzab: 6),
serta dalam firman-Nya: *"Dan tidak boleh bagi kalian menyakiti Rasulullah dan tidak (pula) mengawini istri-istrinya sesudahnya selama-lamanya"* (QS. Al-Ahzab: 53).
Abu Zur’ah Al-Razi berkata dalam menggambarkan dan membahas keyakinan Ahlus Sunnah wal Jamaah:
"Jika kamu melihat seseorang merendahkan salah satu sahabat Rasulullah - صلى الله عليه وسلم, ketahuilah bahwa dia adalah seorang zindiq (munafik), karena Rasulullah adalah kebenaran, Al-Qur'an adalah kebenaran, dan apa yang beliau bawa adalah kebenaran.
Semua ini disampaikan kepada kita oleh para sahabat, dan mereka yang ingin mencemarkan kesaksian para sahabat pada dasarnya ingin membatalkan Al-Qur'an dan sunnah. Oleh karena itu, mencemarkan mereka lebih layak untuk ditolak, karena mereka adalah orang-orang zindiq."
Kesembilan:
Beradab dengan Rasulullah.
Kesepuluh:
Tidak berlebihan dalam mencintainya, karena Rasulullah - صلى الله عليه وسلم - sangat membenci hal tersebut.
Bagaimana mungkin seorang pecinta melakukan sesuatu yang dibenci oleh orang yang dicintainya?
Ibn Abbas - رضي الله عنهما - meriwayatkan bahwa ada seorang pria berkata kepada Nabi - صلى الله عليه وسلم: "Atas kehendak Allah dan kehendakmu."
Nabi - صلى الله عليه وسلم - berkata kepadanya: "Apakah kamu menjadikan aku setara dengan Allah? Tidak, tapi katakanlah, 'Hanya atas kehendak Allah saja.'" (Diriwayatkan oleh Ahmad).
Keempat :
Keadaan Para Sahabat dalam Mencintai Nabi Muhammad - صلى الله عليه وسلم:
Para sahabat yang mulia mencintai Rasulullah - صلى الله عليه وسلم - dengan cinta yang tiada bandingannya, hingga mencapai derajat di mana mereka rela mengorbankan diri, harta, anak-anak, dan orang tua mereka demi beliau.
Amr bin Al-Ash - رضي الله عنه - berkata:
"Tidak ada seorang pun yang lebih aku cintai daripada Rasulullah - صلى الله عليه وسلم - dan tidak ada yang lebih agung di mataku daripada beliau. Aku tidak sanggup menatap beliau dengan penuh rasa hormat, dan jika aku diminta untuk menggambarkan beliau, aku tidak mampu melakukannya; karena aku tidak pernah sepenuhnya mengarahkan pandanganku kepada beliau."
Ali bin Abi Thalib - رضي الله عنه - ketika ditanya tentang bagaimana kecintaan mereka kepada Rasulullah - صلى الله عليه وسلم - menjawab:
"Demi Allah, beliau lebih kami cintai daripada harta kami, anak-anak kami, ayah-ibu kami, bahkan lebih dari air yang dingin saat dahaga."
Bukhari meriwayatkan dalam kitab Shahih-nya dari Urwah bin Mas'ud bahwa ia berkata kepada kaum Quraisy setelah diutus untuk berdamai:
"Wahai kaumku, demi Allah, aku telah datang kepada para raja, aku pernah mengunjungi Kaisar, Kisra, dan Najasyi, demi Allah, aku belum pernah melihat seorang raja pun yang begitu dihormati oleh para pengikutnya sebagaimana para sahabat Muhammad menghormati Muhammad - صلى الله عليه وسلم.
Demi Allah, tidak ada satu pun yang beliau meludah kecuali jatuh ke tangan salah satu dari mereka, lalu diusapkannya ke wajah dan kulit mereka.
Jika beliau memerintahkan sesuatu, mereka segera melaksanakannya.
Jika beliau berwudhu, mereka hampir saling berkelahi demi mendapatkan air wudhunya.
Jika mereka berbicara di hadapan beliau, mereka merendahkan suara mereka, dan mereka tidak berani menatap beliau sebagai tanda penghormatan."
Buraidah bin Al-Husaib - رضي الله عنه - berkata:
"Ketika kami duduk di hadapan Rasulullah - صلى الله عليه وسلم, kami tidak berani mengangkat kepala kami untuk memandang beliau karena penghormatan yang begitu besar terhadap beliau." (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi).
Muslim meriwayatkan dari Anas - رضي الله عنه - bahwa ia berkata:
"Aku melihat Rasulullah - صلى الله عليه وسلم - sedang dicukur rambutnya, dan para sahabat mengelilingi beliau, tidak ada satu pun rambut yang jatuh kecuali ada di tangan salah satu dari mereka."
Bagaimana mungkin tidak demikian? Bukankah beliau - صلى الله عليه وسلم - segalanya dalam kehidupan mereka; guru mereka, pembimbing mereka, pemimpin mereka, teladan mereka, imam mereka di dunia dan saksi atas mereka di akhirat?
Sebagaimana yang aku katakan, ini adalah topik yang luas dan agung, penuh dengan kisah-kisah mulia.
Aku akan menutupnya dengan kisah yang panjang ini, yang disebutkan oleh Adz-Dzahabi - رحمه الله - dalam kitab Siyar A'lam An-Nubala.
Kisah ini sangat indah dan menakjubkan.
Adz-Dzahabi adalah seorang imam dari kalangan Ahlus Sunnah, seorang ahli dalam ilmu kritik dan sanad, serta pemimpin dalam ilmu jarh wa ta'dil.
Beliau tidak akan mengatakan sesuatu yang emosional tanpa dasar ilmu yang kuat.
Beliau berkata dalam biografi Ubaidah bin Umar As-Salmani - seorang tabi'in dari pengikut Ali bin Abi Thalib رضي الله عنه - bahwa Muhammad berkata:
"Aku berkata kepada Ubaidah:
'Kami memiliki sehelai rambut Rasulullah - صلى الله عليه وسلم - yang berasal dari Anas bin Malik.'
Ubaidah menjawab:
'Memiliki sehelai rambut beliau lebih aku sukai daripada segala emas dan perak di muka bumi ini.'"
Adz-Dzahabi kemudian berkata:
"Aku berkata, ucapan Ubaidah ini adalah ukuran cinta yang sempurna, yaitu seseorang lebih memilih sehelai rambut Nabi daripada semua emas dan perak yang dimiliki manusia."
Contoh-contoh Kasih Sayang kepada Nabi - صلى الله عليه وسلم:
1. Dari kalangan pemuda:
Ali bin Abi Talib tidur di ranjang Nabi - صلى الله عليه وسلم - pada malam ketika orang-orang kafir Quraisy ingin membunuh beliau. Ketika ditanya tentang cinta mereka kepada Rasulullah - صلى الله عليه وسلم -,
Ali bin Abi Talib menjawab:
"Demi Allah, beliau lebih kami cintai daripada harta kami, anak-anak kami, orang tua kami, dan ibu-ibu kami, bahkan lebih dari air dingin ketika kehausan."
2. Dari kalangan pria:
Kisah pembunuhan Zaid bin Dathinnah.
Ibn Ishaq berkata bahwa sekelompok orang Quraisy, termasuk Abu Sufyan bin Harb, berkumpul.
Ketika Zaid dibawa untuk dieksekusi, Abu Sufyan bertanya:
"Aku mohon demi Allah, apakah engkau ingin agar Muhammad berada di tempatmu sekarang dan engkau berada di rumahmu?"
Zaid menjawab:
"Demi Allah, aku tidak ingin Muhammad mengalami sesuatu yang menyakitkan di tempatnya saat ini, meskipun aku berada di rumahku."
Abu Sufyan berkata:
"Aku tidak pernah melihat seseorang mencintai orang lain seperti para sahabat Muhammad mencintai Muhammad."
3. Dari kalangan wanita:
Diriwayatkan oleh Ibn Ishaq bahwa Saad bin Abi Waqqas berkata: Ketika Rasulullah - صلى الله عليه وسلم - melewati seorang wanita dari Bani Dinar yang suami, saudara, dan ayahnya terbunuh di Uhud, wanita itu bertanya: "Apa kabar Rasulullah?" Ketika diberitahu bahwa beliau baik-baik saja, wanita itu meminta untuk melihatnya. Setelah melihat beliau, ia berkata: "Setiap musibah setelahmu terasa ringan."
4. Contoh dari Ummi Anas binti Malik:
Ketika Rasulullah - صلى الله عليه وسلم - beristirahat di rumah Ummi Anas binti Malik dan berkeringat, ia membawa sebuah botol dan mulai menampung keringat beliau.
Ketika Rasulullah - صلى الله عليه وسلم - terbangun dan bertanya: "Apa yang kau lakukan, wahai Umm Sulaim?" Ia menjawab:
"Kami menggunakan keringatmu dalam parfum kami; keringatmu lebih wangi daripada parfum apa pun bagi kami."
Manfaat Cinta kepada Nabi - صلى الله عليه وسلم:
- Cinta kepada Nabi - صلى الله عليه وسلم - dan menyebut namanya dapat menghilangkan kesedihan dan kesulitan, memperbaiki keadaan, mengampuni dosa, dan menghapuskan kesalahan.
Dalam hadis Abu bin Ka'ab, ketika dia bertanya tentang menjadikan seluruh doanya sebagai shalawat untuk Nabi, Nabi - صلى الله عليه وسلم - menjawab: "Jika demikian, maka kamu akan dipenuhi dengan keberkahan dan dosamu akan diampuni." (Hadis ini diriwayatkan oleh Tirmidzi).
- Cinta kepada Nabi - صلى الله عليه وسلم - membawa ketenangan jiwa, memperdalam rasa puas, dan membantu dalam melanjutkan dakwah serta menghadapi kesulitan dan ujian di jalan tersebut.
Hal ini dilakukan dengan mengikuti teladan Nabi - صلى الله عليه وسلم -. Cinta kepada Nabi - صلى الله عليه وسلم - mendatangkan kehidupan yang baik,
sebagaimana firman Allah:
" Wahai orang-orang yang beriman, jawablah seruan Allah dan Rasul-Nya jika dia menyeru kalian kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kalian. Dan ketahuilah bahwa Allah menghalangi antara seseorang dengan hatinya dan hanya kepada-Nyalah kalian akan dihimpun ". [Al-Anfal: 24].
- Firman Allah:
" Mereka yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi, yang mereka dapati tertulis dalam Taurat dan Injil mereka, yang memerintahkan mereka dengan kebaikan dan melarang mereka dari kemungkaran, yang menghalalkan bagi mereka yang baik-baik dan mengharamkan bagi mereka yang buruk, serta meringankan beban dan belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, menghormatinya, membantunya, dan mengikuti cahaya yang diturunkan bersama-Nya, merekalah orang-orang yang beruntung ". [Al-A'raf: 157].
Semoga Allah - سبحانه وتعالى - menumbuhkan kecintaan yang mendalam terhadap Rasul-Nya dalam hati kita, menjadikan cinta kepada Rasulullah - صلى الله عليه وسلم - lebih berharga bagi kita daripada cinta kepada diri kita sendiri, keluarga, orang tua, pasangan, dan anak-anak kita. Semoga cinta tersebut membawa ketenangan hati dan membuka pintu hati kita, serta menjadikan cinta tersebut sebagai bantuan dalam taat kepada Allah - عز وجل - dan menjaga hubungan baik dengan-Nya; Sesungguhnya Allah - سبحانه وتعالى - adalah Yang Maha Kuasa dan Maha Mampu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar